aspek medikolegal pada penggantungan

17
ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PENGGANTUNGAN Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur mediko-legal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran. Ruang lingkup medikolegal dapat disimpulkan sebagai yang berikut a. pengadaan visum et repertum, b. tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka. c. pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, d. kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, e. tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik , f. tentang kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik, Setelah pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU No. 73 Tahun 1958 yang isinya menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1945 untuk seluruh Indonesia, maka suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang- undangan pidana yang telah ada, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 KUHP. Penggantungan lebih sering terjadi pada kasus bunuh diri. Tetapi tidak menolak kemungkinan korban penggantungan mati akibat penganiayaan. Di sini lah dapat dilihat fungsinya dari satu

Upload: westi-permata-w

Post on 13-Apr-2016

120 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

dsdsd

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PENGGANTUNGAN

Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek

yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur

mediko-legal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada

beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.

Ruang lingkup medikolegal dapat disimpulkan sebagai yang berikut 

a. pengadaan visum et repertum,

b. tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka.

c. pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli

di dalam persidangan,

d. kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran,

e. tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik ,

f. tentang kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik,

Setelah pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU No. 73 Tahun 1958 yang isinya

menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1945 untuk seluruh Indonesia, maka suatu perbuatan

tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang

telah ada, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 KUHP.

Penggantungan lebih sering terjadi pada kasus bunuh diri. Tetapi tidak menolak kemungkinan

korban penggantungan mati akibat penganiayaan. Di sini lah dapat dilihat fungsinya dari satu

perundangan yang ditetapkan. Pada buku kedua KUHP Bab XIX tentang kejahatan terhadap

nyawa. Berikut merupakan pasal-pasal yang terkandung dalam bab XIX KUHP.

1.      Pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

2.      Pasal 339

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan

dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk

melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun

untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan

pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Page 2: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

3.      Pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,

diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur

hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

4.      Pasal 345

Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu

atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pada kasus penggantungan, dokter forensik dipanggil untuk membuat pemeriksaan lengkap sesuai

dengan Pasal 133 KUHAP yang menyatakan dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan

menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang

merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pada pasal 133 KUHAP (ayat 2 dan 3)

menyatakan permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat; dan mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh

penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan

diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Pernyataan ini

menjadi dasar pembuatan visum et repertum (laporan bertulis) pada kasus tindak pidana.

Salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada korban mati akibat penggantungan adalah otopsi. Hal

ini dapat membantu dokter forensic untuk mengetahui mekanisme kematian sehingga dapat

membantu penyidik mengetahui cara kematian korban. Sesuai dengan Pasal KUHP 222 yang

menyatakan barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan

pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pada persidangan kasus pidana, dokter forensic akan dipanggil sebagai saksi ahli. Sesaui dengan

Pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi

keadilan.

Permintaan VER berdasarkan KUHAP pasal 133 :

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka,keracunan atau mati yg diduga karena peristiwa yg merupakan tindak pidana,

Page 3: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

ia berwenang mengajukan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokterdan

atau ahli lainnya.

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan

secaratertulis, yg dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3) Mayat yg dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit

harusdiperlakukan secara baik dgn penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan

diberilabel yg memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yg diletakkan pada

ibujari atau bagian lain badan mayat.

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu

sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan

untuk mencegah kemungkinan lain.

1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan ? Pertanyaan ini sering diajukan kepada

dokter pemeriksa dalam persidangan.

2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan?

Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.

a. Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan lain.

Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini. Pernah ada

laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh diri dengan

penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada

anak-anak di bawah usia 12 tahun

b. Cara terjadinya penggantungan

c. Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian

d. Tanda berupa jejas penjeratan

e. Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan

Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem

No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem

1 Tanda-tanda penggantungan ante- Tanda-tanda post-mortem menunjukkan

mortem bervariasi. Tergantung dari kematian yang bukan disebabkan

cara kematian korban penggantungan

Page 4: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

2 Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk

lingkaran terputus (non-continuous) lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler

dan letaknya pada leher bagian atas dan letaknya pada bagian leher tidak begitu

tinggi

3 Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu,

pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada

bagian depan leher

4 Ekimosis tampak jelas pada salah satu

Ekimosis pada salah satu sisi jejas

penjeratan

sisi dari jejas penjeratan. Lebam tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat

mayat tampak di atas jejas jerat dan terdapat pada bagian tubuh yang

pada tungkai bawah menggantung sesuai dengan posisi mayat

setelah meninggal

5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak

teraba seperti perabaan kertas begitu jelas

perkamen, yaitu tanda parchmentisasi

6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga

dan lain-lain sangat jelas terlihat dan lain-lain tergantung dari penyebab

terutama jika kematian karena asfiksia kematian

7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak

mengalami kongesti dan agak terdapat, kecuali jika penyebab kematian

menonjol, disertai dengan gambaran

adalah pencekikan (strangulasi) atau

sufokasi

pembuluh dara vena yang jelas pada

bagian kening dan dahi

Page 5: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus

sekali kematian akibat pencekikan

9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak

keluarnya cairan sperma sering terjadi ada. Pengeluaran feses juga tidak ada

pada korban pria. Demikian juga

sering ditemukan keluarnya feses

10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes pad

sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantungan.

vertikal menuju dada. Hal ini

merupakan pertanda pasti

penggantungan ante-mortem

Page 6: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan
Page 7: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan

No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan

1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi Tidak mengenal batas usia, karena tindakan

pada remaja dan orang dewasa. pembunuhan dilakukan oleh musuh atau

Anak-anak di bawah usia 10 tahun

lawan dari korban dan tidak bergantung

pada

atau orang dewasa di atas usia 50 usia

tahun jarang melakukan gantung diri

2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring,Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak

berupa lingkaran terputus (non- terputus, mendatar, dan letaknya di bagian

continuous) dan terletak pada bagian tengah leher, karena usaha pelaku

atas leher pembunuhan untuk membuat simpul tali

3 Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu pada

simpul yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali tersebut

samping leher terikat kuat

4 Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai

mempunyai riwayat untuk mencoba riwayat untuk bunuh diri

bunuh diri dengan cara lain

5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban

yang bisa menyebabkan kematian biasanya mengarah kepada pembunuhan

mendadak tidak ditemukan pada

kasus

bunuh diri

6 Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium

lambung korban, misalnya arsen, hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai

Page 8: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

sublimat korosif dan lain-lain tidak pada kasus pembunuhan, karena untuk hal

bertentangan dengan kasus gantung ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu

diri. Rasa nyeri yang disebabkan sendiri. Dengan demikian maka kasus

racun tersebut mungkin mendorong

penggantungan tersebut adalah karena

bunuh

korban untuk melakukan gantung diri diri

7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat

karena sulit untuk gantung diri dalam mengarahkan dugaan pada kasus

keadaan tangan terikat pembunuhan

8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan

mayat biasanya ditemukan tergantung tergantung pada tempat yang sulit dicapai

pada tempat yang mudah dicapai oleh oleh korban dan alat yang digunakan untuk

korban atau di sekitarnya ditemukan mencapai tempat tersebut tidak ditemukan

alat yang digunakan untuk mencapai

tempat tersebut

9 Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada

berlangsung di dalam kamar, dimana ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka

pintu, jendela ditemukan dalam penggantungan adalah kasus pembunuhan

keadaan tertutup dan terkunci dari

dalam, maka kasusnya pasti

merupakan bunuh diri

10 Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada

ditemukan pada kasus gantung diri kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar

atau masih anak-anak.

Gambaran post-mortem

Page 9: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

Pemeriksaan luar

1. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan

keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:

(a). Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil

dibandingkan jika menggunakan tali yang besar

(b). Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher, dimulai

pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan

miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini

semakin tidak jelas pada bagian belakang

(c). Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,

keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas

perkamen, disebut tanda parchmentisasi

(d). Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah

telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga

(e). Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya

(f). Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih

bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak

2 kali

2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung

3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang

Page 10: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

11

Page 11: Aspek Medikolegal Pada Penggantungan

4) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia tampak pada

wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada bagian

leher

5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul tali.

Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem

6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai

7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam

8) Urin dan feses bisa keluar

Pemeriksaan dalam

1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti

perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada

jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya

2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.

Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan

tindakan kekerasan

3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.

Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah

4. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan

yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid

mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar fraktur

menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.

5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi

6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada

korban hukuman gantung.