aspek manusia dalam penalaran

14
  88 Bab 2  pembuktian (burden of proof) ada di tangan penuntut. Bila penuntut tidak dapat mengajukan  bukti-bukti yang sangat meyakinkan, maka hakim atau juri harus memutuskan bahwa terdakwa takbersalah dengan risiko kesalahan bahwa terdak-wa sebenarnya memang  bersalah (benar-benar melakukan kejahatan yang ditu-duhkan). Kesalahan ini dapat dipadankan dengan kesalahan Tipa II. Dapat juga terjadi risiko kesalahan bahwa terdakwa yang memang tidak bersalah dinyatakan salah. Risiko ini merupakan kesalahan Tipa I. Hal yang perlu diingat adalah bahwa, dengan bukti yang sama, mengecilkan risiko yang satu akan berakibat memperbesar risiko yang lain. Masalah bagi pengadilan atau negara adalah mana-kah risiko yang akan ditekan sekecil-kecilnya. Asas praduga takbersalah pada umumnya diterapkan dengan harapan bahwa risiko kesalahan Tipa I adalah sekecil-kecilnya atau bahkan mendekati nol. 33  Aspek Manusia Dalam Penalaran Stratagem dan salah nalar yang dibahas di atas belum mencakup semua stratagem dan kecohan yang mungkin terjadi. Masih banyak cara atau proses yang mengaki-batkan kecohan. Uraian di atas juga belum menyinggung aspek manusia dalam penalaran. Namun,  pembahasan di atas memberi gambaran bahwa penalaran untuk meyakinkan kebenaran atau validitas suatu pernyataan bukan merupakan proses yang sederhana.  Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakan proses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang  berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementa-ra itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tun-tas. Hal ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan umum sehari-hari tetapi juga dalam dunia ilmiah dan akademik yang menuntut keobjektifan tinggi. Yang mem-prihatikan dunia akademik adalah kalau para pakar pun lebih suka berstratagem daripada berargumen secara ilmiah. Berikut ini dibahas beberapa aspek manusia yang dapat menjadi penghalang (impediments) penalaran dan pengembangan ilmu, khususnya dalam dunia akademik atau ilmiah.  Penj elasan Se derhana  Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan penjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi berkembang-nya ilmu pengetahuan.  Namun, keingingan yang kuat untuk memperoleh p enje-lasan sering menjadikan orang puas dengan penjelasan sederhana yang pertama  33 Untuk melindungi hak sipil warga negara, pengadilan di Amerika menetapkan bahwa risiko yang sekecil- kecilnya dinyatakan dalam ungkapan beyond reasonable doubt . Artinya, juri sangat dian-jurkan untuk tidak membuat keputusan (verdict)  bahwa terdakwa bersalah kalau terdapat keraguan sedikit pun akan bukti-bukti yang diajukan penuntut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terja-dinya orang yang tidak bersalah masuk penjara.  Namun akibatnya, akan sering terjadi bahwa orang yang bersalah dibebaskan (dinyatakan tak bersalah) dan  berkeliaran di masy arakat.  

Upload: haska-hafidzi

Post on 09-Oct-2015

453 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

Aspek Manusia Dalam Penalaran Teori Akuntansi.

TRANSCRIPT

88Bab 2

pembuktian (burden of proof) ada di tangan penuntut. Bila penuntut tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sangat meyakinkan, maka hakim atau juri harus memutuskan bahwa terdakwa takbersalah dengan risiko kesalahan bahwa terdak-wa sebenarnya memang bersalah (benar-benar melakukan kejahatan yang ditu-duhkan). Kesalahan ini dapat dipadankan dengan kesalahan Tipa II. Dapat juga terjadi risiko kesalahan bahwa terdakwa yang memang tidak bersalah dinyatakan salah. Risiko ini merupakan kesalahan Tipa I. Hal yang perlu diingat adalah bahwa, dengan bukti yang sama, mengecilkan risiko yang satu akan berakibat memperbesar risiko yang lain. Masalah bagi pengadilan atau negara adalah mana-kah risiko yang akan ditekan sekecil-kecilnya. Asas praduga takbersalah pada umumnya diterapkan dengan harapan bahwa risiko kesalahan Tipa I adalah sekecil-kecilnya atau bahkan mendekati nol.33

Aspek Manusia Dalam Penalaran

Stratagem dan salah nalar yang dibahas di atas belum mencakup semua stratagem dan kecohan yang mungkin terjadi. Masih banyak cara atau proses yang mengaki-batkan kecohan. Uraian di atas juga belum menyinggung aspek manusia dalam penalaran. Namun, pembahasan di atas memberi gambaran bahwa penalaran untuk meyakinkan kebenaran atau validitas suatu pernyataan bukan merupakan proses yang sederhana.

Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakan proses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementa-ra itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tun-tas. Hal ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan umum sehari-hari tetapi juga dalam dunia ilmiah dan akademik yang menuntut keobjektifan tinggi. Yang mem-prihatikan dunia akademik adalah kalau para pakar pun lebih suka berstratagem daripada berargumen secara ilmiah. Berikut ini dibahas beberapa aspek manusia yang dapat menjadi penghalang (impediments) penalaran dan pengembangan ilmu, khususnya dalam dunia akademik atau ilmiah.

Penjelasan Sederhana

Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan penjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi berkembang-nya ilmu pengetahuan. Namun, keingingan yang kuat untuk memperoleh penje-lasan sering menjadikan orang puas dengan penjelasan sederhana yang pertama

33Untuk melindungi hak sipil warga negara, pengadilan di Amerika menetapkan bahwa risiko yang sekecil-kecilnya dinyatakan dalam ungkapan beyond reasonable doubt. Artinya, juri sangat dian-jurkan untuk tidak membuat keputusan (verdict) bahwa terdakwa bersalah kalau terdapat keraguan sedikit pun akan bukti-bukti yang diajukan penuntut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terja-dinya orang yang tidak bersalah masuk penjara. Namun akibatnya, akan sering terjadi bahwa orang yang bersalah dibebaskan (dinyatakan tak bersalah) dan berkeliaran di masyarakat.

Penalaran89

ditawarkan sehingga dia tidak lagi berupaya untuk mengevaluasi secara saksama kelayakan penjelasan dan membadingkannya dengan penjelasan alternatif. Dengan kata lain, orang menjadi tidak kritis dalam menerima penjelasan. Akibat-nya, argumen dan pencarian kebenaran akan terhenti sehingga pengembangan ilmu pengetahuan akan terhambat.

Kepentingan Mengalahkan Nalar

Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai kepentingan tertentu (vested interest) yang harus dipertahankan. Kepentingan sering memaksa orang untuk memihak suatu posisi (keputusan) meskipun posisi tersebut sangat lemah dari segi argumen.

Dalam dunia akademik dan ilmiah, kepentingan untuk menjaga harga diri individual atau kelompok (walaupun semu) dapat menyebabkan orang (akademisi atau ilmuwan) berbuat yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi umumnya pada mereka yang sudah mendapat julukan pakar atau ilmuwan yang kebetulan mem-punyai kekuasaan politis (baik formal atau informal). Nickerson (1986) menggam-barkan hal ini dengan mengatakan bahwa people with good reasoning ability may find themselves behaving in an unreasonable way.34

Kebebasan akademik merupakan suatu ciri penting lingkungan akademik yang kondusif untuk pengembangan pengetahuan dan profesi (khususnya akun-tansi). Kebebasan akademik harus diartikan sebagai kebebasan untuk berbeda pendapat secara akademik dalam suatu forum yang memungkinkan akademisi berargumen secara terbuka. Sikap akademisi yang patut dihargai adalah keberse-diaan untuk berargumen.

Sikap ilmiah menuntut akademisi (termasuk pengelola suatu institusi) untuk berani membaca dan memahami gagasan alternatif dan, kalau gagasan tersebut valid dan menuju ke perbaikan, bersedia membawa gagasan tersebut ke kelas atau diskusi ilmiah dan bukan malahan mengisolasinya. Keberanian dan keberse-diaan seperti itu merupakan suatu ciri sikap ilmiah dan akademik yang sangat ter-puji (respected). Ini tidak berarti bahwa ilmuwan/akademisi harus selalu setuju dengan suatu gagasan. Ketidaksetujuan dengan suatu gagasan itu sendiri (setelah berani membaca) merupakan suatu sikap ilmiah asal dilandasi dengan argumen yang bernalar dan valid. Ketidakberanian dan ketidakbersediaan itulah yang merupakan sikap tidak ilmiah (akademik) dan justru hal ini sering terjadi dalam dunia akademik tidak hanya pada masa sekarang tetapi juga masa lalu.

Sikap pakar dan akademisi yang tidak masuk akal tersebut, yang sering dise-but sebagai sikap yang insulting the intelligence, dikemukakan Hirshleifer (1988, hlm. 4) sebagai berikut:35

34Pakar atau akademisi dapat dianggap mempunyai kemampuan penalaran yang baik karena pengetahuan ilmiah atau akademiknya umumnya harus dipahami dengan proses penalaran yang baik dan objektif.

90Bab 2

All sciences advance through disagreement. In astronomy the geocentric model of Ptolemy was opposed by the new heliocentric model of Copernicus; in chemistry Priestley supported the phlogiston theory of combustion while Lavoisi-er propounded the oxidation theory; and in biology the creationisme of earlier naturalists was countered by Darwins theory of evolution. It is not universal agreement but rather the willingness to consider evidence that signals the scientific approach. For Galileos opponents to disagree with him about Jupi-ters moons was not unscientific of itself; what was unscientific was their refusal to look through his telescope and see.

Sikap kolega senior Galileo untuk tidak bersedia mempertimbangkan bukti yang diajukan Galileo melalui teleskopnya sebenarnya merupakan sikap tidak ilmiah. Apapun motifnya, sikap tersebut menjadi tidak masuk akal mengingat kolega Galileo tersebut adalah para pakar dan ilmuwan (bahkan juga merupakan pemuka masyarakat dan penguasa). Sikap kurang terpuji ini akan menjadikan perbedaan pandangan (disagreement) tidak akan terbuka untuk didiskusi dan kebenaran ilmiah tidak akan dicapai. Keadaan ini dapat membingungkan masyarakat akademik dan menghambat pengembangan pengetahuan.

Lingkungan akademik seperti di atas biasanya berkembang akibat sikap aka-demisi itu sendiri yang membentuk budaya akademik. Budaya akademik yang dapat menghambat kemajuan pengetahuan adalah apa yang penulis sebut sebagai sindroma tes klinis (kalau diinggriskan menjadi clinical test syndrom) dan men-talitas Djoko Tingkir (Djoko Tingkir mentality).

Sindroma Tes Klinis

Sindroma ini menggambarkan seseorang yang merasa (bahkan yakin) bahwa ter-dapat ketidakberesan dalam tubuhnya dan dia juga tahu benar apa yang terjadi karena pengetahuannya tentang suatu penyakit. Akan tetapi, dia tidak berani untuk memeriksakan diri dan menjalani tes klinis karena takut bahwa dugaan tentang penyakitnya tersebut benar. Akhirnya orang ini tidak memeriksakan diri ke dokter dan mengatakan pada orang lain bahwa dirinya sehat. Jadi, orang ini takut mengetahui kebenaran gagasan sehingga menghindarinya secara semu.

Dalam dunia akademik, sindroma semacam ini dapat terjadi kalau seseorang mempunyai pandangan yang menurut dirinya sebenarnya keliru atau tidak valid lagi karena adanya pandangan atau gagasan baru. Gagasan baru dia peroleh kare-na dia sering mendengar dari kolega atau mahasiswa. Orang lain memperoleh gagasan baru tersebut dari artikel atau hasil penelitian ilmiah. Dalam kondisi

35Jack Hirshleifer, Price Theory and Applications (Englewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1988), hlm. 4. Penebalan oleh penulis. Konon pada suatu petang, para lawan (para kolega senior) Galileo datang ke apartemen Galileo untuk mengejek dan mengancam Galileo agar tidak menyebarkan dan mengajarkan teorinya. Pada saat para senior akan meninggalkan apartemen Galileo, mereka bertanya tentang sikap Galileo. Galileo mengatakan bahwa dia tidak dapat mengatakan lain daripada apa yang telah dipikir dan ditulisnya dan kemudian meminta kepada para seniornya untuk membuktikan sendiri apa yang diteorikannya dengan melihat teleskop di apartemennya. Ternyata tidak seorang kolega seniorpun bersedia melakukan hal itu.

Penalaran91

seperti ini, akademisi sering tidak berani untuk membaca sumber gagasan karena takut jangan-jangan pendapatnya yang telah telanjur disebarkan kepada maha-siswa benar-benar keliru. Dapat juga, akademisi tersebut memang berani mem-baca dan benar-benar dapat menerima argumen tetapi di muka umum (kelas) dia bersikap seolah-olah tidak pernah tahu gagasan baru tersebut (bersikap tak pedu-li) apalagi membahasnya di kelas dengan cukup dalam. Manifestasi lain dari sin-droma ini adalah akademisi (dosen) mengisolasi gagasan baru agar mahasiswa tidak pernah tahu semata-mata untuk menutupi kelemahan suatu gagasan lama yang dianutnya.

Bila sindroma semacam ini banyak diindap oleh akademisi, dapat dipastikan kemajuan pengetahuan dan profesi akan terhambat dan rugilah dunia pendidikan.

Mentalitas Djoko Tingkir

Bila kepentingan mengalahkan nalar sebagaimana digambarkan dalam kasus Galileo di atas, maka pengembangan ilmu pengetahuan dapat terhambat dan pada gilirannya praktik kehidupan yang lebih baik juga ikut terhambat. Sayangnya, ilmuwan atau akademisi yang merasa ada di bawah kekuasaan kolega senior sering memihak seniornya dan mengajarkan apa yang sebenarnya salah dengan menyembunyikan apa yang sebenarnya valid semata-mata untuk menghormati kolega senior (atau kelompoknya) atau untuk melindungi diri dari tekanan senior. Akibatnya, timbul situasi yang di dalamnya argumen yang lemah harus dimenang-kan dan dilestarikan semata-mata karena kekuasaan. Ini berarti kekuasaan lebih unggul dari penalaran.

Budaya Djoko Tingkir digunakan untuk menggambarkan lingkungan aka-demik atau profesi seperti ini karena konon perbuatan Djoko Tingkir yang tidak terpuji harus dibuat menjadi terpuji dengan cara mengubah skenario yang sebe-narnya terjadi semata-mata untuk menghormatinya karena dia bakal menjadi raja (kekuasaan). Dalam dunia akademik, status pakar merupakan kekuasaan atau autoritas akademik. Kepakaran merupakan kekuasaan karena orang dapat mem-peroleh kekuasaan dan kedudukan (baik politik, struktural, atau institusional) lantaran pengetahuan atau ilmunya. Namun, tidak semestinya kalau kekuasaan tersebut lalu menentukan ilmu. Dunia akademik harus mengembangkan ilmu atas dasar validitas argumen dan bukan atas dasar kekuasaan politik/jabatan.

Merasionalkan Daripada Menalar

Bila karena keberpihakan, kepentingan, atau ketakkritisan, orang telanjur meng-ambil posisi dan ternyata posisi tersebut salah atau lemah, orang ada kalanya berusaha untuk mencari-cari justifikasi untuk membenarkan posisinya. Dalam hal ini, tujuan diskusi bukan lagi untuk mencari kebenaran atau validitas tetapi untuk membela diri atau menutupi rasa malu. Bila hal ini terjadi, orang tersebut sebenarnya tidak lagi menalar (to reason) tetapi merasionalkan (to rationalize).

Sikap merasionalkan posisi dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang bersangkutan dalam topik yang dibahas tetapi orang tersebut tidak mau

92Bab 2

mengakuinya. Agar argumen berjalan dengan baik, para penalar paling tidak harus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam topik yang dibahas. Kurangnya pengetahuan (topical knowledge) dapat menjebak orang untuk lari ke stratagem daripada argumen yang layak.

Sikap merasionalkan dalam diskusi dapat menimbulkan pertengkaran mulut, perselisihan pendapat (dispute), atau debat kusir. Dalam situasi ini, pihak yang terlibat dalam diskusi biasanya tidak lagi mengajukan argumen yang sehat untuk mendukung posisi tetapi mengajukan argumen kusir (pedestrian argument) untuk menyalahkan pihak lain dan memenangi perselisihan. Jadi, tujuan diskusi bukan lagi mencari solusi tetapi mencari kemenangan (kadang-kadang menangnya sendi-ri). Memenangi debat (selisih pendapat) dan meyakinkan suatu gagasan adalah dua hal yang sangat berbeda. Untuk memenangi selisih pendapat, faktor emosio-nal lebih banyak berperan daripada faktor rasional atau penalaran. Pakarpun kadang-kadang lebih suka berdebat daripada berargumen. Hal ini dikemukakan Nickerson (1986, hlm. 97) sebagai berikut:36

Disputes often arise when each of the two people builds a case favoring the oppo-site conclusion and tries to convince the other person that he or she is wrong. Disputes can be very frustrating. Even highly intelligent people sometimes act childishly when engaged in them.

... winning a dispute and persuading someone to believe something are not necessarily the same things. Indeed, winning a dispute may be the least like-ly way of winning an opponent over your point of view. Disputes are rarely resolved by reason, because the disputing parties typically are not seeking resolu-tion; rather each is seeking to win.

Persistensi

Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama mele-kat dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu keya-kinan dan menggantinya dengan yang baru. Dengan kata lain, orang sering berteguh atau persisten terhadap keyakinannya meskipun terdapat argumen yang kuat bahwa keyakinan tersebut sebenarnya salah sehingga dia seharusnya melepaskan keyakinan tersebut.

Sampai tingkat tertentu persistensi merupakan sikap yang penting agar orang tidak dengan mudahnya pindah dari keyakinan atau paradigma yang satu ke yang lain. Paradigma adalah satu atau beberapa capaian ilmu pengetahuan pada masa lalu (past scientific achievements) yang diakui oleh masyarakat ilmiah pada masa tertentu sebagai basis atau tradisi untuk mengembangkan ilmu penge-tahuan dan praktik selanjutnya. Capaian (achievements) dalam ilmu pengetahuan (sciences) dapat berupa filosofi, postulat, konsep, teori, prosedur ilmiah, atau pendekatan ilmiah. Untuk menjadi paradigma, suatu capaian harus mempunyai penganut yang cukup teguh dan capaian tersebut bersaing dengan capaian atau kegiatan ilmiah lain yang juga mempunyai sekelompok penganut. Paradigma

36Penebalan oleh penulis.

Penalaran93

harus terbuka untuk diperbaiki atau diganti oleh capaian pesaing atau baru sehingga dimungkinkan terjadi pergeseran atau pergantian paradigma dari masa ke masa (conversion of paradigm). Konversi dapat terjadi pada diri ilmuwan secara individual pada masa hidupnya atau pada generasi ilmuwan ke generasi ilmuwan berikutnya. Riwayat terjadinya konversi paradigma antargenerasi disebut oleh Thomas Kuhn sebagai revolusi ilmiah (scientific revolution).37

Dalam dunia ilmiah, persistensi untuk tidak melepaskan suatu keyakinan dapat dimaklumi kalau tujuannya adalah untuk memperoleh argumen atau bukti yang kuat untuk menunjukkan bahwa keyakinan yang dianut memang salah. Tidak selayaknyalah suatu keyakinan atau paradigma dipertahankan kalau memang terdapat bukti yang sangat meyakinkan bahwa tia salah. Namun, manu-sia tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak memihak (impartial). Karena kepentingan tertentu yang perlu dipertahankan, ilmuwan atau pakar pun sering bersikap demikian sehingga konversi keyakinan sulit terjadi. Thomas Kuhn (1970) menunjukkan contoh sebagai berikut:

Priestley never accepted the oxygen theory, nor Lord Kelvin the electromagnetic theory, and so on. The difficulties of conversion have often been noted by scien-tists themselves. Darwin, in a particulary perceptive passage at the end of his Origin of Species, wrote: Although I am fully convinced of the truth of the views given in this volume..., I by no means expect to convince experienced naturalists whose mind are stocked with a multitude of facts all viewed, during a long course of years, from a point of view directly opposite to mine. ... [B]ut I look with confidence to the future, to young and rising naturalists, who will be able to view both sides of the question with impartiality. And Max Planck, ..., sadly remarked that a new scientific truth does not triumph by convincing its oppo-nents and making them see the light, but rather because its opponents eventually die, and a new generation grows up that is familiar with it (hlm. 151).

Memang menyedihkan apa yang dikatakan Planck bahwa gagasan baru yang benar (a new scientific truth) mengungguli atau menang atas gagasan yang keliru bukan lantaran pemegang gagasan lama sadar dan melihat sinar kebenaran melainkan lantaran generasi baru telah menggantinya. Mengapa hal ini terjadi? Kuhn menjelaskan hal ini dengan menyatakan (penebalan oleh penulis):

... scientists, being only human, cannot always admit their errors, even when confronted with strict proof. I would argue, rather, that in these matters neither proof nor error is at issue. The transfer of allegience from paradigm to paradigm is a conversion experience that cannot be forced (hlm. 151).

Sebagai manusia, ilmuwan atau pakar tidak selalu dapat mengakui kesalah-annya meskipun dihadapkan pada bukti yang sangat telak (strict proof). Lagi pula,

37Lihat pembahasan selanjutnya dalam Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions (Chicago: The University of Chicago Press, 1970). Thomas Kuhn menyebut tradisi kegiatan ilmuwan yang mendasarkan diri pada capaian-capaian ilmiah pada masanya disebut ilmu normal (normal sci-ences). Ilmu ini biasanya terefleksi dalam buku-buku teks pada masa dianutnya paradigma.

94Bab 2

konversi paradigma (atau keyakinan) bukanlah hal yang dapat dipaksakan sehing-ga resistensi adalah takterhindarkan dan sah-sah saja (legitimate).

Berkaitan dengan persistensi adalah gejala psikologis atau perilaku manusia untuk terpaku pada makna suatu simbol atau objek dan kemudian menjadikan orang tidak mampu melihat makna alternatif atau objek alternatif. Orang secara intuitif melekatkan makna pada suatu objek melalui pengalamannya dan sering tidak menyadari bahwa makna tersebut bersifat kontekstual di masa lalu dan tidak lagi relevan dengan situasi yang baru. Perilaku semacam ini dikenal dengan istilah keterpakuan atau fiksasi fungsional (functional fixation). Dalam akuntansi, keterpakuan ini digunakan untuk menjelaskan mengapa investor tidak mampu untuk mengubah keputusannya sebagai tanggapan atas perubahan proses akun-tansi dalam menyediakan data laba. Orang hanya melihat angka laba (bottom line) dalam statemen laba-rugi tanpa memperhatikan bagaimana laba tersebut ditentu-kan atau terpengaruh oleh perubahan metoda (proses) akuntansi. Keterpakuan fungsional juga merupakan penghambat terjadinya argumen yang sehat.38 Orang yang sudah terpaku dengan istilah harga pokok penjualan akan sangat sulit untuk dapat menerima istilah kos barang terjual yang sebenarnya lebih tepat menggambarkan makna istilah aslinya yaitu cost of goods sold.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek manusia sangat berperan dalam argumen yang bertujuan mencari kebenaran. Rasionalitas merupakan unsur penting dalam argumen. Walaupun demikian, faktor-faktor psikologis dan emosional, kekuasaan, dan kepentingan pribadi atau kelompok juga berperan dan dapat menghalangi terjadinya argumen yang sehat.

Rangkuman

Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Penalaran merupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi.

Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi antara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar atau penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan. Argumen adalah proses penurunan sim-pulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang berkaitan secara logis.

Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah.

Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengan-dung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan, veridikal, dan tertempa.

38Lihat pembahasan lebih mendalam dalam Belkaoui, op. cit., hlm.117-118.

Penalaran95

Argumen bertujuan untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri atas beberapa asersi yang ber-fungsi sebagai premis dan konklusi. Argumen dapat bersifat deduktif dan non-deduktif (induktif dan analogi).

Argumen deduktif berawal dari pernyataan umum dan berakhir dengan suatu pernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini terdiri atas tiga tahap yaitu: penentuan premis, proses deduksi, dan penarikan konklusi. Kelengkapan, keje-lasan, kesahihan, dan keterpercayaan merupakan kriteria validitas konklusi yang diturunkan atas dasar penalaran deduktif.

Argumen induktif berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhir dengan pernyataan umum berupa konklusi sebagai hasil generalisasi. Berbeda dengan penalaran deduktif yang kebenaran konklusinya merupakan konsekuensi logis (pasti benar atau takbenar), penalaran induktif menghasilkan konklusi yang boleh jadi benar atau takbenar. Bila premis benar, konklusi penalaran deduktif harus (necessarily) benar sedangkan konklusi penalaran induktif tidak harus (not neces-sarily) benar atau boleh jadi benar.

Di samping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula argumen dengan analogi dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk menurun-kan simpulan dengan analogi. Analogi bukan merupakan pembuktian tetapi lebih merupakan alat untuk menjelaskan atau klarifikasi. Argumen penyebaban bertu-juan untuk meyakinkan bahwa suatu gejala timbul karena gejala yang lain atau perubahan suatu variabel diakibatkan oleh perubahaan variabel tertentu. Keya-kinan tentang adanya penyebaban dapat dicapai kalau tiga kriteria penyebaban dipenuhi yaitu: adanya kovariasi, adanya urutan kejadian, dan tiadanya faktor lain selain faktor sebab yang diamati.

Karena tujuan argumen adalah untuk mengevaluasi dan mengubah keyakin-an, ada kalanya argumen yang jelek dapat meyakinkan banyak orang. Orang sering terkecoh oleh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan atau salah nalar adalah argumen yang dapat membujuk meskipun penalarannya mengandung cacat. Kecohan dapat terjadi akibat stratagem atau akibat salah logika.

Stratagem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu pernyataan, konklusi, atau posisi selain dengan mengajukan argumen yang valid. Cara-cara ini dapat berupa persuasi taklangsung, membidik orangnya, menyampingkan masalah pokok, misrepresentasi, imbuan cacah, imbauan autoritas, imbauan tra-disi, dilema semu, dan imbuan emosi. Pada umumnya stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memenangkan posisi dan bukan untuk mencari solusi yang terbaik. Argumen yang valid tidak selalu dapat membujuk sehingga stratagem sering digunakan tanpa melibatkan salah nalar.

Salah nalar adalah kesalahan konklusi akibat tidak diterapkannya kaidah-kaidah penalaran yang valid. Beberapa bentuk salah nalar adalah menegaskan konsekuen, menyangkal anteseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, dan peng-ambilan konklusi pasangan.

Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya apabila suatu kepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu perdebatan. Orang cen-

96Bab 2

derung bersedia menerima penjelasan sederhana atau penjelasan yang pertama kali didengar. Sebagai manusia, orang tidak selalu dapat mengakui kesalahan. Sindroma tes klinis dan mentalitas Djoko Tingkir dapat menghalangi terjadinya argumen yang sehat. Bila keputusan telanjur diambil padahal keputusan tersebut mengandung kesalahan, orang cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan. Karena tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap keyakinan yang terbukti salah.

Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang dapat diper-tanggungjelaskan. Namun, bila sikap persisten menghalangi atau menutup diri untuk mempertimbangkan argumen-argumen baru yang kuat dan lebih mengarah untuk meninggalkan keyakinan atau paradigma yang tidak valid lagi, sikap persis-ten menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih, bila sikap tersebut dilandasi oleh motif untuk melindungi kepentingan tertentu (vested interest). Persistensi semacam ini akan menjadi resistensi terhadap perubahan yang pada gilirannya akan meng-hambat pengembangan pengetahuan.

Diskusi

1. Jelaskan pengertian penalaran serta sebutkan unsur-unsur penalaran.

2. Berilah beberapa contoh asersi.

3. Jelaskan pengertian argumen dan apa bedanya dengan perselisihan pendapat (dispute).

4. Apa yang dimaksud bahwa penalaran merupakan suatu bentuk bukti? Berilah suatu contoh situasi yang menunjukkan bahwa penalaran merupakan suatu bukti.

5. Apakah suatu pernyataan atau asersi selalu benar apabila didukung oleh argumen yang kuat? Berilah suatu contoh. 6. Dapatkah seseorang memegang keyakinan yang kuat terhadap suatu asersi yang salah atau sebaliknya menyangkal suatu asersi yang benar? Berilah contoh. 7. Interpretasilah berbagai makna asersi yang berbunyi Manajer perusahaan swasta lebih profesional daripada manajer perusahaan negara (BUMN).

8. Berilah beberapa contoh cara menyatakan asersi dalam strukturnya bukan maknanya.

9. Bedakan antara asersi universal dan asersi spesifik serta berilah beberapa contoh untuk masing-masing sifat asersi.

10. Berilah contoh-contoh asersi yang menunjukkan hubungan inklusi, eksklusi, dan saling-isi dan gambarkan dengan diagram asersi-asersi tersebut. 11. Gambarkan dengan diagram asersi Beberapa burung adalah karnivor.

12. Bedakan makna nir dan non sebagai proleksem serta berilah beberapa contoh peng-gunaan kedua proleksem tersebut secara benar dalam istilah akuntansi.

13. Dapatkah rumah sakit dikatakan sebagai organisasi nirlaba?

14. Jelaskan apakah makna asersi-asersi berikut sama atau berbeda antara satu dan lain-nya. Bila perlu gambarkan secara diagramatik asersi tersebut.

(1) Semua mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.

(2) Semua anggota Koperasi Serba Usaha adalah mahasiswa.

(3) Tidak satu pun mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.

(4) Tidak satu pun anggota Koperasi Serba Usaha adalah mahasiswa.

(5) Beberapa mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.

(6) Tidak semua mahasiswa adalah anggota Koperasi Serba Usaha.

Penalaran97

15. Berilah suatu contoh situasi untuk menunjukkkan bahwa pernyataan Beberapa A adalah B berbeda dengan Tidak semua A adalah B.

16. Sebut dan jelaskan jenis tingkatan asersi dan berilah contoh untuk masing-masing.

17. Jelaskan pengertian keyakinan (belief) terhadap suatu asersi.

18. Sebut dan jelaskan sifat-sifat keyakinan. Mengapa mengubah suatu keyakinan melalui argumen merupakan suatu proses yang tidak mudah dan kompleks? 19. Apakah perbedaan karakteristik antara keyakinan dan opini?

20. Jelaskan apakah pernyataan berikut merupakan keyakinan atau pendapat:

(1) Sepakbola lebih mengasyikkan daripada badminton.

(2) Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia.

(3) Pisang lebih banyak mengandung potasium daripada pepaya.

(4) Merokok dapat menyebabkan kanker.

(5) Susu lebih banyak mengandung nutrisi daripada kopi.

(6) Teori akuntansi adalah pelajaran yang sangat sulit dan membosankan.

(7) Es krim rasa coklat lebih enak daripada rasa vanila.

(8) Informasi aliran kas bermanfaat bagi investor.

(9) Kolesterol adalah penyebab utama gangguan jantung.

(10) Istilah estat real lebih tepat daripada real estat.

(11) Menjadi auditor lebih memberi tantangan daripada menjadi pengacara.

(12) Ada makluk hidup di Planet Mars.

21. Sebutkan komponen-komponen pembentuk argumen dan berilah beberapa contoh argumen dalam akuntansi. 22. Apakah yang dimaksud dengan prinsip interpretasi terdukung (principle of charitable interpretation) dalam suatu argumen dan berilah beberapa contoh.

23. Jelaskan secara umum pengertian argumen deduktif dan induktif serta berilah contoh untuk tiap jenis argumen tersebut. 24. Apakah syarat-syarat (kriteria) validitas suatu argumen deduktif?

25. Apakah perbedaan antara kebenaran/validitas logis dan kebenaran/validitas empiris? Berilah suatu contoh untuk menjelaskan perbedaan atara kedua konsep tersebut. 26. Dalam argumen deduktif, apakah premis yang benar dapat menghasilkan konklusi yang salah?

27. Jelaskan pengertian argumen logis (logical argument) dan argumen ada benarnya (plausible argument) sebagai pembeda argumen deduktif dan induktif.

28. Berilah beberapa contoh pernyataan dalam akuntansi yang dapat dikatakan sebagai hasil penalaran induktif. 29. Gambarkan secara diagramatik suatu proses penalaran induktif dalam akuntansi.

30. Berilah suatu contoh argumen dengan analogi dalam akuntansi.

31. Apakah kelemahan argumen dengan analogi (argument by analogy)?

32. Jelaskan kaidah Mill untuk mengidentifikasi adanya kausalitas antara dua faktor.

33. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk meyakinkan bahwa faktor X benar-benar merupakan penyebab faktor Y. Mengapa syarat-syarat tersebut harus dipenuhi? 34. Jelaskan pengertian kecohan (fallacy) dalam berargumen. Mengapa argumen yang tidak valid (cacat) kadang-kadang dapat meyakinkan dan dianut orang banyak? 35. Jelaskan perbedaan dan persamaan antara stratagem (stratagem) dan salah nalar (rea-soning fallacy).

36. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbagai jenis stratagem (sedapat-dapatnya dalam bidang akuntansi).

98Bab 2

37. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbagai jenis salah nalar (sedapat-dapatnya dalam bidang akuntansi).

38. Evaluasilah penyimpulan deduktif berikut ini:

Premis major: Semua burung mempunyai bulu.

Premis minor: Kucing mempunyai bulu.

Konklusi:Kucing adalah burung.

39. Aspek-aspek apa saja yang harus anda perhatikan agar anda tidak terjebak dalam stratagem?

40. Bagaimana pendapat anda tentang prisip penilaian plausibilitas asersi yang berbunyi: Serahkan saja pada ahlinya. Apa kelemahan prinsip ini? 41. Seseorang yang cukup terpandang di bidang profesi dan penyusunan standar akuntansi membuat pernyataan dalam suatu seminar nasional di bawah ini. Evaluasilah apakah pernyataan tersebut merupakan stratagem atau salah nalar?

Kita tidak perlu macam-macam tentang istilah beban. Istilah beban untuk expense adalah benar karena nyatanya semua kantor akuntan publik menggunakan istilah tersebut.

42. Evaluasilah kecohan (fallacy) yang terkandung dalam pernyataan-pernyatan berikut:

Karena saya berada di Amerika, daging ayam yang disembelih tanpa mengikuti rukun agama adalah halal.

Dia pasti kaya karena dia seorang pejabat.

Dia pasti rajin belajar Akuntansi Pengantar karena dia mendapat nilai A untuk mata kuliah tersebut.

Dalam pembentukan istilah tidak perlu kita memperhatikan kaidah bahasa karena dalam komunikasi yang penting adalah orang tahu maksudnya.

Sekarang ini adalah jaman globalisasi. Oleh karena itu, kita harus mampu berbahasa Ing-gris. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris kita tidak akan mampu mengglobal. Walaupun dia telah terbukti sebagai koruptor, dia tetap dapat menjadi presiden karena tidak ada seorangpun yang sempurna.

43. Jelaskan pengertian beberapa konsep berikut ini dan bila perlu berilah contoh situasi nyata untuk lebih menjelaskan konsep tersebut.

put-downsappeal to pityleading question

red herringappeal to forcebuilding the case

deceptive use of truthmodus tollensstereotyping

sleight of handmodus ponenserror of inference

dilution by generalizationaffirming the consequentpedistrian arguments

appeal to inappropriatedenying the antecedentfunctional fixation

authorityprinciple of falsifiabilityclinical test syndrom

inappropriate dechotomizingfalse dilemma

44. Sebut dan jelaskan berbagai aspek manusia yang dapat menjadi penghalang terjadinya argumen yang sehat.

Penalaran99

Bahan ini diambil dari buku:

Teori AkuntansiPerekayasaan Pelaporan Keuangan

Suwardjono

Fakultas Ekonomika dan Busines

Universitas Gadjah Mada

Penerbit:

BPFE

Yogyakarta

2005

Walaupun buku Teori Akuntansi ditujukan untuk bidang akuntansi, Bab 2 membahas topik yang cukup umum dan relevan untuk bidang ilmu yang lain. Bahan ini khusus disediakan oleh penulis untuk bahan diskusi terbatas dalam mata kuliah Filsafat Ilmu program pascasarja-na. Bahan ini digunakan pula sebagai pengganti bahan Logika Formal (Formal Logics) yang mendasari mata kuliah, kursus, atau pelatihan Negosiasi atau Pelobian. Penggandaan/penggunaan untuk keperluan di luar pendidikan harus mendapat persetujuan dari penulis/penerbit.

100Bab 2

Daftar Isi

Pengertian 41

Unsur dan Struktur Penalaran 42 Asersi 44

Interpretasi Asersi 48

Asersi untuk Evaluasi Istilah 49 Jenis Asersi (Pernyataan) 51 Fungsi Asersi 52

Keyakinan 52

Properitas Keyakinan 52

Keadabenaran 53

Bukan Pendapat 53 Bertingkat 53 Berbias 54 Bermuatan nilai 54 Berkekuatan 54 Veridikal 54 Berketertempaan 55

Argumen 55

Anatomi Argumen 56 Jenis Argumen 58Argumen Deduktif 59

Evaluasi Penalaran Deduktif 60

Argumen Induktif 64

Argumen dengan Analogi 65 Argumen Sebab-akibat 66Kriteria Penyebaban 67

Penalaran Induktif dalam Akuntansi 69

Kecohan (Fallacy) 71

Strategem 72

Persuasi Taklangsung 73

Membidik Orangnya 73 Menyampingkan Masalah 74 Misrepresentasi 75

Imbauan Cacah 75 Imbauan Autoritas 76 Imbauan Tradisi 77 Dilema Semu 78 Imbauan Emosi 79

Salah Nalar (Reasoning Fallacy) 80 Menegaskan Konsekuen 81 Menyangkal Anteseden 82 Pentaksaan (Equivocation) 82 Perampatan-lebih (Overgeneral-

ization) 83

Parsialitas (Partiality) 84 Pembuktian dengan Analogi 84 Merancukan Urutan Kejadian

dengan Penyebaban 85 Menarik Simpulan Pasangan 86

Aspek Manusia dalam Penalaran 88

Penjelasan Sederhana 88

Kepentingan Mengalahkan Nalar 89

Sindroma Tes Klinis 90 Mentalitas Djoko Tingkir 91 Merasionalkan Daripada

Menalar 91

Persistensi 92

Rangkuman 94 Diskusi 96

Kontak: [email protected]

Penalaran101

Penalaran

dan

Sikap Ilmiah

Suwardjono

Fakultas Ekonomika dan BusinesUniversitas Gadjah Mada

Yogyakarta