askep tuli sensorineural
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak hal yang dapat mempengaruhi pendengaran anak-anak dan orang dewasa. Ketika
membahas mengenai kehilangan pendengaran, biasanya kita dilihat dari tiga kategori, yaitu jenis
gangguan pendengaran, derajat gangguan pendengaran, dan konfigurasi gangguan pendengaran. Pada
anak-anak, sangat penting untuk mendiagnosa dan mengobati gangguan pendengaran sedini mungkin.
Hal ini membatasi dampak potensial terhadap pembelajaran dan pengembangan anak. Gangguan
pendengaran dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup untuk orang dewasa juga. Gangguan
pendengaran dapat memiliki dampak pada pekerjaan, pendidikan, dan kesejahteraan umum.
Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran memiliki angka kejadian dua kali lipat
selama 30 tahun terakhir. Data yang diperoleh dari survei federal menggambarkan prevalensi untuk
individu yang berusia tiga tahun atau lebih yang mengalami gangguan pendengaran, yaitu 13,2 juta
(1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta (1991), dan 24,2 juta (1993).
Seorang peneliti independen memperkirakan bahwa 28,6 juta orang Amerika memiliki
gangguan pendengaran pada tahun 2000. Anak-anak yang tuli akan merasa jauh lebih sulit daripada
anak-anak yang memiliki pendengaran normal untuk belajar kosa kata, tata bahasa, urutan kata,
ungkapan idiomatik, dan aspek lain dari komunikasi verbal. Beberapa studi menunjukkan varians
dalam prevalensi bayi baru lahir dengan gangguan pendengaran bawaan di Amerika Serikat.
Perkiraan keseluruhan adalah antara 1 sampai 6 per 1.000 bayi yang baru lahir. Sebagian besar anak
dengan gangguan pendengaran bawaan tunarungu saat lahir dan berpotensi diidentifikasi oleh
skrining pendengaran bayi baru lahir. Namun, beberapa gangguan pendengaran bawaan mungkin
tidak menjadi jelas sampai nanti di masa kanak-kanak.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dan luas mengenai tuli
sensorineural.
1.3.Manfaat
1. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan serta wawasan mengenai tuli
sensorineural.
2. Untuk penulisan makalah yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tuli Sensorineural
2.1 Definisi
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif
biasanya disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Tuli sensorineural
dibagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan pendengaran yang terjadi
akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf yang berjalan dari telinga ke otak (saraf
pendengaran), atau otak.
2.2 Etiologi
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital), labirinitis (oleh bakteri/virus),
intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu,
tuli sensorineural juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma
akustik, dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum,
mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan sebagainya.
2.3 Patofisiologi
Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal sesuai dengan
etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada
koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan
udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka waktu yang lama dan iskemia.
Kandungan glikogen yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui
glikolisis anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik aminoglikosida dan agen
kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang
menyebabkan tuli telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan tulang. Ambang
pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar akan terpengaruh sehingga
kemampuan untuk membedakan berbagai nada frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya,
depolarisasi sel rambut dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan
mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh eksitasi neuron yang tidak adekuat
pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.
Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan berperan dalam ketulian
pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan oleh sekresi endolimfe yang abnormal. Jadi, loop
diuretics pada dosisi tinggi tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di
pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui menyebabkan hal tersebut.
Kanal K+ terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang juga diekspresikan pada organ lain, berperan
dalam proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan ketulian, tetapi juga
perlambatan repolarisasi miokardium.
Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana ruang endolimfe
menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan antara sel rambut dan membran tektorial
(edema endolimfe). Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe yang
berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan serangan tuli dan vertigo.
2.4 Manifistasi Klinis
Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-tiba. Gangguan pendengaran
mungkin sangat ringan, mengakibatkan kesulitan kecil dalam berkomunikasi atau berat seperti ketulian.
Kehilangan pendengaran secara cepat dapat memberikan petunjuk untuk penyebabnya. Jika gangguan
pendengaran terjadi secara mendadak, mungkin disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari
sirkulasi darah. Sebuah onset yang tejadi secara bertahap bias dapat disebabkan oleh penuaan atau tumor.
Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar sensasi), mungkin menunjukkan
adanya masalah dengan saraf di telinga atau otak. Gangguan pendengaran dapat terjadi unilateral atau
bilateral. Kehilangan pendengaran unilateral yang paling sering dikaitkan dengan penyebab konduktif,
trauma, dan neuromas akustik. Nyeri di telinga dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi
pada kanal. Infeksi telinga juga dapat menyebabkan demam.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
A. Ananmesis
Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas keluhan
utama pasien. Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli), suara berdenging (tinnitus), rasa
pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), dan keluar cairan dari telinga
(otore). Perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-
tiba atau bertambah berat, sudah berapa lama diderita, riwayat trauma kepala, telinga
tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat ototoksik, pernah menderita
penyakit infeksi virus, apakah gangguan pendengaran ini sudah diderita sejak bayi sehingga
terdapat gangguan bicara dan komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang
bising atau lebih tenang.
B. Pemeriksaan audiologi khusus
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan yang
terdiri dari audiometri khusus, audiometri objektif, pemeriksaan tuli anorganik, dan
pemeriksaan audiometri anak.
1. Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan sensitifitas pendengaran yang
berlebihan di atas ambang dengar dan kelelahan merupakan adaptasi abnormal yang
merupakan tanda khas tuli retrokoklea. Kedua fenomena ini dapat dilacak dengan beberapa
pemeriksaan khusus, yaitu:
Tes SISI (short increment sensitivity index)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien dapat membedakan selisih
intensitas yang kecil (samapai 1 dB).
Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga
sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama.
Tes Kelelahan (Tone decay)
Telinga pasien dirangsang terus-menerus dan terjadi kelelahan. Tandanya adalah tidak
dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa.
Audiometri Tutur (Speech audiometri)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kemampuan pasien berbicara dan untuk
menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
Audiometri Bekesy
Tujuan pemeriksaan adalah menilai ambang pendengaran seseorang dengan
menggunakan grafik.
2. Audiometri objektif
Audiometri Impedans
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memeriksa kelenturan membran timpani dengan
tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
Elektrokokleografi
Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari evoke
electropotential cochlea.
Evoked Response Audiometry
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan ini bermanfaat pada keadaan
tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan biasa dan untuk memeriksa orang
yang berpura-pura tuli (malingering) atau kecurigaan tuli saraf retrokoklea.
Otoacoustic Emission/OAE
Emisi otoakustik menunjukkan gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi
koklea.
3. Pemeriksaan tuli anorganik
Cara Stenger
Memberikan 2 nada yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian nada dijauhkan
pada sisi yang sehat.
Audiometri nada murni dilakukan secara berulang dalam satu minggu.
Dengan Impedans.
Dengan BERA.
4. Audiologi anak
Free field test
Bertujuan untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap
rangsang bunyi yang diberikan.
Audiometri bermain (play audiometry).
BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry).
Echocheck dan emisi Otoakustik (Otoacoustic emissions/OAE).
2.6 Penatalaksanaan
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah tetapi dapat
distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan menyediakan alat bantu dengar
(amplifikasi) khusus. Volume suara akan ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi suara akan tetap
teredam. Saat ini, alat bantu digital yang di program sudah tersedia, dimana dapat diatur untuk
menghadapi keadaan yang sulit untuk mendengarkan.
Tuli sensorineural yang disebabkan oleh penyakit metabolik tertentu (diabetes, hipotiroidisme,
hiperlipidemia, dan gagal ginjal) atau gangguan autoimun (poliartritis dan lupus eritematosus) dapat
diberikan pengobatan medis sesuai penyakit yang mendasarinya. Beberapa individu dengan tuli
sensorineural yang berat, dapat dipertimbangkan untuk melakukan implantasi bedah perangkat
elektronik di belakang telinga yang disebut implan koklea yang secara langsung merangsang saraf
pendengaran.
2.7 Komplikasi
1. Sering terjadi pada musim panas dimana banyak orang menikmati olahraga air (berenang di
danau, laut atau kolam renang)
2. Klien yang mengalami trauma terbuka pada kanalis akustikus eksterna akan lebih mudah
mengalami infeksi.
2.8 WOC
B. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
- Nyeri saat pinna dan tragus bergerak
- Nyeri pada liang telinga
- Telinga terasa tersumbat
- Perubahan pendengaran
- Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan
Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranya adalah:
- Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien?
- Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang di laut, kolam renang ataukah didanau?
- Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga sehingga mengakibatkan nyeri setelah
dibersihkan?
- Apakah klien pernah mengalami trauma terbuka pada liang telinga akibat terkena benturan
sebelumnya?
- Apakah klien seorang petinju atau pegulat yang sering mengalami trauma pada telinganya?
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri pada telinga b.d reaksi inflamasi, reaksi infeksi pada
telinga.
2. Perubahan persepsi sensory : pendengaran b.d obstruksi pada kanalis akustikus eksternus akibat
infeksi oleh agen bakteri dan allergen.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d perkembangan penyakitnya.
4. Resiko tinggi injury b.d penurunan proses pendengaran.
5. Harga diri rendah b.d gangguan pada pendengaran, telinga sakit.
6. kurang pengetahuan mengenai penyakit penyebab, penatalaksanaan dan prosedur pembedahan.
C. Intervensi
Prinsip intervensi untuk Otitis Eksterna adalah mengurangi peradangan (infeksi) dan
mengurangi edema serta nyeri yang dirasakan oleh klien, dengan cara :
1. Kompres hangat local 20 menit selama 3 kali sehari dengan menggunakan handuk dan air
hangat.
2. Istirahat klien
3. Membatasi gerakan kepala
4. Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep telinga
5. Jelaskan pada klien tentang penyakit yang dialaminya, penyebab terjadinya penyakit tersebut dan
kemungkianan rencana pembedahan yang akan dilakukan pada klien.
6. Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usaha atau intervensi yang harus dilakukan
bagi kesembuhannya.
7. Jika edema mengakibatkan obstruksi kanal maka gunakanlah Earwick, dengan teknik : kassa
yang sudah diberi tetes telinga antibiotika dimasukkan ke kanalis, dilakukan oleh dokter THT.
8. Kolaborasi terapi antibiotika topical dan steroid
9. Kolaborasi terapi analgetik seperti Acetylsalisilat acidm (Aspirin Entrophen) dan Acetaminophen
(Tylenol,Abenol).
D. Evaluasi
Tujuan yang diharapkan adalah :
1. Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berangsur-angsur hilang.
2. Persepsi sensory pendengaran dalam batas normal.
3. Tidak terjadi infeksi.
4. Tidak terjadi resiko injury.
5. Harga diri klien tidak terganggu.
6. Pemahaman klien mengenai penyakit, penyebab dan prosedur pembedahan bertambah.