aspek medikolegal pada penggantungan
DESCRIPTION
dsdsdTRANSCRIPT
ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PENGGANTUNGAN
Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek
yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur
mediko-legal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada
beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.
Ruang lingkup medikolegal dapat disimpulkan sebagai yang berikut
a. pengadaan visum et repertum,
b. tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka.
c. pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli
di dalam persidangan,
d. kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran,
e. tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik ,
f. tentang kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik,
Setelah pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU No. 73 Tahun 1958 yang isinya
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1945 untuk seluruh Indonesia, maka suatu perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang
telah ada, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 KUHP.
Penggantungan lebih sering terjadi pada kasus bunuh diri. Tetapi tidak menolak kemungkinan
korban penggantungan mati akibat penganiayaan. Di sini lah dapat dilihat fungsinya dari satu
perundangan yang ditetapkan. Pada buku kedua KUHP Bab XIX tentang kejahatan terhadap
nyawa. Berikut merupakan pasal-pasal yang terkandung dalam bab XIX KUHP.
1. Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2. Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun
untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
3. Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
4. Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu
atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pada kasus penggantungan, dokter forensik dipanggil untuk membuat pemeriksaan lengkap sesuai
dengan Pasal 133 KUHAP yang menyatakan dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pada pasal 133 KUHAP (ayat 2 dan 3)
menyatakan permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat; dan mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan
diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Pernyataan ini
menjadi dasar pembuatan visum et repertum (laporan bertulis) pada kasus tindak pidana.
Salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada korban mati akibat penggantungan adalah otopsi. Hal
ini dapat membantu dokter forensic untuk mengetahui mekanisme kematian sehingga dapat
membantu penyidik mengetahui cara kematian korban. Sesuai dengan Pasal KUHP 222 yang
menyatakan barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pada persidangan kasus pidana, dokter forensic akan dipanggil sebagai saksi ahli. Sesaui dengan
Pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.
Permintaan VER berdasarkan KUHAP pasal 133 :
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka,keracunan atau mati yg diduga karena peristiwa yg merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokterdan
atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan
secaratertulis, yg dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yg dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harusdiperlakukan secara baik dgn penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberilabel yg memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yg diletakkan pada
ibujari atau bagian lain badan mayat.
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu
sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan
untuk mencegah kemungkinan lain.
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan ? Pertanyaan ini sering diajukan kepada
dokter pemeriksa dalam persidangan.
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan?
Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.
a. Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan lain.
Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini. Pernah ada
laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh diri dengan
penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada
anak-anak di bawah usia 12 tahun
b. Cara terjadinya penggantungan
c. Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian
d. Tanda berupa jejas penjeratan
e. Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan
Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem
No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem
1 Tanda-tanda penggantungan ante- Tanda-tanda post-mortem menunjukkan
mortem bervariasi. Tergantung dari kematian yang bukan disebabkan
cara kematian korban penggantungan
2 Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran terputus (non-continuous) lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler
dan letaknya pada leher bagian atas dan letaknya pada bagian leher tidak begitu
tinggi
3 Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu,
pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada
bagian depan leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah satu
Ekimosis pada salah satu sisi jejas
penjeratan
sisi dari jejas penjeratan. Lebam tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat
mayat tampak di atas jejas jerat dan terdapat pada bagian tubuh yang
pada tungkai bawah menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal
5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti perabaan kertas begitu jelas
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
dan lain-lain sangat jelas terlihat dan lain-lain tergantung dari penyebab
terutama jika kematian karena asfiksia kematian
7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak terdapat, kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran
adalah pencekikan (strangulasi) atau
sufokasi
pembuluh dara vena yang jelas pada
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
keluarnya cairan sperma sering terjadi ada. Pengeluaran feses juga tidak ada
pada korban pria. Demikian juga
sering ditemukan keluarnya feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes pad
sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantungan.
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
pada remaja dan orang dewasa. pembunuhan dilakukan oleh musuh atau
Anak-anak di bawah usia 10 tahun
lawan dari korban dan tidak bergantung
pada
atau orang dewasa di atas usia 50 usia
tahun jarang melakukan gantung diri
2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring,Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak
berupa lingkaran terputus (non- terputus, mendatar, dan letaknya di bagian
continuous) dan terletak pada bagian tengah leher, karena usaha pelaku
atas leher pembunuhan untuk membuat simpul tali
3 Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
simpul yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali tersebut
samping leher terikat kuat
4 Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai
mempunyai riwayat untuk mencoba riwayat untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain
5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
yang bisa menyebabkan kematian biasanya mengarah kepada pembunuhan
mendadak tidak ditemukan pada
kasus
bunuh diri
6 Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium
lambung korban, misalnya arsen, hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai
sublimat korosif dan lain-lain tidak pada kasus pembunuhan, karena untuk hal
bertentangan dengan kasus gantung ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu
diri. Rasa nyeri yang disebabkan sendiri. Dengan demikian maka kasus
racun tersebut mungkin mendorong
penggantungan tersebut adalah karena
bunuh
korban untuk melakukan gantung diri diri
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri dalam mengarahkan dugaan pada kasus
keadaan tangan terikat pembunuhan
8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan
mayat biasanya ditemukan tergantung tergantung pada tempat yang sulit dicapai
pada tempat yang mudah dicapai oleh oleh korban dan alat yang digunakan untuk
korban atau di sekitarnya ditemukan mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
alat yang digunakan untuk mencapai
tempat tersebut
9 Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada
berlangsung di dalam kamar, dimana ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka
pintu, jendela ditemukan dalam penggantungan adalah kasus pembunuhan
keadaan tertutup dan terkunci dari
dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada
ditemukan pada kasus gantung diri kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar
atau masih anak-anak.
Gambaran post-mortem
Pemeriksaan luar
1. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
(a). Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar
(b). Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher, dimulai
pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan
miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini
semakin tidak jelas pada bagian belakang
(c). Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi
(d). Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga
(e). Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya
(f). Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih
bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak
2 kali
2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
11
4) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia tampak pada
wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada bagian
leher
5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul tali.
Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
8) Urin dan feses bisa keluar
Pemeriksaan dalam
1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada
jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya
2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan
tindakan kekerasan
3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah
4. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan
yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid
mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar fraktur
menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi
6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung.