assesmen dan evaluasi belajar_penilaian pemecahan masalah dan sikap dan kepercayaan terhadap...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
semakin pesat, bahkan produk-produk di bidang teknologi informasi telah dapat
menembus ruang dan waktu. Agar dapat mengikuti perkembangan tersebut maka
dalam bidang pendidikan pun terjadi pergeseran, khususnya pembelajaran
keterampilan berpikir dan penyelesaian masalah seharusnya mendapat penekanan
yang lebih besar.
Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika tidaklah cukup
hanya diberikan sejumlah besar pengetahuan kepada para siswa, akan tetapi para
siswa perlu memiliki keterampilan untuk membuat pilihan-pilihan dan
menyelesaikan berbagai masalah dengan menggunakan penalaran yang logis.
Bukan hanya masalah kognitif (pemecahan masalah) saja yang perlu
diperhatikan. Namun, masalah afektif perlu juga diperhatikan untuk proses
pembelajaran yang lebih baik, khususnya pembelajaran matematika. Masalah
penalaran pemecahan masalah dan masalah afektif yakni masalah sikap dan
kepercayaan siswa terhadap matematika perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan
penalaran tersebut diperlukan pengembangan instrumen penilaian agar hasil yang
diperoleh maksimal.
Oleh karena itu setiap guru yang mengelola pembelajaran Matematika
perlu memahami maksud dari memecahkan masalah matematika. Selain itu setiap
guru juga harus melatih keterampilannya dalam membantu siswa belajar
memecahkan masalah matematika. Serta setiap guru harus dapat menilai
bagaimana sikap dan kepercayaan siswa terhadap Matematika setelah maupun
sesudah melaksanakan atau mengerjakan persoalan pemecahan masalah
Matematika.
Selain dibutuhkan keterampilan guru dalam pengolahan instrumen
penilaian juga dibutuhkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah.
Keterampilan menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa jika dalam
pembelajaran, guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi
2
pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang
melibatkan pemecahan masalah.
Instrumen penilaian kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
Matematika termuat dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen tertanggal 11 November
2004 tentang Bentuk dan Spesifikasi Buku Laporan Perkembangan Anak Didik
dan Buku Laporan Hasil Belajar Siswa, didalamnya termuat beberapa indikator
pencapaian kemampuan pemecahan masalah, seperti memilih pendekatan dan
metode pemecahan masalah secara tepat, mengembangkan strategi pemecahan
masalah, dan yang lainnya.
Selain itu dengan adanya penilaian pemecahan masalah Matematika ini
akan menentukan sikap dan kepercayaan peserta didik terhadap Matematika itu
sendiri. Dengan hasil penilaian pemecahan masalah bagus ini akan memberikan
sikap dan kepercayaan yang positif kepada peserta didik dan ini berlaku
sebaliknya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penilaian pemecahan masalah Matematika?
2. Bagaimana penilaian sikap dan kepercayaan terhadap Matematika?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penulisan dari makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengembangan instrumen penilaian pemecahan
masalah Matematika
2. Untuk mengetahui pengembangan instrumen penilaian sikap dan
kepercayaan terhadap Matematika
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penilaian Pemecahan Masalah Matematika
Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah
merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, namun mereka juga
menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah.
Cooney, et.al. (1975:245) menyampaikan bahwa :”.... for a question to be a
problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine
procedure known to the student. Maksudnya adalah ”Suatu pertanyaan akan
menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (
challenge) yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin (routine
procedure) yang sudah diketahui si pemecah masalah. Dengan demikian
termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu
pertanyaan yang diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan
tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa.
Karena dapat terjadi bahwa suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi
pertanyaan bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui prosedur untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu masalah diperlukan
waktu yang relatif lebih lama dari pada proses pemecahan masalah rutin biasa.
Menurut Polya (1973), ada dua macam masalah yaitu (1) menemukan
(bilangan, lukisan, dan sebagainya) dan (2) membuktikan. Untuk memecahkan
kedua masalah tersebut strategi pemecahan umumnya sama. Namun strategi
pemecahan khususnya dapat berbeda, tergantung pada jenis atau substansi
masalahnya. Untuk memecahkan masalah ‘menemukan’ karena kadang-kadang
bersifat terbuka atau investigatif, maka yang perlu dimiliki pemecah masalah
adalah kreativitas melalui latihan pengembangan alternatif.
Menurut Polya dalam memecahkan masalah terdapat 4 langkah utama
sebagai berikut:
1. Memahami masalahnya
(1) Apa yang tidak diketahui (yang ditanyakan)? Apa datanya (yang
dikatahui)? Apa syarat-syaratnya?
4
(2) Apakah datanya cukup untuk mememecahkan masalah itu? Atau
tidak cukup sehingga perlu ‘pertolongan’? Atau bahkan berlebih
sehingga harus ada yang diabaikan? Atau bertentangan?
(3) Jika perlu dibuat diagram yang menggambarkan situasinya.
(4) Pisah-pisahkan syarat-syaratnya jika ada. Dapatkah masalahnya
ditulis kembali dengan lebih sederhana sesuai yang diperoleh di
atas?
2. Menyusun rencana memecahkan masalah
(1) Pernahkah Anda menghadapi masalah tersebut? Atau yang
serupa dengan masalah tersebut?
(2) Tahukah Anda masalah (lain) yang terkait dengan masalah itu?
Adakah teorema yang bermanfaat untuk digunakan?
(3) Jika Anda pernah menghadapi masalah serupa, dapatkah strategi
atau bagian cara memecahkannya digunakan di sini? Atau,
dapatkah hasilnya digunakan di sini? Dapatkah metodenya yang
digunakan? Perlukah Anda mengintrodusir elemen baru terkait
yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya?
(4) Dapatkah masalahnya dinyatakan kembali dengan lebih
sederhana dan jelas? Dapatkah dinyatakan dengan cara berbeda?
Perlukah kembali ke beberapa definisi?
(5) Jika Anda tidak segera dapat menyelesaikan masalah tersebut,
cobalah memecahkan masalah serupa yang lebih sederhana.
(6) Apakah semua data telah Anda gunakan? Apakah semua syarat
telah Anda gunakan? Apakah Anda telah memasukkan sesuatu
hal lain yang penting dalam memecahkan masalah itu?
3. Melaksanakan rencana
Melaksanakan rencana pemecahan masalah dengan setiap kali
mengecek kebenaran di setiap langkah. Dapatkah Anda peroleh bahwa
setiap langkah telah benar? Dapatkah Anda buktikan bahwa setiap
langkah sungguh benar?
4. Menguji kembali atau verifikasi
1) Cek atau ujilah hasilnya. Periksa juga argumennya.
5
2) Apakah hasilnya berbeda? Apakah secara sepintas dapat dilihat?
3) Dapatkah Anda gunakan hasil atau metodenya untuk
menyelesaikan masalah lain?
Untuk memecahkan masalah, ada beberapa cara, langkah, tata kerja,
pemikiran, penalaran, bahkan “akal” yang perlu digunakan dalam merencanakan
tindakan pemecahan masalah. Cara yang sering digunakan dan sering berhasil
pada proses pemecahan masalah inilah yang disebut dengan strategi pemecahan
masalah.
Adapun beberapa strategi yang sudah dikenal dan dikemukakan para ahli
pendidikan matematika menurut Polya (1973) dan Pasmep (1989) diantaranya.
1. Menggambar Diagram
Gambar atau diagram hampir pasti menyangkut masalah geometri, namun
demikian strategi menggunakan diagram kadang-kadang berguna di dalam
persoalan gerak, persoalan campuran. Penyajian diagram yang tepat akan
menunjukkan pepatah “satu gambar lebih baik dari seribu kata”.
2. Bergerak dari Belakang (Working Backward)
Pada strategi bergerak dari belakang berbeda dari kebiasaan langkah-
langkah mencari solusi atau pembuktian yaitu dari yang diketahui kepada
yang ditanyakan atau harus dibuktikan. Namun untuk strategi bergerak
dari belakang, konsep yang ditempuh siswa justru berangkat dari yang
harus dibuktikan atau yang ditanya kemudia bergerak ke belakang.
3. Menebak secara bijak dan mengujinya.
Menebak dengan jitu yang kemudian ditindak lanjuti dengan mengujinya
dapat digunakan untuk menyelesaikan alfametika yaitu suatu teka-teki
yang menggunakan huruf-huruf sebagai pengganti angka-angka. Di mana
permasalahannya menemukan angka-angka yang cocok untuk
algoritmanya.
4. Menemukan Pola
Menemukan pola dari keseluruhan barisan bilangan inilah yang
merupakan tantangan yang harus diatasi dalam kebanyakan masalah
barisan bilangan. Pola pada barisan-barisan bilangan tidak selalu tunggal.
6
5. Mempertimbangkan yang ekstrim
Metode ini pada beberapa kasus sangat membantu untuk memperpendek
waktu yang diperlukan untuk menentukan solusi dari suatu persoalan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering melakukannya, misalnya
respon : “Pertimbangkan kalau skenario terburuk yang terjadi!”, atau :
“Apakah hasil terbaik yang mungkin terjadi seandainya …”
1. Pengorganisasian Data
Seringkali persoalan akan menjadi lebih mudah diselesaikan
dengan mengatur data sedemikian rupa, sehingga lebih
menguntungkan baik dalam komputasi maupun memanipulasinya.
2. Menggunakan kalkulator atau komputer
Komputer biasanya dapat dipakai sebagai alat yang dapat
membantu siswa menyelesaikan suatu persoalan di mana
penyelesaiannya disarankan memerlukan banyak perhitungan
3. Menggunakan alasan yang logis
Logika formal merupakan dasar dari matematika murni dan bukti-
bukti deduktif. Seringkali alasan logis yang bukan merupakan
bukti akan menjadikan analisis suatu soal. Apabila dimungkinkan
bagi siswa untuk melakukan pembuktian, disarankan agar mereka
diberikan cukup banyak latihan soal “terbukti atau tidak terbukti”,
agar mereka terbiasa mencoba menyusun konjektur (dugaan)
sebelum melakukan percobaan untuk membuktikannya.
4. Mencoba pada permasalahan serupa namun yang lebih sederhana
Meskipun pada umumnya banyak jalan untuk mencari solusi dari
suatu persoalan, namun kadang-kadang diperlukan langkah
penyelesaian yang lebih baik, lebih efisien, lebih jelas untuk suatu
persoalan tertentu. Strategi khusus sebagaimana mencoba
permasalahan serupa yang lebih sederhana, dapat dijadikan acuan
untuk menyelesaian persoalan tertentu.
5. Memperhitungkan setiap kemungkinan
7
Ada beberapa masalah yang dapat diselesaikan dengan membuat
daftar singkat semua kemungkinan yang ada dari kondisi yang
ada. Kunci dari pemecahan masalah di sini adalah bagaimana
membuat suatu daftar yang mampu menyususun secara sistematis
semua kemungkinan yang ada.
6. Mengambil sudut pandang yang berbeda
Mengharapkan satu dari jalan tersingkat dari berbagai solusi
untuk menunjukkan kehandalan strategi pemecahan masalah
khusus dapat ditunjukkan persoalan tersebut dan merupakan
penyelesaikan yang bijak.
Dari semua strategi di atas tidak semua butir yang disarankan oleh para
pakar dalam pemecahan masalah pasti muncul sebagai strategi pemecahan
masalah Matematika. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah memahami
masalahnya secara teliti, membedakan mana yang merupakan hal yang diketahui
dan mana yang merupakan masalah yang harus dipecahkan. Dari kedua hal
tersebut dicari jembatan yang menghubungkan antara yang ditanyakan dan yang
diketahui. Seseorang akan dengan lebih mudah memecahkan masalah hanya jika
sering menghadapi masalah yang beragam dasar strategi permasalahannya. Oleh
karena itu bekal utama yang diperlukan dalam memecahkan masalah adalah
keuletan yang dilandasi pengetahuan dasar yang luas dan pemahaman yang
mendalam tentang masalah tersebut.
Strategi pemecahan masalah tersebut perlu dilatihkan kepada siswa, karena
dapat digunakan atau dimanfaatkan ketika mereka mempelajari matematika atau
mata pelajaran lain, sedangkan cara meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan:
a) Memulai dari masalah yang sederhana
b) Memberikan masalah berupa open-ended problem dan investigasi
c) Menggunakan sebanyak mungkin strategi pemecahan masalah yang
relevan
d) Mencari kesesuaian antara kemampuan berpikir dan strategi
pemecahan masalah
8
e) Memberikan kesempatan yang cukup untuk memformulasikan dan
memecahkan masalah, kemudian mencoba untuk menyelesaikan
dengan cara lain
f) Menggunakan pemodelan untuk menjelaskan dan menganalisis
proses berpikir
g) Memberikan kesempatan untuk merefleksikan dan mengklarifikasi
serta melihat kembali kemungkinan lain, mengatakan dengan
bahasa sendiri dan mencoba untuk mencari strategi pemecahan
masalah yang lebih baik
h) Memperbolehkan untuk berekspresi dengan maksud untuk
memperkuat konseptualisasi dan pengembangan dari kebiasaan
berpikir kritis
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah
dengan memberikan sejumlah keterampilan problem-solving (memecahkan
masalah). Keterampilan menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa jika
dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi
pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang
melibatkan pemecahan masalah.
Instrumen penilaian kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
Matematika menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen tertanggal 11 November 2004
tentang Bentuk dan Spesifikasi Buku Laporan Perkembangan Anak Didik dan
Buku Laporan Hasil Belajar Siswa, dimuat beberapa indikator pencapaian
kemampuan pemecahan masalah, yaitu:
1. menunjukkan pemahaman masalah,
2. mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
pemecahan masalah,
3. menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk,
4. memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat,
5. mengembangkan strategi pemecahan masalah,
6. membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah
dan
7. menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
9
Dari indikator-indikator tersebut dapat diperhatikan bahwa:
a) Bila indikator-indikator di atas dicermati maka indikator 1 sampai
dengan 6 merupakan satu kesatuan. Pengukuran kemampuan siswa
memecahkan masalah menggunakan tolak ukur indikator 1 sampai
dengan 6. Siswa dikatakan mampu memecahkan masalah dengan baik
bila semua tolak ukur yang dirumuskan pada indikator 1 sampai dengan 6
dapat dipenuhi.
b) Indikator ke-7 menunjukkan adanya tuntutan bahwa instrumen penilaian
yang utamanya melatih dan mengukur kemampuan pemecahan masalah
adalah instrumen penilaian yang menuntut siswa menggunakan prosedur
yang tidak rutin dalam menyelesaikannya atau meresponnya. Prosedur
rutin merupakan prosedur yang secara konseptual wajib dipelajari semua
siswa pada saat belajar matematika. Merespon suatu tes atau penugasan
dengan menggunakan prosedur rutin dapat diartikan sebagai menerapkan
secara langsung suatu konsep, dalil, prosedur dll yang sebelumnya sudah
dipelajari siswa, kemudian serta merta diperoleh penyelesaian, sehingga
hal-hal yang diterapkan itu bukan merupakan hasil olah pikir baru,
namun karena memang sudah dipelajari siswa bersama guru pada waktu
sebelumnya. Hal sebaliknya untuk prosedur tidak rutin. Pengertian
prosedur rutin dan tidak rutin itu sesuai dengan pengertian pemecahan
masalah dalam matematika, yaitu: pemecahan masalah adalah proses
menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam
situasi baru yang belum dikenal, sehingga ciri dari tes atau penugasan
berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi
tugas atau soal (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan
menggunakan prosedur rutin (3) prosedur menyelesaikan masalah belum
diketahui penjawab.
c) Mengingat syarat (1) dan (3) dari pemecahan masalah seperti yang
diuraikan pada catatan bagian b di atas maka instrumen penilaian untuk
melatih dan mengukur kemampuan pemecahan masalah hendaknya
bersifat ’eksklusif’ terhadap kondisi siswa di tiap sekolah. Artinya,
materi soal disesuaikan dengan kemampuan siswa dan prosedur
10
menyelesaikan masalah (yang tidak rutin itu) ’dijamin’ belum diketahui
siswa. Ini berarti tidak tepat bila soal-soal pemecahan masalah diterapkan
kepada siswa dalam berbagai kalangan yang kondisinya relatif berbeda,
misalnya diterapkan dalam ulangan umum se-kabupaten yang kondisi
siswanya relatif berbeda.
Contoh pemecahan masalah Matematika:
1. Penilaian terhadap teorema Pythagoras
Closed Task:
Myron dan Ed ingin membawa sebuah cermin persegi yang besar
melewati sebuah pintu. Panjang setiap sisi cermin adalah 7 kaki. Pintu
tersebut berupa persegi panjang dengan lebar 3 kaki dan tinggi kaki.
akankah cermin itu dapat melalui pintu atau tidak? Gunakan pengukuran
yang diberikan untuk menghitung jawaban anda dan tunjukkan bagaimana
anda mengetahui jawaban anda benar.
Open-Middled Task:
Sebuah perusahaan membuat lempengan nama yang terbuat dari logam.
Perusahaan tersebut ingin menjual lempengan nama yang disemen pada
persegi kayu yang lebih besar, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah
ini.
Joe & Amy Green
16 Eagle Terrace
11
Lempengan nama tersebut berupa persegi panjang 12 cm x 7 cm. Sudut
yang dibentuk dimana sudut dari lempengan nama itu menyentuh sisi dari
persegi yang sudutnya 45o.
Determine the length of each side of the wooden square.
Buatlah persegi kayu yang cukup besar dimana sudut dari persegi panjang
metal menyentuh tetapi tidak melewati rusuk-rusuk persegi. Tunjukkan,
langkah demi langkah, bagaimana anda mendapatkan jawaban anda.
Open-Ended Task:
Buatlah desain yang tesselates dimana seluruhnya terbuat dari segitiga.
Desain anda haruslah mengandung paling sedikit 2 bentuk segitiga yang
berbeda; satu harus segitiga siku-siku samakaki.
2. Penilaian terhadap Pecahan
Closed Task:
Mario dan Leah pergi bersepeda sejauh 52 mil. Selama berkendara Mario
mengatakan, “apakah kita sudah setengah jalan disana?” Leah menjawab,
“ Belum, kita sekitar dari jalan kesana.” Berapa jauh mereka telah pergi?
Open-Middle Task:
Nora mengatakan bahwa kedua gambar tersebut menunjukkan dari
keseluruhan yang diarsir didalam. Apakah Nora benar atau tidak?
Tunjukkan, langkah demi langkah, bagaimana anda menentukkannya.
Gambar a
Gambar b
12
Open-Ended Task:
Gunakan papan geometri atau kertas kotak untuk menunjukkan perbedaan
cara untuk membagi persegi, 4 bagian dengan 4 bagian, dalam dua daerah,
dimana 1 daerah adalah dari keseluruhan dan daerah yang lain adalah
dari keseluruhan.
2.2 Penilaian Sikap dan Kepercayaan terhadap Matematika
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap
dapat dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan.
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati
dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima
informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,
tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian
sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap
sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk
ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran.
Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana
pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
Kepercayaan merupakan terjemahan dari kata belief yang berasal dari
bahasa Inggris. Secara leksikal, dalam kamus Oxford, belief diartikan sebagai
13
perasaan yang kuat tentang kebenaran atau keberadaan sesuatu (a strong feeling
that something/someone exists or is true) atau percaya bahwa sesuatu itu baik atau
benar (confident that something/someone is good or right).
Khusus dalam matematika, Presmeg (2002: 294) mengatakan istilah
keyakinan dan konsepsi dapat saling dipertukarkan dalam konteks sifat natural
matematika. Sebagai contoh ketika para siswa ditanya “apa itu matematika?”,
mereka menjawab dengan mengemukakan pandangannya tentang sifat natural dari
matematika yang dapat disebut juga dengan keyakinan atau konsepsi tentang
matematika.
Pendefinisian yang lebih luas adalah keyakinan merupakan cara kita
berfikir tentang sesuatu pada kita atau sekeliling kita (Hill, 2008:9). Sehingga
keyakinan matematika dapat meliputi subjek matematika atau hal-hal yang terjadi
pada diri dan lingkungannya.
Sikap dan kepercayaan ini termasuk dalam ranah afektif. Keduanya
memiliki pengembangan instrumen penilaian yang sama karena berada dalam
ranah yang sama yakni ranah afektif. Berikut pengembangan instrumen penilaian
sikap dan kepercayaan:
1. Menentukan Spesifikasi Instrumen
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran,
pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa
negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi
pembelajaran yang tepat.
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan
peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan
yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
2. Menulis Instrumen
Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik
menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan
untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya
14
kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional:
sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa
berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui
sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Pertanyaan tentang sikap
meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif
terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering
digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang;
menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-
tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika
misalnya.
Membaca buku matematika
Mempelajari matematika
Melakukan interaksi dengan guru matematika
Mengerjakan tugas matematika
Melakukan diskusi tentang matematika
Memiliki buku matematika
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
Saya senang membaca buku matematika
Tidak semua orang harus belajar matematika
Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran
matematika
Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika
sebaik-baiknya
Memiliki buku matematika penting untuk semua
peserta didik
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi
peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah
dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut.
Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan
15
ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak.
Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan
dengan penilaian baik dan buruk. Nilai seseorang pada dasarnya terungkap
melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan
dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan
seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Contoh indikator nilai adalah:
Memiliki keyakinan akan peran sekolah
Menyakini keberhasilan peserta didik
Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk
ditingkatkan.
Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes
cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah
atas usahanya.
3. Menentukan Skala Instrumen
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif
adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika
16
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
4. Menentukan Pedoman Penskoran
Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan
terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden
memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk
menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya
menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden.
Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan
tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku
skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-
masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Menelaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah:
1. Butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator,
2. Bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata
bahasa yang benar,
3. Butir peranyaaan/pernyataan tidak bias,
4. Format instrumen menarik untuk dibaca,
5. Pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas,
6. Jumlah butir dan/atau panjang kalimat
pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak
menjemukan untuk dibaca/dijawab.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih
baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman
17
sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format
instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat
pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk
memperbaiki instrumen.
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat
kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya
tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu
pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur
pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan
sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu,
positif atau negatif. Contoh pertanyaan yang bias: Sebagian besar pendidik
setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah
saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias: Sebagian pendidik setuju bahwa tidak
semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah
saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus
semua? Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-
kata untuk suatu kuesioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat
pendidikan responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang
digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara
pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.
6. Merakit Instrumen
Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu
menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/
pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu
18
panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya.
Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi
spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan
pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab
atau mengisinya.
7. Melakukan Ujicoba
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai
dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau
orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya
mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta
didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang
diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau
lebih. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari
responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat
yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen.
Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah
lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah.
Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan
merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu
ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan,
maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu
yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan
pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau
kurang.
8. Menganalisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir
pertanyaan/ pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7,
dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir
pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun
19
apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada
pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator
yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir
instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain
yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks
reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih
kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu
diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.
9. Memperbaiki Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan
yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah
instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir
pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk
mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya
dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
10. Melaksanakan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan
yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah
lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan)
yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar
responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden
tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner
tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan
tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian
instrumen.
11. Menafsirkan hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil
pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung
pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan.
20
Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/
pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik.
Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:
Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif:
Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor
terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi
empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi
(baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan
kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya
dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.
Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir
pernyataan, dengan rentang skor 10 – 40.
Keterangan Tabel 2:
1. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah:
0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 =
28, dan skor batas atasnya adalah 35.
3. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x
40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
21
4. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat
kurang adalah kurang dari 20.
Tabel 3 Kategorisasi sikap atau minat kelas
Keterangan:
1. Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi
jumlah peserta didik di kelas ybs.
2. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah:
0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x
40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
4. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50
x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
5. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat
kurang adalah kurang dari 20.
Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap
tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka
peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan
bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong
tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya.
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran.
Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang
minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata
pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran
berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan
memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi
22
belajar. Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran
tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon,
namun mereka juga menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan
otomatis akan menjadi masalah. Menurut Polya dalam memecahkan
masalah terdapat 4 langkah utama yakni: 1) Memahami masalahnya,
2) Menyusun rencana memecahkan masalah, 3) Melaksanakan
Rencana, dan 4) Menguji kembali atau verifikasi. Instrumen penilaian
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah Matematika dimuat
beberapa indikator pencapaian kemampuan pemecahan masalah,
yaitu:
a menunjukkan pemahaman masalah,
b mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan
dalam pemecahan masalah,
c menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai
bentuk,
d memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara
tepat,
e mengembangkan strategi pemecahan masalah,
f membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu
masalah dan
g menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
2. Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka
atau tidak suka terhadap suatu objek. Kepercayaan diartikan sebagai
perasaan yang kuat tentang kebenaran atau keberadaan sesuatu atau
percaya bahwa sesuatu itu baik atau benar. Pengembangan instrumen
penilaian sikap dan kepercayaan:
a Menentukan Spesifikasi Instrumen
b Menulis Instrumen
24
c Menentukan Skala Instrumen
d Menentukan Pedoman Penskoran
e Menelaah Instrumen
f Merakit Instrumen
g Melakukan Ujicoba
h Menganalisis Hasil Ujicoba
i Memperbaiki Instrumen
j Melaksanakan pengukuran
k Menafsirkan hasil pengukuran
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat dituliskan oleh penulis sarankan adalah
diharapkan guru mampu memilih dan mengembangkan instrumen
pemecahan masalah Matematika dengan baik sehingga mampu
menginterpretasikan kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa,
yang nantinya berimplikasi pada sikap dan kepercayaan siswa terhadap
Matematika.