asma

36
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat illahi Rabbi Allahu Subhanahu Wata’ala karena dengan ridho dan petunjukNya-lah makalah yang berjudul “Penyakit Asmadapat terselesaikan. Makalah ini di susun dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam ujian akhir semester pada mata kuliah Patofisiologi dan Farmakologi Respirasi di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar. Dalam penyusunan Makalah ini tidaklah luput dari kehilafan sebagai manusia. Tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi dalam penyusunan makalah ini. Lebih daripada itu penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak yang memberikan masukan maupun kritik yang membangun. Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut berpartisipasi terhadap penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk pribadi namun bagi seluruh pihak yang membutuhkan. Amin Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 1

Upload: wahyun-saktiany

Post on 03-Aug-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asma

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat illahi Rabbi Allahu Subhanahu Wata’ala

karena dengan ridho dan petunjukNya-lah makalah yang berjudul “Penyakit Asma”

dapat terselesaikan.

Makalah ini di susun dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan akademis

dalam ujian akhir semester pada mata kuliah Patofisiologi dan Farmakologi Respirasi

di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar.

Dalam penyusunan Makalah ini tidaklah luput dari kehilafan sebagai

manusia. Tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi dalam penyusunan makalah

ini. Lebih daripada itu penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin

terwujud tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak yang memberikan

masukan maupun kritik yang membangun.

Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut

berpartisipasi terhadap penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat tidak hanya untuk pribadi namun bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Amin

Gorontalo, Januari 2012

Penyusun

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 1

Page 2: Asma

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang…………………………………………………….3

I.2 Permasalahan………………………………………………………5

I.3 Tujuan………………………………………………………………5

I.4 Manfaat……………………………………………………………..5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Asma……………………………………………………...6

II.2 Klasifikasi Penyakit Asma………………………………………...7

II.3 Gejala-gejala Penyakit Asma……………………………………..9

II.4 Patofisiologi Penyakit Asma………………………………………10

II.5 Manifestasi Klinik………………………………………………….11

II.6 Penatalaksanaan Penyakit Asma………………………………….12

BAB III PENUTUP

III.1 Saran……………………………………………………………….18

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..19

LAMPIRAN…………………………………………………………………….20

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 2

Page 3: Asma

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pernapasan atau respirasi adalah proses mulai dari pengambilan oksigen,

pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia

dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang

karbondioksida ke lingkungan. Sistem pernapasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan

atau saluran napas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada

yang melindunginya.

Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen per hari. Dalam

keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi

berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Namun dalam pernapasan

juga dapat mengalami gangguan atau kelainan salah satunya yang kita kenal dengan

penyakit asma.

Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas

sehingga penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas. Tingkat

keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan

oksigen. Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele. Berdasarkan

data WHO tahun 2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu

penderita meninggal karena asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma 80 % terjadi

di negara berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan

dan fasilitas pengobatan. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di

seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20 persen untuk sepuluh tahun mendatang,

jika tidak terkontrol dengan baik.

Hasil penelitian International study on asthma an alergies in childhood pada

tahun 2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma tidak

dapat disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat ini hanya

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 3

Page 4: Asma

berfungsi untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik diperlukan oleh

penderita untuk terbebas dari gejala serangan asma dan bisa menjalani aktivitas hidup

sehari-hari. Untuk mengontrol gejala asma secara baik, maka penderita harus bisa

merawat penyakitnya, dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut

(Sundaru, 2008).

Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan dan

mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam yang

menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar masuknya udara

ke paru-paru. Pada asma kambuhan sering menyebabkan gangguan seperti sulit tidur,

kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas sehari-hari.

Asma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah

dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu

orang meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita asma yang

meninggal dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau kontrol asma yang

buruk (Depkes, 2008).

Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat,

namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari sebagian

perawat dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah

diobati dan pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator.

Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat dan pasien untuk mengatasi

gejala penyakit asma saja, bukannya mengelola asma secara lengkap. Khususnya

terhadap gejala sesak nafas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan. Pengetahuan

yang terbatas tentang asma membuat penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan

baik (Ramaiah, 2006).

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penyusun akan membahas lebih

lanjut tentang penyakit asma. Sehingga masyarakat lebih memahami tentang penyakit

asma, faktor yang mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan untuk

perawatan penyakit asma.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 4

Page 5: Asma

I.2 Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dari penyusunan makalah ini berdasarkan

uraian di atas yakni apakah penyakit asma, faktor yang mempengaruhi serta terapinya

pada penderita.

I.3 Tujuan

Yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :

a. Sebagai syarat dalam ujian akhir semester mata kuliah Patofisiologi dan

Farmakologi Respirasi.

b. Memberikan uraian yang jelas mengenai penyakit asma dalam meluruskan

pemahaman masyarakat terhadap penyakit asma.

I.4 Manfaat

Adapun yang menjadi manfaat penyusunan makalah ini yaitu :

a. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat khususnya

penyusun tentang penyakit asma

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 5

Page 6: Asma

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi Asma

Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa yunani

yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak

napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut

penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini

disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa

nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal lain disebut

juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari

trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang di tandai dengan

penyempitan bronkus atau bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa

bronkus.

Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada

National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial)

didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir

oleh adanya :

(1) penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara

spontan maupun dengan pengobatan,

(2) peradangan pada jalan nafas, dan

(3) peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper-

responsivitas) (NAEPP, 1997).

Pada saat seseorang menderita asma terkena faktor pemicunya, maka dinding

saluran mafasnya akan menyempit dan membengkak menyebabkan sesak napas.

Kadang dinding saluran napas dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga dapat

menyebabkan sesak napas yang lebih parah. Jika tidak dapat ditangani dengan baik

maka asma dapat menyebabkan kematian.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 6

Page 7: Asma

II.2 Klasifikasi Penyakit Asma

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic

dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan

adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada

alegren spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan

asma ekstrinsik. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi

dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan

untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan

antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen

spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang

terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang

tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada

sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap

faktor yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa

juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan

asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan

dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien

akan mengalami asma gabungan.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 7

Page 8: Asma

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi

Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit

alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena

penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu

hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

A. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam

dan jam tangan)

B. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan

dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal

ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

C. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,

selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.

Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 8

Page 9: Asma

yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

D. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan

asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang

bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu

lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

E.Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

II.3 Gejala-gejala Penyakit Asma

Secara umum gejala penyakit asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan

suara napas yang berbunyi dimana serinya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang

waktu subuh, hal ini dikarenakan pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang

kadarnya rendah ketika pagi hari.

Penderita asma akan mengeluhkan sesak napas karena udara pada waktu

bernapas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran napas yang sempit hal ini

juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernapas. Pada penderita asma,

penyempitan saluran napas yang terjadi dapat berupa pegerutan dan tertutupnya

saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk

sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.

Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan diluar serangan. Artinya, pada

saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak

napas, hebat bahkan sampai tercekik) tetapi diluar serangan penderita sehat-sehat

saja. Inilah salah satu yang membedakannya dengan penyakit lain.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 9

Page 10: Asma

II.4 Patofisiologi Penyakit Asma

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe

alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai

kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah

besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen

spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada

interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila

seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen

bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini

akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang

bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 10

Page 11: Asma

bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal

pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen

bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan

saluran napas menjadi sangat meningkat Pada asma , diameter bronkiolus lebih

berkurang selama ekspirasi daripada

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi

paksa menekan bagian luar bronkiolus.

Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya

adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama

selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan

baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.

Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama

serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa

menyebabkan barrel chest.

II.5 Manifestasi Klinik

A. Asma Kronik

Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan

bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit

dada, betuk atau bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang

dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan allergen tertentu. Tanda-

tandanya termasuk bunyi disaat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk

kering yang berulang atau tanda atopi.

Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang

berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang dan interval antar gejala

mingguan, bulanan atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru

dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat dalam mengontrol gejala.

Pasien dapat menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak memerlukan

pengobatan atau hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 11

Page 12: Asma

B. Asma Parah Akut

Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana

inflamasi, edema jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan

bronkospasmus parah yang menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius

tidak responsif terhadap terapi bronkodilator biasa. Pasien mengalami kecemasan

dan mengeluhkan dispnea parah, nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar.

Penderita mungkin hanya dapat mengucapkan kata dalam satu napas. Gejala

tidak responsif terhadap penanganan biasa.

Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi

dan ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan

dan dada yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan supra

klavilar. Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi sangat parah.

II.6 Penatalaksanaan Penyakit Asma

Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup

normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin,

mengurangi reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan

angka kematian akibat asma Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam

jangka pendek dapat menyebabkan kematian , sedangkan jangka panjang dapat

mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun.

Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga perjalanan penyakit,

pemilihan obat yang tepat cara untuk menghindari faktor pencetus Dalam penanganan

pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar,

pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi banyak ditemukan dalam

rumah seperti tungau debu rumah alergen dari hewan, jamur, dan alergen di luar

rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, ja mur, polusi udara. Obat aspirin dan

anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus asma. Olah raga dan

peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi gejala asma. Psikoterapi dan

fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma.

Prinsip umum pengobatan penyakit asma adalah :

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 12

Page 13: Asma

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan

asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan

penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang

diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma ada dua yakni :

A. Terapi Non Farmakologi

Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga

secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan

berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena

dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang

berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih

kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin

sehingga mengurangi timbulnya gejala asma.

Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan

melihat kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar

menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat

menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika

serangan asma terjadi Terapi Farmakologi.

B. Terapi Farmakologi

Obat asma di gunakan untuk menghilangkan da n mencegah timbulnya gejala

da n obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua

kelompok besar yaitu reliever dan controller. reliever adalah obat yang cepat

menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas. Sedangkan controller

adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.

Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik

teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 13

Page 14: Asma

kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi,

menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast

dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast,

tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan

hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol terbutalin, fenoterol,

prokaterol dan isoprenalin merupakan obat golongan simptomatik. Efek samping obat

golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan

darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis beta-2 secara

reguler hanya diberikan kepada asma kronik berat yang tidak lepas dari bronkodilator.

Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator seperti ipratropium

bromid dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromid mempunyai efek menghambat

reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat

pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering dimulut

dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan kerja agonis

beta-2 yang diberikan inhalasi. Ipratropium bromid digunakan sebagai obat tambahan

jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat

ini terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang

ekstrim atau penderita yang disertai bronkitis kronis.

Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat

bronkodilator yang lemah tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena

efektif, aman, dan harganya murah. Dosis teofilin per oral 4 mg/kgBB/kali pada

orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan

pada pemberian teofilin per oral. Terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti

mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping lain adalah

diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya

hipotensi, takikardia, dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat.

Obat yang termasuk golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti

kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan antihistamin aksi

lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat digunakan

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 14

Page 15: Asma

sebagai obat controller. Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi

respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma. Natrium

kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada

kortikosteroid. Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium

nodeksomil yang lebih poten.

Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah

mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapatkan hasil yang optimal.

Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma biasanya

hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis

alergi. Pemberian antihismtamin selama tiga bulan pada sebagian penderita asma

dengan dasar alergi dapat mengurangi gejala asma.

Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang paling kuat. Kortikosteroid

menekan respon inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran mikrovaskuler,

menghambat produksi dan sekresi sitokinin mencegah kemotaksis dan aktivitas sel

inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin.

Kortikosteroid dapat meningkatkan sensitifitas otot pernapasan yang dipengaruhi oleh

stimulasi beta-2 melalui peningkatan reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid

dianjurkan dengan seminimal mungkin. Pemberian kortikosteroid peroral dapat

diberikan secara intermiten beberapa hari dalam sebulan, atau dosis tunggal pagi

selang sehari (alternate day) atau dosis tunggal pagi hari.

Pemberian kortikosteroid peroral sering menimbulkan efek samping pada

saluran cerna seperti gastritis, penurunan daya tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan

kadar gula darah dan tekanan darah, gangguan psikiatri hipokalemi, moonface, retensi

natrium dan cairan, obesitas, cushing syndrom, bullneck, dan yang paling adalah

terjadinya supresi kelenjar adrenal. Efek samping timbul terutama pada pemberian

sistemik dalam jangka lama, maka lebih baik diberikan obat steroid kerja pendek

misalnya prednison, hidrokortison atau metil prednisolon. Prednison diberikan 40-60

mg/hari/oral.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 15

Page 16: Asma

Kemudian diturunkan secara bertahap 50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison

diberikan 4 mg/kgBB secara bolus diikuti 3 mg/kgBB/6 jam secara intravena. Dosis

budesonide inhalasi untuk orang dewasa bervariasi, dosis awal yang dianjurkan

adalah 400-1600 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4 dosis, sedangkan untuk anak

dianjurkan 200-400 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4 dosis. Pemberian kortikosteroid

secara inhalasi lebih baik dibandingkan pemberian secara sistemik karena konsentrasi

obat yang tinggi pada tempat pemberian langsung dibawa melalui pernapasan dan

bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek samping sistemik

yang kecil.

Penelitian dari agertoft dan pederser menunjukkan bahwa pemakaian

budesonide tidak mengganggu pertumbuhan anak. Penggunaan kortikosteroid

inhalasi merupakan pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada

penderita asam kronik yang berat. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa

kandidiasis orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru dan kerusakan mukosa

pernah dilaporkan efek samping dispnoe dan bronkospasme pada penggunaan

kortikosteroid inhalasi. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan

kortikosteroid secara inhalasi tidak menyebabkan terjadinya osteoporosis, gangguan

pertumbuhan dan gangguan toleransi glukosa.

Pemberian kortikosteroid sistemik lebih sering menimbulkan efek sampin,

maka sekarang dikembangkan pemberian secara inhalasi. Keuntungan pemberian

inhalasi yaitu mula kerjanya yang cepat karena obat bekerja langsung pada organ

target diperlukan dosis yang kecil secara lokal dan efek samping yang minimal.

Dengan demikian untuk mengatasi asma kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan

yang baik.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 16

Page 17: Asma

CARA PENGGUNAAN INHALER

a) Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin

b) Ambillah inhaler, kemudian kocok

c) Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah

d) Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut

(jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)

e) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan

dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler

adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)

f) Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa

jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)

g) Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti

cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter

h) Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek

samping yang mungkin terjadi.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 17

Page 18: Asma

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi

gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga,

dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi

lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai

dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor

yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk

selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan

baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar

semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 18

Page 19: Asma

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG,

Jakarta

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta

Boushey H.A., 2001, Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi

Dasar & Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba Medika,

Jakarta

Mulia, yuiyanti J, 20002, Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma

bronchial. Penerbit EGC, trisakti, Jakarta

Tanjung, dudut.2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronchial.USU Digital

library.Sumatra Utara

Adnyana, I Ketut dkk, 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI.Jakarta

Fairawan, Sulfan.2008.Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penyakit

asma dengan sikap penderita dalam perawatan asma pada pasien rawat jalan

di balai kesehatan paru masyarakat (BBKPM).Skripsi.Surakarta

Maryono.2009.hubungan antara faktor lingkungan dengan kekambuhan asma

bronchial pada klien pasien rawat jalan di poliklinik paru instalasi rawat jalan

RSUD.DR MOEWARDI Surakarta.Skripsi

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 19

Page 20: Asma

LAMPIRAN GAMBAR BESERTA KETERANGAN

Gambar 1. Sistem Pernapasan Manusia

Sistem Pernapasan Atas Hidung Udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi, dan penghangatan di hidung Faring Merupakan saluran yang terbagi 2, untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman yang masuk bersama udara. Laring Sering disebut jakun, berperan dalam menghasilkan suara dan berfungsi mempertahankan kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang masuk Sistem Pernapasan Bawah Trakea Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilgo yang menghubungkan laring dengan bronkus utama kiri dan kanan. Keseluruhan jalan napas membentuk pohon bonkus Lung Terletak di sebelah kiri dan kanan yang masing-masing terdiri dari beberapa lobus (paru kanan tiga lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan napas yang bercabang-cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 20

Page 21: Asma

Gambar 2. Respon Kekebalan Tubuh

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:

kontraksi otot polos peningkatan pembentukan lendir perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 21

Page 22: Asma

Gambar 3. Asma terjadi karena penyempitan, peradangan Dan kontriksi otot bronkus

Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna.Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 22

Page 23: Asma

Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut:

Gambar.4 saluran nafas normal saluran nafas penderita asma

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 23

Page 24: Asma

Gambar 5. Penjelasan secara singkat penyakit asma

Patofisiologi dan farmakologi Respirasi “ASMA” 24