asma akibat kerja

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan- bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Alergi dapat merupakan gangguan hipersensitivitas local atau sistemik. Kulit dan saluran napas adalah organ yang paling sering terpajan alergen dan terlibat dalam penyakit alergi. Reaksi alergi dapat juga terjadi di jaringan vaskular, traktus gastrointestinal, atau organ lain. Anafilaksis merupakan bentuk reaksi alergi sistemik yang paling berbahaya. Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel Th-2. Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4 dan IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi sel mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan 1

Upload: elok-izawati

Post on 27-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asma Akibat Kerja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh

seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang

umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.

Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan

yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang

yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut

alergen.

Alergi dapat merupakan gangguan hipersensitivitas local atau sistemik. Kulit dan

saluran napas adalah organ yang paling sering terpajan alergen dan terlibat dalam penyakit

alergi. Reaksi alergi dapat juga terjadi di jaringan vaskular, traktus gastrointestinal, atau

organ lain. Anafilaksis merupakan bentuk reaksi alergi sistemik yang paling berbahaya.

Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi diawali dengan

pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC), dipecah

menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan

dipresentasikan ke sel Th-2. Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain

IL-4 dan IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi sel

mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi

utama dalam reaksi alergi. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga

menimbulkan gejala alergi.

1

Page 2: Asma Akibat Kerja

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Akibat Kerja

Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000

jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang

digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan

kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut

menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera akibat kerja dapat

bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit penyakit

akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf,

alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.

Biological dan chemical terrorism yang mulai banyak dikhawatirkan ditujukan untuk

menimbulkan kematian atau penyakit pada manusia, hewan dan tanaman dengan

menggunakan bahan seperti anthrax, cacar, virus ensefalitis yang dikeringkan dan dijadikan

bubuk sehingga mudah disebarkan.

Penyakit pertama yang diduga merupakan Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah

silikosis yang sudah terjadi pada masa manusia membuat peralatan dari batu api.

Pengetahuan mengenai PAK masih terbatas karena sulitnya melakukan studi epidemiologi;

hal ini disebabkan berbagai hal seperti definisi PAK yang belum jelas, praktek hygiene

industri dan cara-cara laporan yang berbeda, tidak ada studi kontrol, tidak mungkin

menentukan gejala minimal, banyak karyawan tidak melapor dan sudah meninggalkan tempat

kerja sewaktu penelitian dilakukan sehingga hanya ditemukan survivor population. Hal

tersebut terlihat dari sedikitnya laporan PAK di Indonesia. PAK tersering adalah yang

mengenai saluran napas yaitu asma dan rinitis. PAK imunologik lain yaitu pneumonitis

hipersensitif yang mengenai paru dan PAK yang mengenai kulit.

2.2 Asma Akibat Kerja

Asma akibat kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma

akibat kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan

bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa ditegakkan

sangat menentukan prognosis.

2

Page 3: Asma Akibat Kerja

Asma Akibat Kerja (AAK) ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variabel dan

bronkus hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkial akut dan kronis. Hal tersebut

bermula dari inhalasi debu, uap, gas yang diproduksi atau digunakan karyawan atau secara

tidak sengaja ditemukan dalam lingkungan kerja. Ciri dari semua asma kronis adalah

iritabilitas berlebihan terhadap berbagai rangsangan/factor dalam lingkungan kerja. Asma

yang timbul dalam lingkungan kerja dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah asma

yang disebabkan bahan/faktor dalam lingkungan kerja dan kedua asma yang sudah ada

sebelum bekerja dan dipicu (eksaserbasi) oleh bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.5 Pada

karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15% akan memburuk akibat pajanan

terhadap bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.

Asma akibat kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki

disabilitas, harus pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan

turunnya kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma

seharusnya memberikan kompensasi. Ironisnya banyak perusahaan malah memecat pekerja

tersebut. Untuk itu, perlu undang-undang yang mengatur kompensasi bagi penderita penyakit

alergi akibat kerja.

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan

faktor lingkungan.

1. Faktor genetik

Hipereaktivitas

Atopi/alergi bronkus

Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

Jenis kelamin

Ras/etnik

2. Faktor lingkungan

Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)

Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)

Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu

sapi, telur)

Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll)

Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum dan lain-lain)

Ekpresi emosi berlebih

Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

3

Page 4: Asma Akibat Kerja

Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas

tertentu

Perubahan cuaca

2.3 Patofisiologi Asma

Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang

ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu

diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain

akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah

alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th

memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk

berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk

akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila

proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi

rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang

sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan

basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel

yang menurunkan kadar cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan

menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing

suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)

dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-

otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan

bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema

mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi kelenjar

mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan

ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan

difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada

tahap yang sangat lanjut. (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

2.4 Klasifikasi Asma

4

Page 5: Asma Akibat Kerja

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik

sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2

agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,

kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang

dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan pemeriksaan klinis termasuk uji

faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting

dalam penatalaksanaannya.

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten;

2)Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang

dewasa

Derajat asma Gejala Gejala malam

Intermitten Bulanan

- Gejala<1x/minggu. - ≤ 2 kali sebulan

- Tanpa gejala diluar serangan.

- Serangan singkat.

Persisten ringan Mingguan

- Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari. - >2 kali sebulan

- Serangan dapat mengganggu aktifiti dan tidur .

Persisten sedang Harian

- Gejala setiap hari.

- Serangan mengganggu aktifiti dan tidur.

- Membutuhkan bronkodilator setiap hari. - >2 kali sebulan

Persisten berat Kontinyu

- Gejala terus menerus - Sering

5

Page 6: Asma Akibat Kerja

- Sering kambuh

- Aktifiti fisik terbatas

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan

sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative

for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda

klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi

yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

sedang dan asma serangan berat.

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).

Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,

tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan

asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap

untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani

pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian

tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang

kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko

tinggi.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

Parameter klinis,

fungsi faal paru,

laboratorium

Ringan Sedang Berat Ancaman henti

napas

Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Bisa

berbaring

Lebih suka duduk Duduk

bertopang

lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

6

Page 7: Asma Akibat Kerja

Kesadaran Mungkin

iritabel

Biasanya iritabel Biasanya

iritabel

Kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Wheezing , Sedang,

sering hanya

pada akhir

ekspirasi

Nyaring,sepanjang

ekspirasi±inspirasi

Sangat nyaring,

terdengar tanpa

stetoskop

Sulit/tidak

terdengar

Penggunaan otot

bantu respiratorik

Biasanya

tidak

Biasanya ya Ya Gerakan

paradok torako-

abdominal

Retraksi Dangkal,

retraksi

interkostal

Sedang, ditambah

retraksi

suprasternal

Dalam,

ditambah napas

cuping hidung

Dangkal / hilang

Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%

PaO2 Normal

(biasanya

tidak perlu

diperiksa)

>60 mmHg <60 mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Sumber : GINA, 2006

Tabel 3. Jenis Obat Asma

Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat

Pengontrol

(Antiinflamasi)

Pelega

(Bronkodilator)

Steroid inhalasi

Antileukokotrin

Kortikosteroid

sistemik

Agonis beta-2

kerjalama

kombinasi steroid

Flutikason propionat

Budesonide

Zafirlukast

Metilprednisolon

Prednison

Prokaterol

IDT

IDT, turbuhaler

Oral(tablet)

Oral(injeksi)

Oral

Oral

7

Page 8: Asma Akibat Kerja

dan

Agonis beta-2

kerjalama

Agonis beta-2 kerja

cepat

Antikolinergik

Metilsantin

Kortikosteroid

sistemik

Formoterol

Salmeterol

Flutikason +

Salmeterol.

Budesonide +

formoterol

Salbutamol

Terbutalin

Prokaterol

Fenoterol

Ipratropium bromide

Teofilin

Aminofilin

Teofilin lepas lambat

Metilprednisolon

Prednison

Turbuhaler

IDT

IDT

Turbuhaler

Oral, IDT, rotacap

solution

Oral, IDT,

turbuhaler, solution,

ampul (injeksi)

IDT

IDT, solution

IDT, solution

Oral

Oral, injeksi

Oral

Oral, inhaler

Oral

IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer

Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser

Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet

Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

2.5 Reactive Airways Dysfunction Syndrome

Reactive Airways Dysfunction Syndrome (RADS) atau irritant induced asthma adalah

reaksi non-imunologik serupa asma yang terjadi setelah satu kali pajanan terhadap kadar

iritan (Toluen Diisosianat/TDI, klorin, fosgen) yang tinggi. Hipereaktivitas bronkus dapat

menetap sedikitnya satu tahun pasca pajanan tersebut. Pajanan terhadap iritan kadar rendah

untuk jangka waktu yang lama dapat juga menimbulkan reaksi serupa.

Dewasa ini, sekitar 250 bahan dalam lingkungan kerja sudah diketahui dapat

menimbulkan asma. Bahan-bahan dengan berat molekul tinggi (HMW seperti bahan asal

hewan, tanaman seperti tepung, kopi, soya) biasanya menginduksi sintesis IgE dan memicu

reaksi asma alergi tipe I. Bahan dengan berat molekul rendah (LMW) seperti TDI, Trimellitic

8

Page 9: Asma Akibat Kerja

Anhydride/TMA, platina, nickel merupakan hapten yang berikatan dengan protein pembawa

asal tubuh yang dapat memacu sintesis IgE. Bahan HMW berhubungan, sedang bahan LMW

tidak berhubungan dengan atopi. HMW biasanya menimbulkan reaksi dini dan lambat,

sedangkan LMW reaksi lambat terisolasi.

Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang

disebabkan oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis terjadi pada

hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga Monday morning fever

atau Monday moning chest tightness atau Monday morning asthma. Bisinosis lebih sering

ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding

karyawan pertenunan.

Pneumonitis hipersensitif (PH) adalah penyakit parenkim paru akibat pajanan dan

sensitisasi terhadap berbagai debu organik, misalnya produk bakteri, jamur dan protein asal

tanaman. Diisosianat yang digunakan dalam produksi poliuretan, busa, plastik dapat pula

menimbulkan PH. Reaksi yang terjadi pada PH dewasa ini dianggap sebagai campuran reaksi

Tipe III dan Tipe IV.

2.6 Ddiagnosis Asma Akibat Kerja

Untuk menegakkan diagnosis AAK, perlu diketahui riwayat atopi, penilaian pajanan,

imunologi (molekular dan selular), foto paru dan fisiologi seperti hipereaktivitas bronkus,

fungsi paru serial, uji inhalasi spesifik yang merupakan gold standard.

Diagnosis asma akibat kerja pada prinsipnya adalah menghubungkan gejala klinis

asma dengan lingkungan kerja; oleh karenanya dibutuhkan suatu anamnesis yang baik dan

pemeriksaan penunjang yang tepat. Anamnesis teliti mengenai apa yang terjadi di lingkungan

kerjanya merupakan hal penting; seperti : kapan mulai bekerja di tempat saat ini, apa

pekerjaan sebelum di tempat kerja saat ini, apa yang dikerjakan setiap hari, proses apa yang

terjadi di tempat kerja, bahan-bahan yang dipakai dalam proses produksi serta data bahan

tersebut. Dan yang tak kalah penting adalah peninjauan lapangan oleh pemeriksa (dokter)

untuk lebih memahami situasi lapangan.

Selain anamnesis mengenai tempat kerja, yang perlu juga diketahui adalah mengenai

klinis yang terjadi. Kapan mulai timbulnya keluhan, sejak mulai masuk tempat tersebut atau

yang dikenal sebagai masa laten. Masa laten dapat beberapa minggu sampai beberapa tahun,

umumnya 1-2 tahun.Klinis sesak, batuk, mengi dapat timbul sewaktu kerja, setelah kerja

(sore maupun malam) atau keduanya. Bila frekuensi serangan lebih sering/memburuk

9

Page 10: Asma Akibat Kerja

sewaktu hari kerja dibandingkan hari libur atau akhir minggu maka dapat diduga asma yang

timbul berhubungan dengan tempat kerja.

Pemeriksaan penunjang Spirometri (pemeriksaan FEV1) sebelum dan sesudah shift.

Dikatakan positif bila terjadi penurunan FEV1 sebesar lebih dari 5% antara sebelum dan

sesudah kerja; pada orang normal variabel tersebut kurang dari 3%. Pemeriksaan ini oleh

banyak ahli diragukan sensitivitasnya karena pada suatu penelitian hanya 20% penderita

asma disebabkan colophony yang turun FEV1nya selama workshift; sedangkan penurunan

FEV1 juga dijumpai pada 10% kelompok orang yang tidak asma (kontrol).

Cara lain adalah pengukuran FEV1 dan FVC pada pekerja (tersangka asma akibat

kerja) yang dikeluarkan dari lingkung an kerjanya dan kemudian diukur ulang sewaktu

bekerja kembali. Apabila hasilnya memperlihatkan perbaikan selama meninggalkan tempat

kerja dan didukung oleh perbaikan ke luhan maka dapat disimpulkan hubungan keluhan

klinis dan tempat kerja.

PEFR : Pemeriksaan serial PEFR (peak expiratory flow rate) selama hari-hari kerja

dan beberapa hari libur di rumah, merupakan pemeriksaan asma akibat kerja yang terbaik.

Dikatakan positif respons bila kurva pengukuran selama hari libur di rumah lebih baik dari

sewaktu hari kerja.

Tes provokasi

Ada dua macam pemeriksaan:

1. Non spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan histamin atau metakolin.

Pemeriksaan ini hanya membuktikan bronkus hiperreaktif .

2. Spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan alergen yang diduga

penyebab. Pemeriksaan ini bila dapat dilaksanakan merupakan cara

pembuktian terbaik bahwa alergen tempat kerja merupakan penyebab.

Kesulitannya terletak pada penentuan alergen penyebab dan reproduksinya

bila telah diketahui.

Tes kulit dan tes serologi

Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila agen penyebab nya bahan dengan berat

molekul besar karena akan merangsang terjadinya reaksi imunologi (IgE).

2.7 Penatalaksanaan Asma Akibat Kerja

10

Page 11: Asma Akibat Kerja

Untuk mencegah terjadinya asma akibat kerja maka pemeriksaan kesehatan sebelum

kerja, pemakaian alat pelindung, pemantauan polutan di udara lingkungan kerja sangat

dianjurkan. Bila telah terjadi asma akibat kerja, maka pemindahan ke luar lingkungan kerja

merupakan hal penting. Apabila karena sesuatu hal tidak bisa dipindahkan maka harus

dilakukan upaya pencegahan dan pemantauan penurunan fungsi paru.

Evaluasi fungsi paru secara berkala pada pekerja yang sudah menderita asma akibat

kerja diperlukan untuk mencegah kecacatan. Klinis asma akan menetap sampai beberapa

tahun meskipun pekerja tersebut sudah keluar dari lingkungan kerjanya.

Pengobatan medikamentosa pada pasien asma akibat kerja sama seperti asma bronkial

pada umumnya:

Teofilin, merupakan bronkodilator dan dapat menekan neutrophil chemotactic factor .

Efektifitas kedua fungsi di atas tergantung dari kadar serum teofilin.

Agonis beta, merupakan bronkodilator yang paling baik untuk pengobatan asma

akibat kerja dibandingkan dengan antagonis kolinergik (ipratropium bromid).

Kombinasi agonis beta dengan ipratropium bromid memperbaiki fungsi paru lebih

baik dibanding hanya beta agonist saja.

Kortikosteroid, dari berbagai penelitian diketahui dapat mencegah bronkokonstriksi

yang disebabkan oleh provokasi bronkus menggunakan alergen. Selain itu juga akan

memperbaiki fungsi paru, menurunkan eksaserbasi dan hiperesponsivitas saluran nafas dan

pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup.

11

Page 12: Asma Akibat Kerja

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma akibat kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma

akibat kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan

bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa ditegakkan

sangat menentukan prognosis. Selain itu, menghindari paparan alergen penyebab ternyata

hanya memberi kesembuhan 50 % penderita. Penelitian retrospektif menunjukkan gejala

asma, obstruksi bronkus, dan hiperreaktivitas menetap walau tidak ada paparan alergen lagi.

Dengan demikian, jelas tindakan preventif yang tepat sangat diperlukan.

Pencegahan tingkat kedua dengan deteksi diri pekerja yang menderita penyakit

tersebut dan menghentikan paparan lebih lanjut. Ini akan mengurangi progresifitas penyakit,

sehingga tidak menjadi lebih berat. Dokter perusahaan harus melakukan pemantauan medis

secara rutin, khususnya pada pekerja yang banyak terpapar alergen.

Tindakan di tingkat tersier adalah menghindarkan pekerja yang telah terdiagnosis dari

lingkungan kerja sebelumnya yang banyak alergen, ke lingkungan kerja bebas alergen. Hal

ini akan mencegah kerusakan akibat asma dan hiperreaktivitas yang menetap.

Asma akibat kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki

disabilitas, harus pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan

turunnya kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma

seharusnya memberikan kompensasi.

3.2 Saran

Saat ini sekitar 7 dari 100 pekerja penuh ( full time ) yang bekerja di sektor swasta

setiap tahunnya mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Di dunia sekitar 2,8 juta

kasus mengakibatkan hilangnya waktu berproduksi dan setiap tahunnya pula 6000 pekerja

meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja.

Perencanaan perlu dilaksanakan untuk mengidentifikasi bahaya penilaian

pengendalian resiko. Perencanaan harus didokumentasikan dan terus diperbaharui sesuai

dengan keadaan. Mengidentifikasikan bahaya, resiko dan implementasi pencegahan termasuk

kegiatan rutin dan non rutin, dan kegiatan setiap personal yang mempunyai akses ke tempat

kerja termasuk kontraktor dan tamu.

12

Page 13: Asma Akibat Kerja

Metode untuk mengidentifikasi bahaya dan penilaian resiko :

Mendefinisikan sesuai ruang lingkup, sifat alami dan waktu untuk memastikan

proaktif.

Klasifikasi resiko dan identifikasi mana yang harus dihilangkan atau dikontrol.

Konsisten dengan pengalaman operasi dan kemampuan pengontrolan resiko yang

dimiliki.

Menentukan fasilitas yang diperlukan, identifikasi pelatihan yang mungkin diperlukan

atau pengembangan kontrol opersional.

Memonitor langkah-langkah yang mungkin yang diperlukan untuk memastikan

efektivitas dan ketepatan waktu implementasi.

Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengontrolan resiko dijelaskan dalam formulir

HIRARC (Hazard Identification Resico Assesement dan Resico Control).

Suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk selalu mamperhatikan dan menjamin

implementasi, peraturan keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang meliputi :

Peningkatan berkelanjutan

Sesuai dengan aturan dan perundangan keselamatan dan kesehatan ditempat kerja

yang berlaku.

Mengkomunikasikan keseluruh karyawan agar karyawan sadar dan mawas mengenai

kewajiban keselamatan dan kesehatan pribadi.

Dapat diketahui atau terbuka bagi pihak-pihak yang berminat.

Evaluasi berkala untuk mempertahankan agar tetap relevan dan sesuai dengan

perusahaan.

Perusahaan juga harus memiliki kewajiban-kewajiban didalam manajemen keselamatan kerja

yaitu :

1. Safety Policy

Mendefinisikan kebijaksanaan umum suatu perusahaan didalam hal keselamatan kerja.

2. Organisation / Management Commitment

Merinci komitmen manajemen disetiap level dan dalam bentuk tindakan sehari-hari.

3. Accountability

13

Page 14: Asma Akibat Kerja

Mengindikasikan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh bawahan untuk menjamin

keselamatan kerja.

Yang dimaksud Accountability dalam manajemen keselamatan kerja adalah suatu

pengukuran yang aktif oleh manajemen untuk menjamin terpenuhinya suatu target

keselamatan. Didalam Accountability ini tercakup dua hal yaitu :

1. Responsibility

Yaitu keharusan menanggung aktivitas dan akibat-akibatnya didalam suatu keselamatan.

2. Authority

Yaitu hak untuk memperbaiki, memerintahkan dan menentukan arahan dan tahapan suatu

tindakan.

14

Page 15: Asma Akibat Kerja

DAFTAR PUSTAKA

1. Nadel M, Boushey M, Textbook of respiratory medicine. 3rd edition, vol. 2,

Philadelphia, Pennsylvania. 54:1575-1614, 2000.

2. Cermin Dunia Kedokteran : Penyakit Akibat Kerja, 2006

3. Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP(K) : Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008

4. http//www.wikipedia.penyakit akibat kerja-k3.com

15