askep mysenthenia gravis + patoflow

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Menurut data Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI 2010), ada 226 penderita MG di seluruh Indonesia, 22 diantaranya sudah meninggal dunia dan 7 remisi obat (waktu tidak kambuh penyakit atau rehat minum obat). 10 persen pasien MG yang meninggal dunia kebanyakan disebabkan karena gagal napas akibat penyakit autoimun ini juga bisa menyerang otot dada dan pernapasan.Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda. Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor 1

Upload: meisaki

Post on 15-Feb-2015

76 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Askep Misentenia Gravis

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana

terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat

memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia

gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Menurut data Yayasan

Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI 2010), ada 226 penderita MG di

seluruh Indonesia, 22 diantaranya sudah meninggal dunia dan 7 remisi obat

(waktu tidak kambuh penyakit atau rehat minum obat).

10 persen pasien MG yang meninggal dunia kebanyakan disebabkan

karena gagal napas akibat penyakit autoimun ini juga bisa menyerang otot

dada dan pernapasan.Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh

penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan 

bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata

murung dan kabur atau penglihatan ganda.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun

ini. Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami

pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar

thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant).

Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk

reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang

berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai

pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu

terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya

otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian

seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada

lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah

antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak

terpengaruh.

1

Page 2: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara

berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang

dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu

untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam

intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit

tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa

berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan

dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak

kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan

yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.

1.2 Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.

1.3 Tujuan Khusus

1.4.1 Mengetahui definisi miastenia gravis

1.4.2 Mengetahui etiologi miastenia gravis

1.4.3 Mengetahui patofisiologi miastenia gravis

1.4.4 Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis

1.4.5 Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis

1.4.6Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu dan mengerti

tentang miastenia gravis serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada

pasien miastenia gravis

2

Page 3: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi

neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang

(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh

fungsi saraf cranial, serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling

sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.

Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi

neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang

(volunteer) .Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh

fungsi saraf  cranial (Brunner and Suddarth 2002)

Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi

transmisi impuls pada otot-otot voluntertubuh (Sandra M. Neffina 2002).

2.2 Etiologi

Autoimun : direct mediated antibody

Pembedahan

Stress

Alkohol

Tumor mediastinum

Obat-obatan :

o Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin,

erythromycin)

o B-blocker (propranolol)

- Lithium

- Magnesium

- Procainamide

3

Page 4: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

- Verapamil

- Chloroquine

- Prednisone

2.3 Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal

Di dalam tubuh manusia tersusun rangkaian tulang-tulang yang saling

berhubungan dan berkoordinasi satu sama lain dengan fungsi sebagai pemberi

bentuk tubuh, penunjang tubuh, pelindung bagian dalam tubuh dan lain-lain.

Jenis Tulang

Berdasarkan zat penyusunnya,tulang dibedakan menjadi tulang keras dan tulang

rawan.

a. Tulang keras

Tulang keras dibentuk oleh sel pembentuk tulang (osteoblas). Osteoblas

menghasilkan sel-sel tulang keras yang disebut osteosit. Osteoblas juga

mensekresikan zat-zat interseluler yang tersusun dari serabut kolagen yang akan

membentuk matriks tempat garam-garam kalsium didepositkan (ditumpuk). Zat

kapur itu dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium fosfat [Ca(PO4)2]

yang diperoleh atau dibawa oleh darah. Selain terdapat osteoblas (pembentuk

tulang), terdapat pula osteoklas yang bersifat mengkikis tulang. Osteoklas adalah

sel berinti banyak dan berukuran besar. Osteoklas melubangi tulang, yang

kemudian dimasuki oleh kapiler darah dan osteoblas baru sehingga terbentuk

4

Page 5: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

matriks tulang yang baru. Matriks ini terletak dalam lingkaran membentuk sistem

Havers.

b. Tulang rawan

Tulang rawan tersusun dari sel-sel tulang rawan yang disebut kondrosit, yang

menghasilkan matriks berupa kondrin. Tulang rawan tidak memiliki serabut saraf

dan pembuluh darah yang ada pada membran jaringan ikat di sekitarnya dengan

cara difusi. Ruang antarsel tulang rawan terisi banyak serat kolagen dan serat

elastik, tetapi sedikit mengandung zat kapur. Oleh sebab itu, tulang rawan bersifat

lentur. Kondrosit memiliki ruang yang disebut lakuna. Kondrosit di dalam lakuna

menerima nutrien dari kapiler darah melalui difusi, karena kapiler darah tidak

dapat masuk ke dalam matriks.

Ada tiga tipe tulang rawan, yaitu hialin, serat dan elastik :

1) Tulang rawan hialin

Merupakan tipe tulang rawan yang paling banyak terdapat di tubuh manusia.

Matriksnya transparan jika dilihat dengan mikroskop. Tulang rawan hialin

merupakan penyusun rangka embrio, yang kemudian akan berkembang menjadi

tulang keras. Pada individu dewasa, tulang rawan hialin terdapat pada sendi gerak

sebagai pelicin permukaan tulang dan sendi, ujung tulang rusuk, hidung, laring,

trakea dan bronkus.

2) Tulang rawan serat

Tulang rawan serat mempunyai matriks berisi berkas serabut kolagen. Karena

kandungan matriksnya, tulang rawan serat bersifat kuat dan kaku, serta mampu

manahan guncangan. Tulang rawan serat terdapat pada anatrruas tulang belakang

dan cakram sendi lutut.

3) Tulang rawan elastik

Tulang rawan elastik mengandung serabut elastik. Tulang rawan ini terdapat

pada daun telinga dan epiglotis.

Sistem Persendian

Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua tulang bertemu,

adanya pergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya. Persendian dapat

diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.

5

Page 6: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Klasifikasi Struktural Persendian

a. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan

jaringan ikat fibrosa.

b. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan

jaringan kartilago.

c. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul

dan ligamen artikular yang membungkusnnya.

Klasifikasi Fungsional Persendian

a. Sendi sinartrosis atau sendi mati.

1. Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat

dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura adalah sutura

sagital dan sutura parietal.

2. Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan

kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis sementara

antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang anak. Saat

sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian tersebut dinamakan

sinostosis.

b. Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan

terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap torsi dan kompresi.

1. Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus

kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya

sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis antara tulang-tulang

pubis dan diskus intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.

2. Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan

dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh sindesmosis dapat

ditemukan pada tulang yang terletak bersisian dan dihubungkan dengan

membran interoseus, seperti pada tulang radius dan ulna, serts tibia dan

fibula.

c. Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi sinovial.

Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu kapsul sendi

6

Page 7: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

(artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang pada sendi sinovial

dilapisi kartilago artikular.

Klasifikasi Persendian Sinovial

a. Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat yang

masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain.

Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh

sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.

b. Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal

sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.

c. Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang

memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya persendian

tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid aksis.

d. Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang

memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya

adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.

e. Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi

sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian antara

tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.

f. Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas

prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini

disebut sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan persendian antar

tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal.

2.4 Patofisiologi

Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan

pada transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau

hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuscular.

Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor

asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis

7

Page 8: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan

reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.

2.5 Patoflow

8

Autoimun terganggu

melawan reseptor asetilkolin (AChR)

Jumlahreseptorasetilkolinberkurangpada membrane

Kerusakanpadatransisiimpulssarafmenujusel-selotot

Penurunan hubungan neuromuscular

Kelemahan otot-otot

Otot – ototokular

Otot wajah, laring,faring

Otot volunter Otot pernapasan

Gangguanotot levator

palpebra

Regurgitasimakanan ke hidungpada saat menelan

Suara abnormalketidakmampuanmenutup rahang

Penurunan kekuatanotot-ototrangka

Penurunan kekuatanotot-otot

pernafasan

Ketidakefektifan pola napasImmobilitas FisikPitosis & Diplopia

Gangguancitra diri

Kerusakankomunikasiverbal

Mysentenia Gravis

Gangguan Pemenuhan Nutrisi Tubuh

Page 9: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

2.6 Manifestasi Klinis

Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan.

Diplobia (penglihatan ganda)

Ptosis (jatuhnya kelopak mata)

Disfonia (gangguan suara)

Kelemahan otot anggota gerak

Kelemahan otot pernafasan

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan kasus

miastenia gravis, adalah:

1. Rontgen dada dan CT scan dada : mengetahui kemungkinan adanya

thymoma serta dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap

menyebabkan respon autoimun.

2. Tensilon test (edrofonium klorida) : dengan menyuntikkan 1-2 mg tensilon

intravena, jika tidak ada perkembangan suntikkan kembali 5-8 tensilon.

Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas

(misalnya dalam 1 menit) ptosis hilang. Reaksi ini tidak berlangsung lama

dan akan kembali seperti semula. Injeksi IV memeperbaiki respon motorik

sementara dan menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara

waktu memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.

3. Test Wertenberg : penderita diminta menatap benda di atas bidang ke dua

mata tanpa berkedip. Pada miastenia gravis maka kelopak mata yang

terkena akan ptosis.

4. Test Prostigmin : prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atrpon

sulfas disuntikkan IM atau subkutan. Positif apabila ada perbaikan

kekuatan otot, atau gejala menghilang.

5. Electromyogram (EMG) : mengetahui kontraksi otot.

6. Test serum antibodi ami reseptor asetilkolin : terjadi peningkatan.

9

Page 10: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

2.8 Penatalaksanaan

Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan

yang ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan

tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu

menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 12

factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (Silvia

A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.)

Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti,

tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.

Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi

merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase

biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien

dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan

terapi imunomudulasi yang rutin.

Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan

pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya

mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis.

Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan

kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi

memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

(Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3

prinsip, yaitu :

1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:

a. Istirahat

Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan

bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di

bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.

b. Memblokir pemecahan Ach

10

Page 11: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin,

piridostigmin,edroponium atau ambenonium diberikan sesuai

toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai

dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg

piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis

dapat menyebabkan krisis kolinergik.

2. Mempengaruhi proses imunologik

a. Timektomi

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya

perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat

yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan

yang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa

timoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,

setelah 3 tahun ± 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan

40-50% mengalami perbaikan.

b. Kortikosteroid

Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah

efek samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan

sampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk

mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau

bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.

c. Imunosupresif

Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,

Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin

(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat

yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan

secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat

sesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih

efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.

d. Plasma exchange

11

Page 12: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat

diturunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.

3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot

Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:

a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah

problem psikis.

b. Alat bantuan non medikamentosa

Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus

yang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher

yang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk

menghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yang

merangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang

mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivate

kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti

aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.

12

Page 13: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS

3.1   Pengkajian

1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus

2. Keluhan utama : kelemahan otot

3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat

dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan

pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan

miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan

pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata

pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang

kelemahan otot.

4. Pemeriksaan fisik :

B1(breathing) : dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal

pernafasan akut, kelemahan otot diafragma

B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi

B3(brain)       : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan

palsi okular,jatuhnya mata atau dipoblia

B4(bladder)   : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi

urine,hilangnya sensasi saat berkemih

B5(bowel)     : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan

peristaltik usus turun, hipersalivasi,hipersekresi

B6(bone)       : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot

yang berlebih

3.2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot

pernapasan.

13

14

Page 14: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Tujuan : Setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektif

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal,

bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan ventilasi

Kaji kualitas, frekuensi,

dan kedalaman

pernapasan, laporkan

setiap perubahan yang

terjadi.

Baringkan klien dalam

posisi yang nyaman dalam

posisi duduk

Observasi tanda-tanda

vital (nadi,RR).

Untuk klien dengan penurunan

kapasitas ventilasi, perawat mengkaji

frekuensi pernapasan, kedalaman, dna

bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi

paru-paru (volume tidal, kapasitas

vital, kekuatan inspirasi), dengan

interval yang sering dalam mendeteksi

masalah pau-paru, sebelum perubahan

kadar gas darah arteri dan sebelum

tampak gejala klinik.

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,

dan kedalaman pernapasan, kita dapat

mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi klien.

Penurunan diafragma memperluas

daerah dada sehingga ekspansi paru

bisa maksimal.

Peningkatan RR dan takikardi

merupakan indikasi adanya penurunan

fungsi paru.

Diagnosa 2 : Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

14

Page 15: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Kriteria Hasil: Berat badan stabil,tidak ada tanda-tanda anemia dan intake makanan

adekuat.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji status nutrisi pasien

Kaji kemampuan mengunyah

dan menelan.

Berikan diet lunak

Berikan diet tinggi protein

tinggi kalori.

Lakukan perawatan mulut

sebelum dan sesudah makan.

Berikan makanan melalui NGT

sesuai program. . 

Timbang berat badan setiap 3

hari.

Informasi dasar status nutrisi.

Mencegah aspirasi

Memudahkan mengunyah dan

menelan

Pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Meningkatkan nafsu makan pasien.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi

Berat badan indikasi perubahan

kebutuhan nutrisi.

Diagnosa 3 : Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik

umum,keletihan.

Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan

edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris

normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak

pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya

bagi klien dengan PPOM.

Kriteria Hasil : Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90 x/menit, dan

kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda

peningkatan suhu tubuh.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan klien

dalam melakukan

Menjadi data dasar dalam melakukan

intervensi selanjutnya.

15

Page 16: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

aktivitas

Atur cara beraktivitas

klien sesuai kemampuan.

Evaluasi kemampuan

aktivitas motorik

Sasaran klien adalah memperbaiki

kekuatan dan daya tahan. Menjadi

partisipan dalam pengobatan, klien

harus belajar tentang fakta-faakta dasar

mengenai agen-agen antikolinesterase-

kerja, waktu, penyesuaian dosis,

gejala-gejala kelebihan dosis, dan efek

toksik.

Menilai singkat keberhasilan dari

terapi

yang boleh diberikan.

Diagnosa 4 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,

gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan

control tonus otot fasial atau oral.

Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah

komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu

menggunakan bahasa isyarat.

Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat

dipenuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara

verbal maupun isyarat.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji komunikasi verbal

klien.

Lakukan metode

komunikasi yang ideal

sesuai dengan kondisi klien

Beri peringatan bahwa

klien mengalami gangguan

berbicara, sediakan bel

Kelemahan otot-otot bicara klien

krisis miastenia gravis dapat berakibat

pada komunikasi.

Teknik untuk meningkatkan

komunikasi meliputi mendengarkan

klien, mengulangi apa yang mereka

coba komunikasikan dengan jelas dan

membuktikan yang diinformasikan,

16

Page 17: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

khusus bila perlu

Antisipasi dan bantu

kebutuhan klien.

Ucapkan langsung kepada

klien dengan berbicara

pelan dan tenang, gunakan

pertanyaan dengan jawaban

”ya” atau ”tidak” dan

perhatikan respon klien

Kolaborasi: konsultasi ke

ahli terapi bicara.

berbicara dengan klien terhadap

kedipan mata mereka dan atau

goyangkan jari-jari tangan atau kaki

untuk menjawab ya/tidak. Setelah

periode krisis klien selalu mampu

mengenal kebutuhan mereka.

Untuk kenyamanan yang

berhubungan dengan

ketidakmampuan komunikasi.

Membantu menurunkan frustasi oleh

karena ketergantungan atau

ketidakmampuan berkomunikasi.

Mengurangi kebingungan atau

kecemasan terhadap banyaknya

informasi. Memajukan stimulasi

komunikasi ingatan dan kata-kata.

Mengkaji kemampuan verbal

individual,

sensorik, dan motorik, serta fungsi

kognitif untuk mengidentifikasi

defisit dan kebutuhan terapi.

Diagnosa 5 : Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan

komunikasi verbal.

Tujuan : Citra diri klien meningkat

Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang

terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu

menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan

menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang

akurat tanpa harga diri yang negatif.

INTERVENSI RASIONAL

17

Page 18: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Kaji perubahan dari

gangguan persepsi dan

hubungan dengan derajat

ketidakmampuan.

Identifikasi arti dari

kehilangan atau disfungsi

pada klien.

Bantu dan anjurkan

perawatan yang baik dan

memperbaiki kebiasaan.

Anjurkan orang yang

terdekat untuk

mengizinkan klien

melakukan hal untuk

dirinya sebanyak-

banyaknya.

Kolaborasi: rujuk pada

ahli neuropsikologi dan

konseling bila ada

indikasi.

Menentukan bantuan individual

dalam menyusun rencana perawatan

atau pemilihan intervensi.

Beberapa klien dapat menerima dan

mengatur beberapa fungsi secara

efektif dengan sedikit penyesuaian

diri, sedangkan yang lain

mempunyai kesulitan

membandingkan mengenal dan

mengatur kekurangan.

Membantu meningkatkan perasaan

harga diri dan mengontrol lebih dari

satu area kehidupan.

Menghidupkan kembali perasaan

kemandirian dan membantu

perkembangan harga diri serta

mempengaruhi proses rehabilitasi.

Dapat memfasilitasi perubahan

peran yang penting untuk

perkembangan perasaan.

18

Page 19: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

BAB IV

PENUTUP

 

4.1   Kesimpulan

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana

terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan.

Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur.

Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat

harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan

myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan

kepada pasien dengan masalah tersebut.

19

Page 20: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

DAFTAR ISI

Halaman depan .................................................................

Kata Pengantar .................................................................

Daftar Isi ...........................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................

1.2 Rumusan Masalah ..............................................

1.3 Tujuan Umum ....................................................

1.4 Tujuan khusus ...................................................

1.5 Manfaat ............................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ...............................................................

2.2 Etiologi ...............................................................

2.3 Anatomi Fisiologi........................................................

2.4. Patofisologi..............................................................

2.5 Patoflow ................................................

2.6 Manifestasi Klinis

2.7 Pemeriksaan Diagnostik.....................................................

2.8 Penatalaksanaan……………………………………..

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ..........................................................

3.2 Intervensi Keperawatan.........................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan .........................................................

4.2 Saran………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.

Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.

Brunner & Suddart. (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 3, EGC, Jakarta.

21

Page 22: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah

memberika kita taufig dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah

ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari

jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Didalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih

kepada bapak Alkhusari ,S.kep,Ners selaku dosen pembimbing kami beserta

semua pihak yang telah membantu di dalam proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak tedapat

kesalahan, Oleh karena itu dengan kerendahan hati kami mengharapkan saran dan

kritik yang membangun. Dan kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat

umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Palembang, Januari 2013

Penyusun

22

Page 23: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

“MIASTENIA GRAVIS”

Oleh :

Kelompok 1

1. Merinda

2. Siti Meiga Ardila Putri

3. Retno Damayanti

4. Sita Asmawati

5. A. Risky

6. Febriana

7. Puspita

8. Rise

9. Fery sopyan

10. Eflin Julika Aliansari

11. Randi kurniawan

Dosen Pembimbing : Alkhusari,S.Kep,Ners

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

STIK BINA HUSADA PALEMBANG

23

iiII

Page 24: ASKEP MYSENTHENIA GRAVIS + Patoflow

TAHUN AJAR 2013

24