referat tuli kongenital
DESCRIPTION
Referat Tuli KongenitalTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuli kongenital merupakan ketulian yang terjadi pada seorang bayi yang
disebabkan faktor – faktor mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir.
Ketulian ini dapat merupakan tuli sebagian ( hearing impaired ) atau tuli total (
deaf ). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang namun
masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa alat
pendengaran. Tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian
terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat
pengerasan bunyi ( amplifikasi ).1
Kehilangan pendengaran dideskripsikan dengan satuan desi bel (db HL).
Pendengaran yang normal biasanya berkisar antara 0 – 20 dB. Untuk
mendiagnosis tuli kongenital, pasien yang mengalami tuli sebagian terjadi
pengurangan pendengaran pada telinga sekitar 40 db HL daripada yang normal
dan tidak dapat mendengar bila kurang dari 40 db.9
Derajat kehilangan pendengaran :9
1. 20 – 40 db HL, ringan, tidak bisa mendengar siulan
2. 41 -70 db HL, sedang, tidak bisa mendengar percakapan
3. 71 – 95 db HL, berat, tidak bisa mendengar teriakan
4. > 95 db HL, sangat berat, tidak bisa mendengar suara yang menyakitkan
telinga orang lain.
2.2 Epidemiologi
WHO ( 1989 ) memperkirakan diseluruh dunia pada tahun 2000 akan
terdapat 57 juta penderita gangguan pendengaran dan ketulian derajat sedang
atau berat. Dari jumlah tersebut sekitar duapertiga tinggal di negara yang sedang
berkembang dan hanya 1 % saja yang mendapat program rehabilitasi. Yang lebih
mengejutkan adalah 50 % dari gangguan pendengaran itu dapat dicegah karena
masih reversibel, asalkan dapat dideteksi secara dini.4
Diperkirakan 7000 ( 0,2 % ) bayi dilahirkan setiap tahunnya dengan tuli
yang bervariasi dari ringan sampai total. Cacat ini bisa bersifat herediter dan non
herediter. Tuli kongenital di USA, 15 % anak usia prasekolah mempunyai
gangguan pendengaran ringan - berat. Setiap tahun didapatkan 3000 –sampai
4000 bayi lahir dengan ketulian dan 5000 anak memerlukan pendidikan khusus
dan pelayanan rehabilitasi.5 Hal ini tentunya berdampak pada penyediaan sarana
pendidikan dan lapangan pekerjaan di masa mendatang. WHO memperkirakan
setiap tahun terdapat 38.000 anak tuli di Asia Tenggara. Pertemuan di Colombo
pada tahun 2000 menetapkan tuli kongenital sebagai salah satu penyebab
ketulian yang harus diturunkan prevalensinya. Hingga akhir tahun 2007
subbagian THT Komunitas Departemen THT FKUI / RSCM menemukan 830
kasus tuli kongenital, terhitung selama tiga tahun belakang. Kasus yang didapat
biasanya berupa tuli sensorineural sekitar 57 % kasus dan umumnya anak datang
berobat di atas usia tiga tahun.6
6
2.3 Embriologi dan Perkembangan Telinga
Telinga Luar
Liang telinga berasal dari celah brankhial pertama ektoderm. Membrana
timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Selama satu stadium
perkembangannya, liang telinga akhirnya tertutup sama sekali oleh suatu
sumbatan jaringan telinga tetapi kemudian terbuka kembali, namun demikian
kejadian ini mungkin merupakan suatu faktor penyebab dari beberapa kasus
atresia atau stenosis. Pinna ( aurikula )berasal dari pinggir – pinggir celah
brankhial pertama dan arkhus brankhialis pertama dan kedua. Aurikula
dipersarafi oleh cababng aurikulo temporaldari saraf mandibularis serta saraf
aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus
servikalis.10
Gambar 2.1 Telinga luar
7
Telinga Tengah
Rongga telinga tengah berasal dari celah brankhialis pertama endoderm.
Rongga berisi udara ini meluas kedalam resesus tubutimpanikus yang
selanjutnya meluas di sekitar tulang – tulang dan saraf dari telinga tengah dan
meluas kurang lebih kedaerah mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus
brankhialis.untuk mempermudah pemikiran ini maleus dapat dianggap berasal
dari rawan arkus brankhialis pertama ( kartilago meekel ), sedangkan inkus dan
sapes dari rawan arkus brankhialis kedua ( kartilago Reichert ). Saraf korda
timpani berasal dari arkus kedua ( fasialis ) menuju saraf pada arkus pertama
( mandibularis – lingualis ). Saraf timpanikus dari ( dari jacobson ) berasal dari
saraf arkus brankhialis ketiga ( glosofaringeus ) menuju saraf fasialis. Kedua
saraf ini terletak dalam telinga tengah. Otot – otot telinga tengah berasal dari otot
– otot arkus brankhialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus, berasal
dari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis ( saraf kranialis
kelima ). Otot stapedius berasal dari arkus kedua, dipersarafi oleh suatu cabang
saraf ketujuh.10
Gambar 2.2 Telinga tengah
8
Telinga Dalam
Plakoda otika ektoderm terletak pada permukaan lateral dari kepala
embrio. Plakoda ini kemudian tenggelam dan membentuk suatu lekukanotika
dan akhirnya terkubur dibawah permukaan sebagai vesikel otika. Letak vesikel
otika dekat dengan otak belakang yang sedang berkembang dan sekelompok
neuron yang dikenal sebagai ganglion akustikofasialis. Ganglion ini penting
dalam perkembangan dari saraf fasialis, akustikus dan vestibularis. Vesikel
auditorius membentuk suatu divertikulum yang terletak dekat dengan serabut
saraf yang sedang berkembang dan kelak menjadi duktus endolimfatikus.
Vesikel otika kemudian berkerut membentuk suatu utrikulus superior ( atas ) dan
sakulus inferior ( bawah ). Dari utrikulus kemudian timbul tiga benjolan mirip
gelang.lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap, meninggalkan
tiga kanalis semisirkularis pada perifer gelang.sakulus kemudian membentuk
duktus koklearis berbentuk spira. Secara filogenik, organ – organ akhir khusus
berasal dari neuromast yang tidak terlapisi yang berkembang dari dalam kanalis
semisirkularisuntuk membentuk krista , dalam utrikulus dan sakulus membentuk
makula, dan dalam koklea membentuk organ korti. Organ – organ ini kemudian
berhubungan dengan neuron – neuron ganglion akustikofasialis. Neuron –
neuron inilah yang membentuk ganglia saraf vestibularis dan ganglia spiralis
dari saraf koklearis.10
Mesenkim disekitar ganglion otikum memadat membentuk suatu kapsul
rawan di sekitar turunan membranosa dari vesikel otika. Rawan ini diserap pada
daerah – daerah tertentu disekitar apa yang dikenal sebagai labirin
9
membrananosa berisi endolimfe. Tulang yang berasal dari kapsul rawan vesikel
otika adalah jenis tulang khusus yang dikenal sebagai tulang endokondral.
Gambar 2.3 Telinga dalam
Tulang Temporal
Tulang temporal yang membentuk telinga berasal dari empat bagian
terpisah. Bagian liang telinga yang bertulang berasal dari cincin
timpani.prosesus stiloideus berasal dari rawan brakhialis kedua. Pars skuamosa
berkembang dalam rawan, sedangkan pars petrosa berasal dari kapsula
kartilaginosa vesikel otika.terdapat garis – garis sutura di antar bagian – bagian
iniyang dapat terlihat pada tulang temporal. Prosesus mastoideus belum
terbentuk pada saat lahir dan ini bearti saraf fasialis bayi terletak sangat
superfisialis. Turunan resesustubotimpanikus yang terisi udara meluas dari
telinga tengah melalui aditus sampai antrum, yaitu daerah yang berisi udara
dalam tulang mastoid. Namun demikian seberapa jauh perluasan pneumatisasi
pada bagian prosesus mastoideus yang terisi sangatlah bervariasi.sebagian tulang
amat sangat buruk pneumatisasinya atau menjadi sklerotik, lainnya dengan
pneumatisasi sedang atau diploik, tapi tulang mastoid sebagian besar tulang
10
petrosa dan sebagian tulang skuamous temporal umumnya dapat terisi oleh sel –
sel udara.10
2.4 Etiologi
Anak lahir tuli oleh karena kegagalan dari perkembangan sistem
pendengaran, akibat faktor genetik (keturunan), kerusakan dari mekanisme
pendengaran semasa embrional, kehidupan janin di dalam kandungan atau
selama proses kelahiran. Faktor-faktor di atas akan menyebabkan anak tuli
sebelum lahir atau tuli waktu lahir, sehingga anak tersebut tidak akan pernah
mendengar suara, maka ia akan acuh tak acuh terhadap sekitarnya.3
Tuli kongenital ini dapat dibedakan atas : 3
1. Herediter (genetik).
2. Prenatal (semasa kehamilan).
Kerusakan sistem pendengaran pada janin itu dapat disebabkan :
a) Keracunan.
1) Keracunan yang disebabkan pemberian obat-obatan dari dokter atau
minum obat sendiri. Obat yang dapat meracuni adalah :
- streptomisin dengan derivatnya.
- aminoglikosid dan derivatnya.
- kinin.
- preparat salisil.
- preparat Pb.
2) Keracunan waktu hamil : toksemia gravidarum atau hiperemesis
gravidarum.
11
3) Penyakit virus dapat juga merusak perkembangan sistem
pendengaran pada janin. Jadi bila ibu hamil terserang oleh penyakit
virus haruslah waspada, misalnya :
- rubella, meskipun di Indonsia belum banyak diketahui.
- parotitis epidemika.
- influenza oleh karena virus.
- dan penyakit virus lain.
4) Penyakit yang menahun yang diderita oleh ibu hamil dapat
menyebabkan janinnya jadi tuli. Penyakit menahun adalah :
- Lues.
- Diabetes.
- Thyrotoxicosis
b) Selain dari penyakit-penyakit tersebut di atas, masih ada beberapa
macam faktor yang dapat menyebabkan anak lahir tuli, yaitu :
- kernikterus.
- prematur.
- anoksia.
- narkose semasa ibu hamil oleh karena mengalami operasi.
3. Perinatal (waktu persalinan)
Pada waktu kelahiran anak tidak luput dari kemungkinan menjadi tuli,
misalnya :
- Trauma waktu lahir, baik oleh karena alat-alat yang digunakan oleh
penolong persalinan maupun persalinan yang sukar atau persalinan
yang lama.
12
- Anoksia oleh karena tali pusat melingkar kepala, ataupun terjadinya
obstruksi dari jalan nafas yang dapat menyebabkan kerusakan dari
koklea
2.5 Faktor Risiko 11,12
Menurut Am Joint Comintte of infant Hearing Statement (1994) insiden
timbulnya ketulian terjadi disebabkan antara lain oleh :
Terdapat riwayat keluarga dengan tuli
Adanya infeksi Torchs (Toxoplasma Rubella Cytomegalo Herpes
simplex Siphilis) terutama pada trisemester pertama.
Kehamilan trimester I merupakan periode penting karena infeksi bakteri
maupun virus akan berakibat terjadinya ketulian. Infeksi yang sering
mempengaruhi pendengaran antara lain adalah infeksi TORCHS
(Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus , Herpes, dan Sifilis),
campak dan gondong.1
Berat badan lahir rendah < 1500 gram
Hiperbilirubinemia ( bayi kuning)
Asfiksia berat (apgar skore 0 – 4 pada menit pertama, 0 – 6
pada menit kelima
Pemakaian obat ototoksik (obat yang dapat merusak system
pendengaran)
Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik seperti salisilat, kina,
gentamycin, streptomycin, dan lain-lain, juga mempunyai potensi
13
menyebabkan terjadinya gangguan proses pembentukan organ dan sel
rambut pada rumah siput (koklea).1
Penggunaan alat bantu pernafasan mekanik (ventilator) biasanya dirawat
di ICU> 5 hari
Terdapat sindrom yang berhubungan dengan tuli kongenital
Terdapat kelainan yang terdapat pada kepala leher
Meningitis bakterialis (infeksi selaput otak)
Bayi yang memiliki salah satu faktor risiko tersebut mempunyai
kemungkinan mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan
bayi yang tidak memiliki faktor risiko. Bila terdapat 3 buah faktor risiko
kecenderungan menderita ketulian diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan
bayi yang tidak mempunyai faktor risiko tesebut. Pada bayi baru lahir yang
dirawat di ruangan intensif (ICU) risiko untuk mengalami ketulian 10 kali lipat
dibandingkan dengan bayi normal.11,13
2.6 Klasifikasi 14,15
2.6.1 Tuli Kongenital Genetik
2.6.1.1 Tuli Kongenital Genetik Tanpa Kelainan Lainnya
Michel’s Aplasia
Kelainan ini dikemukakan oleh Michel pada tahun 1863, ditandai oleh
tidak berkembangnya telinga dalam secara total. Ketulian Michel diduga
diwariskan secara autosomal dominan.
14
Gambar 2.4 Michel’s Aplasia
Mondini’s Aplasia
Pada tahun 1971, Mondini mengemukakan suatu aplasia parsial dari
labirin tulang dan membran.Malformasi ini berakibat suatu koklea yang
pipih dengan hanya perkembangan gelang basal, sehingga gelang koklea
hanya 1½ putaran dari yang seharusnya 2½, dimana gelang tengah dan
apikal menyatu. Labirin vestibular tulang dapat pula mengalami
malformasi. Disgenesis organ Corti menyebabkan gangguan
pendengaran. Kelainan ini diwariskan sebagai trait autosomal dominan.
Gambar 2.5 Mondini’s Aplasia
15
Scheibe’s Aplasia
Pada tahun 1892, Scheibe mengemukakan jenis aplasia ini, dimana
labirin tulang berkembang penuh namun pars inferior ( sakulus dan
duktus koklearis) berwujud gundukan sel-sel yang tak berdiferensiasi.
Aplasia Scheibe adalah ketulian kongenital herediter yang paling sering
dijumpai, dan biasanya diwariskan sebagai trait autosomal resesif.
Alexander’s Aplasia
Alexander, dimana tulang labirin berkembang dengan penuh namun pars
inferior (sakulus) pada tahun 1904, mengemukakan ketulian herediter
yang dicirikan oleh aplasia duktus koklearis ini. Aplasia yang berat
ditemukan pada organ Corti dan sel-sel ganglion putaran basal koklea di
dekatnya, berakibat ketulian frekuensi tinggi. Di luar itu, labirin
membran dan tulang tampak normal.
2.6.1.2 Tuli Kongenital Genetik Dengan Kelainan Lainnya
Waardenburg’s Syndrome
Sindrom ini diwariskan sebagai suatu trai dominan. Gambaran utama
termasuk pergeseran kantus medial dan bintik lakrimal, pangkal hidung
yang datar, hiperplasia alis mata, heterokromia iris parsial atau total,
albinisme parsial dalam bentuk jambul putih, serta tuli kongenital pada
hampir seperempat penderita. Derajat ketulian dapat berat atau ringan.
Albinisme
Albinisme dapat bersifat autosomal dominan, resesif atau terkait seks.
Ketulian yang menyertai albinisme dapat bilateral dan berat.
16
Hiperpigmentasi
Ketulian sensorineural yang berat telah ditemukan pada orang-orang
yang mengalami hiperpigmentasi pada daerah-daerah kulit. Cacat
pigmentasi ini berkembang mulai dari bercak-bercak kecil pada daerah
terbatas hingga lesi-lesi besar di seluruh tubuh orang dewasa.
Onkodistrofi
Kaitan antara distrofi pria kongenital dan ketulian sensorineural
kongenital agaknya berupa suatu trait resesif. Saudara sekandung yang
terkena memiliki jari-jari kaki dan tangan yang pendek dan kecil, serta
ketulian frekuensi tinggi yang berat.
Pendred’s Syndrome
Sindrom ini diperkirakan menyebabkan sekitar 10 persen kasus ketulian
herediter resesif. Dicirikan oleh metabolisme yodium yang abnormal
pada pemeriksaan tiroid yang biasanya timbul pada masa remaja, dengan
perkembangan nodular pada masa dewasa. Penderita biasanya terlahir
dengan gangguan pendengaran berat.
Jervell’s Syndrome
Ciri-ciri utama sindrom ini antara lain perpanjangan interval Q-T,
serangan Stokes-Adams, dan ketulian kongenital yang berat.
Diperkirakan penyakit ini terkait pada 1 persen dari seluruh ketulian
herediter resesif. Serangan sinkop mulai terjadi pada masa kanak-kanak,
dan penderita biasanya meninggal mendadak pada masa kanak-kanak.
17
Usher’s Syndrome
Gambaran utama sindrom ini adalah retinitis pigmentosa yang progresif
dengan ketulian sensorineural kongenital yang sedang sampai berat.
Pewarisan penyakit ini biasanya secara resesif, namun dapat pula terkait
seks atau dominan. Ketulian dapat bersifat bilateral dan dominan.
Kelainan kromosom
Kelainan kromosom menyebabkan beberapa tipe tuli kongenital.
Kelainan ini tidak sepenuhnya herediter namun mewakili kasus-kasus
dimana terdapat tambahan suatu kromosom ekstra pada salah satu dari
pasangan kromosom autosomal.
- Trisomi 13
Trisomi 13 terdapat pada 1 dari setiap 6000 kelahiran. Bayi dengan
kelainan ini memiliki cacat yang terberat dari semua kelahiran dengan
kelainan kromosom. Ciri-ciri klinisnya adalah mikrosefalus dan retardasi
mental, kelainan kulit kepala, mikroftalmia, labio dan atau palatoskisis,
polidaktili postaksial, rocker-bottom feet, kelainan pina, tidak adanya
liang telinga atau telinga tengah. Kelainan kongenital ini sangat berat dan
hanya beberapa bayi yang mampu bertahan lebih dari 1 tahun, dan
kebanyakan meninggal dalam 5 bulan pertama setelah lahir.
18
Gambar 2.6 Trisomi 13
- Trisomi 18
Trisomi 18 terjadi 1 dalam 5000-10000 kelahiran hidup. Sindrom ini
dapat termasuk telinga letak rendah, malformasi pinna, mikrognatia,
fleksi jari telunjuk di atas jari tengah, dan oksiput yang menonjol. Pasien
dengan sindrom ini gagal bertumbuh dan biasanya meninggal pada masa
bayi.
Gambar 2.7 Trisomi 18
19
- Trisomi 21
Down’s syndrome adalah kelainan kromosom tersering. Insidennya
sekitar 1 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat. Gambaran klinisnya
adalah adanya retardasi mental, tampilan wajah datar, fisura palpebra
obliq, hipotonus otot, hiperfleksi, displasia pinna, pelvis dan phalanx
media, dan penyakit jantung kongenital.
Gambar 2.8 Trisomi 21
2.6.2 Tuli Kongenital Non Genetik
2.6.2.1 Ketulian berkaitan dengan Kelainan Lainnya
Rubela
Yang merupakan salah satu penyebab tersering dari tuli kongenital non-
genetik adalah rubela (campak Jerman). Namun dengan adanya vaksin
rubela yang terakhir, penyakit ini khususnya dapat dieliminasi nantinya.
Jika seorang wanita terkena campak Jerman selama tiga bulan pertama
kehamilannya, rmaka besar kemungkinan bahwa bayinya akan
20
mengalami ketulian sensorineural dalam derajat tertentu. Pemeriksaan
patologi memperlihatkan aplasia organ Corti dan sakulus (pars inferior).
Pars superior umumnya normal.
Eritroblastosis Fetalis
Kernikterus pada neonatus dapat diakibatkan inkompatibilitas Rh darah
dari orang tuanya. Penyakit ini ditandai oleh suatu penimbunan bilirubin
pada sistem saraf pusat, dan pada bayi-bayi ini, ikterus, retardasi
menntal, serebral palsi, serta ketuliana dapat timbul segera setelah lahir.
Transfusi tukar post partum merupakan jawaban masalah ini; meskipun
demikian, anak masih mungkin menderita ketulian sensorineural nada
tinggi dalam derajat tertentu. Karena itu, dokter harus waspada terhadap
kemungkinan ini.
Kretinisme
Penyakit tiroid dapat disertai ketulian, seperti pada sindrom ini, yang
biasanya berkenaan sebagai kretinisme endemik. Umunnya dapat
diterima bahwa defisiensi yodium bertanggungjawab atas kretinisme.
Kondisi ini biasa ditemukan pada daerah geografik tertentu seperti
pegunungan Alpen. Gangguan pendengaran bersifat campuran,
sensorineural dan konduktif.
2.6.2.2 Ketulian Non-Genetik Tanpa Kelainan Lain
Penyebab tuli kongenital yang terjadi tanpa kelainan penyerta antara lain
kelahiran prematur, hipoksia, dan lama. Mungkin pula disebabkan
pemakaian obat-obat ototoksik selama kehamilan yang dapat
21
mengganggu pendengaran anak. Patologi pada penyakit-penyakit ini
belum sepenuhnya diteliti.
2.6.3 Tuli Genetik Didapat atau Lambat
2.6.3.1 Tuli Terjadi Sendiri
Tuli Sensorineural Progresif Turunan (Tuli Dewasa Genetik)
Sifat Genetik dari tipe hilangnya pendengaran ini memberikan bersamaan
klinis berlebih terhadap tipe ketulian sensorineural lain. Ketulian
biasanya bilateral dan merupakan suatu penyakit autosomal dominan.
Dapat timbul pada masa anak-anak atau masa dewasa yang dini dan akan
berkembang hebat selama sisa hidup penderita.
Otosklerosis
Penyakit ini menyebabkan tuli konduktif primer dan berkaitan dengan
ketulian sensorineural progresif.
Presbikusis
Presbikusis dikaitkan terhadap berkurangnya pendengaran yang akut
yang terjadi dengan bertanbahnya usia dan biasanya tidak dijelaskan
menurut etiologinya. Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut
sehingga disebut tuli karena usia, atau presbikusis, hilangnya
pendengaran akibat faktor intrinsik seperti bising atau ototoksisitas atau
faktor intrinsik seperti faktor predisposisi genetik terhadap hilangnya
pendengaran.
22
2.6.3.2 Ketulian Berkaitan Dengan Kelainan Lain
Penyakit Alport.
Penyakit yang diwariskan secara dominan ini adalah suatu penyakit
ginjal (glomerulonefritis) progresif yang dimulai pada masa kanak-kanak
yang disertai ketulian sensorineural yang makin progresif dengan makin
memburuknya malfungsi ginjal. Ketulian bersifat bilateral, simetris dan
lebih berat pada frekuensi tinggi. Respon tes kalori dapat berkurang.
Lebih sering menyerang pria daripada wanita.
Penyakit Von RecklingHausen
Sindrom ini adalah bentuk terbatas dari suatu neurofibromatosis antara
lain tumor akustik bilateral.Penyakit ini diturunkan dengan pewarisan
dominan.
Gambar 2.9 Von Reckling Hausen Disease (Facial)
23
Sindrom Hurler
Penyakit ini berawal pada masa kanak-kanak dan menyebabkan
deformitas rangka, kecebolan, retardasi mental, pembesaran hati dan
limpa, kebutaan dan ketulian sensorineural yang berat.
Gambar 2.10 Hurler’s Syndrome (facial)
Sindrom Klippel-Feil
Sindrom ini terdiri dari cacat rangka, yang dapat berupa fusi vertebra
servikalis, spina bifida, skoliosis, dan tortikolis. Disfungsi vestibular dan
ketulian sensorineural yang berat dapat pula terjadi.
Gambar 2.11 Klippel-Feil syndrome
24
Penyakit Refsum
Penyakit ini ditandai retinitis pigmentosa, iktiosis, polineuropati, ataksia
dan gangguan pendengaran. Hampir separo penderita mengalami ketulian
sensorineural yang progresif.
Gambar 2.12 Refsum Desease
Penyakit Alstrom
Ciri-ciri utama penyakit ini adalah retinis pigmentosa, diabetes mellitus,
obesitas, dan ketulian progresif. Ketulian dapat timbul sekitar usia 10
tahun dan bersifat progresif lambat.
Penyakit Paget
Penyakit ini ditandai oleh deformitas tulang-tulang panjang tungkai dan
kranium.
Sindrom Richards-Rundle
Gambaran utama sindrom termasuk defisisensi mental, ataksia,
hipogonadisme, dan ketulian berat. Ketulian menjadi total menjelang usia
lima atau enam tahun.
25
Penyakit Crouzon
Disostosis kraniofasial ditandai oleh sinostosis prematur dari sutura
kranium, eksoftalmus, hidung kakatua atau bengkok, bibir atas pendek
dan bibir bawah menonjol, atresia meatus akustikus, dan tuli campur.
2.7 Diagnosis
Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini
mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi/anak hanya
bersifat ringan, namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi
kemampuan berbicara dan berbahasa. Dibandingkan dengan orang dewasa
pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak jauh lebih sulit dan memerlukan
ketelitian dan kesabaran. Selain itu, pemeriksa harus memiliki kemampuan
tentang hubungan antara usia bayi/ anak dengan taraf perkembangan motorik
dan auditorik.13
Menurut penelitian Yoshinaga–Itano (USA, 1998), bila gangguan
pendengaran/ketulian sudah diketahui sebelum usia 3 bulan, selanjutnya
diberikan habilitasi pendengaran mulai usia 6 bulan, maka pada saat anak
berusia 3 tahun perkembangan wicara dan bahasanya dapat mendekati anak
yang pendengarannya normal.12
Screening pendengaran mulai diperkenalkan oleh Marion Downs pada
1970an walaupun belum melembaga. Kemudian pada 1980an, screening
pendengaran dikelola secara institusional. Pada 1982, American Joint Committee
on Infant Hearing (JCIH) merekomendasikan pelaksanaan identifikasi bayi yang
26
beresiko mengalami gangguan pendengaran, melakukan screening, dan
melakukan evaluasi audiologi lanjutan sampai diagnosa pasti bisa ditegakkan.
Baru pada tahun 2000, screening pendengaran dilakukan secara universal pada
semua bayi baru lahir.12
Screening pendengaran pada bayi baru lahir dibedakan menjadi : 12,13
1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)
UNHS bertujuan melakukan deteksi dini gangguan pendengaran
pada semua bayi baru lahir. Upaya skrining pendengaran ini sudah
dimulai pada saat usia 2 hari atau sebelum meninggalkan rumah sakit.
Untuk bayi yang lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki
program UNHS paling lambat pada usia 1 bulan sudah melakukan
skrining pendengaran.
2. Targeted Newborn Hearing Screening
Di negara berkembang program UNHS masih sulit dilakukan
karena memerlukan biaya dan SDM yang cukup besar dan harus
didukung oleh suatu peraturan dari pemerintah setempat. Atas
pertimbangan tersebut kita dapat melakukan program skrining
pendengaran yang lebih selektif, dan terbatas pada bayi yang memiliki
faktor risiko terhadap gangguan pendengaran.
Adapun anjuran yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 8
27
1. Pada semua bayi baru lahir dilakukan screening pendengaran
menggunakan pemeriksaan fisiologis yang dilakukan pada:
a. Bayi lahir di RS: pada saat masih dirawat.
b. Bayi lahir di fasilitas pelayanan persalinan lain: sebelum usia satu bulan.
c. Bayi dalam perawatan NICU: sebelum keluar dari perawatan.
2. Bayi yang tidak lulus screening, perlu pemeriksaan kembali sebelum usia 3
bulan.
3. Pada bayi yang dipastikan menderita tuli permanen mulai dilakukan
rehabilitasi sebelum usia 6 bulan.
4. Pada bayi yang lulus screening tetapi mempunyai faktor risiko untuk
gangguan auditorik diperlukan pemantauan medis secara berkelanjutan serta
pemantauan perkembangan wicara.
5. Keluarga berhak memperoleh informasi mengenai pilihan tindakan serta
berhak menentukan dan memberi ijin atas intervensi yang hendak dilakukan.
Dari penelitian, 50-75 % dari bayi dengan tuli saraf berat dan sangat
berat mempunyai satu atau lebih faktor risiko spesifik. Tetapi dari seluruh bayi
menderita tuli kedua telinganya, ternyata ada sebanyak 50 % yang tidak
mempunyai faktor risiko. Berkaitan dengan hal tersebut, upaya medeteksi kasus
tuli di sejumlah negara maju telah dimulai sejak bayi baru lahir melalui program
28
Universal Newborn Hearing Screening (UNHS) yang ditujukan terhadap
semua bayi baru lahir dengan atau tanpa faktor risiko.8
Anak yang lahir tuli atau tuli sebelum dapat berbicara dapat dicurigai,
apabila anak tersebut : 3
1. Tidak ada tanggapan suara terutama suara ibunya
2. Tidak terkejut ataupun menoleh bila ada suara keras di sampingnya
3. Tidak menunjukkan adanya ekspresi pada wajahnya
4. Adanya gangguan perkembangan dari berbahasa dan bicara dalam
arti berkomunikasi.
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan
anak: 13,16
1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)
Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bunyi
dan merupakan proses yang disadari (voluntary response). Metoda ini
dapat mengetahui seluruh sistim auditorik termasuk pusat kognitif yang
lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk mengetahui penilaian
sistim auditorik pada bayi dan anak, dan juga bermanfat untuk penilaian
habilitasi pendengaran yaitu pada pengukuran alat bantu dengar (hearing
aid fitting).
Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang cukup tenang (bising
lingkungan tidak lebih dari 60dB), idealnya pada ruang kedap suara
(sound proof room). Sebagai sumber bunyi sederahana dapat digunakan
tepukan tangan, tambur, bola plastik berisi pasir, remasan kertas minyak,
29
bel, terompet karet, mainan yang mempunyai bunyi frekuensi tinggi
(squaker toy) dll.
Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap
sumber bunyi tersebut. Pemeriksaan Behavioral Observation Audiometry
dibedakan menjadi :
a. Behavioral Refleks Audiometry
Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat refleks
sebagai reaksi terhadap stimulus bunyi. Respon behavioral yang
dapat diamati antara lain : mengejapkan mata (auropalpebral
refleks), melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah
(grimacing), berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung
meningkat, refleks Moro (paling konsisten).
Refleks auropalpebral dan Moro rentan terhadap efek
habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan berulang-ulang bayi
menjadi bosan sehingga tidak memberi respon walaupun dapat
mendengar. Stimulus dengan intensitas sekitar 65-80dBHL
diberikan melalui loudspeaker, jadi merupakan metode sound
field atau dikenal juga sebagai Free field test. Stimulus juga dapat
diberikan melalui noisemaker yang dapat dipilih intensitasnya.
Pemeriksaan ini tidak dapat menentukan ambang dengar.
Bila kita mengharapkan terjadinya refleks Moro dengan
stimulus bunyi ysng keras sebaiknya dilakukan pada akhir
prosedur karena bayi tersebut akan terkejut, takut dan menangis,
sehingga menyulitkan observasi selanjutnya.
30
b. Behavioral Response Audiometry
Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan, stimulus akustik
akan menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau
menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi di luar lapang
pandang.. Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horizontal,
dan dengan bertambahnya usia bayi dapat melokalisir sumber
bunyi dari arah bawah. Selanjutnya bayi mampu mencari sumber
bunyi dari bagian atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir
sumber bunyi dari segala arah akan tercapai pada usia 13-16
bulan.
Teknik Behavioral Response Audiometry yang seringkali
digunakan adalah :
Tes Distraksi
Tes ini dilakukan pada ruangan kedap suara, menggunakan
stimulus nada murni. Bayi dipangku oleh ibu atau pengasuh.
Diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa pertama berttugas
untuk menjaga konsentrasi bayi, misalnya dengan
memperlihatkan mainan yang tidak terlalu menarik perhatian;
selain memperhatikan respons bayi. Pemeriksa kedua berperan
memberikan stimulus bunyi, misalnya dengan audiometer yang
terhubung dengan pengeras suara.
Respons terhadap stimulus bunyi adalah menggerakkan
bola mata atau menoleh ke arah sumber bunyi. Bila tidak ada
respons terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan siulangi sekali lagi.
31
Kalau tetap tidak berhasil, pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1
minggu kemudian. Seandainya tetap tidak ada respons, harus
dilakukan pemeriksaan audiologik lanjutan yang lebih lengkap.
Visual Reinforcement Audiometry (VRA)
Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana
kontrol neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi
sudah berkembang. Pada masa ini respons Unconditioned beralih
menjadi respons conditioned. Pemeriksaan pendengaran
berdasarkan respons conditioned yang diperkuat dengan stimulus
visual dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan
dengan stimulus visual, bayi akan memberikan respons orientasi
atau melokalisir bunyi dengan cara menoleh ke arah sumber
bunyi. Dengan intensitas yang sama diberikan stimulus bunyi saja
(tanpa stimulus visual), bila bayi memberi respons diberi hadiah
berupa stimulus visual. Pada tes VRA juga diperlukan 2 orang
pemerikasa. Pemeriksaan VRA dapat dipergunakan menentukan
ambang pendengaran,namun karena stimulus diberikan melalui
pengeras suara maka respons yang terjadi merupakan tajam
pendengaran pada telinga yang lebih baik.
32
Gambar 2.13 Visual Reinforcement audiometry (VRA)
Gambar 2.14 Diagram of the set up for VRA test
2. Oto Acoustic Emission (OAE)
Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi
stimulus listrik, selanjutnya dikirim ke batang oak meltalui saraf
pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran
melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dengan
peristiwa echo (Kemp echo). Produk sampingan koklea ini selanjutnya
disebut sebagai emisi otoakustik (Otoacoustic Emission). Koklea tidak
33
hanya menerima dan memproses bunyi tetapi juga dapat memproduksi
energi bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar
koklea (outer hair cells).
Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik
untuk menilai fungsi koklea yang objektif, otomatis (menggunakan
kriteria pass/lulus dan refer/tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak
membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga efisien untuk program
skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal Newborn Hearing
Screening). Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di
ruangan yang tenang. Pada mesin OAE generasi terakhir nilai OAE
secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang terjadi selama
pemeriksaan. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan
pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang telinga.
Sedatif tidak diperlukan bila bayi dan anak kooperatif. Pemeriksaan OAE
juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negatif dari obat ototoksik,
diagnosis neuropati auditorik, membantu proses pemilihan alat bantu
dengar, skrining pemaparan bising (noise induced hearing loss) dan
sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus – kasus yang berkaitan
dengan gangguan koklea.
34
Gambar 2.15 Otoacoustic Emission (OAE)
3. Audiometri bermain ( Play Audiometry)
Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned Play Audiometry)
meliputi teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai
pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu aktifitas permainan.
Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih (Conditioned) untuk
memasukkan benda tertentu ke dalam kotak segera setelah mendengar
bunyi. Diperlukan 2 orang pemeriksa, yang pertama bertugass
memberikan stimulus melalui audiometer sedangkan pemeriksa kedua
melatih anak dan mengamati respons. Stimulus biasanya diberikan
melalui headphone. Dengan mengatur frekuensi dan menentukan
intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulkan respons dapat
ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu (spesifik).
35
Gambar 2.16 Play Audiometry
4. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)
Istilah lain : Auditory Brainstem Response (ABR). BERA
merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas
sistim auditorik, bersifat objektif, tidak invasif. Dapat memeriksa
bayi, anak, dewasa, penderita koma.
Tes ini dilakukan dengan meletakkan 4-5 elektroda pada
kepala anak, setelah bermacam-macam bunyi didengarkan pada
anak melalui earphone kecil. Selama aktfitas listrik saraf
berlangsung, stimulus bunyi diteruskan ke otak. Aktifitas listrik
yang dihasilkan oleh saraf dapat direkam oleh elektroda dan
ditampilkan sebagai gelombang pada layar komputer. Dokter
dapat memberikan tingkatan bunyi yang berbeda dan dapat
menentukan bunyi terlemah yang dapat didengar oleh anak.
Pada pemeriksaan ABR anak harus diam dan tenang.
Potensial listrik dari saraf pendengaran yang direkam komputer
sangat kecil. Sedikit pergerakan otot, termasuk mengedipkan
36
mata, dapat melenyapkan respon pendengaran, oleh sebab itu bayi
atau anak harus tidur selama pemeriksaan.
Gambar 2.17 Brainstem Evoked Response Audiometry
Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah
pemeriksaan Otoacoustic Audiometry (OAE) dan Automated Auditory Brainstem
Response (AABR). 13
2.8 Penatalaksanaan 3,16,17
1. Promotif
2. Preventif
Deteksi dini dengan ABR ( Auditory Brainstem Response ) dan OAE
( Otoaccustic Emission ) terutama pada anak – anak yang memiliki faktor
resiko.
Mencari faktor penyebab
3. Kuratif
Anak yang menderita tuli kongenital sebaiknya menerima pengobatan
sebelum berumur 6 bulan. Pemilihan pengobatan berdasarkan kepada
usia anak dan tahap perkembangan mental. Penatalaksanaan pada tuli
37
kongenital perlu ditangani oleh sebuah tim yang merupakan gabungan
dari ahli audiologi, speech therapeutist, ahli psikologi dan pediatri.
Dukungan dan bimbingan kepada orang tua si anak sangat penting,
karena hal ini mempengaruhi kehidupan seluruh keluarga termasuk si
anak untuk sepanjang usianya. Orang tua bisa meminta pertolongan dari
berbagai organisasi atau yayasan sosial terkait cara memberi asuhan dan
cara berkomunikasi yang sesuai.
Alat bantu dengar direkomendasikan untuk penderita berusia 4 minggu,
karena lebih aman dan mudah disesuaikan selama pertumbuhan anak.
Alat ini akan menaikkan intensitas ( amplitudo ) volume suara sehingga
bisa didengar oleh penderita.
a. ABD eksternal. Alat ini diletakkan di belakang telinga atau di liang
telinga. Untuk tuli ringan, alat diletakkan tepat di meatus auditori
eksternus. Pada anak balita digunakan model BTE ( behind-the-ear ),
pada anak dengan usia lebih tua digunakan model ITE ( in-the-ear )
atau ITC ( in-the-canal ).
b. ABD digital. Alat ini biasanya lebih baik dalam meningkatkan
kualitas suara.
Tindakan operasi dilakukan pada tuli kongenital yang disebabkan
malformasi atau infeksi berulang.
a. Cochlear implant. Alat ini dirancang untuk merangsang sel – sel pada
auditory spiral ganglion sehingga timbul sensasi pendengaran pada
penderita tuli sensorineural. Walaupun tindakan ini salah satu
tindakan yang direkomendasikan, tetapi hasilnya teatap dipengaruhi
38
oleh durasi dan severitas, progresifitas penyakit dan sistem edukasi.
Pada anak pemakaian alat bantu dengar harus dipertimbangkan
terlebih dahulu karena operasi ini bisa berisiko kebocoran cairan
cerebrospinal dan meningitis. Cohclear implant direkomedasikan
dilakukan pada saat anak berusia 1 tahun.
b. BAHA ( Bone Anchored Hearing Aids ). Operasi ini ditujukan untuk
penderita tuli konduksi dan tuli campur. Implant titanium difiksir
tepat di belakang telinga yang terhubung dengan abutment dan
prosesor suara, sehingga suara dihantarkan lewat tulang daripada
melalui telinga tengah. Keuntungannya adalah kualitas suara yang
lebih baik dan kosmetik yang lebih baik. Akan tetapi terdapat resiko
reaksi dari jaringan lunak dan lepasnya implant dari fiksasinya di
tulang tengkorak.
c. Alat lainnya. Ada berbagai variasi produk di pasaran untuk
membantu pendengaran. Mulai dari hearing loops sampai pager
getar, unit picu visual untuk berbagai situasi ( monitor bayi, bel pintu,
alarm kebakaran ) dan telepon serta jam weker khusus.
4. Rehabilitatif
Rehabilitatif dimaksudkan untuk memperbaiki pendengaran yang
berkurang atau mengembalikan fungsi telinga sebagai alat pendengar.
Terapi mendengar ( auditory training ).
Terapi berbicara / bahasa ( speech reading ).
39
2.9 Komplikasi
Terdapat masalah sosial,edukasi dan personal yang sangat besar pada
anak penderita tuli kongenital. Pendekatan menyeluruh dalam penatalaksanaan
untuk penderita dan keluarga sangat penting. Masalah yang sering terjadi adalah
kurangnya pengertian dari lingkungan masyarakat sekitar. Oleh karena itu,
bimbingan pada keluarga sangat penting dalam membantu anak menjalani
kehidupan normal.9
2.10 Prognosis
Sangat tergantung dari penyebabnya. Akan tetapi, pada dasarnya derajat
ketulian menetap pada level yang sama atau semakin bertambah parah dan tidak
pernah mengalami perbaikan.9 Pada pasien gangguan pendengaran yang
terdeteksi awal kemudian mulai memperoleh intervensi pada usia kurang dari 6
bulan, selain akan mempunyai kemampuan wiacara yang lebih baik, ternyata
juga menunjukkan tampilan yang lebih baik selama pendidikannya di sekolah
maupun produktifitasnya di lingkungan kerja dibandingkan pasien gangguan
pendengaran yang terdeteksi lambat dan memperoleh intervensi pada usia lebih
dari 6 bulan.8
40