askep serotinus
DESCRIPTION
ASKEP SEROTINUS.docxTRANSCRIPT
SulandrA AmeN SambaS
Jumat, 06 Mei 2011
asuhan keperawatan bayi beresiko tinggi ; postmatur / serotinus
Posted by sulandra_amen_sambas at 5/06/2011 09:36:00 AM 0 comments
A. Pengertian
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan (postmatur) adalah 294 hari setelah hari
pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate)
digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan
dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Serotinus (postmatur) adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu
lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia kehamilan dengan
rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri ( Kapita Selekta Kedokteran
jilid 1 ).
Definisi standar yang direkomendasikan secara internasional untuk kehamilan
memanjang, didukung oleh American College of Obstetricians and Gynecologist (1997) ,
adalah 42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih sejak hari pertama haid terakhir. Fase “42
minggu lengkap” perlu ditekankan. Kehamilan antara 41 minggu lewat 1 hari sampai 41
minggu lewat 6 hari, meskipun telah masuk minggu ke 42, belum lengkap 42 minggu sapai
habis hari ke tujuh.
Post-maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia kehamilan melebihi
42 minggu. Jadi dari berbagai difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa
postmatur/postdate/serotinus/ lewat bulan? kehamilan memanjang adalah suatu kehamilan
lebih dari 42 minggu (294 hari)/ yang artinya melebihi dari kehamilan normal.
partner-pub-2890 ISO-8859-1
B. Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan post matur belum diketahui dengan jelas, namun diperkirakan
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
Masalah ibu:
1. Cervix belum matang
2. Kecemasan ibu
3. Persalinan traumatis
4. Hormonal
5. Faktor herediter
Masalah bayi:
1. Kelainan pertumbuhan janin
2. Oligohidramnion.
Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah
janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan
dengan kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42
minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan
laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi
gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin.
Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena
mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
C. Permasalahan Bayi Postmatur
Permasalahan kehamilan lewat waktu (postmatur) adalah plasenta tidak sanggup memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia sampai kematian adalam
rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
1. Pertumbuhan janin makin lambat
2. terjadi perubahan metabolisme janin
3. Air ketuban berkurang dan makin kental
4. Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalinan
5. Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap saat dapat
meninggal di rahim.
6. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk
Pendidikan Bidan, 1998)
Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 x dari pada
kehamilan aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan
sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas
perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat
kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam
rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat
terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan
kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak
stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik.
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia
karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang.
Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan
perdarahan postpartum.
D. Tanda Bayi Postmatur
1. Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau secara objektif kurang
dari 10x / menit ).
2. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:
a. Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit menjadi
kering, rapuh dan mudah terkelupas.
b. Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum ( kehijuan di kulit.
c. Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit dan tali
pusat.
3. Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur.
4. Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
5. Rambut kepala lebih tebal.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998) :
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di bidan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
D. Komplikasi
Adapun Komplikasi Postmatur berdasarkan sumber : 1. Hipoglikemia, karena cadangan energi pada saat dilahirkan sangat rendah dan bahkan akan lebih
rendah lagi j ika pasokan oksigen selama persalinan juga rendah
2. Sindroma aspirasi mekonium.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta, ukuran diameter
biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
b. Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. mengawasi dan membaca
denyut jantung janin, karena insufiensi plasenta.
c. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
d. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban. menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
e. Uji Oksitisin (steres test) : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
f. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
g. Pemeriksaan sitologi vagina.
F. Penatalaksanaan
Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan
janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan
janin dapat dilakukan :
1. Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non reaktif maka
dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai
spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil
tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan dengan keadaan postmatur.
2. Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7x /
20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10x / 20 menit),
dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif
dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban,
bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat
waktu.
3. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan
janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan
mengalami resiko 33% asfiksia
Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran
kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan
janin dan penilaian skor pelvik ( pelvic score = PS ). Ada beberapa cara untuk pengakhiran
kehamilan, antara lain:
1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley
2. Induksi dengan oksitosin.
3. Bedah seksio sesaria.
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi
beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal,
tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio
teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus
dilakukan sebelumnya.
1. Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
2. Bila PS >5, dapat dilakukan drip oksitosin.
3. Bila PS <5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan
pengukuran PS lagi.
Tatalaksana yang biasa dilakukan adalah induksi dengan oksitosin 5 IU. Sebelum
dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG,
serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis >5, maka induksi
persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus
Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit
sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus,
kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin.
Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus
pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 IU
ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi
dengan seksio sesaria.
G. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur,
minimal 4 x selama kehamilan, 1 x pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 x pada
trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 x trimester ketiga (di atas 28
minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sex sampai
usia 7 bulan, 2 minggu sex pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sex pada bulan
terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan
mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan
merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari
pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama
haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama
haid terakhir Bu “ A ” jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari
sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7.
Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BERISIKO TINGGI : POSTMATUR
A. Pengkajian
1. Riwayat Haid.
Kapan klien menarce, siklus, lamanya, banyaknya, gangguan haid, HPHT.
2. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
Riwayat kehamilan yang lalu melahirkan dimana ditolong oleh siapa dengan usia kehamilan
berapa minggu, persalinan terakhir mengalaami perdarahan, melahirkan spontan, SC, VE,
pernah abortus atau tidak, nifas mengalami penyulit atau tidak.
3. Pemeriksaan Fisik.
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pengecekan kembali pada
catatan prenatal. Hasilnya dapat mendukung diagnose dari kehamilan yang diperpanjang.
Penemuan berikut ini memberitahukanbahwa bayi akan postmatur
a. BB maternal turun diminggu terakhir kehamilan atau lebih dalam 1 minggu
b. Angka uterin dan pertumbuhan fetal berkurang
c. Palpasi kepala fetal yang keras, berkurangnya bentuk cephalic; pertumbuhan kepala fetal
terhenti
d. Miconium mewarnai cairan amniotic
e. Oligohidramnion atau penurunan cairan amniotic (<300 ml)
4. Karakteristik fisik
a. Pada umumnya memliki tulang tengkorak yang normal, tetapi ukuran anggota tubuh lainnya
kurang, membuat tengkorak kelihatan besar sex
b. Kulit kering dan pecah – pecah (kekurangan cairan), menyerupai kertas pada saat lahir
c. Kekerasan pada kuku menjalar sampai jari - jari
d. Berlimpahnya/ lebat nya rambut pada kulit kepala
e. Hilangya jaringan lemak bawah kulit, meninggalkan kulit keriput dan memberikan
penampilan orangtua
f. Kontur tubuh yang panjang dan kurus
g. Tidak adanya veniks
h. Seringx meconium mewarnai (kuning keemasan sampai hijau) kulit, kuku, dan tali pusar
i. Mungkin memilki tanda peringatan, gejala munculnya hipoksia intrauterine yang kronik
tanpa diketahui
5. Tes Diagnosa
a. USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta, ukuran diameter
biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
b. Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. mengawasi dan membaca
denyut jantung janin, karena insufiensi plase
c. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
d. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban. menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
e. Uji Oksitisin (steres test) : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
f. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
g. Pemeriksaan sitologi vagina
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskuler penurunan
energi dan keletihan.
2. Termoregualsi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
3. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan denagn struktur kulit iamtur, imobilitas,
penurunan status nutrisi, prosedur invasif.
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
5. Resiko cedera karena tekanan intrakranial berhubungan dengan sistem saraf pusat imatur dan
respon stress fisiologis
6. Antisipasi berduka berhubungan dengan kelahiran bayi beresiko tinggi yang tidak
diperkirakan, prognosis kematian, dan atau kematian bayi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskuler penurunan
energi dan keletihan.
Kriteria hasil :
- Jalan nafas tetap paten
- Pernapasan memberikan oksigenisasi dan pembuangan CO2 yang adekuat
- Frekuensi dan pola nafas dalam batas sesuai dengan usia dan berat badan
Intervensi :
a. Tempatkan pada posisi telungkup bila mungkin
Rasional : posisi ini menghasilkan perbaikan oksigenisasi
b. Tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatas
dalam posisi mengendus
Rasional : mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
c. Hindari heperekstensi leher
Rasional : dapat mengurangi diameter trakea.
d. Lakukan penghisapan (sunction)/ gunakan teknik penghisapan yang tepat dan jangan rutin
Rasional : Menghilangkan mucus yang terakumulasi dari nasofaring, trakeaa, dan selang
endotrakeal/ penghsisapan yang tidak tepat dapat emnyebakan infeksi, kerusakan jalan nafas,
pnemothorak dan hemoragi intraventrikel.
e. Observasi adanya tanda – tanda distress pernapasan misalnya :apnea, retraksi, takipnea,
apnea, mengorok, sianosis maupun saturasi oksigenrendah
Rasional : Menghambat aliran darah hingga supplai oksigen berkurang.
f. Kolaborasi dalam pemberian terapi ventilasi dan oksigenisasi
Rasional : Meningkatkan keefektifan jalan nafas
g. Observasi dan kaji terhadap terapi ventilasi dan oksigenisasi
Rasional : Melihat tingkat perkembangan jalan nafas klien
2. Termoregualsi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan
Kriteria hasil : Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia paskakonsepsi.
Intervensi
a. Tempatkan bayi di dalam incubator, penghangat radian atau pakaian hangat dalam keranjang
terbuka
Rasional ; Untuk mempertahankan suhu tubuh stabil
b. Pantau suhu aksila pada bayi yang tidak stabil (gunakan probe kulit atau control suhu udara,
periksa fungsi mekanisme servokontrol bila digunakan
Rasional : Menentukan Intervensi lanjut
c. Atur unit servokontrol atau control suhu sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mempertahankan suhu kulit dalam rentang normal yang dapat diterima.
d. Gunakan pelindung panas plastik bila tepat
Rasional : Menurunkan kehilangan panas
e. Pantau tanda – tanda hipertemia
Rasional : Menunjukan adanaya peningkatan suhu tubuh yang harus segera diatasi
f. Periksa suhu bayi dalam hubungannya dengan suhu ambien dan suhu unit pemanas
Rasional : mengetahui akan adanya kehilangan panas radian langsung
g. Hindari situasi yang dapat mempredisposisikan bayi pada kehilangan panas seperti terpapar
udara dingin, jendela, mati, atau timbangan dingin.
3. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
Kriteria hasil : Bayi tidak menunjukan tanda – tanda infeksi nosokomial
Intervensi
a. Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan sebelum dan setelah mengurus
bayi/ pastikan bahwa semua alat yang kontak dengan bayi sudah bersih dan steril
Rasional : Meminimalkan pemajanan pada organisme inefektif
b. Cegah personil dengan infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi menular agar tidak
mengadakan kontak langsung dengan bayi.
c. Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan institusional.
d. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan orangtua dalam prosedur control infeksi
e. Beri antibiotic sesuai instruksi
f. Pastika aspesis ketat atau sterilitas seperti terapi IV perifer, punsi lumbal, dan pemasangan
kateter arteri/ vena.
4. Resiko cedera karena tekanan intrakranial berhubungan dengan sistem saraf pusat imatur dan
respon stress fisiologis
Kriteria hasil: Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda peningkatan TIK dan gemorogi
intraventrikuler.
Intervensi :
a. Kurangi stimulasi lingkungan
b. Tetapkan suatu rutinitas yang memberikan periode tidur / istirahat tanpa gangguan
c. Atur perawatan serlam jam-jam bangun yang normal sebanyak mungkin.
d. Respon stress khususnya peningkatan tekanan darah meningkatkan resiko terhadap TIK
e. Menghilangkan / meminimalkan stress
f. Meminimalkan gangguan tidur dan kebisingan intermitten yang sering.