asma

41
1 BAB I PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara asia pasifik seperti Indonesia. Hampir separuh dari seluruh dunia pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh karena manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). (1) Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai

Upload: dewi-utami

Post on 22-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

definisi dan tatalaksana asma

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

dengan mengi episodik, batuk dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.

Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju.

Peningkatan terjadi juga di negara-negara asia pasifik seperti Indonesia. Hampir

separuh dari seluruh dunia pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan

kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh

karena manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang

direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).(1)

Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima

belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk

penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas

hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya

kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan

sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari

data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di

Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma

menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama

dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan

emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun

1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis

kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang

dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in

Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan

terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.(2)

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Difinisi

Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang

dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan

gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas

yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada

serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan

dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel

baik secara spontan maupun dengan pengobatan.(3)

2. Epidemiologi

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi

masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi

dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun

cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma

bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.

Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial

dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan

dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner

namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-

15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan

laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan

berkisar 3-8%.(4)

Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)

dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial

atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti

debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan

3

produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi

tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara

faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan

dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.(4)

3. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu

individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi

udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi

emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks

gastroesofageal dan kehamilan.(1)

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE

dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya

histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.

Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena

saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-

macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena

adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.

Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan

dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.(1,6)

4

Gambar 1 Bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial(6)

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh

inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler

merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi

aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.(1)

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka

(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut

dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat

berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana.(6)

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan

berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran

napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya

menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,

keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang

5

timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas

tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.(1,6)

Gambar 2 Patofisiologi Asma(7)

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma

akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan

dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow

Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran

udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran

6

udara yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan

atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai

dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan.

Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran

volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.(1)

Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot

pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper

inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena

peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.(1)

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,

sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat

selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.

Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa

diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu

fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas

paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan

pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan

otot-otot bantu napas.(8)

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,

sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas

besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan

dibanding mengi.(8)

4. Klasifikasi

Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8

1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal

dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi

7

lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia

atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan

ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-

sifat:

a. Serangan timbul setelah dewasa

b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma

c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan

d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik

e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan

reaksi asma

f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan

keadaan yang peka bagi penderita.

2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena

reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa

terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan

paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini

biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe

mempunyai sifat-sifat:

a. Timbul sejak kanak-kanak

b. Keluarga ada yang menderita asma

c. Adanya eksim saat bayi

d. Sering menderita rhinitis

e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari

bunga rumput.

3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)

8

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun

ekstrinsik.

Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi: (4)

1. Intermite

a. Gejala klinis < 1 kali/minggu

b. Gejala malam < 2 kali/bulan

c. Tanpa gejala di luar serangan

d. Serangan berlangsung singkat

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi

atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik

f. Variabilitas APE < 20%

2. Persisten ringan

a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari

b. Gejala malam > 2 kali/bulan

c. Tanpa gejala di luar serangan

d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi

atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik

f. Variabilitas APE 20%-30%

3. Persisten sedang

a. Gejala setiap hari

b. Gejala malam > 2 kali/minggu

c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur

d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai

prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik

e. Variabilitas APE > 30%

4. Persisten berat

9

a. Gejala terus menerus

b. Gejala malam sering

c. Sering kambuh

d. Aktivitas fisik terbatas

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi

atau arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik

f. Variabilitas APE > 30%

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma(17)

Ringan Sedang BeratAktivitas Dapat berjalan

Dapat berbaringJalan terbatasLebih suka duduk

Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan

Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin

tergangguBiasanya terganggu

Biasanya terganggu

Frekuensi napas

Meningkat meningkat Sering >30 kali/menit

Retraksi otot-otot

bantu napas

Umumnya tidak ada

Kadang kala ada Ada

Mengi Lemah sampai sedang

Keras Keras

Frekuensi nadi

<100 100-120 >120

Pulsus paradoksus

Tidak ada (<10mmHg)

Mungkin ada (10-25mmHg)

Sering ada (>25mmHg)

APE sesudah bronkodilator (% prediksi)

>80% 60-80% <60%

PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHgSaCO2 >95% 91-95% <90%

10

5. Gambaran Klinis

Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada

serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala

tak ada yang khas.(9)

Keluhan yang timbul : (6,9,10)

Nafas berbunyi

Sesak nafas

Batuk

Tanda-tanda fisik : (6,9,10)

Cemas/gelisah/panik/berkeringat

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada

waktu inspirasi

Frekuensi pernafasan meningkat

Sianosis

Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi

Paru :

Didapatkan ekspirium yang memanjang

Wheezing

6. Diagnosis

Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala

yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan

variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk

menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal

11

paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai

diagnostik.(11)

a. Anamnesis

Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma,

riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.(12)

b. Pemeriksan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran

nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut

nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi

(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.(12)

c. Pemeriksaan laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, krista

(Charcot Leyden).(12)

d.Pemeriksaan penunjang

1. Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.

Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat

dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau

kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian

bronkodilator.(13)

2. Uji provokasi bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita

dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.

Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara

objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi

bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise),

hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.(10, 11)

12

3. Foto toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang

memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,

pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran

radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. (13, 14)

7. Diagnosis Banding

Bronkitis kronis

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3

bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai

sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan

disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi

jarang menyertainya.

Gagal Jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam

hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad

malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping

gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: (10)

a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

13

b. Mencegah eksaserbasi akut

c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

d. Mengupayakan aktivitas normal

e. Menghindari efek samping obat

f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)

g. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan

pengobatan medikamentosa :

1. Pengobatan non medikamentosa (9,10)

Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :

- Penyuluhan

- Menghindari faktor pencetus

- Pengendalian emosi

- Pemakaian oksigen

2. Pengobatan medikamentosa (1,9,10)

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu

antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta

mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan

pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan

pelega.

1. Antiinflamasi (pengontrol)

a. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan

anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum

adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma,

memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah

14

eksaserbasi asma, dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri

dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.

b. Kromolin

Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui

merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel

mast.

c. Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

seperti antiinflamasi.

d. Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan

formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka

lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.

e. Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10

15

2. Bronkodilator (pelega)

a. Agonis beta 2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol

yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian

secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.

b. Metilxantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

dibanding agonis beta 2.

c. Antikolinergik

Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan

asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan

menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek

bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.

16

Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial(10)

17

18

9. Komplikasi 9,15

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

10. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu

kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih

banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat

pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan

di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%

akan mengalami serangan ulangan.(4)

Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka

kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan

terus menerus angka kematiannya 9%.(4)

19

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. TA

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

Alamat : Ds. Labui Kec. Baitussalam

Masuk RS : 17 Februari 2015

ANAMNESIS (Auto-anamnesis)

Keluhan Utama

Sesak napas sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”.

Sesak yang dialami pasien timbul saat pasien menarik napas dan membuang napas.

Sesak nafas tersebut hilang timbul dan tidak menghilang saat pasien beristirahat.

Sesak yang dirasakan pasien setiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari sehingga

pasien sering terbangun pada malam hari. Sesak terjadi > 1 kali dalam seminggu.

Selain itu pasien juga mengeluhkan cepat lelah belakangan ini yang mengganggu

aktivitas. Sesak napas timbul saat cuaca dingin dan makan makanan seperti udang,

ikan tongkol serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan

batuk berdahak,dahak berwarna putih, dan tidak berdarah. Pasien lebih nyaman

dengan posisi duduk.

Riwayat Penyakit Dahulu

20

- Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai aktivitas

yang berlebihan.

- Riwayat alergi makanan seperti udang dan ikan tongkol

- Riwayat asma sejak berusia ± 10 tahun.

- Hipertensi (+) sejak 7 bulan yang lalu, Diabetes melitus (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

- Ayah pasien, adik pertama dan ke tujuh menderita asma

Riwayat Pengobatan

- Pasien pernah beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis

asma. Pasien diberi obat hirup seperti seretide, metilprednisolon, dan obat

batuk ada perbaikan setelah minum obat tersebut. Jika pasien tidak

minum obat atau lupa dalam sehari, pasien mulai merasakan sesak.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

- Pasien tidak merokok

- Pola makan teratur 3 kali sehari dan menghindari makanan pencetus

seperti udang, dan ikan tongkol

Pemeriksaan Umum

- Kesadaran : Komposmentis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Tekanan Darah : 150/70 mmHg

- Nadi : 92 x/menit

- Napas : 25 x/menit

- Suhu : 36,5 C

Pemeriksaan Fisik

Kepala

21

- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,

diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.

- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH20

Toraks

- Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan =

kiri

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi :ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi

(-/-)

- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba luas 2 jari lateral LMCS –

RIC V

Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis

dekstra

Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS – RIC

V sinistra

Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Tidak ada pembesaran abdomen

Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)

22

Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 7 Februari 2015

- Laboratorium darah rutin

Hb : 15,2 gr %

Leukosit : 13.900/mm3

Trombosit : 280.000/mm3

Hematokrit : 44 gr %

- Diftel

Eosinofil : 3 %

Basofil : 0 %

Netrofil segmen : 71 %

Limfosit : 15 %

Monosit : 11 %

- Laboratorium kimia darah

Elektrolit

Na : 144 mmol/L

Kalium : 3,2 mmol/L

Cl : 140 mmol/L

Diabetes

Glukosa : 140 mg/dl

Ginjal-Hipertensi

Ureum : 22 mg/dL

Kreatinin : 0,93 mg/Dl

Tanggal 9 Februari 2015

Hemoglobin : 14,1 g/dL

Hematokrit : 39 %

Eritrosit : 4,8 x 106/mm3

23

Leukosit : 25.400 mm3

Trombosit : 273.000 mm3

MCV : 81 fL

MCH : 30 pg

Hitung jenis

Eosinofil : 0 %

Basofil : 0 %

Netrofil segmen : 88 %

Limfosit : 7 %

Monosit : 5 %

Faal hemostasis

Waktu perdarahan : 2 menit

Waktu pembekuan : 7 menit

Kimia Klinik

Hati dan empedu

Bilirubin total : 0,49 mg/dL

Bilirubin direct : 0,24 mg/dL

Bilirubin indirect : 0,25 mg/dL

SGOT : 24 U/L

SGPT : 38 U/L

Lemak darah

Kolesterol total : 189 mg/dL

Kolesterol HDL : 40 mg/dL

Kolesterol LDL : 105 mg/dL

Trigliserida : 116 mg/dL

Elektrolit

Na : 141 mmol/dL

24

Cl : 100 mmol/dL

K : 3,6 mmol/dL

Diabetes

Glukosa darah sewaktu : 141 mg/dL

RESUME

Ny. D, 45 tahun Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai

bunyi ”ngik”. Sesak yang dialami pasien timbul saat pasien menarik napas dan

membuang napas. Sesak nafas tersebut hilang timbul dan tidak menghilang saat

pasien beristirahat. Sesak yang dirasakan pasien setiap hari dan terasa lebih berat

pada dini hari sehingga pasien sering terbangun pada malam hari. Selain itu pasien

juga mengeluhkan cepat lelah belakangan ini yang mengganggu aktivitas. Sesak

napas timbul saat cuaca dingin dan makan makanan seperti udang, ikan tongkol serta

saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk

berdahak,dahak berwarna putih, dan tidak berdarah. Pasien lebih nyaman dengan

posisi duduk. Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai aktivitas

yang berlebihan. Riwayat alergi makanan seperti udang dan ikan tongkol. Riwayat

asma sejak berusia ± 10 tahun. Hipertensi (+) sejak 7 bulan yang lalu, Diabetes

melitus (-). Ayah pasien, adik pertama dan ke tujuh menderita asma. Pasien pernah

beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis asma. Pasien diberi obat

hirup seperti seretide, metilprednisolon, dan obat batuk ada perbaikan setelah minum

obat tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari, pasien mulai

merasakan sesak. Pasien tidak merokok. Pola makan teratur 3 kali sehari dan

menghindari makanan pencetus seperti udang, dan ikan tongkol.

DIAGNOSIS

Asma Bronkial Persisten Sedang

RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus

25

Farmakologi :

- O2 3 L/menit

- Nebulizer combivent

- Nebulizer fulmicort

- IVFD asering drip aminofilin 1 ampul 25 gtt/menit

- Injeksi Levofloxacin 750 mg/12 jam

- Injeksi metil Prednisolon 6,25 mg/ 12 jam

26

BAB IV

ANALISA KASUS

ANAMNESIS

Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”.

Sesak yang dialami pasien timbul saat pasien menarik napas dan membuang napas.

Sesak nafas tersebut hilang timbul dan tidak menghilang saat pasien beristirahat.

Sesak yang dirasakan pasien setiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari sehingga

pasien sering terbangun pada malam hari. Sesak terjadi > 1 kali dalam seminggu.

Selain itu pasien juga mengeluhkan cepat lelah belakangan ini yang mengganggu

aktivitas. Sesak napas timbul saat cuaca dingin dan makan makanan seperti udang,

ikan tongkol serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan

batuk berdahak,dahak berwarna putih, dan tidak berdarah. Pasien lebih nyaman

dengan posisi duduk.

Keluhan sesak napas pasa pasien ini disebabkan oleh karena faktor pencetus

antara lain cuaca dingin dan makanan udang dan ikan tongkol yang dapat

menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada

sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi alergi tipe cepat, alergen

akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast.

Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator, seperti histamin, protease

dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang

menyebabkan kontaksi dari otot polos brokus, sekresi mukus dan vasodilatasi(13). Hal

inilah yang menyebabkan terjadi sesak napas yang disertai dengan bunyi “ngik” dan

batuk berdahak pada pasien ini.

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan derajat sedang

karena adanya keluhan sesak napas yang dipicu oleh adanya perubahan cuaca dan

makanan. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula saat malam. Sesak

27

mengganggu aktivitas dan tidur pasien sehingga aktivitas pasien terbatas. Pasien

merasa paling nyaman dalam posisi duduk. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi

derajat asma persisten sedang berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan wheezing pada kedua lapangan paru.

Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,

dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan

ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma

mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas

bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala

bronkokontriksi.

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga

saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan

napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan

antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan

dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.

28

V

KESIMPULAN

Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;

penyempitan ini bersifat reversible. Pada pasien ini didiagnosa dengan asma bronkial

derajat sedang dan diberikan sesuai dengan tatalaksana asma derajat sedang.

Penderita asma sebaiknya menghindari faktor pencetus asma agar tidak terjadi

eksaserbasi.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Rengganis, I. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11;Nopember 2008.

2. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar SP, et al. Allergy And Asthma, The Scenario In Indonesia. In: Shaikh WA. Editor. Principles And Practice Of Tropical Allergy And Asthma. Mumbai: Vicas Medical Publisher; 2006.707-36

3. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981

4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180

5. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-95.

6. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 165-73.

7. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006.

8. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 17 Februari 2015].

9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.

10. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga. 54-57

11. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 1989. 1-11.

12. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45

30

13. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.

14. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.

15. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.

16. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.

17. Sukamto, Sundaru, H. 2006. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.