tuli neuronal kongenital
DESCRIPTION
special sensesTRANSCRIPT
Tuli Kongenital Sensorineural pada Bayi
et causa Infeksi Rubella pada Kehamilan
Diana Atmaja
102012047*
*mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
E-mail: [email protected]
Abstrak
Gangguan pendengaran sensorineural genetik meliputi berbagai gangguan yang
mempengaruhi bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Individu yang terkena mungkin
memiliki gangguan pendengaran unilateral atau bilateral mulai dari yang ringan
sampai sangat berat. Pada masa kanak-kanak gangguan pendengaran dengan
pertimbangan beberapa bentuk onset dewasa gangguan pendengaran.
Banyak bayi yang lahir tuli setiap tahun, lebih dari setengah memiliki gangguan
menurun. Penyakit keturunan harus dibedakan dari gangguan pendengaran yang
diperoleh. Tidak semua gangguan pendengaran keturunan hadir pada saat lahir;
beberapa anak mewarisi kecenderungan untuk mengembangkan gangguan
pendengaran di kemudian hari.
Kata kunci : anak, gangguan pendengaran, sensorineural, genetik.
Abstract
Genetic sensorineural hearing loss include a variety of disorders that affect infants,
children, and adults. Affected individuals may have unilateral or bilateral hearing loss
ranging from mild to very severe. In childhood hearing loss with consideration of
some form of adult-onset hearing loss.
Many babies are born deaf every year, more than half have a hereditary disorder.
Hereditary diseases should be distinguished from acquired hearing loss. Not all
descendants hearing loss is present at birth; some children inherit a tendency to
develop hearing loss later in life.
Key Words : child, hearing loss, sensorineural, genetic.
I. Pendahuluan
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir
yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat
kelahiran. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total
(deaf). Tuli kongenital dibagi menjadi genetik herediter dan non genetik. Tuli
kongenital merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada
perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Masalah makin bertambah bila
tidak dilakukan deteksi dan intervensi secara dini.
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran pada anak diperlukan
pemeriksaan fungsi pendengaran yang lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Proses
pendengaran pada anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek
tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi, dan
audiologi. Pada sisi lain pemeriksa diharapkan dapat mendeteksi gangguan pada
kelompok usia sedini mungkin.
Penilitian terakhir menyebutkan bahwa anak dengan kelainan pendengaran
membutuhkan tindakan rehabilitasi sesegera mungkin, bahkan juga anak usia 6 bulan
yang telah diidentifikasi memiliki kelainan pendengaran. Pemberian amplifikasi perlu
dipertimbangkan untuk memberikan rangsang stimulus pendengaran namun harus
diperhatikan faktor penguatannya sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang
permanen. Sedangkan di negara maju penggunaan implant koklear sudah banyak
diterapkan pada anak dengan kelainan kongenital.
II. Pembahasan
ANAMNESIS
Anamnesis pada bayi atau anak didapatkan dengan cara alloanamnesa dari
orangtuanya, untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini
perlu dilakukan pada bayi baru lahir sebelum keluar dari rumah sakit.1 Tujuannya
untuk mengetahui sedini mungkin kejadian gangguan pendengaran pada bayi karena
tuli berat sejak lahir memiliki dampak luas pada perkembangan berbicara berbahasa,
gangguan kognitif perilaku sosial emosi dan kesempatan bekerja.
Dengan demikian tuli sejak dini dapat diintervensi dapat dilakukan sedini
mungkin dan bukti memberikan peluang perkembangan yang lebih baik daripada
ketulian yang ditemukan pada anak yang lebih lanjut. Skrining sebaiknya pada semua
bayi yang baru lahir normal maupun bayi normal tanpa resiko. Negara bagian
Montana di AS merekomendasikan program 3-6 bulan untuk deteksi dan intervensi
dini yaitu skrining yang dilakukan sampai umur 1 bulan, diagnosis dilakukan sebelum
3 bulan dan intervensi dilakukan pada umur 6 bulan dan program ini disebut juga
Joint Committe on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman penegakan diagnosa
terhadap ketulian sebagai berikut :1
Untuk bayi 0-28 hari :
1. Riwayat keluarga dengan tuli sensori neural sejak lahir
2. Infeksi masa hamil (TORCHS)
3. Kelainan kraniofasialis termasuk kelainan pada pinna dan Hang telinga
4. Berat badan lahir < ISOOgr
5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar
6. Obat ototoksik
7. Meningitis bakterial
8. Nilai apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima
9. Ventilasi mekanik 5 hari lebih di NICU
10. Sindroma yang berhubungan sengan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural
sejak lahir
Untuk bayi 29 hari - 2 tahun :
1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,
keterlambatan bicara, berbahasa tau keterlambatan perkembangan.
2. Riwayat keluarga dgn gangguan pendengaran yang menetap sejak anak-anak.
3. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang
diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan tuli sensorineural, konduktif
dan gangguan tuba eustachius.
4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural
termasuk meningitis bakterial.
5. Infeksi intrauterin seperti toksoplasmosis, rubella, cytomegallo, herpes dan sifillis
1 Soepriadi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Ed 6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014. 30-5
6. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonatus terutama hiperbilirubinemia
yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan
ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane
oxygenation (ECMO)
7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang
progresif usher syndrome neurofibromatosis dan osteoporosis
8. Adanya kelainan neurogeneratif seperti Hnter syndrome dan kelainan neuropathy
sensomotorik misalnay Freiderick ataxia, Charrot Marie Tooth Syndrome.
9. Trauma kapitis
10. Otitis media yang berulang dan menetap disertai effusi telinga tengah minimal 3
bulan
WORKING DIAGNOSIS
Congenital Disease Sensorineural Hearing Loss
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli
sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri
atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina,
asetosal, atau alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden
deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak
lainnya. Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan
menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea.
Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma
kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan
pendengaran
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir
yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat
kelahiran. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total
(deaf).
PEMERIKSAAN FISIK
Penilaian APGAR Score
Pemeriksaan ini bertujuan menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernapas,
kekuatan tonus otot, kemampuan refieks dan warna kulit.
Cara:
a. Lakukan penilaian Apgar score dengan cara jumlahkan hasil penilaian tanda
seperti laju jantung, kemampuan bernapas, kekuatan tonus otot, kemampuan
refleks dan warna kulit.
b. Tentukan hasil penilaian, sebagai berikut:
Adaptasi baik : skor 7-10 Asfiksia ringan-sedang : skor 4-6 Asfiksia berat : skor 0-3
Gambar 1. APGAR Score
PERKEMBANGAN AUDITORIK PRANATAL
Koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi 20
minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan telah dapat memberikan respons
terhadap suara yang ada di sekitarnya, namun reaksi janin masih bersifat reflex seperti
reflex Moro, terhentinya aktivitas (cessation reflex) dan reflex Aropalpebral. Respons
terhadap suara berupa reflex auropalpebral yang konsisten pada janin normal usia 24-
25 minggu.
ETIOLOGI
1. Masa pranatal
Faktor Genetik.
Gangguan pendengaran karena factor genetic pada umumnya berupa gangguan
pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis
maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan
kromosom X (contoh : Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease )
kelainan mitokondria ( contoh : Kearns- Sayre syndrome) merupakan suatu
malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh : stenosis atau atresia
kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai
osukler yang menimbulkan tuli konduktif).
Faktor Didapat.
Antara lain dapat disebabkan :
o Infeksi
Rubela kongenital , Cytomgealovirus, Toksoplsma virus herpes simpleks,
meningitis bakteri. Otitis media kronik purulenta, mastoiditis, endolabirintis,
kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus menyebabkan
gangguan pendengaran pada 18 % dari seluruh kasus gangguan pendengaran
dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi Cytomegalovirus
sebesar 50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma kongenital 10-
15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan
pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural.
o Neonates hiperbilirubinemia
o Masalah perinatal
Prematuritas, anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik.
o Obat ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebaban gangguan pendengerana adalah :
Golongan antibiotika : Erythromycin, Gentamicin, Streptomycin, Netilmicin,
Amikacin, Neomycin (pada pemakaian tetes telinga), Kanamyycin, Etiomycin,
Vancomycin. Gologan diuretika : furosemide.
o Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau koklea,
dislokasi osikular, trauma suara.
o Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine tumor,
tumor pada telingah tengah (contoh : rhabdomyosarcoma, glomus tumor).
2. Masa perinatal
3. Masa postnatal
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis, infeksi
(meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga
dapat menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.
Tabel1. Karateristik gambaran klinis infeksi perinatal
Organisme
(jalur transmisi)Manifestasi klinis
Cytomegalovirus
(transmisi melalui transplasenta lebih
sering daripada jalur transmisi
intrapartum)
Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR), Hepatosplenomegali,
korioetinitis, petekie, mikroftlamia,
kalsifikasi serebral, mikrosefali, dan
kelainan pada struktur koklea serta
kerusakan sel organ korti dan nervus
kedelapan.
Rubela (Transplasenta)
Penyakit jantung kongenital, IUGR,
hepatosplenomegali, ikterik, purpura,
katarak, glaucoma, korioretinitis,
retinopati, bone lesions, mikrosefali, dan
reaksi inflamasi dan lesi destruktif pada
koklea.
Herpes simpleks
(Ascending intrapartal infection)
Vesikel pada kulit, keratokonjungtivitis
pada masa neonates, meningoensefalitis,
mikrosefali, retardasi mental,
mikroftalmia, dysplasia retina.
Toksoplasma
(hanya melalui transplasenta)Korioretinitis, hidrosefalus, mikrosefali.
PATOFISIOLOGI 2
Tuli kongenital paling sering mempengaruhi sel-sel rambut koklea dan
menyebabkan kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran umumnya bilateral
dan frekuensi tinggi lebih sering daripada frekuensi rendah meskipun audiogram
2 Adams GL, Boeis, LR. Higler A. Boeis. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Jakarta.
menunjukkan hasil yang berbeda. Kebanyakan penyebab tuli kogenital tidak diketahui
, tetapi kondisi lain dapat terjadi selama kehanilan karena infeksi Rubella atau CMV
yang menyebabkan terjadinya tuli kogenital.
Tuli kogenital dapat memburuk setelah kelahiran dantingkat keparahan
bervariasi. Kehilangan pendengaran juga dapat gangguan genetic. Faktor genetik
berperan setidaknya 50% dari semua tuli kogenital. Jarang terjadi malformasi
kogenital termasuk atresia meatus auditory internal. Sangat penting untuk
mendiagnosa ini karena anak-anak dengan kehilangan pendengaran tidak menerima
implant koklea. Mereka seharusnya memiliki auditory brainstem implant dimana
saraf-saraf pendengaran di bypass perangsangan langsung nucleus koklear. Sejak
kebanyakan masalah tuli kogenital mempengaruhi sel-sel rambut bagian luar, bayi
yang baru lahir sekarang perlu diskrinig dengan menggunakan rekaman otoucustic
emission.
Infeksi sering mengenai telinga bagian tengah dan koklea. bakterial menginitis salah
satu penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak sebelum imunisasi. Bakteri
menyebabkan meningitis dan kehilangan pendengaran akibat inflamasi pada labirin
yang mengganggu sel rambut dan mengganti labirin membrane dan jaringan ikat
yamg biasanya bilateral dan permanen.
MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan anak dengan gangguan pendengaran sering memberikan gejala berupa
keterlambatan bicara (speech delayed). Gagal atau tidak berkembangnya kemampuan
berbicara dan berbahasa merupakan tanda yang menunjukkan adanya gangguan
pendengaran dan perlu dievaluasi. Adapun beberapa gejala atau tanda lain pada anak
yang mengalami gangguan pendengaran antara lain:3
Tidak ada respon pada bunyi yang keras pada bayi umur 3-4 bulan atau bayi
tidak dapat mengetahui asal dari sumber bunyi.
Bayi hanya melihat ketika dia melihat ibu atau orang lain yang berhadapan
dengannya, sedangkan dia tidak akan melihat apabila tidak berhadapan
dengannya atau meskipun dengan memanggil namanya.
Pada bayi umur 15 bulan yang mengalami keterlambtan berbicara, tidak akan
dapat mengucapkan kata-kata mama.
3 University of Virginia. Hearing loss in Babies. Http://www.healthysystem.virginia.com. [diakses 20 Maret 2015]
Bayi atau anak tidak selalu respon ketika dipanggil.
Anak-anak dapat mendengar beberapa bunyi tetapi bunyi yang lainnya tidak.
FAKTOR RISIKO
1) Riwayat keluarga ditemukan ketulian
2) Infeksi intrauterine
3) Abnormalitas pada kraniofasial
4) Hiperbilirubinemia yang memerluka transfuse tukar
5) Penggunan obat ototoksis aminoglikosida lebih dari 5 hari atau penggunanan
antibiotic tersebut dengan obat golongan loop diuretic
6) Meningitis bakteri
7) APGAR skor <4 pada saat menit tertama setelah dilahirkan, atau APGAR skor <6
pada menit kelima
8) Memerlukan penggunan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari
9) Berat lahir <1500 gram
10) Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian
SCREENING PENDENGARAN PADA BAYI /ANAK
Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin.
Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi/anak hanya bersifat ringan,
namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan bericara
dan berbahasa. Dalam keadaan normal seorag bayi telah memiliki kesiapan
berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan
periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak; 4
1. Oto Acoustic Emission (OAE)
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar
yang tiba di sel-sel rambut luar koklea. OAE bermanfaat untuk mengetahui apakah
koklea berfungsi normal, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang objektif, cepat,
mudah, otomatis, non-invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kerusakan
yang terjadi pada sel-sel rambut luar koklea, misalnya akibat infeksi virus, obat
4 Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Ed 6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 33-7.
ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea menyebabkan sel-sel
rambut luar koklea tidak dapat memproduksi OEA.Pemeriksaan ini dapat
dilakukan untuk bayi yang baru berusia 2 hari. Selain juga untuk orang dewasa.
Pada bayi, pemeriksaan ini dapat dilakukan saat beristirahat/tidur. Tesnya
tergolong singkat dan tidak sakit, namun memberi hasil akurat. Hasilnya dapat
dikategorikan menjadi dua, yakni pass dan refer. Pass berarti tidak ada masalah,
sedangkan refer artinya ada gangguan pendengaran hingga harus dilakukan
pemeriksaan berikut.
Tes ini melibatkan penempatan sebuah ear-piece kecil ke dalam telinga luar
bayi yang mengirim keluar suara clicking yang lembut. Respons “echo” kemudian
diukur oleh komputer dan menunjukkan berfungsinya tlinga tengah dan dalam
(koklea) bayi. Tes ini dilakukan oleh seorang yang terlatih untuk skrining bayi
yang baru lahir dalam beberapa minggu pertama kehidupan, sering dilakukan
sebelum bayi meninggalkan rumah sakit, tapi kadang-kadang di rumah atau di
sebuah klinik setempat oleh sebuah kesehatan terlatih pengunjung.
Orang tua tetap dengan bayi mereka sementara tes dilakukan dan dibutuhkan
hanya beberapa menit untuk memberikan hasil. Partisipasi tidak diperlukan dari
bayi, dan mereka seringkali tertidur saat menjalani tes. Jika tes tidak menunjukkan
jawaban yang jelas, maka akan diulang. Ini tidak berarti mereka memiliki
pendengaran karena kadang-kadang kondisi saat pemutaran tidak benar; mungkin
bayi tidak tenang atau mungkin masih terdapat cairan di saluran telinga saat
kelahiran. Jika setelah percobaan kedua AOAE, bayi masih tidak menunjukkan
reaksi, mereka akan dialihkan untuk jenis tes pendengaran kedua yang disebut
automated auditory brainstem response (AABR).
2. Automated Auditory Brainstem Response (AABR) atau Automated Brain Evoked
Response Audiometri (BERA)
Tes BERA dapat menggambarkan reaksi yang terjadi sepanjang jaras-jaras
pendengaran, dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan dimulai pada
saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang.
Pemeriksaan BERA mempunyai nilai objektifitas yang tinggi, penggunaannya
mudah, tidak invasif, dan dapat dipakai untuk pemeriksaan anak yang tidak
kooperatif, yang tidak bisa diperiksa secara konvensional.
Cara kerjanya: perangkat dekat telinga membuat suara “click”. Earpieces di
telinga semisirkularis melakukan suara dan elektroda di kulit kepala / earlobes jalur
suara bergerak melalui telinga untuk otak.
3. Auditory Steady-State Response (ASSR)
Dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang sebuah teknik pemeriksaan
pendengaran objektif yang dapat menentukan ambang dengar pada frekuensi
tertentu secara spesifik, yaitu auditory steady-state response (ASSR). Pemeriksaan
tersebut merupakan pemeriksaan elektrofisiologis terhadap respons sistem
pendengaran berupa gelombang di otak yang dibangkitkan oleh stimulasi suara.
Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan ambang dengar dengan teknik ASSR
ini lebih cepat karena dapat secara simultan memeriksa empat frekuensi masing-
masing pada kedua telinga. ASSR dapat memberikan informasi frekuensi spesifik
dibandingkan click ABR yang telah lebih dulu dikenal luas. Dengan pemeriksaan
ASSR intensitas dapat diberikan sampai 127,8 dB, sehingga dapat mengidentifikasi
ambang dengar pada subjek dengan gangguan pendengaran sangat berat atau
dengan kata lain dapat menentukan sisa pendengaran. Pemeriksaan ASSR tidak
dipengaruhi oleh soundfield speaker atau hearing aid amplifier karena respons
pada ASSR sifatnya steady-state dan stimulusnya simultan, sehingga ASSR dapat
digunakan untuk memperkirakan ambang dengar pada pasien implan koklea atau
untuk kepentingan pemasangan alat bantu dengar.
Kelemahan pemeriksaan ASSR ini adalah tidak dapat menentukan lokasi lesi
dan belum banyak data yang dipublikasikan mengenai pemeriksaan hantaran
tulang. Sampai saat ini penelitian mengenai ASSR masih banyak dilakukan di
sentra-sentra pendengaran terkemuka, namun belum ada data mengenai sensitivitas
dan spesifisitas pemeriksaan ini.
4. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk
membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur ini tidak
memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-
anak. Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang
terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini
bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak
suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
5. Play Audiometry
Pemeriksaan yang juga berfungsi mengetahui ambang dengar anak ini dapat
dilakukan pada anak usia 2,5-4 tahun. Caranya dengan menggunakan audiometer
yang menghasilkan bunyi dengan frekuensi dan intensitas berbeda. Bila anak
mendengar bunyi itu berarti sebagai pertanda anak mulai bermain misalnya harus
memasukkan benda ke kotak di hadapannya.
PENATALAKSANAAN
Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah
seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya
gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses
pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran sensorineural.
Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga
dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan
sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai
oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah
rusak.
Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai
berat.Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang
lain.
CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang
tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui
sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.Dengan alat ini,
penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penurunan fungsi pendengaran
yang ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika
dari telinganya keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di
belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.Suara dihantarkan melalui
tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang
bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang
tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara
yang tertangkap oleh mikrofon
Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal
dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran
yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli
dan membantu mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat
berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras
suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang
mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang
listrik oleh telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita
menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama.
Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian
mengirimnya ke otak.
III. Kesimpulan
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir dan
merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan
bicara, sosial, kognitif dan akademik. Pada prinsipnya tuli kongenital harus diketahui
sedini mungkin. Untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin maka diperlukan
skrining pendengaran pada anak. Pemeriksaan pendengaran anak secara komprehensif
yang mencakup penilaian tingkah laku (behavioral), elektrofisiologis, serta
perkembangan motorik, wicara dan bahasa. Skrining pendengaran bayi baru lahir
merupakan usaha untuk deteksi terjadinya tuli kongenital. Deteksi dini tuli kongenital
menggunakan alat oto acoustic emission (OAE) dan brainstem evoked response
audiometry (BERA). Deteksi dini akan meyakinkan diagnosis tuli kondenital,
sehingga intervensi dapat segera dilakukan.
IV. Daftar Pustaka
1. University of Virginia. Hearing loss in Babies.
Http://www.healthysystem.virginia.com. [diakses 20 Maret 2015]
2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Ed 6.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 33-7.
3. Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis
fundamentals of otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 174,
240-247, 2007
4. Greenberg I Michael, Kedokteran Kedaruratan, Jilid I, Penerbit Erlangga: Jakarta,
hal;124, 2004 .
5. Scott Olivia. Congenital Deafness. Http://www.patient.co.uk. [diakses 20 Maret
2015].