asma

12
DEFINISI Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “sukar bernapas.” Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru. Hal lain juga disebutkan bahwa Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam – macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus. Asma adalah penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru dengan kata lain Asma adalah suatu keadaan di mana terjadi penyempitan pada aliran nafas akibat dari rangsangan tertentu(pemicu)sehingga menyebabkan peradangan dan menyebabkan sulitnya bernafas dan berbunyi "ngik" setiap bernafas. Hal ini biasanya mengurangi kualitas hidup seorang penderita karena bisa menyebabkan gampang lelah dan gampang sakit. ETIOLOGI Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi Genetik

Upload: dyana-pastria-utami

Post on 22-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

Page 1: Asma

DEFINISI

Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “sukar bernapas.” Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru.

Hal lain juga disebutkan bahwa Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam – macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus. Asma adalah penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru dengan kata lain Asma adalah suatu keadaan di mana terjadi penyempitan pada aliran nafas akibat dari rangsangan tertentu(pemicu)sehingga menyebabkan peradangan dan menyebabkan sulitnya bernafas dan berbunyi "ngik" setiap bernafas. Hal ini biasanya mengurangi kualitas hidup seorang penderita karena bisa menyebabkan gampang lelah dan gampang sakit.

ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma bronkhial.

a. Faktor predisposisi

• Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

• Alergen

Page 2: Asma

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

• Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,

seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan

dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

• Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala

asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum

bisa diobati.

• Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

Page 3: Asma

• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :

1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.

2) Pembengkakan membran bronkus.

3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana

terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat

terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar

terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Universitas Sumatera UtaraMenurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai

propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari

Page 4: Asma

sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik

dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai

penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu

pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per

1.000 penduduk (PDPI, 2006).

Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia

adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan

prevalensi asma bronkial sebesar 5–15%.

KLASIFIKASI ASMA

Ditentukan oleh

Frekuensi serangan

Serangan asma malam

Gangguan aktiviti

Nilai faal paru (VEP1

atau APE)

Variabiliti harian

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan

aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya

suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor

Page 5: Asma

pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan

asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang

tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan

oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi

lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang

menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma

gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik.

Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,

Page 6: Asma

zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor

kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini

akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi

mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus

sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa 3

©2003 Digitized by USU digital library

menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka

sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan

obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat

melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.

Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala

klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,

duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja

dengan keras.

Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),

batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala

tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.

Page 7: Asma

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin

banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,

tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada

malam hari.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1) Tingkat I :

a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2) Tingkat II :

a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III :

a) Tanpa keluhan.

b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4) Tingkat IV :

a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5) Tingkat V :

a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :

Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Asma merupakan suatu bentuk penyakit yang termasuk dalam reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang melibatkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan basophil melepas mediator vasoaktif.

Page 8: Asma

Reaksi hipersensitivitas pada asma terjadi dalam beberapa jalur.

Fase sensitasi

Sensitasi terhadap allergen mungkin terjadi pada usia awal. Fase sensitasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IGE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fc –R) pada permukaan sel mast atau basophil.

Antigen presenting cell (APCs) di bronkial menangkap alerggen dan mengenalkannya pada CD4 sel T yang kemudian akan berdeferensiasi masuk ke sel T dari TH2 fenotip. Sel akan mensekresi IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, dan IL-13 yang mencetus pengaktifan pada sekresi immunoglobulin limfosit B. IL-13 juga akan menginduksi aktifasi eosinophil dan basophilic granulocytes sebagaimana pelepasan kemokin dan enzim proteolitik sepertimetalloproteinase. IgE kemudian akan bersirkulasi dan berikatan dengan reseptor spesifik afinitas tinggi (FcεRI) disel mast dan basophil dan berikatan dengan reseptor spesifik afinitas rendah (FcεRI, CD23) pada eosinophil dan makrofag.

Ketika terjadi reekspos, allergen dapat dengan cepat berikatan ke permukaan sel. Histamine, protease, leukotriene, prostaglandin, platelet –activating factor (PAF) akan dilepaskan.

Respon bronkokonstriktif asmatikus terjadi dalam 2 fase.

Pada fase pertama, fungsi paru dengan cepat menurun dalam waktu 10-20 menit pertama dan secara perlahan kembali 2 jam berikutnya. Respon awal ini melibatkan Histamin, PGD2, cysteinyl-leukotrienes (LTC4, LTD4,LTE4) dan PAF. Cysteinyl-leukotrienes akan menginduksi pelepasan protease : tryptase cleaves D3a dan bradikinin dan molekul prokursor protein yang menimbulkan kontraksi sel otot bronkial dan peningkatan permeabelitas vascular. Chymase disisi lain akan mencetus sekresi mucus.

Adanya induksi bronkokonstriksi dengan edema mukosa dan sekresi mucus akan menimbulkan batuk, wheezing,dan breathlessness.

Fase kedua dimulai 4-6 jam berikutnya. LTB4 dan PAF akan menarik eosinophil. LTB4dan PAF dalam hal ini akan menarik major basic protein (MBP) dan eosinophil cationic protein (ECP) yang memiliki efek toksik terhadap sel epitel. Destruksi sel epitel terjadi pada late stage. Pada akhirnya akan menimbulkan akumulasi mucus di lumen bronkial akibat dari peningkatan jumlah sel goblet dan hipertropi dari kelenjar mucous submukosal.