case report serotinus

43
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. E Umur : 22 tahun Alamat : Sungai daun Tj. Piayu Agama : Kristen Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Suku : Batak Nama Suami : Tn. H Umur : 25 tahun Pekerjaan suami : Swasta Agama : Kristen Suku : Batak ANAMNESA (Penderita datang dari UGD pada tanggal 28 oktober 2014 dan masuk ke ruang perawatan kebidanan) Keluhan utama : Umur kehamilan telah lewat bulan Perjalanan Penyakit : Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Mules dirasakan dari 1

Upload: jude-beck

Post on 24-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cas

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Umur : 22 tahun

Alamat : Sungai daun Tj. Piayu

Agama : Kristen

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Batak

Nama Suami : Tn. H

Umur : 25 tahun

Pekerjaan suami : Swasta

Agama : Kristen

Suku : Batak

ANAMNESA

(Penderita datang dari UGD pada tanggal 28 oktober 2014 dan masuk ke

ruang perawatan kebidanan)

Keluhan utama : Umur kehamilan telah lewat bulan

Perjalanan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Mules dirasakan dari pinggang belakang sampai ke perut bagian

bawah. Frekuensi mules jarang dan waktu mules sebentar. Gerakan janin

masih dirasakan ada, awal mula timbul gerak janin saat usia kehamilan 16

minggu.

1

Penderita juga menyangkal ada keluar air dari kemaluannya dan tidak ada

perdarahan. Buang air besar dan buang air kecil juga tidak ada gangguan.

Selain keluhan diatas penderita juga mengeluhkan pusing terasa seperti

berdenyut dibagian depan kepala. Riwayat penyakit hipertensi dan kencing

manis disangkal oleh penderita. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol,

merokok, dan tidak ada alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku keluar sedikit flek-flek

hitam dari kemaluan. Pasien menyangkal adanya penyakit hipertensi, diabetes

melitus, dan Asma.Riwayat penyakit dikeluarga (-), dan riwayat alergi obat(-).

RIWAYAT KEHAMILAN SEKARANG

Ini merupaka kehamilan kedua pasien, pada saat trimester I dan II tidak ada

keluhan, mual muntah (+). Pasien rutin kontrol kehamilan diklinik tiap bulan.

Pada saat usia kehamilan 8 bulan diperiksa oleh dokter dan dilakukan USG.

Penderita juga mengaku USG terakhir pada tanggal 28/10/2014.

RIWAYAT OBSTETRI:

1. ♂ , persalinan spontan, berat 3800 gr, cukup bulan, ditolong oleh bidan

(2012)

2. Kehamilan sekarang

RIWAYAT PERKAWINAN

Pasien menikah 1x, lamanya pernikahan 4 tahun, pasien menikah diusia 18

tahun.

RIWAYAT KONTRASEPSI

Pasien mengaku memakai kontrasepsi secara suntik

RIWAYAT MENSTRUASI

HPHT : 5 Januari 2014

TP : 27 Oktober 2014

2

HAID :

Menarche : 14 tahun

Siklus : Teratur, kira-kira 28 hari

Lama : Kurang lebih 5 hari

Sifat : sering disertai nyeri

PEMERIKSAN FISIK

STATUS PRESENT

KU : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital : T : 120/80 mmHg N: 82x/menit

R : 20x menit S : 36,4 oC

STATUS GENERALIS

Kepala :

Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) oedem pelpebra (-/-)

Leher : KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

Kelenjar thyroid tidak teraba membesar

Thoraks :

Paru : inspeksi : hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)

pergerakan pernapasan simetris.

Palpasi : vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : vesikuler (+/+) wheezing (-/-) ronki (-/-)

Jantung : BJ S1-S2 murni reguler

Abdomen : Cembung, lembut, pekak samping (-), pekak

pindah (-)

3

Hepar : sulit dinilai

Lien : sulit dinilai

Ekstremitas : Edema : +/+

Akral : hangat

STATUS OBSTRETRIKUS

Pemeriksaan Luar

TFU : 30 cm

TBJ : 2790 gram

Leopold I : diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting

Bagian teratas janin adalah bokong

Leopold II : Punggung janin (kanan) & ekstremitas

(kiri)

Leopold III : Dibagian bawah janin teraba besar, bulat,

keras

Bagian terbawah janin adalah kepala

Leopold IV : Belum masuk PAP

DJJ : 153 x/menit, reguler

His/10mnt : -

Pemeriksaan Dalam

V/U : tenang, tidak terdapat tanda-tanda radang

Inspekulo : tidak dilakukan

Vagina toucher :

Pembukaan : belum ada pembukaan

Portio : tebal dan lunak

Ketuban : (-) negatif

Sarung tangan : lendir darah (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

4

Darah Lengkap (Pre Operasi)

Hb : 9,7 gr/dl

Ht : 35%

Leukosit : 7700/ul

Eritrosit : 4,4 juta/ul

Trombosit : 276 ribu/ul

BT : 3'

CT : 8'

GDS : 63 mg/dl

HIV : Negatif

HbSAg : Negatif

Urin : Tidak diperiksa

RESUME

Seorang wanita usia 22 tahun (G2P1A0H1) merasa hamil lewat bulan dengan

keluhan utama mules 1 hari yang lalu. masih dirasakan jarang dan waktu

mules sebentar. Gerakan anak masih dirasakan oleh ibu. Riwayat keluar flek-

flek hitam dari kemaluan. Melakukan pemeriksaan USG janin dalam keadaan

normal. Status present dalam batas normal. Status obstetrik pada pemeriksaan

luar: Leopold I : bokong, TFU 30 cm, Leopold II : Punggung (kanan) &

ekstremitas (kiri), Leopold III : Presentasi kepala, Leopold IV : Belum

masuk PAP, DJJ : 153 x/menit, reguler, His -. Pada pemeriksaan dalam: V/U :

tenang, Vagina Toucher:tidak Pembukaan, portio tebal dan lunak, ketuban (-).

DIAGNOSIS KERJA

G2P1A0H1 Parturient Serotinus 42-43 minggu + inpartu kala I fase laten

RENCANA PENGELOLAAN

Umum :

IVFD D5% 20 gtt/menit

Observasi DJJ, Keadaan Umum, TNRS

5

Khusus :

Remcana induksi Drip Oksitosin 5 IU dalam Dextrose 5% 20-60

gtt/menit

Informed Consent untuk SC apabila induksi gagal.

FOLLOW UP DI BANGSAL

Tanggal : 28/10/2014

S Keluar Mules dari pinggang belakang sampai keperut yang jarang dan

hanya sebentar

Keluar lendir (-)

BAK (+) Normal

BAB (+) Normal

Pusing (-)

O KU : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

T : 120/80 mmHg

N : 82x/i

R : 20x/i

S : 36,4 oC

Pemeriksaan Luar

Tinggi Fundus : 30 cm

Letak Anak : kepala, pu-ka

DJJ : 153 x/menit

His/10mnt : jaranng

Pemeriksaan Dalam

V/U : tenang

6

Inspekulo : tidak dilakukan

Vagina touche : Pembukaan (-)

Portio : tebal dan lunak

Ketuban : (+)

A G2P1A0H1 Parturient Serotinus 42-43 minggu + inpartu kala I fase laten

P IVFD D5% 20 gtt/menit

Tanggal : 28/10/2014 Jam 20.50 WIB

S OS tidak ada keluhan

O Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CM

T : 120/70 mmHg

N : 78x/i

R : 20x/i

S : 36,2 oC

V/U : tidak ada kelainan

VT : portio tebal, ketuban (+)

DJJ : 145x/menit

A G2P1A0H1 Parturient Serotinus 41-42 minggu + inpartu kala I fase laten

P IVFD D5% 20 gtt/menit

Drip Oksitosin 5 IU dalam Dextrose 5% 20-60 gtt/menit dimulai pukul

05.00 wib

Persiapan SC apabila induksi gagal

Tanggal 29/10/2014 induksi dimulai jam 05.00 – 10.30 wib Kolf I

7

S Os merasakan mules tapi masih jarang

Flatus (-)

BAK (+)

BAB (-) 1 hari

O Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CM

T : 120/80 mmHg

N : 80x/i

R : 24x/i

S : 36,2 oC

Pemeriksaan dalam

V/U : tidak ada kelainan

VT : portio tebal, pembukaan 1-2ketuban (+), preskep HI

DJJ : 140x/menit

A G2P1A0H1 Parturient Serotinus 42-43 minggu + inpartu kala I fase laten +

induksi kolf

P - Pasang DC

- Persiapan SC

Pukul 11.00 wib dilakukan sectio caesaria

LAPORAN PERSALINAN

Tanggal Persalinan : 29 oktober 2014

Jam Bayi Lahir : Jam 11.05 WIB

Keadaan Bayi : Langsung Menangis

Jenis Kelamin : ♂

BBL : 2.900 gram

Panjang Badan : 50 cm

Lingkar Kepala : 31 cm

Lingkar Dada : 29 cm

Apgar Score : 7/8

8

Ketuban : Hijau

Plasenta : Lengkap

Keadaan Ibu : Baik

TERAPI

(Sesudah tindakan operasi)

Inj.Ceftriaxone/12 jam selama 2 hari

Inj.Gentamicin/12 jam selama 2 hari

Inj.Tramadol/8 jam selama 2 hari

Infus Metronidazole 2 x 1

(Sesudah obat injeksi habis)

Ciprofloxacin tab 2 x 1

Metronidazole tab 3 x 1

Asam Mefenamat tab 3x1

Sulfas Ferosus tab 1x1

Tanggal : 30/10/2014 (post operasi H-1)

S Nyeri pasca operasi (+)

Flatus (+)

BAK (+) Normal

BAB (+) sedikit keras

Mobilisasi (+) Normal

O Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CM

T : 120/80 mmHg

N : 80x/i

R : 20x/i

S : 36,2 oC

Mata : Konjungtiva : tidak anemis, Sklera : tidak ikterik

9

Thorax : DBN

Abdomen : BU (+) Normal, Acites (-), Nyeri bekas OP (+), kontraksi

uterus (+) TFU teraba 2 jari dibawah pusat

Ekstremitas : Oedem (-), Akral Hangat

A P2A0H2 Post SC Atas Indikasi Parturient Serotinus + gagal induksi

P IVFD RL 20 gtt/menit

Injeksi Ceftriaxone

Injeksi Gentamicin

Injeksi Tramadol

Infuse metronidazol

Tanggal : 31/11/2014 (H-2)

S Nyeri pasca operasi (+) ringan

Flatus (+)

BAK (+) Normal

BAB (+) Normal

Mobilisasi (+) Normal

O Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : CM

T : 120/80 mmHg

N : 80x/i

R : 20x/i

S : 36,2 oC

Mata : Konjungtiva : tidak anemis, Sklera : tidak ikterik

Thorax : DBN

Abdomen : BU (+) Normal, Acites (-), Nyeri bekas OP (+), kontraksi

uterus (+) TFU teraba 2 jari dibawah pusat

Ekstremitas : Oedem (-), Akral Hangat

A P2A0H2 Post SC Atas Indikasi Parturient Serotinus + gagal induksi

P Aff DC, ganti perban besok dan boleh pulag

Ciprofloxacin tab 2x1

10

Metronidazole tab 3x1

asam mefenamat tab 3x1

sf tab 1x1

BAB II

11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Serotinus

Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, adalah :

kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung

dari hari pertama haid hari terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid

rata-rata 28 hari .1

B. Etiologi

Secara umum teori-teori menyatakan serotinus terjadi karena adanya

gangguan terhadap timbulnya persalinan. Menjelang persalinan terjadi

penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan

reseptor oksitosin, tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi

prostaglandin yang menyebabkan his adekuat.

Secara garis besar penyebab terjadinya serotinus dari beberapa teori

tersebut di atas dapat dirangkum:

1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan

pemeriksaan antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah.

2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena

sebab apapun.

3. Kehamilan ekstrauterin.

4. Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB.

5. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena:

Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat

(prekursor estrogen) janin, yang sering ditemukan pada

anensefalus.

Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat

mengakibatkan penurunan produksi prekursor estriol sintesis.

Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited

disease yang bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari

dehidroandrosteron sulfat tidak terjadi.

12

6. Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta

peningkatan reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi

uterus yang kuat, yang paling berperan adalah prostaglandin.

7. Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi

plasenta dan rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan

menimbulkan kerentanan terhadap tekanan dari miometrium sehingga

tidak timbul kontraksi.

8. Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan

penyimpanan glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan

penyedia asam arakidonat pada pembentukan konversi prostaglandin.

9. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga

gangguan yang menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus

Frankenhauser oleh bagian tubuh janin, oleh sebab apapun, dapat

mengakibatkan terjadinya KLB.1,2

C. Patofisiologi 3

1. Sindrom Postmatur

Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37

kelahiran secara tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi

terakhir. Ia membagi postmatur menjadi tiga tahapan:

Stadium 1: cairan amnion jernih, kulit menunjukkan kehilangan

verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan

mudah mengelupas.

Stadium 2: kulit berwarna hijau, disertai mekonium.

Stadium 3: kulit menjadi berwarna kuning-hijau pada kuku, kulit

dan tali pusat.

Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas.

Gambaran ini berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus

yang menunjukkan pengurasan energy, dan maturitas lanjut karena bayi

tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit

keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku

biasanya cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak

13

mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun di

bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun, dapat terjadi

hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu

terjadi sebelum minggu 42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur

Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi

mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan

otak. 1

2. Disfungsi Plasenta

Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur

disebabkan oleh hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis

keduanya yang terus mempengaruhi konsep-konsep kontemporer

menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan plasenta. Namun

Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara

histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak ditemukan

perubahan morfologis dan kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker

(1999) baru-baru ini melaporkan bahwa apoptosis plasenta meningkat

secara signifikan pada gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap dibanding

dengan 36 sampai 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas

sampai sekarang.

Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada

124 neonatus tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37 sampai

43 minggu. Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin terganggu, yang

mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta, pada kehamilan yang

berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan tekanan parsial oksigen

adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang diketahui. Setiap wanita

yang diteliti mempunyai perjalanan persalinan dan perlahiran

nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat janin atau pengeluaran mekonium.

Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat secara signifikan pada

kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada

skor apgar dan gas tali darah pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini,

14

penulis menyimpulkan bahwa ada penurunan oksigenasi janin pada

sejumlah kehamilan postterm.

postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi

tersebut luar biasa besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh

menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang,

pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat

adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. Nahum dkk (1995) baru-

baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin terus berlangsung

sekurang-kurangnya sampai 42 minggu.

3. Gawat Janin dan Oligohidramnion

Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika

kehamilan telah melewati 42 minggu. Mungkin juga pengeluaran

mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah

berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang

terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.

Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan

menggunakan pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada

38 kehamilan dengan usia gestasi 42 minggu atau lebih. Produksi urin

yang berkurang ditemukan menyertai oligohidramnion. Namun, ada

hipotesis bahwa aliran urin janin yang berkurang mungkin merupakan

akibat oligohiramnion yang sudah ada dan membatasi penelanan cairan

amnion oleh janin. Velle dkk (1993) dengan menggunakan bentuk-bentuk

gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa aliran darah ginjal

janin berkurang pada kehamilan postterm dengan oligohidramnion.

4. Pertumbuhan Janin Terhambat

Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada

kehamilan yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan.

Morbiditas dan mortalitas meningkat secara signifikan pada bayi yang

15

mengalami hambatan pertumbuhan . seperempat kasus lahir mati yang

terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan

pertumbuhan yang jumlahnya relative kecil.

D. Manifestasi Klinis

Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakkan janin yang

jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara

objektif dengan CTG kurang dari 10 kali /20 menit.

Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang meliputi

a. Stadium I, kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi

sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah terkelupas.

b. Stadium II, sperti stadium I disertai pewarnaan mekonium

(kehijauan) dikulit

c. Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada

kuku, kulit, dan tali pusat.4

E. Diagnosis1

Untuk menegakkan diagnosis Serotinus, perlu dilakukan anamnesis

dan pemeriksaan yang teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal.

Anamnesis dan pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam menegakkan

diagnosis serotinus antara lain:

1. Riwayat Haid

Pada dasarnya diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit ditegakkan

apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm

berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang dirumuskan

oleh American College of Obstetrician and Gynecologist (2004), yaitu

kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung

sejak hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk riwayat haid yang dapat

dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain :

Penderita harus yakin betul dengan HPHT nya.

Siklus 28 hari dan teratur.

Tidak minum obat anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir.

16

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus

Naeggle. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai

kehamilan serotinus kemungkinan adalah sebagai berikut.

Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau

akibat menstruasi abnormal

Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan

ovulasi.

Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan

memang berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20-30%

dari seluruh penderita yang diduga kehamilan serotinus).

2. Riwayat pemeriksaan antenatal

Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaean tes

imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan

kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu

Gerak janin. Gerak janin /quickening pada umumnya dirasakan ibu

pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan

sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida

pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan

adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau

ditambah 24 minggu pada multiparitas.

Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat

didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan

Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan serotinus bila didapat

3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:

Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif

Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan

Doppler

Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.

Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali

dengan stetoskop Laennec.

17

3. Tinggi Fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial

dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara

berulanh tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat

menentukan umur kehamilan secara kasar.

F. Pemeriksaan Penunjang1,4

1. Pemeriksaan ultrasonografi

Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaaan

ultrasonografi pada trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan

rumus naegle dapat mencapai 20% Bila telah dilakukan pemeriksaan

ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat

dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang

kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang

lebih 4 hari dari taksiran persalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran diameter

biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari

taksiran persalinan.

Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa

parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar

perut , lingkar kepala,dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan

dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut diatas. Sebaliknya,

pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat dipakai untuk menentukan

berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang sering

berkaitan dengan kehamilan serotinus, tetapi sukar untuk memastikan usia

kehamilan.

2. Pemeriksaan Radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan.

Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada

kehamilan 32 minggu, efipisis tibia proximal terlihat setelah umur

kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.

18

Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat

penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik yang kurang baik

terhadap janin.

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Aktifasi tromboplastin cairan amnion (ATCA)

Histwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion

mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan

bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu

ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42

minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat ATCA antara

42-46 detik menunjukan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.

b. Sitologi cairan amnion

Pengenceran nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam

cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%,

maka kehamilan diperkirakan 36 minggu san apabila 50% atau lebih,

maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

c. Sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik>20%)

mempunyai sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan servik tidak

dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.

G. Penatalaksanaan1,3,5

Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan serotinus yaitu:

Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif

Pengelolaan aktif

Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa

hal:

a) Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin mungkin

kurang matur.

b) Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan meninggal

atau akan mengalami morbiditas serius jika tetap dipertahankan.

19

c) Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.

d) Induksi persalinan tidak selalu berhasil.

e) Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada

kehamilan ini, tapi juga kehamilan berikutnya.

Tapi mengingat resiko untuk terjadinya kegawatan pada janin cukup besar,

dimana resiko kematian janin dapat terjadi setiap saat antepartum, intrapartum

maupun pasca persalinan, maka dianjurkan pengelolaan secara aktif dengan

mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

1. Terjadinya oligohidramnion tidak dapat diramalkan, bahkan dapat terjadi

dalam 24 jam setelah dilakukan pemeriksaan, dimana ditemukan indeks

cairan amnion cukup.

2. Induksi persalinan tidak meningkatkan angka bedah Caesar.

3. Resiko morbiditas dan mortalitas yang dihadapi janin cukup besar, dengan

makin lamanya kehamilan berlangsung.

1. Pengelolaan ekspektatif

Kehamilan dibiarkan berlangsung sampai 42 minggu dan seterusnya

sampai terjadi persalinan spontan sepanjang hasil uji kesejahteraan janin masih

baik. Induksi dilakukan bila terjadi: skor Bishop >5 (matang) atau terdapat

indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan antara lain bila tes tanpa tekanan

hasilnya abnormal.

Sejak UK 42 minggu dilakukan uji kesejahteraan janin. Uji kesejahteraan

janin dapat menggunakan metode tes tekanan darah oksitosin CST (contraction

stress test) atau tes tanpa tekanan NST (non stress test), profil biofisik, rasio

estrogen-kretinin ibu.

Untuk negara berkembang, Thongsong (1999) mengusulkan pemeriksaan

profil biofisik secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan

gerakan janin yang terprovokasi suara (sound-provoked foetal movement) dan

pengukuran indeks air ketuban (amnion fluid index=AFI), keduanya dilakukan

dengan menggunakan ultrasonografi.

20

Rapid biophysic profile memiliki kelebihan: sederhana, murah, interpretasi

hasil lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih pendek, dan apabila dibandingkan

dengan profile biofisik yang lengkap (NST dan AFI) serta 3 komponen gerakan

spontan janin yaitu gerak nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil

biofisik yang telah dimodifikasi (hanya NST dan AFI) memiliki ketepatan yang

hampir sama.

2. Pengelolaan aktif

Pengelolaan aktif adalah upaya untuk menimbulkan persalinan pada setiap

kehamilan sebelum terjadi kehamilan lewat bulan atau pada UK 42 minggu.

Sehingga didapatkan perbedaan mengenai kapan dilakukan induksi persalinan:

pada UK 41 minggu atau 42 minggu. Beberapa penulis menganjurkan suatu

tindakan aktif dengan melakukan induksi persalinan pada UK 41 minggu untuk

menghindari kemungkinan akibat buruk dari KLB. Pada umur kehamilan 41

minggu bila serviks belum matang, maka dialkukan uji kesejahteraan janin dan

dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu.

Vorherr mengusulkan pengelolaan yang individualistik, tidak terpaku pada

ketentuan baku pengelolaan aktif dengan melakukan induksi secara rutin atau

pengelolaan ekspektatif. Pemilihan cara pengelolaan tergantung keadaan klinis,

riwayat obstetri, kematangan serviks dan kesejahteraan janin.

Untuk menentukan pengelolaan perlu dengan jelas diketahui umur kehamilan,

berdasarkan itu pengelolaan KLB dapat ditentukan dengan:

Umur kehamilan diketahui dengan jelas

Jika umur kehamilan dapat diketahui dengan jelas, maka pengelolaan KLB

dapat dilakukan secara pasif. Pengelolaan secara pasif dimana penderita dirawat

untuk kemudian dilakukan pemeriksaan elektronik dan ultrasonografi, untuk

melihat kesejahteraan janin, dengan uji tanpa tekanan (NST). Menurut Benedetti

dan Easterling selama uji menunjukkan hasil normal, dianggap janin terganggu

minimal dan tidak dianjurkan dilahirkan. Dengan mengadakan pemantauan

kesejahteraan janin secara serial, maka selama masih dalam keadaan baik,

21

persalinan dapat ditunggu hingga timbul spontan. Sedangkan secara aktif dengan

melakukan induksi persalinan. Dan jika dalam pemantauan terjadi kegawatan

janin maka dapat diakhiri sesuai dengan indikasi obstetri yang ditemukan.

Umur kehamilan tidak jelas

Jika umur kehamilan tidak diketahui dengan jelas, dianjurkan untuk

melakukan pengelolaan KLB secara pasif/konservatif. Selama kehamilan

dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin secara serial. Intervensi baru

dilakukan jika ditemukan gangguan pada janin berupa kurangnya cairan amnion

(oligohidramnion) dan atau gerak janin yang berkurang. Bentuk intervensi yang

dilakukan tergantung indikasi obstetri pada saat itu. Selama tidak terjadi gangguan

pada janin, maka persalinan dapat ditunggu untuk terjadi secara spontan.

Induksi Persalinan

Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum

inpartu, baik secara tindakan atau medicinal, untuk merangsang timbulnya

kontraksi uterus. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik

operatif/tindakan maupun dengan menggunakan obat-obatan/medisinal. Untuk

menentukan cara induksi persalinan yang dipilih beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi, perlu dipertimbangkan yaitu: paritas, kondisi serviks, keadaan

kulit ketuban dan adanya parut uterus.

Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:

- Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim

- Amniotomi

- Rangsangan pada puting susu

- Stimulasi listrik

- Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual

Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:

- Tetes oksitosin

- Pemakaian prostaglandin

- Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.

22

Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam

indikasi, dapat karena indikasi dari ibu maupun dari janin.

Indikasi ibu:

Kehamilan dengan hipertensi

Kehamilan dengan diabetes melitus

Perdarahan antepartum tanpa kontaindikasi persalinan pervaginam

Indikasi janin:

Kehamilan lewat bulan

Ketuban pecah dini

Kematian janin dalam rahim

Pertumbuhan janin terhambat

Isoimunisasi-Rhesus

Kelainan kongenital mayor

Kontraindikasi

Pada keadaan ini induksi persalinan tidak dapat dilakukan, atau jika

terpaksa dilakukan diperlukan pengamatan yang sangat berhati-hati:

Malposisi dan malpresentasi janin,Insufisiensi plasenta,Disproporsi sefalopelvik

Cacat rahim , Grandemultipara , Gemeli , Distensi perut berlebihan , Plasenta

previa.

Komplikasi induksi persalinan

Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan

meupun setelah bayi lahir. Pada penggunaan infus oksitosin dianjurkan untuk

meneruskan pemberian hingga 4 jam setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat

ditemukan adalah:

Hiponatremia , Atonia uteri ,Hiperstimulasi, Fetal distress , Prolaps tali pusat ,

Solusio plasenta, Ruptura uteri , Hiperbilirubinemia , Perdarahan postpartum ,

Kelelahan ibu dan krisis emosional, Infeksi intrauterin.

G. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada ibu, antara lain :

23

1. korioamnionitis

2. laserasi perineum

3. perdarahan post partum

4. endomiometritis

5. penyakit tromboemboli

Komplikasi yang terjadi pada bayi, antara lain :

1. Anak besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik.

2. Hipoksia

3. Hipovolemia

4. asidosis

5. Hipofungsi adrenal

6. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat

janin sampai bayi meninggal.

BAB III

PEMBAHASAN

1. Mengapa pasien ini didiagnosis kehamilan serotinus?

Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu menurut

American College of Obstetricians and Gynecologists adalah kehamilan

24

42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid

terakhir atau 40 minggu (280 hari) dari hari terjadinya ovulasi. Istilah 42

minggu lengkap berarti harus melewati 41 minggu 7 hari. Kehamilan

antara 41 minggu 1 hari dan 41 minggu 6 hari tidak dikatakan 42 minggu

lengkap.

Pada pasien ini, dikatakan bahwa HPHT nya 17 Juni 2013.

Menurut rumus Naegele bahwa taksiran pesalinannya adalah 24 Maret

2014. Sedangkan bila dihitung sampai saat ini (tanggal 7 April 2014),

maka usia kehamilannya adalah 42-43 minggu..

Pada pasien ini sudah dilakukan pemeriksaan USG sebagai

pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis kehamilan serotinus.

2. Bagaimana etiologi terjadinya kehamilan serotinus?

Etiologi kehamilan lewat waktu belum diketahui dengan pasti.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan kehamilan lewat waktu

diantaranya ialah anencephaly, hipoplasia adrenal janin, tidak adanya

pituitari pada janin, defisiensi enzim sulfatase plasenta. Kehamilan lewat

waktu juga bisa disebabkan oleh adanya variasi sistem hormon pelepas

kortikotropin (CRH) selama kehamilan, seperti perubahan pada jumlah

atau ekspresi reseptor miometrium, perubahan mekanisme transduksi

sinyal, atau peningkatan kapasitas protein pengikat CRH untuk mengikat

dan menginaktivasi CRH. Faktor lainnya menurut penelitian Vaisanen-

Tommiska dan kawan-kawan (2004) adalah berkurangnya pelepasan nitrit

oksida serviks.

Walaupun etiologi kehamilan lewat waktu belum sepenuhnya

dimengerti, keadaan-keadaan klinis di atas pada umumnya

memperlihatkan suatu gambaran klinis yang sama yaitu rendahnya

estrogen yang biasanya meningkat pada kehamilan normal. Berkurangnya

konsentrasi estrogen yang menandai kehamilan lewat waktu ini dianggap

penting karena terdapat insufisiensi estrogen untuk menstimulasi produksi

dan penyimpanan gliserofosfolipid pada membran janin. Dengan

25

meningkatnya jumlah estrogen, seiring dengan kemajuan kehamilan,

membran janin diperkaya oleh dua jenis gliserofosfolipid yaitu

fosfatidilinositol, dan fosfatidiletanolamin yang keduanya mengandung

arakhidonat. Janin berperan dalam merangsang proses persalinan melalui

pemecahan arakhidonat yang kemudian mengalami konversi menjadi

prostaglandin yang berperan dalam pematangan serviks.

Menjelang persalinan terjadi penurunan hormon progesteron,

peningkatan oksitosin, serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang

paling menentukan adalah terjadinya prostaglandin yang dapat

menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan

penting dalam kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan menemukan

perbedaan dalam rendahnya kadar kortisol pada darah bayi sehingga

disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his,

selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.

3. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan pada kasus ini ?

Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan sebagai gold standar dalam

membantu menentukan UK. Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi berubah

seiring dengan lamanya umur kehamilan saat diperiksa. Pada trimester I,

parameter yang paling sering dipakai adalah panjang puncak kepala-bokong

(CRL=Crown-Rump Lenght), sedangkan pada trimester kedua digunakan

diameter biparetal (BPD-Biparetal Diameter), lingkar kepala (HC=Head

Circumference) dan panjang femur (FL=Femur Lenght).

Berdasarkan pengukuran CRL, 90% dengan interval kepercayaaan ± 3

hari. BPD sampai UK 20 minggu memeiliki ketepatan 90% interval

kepercayaan ± 8 hari, tetapi antara UK 18-24 minggu ketepatan 90% dengan

interval kepercayaan ± 12 hari. Pengukuran BPD dan FL pada trimester ketiga

masing-masing ketepatannya ± 21 hari dan ± 16 hari. Panjang femur pada

umumnya dipakai sebagai pedoman pada UK 14 minggu, dan bila digunakan

sebelum UK 20 minggu ketepatannya ± 7 hari. Waktu yang paling baik untuk

konfirmasi UK dengan ultrasonografi adalah antara 16-20 minggu. Bila

26

perkiraan UK dengan perhitungan berdasarkan HPHT berbeda lebih dari 10-

12 hari dibandingkan pemeriksaan ultrasonografi tersebut.

Pemeriksaan laboratorium

a. Kadar lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadar lesitin/spingomielin

sama maka usia kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar

spingomielin 28-32 minggu, pada kehamilan postrem rasionya 2:1 pada

pemeriksaan halim postrem tidak dapat ditentukan rasio kadar lesitin dan

spingomielin.

b. Aktivitas tromboplastin amnion (ATCA) cairan amnion mempercepat

waktu pembekuan darah yang meningkat dengan dengan bertambahnya

usia kehamilan 41-42 minggu ATCA antara 45-65 detik, pada umur

kehamilan >42 minggu ATCA kurang dari 45 detik antara 42-46 detik,

menunjukan kehamilan postrem.

Sitologi cairan amnion dengan pengecetan hile blue sulphat dapat dilihat

lemak, bila lemak melebihi 10% usia kehamilan 36 minggu dan apabila

50% lebih usia kehamilan>39 minggu

4. Bagaimana penatalaksanaan kehamilan serotinus?

Pengelolaan yang diberikan bisa bersifat ekspektatif atau aktif.

Pengelolaan ekspektatif dilakukan pada keadaan serviks yang belum

matang, asalkan keadaan janin baik. Pengelolaan aktif dilakukan pada

fetus yang mempunyai resiko untuk mengalami dismaturitas, atau bila

kehamilan mencapai umur 44 minggu tanpa melihat keadaan serviks.

Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan

tergantung dari derajat kematangan serviks.

a. Bila serviks matang (skor Bishop > 6)

Dilakukan induksi persalinan asal janin tidak besar.

Seksio sesarea hendaknya diputuskan bila perkiraan berat badan

janin > 4500 gram pada pasien non diabetes dan > 4000 – 4200

gram pada pasien diabetes.

27

Pemantauan intrapartum dengan menggunakan CTG dan kehadiran

dokter spesialis anak apalagi bila ditemukan mekonium, mutlak

diperlukan.

b. Bila serviks belum matang (skor Bishop < 6) kita perlu menilai

keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri.

NST dan penilaian volume kantung amnion. Bila keduanya normal

kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilakukan 2 kali

seminggu.

Bila ditemukan oligohidramnion (kantung amnion < 2 cm atau

indeks cairan amnion < 5 cm) atau dijumpai deselerasi variabel

pada NST, maka dilakukan induksi persalinan.

Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes

dengan kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif, janin

perlu dilahirkan, sedangkan bila CST negatif kehamilan dibiarkan

berlangsung dan penilaian janin dilakukan kembali 3 hari

kemudian.

Keadaan serviks atau skor Bishop harus dinilai ulang setiap

kunjungan pasien dan kehamilan harus diakhiri bila serviks

matang.

Semua pasien harus diakhiri kehamilannya bila telah mencapai 301

hari (44 minggu) tanpa melihat keadaan serviks.

Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti

diabetes melitus, preeklampsi, pertumbuhan janin terganggu,

kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan serviks. Tentu

saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan melewati

kehamilan lewat waktu.

Induksi dapat dilakukan dengan tetesan oksitosin per infus atau

dengan pemakaian preparat prostaglandin. Amniotomi harus dilakukan

dengan hati-hati. Pengurangan cairan amnion lebih lanjut setelah

28

dilakukan amniotomi bisa meningkatkan kemungkinan kompresi tali

pusat.

29