asma
DESCRIPTION
definisi dan tatalaksana asmaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai
dengan mengi episodik, batuk dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju.
Peningkatan terjadi juga di negara-negara asia pasifik seperti Indonesia. Hampir
separuh dari seluruh dunia pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan
kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh
karena manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang
direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).(1)
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima
belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan
sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari
data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan
emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun
1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis
kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang
dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan
terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.(2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Difinisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada
serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan.(3)
2. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi
dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma
bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial
dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan
dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner
namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-
15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan
berkisar 3-8%.(4)
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)
dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial
atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti
debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan
3
produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi
tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan
dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.(4)
3. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.(1)
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-
macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.(1,6)
4
Gambar 1 Bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial(6)
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler
merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi
aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.(1)
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana.(6)
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,
keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
5
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas
tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.(1,6)
Gambar 2 Patofisiologi Asma(7)
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma
akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan
dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow
Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran
udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran
6
udara yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan
atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai
dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan.
Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.(1)
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper
inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.(1)
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu
fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas
paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan
otot-otot bantu napas.(8)
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.(8)
4. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
7
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia
atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan
ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-
sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini
biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
8
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi: (4)
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
9
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma(17)
Ringan Sedang BeratAktivitas Dapat berjalan
Dapat berbaringJalan terbatasLebih suka duduk
Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin
tergangguBiasanya terganggu
Biasanya terganggu
Frekuensi napas
Meningkat meningkat Sering >30 kali/menit
Retraksi otot-otot
bantu napas
Umumnya tidak ada
Kadang kala ada Ada
Mengi Lemah sampai sedang
Keras Keras
Frekuensi nadi
<100 100-120 >120
Pulsus paradoksus
Tidak ada (<10mmHg)
Mungkin ada (10-25mmHg)
Sering ada (>25mmHg)
APE sesudah bronkodilator (% prediksi)
>80% 60-80% <60%
PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHgSaCO2 >95% 91-95% <90%
10
5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala
tak ada yang khas.(9)
Keluhan yang timbul : (6,9,10)
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik : (6,9,10)
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada
waktu inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
Didapatkan ekspirium yang memanjang
Wheezing
6. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
11
paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.(11)
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma,
riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.(12)
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut
nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi
(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.(12)
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, krista
(Charcot Leyden).(12)
d.Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.(13)
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara
objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi
bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.(10, 11)
12
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. (13, 14)
7. Diagnosis Banding
Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai
sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya.
Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam
hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad
malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping
gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: (10)
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
13
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa (9,10)
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa (1,9,10)
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan
pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan
pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan
anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum
adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma,
memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah
14
eksaserbasi asma, dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri
dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
b. Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel
mast.
c. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
d. Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
e. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10
15
2. Bronkodilator (pelega)
a. Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.
b. Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.
c. Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek
bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.
18
9. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.(4)
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan
terus menerus angka kematiannya 9%.(4)
19
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. TA
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Swasta
Status : Menikah
Alamat : Ds. Labui Kec. Baitussalam
Masuk RS : 17 Februari 2015
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”.
Sesak yang dialami pasien timbul saat pasien menarik napas dan membuang napas.
Sesak nafas tersebut hilang timbul dan tidak menghilang saat pasien beristirahat.
Sesak yang dirasakan pasien setiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari sehingga
pasien sering terbangun pada malam hari. Sesak terjadi > 1 kali dalam seminggu.
Selain itu pasien juga mengeluhkan cepat lelah belakangan ini yang mengganggu
aktivitas. Sesak napas timbul saat cuaca dingin dan makan makanan seperti udang,
ikan tongkol serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak,dahak berwarna putih, dan tidak berdarah. Pasien lebih nyaman
dengan posisi duduk.
Riwayat Penyakit Dahulu
20
- Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai aktivitas
yang berlebihan.
- Riwayat alergi makanan seperti udang dan ikan tongkol
- Riwayat asma sejak berusia ± 10 tahun.
- Hipertensi (+) sejak 7 bulan yang lalu, Diabetes melitus (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
- Ayah pasien, adik pertama dan ke tujuh menderita asma
Riwayat Pengobatan
- Pasien pernah beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis
asma. Pasien diberi obat hirup seperti seretide, metilprednisolon, dan obat
batuk ada perbaikan setelah minum obat tersebut. Jika pasien tidak
minum obat atau lupa dalam sehari, pasien mulai merasakan sesak.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
- Pasien tidak merokok
- Pola makan teratur 3 kali sehari dan menghindari makanan pencetus
seperti udang, dan ikan tongkol
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran : Komposmentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 150/70 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Napas : 25 x/menit
- Suhu : 36,5 C
Pemeriksaan Fisik
Kepala
21
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH20
Toraks
- Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan =
kiri
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi :ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi
(-/-)
- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba luas 2 jari lateral LMCS –
RIC V
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS – RIC
V sinistra
Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada pembesaran abdomen
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)
22
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 7 Februari 2015
- Laboratorium darah rutin
Hb : 15,2 gr %
Leukosit : 13.900/mm3
Trombosit : 280.000/mm3
Hematokrit : 44 gr %
- Diftel
Eosinofil : 3 %
Basofil : 0 %
Netrofil segmen : 71 %
Limfosit : 15 %
Monosit : 11 %
- Laboratorium kimia darah
Elektrolit
Na : 144 mmol/L
Kalium : 3,2 mmol/L
Cl : 140 mmol/L
Diabetes
Glukosa : 140 mg/dl
Ginjal-Hipertensi
Ureum : 22 mg/dL
Kreatinin : 0,93 mg/Dl
Tanggal 9 Februari 2015
Hemoglobin : 14,1 g/dL
Hematokrit : 39 %
Eritrosit : 4,8 x 106/mm3
23
Leukosit : 25.400 mm3
Trombosit : 273.000 mm3
MCV : 81 fL
MCH : 30 pg
Hitung jenis
Eosinofil : 0 %
Basofil : 0 %
Netrofil segmen : 88 %
Limfosit : 7 %
Monosit : 5 %
Faal hemostasis
Waktu perdarahan : 2 menit
Waktu pembekuan : 7 menit
Kimia Klinik
Hati dan empedu
Bilirubin total : 0,49 mg/dL
Bilirubin direct : 0,24 mg/dL
Bilirubin indirect : 0,25 mg/dL
SGOT : 24 U/L
SGPT : 38 U/L
Lemak darah
Kolesterol total : 189 mg/dL
Kolesterol HDL : 40 mg/dL
Kolesterol LDL : 105 mg/dL
Trigliserida : 116 mg/dL
Elektrolit
Na : 141 mmol/dL
24
Cl : 100 mmol/dL
K : 3,6 mmol/dL
Diabetes
Glukosa darah sewaktu : 141 mg/dL
RESUME
Ny. D, 45 tahun Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai
bunyi ”ngik”. Sesak yang dialami pasien timbul saat pasien menarik napas dan
membuang napas. Sesak nafas tersebut hilang timbul dan tidak menghilang saat
pasien beristirahat. Sesak yang dirasakan pasien setiap hari dan terasa lebih berat
pada dini hari sehingga pasien sering terbangun pada malam hari. Selain itu pasien
juga mengeluhkan cepat lelah belakangan ini yang mengganggu aktivitas. Sesak
napas timbul saat cuaca dingin dan makan makanan seperti udang, ikan tongkol serta
saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak,dahak berwarna putih, dan tidak berdarah. Pasien lebih nyaman dengan
posisi duduk. Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai aktivitas
yang berlebihan. Riwayat alergi makanan seperti udang dan ikan tongkol. Riwayat
asma sejak berusia ± 10 tahun. Hipertensi (+) sejak 7 bulan yang lalu, Diabetes
melitus (-). Ayah pasien, adik pertama dan ke tujuh menderita asma. Pasien pernah
beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis asma. Pasien diberi obat
hirup seperti seretide, metilprednisolon, dan obat batuk ada perbaikan setelah minum
obat tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari, pasien mulai
merasakan sesak. Pasien tidak merokok. Pola makan teratur 3 kali sehari dan
menghindari makanan pencetus seperti udang, dan ikan tongkol.
DIAGNOSIS
Asma Bronkial Persisten Sedang
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus
25
Farmakologi :
- O2 3 L/menit
- Nebulizer combivent
- Nebulizer fulmicort
- IVFD asering drip aminofilin 1 ampul 25 gtt/menit
- Injeksi Levofloxacin 750 mg/12 jam
- Injeksi metil Prednisolon 6,25 mg/ 12 jam
26
BAB IV
ANALISA KASUS
ANAMNESIS
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”.
Sesak yang dialami pasien timbul saat pasien menarik napas dan membuang napas.
Sesak nafas tersebut hilang timbul dan tidak menghilang saat pasien beristirahat.
Sesak yang dirasakan pasien setiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari sehingga
pasien sering terbangun pada malam hari. Sesak terjadi > 1 kali dalam seminggu.
Selain itu pasien juga mengeluhkan cepat lelah belakangan ini yang mengganggu
aktivitas. Sesak napas timbul saat cuaca dingin dan makan makanan seperti udang,
ikan tongkol serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak,dahak berwarna putih, dan tidak berdarah. Pasien lebih nyaman
dengan posisi duduk.
Keluhan sesak napas pasa pasien ini disebabkan oleh karena faktor pencetus
antara lain cuaca dingin dan makanan udang dan ikan tongkol yang dapat
menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada
sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi alergi tipe cepat, alergen
akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast.
Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator, seperti histamin, protease
dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang
menyebabkan kontaksi dari otot polos brokus, sekresi mukus dan vasodilatasi(13). Hal
inilah yang menyebabkan terjadi sesak napas yang disertai dengan bunyi “ngik” dan
batuk berdahak pada pasien ini.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan derajat sedang
karena adanya keluhan sesak napas yang dipicu oleh adanya perubahan cuaca dan
makanan. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula saat malam. Sesak
27
mengganggu aktivitas dan tidur pasien sehingga aktivitas pasien terbatas. Pasien
merasa paling nyaman dalam posisi duduk. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi
derajat asma persisten sedang berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan wheezing pada kedua lapangan paru.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,
dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan
ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma
mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas
bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala
bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan
napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan
antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan
dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
28
V
KESIMPULAN
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat reversible. Pada pasien ini didiagnosa dengan asma bronkial
derajat sedang dan diberikan sesuai dengan tatalaksana asma derajat sedang.
Penderita asma sebaiknya menghindari faktor pencetus asma agar tidak terjadi
eksaserbasi.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Rengganis, I. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11;Nopember 2008.
2. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar SP, et al. Allergy And Asthma, The Scenario In Indonesia. In: Shaikh WA. Editor. Principles And Practice Of Tropical Allergy And Asthma. Mumbai: Vicas Medical Publisher; 2006.707-36
3. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
5. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-95.
6. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 165-73.
7. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006.
8. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 17 Februari 2015].
9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
10. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga. 54-57
11. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 1989. 1-11.
12. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45
30
13. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
14. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
15. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
16. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
17. Sukamto, Sundaru, H. 2006. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.