asma
TRANSCRIPT
![Page 1: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/1.jpg)
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASMA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
I. DEFINISI / PENGERTIAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronchus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(The American Thoracis Society).
Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi
peradangan jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible
(Crackett, Antony).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat sementara.Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif
intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu (Brunner & Suddart, 2002).
II. ETIOLOGI / PENYEBAB
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai faktor
pencetus adalah:
1. Allergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah (Dermatophagoides
pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan
sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh
infeksi saluran pernapasan (Sundaru,1991)
![Page 2: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/2.jpg)
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang yang
mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma. Faktor ini berperan
mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal
ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga
atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis
kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan
jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang
cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma sensitive atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksidasi fotokemikal, serta bau
yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15%
klien dengan asma (Sundaru,1991).
III. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal.
![Page 3: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/3.jpg)
IV. PATOFISIOLOGI
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk. Faktor penyebab seperti
virus, bakteri, jamur, parasit, allergen, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan
menimbulkan hiperreaktivitas broncus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imunoglubulin E (IgE). Pemajanan ulang terhadap antigen
ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya
reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen – antibody ini akan mngeluarkan substansi
pereda alegi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan.
Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaksin dari substansi
yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa dan
pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls
saraf vegal melalui sistem saraf parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika
ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang disebutkan diatas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Setelah individu terpajan allergen penyebab, atau faktor pencetus segera akan timbul
dispnea. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial
melebar da memanjang selama inspirasi. Tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar
dari bronkiolus yang sempit, mengalami odem dan terisi mucus. Udara terperangkap
pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperiflasi progresif paru. Akan
timbul ekspirasi memanjang yang merupakan cirri khas asma. Serangan asma seperti ini
dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan
sputum berwarna keputih – putihan.
![Page 4: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/4.jpg)
V. PATHWAY
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan, dan keletihan fisik
Faktor pencetus serangan asma
Edema mukosa dan dinding bronkhus
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan
akan prognosis
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
Hipereaktifitas bronkhus
Dikeluarkan substansi vasoaktif ( histamine, bradikinin, dan anafilaktosin)
Hipersekresi mukus
Reaksi antigen dan antibodi
Alergen, infeksi saluran napas, tekanan jiwa, olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan,
polusi udara,dan lingkungan kerja
Ansietas Kurang pengetahuan
Intoleransi aktifitas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Ketidakefektifan pola napas
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
![Page 5: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/5.jpg)
VI. KLASIFIKASI
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik
atau campuran(mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti
bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain – lain. Alergen
terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan
eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergik akan mencetuskan serangan
asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak – kanak.
2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan secara langsung
dengan allergen spesifik. Faktor – factor seperti common cold, infeksi saluran napas
atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan.
Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis B–adrenergik dan bahan
sulfat(penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab. Serangan dari asma
idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kai dengan berjalannya
waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika
dewasa(> 35 tahun)
3. Asma Campuran(Mixed Asma), merupkan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua sejenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna
bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
![Page 6: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/6.jpg)
Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Gas Darah (AGD/astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis respiratorik.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotic.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3
baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara
100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adnya infeksi. SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur ini
harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru
atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis dan lain-
lain.
![Page 7: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/7.jpg)
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan nonfarmakologi
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi fakror pencetus,
termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisiotherapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan
dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Pengobatan farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x
semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
d. Kromolin dan iprutropioum bromide ( atroven ).Dosis iprutropioum bromide
diberikan 1-2 kapsul 4xsehari ( Kee dan Hayes, 1994 ).
![Page 8: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/8.jpg)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada pasien dengan
asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin
terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa memungkinkan adanya faktor non-
aktif. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada.
Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi
pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam
keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta
suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal
ini yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi
sesak napas, pernapasan terasa berta pada dada dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.
Pengkajian kegawatdaruratan
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus umumnya ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga
status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan
akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya
bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini
dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
![Page 9: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/9.jpg)
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien
maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula
penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari
10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan
oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
d. Dissability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon
hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik
pasien unrespon.
e. Expossure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih intesif
f. Five intervensi
Pemeriksan penunjang meliputi : EKG, saturasi oksigen, urine, hasil laboratorium,
terapi medis serta tindakan lainnya yang dapat memberikan hasil penunjang dalam
pemberian asuhan keperawatan.
g. Give comfort
Meliputi tindakan pemberian rasa nyaman. Lakukan pengkajian terhadap nyeri yang
dirasakan pasien atau masalah lain yang menyebabkan perasaan tidak nyaman pada
pasien. Kaji perasaan nyeri yang dirasakan oleh pasien meliputi kualitas, daerah,
skala dan intensitas nyeri. Bila pasien merasa mual kaji perasaan mual pasien,
disertai muntah atau tidak, intensitas dan faktor pemicu rasa mual pasien. Bila pasien
tidak nyaman karena cemas, minta pasien untuk tenang, perhatikan adanya risiko
![Page 10: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/10.jpg)
cedera pada pasien dengan kecemasan, kaji penyebab kecemasan pasien, berikan
informasi yang sesuai dengan keadaan pasien.
h. Histori
Kaji proses perjalanan penyakit pasien saat ini, tanda dan gejala yang muncul dan
dirasakan oleh klien, riwayat alergi, pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, serta makanan yang terakhir dikonsumsi.
Lakukan pemeriksaan Head to Toe (dari kepala hingga ujung kuku), meliputi
inspeksi, palapasi, perkusi dan auskultasi.
i. Inspeksi Back/Posterior Surface
Meliputi pengkajian adanya jejas / trauma yang dapat menyebabkan timbulnya
sesak, adanya deformitas jaringan/tulang, tenderness, krepitasi, dan laserasi.
Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak
napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis,
dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi
mukosa yang kental dang mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronchus. Stadium kedua ditandai dengan batuk diserta mucus yang
jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mudah
membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hamper tidak terdengarnya suara napas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernapasan meningkat karena asfiksial.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
![Page 11: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/11.jpg)
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus
serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood
Alsagaf,1993).
Pengkajian psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma.
Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran
dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami
serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan
hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tadak dapat menjalankan
peran seperti semula.
Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehinggan
klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan
menimbulkan serangan asma.
Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal.
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di
lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran
yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
Pola persepsi dan konsep diri
![Page 12: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/12.jpg)
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga
akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada
kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
Pola penanggulangan stres
Stress dan ketegangan emosuonal merupakan faktor intrinsic pencetus serangan
asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh
stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stressor.
Pola sensorik dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan
terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap tuhan dan mendekatkan diri
kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan
posisi istirahat klien.
B1 (Breathing)
- Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur
bentik dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-
otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
- Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil premitus normal.
![Page 13: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/13.jpg)
- Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
- Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing
pada akhir ekspirasi
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos metis,
somnolen, atau koma.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat
hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status
nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada
ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dakaji
adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam.
![Page 14: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/14.jpg)
Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan exercise induced asma
III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkhokontriksi, edema
mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental ditandai dengan batuk
tak efektif dan tidak mampu untuk mengelurkan sekresi jalan napas.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ditandai
dengan perubahan frekuensi atau pola napas.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan kelemahan, kehilangan masa otot, tonus
otot buruk, dan berat badan 10%-20% di bawah ideal.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan fisik umum ditandai dengan takikardi sebagai respon
terhadap aktivitas.
5. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis ( efek hipoksemia ) ditandai dengan
menyatakan masalah sehubungan dengan perubahan kejadian hidup.
6. Kurang pengetahuan berhubugan dengan ketidaktahuan akan prognosis ditandai
dengan adanya permintaan informasi.
![Page 15: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/15.jpg)
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
No No.
Dx
Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1. 1 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan
napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
- Klien mampu
melakukan batuk efektif
- Pernapasan klien
normal (16-20 x/menit)
- Tanpa ada penggunaan
otot bantu napas.
1. Kaji warna, kekentalan,
dan jumlah sputum
2. Atur posisi semifowler
3. Ajarkan cara batuk efektif
4. Pertahankan intake cairan
sedikitnya 2500ml / hari
kecuali tidak di indikasikan
5. Lakukan fisioterapi dada
dengan teknik postural
drainase, perkusi dan fibrasi
dada
Kolaborasi :
6.Pemberian obat
bronkodilator golongan B2
1. Karakteristik sputum
dapat menunjukkan
berat ringannya
obstruksi
2.Meningkatkan
exspansi dada
3. Batuk yang terkontrol
dan efektif dapat
memudahkan
pengeluaran secret yang
melekat dijalan napas
4. Hidrasi yang adekuat
membantu
mengencerkan secret
dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas
5. Fisioterapi dada
merupakan strategi
untuk mengeluarkan
secret
6.
![Page 16: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/16.jpg)
-Nebulizer (via inhalasi)
dengan golongan terbutalini
0,25mg, fenoterol HBr 0,1 %
solusion, orchiprenalini sulpur
0,75mg
-Intravena dengan golongan
theophyline ethilenediamine
(aminofilin) bolus IV 5-6
mg/kg BB.
7. Agen mukolitik dan
ekspektoran
8. Kortikosteroid
-Pemberian
bronkodilator via
inhalasi akan langsung
menuju area bronchus
yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat
berdilatasi.
-Pemberian secara
intravena merupakan
usaha pemeliharaan agar
dilatasi jalan napas dapat
optimal.
7. Agen mukolitik
menurunkan kekentalan
dan perlengketan secret
paru untuk memudahkan
pembersihan. Agen
ekspektoran akan
memudahkan secret
lepas dari perlengketan
jalan napas
8. Kortikosteroid
berguna pada
keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan
menurunkan reaksi
inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding
bronchus
![Page 17: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/17.jpg)
2. 2 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan klien mampu
mempertahankan fungsi
parunya.
Kriteria hasil :
- Irama napas regular
- Frekuensi napas 16-
20x/menit
1.Identifikasi factor penyebab
2. Kaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernapasan serta
melaporkan setiap perubahan
yang terjadi
3.Baringkan klien dalam
posisi yang nyaman, dalam
posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditnggikan 60-
90o (semi fowler)
4.Observasi tanda-tanda vital
5.Lakukan auskultasi suara
napas tiap 2-4 jam
6.Bantu dan ajarkan klien
1.Dengan
mengidentifikasikan
penyebab,kita dapat
menentukan jenis
tindakan yang tepat
2. Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernapasan
kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan
kondisi klien
3. Penurunan diafragma
dapat memperluas
daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal.
4. Peningkatan frekuensi
napas dan takikardi
merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi
paru
5. Auskultasi dapat
menentukan kelainan
suara napas pada bagian
paru
6. Batuk efektif dapat
![Page 18: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/18.jpg)
untuk batuk dan napas dalam
yang efektif
7.Kolaborasi dengan tim
medis lain untuk pemberian
O2 dan obat-obatan.
membantu
mengeluarkan secret,
7. Pemberian O2 dapat
menurunkan beban
pernapasan dan
mencegah terjadinya
sianosis akibat
hipoksemia
3. 3 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
-menunjukan
peningkatan berat badan
menuju tujuan yang tepat
1.Kaji kebiasaan diet,
masukan makanan saat ini.
Catat derajat ksulitan makan.
Evaluasi berat badan dan
ukuran tubuh.
2.Auskultasi bunyi usus
3.Berikan perawatan oral
sering, buang secret, berikan
wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
1.Pesien distres
pernafasan, sering
anoreksia karena dispnea
dan produksi sputum
2.Penurunan/hipoaktif
bising usus menunjukan
penurunan motilitas
gaster
yang berhubungan
dengan pembatasan
pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk,
dan hipoksemia
3.Rasa tak enak, bau dan
penampilan adalah
pencegahan utama
terhadap napsu makan
dan dapat membuat
mual dan muntah
![Page 19: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/19.jpg)
4.Dorong periode istirahat
semalam jam sebelum dan
sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
5. Hindari makanan yang
sangat panas atau sangat
dingin.
6. Timbang berat badan sesuai
indikasi
Kolaborasi:
7.Konsul ahli gizi/nutrisi
pendukung tim untuk
memberikan makanan yang
mudah cerna, secara nutrisi
dengan peningkatan
kesulitan napas.
4. Membantu
menurunkan kelemahan
selama waktu makan
dan memberikan
kesempatan untuk
meningkatkan masukan
kaloro total.
5. Hindari makanan
yang sangat panas atau
sangat dingin.
6. Bergunakan untuk
menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan
berat badan, dan
evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi. Catatan :
penurunan berat badan
dapat berlanjut,
meskipun masukan
adekuat sesuai
teratasinya edema.
7. Metode makan dan
kebutuhan kalori di
dasarkan pada
situasi/kebutuhan
individu untuk
![Page 20: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/20.jpg)
seimbang, mis: nutrisi
tambahan oral/selang, nutrisi
parenteral ( rujuk ke DK:
Dukung Nutrisi Total,
hal.1039).
8. Kaji pemeriksaan
laboratorium, mis : albumin,
serum transferin, profil asam
amino, besi pemeriksaan
keseimbangan nitrogen,
glukosa, pemeriksaan fungsi
hati, elektrolit. Berikan
vitamin/elektrolit sesuai
indikasi.
memberikan nutrisi
maksimal dengan upaya
minimal
pasien/penggunaan
energy
8.Mengevaluasi/
mengatasi kekurangan
dan mengawasi
keefektifan terapi
nutrisi.
4. 4 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan intoleransi
aktivitas teratasi
Kriteria hasil :
-melaporkan/
menunjukan peningkatan
toleransi terhadap
aktivitas yang dapat
diukur dengan tak
adanya dipsnea,
kelemahan berlebihan,
1.Evaluasi respons pasien
terhadap aktivitas. Catat
laporan dipsnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan atau
perubahn tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
2.Berikan lingkungan tenang
dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi.
3. Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya
1.Menetapkan
kemampuan/kebutuhan
pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
2. Menurunkan stres dan
rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
3. Tirah baring di
pertahankan selama fase
akut untuk menurunkan
![Page 21: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/21.jpg)
dan takikardi. keseimbangan aktivitas dan
istirahat.
4. Bantu pasien memilih
posisi nyaman untuk istirahat
atau tidur.
5. Bantu aktivitas perawatan
diri yang di perlukan. Berikan
kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase
penyembuhan.
kebutuhan metabolic,
menghemat energy
untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas
dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
4. Pasien mungkin
nyaman dengan kepala
tinggi, tisur di kursi, atau
menunduk kedepan meja
atau bantal.
5. Meminimalkan
kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. 5 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien
menyatakan kesadaran
terhadap ansietas.
Kriteria hasil :
-pasien tampak rileks
-melaporkan ansietas
menurun sampai tigkat
dapat ditangani
1. Observasi peningkatan
kegagalan pernapasan, agitasi,
gelisah, emosi labil.
2. Pertahankan lingkungan
tenang dengan sedikit
rangsang. Jadwalkan
perawatan dan prosedur untuk
memberikan periode istirahat
tak terganggu.
1.Memburuknya
hipoksemia dapat
menyebabkan atau
meningkatkan ansietas.
2. Meurunkan ansietas
dengan menigkatkan
relaksasi dan penghemat
energy.
![Page 22: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/22.jpg)
3. Identifikasi persepsi pasien
terhadap ancaman yang ada
oleh situasi.
4. Dorong pasien untuk
mengakui dan menyatakan
perasaan.
5. Bantu orang terdekat untuk
berespons positif pada
pasien/situasi.
Kolaborasi:
6.Berikan sedatif sesuai
indikasi dan awasi efek
3. Membantu
pengenalan
ansietas/takut dan
mengidentifikasi
tindakan yang dapat
membantu untuk
individu.
4.Langkah awal dalam
mengatasi perasaan
adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan
situasi dan kemampuan
diri untuk mengatasi.
5. Meningkatkan
penurunan ansietas
melihat orang lain tetap
tenang. Karena ansintas
dapat menular, bila
orang terdekat/staf
memperlihatkan ansietas
mereka, kemampuan
koping pasien dapat
dengan mudah di
pengaruhi.
6. Mungkin diperlukn
untuk membantu
![Page 23: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/23.jpg)
merugikan.. menangani ansietas dan
meningkatkan istirahat.
Namun efek samping
seperti depresi
pernapasan dapat
membatasi atau
kontraindikasi untuk
menggunakannya.
6. 6 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam klien
menyatakan pemahaman
proses
penyakit/prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil :
-klien tidak bertanya-
tanya tetang penyakitnya
1. Kaji kemampuan pasien
untuk belajar, contoh tingkat
takut, masalah, kelemahan,
tingkat partisifasi, lingungan
terbaik dimana pasien dapat
belajar, seberapa banyak isi,
media terbaik, siapa yang
terlibat.
2. Identifikasi gejala yang
harus dilaporkan keperawat,
contoh hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan
bernapas.
3. Berikan instruksi dan
informasi tertulis khusus pada
pasien untuk rujukan contoh
jadwal obat.
1. Belajar tergantung
pada emosi dan kesiapan
fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu
2. Dapat menunjukan
kemajuan atau
pengaktifan ulang
penyakit atau efek obat
yang memerlukan
evaluasi lanjut.
3. Informasi tertulis
menurunkan hambatan
pasien untuk mengingat
sejumlah besar
informasi. Pengulangan
menguatkan belajar.
![Page 24: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/24.jpg)
4. Jelaskan dosis obat,
Frekuensi pemberian, Kerja
yang di harapkan, Dan alasan
pengobatan lama. Kaji
potensial interaksi dengan
obat/substansi lain.
5. Dorog pasien/orang
terdekat untuk menyatakan
takut/masalah. Jawab
pertanyaan secara nyata. Catat
lamanya penggunaan
penyangkalan
4.Meningkatkan
kerjasama dalam
program pengobatan dan
mencegah penghentian
obat sesuai perbaikan
kondisi pasien.
5. Memberikan
kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan
konsepsi/peningkatan
ansietas. Ketidak
adekuatan
keuangan/penyangkalan
lama dapat
mempengaruhi koping
dengan/manajemen
tugas untuk
meningkatkan/memperta
hankan kesehatan.
![Page 25: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/25.jpg)
V. EVALUASI
Dx 1 :
- Bersihan jalan napas klien kembali efektif
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- Tidak ada bunyi napas tambahan
Dx 2 :
- Irama napas regular
- Frekuensi napas 16-20x/menit
- Tidak ada otot bantu pernapasan
Dx 3 :
- Tidak mengeluhkan mual dan muntah
- Menunjukan berat badan ideal
- IMT dalam batas normal
Dx 4 :
- Melaporkan/ menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dipsnea, kelemahan berlebihan, dan takikardi.
Dx 5 :
- Pasien tampak rileks
- Melaporkan kecemasan menurun sampai tigkat dapat ditangani
Dx 6 :
- Klien paham tetang penyakitnya
![Page 26: Asma](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062519/55cf99af550346d0339ea0f1/html5/thumbnails/26.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Linda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges,Marilyn.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner and Suddarth. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika