asma pada bumil
DESCRIPTION
Asma Pada Ibu HamilTRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan suatu kondisi kronik yang melibatkan sistem respirasi
di mana saluran nafas mengalami penyempitan. Selain faktor lingkungan, faktor
genetik ikut menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakit asma ini.
Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
mayarakat hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-
anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan
sampai berat, bahkan dapat mematikan (Purnomo,2008).
Bahkan banyak pula ibu hamil yang menderita asma, sehingga
dalam sistem pernafasannya akan mengalami gangguan. Ibu
hamil dengan asma tentu akan lebih berisiko daripada ibu hamil
yang normal, karena dalam pemenuhan oksigen untuk tubuhnya
harus berupaya lebih keras serta keadaan janin yang lebih
rentan.
Penyakit ini dapat dijumpai pada ibu yang sedang hamil, dan dapat
menyebabkan komplikasi pada 7% kehamilan (Blaiss, 2004). Penderita asma
yang hamil akan mengalami perbaikan gejala pada sepertiga kasus, sepertiga lagi
memburuk, dan sisanya tetap sama (Cydulka et al.,1991; Nelson and
Piercy,2001; Schatz et al.,2000; Kwon et al.,2004). Serangan asma seringkali
muncul pada kehamilan minggu ke-24 sampai minggu ke-36, serangan hanya
terjadi 10% selama persalinan (Tan and Thomson,2000).
Faktor mekanik, hormonal dan stress metabolik menyebabkan serangan
asma pada kehamilan (Kelsen,2003). Serangan asma tak terkontrol pada
kehamilan meningkatkan risiko kematian perinatal, preeklampsia, kelahiran
prematur, Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan berat bayi lahir rendah
(Cydulka et al.,1999; Nelson and Piercy,2001; Gluck and Gluck,2005; Liu et
al.,2000; Bhatia and Bhatia,2000). Besar risiko diatas berhubungan dengan
1
derajat berat asma pada kehamilan. Derajat asma yang lebih berat memiliki risiko
tinggi, sedangkan asma yang terkontrol dengan baik memiliki risiko rendah.
Penatalaksanaan yang sesuai diperlukan untuk mengatasi hal ini.
Penatalaksanaan dapat dilakukan baik oleh tenaga medis dan keluarga
Untuk mempermudah dalam penyelesaian masalah diatas, perlu adanya
asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mendapatkan terapi optimal,
mempertahankan asma terkontrol, dan meningkatkan kualitas hidup ibu dan
janin. Asma yang terkontrol secara adekuat selama kehamilan penting bagi
kesehatan ibu dan janin (NAEPP, 2005).
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit asma pada ibu hamil serta pendekatan
asuhan keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari asma pada ibu hamil
2. Mengetahui etiologi dari asma pada ibu hamil
3. Mengetahui manifestasi klinis asma pada ibu hamil
4. Mengetahui patofisiologi asma pada ibu hamil
5. Mengetahui penatalaksanaan serta pencegahan pada asma pada ibu hamil
6. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma pada
ibu hamil
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan asma pada ibu hamil
1.3 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari asma pada ibu hamil?
2. Apakah etiologi dari asma pada ibu hamil?
3. Bagaimana manifestasi klinis asma pada ibu hamil?
4. Bagaimana patofisiologi asma pada ibu hamil?
5. Bagaimana penatalaksanaan serta pencegahan pada asma pada ibu hamil?
2
6. Apa sajakah komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma pada ibu
hamil?
7. Bagaiman asuhan keperawatan pada klien dengan asma pada ibu hamil?
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit asma pada ibu hamil serta
mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan asma pada ibu hamil
dengan pendekatan Student Centre Learning.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan
obstruksi reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang
berlebihan terhadap stimuli (Varney, Helen. 2003).
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan
bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas
terhadap berbagai rangsang (Sylvia Anderson (1995 : 149).
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih
kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994).
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas
terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita
hamil. Asma yang terkendali dengan baik tidak memiliki efek yang berarti pada
wanita yang hamil, melahirkan ataupun menyusui. Asma mungkin membaik,
memburuk atau tetap tidak berubah selama masa hamil, tetapi pada kebanyakan
wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari
masa kehamilan. Dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi serta
membesarnya rahim, sebagian wanita mungkin semakin sering mengalami
kehabisan nafas. Tetapi ibu hamil yang tidak menderita asmapun mengalami hal
tersebut karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi terbatas.
2.2 Etiologi
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh
semacam reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap alergen,
4
yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen
menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Alergen menyebabkan otot
saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal. Selain
produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi
membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi
yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat
kambuh apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress
secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung
menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan
tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit
Dalam).
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu asma intrinsik dan asma ektrinsik.
1. Asma ektrinsik (atopi)
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh
adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen-
inhalasi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik
yang dapat diidentifikasi seperti : serbuk-serbuk, debu, bulu binatang, susu,
telor, ikan, obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
2. Asma Intrinsik (non atopi)
Asma intrinsik ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi
terhadap pencetus, antara lain :
a. Tidak spesifik seperti : udara dingin, zat kimia, minyak wangi, asap rokok,
polutan udara
b. Bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan
cuaca, perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban,
aktifitas fisik yang berlebih, ketegangan mental (Antoni C, 1997 dan Tjen
Daniel, 1991 )
c. Infeksi :
1) Virus misalnya influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
5
2) Bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus
3) Jamur, misalnya aspergillus
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau
sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat
menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu
rumah (Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, serpih kulit
kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
2. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan
salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma
bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan
asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
3. Stres
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stres yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang
terangsang akan meningkatkan Adeno Corticotropic Hormon (ACTH)
dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan
mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan
asma.
4. Olah raga/kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olah raga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani (Exercise Induced Asthma /EIA) terjadi setelah
6
olah raga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan
timbul beberapa jam setelah olah raga.
5. Obat-obatan
Beberapa pasien asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
6. Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran
dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15% pasien asma pencetusnya adalah lingkunagn kerja
(Sundaru, 1991).
2.3 Manifestasi Klinis
Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
1. Nafas pendek
2. Wheezing
3. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot-otot asesori pernapasan.
4. Pernapasan cuping hidung
5. Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan napas
sempit
6. Diaphoresis
7. Sianosis
8. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
9. Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadaran
10. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara
Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan
jarang terjadi. Penilaian secara subyektif tidak dapat secara akurat menentukan
derajat asma. Gejala klinik bervariasi mulai dari wheezing ringan sampai
7
bronkokonstriksi berat. Pada keadaan ringan, hipoksia dapat dikompensasi
hiperventilasi. Namun, bila bertambah berat akan terjadi kelelahan yang
menyebabkan retensi O2 akibat hiperventilasi. Bila terjadi gagal napas, ditandai
asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus paradoksus,
ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral,
sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat
ditoleransi. Namun, pada kehamilan sangat berbahaya akibat adanya penurunan
kapasitas residu.
Berikut adalah derajat asma :
1. Tingkat pertama : secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor
pencetus.
2. Tingkat kedua : penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik
tanpa kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas.
Disini banyak ditemukan pada penderita yang baru sembuh dari serangan
asma.
3. Tingkat ketiga : penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik
maupun maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
4. Tingkat keempat : penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas
berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-
tanda obstruksi jalan napas.
5. Tingkat kelima : adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat
medik berupa serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap
pengobatan yang biasa dipakai.
Modifikasi asma berdasarkan National Asthma Education Program (NAEPP)
yaitu :
1. Asma Ringan
a. Singkat (< 1 jam ) eksaserbasi symptomatic < dua kali/minggu
b. Puncak aliran udara ekspirasi > 80% diduga akan tanpa gejala
2. Asma Sedang
8
a. Gejala asma kambuh >2 kali / mingggu
b. Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya
c. Kekambuhan mungkin berlangsung berhari-hari
d. Kemampuan puncak ekspirasi /detik dan kemampuan volume ekspirasi
berkisar antara 60-80%.
3. Asma Berat
a. Gejala terus menerus menganggu aktivitas sehari-hari
b. Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi kurang dari
60% dengan variasi luas
c. Diperlukan kortikosteroid oral untuk menghilangkan gejala
2.4 Patofisiologi
Asma adalah suatu gangguan peradangan kronik pada jalan nafas
dengan komponen herediter mayor. Menurut Lemanske dan Busse (1997),
peningkatan responsivitas dan peradangan jalan nafas berkaitan dengan
kromosom 11q13 (reseptor IgE afinitas –kuat), 5q (kelompok gen sitokin), dan
14q (reseptor antigen sel T). Selain itu, juga harus terdapat pemicu di lingkungan
bagi orang yang rentan. Tanda utama adalah obstruksi reversible jalan napas
akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mucus, dan edema mukosa.
Terjadi peradangan jalan napas dan responsivitas terhadap sejumlah rangsangan,
antara lain iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin dan olah raga. Sel mast dan
eosinovil terangsang oleh faktor sel induk, sitokin, dan kinase (Holgate, 1997).
Aktifasi sel mast menyebabkan bronkokonstiksi akibat pembebasan histamine,
prostaglandin D2, dan leukontrien. Karena prostaglandin seri F dan ergonovin
menyebabkan eksaserbasi asma, kedua obat yang sering di gunakan di bidang
obstertri ini mungkin bisa dihindari.
Pada asma terdapat penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan
oleh spasme otot polos saluran nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi
yang kental. Penyempitan ini akan menyebabkan gangguan ventilasi
(hipoventilasi), distribusi ventilasi tidak merata dalam sirkulasi darah pulmonal
9
dan gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Akhirnya akan berkembang menjadi
hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis pada tingkat lanjut.
Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan mempengaruhi
hidung, sinus, dan paru. Peningkatan hormon estrogen menyebabkan kongesti
kapiler hidung, terutama selama trimester ketiga, sedangkan peningkatan kadar
hormon progesteron menyebabkan peningkatan laju pernapasan (ACAAI, 2002).
Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi
pernapasan. Ada 4 faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat
hubungannya dengan fungsi pernapasan, yaitu rahim yang membesar, perubahan
hormonal, meningkatnya volume darah dan cardiac output serta perubahan
imunologik. Kehamilan akan mendorong diafragma ke atas sehingga rongga
dada menjadi sempit. Gerakan paru akan terbatas untuk mengambil oksigen
selama pernapasan dan untuk mengatasi kekurangan oksigen ini, pernapasan
akan menjadi cepat (hiperventilasi). Pada umumnya penyakit paru-paru tidak
banyak mempengaruhi jalannya kehamilan, persalinan dan nifas, kecuali jika
penyakitnya berat atau proses penyakitnya luas sehingga disertai hipoksia. Asma
merupakan penyakit paru-paru yang paling sering dijumpai dalam kehamilan dan
persalinan. Beecroft dkk mengatakan bahwa jenis kelamin janin dapat
mempengaruhi serangan asma pada kehamilan. Pada studi prospektif blind,
ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami peningkatan gejala asma selama
kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki. Ibu dengan bayi laki-
laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak satu pun ibu
dari bayi perempuan mengalami perbaikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
gejolak adrenergik yang dialami ibu selama mengandung janin laki-laki dapat
meringankan gejala asma (Frezzo et al., 2002).
Ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya
pada kehamilan. Pada asma ringan 13% mengalami serangan pada kehamilan,
pada asma moderat 26 %, dan asma berat 50 %. Sebanyak 20 % dari ibu dengan
asma ringan dan moderat mengalami serangan intrapartum, serta peningkatan
10
risiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea jika
dibandingkan dengan persalinan per vaginam.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap
penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak
sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan
akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan
berkurang pada akhir kehamilan.
Penderita asma kebanyakan tidak mengalami kesulitan selama
berlangsungnya kehamilan dan nifas. Infeksi jalan nafas seperti bronkhitis dan
bronkopneumonia, dan kadang-kadang tekanan emosional dapat menimbulkan
atau memperberat serangan asma. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat
tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan
kekurangan oksigen (hipoksia). Keadaan hipoksia bila tidak segera ditangani
tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan
prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (pertumbuhan
janin) (Hanifa Wiknjosastro, 1976). Penderita asma selama kehamilan perlu
mendapatkan perawatan yang baik untuk mengurangi timbulnya serangan asma
saat kehamilan.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma selama kehamilan membutuhkan pendekatan
kooperatif antara dokter kandungan, bidan, dokter paru serta perawat yang
khusus menangani asma dan ibu hamil itu sendiri. Tujuan serta terapi pada
prinsipnya sama dengan pada penderita asma yang tidak hamil. Terapi medikasi
asma selama kehamilan hampir sama dengan terapi penderita asma tidak hamil,
dengan pelega kerja singkat serta terapi harian jangka panjang untuk mengatasi
inflamasi (Nelson and Piercy, 2001). Pentingnya pengobatan asma adalah
mencegah kematian, kegagalan pernapasan, status asmatikus, perawatan di ruang
emergensi, dan cacat wheezing. Penatalaksaan asma kronis pada kehamilan harus
mencakup hal-hal berikut.
11
1. Terapi Non-Farmako
a. Penilaian Obyektif Fungsi Paru dan Kesejahteraan Janin
Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380 – 550
liter/menit. Tiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga
terapi dapat disesuaikan.
b. Menghindari Faktor Pencetus Asma
Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat
meningkatkan kesejahteraan ibu dengan kebutuhan medikasi yang minimal
(NAEPP, 2005). Asma dapat dicetuskan oleh berbagai faktor termasuk
alergi, infeksi saluran napas atas, sinusitis, exercise, aspirin, obat-obatan
anti inflamasi non steroid (NSAID), dan iritan, misalnya: asap rokok, asap
kimiawi, kelembaban, emosi (Kramer, 2001; ACAAI, 2002). Di samping
itu, pencetus terkemuka serangan asma termasuk serbuk/tepung, tungau,
jamur, amukan hewan, makanan, dan hormone. Pada umumnya kucing
merupakan hewan kesayangan yang menyebabkan asma. Semua hewan
pengerat, kelinci, dan hewan peliharaan dapat menyebabkan asma,
termasuk kecoak.
Gastroesophageal reflux (GER) dikenal sebagai pencetus asma
dan terjadi pada hampir 1/3 wanita hamil. Asma yang dicetuskan oleh GER
dapat disebabkan oleh aspirasi isi lambung kedalam paru sehingga
menyebabkan bronkospasme, maupun aktivasi arkus refleks vagal dari
esofagus ke paru sehingga menyebabkan bronkokonstriksi (Kahrilas,
1996).
Wanita hamil perokok harus berhenti merokok, dan menghindari
paparan asap tembakau serta iritan lain di sekitarnya. Wanita hamil yang
merokok berhubungan dengan peningkatan risiko wheezing dan kejadian
asma pada anaknya (Blaiss, 2004; Nelson and Piercy, 2001; NAEPP,
2005).
12
c. Edukasi
Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin. Ibu
hamil harus mampu mengenali dan mengobati tanda-tanda asma yang
memburuk agar mencegah hipoksia ibu dan janin. Ibu hamil harus mengerti
cara mengurangi paparan agar dapat mengendalikan faktor-faktor pencetus
asma (NAEPP, 2005).
2. Terapi Farmakologi
A. Anti Inflamasi Golongan Steroid:
a. Obat inhalasi (MDI, Nebulisasi), antara lain: Budesonide,
Beclomethasone dipropionate, Fluticasone, Flunisolide, dll.
b. Obat minum (oral), antara lain: Prednison, Prednisolon,
Methylprednisolon, dll.
c. Obat injeksi (parenteral): methylprednisolon, dll.
B. Bronkodilator (melonggarkan saluran pernafasan):
a. Obat inhalasi (MDI, DPI, nebulisasi), antara lain: Salbutamol MDI,
Fenoterol, Formoterol, Salmeterol, kombinasi Formoterol dan
budesonide, kombinasi Salmeterol dan fluticasone, dll.
b. Obat minum (oral), antara lain: Salbutamol, Terbutalin sulfat,
Aminophyllin, Theophyllin, dll.
c. Obat injeksi (parenteral): Terbutalin sulfat, Aminophyllin, dll.
C. Obat lain: obat antikolinergik: Ipratropium bromide.
D. Obat Pencair Dahak : jika asma disertai batuk, dapat ditambahkan obat
batuk pencair dahak (expectorant), diantaranya: Ambroxol, Bromhexine,
GG (Glyceryl guaiacolate), dll.
Serangan asma akut selama kelahiran dan persalinan sangat jarang
ditemukan. Ibu hamil dapat melanjutkan penggunaan inhaler rutin sampai
persalinan. Pada ibu dengan asma yang selama kehamilan telah menggunakan
steroid oral (>7,5 mg prednisolon setiap hari selama lebih dari 2 minggu) saat
awal kelahiran atau persalinan harus mendapatkan steroid parenteral
13
(hidrokortison 100mg setiap 6-8 jam) selama persalinan, sampai ia mampu
memulai kembali pengobatan oralnya.
Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan
suatu intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan
ultrasonografi dan parameter-parameter klinik, khususnya pada penderita-
penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka
mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan
janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya
dibenarkan untuk alasan obstetrik.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 l/menit,
maka persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk
menangani komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa
10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus
diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid
harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai
persalinan. Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya
sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah
diuraikan di atas.
Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan
terbaik untuk penderita asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki
dilakukannya seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan
seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional daripada anestesi umum karena
intubasi trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang berat.
Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama
persalinan pervaginam, memperpendek, kala II dengan menggunakan
ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat.
Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator yang aman digunakan
sebagai induksi persalinan untuk mematangkan serviks atau untuk terminasi
awal kehamilan. Prostaglandin F2α yang diindikasikan untuk perdarahan post
14
partum berat, harus digunakan dengan hati-hati karena menyebabkan
bronkospasme (Nelson and Piercy, 2001).
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang
tidak melepaskan histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada
meperidine atau morfin yang melepas histamin.
Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik
yang lain, maka sebaiknya anestesi cara spinal.
Selama kehamilan semua bentuk penghilang rasa sakit dapat
digunakan dengan aman, termasuk analgetik epidural. Hindarkan penggunaan
opiat pada serangan asma akut. Bila dibutuhkan tindakan anestesi, sebaiknya
menggunakan epidural anestesi daripada anestesi umum karena peningkatan
risiko infeksi dada dan atelektasis. Ergometrin dapat menyebabkan
bronkospasme, terutama pada anestesi umum. Sintometrin
(oksitosin/ergometrin) yang digunakan untuk mencegah perdarahan post
partum, aman digunakan pada wanita asma. Sebelum menggunakan obat-obat
analgetik harus ditanyakan mengenai sensitivitas pasien terhadap aspirin atau
NSAID (Nelson and Piercy, 2001).
2.6 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya serangan hebat selama hamil hendaknya asma
diperiksa dan dipantau sejak awal, termasuk derajat berat-ringannya asma.
Kategori ringan, bila gejala kambuh sampai terjadinya serangan maksimal dua
kali/minggu ditambah batuk dan mengi sehabis berlatih olahraga. Kondisi
sedang, bila gejala timbul lebih dari dua kali/minggu, kadang disertai gejala
sering kencing malam hari. Sementara asma dikatakan berat, kalau gejala terjadi
terus menerus selama seminggu penuh.
Pemantauan Janin
Bagi ibu hamil dengan asma sangat danjurkan untuk memeriksakan
janinnya sejak awal kehamilan. Pemeriksaan dengan USG dapat dilakukan sejak
usia kehamilan 12-20 minggu untuk mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat
15
diulang pada trisemester ke-2 dan ke-3 terutama bila derajat asmanya berada
pada tingkat sedang-berat. Pemeriksaan janin juga dapat dilakukan dengan
electronic fetal heart rate monitoring untuk memeriksa detak jantung janin.
Selain pemeriksaan teratur, ibu hamil juga perlu mencermati alergen
penyebab tercetusnya asma, seperti: binatang piaraan, kasur kapuk, termasuk
tempat yang lembap. Soalnya, tempat yang lembab banyak ditumbuhi jamur.
Alergen pencetus itu merupakan alergen poten yang merangsang pembentukan
zat antibodi IgE (Imunoglobulin E). Zat antibodi ini dibentuk untuk menjaga
kesehatan tubuh, tetapi adakalanya malah membawa ulah. Ia terkadang membabi
buta, tak tahu mana kawan, mana lawan. Akhirnya tubuh menjadi korban.
Pencetus lain bisa berasal dari latihan olahraga yang terlalu dipaksakan, infeksi
saluran pernapasan (batuk-pilek), perubahan cuaca, dan emosi. Kebiasaan
merokok juga dapat memperburuk asma, karena memudahkan terjadinya
komplikasi bronkitis serta sinusitis.
Penderita juga harus berhati-hati dalam pemakaian obat. Berbagai obat
dapat menimbulkan efek sampingan pada janin ataupun ibu. Misalnya abortus,
kematian janin, kelainan kongenital (terutama pada trisemester pertama), efek
terhadap gangguan pertumbuhan janin, dan gangguan fungsi organ seperti sistem
saraf serta otot polos uterus.
Walaupun sejumlah ahli menyatakan sejumlah obat tidak menimbulkan
efek sampingan, tapi secara statistik dan pertimbangan etis tidak dapat dikatakan
bahwa semua obat aman. Pada umumnya pasien dianjurkan menggunakan obat
yang memberikan pengaruh pada kadar dalam darah sesedikit mungkin, seperti
obat suntikan, bukan oral. Obat hirup atau inhaler yang digunakan satu-dua
semprotan tiap beberapa menit, juga acapkali bisa membantu. Penggunaan
inhaler harus dipelajari dan dipraktikkan dengan benar agar bila kumat sewaktu-
waktu dapat mengatasi sendiri.
Dalam keadaan mendesak, dapat digunakan obat steroid yang sangat
efektif sebagai antiperadangan, baik secara oral maupun suntikan. Sedangkan
obat mengandung tetrasiklin tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan
16
gangguan pertumbuhan tulang pada janin, perubahan warna gigi dan
perkembangan jaringan tak normal khususnya pada email.
Bagi ibu menyusui, obat asma yang mengandung teofilin sebaiknya
dihindari, karena akan masuk ke ASI sehingga bisa menimbulkan kegelisahan
pada bayi. Antihistamin juga kurang baik untuk ibu menyusui, karena di samping
mengurangi produksi ASI dapat menyebabkan bayi gelisah.
Apabila asma kambuh, sementara inhaler atau obat-obatan di rumah tidak
menolong, tentu ibu hamil harus segera dibawa ke rumah sakit.
Mengingat karena pengaruh asam ibu yang sedang hamil meyebabkan ibu
hamil lebih sensitif dan emosional, pendekatan psikologis diperlukan. Fisioterapi
nafas adakalanya diperlukan untuk membuang dahak yang berlebihan.
Stamina tubuh merupakan faktor utama lain yang perlu dipertahankan
selama hamil. Jalan kaki santai di udara yang bersih dan segar sangat dianjurkan.
Makanan dengan gizi cukup dan sehat jelas akan menambah kebugaran.
Penderita asma yang hamil masih tetap bisa bekerja di kantor, namun perlu
dihindari ruangan berpolusi tinggi.
2.7 Komplikasi
1. Status asmatikus
2. Bronkhitis kronik bronkhiolus.
3. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender
4. Pneumothoraks : kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen meningkat.
Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi
yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus,
pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat
menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan
ventilasi
17
5. Kematian
Secara umum, wanita dengan asma dan bayinya tidak memiliki
komplikasi kehamilan. Dibandingkan dengan wanita yang tidak punya asma,
maka wanita dengan asma sedikit lebih memiliki risiko kelainan sbb:
1. Tekanan darah tinggi atau preeklampsia
2. Persalinan kurang bulan
3. Persalinan dengan cesar
4. Ukuran bayi yang lebih kecil dibanding usia kehamilan
18
2.8 WOC
3.4.5.6.7.
19
Faktor Ekstrinsik :
serbuk-serbuk, debu, bulu binatang, susu,
telor, ikan, obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain
Faktor Intrinsik :udara dingin, zat kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara, ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban, aktifitas fisik yang berlebih, ketegangan mental, virus (influenza virus, respiratory syncytial virus), bakteri (pertusis dan streptokokkus) jamur (aspergillus)
Alergi
Reaksi Ag Ab sel mast paru
Pelepasan mediator inflamasi (Histamin, Bradikinin, Prostaglandin)
Kehamilan (24-36 minggu)
Hipereaktivitas bronkus
Edema mukosa dan dinding bronkus
Hipersekresi mukus
Spasme otot saluran nafas
B1 (Breath)
MK : Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Kebutuhan O2 tubuh tidak tercukupi
Penyempitan bronkus/asma
Saluran nafas terhambat
MK : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
B1 (Breath)
Gangguan ventilasi (hipoventilasi)
B5 (Bowel)
Kompensasi tubuh (Hiperventilasi)
Nafas pendek, wheezing, dispnea, pernapasan cuping hidung,
MK : Pola Nafas Tidak
Efektif
Penggunaan otot-otot asesori pernapasan
Mual
MK : Gangguan Pertukaran Gas
20
MK : Gangguan Kesadaran
Kebutuhan O2 tubuh tidak tercukupi
MK : Penurunan Perfusi Serebral
Otak Jaringan kekurangan
O2
Sianosis
MK : Gangguan
Perfusi Jaringan Perifer
Ibu
Kelemahan/Kelelahan
Pucat
MK : Intoleransi Aktivitas
Janin
MK : Resiko Cedera
Distress fetusHipoksia
Hipoksia
MK : Perubahan Pola SeksualitasKurangnya keinginan melakukan hubungan seksual
Perkembangan sel dan jaringan terhambat
MK : Gangguan Pertumbuhan dan
Perkembangan
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MATERNITASPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pengkajian tanggal: 23 Januari 2008 Jam :Tanggal MRS : 23 Januari 2008 No. RM :Ruang/Kelas : B3 Ginekology Dx. Medis:
Iden
tita
s
Nama Ibu: Ny. AUmur: 30 tahunAgama: IslamPendidikan: SMAPekerjaan: -Suku/Bangsa: Jawa/ IndonesiaAlamat: Surabaya
Nama Suami: Tn. K Ke: IIUmur: 36 Tahun Agama: Islam Pendidikan: SMAPekerjaan: SwastaSuku/Bangsa: Jawa/IndonesiaAlamat: Surabaya
Riw
ayat
Sak
it d
an K
eseh
atan
Keluhan Utama: pasien mengatakan sesak dan lemah
Riwayat penyakit/prenatal/ intranatal/ postpartum (coret yang tidak perlu) saat ini: Ny. A yang hamil 34 minggu mengalami sesak napas saat tidur, kesulitan bernapas jika berjalan jauh dan bekerja agak berat, serta menderita batuk pilek sehingga hidung tersumbat. Kehamilan Ny A adalah kehamilan pertama, belum pernah melahirkan sebelumnya serta tidak pernah melakukan aborsi
Penyakit/operasi yang pernah diderita:asma
Penyakit yang pernah diderita keluarga:Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit yang samaRiwayat alergi: O ya O tidak Keterangan: alergi debu, asap rokok, cuaca
dingin
Lain-lain:
Riw
ayat
M
enst
ruas
i Menarche: Usia 12 tahun Siklus: 28 hariBanyaknya: Lama: 7 hariHPHT: 24 Maret 2007 Dismenorhea: kadang-kadangUsia Kehamilan: 34 minggu Taksiran Partus: 1 Juli 2008Lain-lain:
21
Riw
ayat
Ob
stet
riG.I P 0
Hamil ke-
Usia kehamilan
Jenis persalinan
Penolong Penyulit BB/PBUsia anak
saat ini
KB/ Jenis/ Lama
1 34 mgg
Gen
ogra
m
Keterangan: Pasien :
Laki-laki :
Perempuan
Meninggal
Tinggal serumah
Ob
serv
asi
Keadaan umum: lemah Kesadaran: compos mentisBerat badan: 75 kg ; Tinggi badan:154 cmTanda Vital: TD:130/90 mmHg ; Nadi: 90 x/mnt ; Suhu: 36,80C ; RR: 30x/mntCRT: 3detik ; Akral:lembab, basah ; GCS: 456Lain-lain:
22
Kep
ala
dan
leh
er
Rambut: Mata: konjungtiva : normal; Sklera : normal; Pupil : simetris O Edema palpebra ; O Penglihatan kabur ; lain-lain: _________________Hidung: O Epistaksis ; lain-lain: ________________________________________Mulut: mukosa bibir : lembab ; lidah: lembab ; gigi : normal Kebersihan mulut: bersih; lain-lain:-Telinga: gangguan pendengaran:tidak ada ; O Otorhea ; O otalgia ; O tinitus ; kebersihan: ________________ ; lain-lain: _________________Cloasma: Ada ; Jerawat: ________________ O Nyeri telan ; tidak ada pembesaran kelenjar tiroid ; ada O Vena jugularis Lain-lain: Masalah keperawatan: Gangguan citra diri
Dad
a (T
hor
aks)
Jantung: Irama: regular ; S1/S2: normal ; Nyeri dada: tidak ada Bunyi: normal / murmur / gallop ; Nafas: Suara nafas: vesikuler / wheezing / stridor / Ronchi, Keterangan: Jenis: dispnoe / kusmaul / ceyne stokes, Keterangan: Batuk: ada(kering) ; Sputum: kental ; Nyeri: tidak adaPayudara: membesar, tegang, sakit ; areola : hiperpigmentasi ; papilla : menonjol Simetris/asimetris ; Produksi ASI belum ; Nyeri tekan : adaLain-lain: Masalah keperawatan:Pola nafas tidak efektif
23
Per
ut
(Ab
dom
en)
Ginekologi:Pembesaran: ada / tidak ; benjolan: ada / tidak , area: mammaeAscites: ada / tidak ; Peristaltik: 8 ; Nyeri tekan: adaLuka: tidak ada Lain-lain: -
Prenatal dan Intranatal:Inspeksi: Striae: Ada ; Línea: adaPalpasi: Leopold I : Kepala janin teraba di fundus
Leopold II : Bagian punggung teraba jelas, cembungTangan dan kaki teraba kecil dg bentuk/posisi tidak jelas dan menonjol
Leopold III: Teraba kepala, masih dapat digerakkanLeopold IV: Teraba kepala, konvergen
DJJ: 150 x/menitLain-lain: -
Postpartum:Fundus uteri: TFU: 40 cm ; kontraksi uterus: _______________________Luka: _____________________ ; Lain-lain: _____________________________
Lain-lain:Masalah keperawatan: Gangguan rasa nyamanGangguan citra tubuh
Gen
ital
ia
Keputihan: tidak ada ; Perdarahan: _______________________Laserasi: __________________________ ; VT: Ø ____________; eff: ___________Miksi: ____________________________ ; Defekasi: _________________________Lain-lain: Masalah keperawatan: Tidak ada
Tan
gan
dan
k
aki
Kemampuan pergerakan: bebas / terbatas ; Kekuatan otot: Refleks: Patella ____ ; Triceps ____ ; Biceps ____ ; Babinsky: _____ Brudzinsky: ____ ; Kernig ____ Keterangan: Edema: √ ; Luka: -Lain-lain:Masalah keperawatan: Gangguan perfusi jaringan
24
Aspek Sebelum hamil*/melahirkan*/sakit*
Sesudah hamil*/melahirkan*/sakit*
Nutrisi 3x sehari, porsi normal habis 3x sehari, porsi normal tidak habis
Elimi asi1500 ml/hari
2000ml/hari
Istirahat/tidur 6 jam sehari, teratur 5 jam, tidak teraturAktivitas Aktivitas normal Aktivitas berkurangSeksual Sering Berkurang Kebersihan Diri
Baik Baik
Koping Baik Baik Ibadah Tidak pernah meninggalkan
ibadahKadang-kadang meninggalkan ibadah
Konsep diri Baik Merasa malu (gemuk, besar)
*) coret yang tidak perlu*) Keterangan:
1. Kadang-kadang meninggalkan ibadah karena ketidaknyamanan yang dirasakan ibu hamil, terasa beban tubuhnya yang berat ditambah bila ibu mangalami asma akan merasa sesak nafas.
2. Merasa malu: parubahan fisik yang dialami ibu hamil tidak jarang menimbulkan perasaan yang tidak percaya diri atau menjadikan seorang ibu hamil merasa malu dengan perubahan badannya yang menjadi besar.
25
Pen
geta
hu
an d
an P
eril
aku
Kes
ehat
an
Kontrasepsi: Ny. A belum memiliki pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi karena masih hamil pertama.
Perawatan bayi/diri: Ny. A belum mengerti mengenai perawatan bayi yang baik karena belum berpengalaman untuk mengurus bayi.
Merokok: suami seorang perokok sehingga menambah faktor pencetus terjadinya asma.
Obat-obatan/Jamu: obat asma (Bronkodilator spiriva)
Lain-lain:-
Masalah keperawatan:Kurang Pengetahuan
Pem
erik
saan
Pen
un
jan
g d
an T
erap
i
Laboratorium Foto/Radiologi USG Lain-lain
Terapi/ Tindakan medis:
26
Surabaya,…………………….
Ners,
FORMAT ANALISA DATADATA ETIOLOGI MASALAH
DS: pasien mengeluh sesak nafas
DO:frekuensi pernafasan : 30 x/menit, penggunaan otot-otot asesori pernapasan, nafas pendek, wheezing, dispnea
Penyempitan bronkus/asma↓
Hipoventilasi↓
Kompensasi tubuh (hiperventilasi)↓
Penggunaan otot-otot asesori pernapasan, nafas pendek,
wheezing, dispnea,
Pola nafas tidak efektif
DS: Hidung tersumbat
DO:frekuensi pernafasan : 30 x/menit, batuk kering
Alergen↓
Pelepasan mediator inflamasi↓
Reaksi Ag Ab sel mast paru↓
Edema mukosa dan dinding bronkus
↓Saluran nafas terhambat
Bersihan jalan nafas tidak efektif
DS: Klien mengeluh tidak bisa mengeluarkan sekret
DO:frekuensi pernafasan : 30 x/menit, adanya sputum kental
Penyempitan bronkus/asama↓
Gangguan ventilasi (hipoventilasi)↓
Tubuh kekurangan O2↓
Suplai O2 ke otak tidak adekuat↓
Hipoksia
Gangguan pertukaran gas
DS:
Pasien mengatakan tidak
memiliki keinginan untuk
melakukan hubungan
Asma↓
↑ RR↓
Kurangnya keinginan untuk
Perubahan pola seksualitas
27
seksual ketika asma
muncul.
DO: Pasien mengatakan
tentang frekuensi
seksualitas kepada
perawat
melakukan hubungan seksual↓
Perubahan pola seksual
DS: Klien menyatakan bahwa klien tidak nafsu makan
DO: porsi makan hanya separuh yang dihabiskan, mual, muntah
Penyempitan bronkus/asma↓
Gangguan ventilasi (hipoventilasi)↓
Kompensasi tubuh (Hiperventilasi)
↓Nafas pendek, wheezing, dispnea
↓Mual
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.1 Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme
2. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme/penyempitan bronkus
4. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan sesak nafas akibat asma.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah akibat dispnea
6. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit (kehamilan disertai asma)
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea
9. Risiko cidera pada janin berhubungan dengan fetal distress.
28
3.2 Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Pola napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme.
Tujuan : Perbaikan pola napas.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan ventilasi adekuat dengan menunjukan RR:18-20 x/menit
dan irama napas teratur
b. Tidak terjadi wheezing.
c. Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain.
d. Pasien dapat melakukan pernafasan dalam.
e. Ekspansi paru mengembang.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan.
Mandiri
a. Tinggikan kepala dan bantu
Mengubah posisi. Berikan posisi
semi fowler.
b. Ajarkan pasien pernapasan dalam.
c. Auskultasi bunyi nafas dan catat
adanya bunyi nafas seperti
wheezing.
d. Kaji frekuensi kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada.
e. Observasi pola batuk dan karakter
sekret.
Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas.
a. Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan.
b. Membantu pasien memperpanjang
waktu ekspirasi sehingga pasien
akan bernapas lebih efektif dan
efisien.
c. Wheezing menyertai obstruksi jalan
nafas atau kegagalan pernafasan.
d. Kecepatan biasanya mencapai
kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.
Expansi dada terbatas yang
berhubungan dg nyeri dada.
29
e. Kongesti alveolar mengakibatkan
batuk sering/iritasi.
2. Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Pencapaian bersihan jalan napas.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas.
b. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Bronkodilator, misal albuterol
(Ventolin)
Mandiri
a. Tinggatkan masukan cairan
terutama air hangat.
b. Berikan pasien posisi yang nyaman,
misal peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat
tidur.
c. Pertahankan polusi lingkungan
minimum, misal debu, asap dan
bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
Memberikan pasien beberapa cara
untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea. Merilekskan otot halus
dan Menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan napas,
mengi dan produksi mukosa.
a. Penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus,
kekentalan skret dan
mempermudah penggeluaran.
b. Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernapasan
dengan menggunakan gravitasi.
c. Pencetus tipe reaksi alergi
Pernapasan.
30
3. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
spasme/penyempitan bronkus
Tujuan : Pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil : perbaikan ventilasi (dispnea hilang, oksigenasi adekuat), GDA
rentang normal (PO2 : 80-100 mmhg, PCO2 : 35-45 mmHg, HCO3 : 22-26 ,
SaO2 : >95 %)
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Dorong pasien untuk
mengeluarkan sputum
b. Tinggikan kepala dan bantu
Mengubah posisi. Berikan posisi
semi fowler
c. Auskultasi bunyi nafas
Kolaborasi
a. Berikan oksigen tambahan
a. Sekresi yang kental dan banyak
adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas
kecil
b. Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan
c. Adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus atau tertahannya
sekret
a. Memaksimalkan bernapas dan
31
menurunkan kerja napas.
4. Diagnosa : Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan sesak nafas
akibat asma.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan pasangan
dapat memahami bahwa seksualitas tidak hanya terbatas pada aktivitas
fisik.
Kriteria hasil :
Suami memberikan dukungan psikologis terhadap pengobatan istri.
Intervensi Rasional
1. Ciptakan hubungan terapeutik atas
dasar saling percaya dan saling
menghargai, berikan privasi dan
kepercayaan diri klien.
2. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan ketakutan dan
menanyakan masalah.
3. Diskusikan bentuk alternatif
ekspresi seksual yang dapat
diterima pada klien sesuai
kebutuhan.
4. Libatkan pasangan dalam diskusi.
1. Mempermudah asuhan
keperawatan untuk pasien.
2. Menggali masalah yang dihadapi
klien.
3. Menyesuaikan rencana tindakan
dengan kebutuhan klien.
4. Akan meningkatkan motivasi klien
dalam proses penyembuhan.
5. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah akibat dispnea.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
32
a. Menunjukkan berat badan yang stabil atau meningkat sesuai dengan
yang diharapkan nilai laboratorium normal.
b. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
c. Klien mengetahui makanan yang dapat menyebabkan serangan asma.
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Berikan makan porsi kecil tapi
sering.
b. Hindari makanan penghasil gas dan
minuman karbonat.
c. Timbang berat badan sesuai
indikasi.
d. Anjurkan klien untuk menghindari
alergen berupa makanan yang dapat
menimbulkan serangan asma.
Kolaborasi
Konsul ahli gizi/nutrisi untuk
memberikan makanan yang mudah
cerna, secara nutrisi seimbang.
a. Memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
b. Dapat menghasilkan distensi
abdomen yang mengganggu napas
abdomen dan gerakan diafragma,
dan dapat meningkatkan dispnea.
c. Berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
d. Menghindari alergen akan
mencegah timbulnya serangan
asma.
Metode makan dan kebutuhan kalori
didasarkan pada situasi/kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi
maksimal dengan upaya minimal
pasien.
33
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kasus Asma pada Ibu Hamil
a. Apakah sudah benar pengkajian yang diberikan kepada pasien?
Sudah benar, karena semua sistem sudah terkaji dan sudah didapatkan
datanya. Data fokus yang menjadi tanda khas klien penderita asma sudah
didapatkan yaitu wheezing dan terjadi peningkatan RR. Namun, untuk data
laboratorium belum ada sehingga perlu ditambahkan karena data ini dapat
membantu untuk menegakkan diagnose.
b. Apakah sudah benar analisis data yang telah dibuat?
Sudah benar, karena Analisa data yang telah dibuat sudah berdasarkan data
obyektif dan data subyektif yang didapat dari hasil pengkajian klien. Dari
hasil analisa data prioritas masalah keperawatan yang didapat pada kehamilan
dengan asma adalah pola nafas tidak efektif.
c. Apakah sudah benar diagnosa yang diangkat?
Diagnosa yang diangkat sudah benar dan sudah sesuai prioritas, namun perlu
ditambahkan masalah keperawatan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada janin. Hal ini dikarenakan hipoksia yang kebanyakan
terjadi pada ibu sehingga akan terjadi hipoksia pula pada janin, jika hal ini
tidak ditangani secara efektif akan menyebabkan janin lahir prematur dan
mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
d. Apakah sudah benar penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien?
Sudah benar, karena pada pasien asma frekuensi pernafasan meningkat
sehingga pasien membutuhkan terapi yang ditujukan untuk memperbaiki
frekuensi pernafasannya. Sebenarnya ada berbagai macam terapi yang bisa
diberikan pada klien namun menurut kami terapi yang paling baik untuk klien
dengan kondisi diatas adalah terapi pemberian oksigen, terapi farmako
(bronkodilator), dan pengaturan posisi klien yang tepat.
34
d. Apakah asuhan keperawatan yang diberikan sudah sesuai?
1. Secara keseluruhan askep yang diberikan sudah sesuai, namun pada
intervensi pola nafas tidak efektif b.d anoreksia seharusnya disebutkan
secara spesifik nilai BB normal klien. Selain itu dapat diberikan
intervensi tambahan berupa HE tentang pentingnya asupan nutrisi yang
adekuat untuk menunjang kesembuhan pasien, libatkan juga keluarga
dalam menyediakan menu makanan yang disukai oleh pasien selama
menu tersebut tidak dilarang oleh rumah sakit.
2. Intervensi pertama yang dapat diberikan untuk gangguan integritas kulit
adalah perawatan luka khemo agar terhindar dari kerusakan / infeksi,
setelah itu integritas kulit dapat dipantau secara teratur dan tindakan
terakhir adalah pemberian HE kepada pasien ataupun keluarga pasien
tentang pentingnya perawatan kulit pasca khemoterapi.
3. Diagnosa kurangnya pengetahuan tentang pelaksanaan pengobatan, dapat
ditambahkan intervensi berupa evaluasi terhadap pemahaman klien dan
keluarga tentang informasi yang telah diberikan dengan memberikan
pertanyaan terkait penyakit dan pengobatan yang akan dilaksanakan.
35
BAB 5
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas
terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita
hamil.
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu asma intrinsik ( disebabkan oleh allergen antara lain : serbuk-serbuk, debu,
bulu binatang, susu, telor, ikan, obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain)
dan asma ektrinsik (udara dingin, zat kimia, polutan udara, perubahan tekanan
udara, aktifitas fisik yang berlebih, ketegangan mental dan lain-lain).
Manifestasi klinis dari asma antara lain : nafas pendek, wheezing, dispnea
dengan lama ekspirasi, penggunaan otot-otot asesori pernapasan, pernapasan
cuping hidung, batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen
jalan napas sempit, sianosis, kecemasan dan lain-lain.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau
sering disebut sebagai faktor pencetus adalah : allergen, infeksi saluran nafas,
stress, olah raga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara, dan
lingkungan kerja.
4.2 Saran
Perawat dalam membuat asuhan keperawatan sebaiknya benar-benar
memperhatikan setiap keluhan dari pasien sehingga nantinya tidak akan
melewatkan hal-hal penting yang mungkin dapat berakibat buruk bagi janin.
Selain itu, perawat juga harusberkolaborasi dengan tim medis lain untuk
memberi terapi pada ibu dan janin serta keluarga sehingga akan dapat
memperbaiki kualitas hidup dari ibu maupun janinnya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Unair.(2011). Asma. Diakses tanggal 6 Oktober 2011, dari www.fk.unair.ac.id/docfiles/ASMA%20patol.docx
Khanzima.(2010). Asma dalam Kehamilan. Diakses tanggal 6 Oktober 2011, dari http://khanzima.wordpress.com/2010/10/20/asma-dalam-kehamilan/
Fakhrudin.(2009). Hamil dengan Asma. Diakses tanggal 7 Oktober 201, dari http://www.emir-fakhrudin.com/2009/12/hamil-dengan-asma-bronkhial.html
Vitahealth.2008.Informasi Lengkap Untuk Penderita & Keluarganya Asma. Jakarta : GM.
Fakultas Kedokteran Unair.(2011). Asma. Diakses tanggal 5 Oktober 2011, dari www.fk.unair.ac.id/pptfiles/asma%20new%20baru!!!.ppt
Cunningham, F. Gary dkk. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. EGC: Jakarta.Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran. 1999. Jakarta: Media Aesculapius.
37