asma

24
TUGAS KASUS 1 ASMA Disusun oleh : Nandan Gilang Cempaka 122210101001 Putu Argianti Meyta S 122210101003 Trias Alfiliatiningsih 122210101005 Putri Nur Rahmawati 122210101007 Khurmatul Walidah T.A 122210101009 Wahyu Wahidatur Rochmah 122210101011 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

Upload: wahyuwahidatur

Post on 16-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pnyakit asma

TRANSCRIPT

TUGAS KASUS 1ASMA

Disusun oleh :Nandan Gilang Cempaka122210101001Putu Argianti Meyta S122210101003Trias Alfiliatiningsih122210101005Putri Nur Rahmawati 122210101007Khurmatul Walidah T.A122210101009Wahyu Wahidatur Rochmah122210101011

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS JEMBER2015

DEFINISI ASMAPenyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas sehingga penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh adanya :1. penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara spontan maupun dengan pengobatan,2. peradangan pada jalan nafas, dan3. peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper- responsivitas) (NAEPP, 1997).Pada saat seseorang Penderita asma terkena faktor pemicunya, maka dinding saluran mafasnya akan menyempit dan membengkak menyebabkan sesak napas. Kadang dinding saluran napas dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga dapat menyebabkan sesak napas yang lebih parah. Jika tidak dapat ditangani dengan baik maka asma dapat menyebabkan kematian.

GEJALA-GEJALA PENYAKIT ASMASecara umum gejala penyakit asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini dikarenakan pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi hari.Penderita asma akan mengeluhkan sesak napas karena udara pada waktu bernapas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran napas yang sempit hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernapas. Pada penderita asma, penyempitan saluran napas yang terjadi dapat berupa pegerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan diluar serangan. Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas, hebat bahkan sampai tercekik) tetapi diluar serangan penderita sehat-sehat saja. Inilah salah satu yang membedakannya dengan penyakit lain.

ETIOLOGIAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.1. Faktor predisposisiGenetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor presipitasi a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)1. Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)1. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan) b. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. c. StressStress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. d. Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

PATOFISIOLOGIPatofisiologi asma melibatkan hipersensitivitas pada jalan nafas setelah terpapar satu atau lebih rangsangan iritan. Stimulan yang memicu reaksi asmatik antara lain yaitu infeksi virus, debu, serbuk sari, bulu binatang, terpapar dingin dan refluks salurang cerna. Mediator inflamasi utama pada rekasi asmatik yaitu eusinofil yang berkontrkasi melepaskan zat kimia yang menstimulasi degranulasi sel mast dan menarik sel darah putih lainnya basofil dan netrofil, menstimulasi produksi mukus, meningkatkan pembengkakan edema jaringan.Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A),eosinophilic chomotetik factor of anaphylacsis(ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edemamukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas, peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.

KLASIFIKASI ASMABerdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :1. Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada alegren spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.3. Asma gabunganBentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.Derajat asmaGejalaFungsi Paru

IntermitenSiang hari < 2 kali per mingguMalam hari < 2 kali per bulanSerangan singkatTidak ada gejala antar seranganIntensitas serangan bervariasiVariabilitas APE < 20%VEP1 > 80% nilai prediksiAPE > 80% nilai terbaik

Persisten RinganSiang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hariMalam hari > 2 kali per bulanSerangan dapat mempengaruhi aktifitasVariabilitas APE 20 - 30%VEP1 > 80% nilai prediksiAPE > 80% nilai terbaik

Persisten SedangSiang hari ada gejalaMalam hari > 1 kali per mingguSerangan mempengaruhi aktifitasSerangan > 2 kali per mingguSerangan berlangsung berhari-hariSehari-hari menggunakan inhalasi 2-agonis short actingVariabilitas APE > 30%VEP1 60-80% nilai prediksiAPE 60-80% nilai terbaik

Persisten BeratSiang hari terus menerus ada gejalaSetiap malam hari sering timbul gejalaAktifitas fisik terbatasSering timbul seranganVariabilitas APE > 30%VEP1 < 60% nilai prediksiAPE < 60% nilai terbaik

Ditinjau Dari Gejala Klinisa. Serangan asma ringan : dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang sesak, SaO2 95% udara ruangan, PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV1 lebih dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari.b. Serangan asma sedang : dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas walaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan suprasternal, SaO2 92-95% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV1 antara 1-2 liter, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal atau kehidupan sehari-hari.c. Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas sehari-hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila SaO2 91%, PEFR 80 liter per menit, FEV1 0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal dan suprasternal, pulsus paradoksus 20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengi ekspirasi yang jelas.

SOAL KASUS ASMAHari ke-1, nyonya SN 24 tahun dibawa ke RS dengan ambulan dari tempat dia bekerja. Nyonya SN mengalami nafas terengah enggah, mengantuk, kesulitan mengucapkan lebih dari satu kalimat pada satu waktu.Nyonya SN mengeluhkan gejala mirip flu, batuk yg semakin memburuk selama beberapa hari terakhir. Pada pagi hari mulai mengeluarkan kesulitan dalam bernafas. Nyonya SN telah menggunakan inhaler selama beberapa waktu, namun dia menjadi panik dan mengalami kolaps. Paramedis mendiagnosa serangan asma dan diberikan salbutamol nebulizer 2,5 mg. Mengalami kemajuan dalam bernafas dan diberikan oksigen 35%.Nyonya SN mengkonfirmasi riwayat asma RR 28/menit, HR 140/menit. Setelah 15 menit pemberian oksigen, saturasi oksigen menjadi 85% dengan komposisi gas arteri: PaO2 6,7 kPa (10,0-13,3), PaCO2 3,7 kPa (4,676,0), pH 7,47 (7,35-7,45), NCO3 22 mmol/L (22-26). Observasi neurologi menyatakan normal, suhu badan 36,6 0C, jumlah leukosit 6,5 109 / L (4-10 109 / L).Nyonya SN segera diberikan oksigen 60% dengan masker dan intravena NaCl 0,9%. Pasien dipindahkan ke bangsal dan diresepkan:1. Hidrokortison iv 200 mg segera, kemudian 100 mg setiap 6 jam2. Salbutamol nebulizer 5 mg 6 kali sehari dengan 6 L oksigen/menit3. Ipatropium bromida nebulizer 400 g 4 kali sehari, 6 L oksigen/menit4. Co-amoxiclav iv 1200 mg 3 kali sehari5. Aminofilin iv 250 mg segera diikuti oleh 1 g pada 1 L NaCl 0,9%Pertanyaan:1. Apakah gejala yang penting yang berhubungan dengan eksaserbasi asma yang ditunjukkan oleh nyonya SN?2. Jelaskan mengenai tujuan terapi dan mekanisme obat yang diberikan pada nyonya SN?3. Buatlah Pharmaceutical care plan untuk nyonya SN?4. Apakah pemberian terapi sudah sesuai dengan managemen terapi yang seharusnya? Jika belum, apa yang saudara sarankan?5. Apakah yang harus anda monitor selama serangan akut asma pada Nyonya SN?

Pada pukul 8 malam, Nyonya SN merasa lebih baik dan dapat bercerita bahwa merasakan susah bernafas pada pagi hari, menggunakan salmeterol inhaler dan salbutamol inhaler namun tidak memberikan efek, Nyonya SN telah menggunakan salbutamol inhaler minimal 10 kali dalam sehari pada seminggu terakhir. Nilai PEF saat ini 140 L/menit. Nyonya SN tidak pernah memonitor nilai PEF di rumah. Saturasi oksigen saat ini adalah 92% dan komposisi gas dalam arteri PaO2 10,7 kPa, PaCO2 4,7 kPa, pH 7,44, NCO3 23 mmol/L.6. Apakah penggunaan salmeterol inhaler sudah tepat?7. Apakah yang disebut PEF dan apa gunanya dalam managemen pasien asma?

JAWABAN:

1. Gejala yang berhubungan dengan eksaserbasi asma yang ditunjukkan oleh nyonya SN yaitu: Mengalami nafas terengah engah Kesulitan mengucapkan lebih dari satu kalimat pada satu waktu Batuk yang semakin memburuk selama beberapa hari terakhir Pada pagi hari kesulitan dalam bernafas2. Tujuan terapi dan mekanisme obat yang diberikan pada nyonya SN yaitu: a. Hidrokortison iv 200 mg segera, kemudian 100 mg setiap 6 jam Hidrokortison termasuk dalam kortikosteroid untuk mengurangi hiperaktifitas bronchi, melawan reaksi peradangan karena infeksi pada asma. Bekerja meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal. Pada penggunaan iv berarti kasus asma pada nyonya SN adalah gawat dan kasus asthmaticus (kejang bronchi).Mekanisme obat: Daya anti radang yaitu dengan cara memblokade enzim fosfolipase-A2, sehingga pembentukan mediator peradangan prostalglandin dan leukotrien dari asam arachidonat tidak terjadi. Secara singkat kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan alergen yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mast cells juga meningkatkan kepekaan reseptor 2 hingga efek -mimetika diperkuat.

b. Salbutamol nebulizer 5 mg 6 kali sehari dengan 6 L oksigen/menitSalbutamol merupakan agen beta adrenergik yang digunakan sebagai bronkodilator yang efektif untuk meringankan gejala asma akut dan bronkokonstriksi. Salbutamol juga merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga. Mekanisme kerjanya melalui stimulasi reseptor B2 di bronki yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat perubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi menjadi cAMP dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Salbutamol digunakan untuk meringankan bronkospasm yang berhubungan dengan asmaMekanisme aksi: Salbutamol merupakan sympathomimetic amine termasuk golongan beta-adrenergic agonist yang memiliki efek secara khusus terhadap reseptor beta(2)-adrenergic yang terdapat didalam adenyl cyclase. Adenyl cyclase merupakan katalis dalam proses perubahan adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic-3', 5' -adenosine monophosphate (cyclic AMP). Mekanisme ini meningkatkan jumlah cyclic AMP yang berdampak pada relaksasi otot polos bronkial serta menghambat pelepasan mediator penyebab reaksi hipersensitivitas dari mast cells.

c. Ipatropium bromida nebulizer 400 g 4 kali sehari, 6 L oksigen/menitIpatropium bromida termasuk obat antikolinergik (bronkodilator nefektif terapi namun tidak sekuat 2 agonis) . Durasi kerjanya 4-8 jam. Secara umum meningkatkan fungsi paru-paru sebanyak 10-15 %. Tujuan terapi untuk mengobati keadaan asma dengan melonggarkan bronkioli. Tidak seperti antikolinergik yang lain, efek samping sistemik dari ipatropium lebih sedikit. Juga berfungsi mengurangi hipersekresi di bronchi (dahak).Mekanisme obat: mengeblok reseptor muskarinik dari saraf - saraf kolinergis di otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dan menimbulkan efek bronchodilatasi. Menurunkan bronkokonstriksi akibat simulasi histamin pada reseptor sensoris disaluran napas. Mekanisme aksi: Ipratropium bromida adalah antagonis kolinergik asetilkolin pada reseptor kolinergik, yang memblok asetilkolin di saraf parasimpatetik otot bronkus, menyebabkan stimulasi guanyl cyclase dan menekan peningkatan cGMP ;(mediator bronkokonstriksi), sehingga menimbulkan bronkodilatasi. Aktivitas antimuskarinik pada otot bronkus lebih besar dibandingkan pada kelenjar sekret.

d. Co-amoxiclav iv 1200 mg 3 kali sehariCo Amoxiclav merupakan antibakteri kombinasi oral yang terdiri antibiotika, semisintetik amoksisilin dan penghambat beta-laktamase, kalium klavulanat (garam kalium dari asam klavulanat). Amoksisilin adalah antibiotik semisintetik dengan spektrum aktivitas antibakteri luas yang mempunyai efek bakterisidal terhadap berbagai macam bakteri gram-positif dan gram negatif. Asam klavulanat adalah suatu beta-laktam, yang struktur kimianya mirip dengan golongan pinisilin, mempunyai kemampuan menghambat aktivitas berbagai enzim beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai mikroorganisme yang resisten terhadap golongan pinisilin dan sefalosporin.Formulasi amoksisilin dan asam klavulanat dalam Co Amoxixlav melindungi amoksisilin dan penghancuran oleh beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai dan secara efektif memperluas spektrum antibiotika dalam amoksisilina terhadap bakteri-bakteri yang biasanya resisten terhadap amoksisilina dan berbagai antibiotika berspektrum luas dan menghambat enzim beta-laktamase.FarmakodinamikCo-amoxiclav merupakan anti-bakteri kombinasi oral yang terdiridari antibiotika semisintetik amoksisilin dan penghambat beta laktamase,asam klavulanat. Amoksisilin mempunyai spektruk aktivitas anti bakteri luas, yang memiliki efekbakterisidal terhadap berbagai macam bakteri gram positif dan gram negatif. Asam klavulanat adalah suatu betalaktam, yangstruktur kimianya mirip dengan golonganpenisilin, mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas berbagaienzimbetalaktamase yang sering ditemukan pada berbagaimikroorganisme yang resisten terhadap golongan sefalosporin dan penisilin.Mekanisme Kerja: co-amoxiclav merupakan antibiotika berspektrum luas danpenghambat enzimbetalaktamase.

e. Aminofilin iv 250 mg segera diikuti oleh 1 g pada 1 L NaCl 0,9%Tujuan terapi: membantu terapi. Pada terapi pemeliharaan, efektif mengurangi frekuensi dan hebatnya serangan. Termasuk dalam kelompok antiasma.Mekanisme obat: Bekerja pada otot polos jalan nafas dan pembuluh darah paru sehingga terjadi dilatasi serta merangsang kontraksi diafragma. Blokade reseptor adenosine, bekerja profilaksis dan mencegah meningkatnya hiperreaktivitas.Mekanisme aksi: aminofilin, sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas (suppression of airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase. Sedangkan efek selain bronkodilatasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang lain. Teofilin juga dapat meningkatkan kontraksi otot diafragma dengan cara peningkatan uptake Ca melalui Adenosin-mediated Chanels.

3. Pharmaceutical care planPengembangan PCP (Pharmaceutical Care Plan) dapat diringkas sebagai proses lima langkah yang melibatkan format SOAP (data subyektif , data yang obyektif , Pengkajian , dan Rencana perawatan ) . Proses Pharmaceutical Care Plan untuk pasien asma yaitu sbb :1.Mengumpulkan Informasi; Apoteker harus mengumpulkan sejarah obat yang akurat, termasuk resep dan obat nonprescription dan alasan obat yang diresepkan atau diambil. Apoteker mungkin harus mendapatkan beberapa informasi dari dokter, seperti hasil uji laboratorium dan rawat inap. Jika demikian, apoteker harus mendapatkan izin tertulis dari pasien sebelum meminta informasi ini . Setelah informasi ini disusun, persiapan PCP dapat dimulai.2.Mengidentifikasi Masalah; Dari profil obat pasien, hanya satu masalah yang jelas : diagnosis asma . Jika dapat digunakan, masalah lain juga harus terdaftar. Temuan subyektif adalah penggambaran pasien ( misalnya, "Saya merasa lelah sepanjang waktu, "Saya merasa kembung, " atau "Saya bangun batuk " ). temuan obyektif yaitu yang dapat diamati atau diukur oleh apoteker (misalnya, pasien tampak lelah, tekanan darah 180/105, bintik edema di pergelangan kaki). Pada pasien asma, apoteker akan menggunakan flow meter untuk mengukur ekspirasi puncak pasien dan mencatat hasilnya.3.Menilai Masalah; Apoteker menganalisis dan mengintegrasikan informasi yang dikumpulkan dalam langkah 1 dan 2 dan menarik kesimpulan dalam persiapan untuk mengembangkan PCP - pasien tertentu . dalam kasus asma, apoteker mungkin terlebih dahulu menyelidiki etiologi faktor-faktor yang memperburuk asma. Apoteker tidak harus terlibat dalam pengujian kulit, apoteker juga tidak harus melakukansecararinci dan sejarah panjang dari semua faktor-faktor yang menyebabkan asma. Namun, apoteker harus berusaha untuk menentukan apakah obat-obatan ( misalnya aspirin, nonsteroidal agen anti - inflamasi, atau beta - blocker ) menyebabkan atau memperburuk asma pada pasien. Dengan demikian , pentingnya obat yang akurat dan lengkap. Selanjutnya, apoteker menilai keparahan asma . Hal ini dapat dicapai ( seperti yang ditunjukkan dalam rencana ) dengan menentukan PEFR , memeriksa pasien gejala dan arus puncak catatan harian , atau menentukan apakah pasien telah dirawat di rumah sakit dan ditempatkan pada steroid atau ventilator mekanik .4.Mengembangkan Rencana; apoteker menetapkan tujuan pengobatan yang terkait dengan masing-masing masalah pasien dan menentukan tindakan ditujukan untuk memenuhi setiap tujuan. Setiap tujuan (misalnya, perbaikan yang diinginkan) harus dinyatakan dalam hal hasil terukur yang menunjukkan sejauh mana masalah tertentu memiliki diselesaikan . Seringkali, pasien memiliki beberapa masalah, dan rencana harus cukup komprehensif untuk memiliki efek positif pada kesehatan secara keseluruhan pasien.5.Mengevaluasi Pencapaian HasilHasil yang akan digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan dari rencana perawatan PCP harus bermakna, terukur, dan mudah dikelola. Hasil yang spesifik, menjadi indikator yang terukur untuk tujuan pengobatan. Dengan demikian, hasil harus diidentifikasi dalam proses perencanaan.Pertanyaan yang digunakan untuk PCP Bisakah anda menjelaskan pengobatan yang sedang anda lakukan atau yang telah anda lakukan? Apa obat yang anda gunakan dan bagaimana anda menggunakannya? Apakah anda pernah lupa atau memilih untuk tidak menggunakan obat? Jika pernah, seberapa sering dalam seminggu/sebulan? Apakah anda mengetahui apa yang anda lakukan jika kehilangan dosis obat? Apa saja efek samping yang pernah anda alami selama pengobatan? Apakah anda merasa pengobatan tersebut dapat mengontrol gejala-gejala yang anda alami atau tidak ada perubahan sejak anda memulai pengobatan? Apakah anda mengetahui apa yang memicu hal tersebut? Apakah anda pernah melakukan cek darah? Bisakah anda menjelaskan kapan cek darah dilakukan dan bagaimana hasilnya? Akankah anda menyukai semua tentang pengobatan yang diberikan? Apakah anda merokok? Jika iya berapa banyak rokok dan berapa lama anda merokok?Khusus penderita asma Tolong tunjukkan cara anda menggunakan inhaler? Apakah anda terbangun pada saat batuk atau mengi pada malam hari? Seberapa sering anda menggunakan inhaler tiap minggu? Apakah asma membuat anda berhenti melakukan segala hal yang anda inginkan? Jika anda mengetahui PEF, apa anda menggunakan PEFR?

Edukasi yang diberikan : menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan asma, melakukan kontrol PEF secara rutin, melakukan senam asma, pola hidup sehat, monitoring gejala yang terjadi.

4. Penggunaan dari Hidrokortison, Salbutamol, ipatropium bromida nebulizer dan aminofilin iv sudah tepat akan tetapi dalam penggunaan co-amoxiclav tidak tepat hal ini dikarenakan co-amoxiclav sebagai antibiotik dimana dilihat dari hasil observasi neurologi menyatakan normal dan tidak adanya infeksi bakteri dan suhu badan normal sehingga penggunaan dari co-amoxiclav iv tidak perlu.

5. Monitoring serangan akut asma pada nyonya SN adalah pemberian oksigen untuk menjaga saturasi oksigen. Saturasi oksigen oksigen ini perlu dimonitor sampai diperoleh respon terhadap bronkodilator.

6. Penggunaan Salmeterol inhalerSalmeterol merupakan jenis obat bronkodilator (beta long-acting2 agonis) yang biasa digunakan untuk asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan masalah lain yang berhubungan dengan saluran udara. Salmeterol disebut bronchodilator, karena melebarkan (melebar) saluran udara. Hal ini dimaksudkan untuk digunakan secara teratur untuk meringankan masalah pada orang yang memiliki masalah dengan saluran udara yang berhubungan denganasmaataupenyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Hal ini tidak cocok untuk digunakan ketika Anda memiliki serangan asma akut karena akan memakan waktu terlalu lama untuk bekerja. Obat ini bekerja dengan membuka saluran udara di paru-paru sehingga udara dapat mengalir ke paru-paru lebih leluasa. Hal ini membantu untuk meringankan gejala seperti batuk, mengi dan sesak napas.Efek samping salmeterol inhaler: tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, takikardi (jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat injeksi intramuscular.Salmeterol inhaler tidak boleh digunakan jika: Alergi untuk setiap bahan dalam salmeterol inhaler Mengalami serangan asma (misalnya, tiba-tiba, onset parah atau memburuknya gejala asma seperti mengi, batuk, sesak dada, sesak napas) Menggunakan jenis lain bronkodilator long-acting inhalasi (misalnya, formoterol, salmeterol) Menggunakan antijamur azol tertentu (misalnya, itraconazole, ketoconazole), klaritromisin, cobicistat, inhibitor protease (misalnya, atazanavir, boceprevir, indinavir, ritonavir), nefazodone, atau telitromisin Memiliki asma yang sudah dapat dikontrol dengan baik dengan penggunaan obat asma jangka panjang lainnya (misalnya, kortikosteroid inhaler).Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan salmeterol inhaler, dimana ada beberapa kondisi yang dapat berinteraksi dengan salmeterol inhaler, jika: Sedang hamil, berencana untuk menjadi hamil, atau menyusui Sedang mengonsumsi obat resep atau nonprescription, persiapan herbal, atau suplemen makanan Memiliki alergi terhadap obat-obatan, makanan, atau zat lain Memiliki riwayat diabetes, masalah mata (misalnya, katarak, glaukoma, peningkatan tekanan dalam mata), masalah jantung (misalnya, cepat atau tidak teratur detak jantung, masalah pembuluh darah jantung), tekanan darah tinggi, masalah hati, kalium darah rendah tingkat, kadar asam darah tinggi (misalnya, ketoasidosis), masalah sistem saraf, kejang, masalah tiroid, atau tumor kelenjar adrenal Baru saja ke ruang gawat darurat untuk asma, memiliki riwayat sering dirawat di rumah sakit untuk asma, atau pernah mengalami serangan asma yang mengancam jiwa Memiliki penyakit karena jamur, bakteri, atau infeksi parasit; infeksi virus (misalnya, cacar air, campak, herpes zoster); Infeksi virus herpes mata; tuberkulosis (TB); sejarah tes kulit TB positif; masalah sistem kekebalan tubuh atau mengambil obat untuk menekan sistem kekebalan tubuh (misalnya, tacrolimus); Memiliki tulang yang rapuh (osteoporosis) atau memiliki faktor risiko osteoporosis (misalnya, riwayat keluarga osteoporosis, penggunaan tembakau, penggunaan alkohol jangka panjang, penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau obat kejang tertentu, latihan fisik yang terbatas, gizi buruk) Memiliki reaksi yang tidak biasa untuk obat simpatomimetik (misalnya, albuterol, pseudoefedrin), seperti cepat atau tidak teratur detak jantung, overexcitement, atau berat kesulitan tidur Menggunakan kortikosteroid oral (misalnya prednisone) atau kortikosteroid inhalasi (misalnya, flutikason) Menkonsumsi sediaan yang merupakan inhibitor monoamine oxidase (MAOI) (misalnya, phenelzine) atau antidepresan trisiklik (misalnya, amitriptyline), atau jika Anda telah mengambil salah satu dari obat-obat ini dalam 14 hari terakhir.

Obat-obat yang dapat berinteraksi dengan salmeterol inhaler: Diuretik (misalnya, furosemide, hydrochlorothiazide) atau lainnya long-acting bronkodilator inhalasi (misalnya, formoterol inhalasi bubuk, salmeterol inhalasi bubuk) karena risiko kalium darah rendah atau denyut jantung tidak teratur dapat ditingkatkan Antijamur azole (misalnya, flukonazol), katekol-O-methyltransferase (COMT) inhibitor (misalnya, entacapone), cobicistat, delavirdine, linezolid, antibiotik makrolida (misalnya, klaritromisin), MAOIs (misalnya, phenelzine), nefazodone, protease inhibitor (misalnya , atazanavir, boceprevir, indinavir, ritonavir), short-acting bronkodilator beta-agonist (misalnya, albuterol), telitromisin, atau antidepresan trisiklik (misalnya, amitriptyline) karena mereka dapat meningkatkan risiko efek samping salmeterol inhaler Beta-blocker (misalnya, propranolol) karena mereka dapat menurunkan efektivitas salmeterol inhaler

Penggunaan salmesterol inhaler kurang tepat jika digunakan ketika penyakit asma dari Ny. SN telah kambuh, karena salmeterol inhaler tidak akan menghentikan serangan asma setelah dimulai. Salmeterol inhaler hanya boleh digunakan untuk mengobati pasien asma yang tidak terkontrol dengan menggunakan obat asma jangka panjang lainnya. Selain itu pasien Ny. SN juga mengkonsumsi obat hidrokortison yang merupakan kortikosteroid, co-amoxiclav yang merupakan antibiotic, salbutamol yang merupakan beta blocker, aminofilin yang merupakan obat golongan bronkodilator. Obat-obat tersebut termasuk dalam obat-obat yang dapat berinteraksi dengan salmeterol inhaler. Sehingga penggunaan salmeterol inhaler oleh Ny. SN kurang tepat. Salmetarol adalah simpatomimetik langsung bertindak yang merenggangkan otot polos bronkus dengan aksi selektif pada reseptor B2 dengan sedikit efek pada denyut jantung. Durasi salmetarol adalah 12 jam dengan onset inhalasi peroral antara 10-20 min. Salmetarol bertindak secara lokal di paru-paru. Kadar plasma tidak memprediksi efek teraupetik. Konsentrasi plasma dapat diabaikan setelah terhirup. Tergantung pada dosis, T max adalah 20 menit dan rata-rata C max adalah 167 pg/mL. Sekitar 96% terikat pada protein plasma (Protein mengikat adalah 96% ; bagian ksinafoat lebih besar dari 99%)7. PEF (Peak Expiratory Flow) dan kegunaannya dalam managenmen pasien asma

PEF (Peak Expiratory Flow) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) adalah aliran maksimum yang dicapai selama ekspirasi dengan kekuatan maksimal mulai dari tingkat inflasi paru maksimal, dinyatakan dalam liter per detik (L/detik) atau liter per menit (L/menit). Nilai APE didapatkan dengan pemeriksaan spirometri atau menggunakan alat yang lebih sederhana yaitu peak expiratory flow meter.Nilai yang diperoleh mungkin berbeda tergantung pada jenis instrumen yang digunakan untuk mengukurnya. (Quanjer et.al,1997). Nilai prediksi APE didapat berdasarkan usia, tinggi badan, jenis kelamin dan ras, serta batasan normal variabiliti diurnal berdasarkan literatur. Tetapi pada umumnya penderita asma mempunyai nilai APE di atas atau di bawah rata-rata nilai-nilai prediksi tersebut. Sehingga direkomendasikan, dalam menentukan APE terhadap pengobatan adalah berdasarkan nilai terbaik masing-masing penderita, demikian pula variabiliti harian penderita, daripada berdasarkan nilai normal/prediksi. Setiap penderita mempunyai nilai terbaik yang berbeda walaupun sama berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Untuk mendapatkan nilai APE terbaik dan variabiliti harian yang minimum adalah saat penderita dalam pengobatan efektif dan kondisi asma terkontrol, dilakukan pengukuran APE pagi dan malam setiap hari selama 2 minggu. Pada masing-masing pengukuran dilakukan manuver 3 kali dan diambil nilai tertinggi, jika dalam pengobatan bronkodilator maka pengukuran APE dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator. Nilai APE terbaik adalah nilai APE tertinggi yang dapat dicapai selama periode penilaian (2 minggu) tersebut, saat dalam pengobatan efektif dan asma terkontrol. Bila nilai APE terbaik yang didapat 20% (setelah bronkodilator); maka pengobatan agresif diberikan untuk mendapatkan nilai terbaik dan monitor harian dilanjutkan. Pengobatan agresif adalah steroid oral 30 mg /hari selama 5-10 hari selain pengobatan rutin lainnya sesuai berat asma. Dalam pengobatan agresif tersebut, monitor APE dilanjutkan dan diambil nilai APE tertinggi sebagai nilai APE terbaik (personal best).Penggunaan APE untuk pengelolaan asma berguna dalam membantu pengelolaan asma dengan peran aktif penderita (asma mandiri) dapat digunakan sistem zona (pelangi asma). Sistem ini berkorelasi dengan pengukuran APE dan variabiliti harian dengan pengobatan yang sesuai untuk mendapatkan asma terkontrol. Setiap zona (daerah warna) ditetapkan sebagai fungsi dari nilai terbaik atau nilai prediksi, berdasarkan nilai APE tertinggi atau variabilitinya. Penekanan bukan semata-mata kepada membacanya, tetapi lebih kepada variabilitinya dari nilai terbaik atau dari waktu satu ke waktu lainnya. Selain itu dengan mengetahui nilai APE juga berguna untuk mengetahui apa yang membuat asma memburuk, memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik, memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat, Memutuskan kapan penderita meminta bantuan medis/ dokter/ IGD.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I Ketut dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT.ISFI.

Boushey H.A. 2001. Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk. Jakarta : Salemba Medika. Corwin J. Elizabeth. 1997. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. Depkes RI. 2007.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Genaro, A.R. 2000.Remington (ed) The Science and Practice of Pharmacy20th edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins Co Walter Kluwers Company.Mulia, yuiyanti J. 2002. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronchial. Jakarta : Penerbit EGC, trisakti. Shanmugam S.et al. 2012. Pharmaceutical care for asthma patients: A Developing Country's Experience.Journal of Research in Pharmacy Practice/ Oct-Dec 2012 / Vol 1 / Issue 2. University of Medical Sciences, Isfahan. IranTjay, Tan, dan Rahardja, Kirana. 2002. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan I. Jakarta: Elex Media Komputindo.