asma
DESCRIPTION
ASMATRANSCRIPT
Kuliah RSS
School of Medicine Universitas Sumatera Utara
DefinisiAsma adalah gangguan inflamasi
kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk – batuk terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.
Pendahuluan
The Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma dan diperkirakan akan bertambah 100 juta orang pada tahun 2025
Amerika, National Health Survey tahun 2001 hingga 2009 mendapatkan Prevalens asma meningkat 7,3 % (20,3 juta orang) di tahun 2001 menjadi 8,2% (24,6 juta orang) di tahun 2009
Pendahuluan Penelitian International
Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) yang dilakukan di 56 negara mendapatkan angka prevalens yang sangat bervariasi berkisar antara 2,1 % hingga 32,2 % pada kelompok umur 13 – 14 tahun dan 4,1 % hingga 32,1 % pada kelompok 6 – 7 tahun. Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian.
IMUNOLOGI ASMA
Respons imun dimulai dengan aktivasi sel T oleh antigen melalui sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen primer ( primary antigen presenting cells/ APC).
Setelah APC mempresentasikan alergen / antigen kepada sel limfosit T dengan bantuan major histocompatibility (MHC) klas II, limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik, teraktivasi kemudian berdiferensiasi dan berproliferasi.
Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan mempengaruhi dan mengontrol limfosit B dalam memproduksi imunoglobulin. Interaksi alergen pada limfosit B dengan limfosit T spesifik-alergen akan menyebabkan limfosit B memproduksi IgE spesifik alergen.
Pajanan ulang oleh alergen yang sama akan meningkatkan produksi IgE spesifik.
Imunoglobulin E spesifik akan berikatan dengan sel-sel yang mempunyai reseptor IgE seperti sel mast, basofil, eosinofil, makrofag dan platelet.
Bila alergen berikatan dengan sel tersebut maka sel akan teraktivasi dan berdegranulasi mengeluarkan mediator yang berperan pada reaksi inflamasi
Setelah limfosit T teraktivasi akan mengeluarkan sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GMCSF.
Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi sehingga terjadi proses inflamasi yang kompleks, degranulasi eosinofil, mengeluarkan berbagai protein toksik yang merusak epitel saluran napas dan merupakan salah satu penyebab hiperesponsivitas saluran napas (airway hyperresponsiveness / AHR)
Source: Peter J. Barnes, MDSource: Peter J. Barnes, MD
Asthma Inflammation: Cells and Mediators
Source: Peter J. Barnes, MDSource: Peter J. Barnes, MD
Mechanisms: Asthma Inflammation
Source: Peter J. Barnes, MDSource: Peter J. Barnes, MD
Asthma Inflammation: Cells and Mediators
Airway Remodeling
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel - sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru.
Melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan jaringan skar.
Perubahan struktur yang terjadi :• Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas• Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus• Penebalan membran reticular basal• Pembuluh darah meningkat• Matriks ekstraselular fungsinya meningkat• Perubahan struktur parenkim• Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Airway Remodeling
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti / regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas, sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam managemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.
FAKTOR RISIKO
1. Faktor Pejamu• Prediposisi genetik• Atopi• Hiperesponsif jalan napas• Jenis kelamin• Ras/ etnik 2. Faktor LingkunganMempengaruhu berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma2.1.Alergen di dalam ruangan Mite domestik Alergen binatang Alergen kecoa Jamur (fungi, molds, yeasts)2.2.Alergen di luar ruangan Tepung sari bunga Jamur (fungi, molds, yeasts)
FAKTOR RISIKO2.3.Bahan di lingkungan kerjaAsap rokok Perokok aktif Perokok pasif
Polusi udara Polusi udara di luar ruangan Polusi udara di dalam ruangan
2.4.Infeksi pernapasan Hipotesis higiene
2.5.Infeksi parasit
2.6.Status sosioekonomi
2.7.Besar keluarga
2.8.Diet dan obat
2.9.Obesiti
FAKTOR RISIKO3. Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma menetap
•Alergen di dalam dan di luar ruangan•Polusi udara di dalam dan di luar ruangan•Infeksi pernapasan•Exercise dan hiperventilasi•Perubahan cuaca•Sulfur dioksida•Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan•Ekspresi emosi yang berlebihan•Asap rokok •Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
DIAGNOSISAdanya tanda dan gejala dibawah ini dapat memperkuat dugaan seseorang menderita asma :
a.Wheezing / mengib. Adanya riwayat : •Batuk, terutama malam hari•Mengi berulang•Sesak napas berulang•Dada terasa berat yang berulangc. Gejala timbul atau terjadi perburukan pada malam hari, sering pasien terbangund. Gejala dan perburukan yang timbul mempunyai pola musimane. Pasien bisa menderita eczema, hay fever atau adanya riwayat keluarga asma atau penyakit atopic.
DIAGNOSISf. Gejala atau perburukan timbul jika ada :•Bulu binatang•Bahan kimia aerosol•Perubahan temperatur•Domestic dust mite (debu tungau rumah)•Obat – obatan (aspirin, beta bloker)•Exercise (Olah raga)•Pollen (tepung sari)•Infeksi Paru (Virus)•Asap rokok•Emosi yang berlebihan
g. Gejala hilang atau berkurang bila mendapat terapi asma
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Jasmani :Dijumpai mengi pada auskultasi.Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
DIAGNOSIS
Faal Paru
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :• Obstruksi jalan napas • Reversibiliti kelainan faal paru • Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
DIAGNOSIS
SpirometriManfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
• Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi
• Reversibiliti yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator) atau setelah pemberian bronkodilator oral10 – 14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi / oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.
• Menilai derajat berat asma.
DIAGNOSIS
Arus Puncak Ekspirasi (APE)Manfaat APE dalam diagnosis asma : -Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator) atau bronkodilator oral 10 – 14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral selama 2 minggu).- Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu . Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit
DIAGNOSIS
VariabilitiDiperoleh dg 2 cara : Bila sdg menggunakan bronkodilator, diambil perbedaan nilai APE pagi sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodiloator. Perbedaan nilai APE pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata2 nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan Asma
APE malam – APE pagiVariabiliti harian = x 100% ½ (APE malam + APE pagi)
DIAGNOSIS
VariabilitiCara 2 : Nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengmatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari) Contoh : selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam, misalkan didapatkan APE pagi terendah 300 dan APE malam tertinggi 400 ; maka persentase dari nilai terbaik adalah 300/400 = 75%. Metode ini paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai variabiliti.
DIAGNOSIS
Uji Provokasi Bronkus
• Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
• Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma.
• Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis.
DIAGNOSIS Pengukuran Status AlergiUji kulit membantu mengidentifikasi faktor risiko / pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan. Mendiagnosis status alergi / atopi, umumnya dilakukan dengan prick test, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis / kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain – lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi / atopi.
DIAGNOSIS BANDINGDewasa : •Penyakit Paru Ostruksi Kronik•Bronkitis Kronik•Gagal Jantung Kongentif•Batuk kronik akibat lain-lain•Disfungsi Laring•Obstruksi Mekanis (misal tumor)•Emboli ParuAnak :•Benda asing di saluran napas•Laringotrakeomalasia•Pembesaran kelenjar limfe•Tumor•Stenosis trakea•Bronkiolitis
DIAGNOSIS BANDINGASMA PPOK
Onset
Riwayat merokok
Batuk dan sputum
Sesak napas saat beraktifitas
Gejala malam hari
Keterbatasan aliran udara
Responterhadap bronkodilator
Hiperesponsif jalan napas
Tidak diketahui
Biasanya bukan perokok
Jarang
Bervariasi
Relatif sering
Variabiliti diurnal bertambah
Baik
Pada kebanyakan pasien dengan atau tanpa keterbatasan aliran udara.
Pada usia pertengahan – tua
Hampir semua perokok
Sering (pada tipe “bronkitis”)
Dapat diprediksi dan progresif
Jarang
Variabiliti diurna normal
Hanya pada 15 – 25% pasien
Pada kebanyakan pasien (hampir semua)
KLASIFIKASI ASMA
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
I. Intermiten Bulanan APE 80%
* Gejala < 1x/minggu
* Tanpa gejala di luar
serangan
* Serangan singkat
* 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Ringan
Mingguan APE 80%
* Gejala > 1x/minggu,
tetapi < 1x/ hari
* Serangan dapat
mengganggu aktiviti
dan tidur
* > 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE 20-30%
KLASIFIKASI ASMA
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
III. Persisten Sedang
Harian APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari
* Serangan mengganggu
aktiviti dan tidur
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
* > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
IV. Persisten Berat
Kontinyu APE 60%
* Gejala terus menerus
* Sering kambuh
* Aktiviti fisik terbatas
Sering * VEP1 60% nilai prediksi
APE 60% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
Derajat Kontrol Asma A. Pemeriksaan kontrol klinis terakhir (disarankan lebih dari 4 minggu)
Karakteristik Terkontrol
Semua hal berikut
Terkontrol sebagian
(dengan pengukuran beberapa kali)
Tidak terkontrol
Gejala harian Tidak ada (kurang dari 2 kali perminggu)
Lebih dari 2 kali perminggu Tiga atau lebih gambaran asma yang terkontrol sebagian
Keterbatasan aktivitas Tidak ada Ada
Gejala malam hari / terbangun Tidak ada Ada
Perlu obat reliever / pelega Tidak ada (kiurang dari 2 kali perminggu)
Lebih dari 2 kali perminggu
Fungsi paru (PEF atau FEV1) Normal < 80% prediksi atau nilai terbaik jika ada
A. Pemeriksaan risiko di masa datang (risiko eksaserbasi, keadaan tidak stabil, penurunan fungsi paru dengan cepat, efek samping)
Beberapa keadaan yang dihubungkan dengan meningkatnya risiko perburukkan dimasa datang yaitu : Kontrol klinis yang buruk, seringnya eksaserbasi pada tahun lalu, pernah masuk ICU karena asma, rendahnya FEV1, paparan asap rokok dan obat-obatan dosis tinggi
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 1. Hubungan pasien / dokter yang berkembang
Penatalaksanaan asma yang efektif membutuhkan berkembangnya hubungani antara pasien asma dengan tim yang memberikan pengobatan. Dengan pertolongan kita atau tim pengobatan, pasien dapat belajar :1.Menghindari faktor risiko2.Menggunakan obat yang tepat3.Mengerti perbedaan antara obat reliever (pelega) dengan controller (pemeliharan)4.Mengamati status asmanya menggunakan tanda gejala dan jika ada PEF5.Mengenali tanda – tanda perburukan asma dan mengambil tindakan6.Mencari nasihat medis yang tepat.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 2Memperbaiki kontrol terhadap asma dan mengurangi perlunya obat-obatan, pasien harus mengambil langkah menghindari faktor risiko yang menyebabkan gejala asma.
Pasien dengan asma sedang sampai berat harus disarankan di vaksinasi influensa setiap tahun atau paling tidak ketika dilakukan vaksinasi pada populasi umum. Vaksin influensa inaktif aman untuk orang dewasa dan anak – anak usia 3 tahun keatas.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 3Tujuan pengobatan asma adalah mencapai dan mempertahankan kontrol klinis yang dapat dicapai oleh banyak pasien melalui siklus yang berkesinambungan yang meliputi :- Pemeriksaan asma terkontrol- Pengobatan untuk mencapai asma terkontrol- Pengawasan untuk mempertahankan asma terkontrol
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 4•Asma eksaserbasi (serangan asma) adalah episodik peningkatan progresifitas sesak napas, batuk, mengi atau dada terasa berat atau kombinasi dari gejala – gejala ini.
•serangan asma berat mungkin mengancam nyawa. Pengobatan mereka memerlukan pengawasan yang ketat.
•Pasien risiko tinggi terjadi kematian akibat asma memerlukan perhatian yang ketat dan harus didorong untuk mencari pertolongan segera dalam pengobatan asma eksaserbasi.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 4 Pasien risiko tinggi terjadi kematian akibat asma memerlukan perhatian yang ketat dan harus didorong untuk mencari pertolongan segera dalam pengobatan asma eksaserbasi. Pasien – pasien yang termasuk didalamnya :1.Dengan riwayat asma yang fatal yang memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik2.Pasien yang pernah dirawat atau datang ke unit gawat darurat karena asma pada tahun lalu.3.Mereka yang sekarang ini menggunakan atau baru berhenti menggunakan glukokortikosteroid oral.4.Mereka yang sekarang ini tidak memakai glukokortikosteroid inhalasi.5.Mereka yang tergantung berlebihan terhadap β-2 agonis kerja singkat, khususnya mereka yang memakai lebih dari satu buah salbutamol inhaler atau yang sejenisnya setiap bulan.6.Dengan riwayat penyakit kejiwaan atau masalah psikososial, termasuk pemakaian sedatif.7.Dengan riwayat perencanaan pengobatan asma yang tidak penuh.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 4Pasien harus segera datang ke fasilitas kesehatan jika :Serangan asma berat 1.Pasien sesak napas dalam keadaan istirahat, diperkirakan progresif, berbicara beberapa kata tidak dalam satu kalimat (pada bayi berhenti meenyusui), gelisah, mengantuk atau binggung, bradikardi atau respiratori rate lebih dari 30 kali permenit.2.Suara mengi yang keras atau absen3.Nadi lebih dari 120 x/menit (pada bayi lebih dari 160 x/menit)4.PEF kurang dari 60 persen prediksi atau nilai terbaik pasien, segera setelah pengobatan awal.5.Pasien kehabisan tenaga (kelelahan)6.Respon terhadap pengobatan awal bronkodilator tidak cepat dan tetap bertahan sedikitnya 3 jam.7.Tidak ada perbaikan dalam 2 sampai 6 jam setelah pengobatan glukokortikosteroid oral dimulai.8.Terjadi perburukan.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 4
Serangan moderate (sedang) dan berat biasanya memerlukan perawatan di klinik atau rumah sakit. Serangan asma memerlukan pengobatan yang segera :
• Inhalasi β-2 agonist kerja cepat dengan dosis yang cukup adalah perlu. (mulai dengan 2 – 4 puff setiap 20 menit untuk 1 jam pertama ; kemudian asma eksaserbasi yang ringan akan memerlukan 2 – 4 puff setiap 3 – 4 jam dan asma eksaserbasi sedang memerlukan 6 – 10 puff setiap 1 – 2 jam.
• Glukokortikosteroid oral (prednisolone 0,5 – 1 mg / kg atau ekuivalen selama periode waktu 24 jam) diberikan sejak awal pengobatan seraangan asma sedang atau berat untuk membantu membalikkan inflamasi dan pemulihan cepat.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 4
• Oksigen diberikan jika terjadi hipoksemia (saturasi O2 harus mencapai 95%)
• Kombinasi terapi β-2 agonist / anti kolinergik dihubungkan dengan rendahnya angka perawatan di rumah sakit dan perbaikkan yang lebih besar pada PEF dan FEV1.
• Metilsantin tidak direkomendasikan jika digunakan sebagai tambahan pada inhalasi dosis tinggi β-2 agonist. Tetapi dalam keadaan β-2 agonist tidak tersedia, teofilin dapat digunakan. Jika teofilin telah dipakai sebagai obat dasar harian, konsentrasi teofilin dalam serum harus diukur sebelum diberikan teofilin kerja singkat.
• Pasien dengan asma eksaserbasi berat yang tidak respon dengan bronkodilator dan glukokortikosteroid sistemik, pemberian 2 gram magnesium sulfat intravena menunjukkan pengurangan perlunya rawatan di rumah sakit.
EMPAT KOMPONEN PENATALAKSANAAN ASMA
Komponen 4Terapi yang tidak dianjurkan dalam pengobatan serangan asma :
• Sedatif (harus dihindari)
• Obat – obat mukolitik (mungkin memperburuk batuk)
• Fisioterapi dada (chest physical therapy/physiotherapy) mungkin menambah ketidaknyamanan pasien.
• Hidrasi dengan banyak cairan orang dewasa dan anak lebih tua (mungkin di perlukan untuk anak yang lebih muda dan bayi)
• Antibiotik (tidak untuk mengobati serangan tetapi diindikasikan untuk pasien dengan pneumonia atau infeksi bakteri seperti sinusitis)
• Epinephrine / adrenaline (mungkin diindikasikan untuk pengobatan akut anafilaksis dan angioedema tetapi tidak di indikasikan untuk serangan asma.
controlled
partly controlled
uncontrolled
exacerbation
LEVEL OF CONTROLLEVEL OF CONTROL
maintain and find lowest controlling step
consider stepping up to gain control
step up until controlled
treat as exacerbation
TREATMENT OF ACTIONTREATMENT OF ACTION
TREATMENT STEPSREDUCE INCREASE
STEP
1STEP
2STEP
3STEP
4STEP
5
RE
DU
CE
INC
RE
AS
E
© Global Initiative for Asthma
Shaded green - preferred controller options
TO STEP 3 TREATMENT, SELECT ONE OR MORE:
TO STEP 4 TREATMENT, ADD EITHER
Shaded green - preferred controller options
TO STEP 4 TREATMENT, ADD EITHER
TO STEP 3 TREATMENT, SELECT ONE OR MORE:
Step 1 – As-needed reliever medication
Patients with occasional daytime symptoms of short duration
A rapid-acting inhaled β2-agonist is the recommended reliever treatment (Evidence A)
When symptoms are more frequent, and/or worsen periodically, patients require regular controller treatment (step 2 or higher)
Treating to Achieve Asthma Control
© Global Initiative for Asthma
Shaded green - preferred controller options
TO STEP 4 TREATMENT, ADD EITHER
TO STEP 3 TREATMENT, SELECT ONE OR MORE:
Step 2 – Reliever medication plus a single controller
A low-dose inhaled glucocorticosteroid is recommended as the initial controller treatment for patients of all ages (Evidence A)
Alternative controller medications include leukotriene modifiers (Evidence A) appropriate for patients unable/unwilling to use inhaled glucocorticosteroids
Treating to Achieve Asthma Control
© Global Initiative for Asthma
Shaded green - preferred controller options
TO STEP 4 TREATMENT, ADD EITHER
TO STEP 3 TREATMENT, SELECT ONE OR MORE:
Step 3 – Reliever medication plus one or two controllers
For adults and adolescents, combine a low-dose inhaled glucocorticosteroid with an inhaled long-acting β2-agonist either in a combination inhaler device or as separate components (Evidence A)
Inhaled long-acting β2-agonist must not be used as monotherapy
For children, increase to a medium-dose inhaled glucocorticosteroid (Evidence A)
Treating to Achieve Asthma Control
© Global Initiative for Asthma
Additional Step 3 Options for Adolescents and Adults
Increase to medium-dose inhaled glucocorticosteroid (Evidence A)
Low-dose inhaled glucocorticosteroid combined with leukotriene modifiers (Evidence A)
Low-dose sustained-release theophylline (Evidence B)
Treating to Achieve Asthma Control
© Global Initiative for Asthma
TO STEP 3 TREATMENT, SELECT ONE OR MORE:
TO STEP 4 TREATMENT, ADD EITHER
Shaded green - preferred controller options
Step 4 – Reliever medication plus two or more controllers
Selection of treatment at Step 4 depends on prior selections at Steps 2 and 3
Where possible, patients not controlled on Step 3 treatments should be referred to a health professional with expertise in the management of asthma
Treating to Achieve Asthma Control
© Global Initiative for Asthma
Step 4 – Reliever medication plus two or more controllers
Medium- or high-dose inhaled glucocorticosteroid combined with a long-acting inhaled β2-agonist (Evidence A)
Medium- or high-dose inhaled glucocorticosteroid combined with leukotriene modifiers (Evidence A)
Low-dose sustained-release theophylline added to medium- or high-dose inhaled glucocorticosteroid combined with a long-acting inhaled β2-agonist (Evidence B)
Treating to Achieve Asthma Control
© Global Initiative for Asthma
TO STEP 3 TREATMENT, SELECT ONE OR MORE:
TO STEP 4 TREATMENT, ADD EITHER
Shaded green - preferred controller options
Treating to Achieve Asthma Control
Step 5 – Reliever medication plus additional controller options
Addition of oral glucocorticosteroids to other controller medications may be effective (Evidence D) but is associated with severe side effects (Evidence A)
Addition of anti-IgE treatment to other controller medications improves control of allergic asthma when control has not been achieved on other medications (Evidence A)
© Global Initiative for Asthma
Treating to Maintain Asthma Control
When control as been achieved, ongoing monitoring is essential to:
- maintain control - establish lowest step/dose treatment
Asthma control should be monitored by the health care professional and by the patient
© Global Initiative for Asthma
Treating to Maintain Asthma Control
Stepping down treatment when asthma is controlled
When controlled on medium- to high-dose inhaled glucocorticosteroids: 50% dose reduction at 3 month intervals (Evidence B)
When controlled on low-dose inhaled glucocorticosteroids: switch to once-daily dosing (Evidence A)
© Global Initiative for Asthma
Treating to Maintain Asthma Control
Stepping down treatment when asthma is controlled When controlled on combination inhaled
glucocorticosteroids and long-acting inhaled β2-agonist, reduce dose of inhaled glucocorticosteroid by 50% while continuing the long-acting β2-agonist (Evidence B)
If control is maintained, reduce to low-dose inhaled glucocorticosteroids and stop long-acting β2-agonist (Evidence D)© Global Initiative for Asthma
Treating to Maintain Asthma Control
Stepping up treatment in response to loss of control
Rapid-onset, short-acting or long-acting inhaled β2-agonist bronchodilators provide temporary relief.
Need for repeated dosing over more than one/two days signals need for possible increase in controller therapy
© Global Initiative for Asthma
Treating to Maintain Asthma Control
Stepping up treatment in response to loss of control Use of a combination rapid and long-acting
inhaled β2-agonist (e.g., formoterol) and an inhaled glucocorticosteroid (e.g., budesonide) in a single inhaler both as a controller and reliever is effecting in maintaining a high level of asthma control and reduces exacerbations (Evidence A)
Doubling the dose of inhaled glucocortico-steroids is not effective, and is not recommended (Evidence A)© Global Initiative for Asthma
Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri dari pengontrol dan pelega
Pengontrol (Controllers)setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. •Kortikosteroid Inhalasi•Kortikosteroid sistemik•Sodium kromoglikat•Nedokromil sodium•Metilsantin•Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi•Agonis beta-2 kerja lama, oral•Leukotrien modifiers•Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1)•Dll
Estimate Comparative Daily Dosages for Inhaled Glucocorticosteroids by Age
Drug Low Daily Dose (g) Medium Daily Dose (g) High Daily Dose (g) > 5 y Age < 5 y > 5 y Age < 5 y > 5 y Age < 5 y
Beclomethasone 200-500 100-200 >500-1000 >200-400 >1000 >400
Budesonide 200-600 100-200
600-1000 >200-400 >1000 >400
Budesonide-Neb Inhalation Suspension
250-500
500-1000 >1000
Ciclesonide 80 – 160 80-160 >160-320 >160-320 >320-1280 >320Flunisolide 500-1000 500-
750 >1000-2000 >750-1250 >2000 >1250
Fluticasone 100-250 100-200
>250-500 >200-500 >500 >500
Mometasone furoate 200-400 100-200
> 400-800 >200-400 >800-1200 >400
Triamcinolone acetonide 400-1000 400-800
>1000-2000 >800-1200 >2000 >1200
© Global Initiative for Asthma
Medikasi Asma
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokontriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas •Agonis beta-2 kerja singkat•Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasi dengan bronkodilator lain)•Antikolinergik•Aminofilin•Adrenalin
PENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGA
1.Memahami sifat-sifat dari penyakit asma
• Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
•Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.
•Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur.
PENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGA
2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti :•Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda dan spora jamur.
•Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
•Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
•Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.
•Infeksi saluran pernafasan.
•Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
•Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
•Stres fisik atau kelelahan.
PENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGA
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan mengurangi serangan :
•Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat individual).
•Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
•Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
•Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan
•Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab.
•Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
•Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.
PENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGA
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan mengurangi serangan :
• Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis maupun obat profilaksis.• Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.• Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di lingkungan dengan temperatur hangat.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang diberikan oleh dokter :
- Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.- Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.- Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.- Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi saluran nafas
PENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGA
5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.
6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter.
KONDISI KHUSUS
1.Kehamilan
Pemilihan obat pada penderita hamil, dianjurkan :• Obat inhalasi
• Memakai obat-obat lama yang pernah dipakai pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman.
2. Pembedahan
•Pada penderita yang mendapat kortikosteroid sistemik dalam 6 bulan terakhir, sebaiknya diberikan kortikosteroid sistemik selama operasi yaitu hidrokortison IV 100 mg atau ekivalennya setiap 8 jam dan segera diturunkan dalam 24 jam pembedahan. Harus diperhatikan pemberian kortikosteroid jangka lama dapat menghambat penyembuhan luka (bukti C).
•Untuk penderita asma stabil yang akan dibedah dianjurkan pemberian aminophilin infus 4 jam sebelum operasi dan kortikosteroid injeksi 2 jam sebelum pembedahan untuk mencegah terjadi bronkospasme.
3. Asma dalam ibadah Haji
Dokter sebaiknya memberikan pengertian kepada calon jemaah penderita asma untuk :•memahami penyakit asma dan mengenali faktor pencetusnya
•mengantisipasi apa yang mungkin dapat menjadi pencetus asma baginya (individual) dan bagaimana mengatasinya
•obat apa yang harus dibawa , bagaimana serta kapan digunakan.
•obat diletakkan di tempat yang mudah dijangkau dan selalu dibawa oleh penderita
•mengetahui kepada siapa dan dimana bantuan medis dapat diminta.
•dapat mengatasi saat serangan akut terjadi, serta kapan penderita perlu meminta bantuan tenaga medis.
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak
Kortikosteroid sistemikPemakaian jangka panjang dosis 4-5mg/ hari atau 8-10 mg selang sehari untuk mengontrol asma , atau sebagai pengganti steroid inhalasi pada kasus yang tidak dapat/ mampu menggunakan steroid inhalasiMetilprednisolon
Tablet
4 , 8, 16 mg
4-40 mg/ hari, dosis tunggal atau terbagi
0,25 – 2 mg/ kg BB/ hari, dosis tunggal atau terbagi
Prednison Tablet 5 mg Short-course :
20-40 mg /hari
dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari
Short-course :
1-2 mg /kgBB/ hari
Maks. 40 mg/hari, selama 3-10 hari
Kromolin & Nedokromil
Kromolin IDT
5mg/ semprot
1-2 semprot,
3-4 x/ hari
1 semprot,
3-4x / hari
Sebagai alternatif antiinflamas
Nedokromil IDT
2mg/ semprot
2 semprot,
2-4 x/ hari
2 semprot,
2-4 x/ hari
-Sebelum exercise atau pajanan alergen, profilaksis efektif dalam 1-2 jam
Tabel . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Tabel . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Agonis beta-2 kerja lama
Salmeterol IDT 25 mcg/ semprot
Rotadisk 50 mcg
2 – 4 semprot,
2 x / hari
1-2 semprot,
2 x/ hari
Digunakan bersama/ kombinasi dengan steroid inhalasi untuk mengontrol asma
Bambuterol Tablet 10mg 1 X 10 mg / hari, malam -
Prokaterol Tablet 25, 50 mcg
Sirup 5 mcg/ ml
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari
2 x 25 mcg/hari
2 x 2,5 ml/hari
Tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala pada eksaserbasi Kecuali formoterol yang mempunyai onset kerja cepat dan berlangsung lama, sehingga dapat digunakan mengatasi gejala pada eksaserbasi
Formoterol IDT 4,5 ; 9 mcg/semprot 4,5 – 9 mcg
1-2x/ hari
2x1 semprot
(>12 tahun)
Tabel . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Metilxantin
Aminofilin lepas lambat
Teofilin lepas Lambat
Tablet 225 mg
Tablet 125, 250, 300 mg – 2 x/ hari;
400 mg
2 x 1 tablet
2 x125 – 300 mg
200-400 mg
1x/ hari
½ -1 tablet,
2 x/ hari
(> 12 tahun)
2 x 125 mg
(> 6 tahun)
Atur dosis sampai mencapai kadar obat
dalam serum 5-15 mcg/ ml.
Sebaiknya monitoring kadar obat dalam serum dilakukan rutin, mengingat sangat bervariasinya metabolic clearance dari teofilin, sehingga mencegah efek samping
Antileukotrin
Zafirlukast
Tablet 20 mg
2 x 20mg/ hari
---
Pemberian bersama makanan mengurangi bioavailabiliti. Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan
Tabel . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Steroid inhalasi Flutikason
propionat
Budesonide
Beklometason dipropionat
IDT 50, 125 mcg/ semprot
IDT , Turbuhaler
100, 200, 400 mcg
IDT, rotacap, rotahaler, rotadisk
125 – 500 mcg/ hari
100 – 800 mcg/ hari
100 – 800 mcg/ hari
50-125 mcg/ hari
100 –200 mcg/ hari
100-200 mcg/ hari
Dosis bergantung kepada derajat berat asma
Sebaiknya diberikan dengan spacer
Tabel . Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Agonis beta-2 kerja singkat
TerbutalinIDT 0,25 mg/ semprot Turbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/ hirup Respule/ solutio 5 mg/ 2ml Tablet 2,5 mg Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml
0,25-0,5 mg, 3-4 x/ hari oral 1,5 – 2,5 mg,
3- 4 x/ hari
Inhalasi 0,25 mg 3-4 x/ hari (> 12 tahun) oral 0,05 mg/ kg BB/ x, 3-4 x/hari
Penggunaan obat pelega sesuai kebutuhan, bila perlu.
Salbutamol IDT 100 mcg/semprot Nebules/ solutio 2,5 mg/2ml, 5mg/ml Tablet 2mg, 4 mg Sirup 1mg, 2mg/ 5ml
Inhalasi 200 mcg 3-4 x/ hari oral 1- 2 mg,
3-4 x/ hari
100 mcg 3-4x/ hari 0,05 mg/ kg BB/ x, 3-4x/ hari
Untuk mengatasi eksaserbasi , dosis pemeliharaan berkisar 3-4x/ hari
Fenoterol IDT 100, 200 mcg/ semprot
Solutio 100 mcg/ml
200 mcg 3-4 x/ hari
10-20 mcg,
100 mcg 3-4x/ hari
10 mcg,
Tabel . Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Prokaterol IDT 10 mcg/ sempro Tablet 25, 50 mcg Sirup 5 mcg/ ml
2-4 x/ hari 2 x 50 mcg/hari 2 x 5 ml/hari
2 x/ hari 2 x 25 mcg/hari 2 x 2,5 ml/hari
Antikolinergik
Ipratropium bromide IDT 20 mcg/ semprot 40 mcg, 3-4 x/ hari 20 mcg, 3-4 x/ hari Diberikan kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, untuk mengatasi serangan
Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%) (nebulisasi)
0,25 mg, setiap 6 jam 0,25 – 0,5mg, tiap 6 jam Kombinasi dengan agonis beta-2 pada pengobatan jangka panjang, tidak ada manfaat tambahan
Kortikosteroid istemik
Metilprednisolon Tablet 4, 8,16 mg Short-course :
24-40 mg /hari dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari
Short-course:
1-2 mg/ kg BB/ hari, maksimum 40mg/ hari selama 3-10
Short-course efektif
utk mengontrol asma pada terapi awal, sampai tercapai APE 80% terbaik atau gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hari
Prednison Tablet 5 mg
Metilsantin
Teofilin Tablet 130, 150 mg 3-5 mg/ kg BB/ kali 3-5mg/kgBB/ kali Kombinasi teofilin /aminoflin dengan agonis beta-2 kerja singkat (masing-masing dosis minimal), meningkatkan efektiviti dengan efek samping minimal
DEFINITION OF ASTHMA
A chronic inflammatory disorder of the airways Many cells and cellular elements play a role Chronic inflammation is associated with airway
hyperresponsiveness that leads to recurrent episodes of wheezing, breathlessness, chest tightness, and coughing
Widespread, variable, and often reversible airflow limitation
© Global Initiative for Asthma
Source: Peter J. Barnes, MDSource: Peter J. Barnes, MD
Asthma Inflammation: Cells and Mediators
Reaksi Asma Tipe Cepat Alergen akan terikat pada IgE yang menempel
pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi
Reaksi Fase Lambat Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah
provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
Limfosit T Limfosit T yang berperan pada asma ialah
limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Epitel Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l
15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.
EOSINOFIL Eosinofil jaringan (tissue eosinophil)
karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan
afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
Makrofag Merupakan sel terbanyak didapatkan pada
organ pernapasan, baik pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-.