pembahasan asma akibat kerja.kel.1

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Case Study 1 Seorang pekerja pabrik roti dan kue mengeluh akhir-akhir ini sering batuk-batuk hingga lebih dari 2 minggu, kdang berdahak, demam tidak ada. Nafsu makan biasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadan umum dan status generalis:dbn Pada paru didapatkan simetris, fremitus kiri = kanan, vesikuler, suara napas dasar vesikuler disertai rhonki basah di kedua lobus paru, tidak ada wheezing hanya didapatkan ekspirasi memanjang. 1.2 Problem Analysis 1

Upload: dralfu

Post on 01-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Case Study 1

Seorang pekerja pabrik roti dan kue mengeluh akhir-akhir ini sering batuk-batuk hingga lebih dari 2 minggu, kdang berdahak, demam tidak ada. Nafsu makan biasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadan umum dan status generalis:dbn Pada paru didapatkan simetris, fremitus kiri = kanan, vesikuler, suara napas dasar vesikuler disertai rhonki basah di kedua lobus paru, tidak ada wheezing hanya didapatkan ekspirasi memanjang.

1.2 Problem Analysis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Pengendalian Penyakit akibat Kerja dan Kecelakaan melalui Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain: 1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

2. Petugas kesehatan dan non kesehatan 1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.

5. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya

6. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain:

1. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan

2. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift

3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya

4. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan

5. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain.: 1. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja

2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)

3. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

4. Heat exhauster

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment)

Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:

1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umum. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:

Anamnese pekerjaan

Penyakit yang pernah diderita

Alrergi

Imunisasi yang pernah didapat

Pemeriksaan badan

Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :

Tuberkulin test

Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala

Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

1. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

2.2Asma akibat Kerja

2.2.1Epidemiologi

Asma akibat kerja merupakan penyakit paru akibat kerja yang sering dijumpai terutama di negara maju. Ini tergambar dari laporan di Kanada pada tahun 1977 dan 1986; pada tahun 1977 asma akibat kerja menempati urutan di bawah asbestosis dan silikosis, pada tahun 1986 menjadi urutan teratas melam-paui asbestosis dan silikosis. Prevalensi di masyarakat umum tak diketahui pasti, akan tetapi di Amerika Serikat 15% populasi penderita asma bronkial mempunyai hubungan dengan faktor lingkungan kerjanya. Prevalensi asma akibat kerja di dalam beberapa populasi jenis industri tergambar sebagai berikut :

1. Baker asma (akibat tepung terigu), dilaporkan dari beberapa penelitian dapat mencapai 25-30 % dari pekerja yang terpapar.2. Alergi latex pada tenaga medis didapat sebesar 17%.3. Asma pada pekerja pengecatan otomotif sebesar 17% di-banding 3,2 % pada kelompok control.4. Sebesar 25% pekerja industri detergen yang terpapar enzim bahan detergen mengalami gangguan pernafasan.5. Pada industri yang menggunakan bahan kimia isosianat (otomotif, pesawat terbang, kereta api) 10% pekerjanya men-derita asma akibat kerja.2.2.3Penyebab

Lebih dari 250 agent (polutan) organik dan anorganik di lingkungan tempat kerja diduga merupakan pencetus terjadinya asma akibat kerja, termasuk bahan-bahan di bawah ini ;

Debu organik dengan berat molekul besar seperti tanam-an, protein hewan, sayuran, latex alam, tepung, ikan, kepiting dll. Bahan kimia dengan berat molekul kecil seperti diisosia-nat, garam platinum , nikel, colophony, obat, debu kayu dll. Bahan iritan seperti gas klorin, sulfur dioksid, asap kebakaran. 2.2.4Definisi dan Klasifikasi asma akibat kerja adanya gangguan aliran udara pernafasan dan hiperreaktivitas bronkus akibat agent (polutan) spesifik di tempat kerja dan bukan di luar tempat kerja. Agent (polutan) tersebut dapat berupa gas, debu, kabut, maupun uap. Bila berdasarkan definisi di atas maka pekerja penderita asma atau pernah menderita asma sebelumnya dan kemudian menjadi lebih buruk setelah terpapar polutan tempat kerja tak termasuk di dalamnya. Oleh karena itu asma akibat kerja dibagi dua kategori yaitu asma akibat kerja dan asma yang diper-buruk oleh lingkungan kerja. Selain dua kategori di atas juga dikenal pembagian menurut masa laten ( waktu yang dibutuhkan dari mulai terpapar sampai timbulnya asma klinis).

Terdapat masa laten

Asma akibat kerja dengan masa laten biasanya disebabkan oleh paparan agent dengan berat molekul besar. Mekanismenya melalui proses imunologi (IgE), walaupun sebagian kecil susah dibuktikan karena polutannya mempunyai berat molekul kecil (hapten).

Tidak terdapat masa laten

Disebabkan oleh mekanisme iritasi bahan gas/ kimia dengan konsentrasi amat tinggi dalam waktu singkat yang menyebabkan gangguan pernafasan dan bronkus hiperresponsif. Contoh : RADS (Reactive Airway Dysfunction Syndrome).

2.2.5Patofisiologi1. Iritasi langsung

Iritasi menjadi provokasi langsung terjadinya asma bron-kial. Terutama disebabkan oleh asam khlorida, sulfur dioksid, amoniak yang banyak dipakai dalam industri perminyakan dan kimia. Pekerja yang sudah mempunyai kelainan pernafasan lain lebih mudah terserang asma akibat kerja jenis ini.

2. Alergi

Alergi berperan penting pada sebagian besar asma bronkial akibat kerja. Patofisiologinya sama dengan asma bronkial umumnya melalui hiperreaktifitas tipe I (IgE). Bahan polutan dengan berat molekul besar (> 5000 dalton) biasanya melalui mekanisme ini yaitu terbentuknya IgE spesifik terhadap bahan tersebut dan pada pemeriksaan tes kulit (prick test) hasilnya positif. IgE spesifik yang terbentuk bila berikatan dengan antigen (polutan) akan menyebabkan sel mast dan sel inflamasi lain mengeluarkan mediator seperti histamin, eosinophilic chemotactic factor (ECF-A), neutrophil chemotactic factor (NCF-A) dll sehingga terjadi proses inflamasi. Mediator ter-sebut ditemukan pada cairan BAL (broncho alveolar lavage) pasien asma yang diprovokasi oleh alergen tempat kerja. Pada agent/polutan dengan berat molekul rendah (< 5000 dalton) tidak selalu ditemukan Ig E spesifik, karena diper-kirakan alergen tersebut hanya berupa hapten dan harus ber-konjugasi dengan protein lain untuk menjadi alergen; tetapi pada pemeriksaan BAL pasien-pasien tersebut menunjukkan mediator yang sama seperti asma yang disebabkan oleh berat molekul besar. Oleh sebab itu meskipun tak ditemukan IgE, tetap terbukti terjadi reaksi imunologis (inflamasi) pada pasien tersebut.

3. Farmakologik

Inhalasi udara tempat kerja dapat menyebabkan akumulasi bahan kimia yang ada dalam tubuh seperti histamin atau asetilkolin; akumulasinya dalam paru-paru menyebabkan asma bronkial. Contohnya insektisida dalam industri pertanian dapat menyebabkan terbentuknya asetilkolin dan menyebabkan kon-traksi otot pernafasan sehingga terjadi konstriksi saluran nafas. Klinis Sama seperti asma bronkial pada umumnya yaitu adanya batuk-batuk, sesak nafas, mengi, yang kadang disertai rinitis dan mata gatal. Sedang derajat berat serangan dapat bervariasi. 2.2 6Diagnosis Diagnosis asma akibat kerja pada prinsipnya adalah menghubungkan gejala klinis asma dengan lingkungan kerja; oleh karenanya dibutuhkan suatu anamnesis yang baik dan peme-riksaan penunjang yang tepat. Anamnesis teliti mengenai apa yang terjadi di lingkungan kerjanya merupakan hal penting; seperti : kapan mulai bekerja di tempat saat ini, apa pekerjaan sebelum di tempat kerja saat ini, apa yang dikerjakan setiap hari, proses apa yang terjadi di tempat kerja, bahan-bahan yang dipakai dalam proses produksi serta data bahan tersebut. Dan yang tak kalah penting adalah peninjauan lapangan oleh pemeriksa (dokter) untuk lebih memahami situasi lapangan. Selain anamnesis mengenai tempat kerja, yang perlu juga diketahui adalah mengenai klinis yang terjadi. Kapan mulai timbulnya keluhan, sejak mulai masuk tempat tersebut atau yang dikenal sebagai masa laten.Masa laten dapat beberapa minggu sampai beberapa tahun, umumnya 1-2 tahun.Klinis sesak, batuk, mengi dapat timbul sewaktu kerja, setelah kerja (sore maupun malam) atau keduanya. Bila frekuensi serangan lebih sering/memburuk sewaktu hari kerja dibandingkan hari libur atau akhir minggu maka dapat diduga asma yang timbul berhubungan dengan tempat kerja. Pemeriksaan penunjang

Spirometri (pemeriksaan FEV1) sebelum dan sesudah shift. Dikatakan positif bila terjadi penurunan FEV1 sebesar lebih dari 5% antara sebelum dan sesudah kerja; pada orang normal variabel tersebut kurang dari 3%. Pemeriksaan ini oleh banyak ahli diragukan sensitivitasnya karena pada suatu penelitian hanya 20% penderita asma disebabkan colophony yang turun FEV1nya selama workshift; sedangkan penurunan FEV1 juga dijumpai pada 10% kelompok orang yang tidak asma (kontrol). Cara lain adalah pengukuran FEV1 dan FVC pada pekerja (tersangka asma akibat kerja) yang dikeluarkan dari lingkung-an kerjanya dan kemudian diukur ulang sewaktu bekerja kembali. Apabila hasilnya memperlihatkan perbaikan selama meninggalkan tempat kerja dan didukung oleh perbaikan ke-luhan maka dapat disimpulkan adanya hubungan keluhan klinis dan tempat kerja.1,2,5PEFR : Pemeriksaan serial PEFR (peak expiratory flow rate) selama hari-hari kerja dan beberapa hari libur di rumah, me-rupakan pemeriksaan asma akibat kerja yang terbaik. Di-katakan positif respons bila kurva pengukuran selama hari libur di rumah lebih baik dari sewaktu hari kerja.

Tes provokasiAda dua macam pemeriksaan: Non spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan histamin atau metakolin. Pemeriksaan ini hanya membuktikan adanya bronkus hiperreaktif . Spesifik yaitu provokasi bronkus menggunakan alergen yang diduga penyebab. Pemeriksaan ini bila dapat dilaksanakan merupakan cara pembuktian terbaik bahwa alergen tempat kerja merupakan penyebab. Kesulitannya terletak pada penen-tuan alergen penyebab dan reproduksinya bila telah diketahui. Tes kulit dan tes serologiPemeriksaan ini dapat dilakukan apabila agen penyebab-nya bahan dengan berat molekul besar karena akan merangsang terjadinya reaksi imunologi (IgE). Faktor PrediposisiSeperti diketahui timbulnya asma adalah hasil interaksi antara faktor host (genetik) dan faktor lingkungan. Faktor predisposisi asma akibat kerja adalah atopi dan merokok. Atopi merupakan faktor predisposisi pada asma akibat bahan berberat molekul besar dan tidak pada yang disebabkan oleh bahan ber-berat molekul kecil. Sedangkan faktor merokok pada beberapa penelitian menunjukan bahwa orang atopi dan merokok lebih mudah tersensitisasi alergen dalam lingkungan kerja daripada orang atopi dan tak merokok. Penatalaksanaan Untuk mencegah terjadinya asma akibat kerja maka pe-meriksaan kesehatan sebelum kerja, pemakaian alat pelindung, pemantauan polutan di udara lingkungan kerja sangat dianjurkan. Bila telah terjadi asma akibat kerja, maka pemindahan ke luar lingkungan kerja merupakan hal penting. Apabila karena sesuatu hal tidak bisa dipindahkan maka harus dilakukan upaya pencegahan dan pemantauan penurunan fungsi paru. Evaluasi fungsi paru secara berkala pada pekerja yang sudah menderita asma akibat kerja diperlukan untuk mencegah kecacatan. Klinis asma akan menetap sampai beberapa tahun meskipun pekerja tersebut sudah keluar dari lingkungan kerjanya. Pengobatan medikamentosa pada pasien asma akibat kerja sama seperti asma bronkial pada umumnya:

Teofilin, merupakan bronkodilator dan dapat menekanneutrophil kemotaktik faktor. Efektifitas kedua fungsi di atas tergantung dari kadar serum teofilin. Agonis beta, merupakan bronkodilator yang paling baik untuk pengobatan asma akibat kerja dibandingkan dengan anta-gonis kolinergik (ipratropium bromid). Kombinasi agonis beta dengan ipratropium bromid memperbaiki fungsi paru lebih baik dibanding hanya beta agonist saja.

Kortikosteroid, dari berbagai penelitian diketahui dapat mencegah bronkokonstriksi yang disebabkan oleh provokasi bronkus menggunakan alergen. Selain itu juga akan memper-baiki fungsi paru, menurunkan eksaserbasi dan hiperesponsivitas saluran nafas dan pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup.2.3Bakers asthma

Bakers asthma merupakan bentuk tersering dari asma okupasional. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa bakers asthma merupakan penyakit alergi karena ditemukan skin tes yang positif terhadap ekstrak tepung dan menunjukkan gejala asma. Etiologi dari sensitisasi terhdap tepung menunjukkan perubahan pada tes bronchial. Pembuat roti sering atopic dengan menggunakan tes IgE . Gejalanya berkembang setelah periode laten beberapa bulan atau tahun. Biasanya terdapat hubungan antara gejala dengan waktu kerja.

Antibodi spesifik IgE sering ditemukan pada bakers asthma atau rhinitis karena tepung. Banyak protein pada tepug yang bersifat allergen. Selain itu, terdapat berbagai macam enzim yang ditambahkan pada tepung selama pembuatan roti. Walaupun enzim hanya digunakan pada beberapa ment, tetap saja dapat menyebabkan sensitisasi dan bakers asthma. Enzim yang paling sering digunakan dalah amylase dari jamur. Inhalasi allergen dari tepung dan amylase dihitung berdasarkan waktu tereksposnya.

Karena merupakan asma alergi, penatalksanaan dari bakers asthma dengan menghindari alregen. Penghindaran allergen dapat menggunakan alat proteksi (masker) atau pemindahan tempat tempat kerja. Simtomatik baker tapa sensitisasi dapat ditolong dengan relokasi zat zat yang terekspos. Pembuat roti dengan rhinitis dan sensitisasi dapat diatasi dengan relokasi tempat kerja. Pembuat roti yang tersensitisasi dengan tepung atau amylase tanpa gejala respiratori harus diperiksa secara berkala. Pembuat roti dengan rhinitis tanpa sensitisasi terhdap allergen tidak perlu pemeriksaan secara berkala sampai ditemukan gejala yang memburuk.

2.4Bronkitis Akibat Kerja

2.4.1 Definisi

Pada kasus ini memiliki tanda dan gejala yang menindikasi kepada bronkitis. Pada pekerja industri roti dan kue atau pekerja apapun, jika kondisi lingkungan kerja tidak bersih dan kotor dapat memicu timbulnya penyakit akibat kerja, termasuk bronkitis. Bronkitis merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang dapat etrjadi akibat infeksi ataupun polusi yang ada di lingkungan kerja.Bronkitis (Bronchitis; Inflammation - bronchi) adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

2.4.2 Etiologi

a) Bronkitis infeksiosa

Dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan (terutama) organisme yang menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia). Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru-paru dan saluran pernafasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:

Sinusitis kronis

Bronkiektasis

Alergi

Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.

b) Bronkitis iritatif

Dapat disebabkan oleh bahan-bahan iritan seperti :

Berbagai jenis debu

Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromin

Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida

Tembakau dan rokok lainnya.

2.4.3.Gambaran Klinis

Gejala yang terjadi pada penderita bronkitis sangat bervariatif, umumnya gejala yang dialami adalah sebagai berikut : - batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan) - sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan - sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu) - bengek - lelah - wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan - pipi tampak kemerahan - sakit kepala - gangguan penglihatan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan.Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.

Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu.Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk. Dan Bisa terjadi pneumonia.

4. Tatalaksana

Penatalaksanaanya dilakukan berdasarkan etiologinya, jika penyebabnya adalah infeksi maka penanganannya dengan antibiotik, dan jika akibat polusi maka harus mengurangi paparan polutan penyebabnya.

Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa diberikan Aspirin atau asetaminofen; kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan asetaminofen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan. Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu dilakukan penggantian antibiotik. 2.5BRONKITIS KRONIK

2.5.1DefinisiBronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).

Definisi bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga minggu (Samer Qarah, 2007).Definisi bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.

2.5.2PenyebabAsap rokok, debu di tempat kerja dan polusi udara merupakan bahan-bahan iritan dan oksidan yang menyebabkan terjadinya bronkitis kronik.

Dalam hal ini kemungkinan bahan iritan yang dapat menyebabkan timbulnya bronkitis adalah tepung gandum serta debu biji-bijian.

Perburukan fungsi paru akan cepat terjadi bila timbul fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor dapat memperburuk perjalanan penyakit.

Faktor itu adalah:

1. Faktor risiko, yaitu faktor yang dapat menimbulkan serta memperburuk penyakit seperti merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi dan perubahan cuaca.

2. Derajat obstruksi saluran napas yang terjadi dan identifikasi komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas.

3. Tahap perjalanan penyakit.

4. Penyakit lain yang memudahkan timbulnya infeksi saluran napas bawah seperti sinusitis dan faringitis kronik.

2.5.3PatologiKelainan utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus, dimana dapat menyebabkan penyempitan pada saluran bronkus, sehingga diameter bronkus ini menebal lebih dari 30-40% dari normal. Terdapat juga peradangan difus, penambahan sel mononuklear di submukosa trakeo bronkial, metaplasia epitel bronkus dan silia berkurang. Yang penting juga adalah perubahan pada saluran napas kecil yaitu sekresi sel goblet, bukan saja bertambah dalam jumlahnya akan tetapi juga lebih kental sehingga menghasilkan substansi yang mukopurulen, sel radang di mukosa dan submukosa, edema, fibrosis peribronkial, penyumbatan mukus intraluminal dan penambahan otot polos.

2.5.4PatogenesisDua faktor utama yang menyebabkan bronkitis yaitu adanya zat-zat asing yang ada di dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi. Bronkitis kronik ditandai dengan hipersekresi mukus pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole, menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang berlebihan.

2.5.5PatofisiologiPada bronkitis terjadi penyempitan saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, disebabkan karena perubahan pada saluran pernapasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang-kadang terjadi obliterasi. Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernapasan besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada penderita bronkitis saat terjadi ekspirasi maksimal, saluran pernapasan bagian bawah paru akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Hal ini akan mengakibatkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang, sehingga penyebaran udara pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak merata. Timbul hipoksia dan sesak napas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal yang dalam jangka lama dapat menimbulkan kor pulmonal.

2.5.6Manifestasi Klinik1. Batuk berdahak.

Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

2. Sesak nafas

Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada musim dimana udara dingin dan berkabut.

3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

4. Wheezing (mengi).

Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut (McPhee, et al., 2003).

5. Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.

6. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu (Anonim, 2004).

2.5.7Diagnosis1. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak) dan faktor-faktor penyebabnya.

2. Pemeriksaan fisik.

a. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.

b. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat).

c. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.

d. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.

e. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.

f. Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.

2.5 8 Pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan radiologi.

Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

b. Pemeriksaan fungsi paru.

Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP 2mggKadang berdahakTanpa demam, dll

Pemeriksaan Fisik dan PenunjangSN:vesikuler, paru:simetris, vremitus kanan=kiriRonki basah di kedua paru,tidak ada wheezing, ekspirasi memanjang.