askep tuli konduktif

26

Click here to load reader

Upload: enggyinglian

Post on 11-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Tuli Konduktif

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu

ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat

yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga

tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain

itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf

pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural (Billy

Antony, 2008).

Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi

manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia.Di dunia, menurut perkiraan WHO

pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta

diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,2% menderita tuli

sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 2 bayi yang menderita tuli. Dari hasil

"WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia

Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat menimbulkan

masalah sosial di tengah masyarakat.

Ketulian dibagi menjadi dua. Ketuliandibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana

kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes.

Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu

tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearing-loss)

dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak.

Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi

timbul bersamaan disebut tuli campuran.

1.2  Tujuan Penulisan

1.2.1        Tujuan Umum

Dapat menganalisa asuhan keperawatan pada klien dengan tuli konduksi dan sensorineural.

1.2.2        Tujuan Khusus

1.      Menjelaskan definisi dari tuli konduksi dan sensorineural.

Page 2: Askep Tuli Konduktif

2.      Menjelaskan etoilogi dari tuli konduksi dan sensorineural.

3.      Menjelaskan klasifikasi dari tuli konduksi dan sensorineural.

4.      Menjelaskan patofisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.

5.      Menjelaskan manifestasi klinis dari tuli konduksi dan sensorineural.

6.      Menjelaskan penetalaksanaan medis dari tuli konduksi dan sensorineural.

7.      Menjelaskan pengkajian pada asuhan keperawatan klien tuli konduksi dan sensorineural.

8.      Menjelaskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien tuli konduksi dan

sensorineural.

9.      Menjelaskan rencana tindakan/intervensi pada asuhan keperawatan tuli konduksi dan

sensorineural.

10.  Menjelaskan kriteria hasil pada setiap diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien

dengantuli konduksi dan sensorineural.

1.3  Manfaat

1.3.1        Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan tuli konduksi dan

sensorineural.

1.3.2        Bagi Perawat

Perawat atau tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang tuli konduksi dan

sensorineural sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan secara profesional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: Askep Tuli Konduktif

A.    KONSEP TELINGA

1.      ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN

Telinga dibagi 3 bagian, yaitu:

a.       Telinga luar (auris eksterna)

•          Aurikulum : menangkap gelombang suara dan meneruskannya ke MAE

•          Meatus akustikus eksternus : meneruskan gelombang suara ke membrane timpani

•          Membran timpani : untuk proses resonansi

b.      Telinga tengah (auris media)

•          Kavum timpani : tempat tulang – tulang pendengaran berada

•          Tuba Eustachius : saluran yang menghubungkan antara telinga tengah dengan telinga dalam

•          Antrum & sel-sel mastoid

b.      Telinga dalam (auris interna = labirin)

•          Koklea (organ auditivus) : untuk keseimbangan

•          Labirin vestibuler (organ vestibuler /status) : untuk keseimbangan

2.      PROSES PENDENGARAN

Gelombang suara yang berasal dari udara ditangkap oleh aurikulla kemudian diteruskan

ke MAE ( Meatus Akustikus Externa ), kemudian dilanjutkan ke membran timpani. Setelah

masuk di membran timpani, gelombang udara tersebut menggerakkan tulang – tulang

pendengaran, yang terdiri dari tulang incus, stapes dan maleus. Setelah itu menuju ke foramen

ovale. Dari foramen ovale, merangsang Koklea untuk mengeluarkan cairan. Cairan koklea

tersebut kemudian menuju ke membran basilaris, merangsang pergerakan hair cells. Diteruskan

ke cortex auditorius. Kemudian kita dapat mendengar suatu bunyi.

B.     KONSEP TULI KONDUKTIF

1.      DEFINISI

Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak

dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata

susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena

kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah(Purnawan Junadi,dkk. 1997, hal. 238).

Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat

bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli

Page 4: Askep Tuli Konduktif

kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna

sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang teliga. Kelainan telinga tengah yang

menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,

timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro Soetirto: 2003)

2.    ETIOLOGI

Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan atau

kelainan diantaranya sebagai berikut :

a.    Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga (pinna)

b.    Atropi dan bertambah kakunya liang telinga

c.    Penumpukan serumen

d.   Membrane tympani bertambah tebal dan kaku

e.    Kekuatan sendi tulang-tulang pendengaran

f.     Kelainan bawaan (Kongenital)

Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi tulang-tulang pendengaran dan

otosklerosis.

Penyakit otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih

g.      Gangguan pendengaran yang didapat, misal otitis media

3.    MANIFESTASI KLINIS

a.    rasa penuh pada telinga

b.    pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar

c.    rasa gatal

d.   trauma

e.   tinnitus

4.    PATOFISIOLOGI

Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka,

nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang terjadi

dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita tidak dapat

mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.

5.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Page 5: Askep Tuli Konduktif

      Audiometri

     X-ray

6.    PENALAKSANAAN

Liang telinga di bersihkan secara teratur. dapat diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam

alcohol yang di teteskan ke liang teling atau salep anti jamur. Tes suara bisikan, Tes garputala.

 

C.    KONSEP TULI SENSORINEURAL

1.   DEFINISI

Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf otak yang

terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.Tuli sensorineural koklea

disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol.Dapat juga disebabkan tuli

mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising tuli sensorineural retrokoklea

disebabkan neuoroma akustik, tumor sudut pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak,

perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. (Indro Soetirto: 2003)

2.   ETIOLOGI

Faktor-faktor resiko tinggi yang penyebab tuli sensorineural yaitu:

a.    Tuli Bawaan (Genetik).

b.   Tuli Rubella.

c.    Tuli dan Kelahiran Prematur

d.   Tuli Ototosik.

3.   KLASIFIKASI

Dibagi menjadi tuli sensori neural coklea atau retrokoklea.

a.    Tuli sensori neural coclea

- Aplasia (kongenital)

- Labirintitis oleh bakteri/virus

- Intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol.

- Trauma kapitis

- Trauma akustik

Page 6: Askep Tuli Konduktif

- Pemaparan bising

- Presbicusis

b.   Tuli sensori neural retrokoklea

- Neuroma akustik

- Tumor sudut pons serebellum

- Cidera otak

- Perdarahan otak

4.   MANIFESTASI KLINIS

Rasa tidak enak di telinga, tersumbat, dan pendengaran terganggu. Rasa nyeri akan

timbul bila benda asing tersebut adalah serangga yang masuk dan bergerak serta melukai dinding

liang telinga. Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa corong telingaakan tampak benda asing

tersebut.

5.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.    Pemeriksaan Dengan Garputala

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang

telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke

telinga.Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan

adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur

saraf pendengaran di otak.Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan

menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang

yang menonjol di belakang telinga).

Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam.

Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang

selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.

Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di

otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran

tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.Jika pendengaran melalui hantaran udara dan

tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif

dan sensorineural terjadi secara bersamaan

b.   Audiometri

Page 7: Askep Tuli Konduktif

Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan

menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian

dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan

mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga

kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran

udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang

digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.

c.    Audimetri Ambang Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa

dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang

memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume

dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.

d.   Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata

yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya

hampir sama.Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan

benar)biasanya berada dalam batas normal.Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di

bawahnormal.Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.

e.    Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap

tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab

dari tuli konduktif.Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya

digunakan padaanak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara

yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa

diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak suara yang

dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.Hasil pemeriksaan

menunjukkan apakah masalahnya berupa:

      penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian

belakang)

      cairan di dalam telinga tengah

Page 8: Askep Tuli Konduktif

      kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga

tengah.

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius,

yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).Dalam keadaan

normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh(refleks akustik)

sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi penurunan

fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah ataumenjadi lambat. Dengan

refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksiselama telinga menerima suara

yang gaduh.

f.    Respon Auditoris Batang Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf

pendengaran.Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak

tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.

g.   Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.Kadang

pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsipendengaran

sensorineural.Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk

menilaipendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah

sadarterhadap suara.Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk

memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).Beberapa pemeriksaan

pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak.

Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:

   mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan

   memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan yang

lain

   menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan

yang bermakna

   menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang

bersamaan.

Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada

otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri. Kelainan pada batang otak bisa

Page 9: Askep Tuli Konduktif

mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan

yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.

Beberapa pemeriksaan yang khusus dilakukan pada anak – anak adalah:

1.   Free Field Test

Dilakukan pada ruangan kedap suara dan diberikan rangsangan suara dalam berbagai frekuensi

untuk menilai respons anak terhadap bunyi

2.   Behavioral Observation (0 – 6 bulan)

Pada pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa perubahan sikap atau

refleks pada bayi yang sedang diperiksa

3.   Conditioned Test (2 – 4 tahun)

Anak dilatih untuk melakukan suatu kegiatan saat mendengar suara stimuli tertentu.

4.   B.E.R.A (Brain Evoked Response Audiometry)

Dapat menilai fungsi pendengaran anak atau bayi yang tidak kooperatif

6.   PENATALAKSANAAN

Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.Jika

penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau

kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.Jika

penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan

pencangkokan koklea. 

 

a.       Alat bantu dengar

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang

berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:

- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara

- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara

- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita

sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional

kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).

Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada

Page 10: Askep Tuli Konduktif

penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu

dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:

- kemampuan mendengar penderita

- aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja

- keterbatasan fisik

- keadaan medis

- penampilan

- harga

1)   Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah

penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

2)   Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini

disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang

dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena

pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.

3)   Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.Alat ini dipasang

di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

4)   CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada

salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya

diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio

berukuran mini.Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak

berfungsi.

5)   BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang

ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

6)   Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara,

misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan

Page 11: Askep Tuli Konduktif

otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita

elastis.Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar

hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga. 

 

b.      Pencangkokan koklea

Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat

mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah

kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:

     Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar

     Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh

mikrofon

     Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor

percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik

     Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal,

tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam

memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu

dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga

dalam yang mengalami kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh

telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.

Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan

bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak.

D.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a.       Pengkajian

Riwayat :

      identitas pasien,

      riwayat adanya kelainan nyeri,

      infeksi saluran nafas atas yang berulang,

      riwayat infeksi

      nyeri telinga

Page 12: Askep Tuli Konduktif

      rasa penuh dan penurunan pendengaran

      suhu meningkat

      malaise

      vertigo

      Aktifitas terbatas

      Takut mengahadapi tindakan pembedahan

b.      Pemeriksaan fisik

B1(breathing) : infeksi saluran pernafasan atas yang

berulang

B2(blood) : tidak ada kelainan pada sistem

kardiovaskuler

B3(brain) : pusing, vertigo,nyeri, rasa penuh pada

telingga

B4(bladder) : tidak ada kelainan

B5(bowel) : tidak ada kelainan

B6(bone&muskuluskeletal) : malaise, aktivitas terbatas, suhu meningkat

c.       Diagnosa keperawatan

1.    Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

2.    Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah

3.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri

4.    Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore

5.    Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

6.    Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan

7.    Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya

fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

8.    Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan berkurangnya pendengaran.

d.      Intervensi Keperawatan

1.    Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri

Intervensi:

Page 13: Askep Tuli Konduktif

      Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas, gunakan tingkat ukuran

nyeri

R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya

      Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri (misalnya imajinasi, musik,

relaksasi)

R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi nyeri

      Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam

R/ : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi tingkat nyeri.

      Berikan analgesik jika dipesankan

R/ : analgesic dapat mengurangi nyeri.

2.    Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah

Tujuan : Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik

Intervensi:

      Kaji tingkat gangguan persepsi pendengaran klien

R/ : untuk mengukur tingkat pendengaran pasien guna intervensi selanjutnya

      Berbicara pada bagian sisi telinga yang baik

R/ : berbicara pada bagian sisi telinga yang baik dapat membatu klien dalam proses komunikasi

      Bersihkan bagian telinga yang kotor

R/ : telinga yang bersih dapat membantu dalam proses pendengaran yang baik

      Kolaborasi dengan dokter dengan tindakan pembedahan

R/: tindakan pembedahan dapat membatu klien memperoleh pendengaran yang baik

3.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri

Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik

Intervensi:

      Kaji tingkat intoleransi klien

R/ : Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya

      Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari

R/ : Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan klien

Page 14: Askep Tuli Konduktif

      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan

R/ : Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar

      Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien

R/ : Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien selama perawatan

      Ajurkan klien untuk istirahat yang cukup

R/ : Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran energy.

4.    Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otorrhea.

Tujuan : pola koping klien adekuat

Intervensi:

      Kaji tingkat koping klien terhadap penyakit yang dialaminya

R/ : Untuk mengetahui tingkat koping pasien terhadap penyakitnya guna intervensi selanjutnya.

      Kaji tingkat pola koping keluarga terhadap penyakit yang dialami klien

R/ : Pola koping keluarga mempengaruhi koping pasien terhadap penykitnya

      Berikan informasi yang adekuat mengenai penyakit yang dialami klien.

R/ : Informasi adekuat dapat memperbaiki koping pasien terhadap penyakitnya

      Berikan motivasi kepada klien dalam menghadapi penyakitnya

R/ : Motivasi dapat membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya dan menjalani pengobatan

sehingga klien tidak merasa sendirian.

      Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien.

R/ : Motivasi dari keluarga sangat membantu proses koping pasien.

5.    Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

Tujuan : klien dapat mengerti mengenai penyakitnya.

Intervensi:

      Kaji tingkat pendidikan klien

R/ : Untuk mengetahui tingkat pendidikan klien guna intervensi selanjutnya

      Kaji tingkat pengetahuan klien tentang prognosis penyakitnya

R/ : untuk mengukur sejauh mana klien mengetahui tentang penyakitnya

      Berikan informasi yang lengkap mengenai penyakit klien.

R/ : informasi yang lengkap dapat menambah pengetahuan klien sekaligus mengurangi tingkat

kecemasan

Page 15: Askep Tuli Konduktif

      Berikan informasi yang akurat jika klien membutuhkan informasi tentang penyakitnya.

R/ : pemberian informasi yang akurat dapat menambah informasi tentang penyakit yang dialami

klien

6.    Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan

Tujuan : klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria.

Intervensi:

      Kaji tingkat ansietas klien terhadap penyakitnya

R/ : untuk mengukur tingakt kecemasan klien terhadap penyakitnya guna implementasi

selanjutnya.

      Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya

R/ : sebagai tolak ukur untuk memberikan informasi selanjutnya mengenai penyakit yang di

alaminya.

      Berikan informasi klien tentang penyakitnya.

R/: Informasi yang adekuat dapat mengurangi kecemassan klien terhadap penyakitnya

      Berikan dorongan pada klien dalam menghadapi penyakitnya.

R/: Dorongan yang adekuat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien sekaligus memberikan

perhatian kepada klien.

      Libatkan keluarga klien dalam proses pengobatan

R/: Keluarga klien memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan dan menurunkan

tingkat kecemasan klien.

7.      Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya

fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.

Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya.

Intervensi Keperawatan :

         Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan

kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam

berkomunikasi.

R/ Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah

menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada klien bahwa dia

Page 16: Askep Tuli Konduktif

dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi

rasa cemasnya.

         Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang

dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.

R/ Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu

klien.

         Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu

klien.

R/ Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung

dia untuk berkomunikasi.

8.      Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan berkurangnya pendengaran.

Tujuan : Pendengaran menjadi normal, sehingga meningkatkan rasa percaya diri klien

Kriteria Hasil : Percaya diri klien meningkat karena dapat mendengar dengan normal.

Intervensi keperawatan :

           Menggunakan alat bantu pendengaran, seperti koklear implant.

R/ dengan menggunakan alat bantu pendengaran meningkatkan respon pendengaran klien,

sehingga klien dapat mendengar suara dengan normal, sehingga komunikasi klien dengan orang

lain tetap lancar.

           Ajari klien menggunakan bahasa isyarat, atau body language dan media tulisan.

R/ Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa tubuh atau bahasa

isyarat lainnya dan bisa juga dengan ditulis, sehingga komunikasi klien tetap lancar.

           Ajari keluarga dan kolega klien untuk berbicara lebih keras atau cenderung mendekat ke telinga

yang sehat.

R/ Memudahkan klien untuk mendengar, sehingga komunikasi klien tetap lancar, harga diri

klien meningkat.

e.       Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat dengan menyesuaikan

terhadap kondisi klien.

f.       Evaluasi

1.    Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri

2.    Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik

Page 17: Askep Tuli Konduktif

3.    Klien dapat melakukan aktivitas dengan baik

4.    Pola koping klien adekuat

5.    Klien dapat mengeti dengan penyakitnya

6.    Klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ketuliandibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainanterletak antara

meatus akustikus eksterna sampai dengana tulangpendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi

ini biasanya dapatditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan ataudengan suatu

tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearing-loss)

dimana letak kelainan mulai dari organ korti di kokleasampai dengan pusat pendengaran di otak.

Tuli persepsi inibiasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi

timbul bersamaan,disebut tuli campuran.Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan

pemeriksaanpendengaran.

B.     Saran

Untuk mencgah terjadinya tuli perepsi maupun tuli konduksi, sebaiknya :

1.      Hindari suara keras, ramai dan kebisingan.

2.      Hindari diet yang berlemak.Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang berlebihan,

rokok yang berlebihan dan stres. Anemia, kekuranganvitamin dan insufisiensi kardiovaskular

juga harus segera diobati.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya.

Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung danTenggorokan RSUD Dr Soetomo SurabayaRukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta Diposkan oleh Catatan Tri di 20:02