askep inkontenensia urine 1

16
ASKEP INKONTENENSIA URINE BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15– 30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua Beberapa perubahan berkaitan dengan lanjut usia dan keadaan patologik yang sering terjadi pada lanjut usia daapat mendukung terjadinya inkontinensia. Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan besar untuk sembuhkan terutama pada penderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik. Bahkan bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih baik, sehingga kualitas hidup penderita

Upload: lailil-oktavia-ardi

Post on 14-Feb-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Inkontenensia Urine 1

ASKEP INKONTENENSIA URINE

BAB I

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan

pada pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia

lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami

inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat

berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali

lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah.

Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi

tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua

Beberapa perubahan berkaitan dengan lanjut usia dan keadaan patologik yang sering

terjadi pada lanjut usia daapat mendukung terjadinya inkontinensia. Inkontinensia urin

mempunyai kemungkinan besar untuk sembuhkan terutama pada penderita dengan mobilitas

dan status mental yang cukup baik. Bahkan bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia

selalu dapat diupayakan lebih baik, sehingga kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan dan

meringankan beban yang ditanggung oleh mereka yang merawat penderita.

Umumnya penderita usia lanjut merasa segan dan malu untuk membicarakan

inkontinensia yang mereka derita, adalah penting untuk terus memantau gejala ini.

B.     TUJUAN

1.      Setelah menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan mahasiswa dapat memahami

asuhan keperawatan pada lansia.

2.      Setelah menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan mahasiswa dapat memberikan

asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia urine.

3.      Setelah menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan dapat menambah pengetahuan

bagi mahasiswa tentang penanganan pada lansia dengan gangguan inkontinensia urine.

Page 2: Askep Inkontenensia Urine 1

BAB II

PEMBAHASAN

A.     DEFINISI

Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang

cukup banyak,sehingga dapat dianggap merupakan masalah bagi seseorang.

B.     ETIOLOGI

Inkontinensia urine pada umumnya disebabkan oleh komplikasi dari penyakit seperti

infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter dan perubahan tekanan yang tiba-tiba pada

abdominal.

C.     KLASIFIKASI

Inkontinensia urine di klasifikasikan menjadi 3 ( Charlene J.Reeves at all )

1.      Inkontinensia Urin Akut Reversibel

 Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toiletsehingga berkemih tidak

pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urinumumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi

yang menghambat mobilisasi pasien dapatmemicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau

memburuknya inkontinensiapersisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.Resistensi

urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pulamenyebabkan inkontinensia urin. Keadaan

inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitisdan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin.

Konstipasi juga seringmenyebabkan inkontinensia akut.Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat

memicu terjadinyainkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena

dapat  menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinyainkontinensia urin

nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinyainkontinensia urin seperti Calcium

Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesicnarcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.Untuk

mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapatdilihat akronim di bawah ini :

- Delirium

- Restriksi mobilitas, retensi urin

- Infeksi, inflamasi, Impaksi

-Poliuria, pharmasi

2.      Inkontinensia Urin Persisten

Page 3: Askep Inkontenensia Urine 1

Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputianatomi, patofisiologi dan

klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinislebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi

dan intervensi klinis.Kategori klinis meliputi :

a)      Inkontinensia urin stress

Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, sepertipada saat batuk, bersin atau

berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnyaotot dasar panggul, merupakan penyebab tersering

inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada

laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral danradiasi. Pasien mengeluh

mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri.Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.

b)      Inkontinensia urin urgensi

Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih.Inkontinensia urin jenis ini

umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah

neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson,

demensiadan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toiletsetelah timbul

keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensiaurin. Inkontinensia tipe urgensi ini

merupakan penyebab tersering inkontinensia padalansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi

adalah hiperaktifitasdetrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksiinvolunter

tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Merekamemiliki gejala seperti inkontinensia

urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karenaitu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat

menyerupai ikontinensia urintipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.

3.      Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia )

Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang

berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor

neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau

tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya

mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.

4.      Inkontinensia urin fungsional

Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat

faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah

muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar

mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan

berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin.

Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen.

Page 4: Askep Inkontenensia Urine 1

Walaupun begitu, bebrapa perubahan – perubahanberkaitan dengan bertambahnya usia, dan

faktor – faktor yang sekarang timbul sebagai akibat seorang menjadi lanjut usia dapat

mendukung terjadinya inkintinensia (kane,dkk). Faktor – faktor yang berkaitan dengan

bertambahnya usia antara lain :

a.       Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indra dan kemunduran system

lokomosi.

b.      Kondisi – kondisi medic yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan urin, misalnya

pada penyakit DM, gagal jantung kongestif.

D.     MANIFESTASI KLINIK

1.      Urgensi

2.      Retensi

3.      Kebocoran urine

4.      Frekuensi

E.      PATOFISIOLOGI

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi

saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen

secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau

bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat

berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada

pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

F.      PEMERIKSAAN DIAGNOSA

1.      Pengkajian fungsi otot destrusor

2.      Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan / kelainan dasar

panggul )

3.      Cystometrogram dan elektromyogram

4.      Laboratorium : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk

menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

5.      Kultur Urine

a.Steril

Page 5: Askep Inkontenensia Urine 1

b.Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml)

c.Organisme.

6.              Catatan berkemih (voiding record)

Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakanuntuk mencatat waktu

dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan

inkontinensia urin. Pencatatan polaberkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat

digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena

dapatmenyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya.

G.     PENATALAKSANAAN MEDIK

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,

mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,

medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat

dilakukan sebagai berikut :

1.      Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik

yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula

waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum

2.      Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin,

seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi.

3.      Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti

Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress

diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.

Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik

antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

4.      Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non

farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya

memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan

terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).

Page 6: Askep Inkontenensia Urine 1

5.      Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia

urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia

urin, diantaranya  adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan

bedpan.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

( INKONTINENSIA URINE )

A.     PENGKAJIAN

1.      Identitas Klien

inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas

65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-

laki juga beresiko mengalaminya.

2.      Riwayat Kesehatan

a)      Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah

frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,

ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran

Page 7: Askep Inkontenensia Urine 1

jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin

berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.

b)      Riwayat kesehatan klien

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat

urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,

pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.

c)      Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan

apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.

3.      Pemeriksaan Fisik

a)      Keadaan umum

Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya

inkontinensia

Pemeriksaan Persistem :

        B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun.

kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.

        B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

        B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh

        B4(bladder)

Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya

aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah

apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak

kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien

terpasang kateter sebelumnya.

Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera

luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.

        B5(bowel)

Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya

ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.

Page 8: Askep Inkontenensia Urine 1

        B6(bone)

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah

nyeri pada persendian.

4.      Pemeriksaan Penunjang

a)      Urinalisis

o Hematuria.

o Poliuria

o Bakteriuria.

b)      Pemeriksaan Radiografi

o IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.

o VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU, melihat

adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).

c)      Kultur Urine

o Steril.

o Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).

o Organisme.

B.     DIAGNOSA  KEPERAWATAN

1.      Resiko infeksi berhubungan dengan  inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama

2.      Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

3.      Resiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan

pengetahuan tenttang penyebab inkontinen, penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung kemih, tanda

dan gejala komplikasi, serta sumbekomunitas

4.      Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan Perubahan pola sosial sekunder akibat defisit

fungsi perawatan diri

ASKEP INKONTINENSIA URINE

Filed under: Uncategorized — 1 Comment January 29, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENINKONTINENSIA URINE

Di Susun Oleh :1. Dwi Lestari Ningsih2. Yendra Satria P

Page 9: Askep Inkontenensia Urine 1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN“INSAN CENDEKIA MEDIKA”JOMBANG2010ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENINKONTINENSIA URINE

Inkontinensia urine merupakan pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup banyak, Sehingga dapat dianggap merupakan masalah bagi seseorang.Bentuk-bentuk inkontinensia urine :1. Inkontinensia urine fungsional :Keadaan ketika individu mengalami inkontinensia karena kesulitan dalam mencapai atau ketidakmampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih.Batasan karakteristik :• Data mayor(harus terdapat)Inkontinensia sebelum atau selama usaha mencapai toilet.2. Inkontinensia urine reflex :Keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urine involunter yang dapat diprediksi tanpa sensasi dorongan, berkemih, atau kandung kemih penuh.Batasan karakteristik :• Data mayor(harus terdapat, satu atau lebih)Kontraksi kandung kemih tidak terlambatReflek involunter menghasilkan kandung kemih spontanKehilangan sensasi penuh kandung kemih atau desakan berkemih sebagian atau komplet.3. Inkontinensia urine stress :Keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urine involunter segera pada peningkatan tekanan intraabdominal.Batasan karakteristik :• Data mayor(harus terdapat)Individu melaporkan penurunan urine(biasanya kurang dari 50 cc) yang terjadi karena peningkatan tekanan abdominal akibat berdiri, bersin, batuk, berlari, atau mengangkat beban berat.

4. Inkontinensia urine total :Keadaan ketika individu mengalami urine terus menerus yang tidak dapat di perkirakan, tanpa distensi atau tidak menyadari kandung kemih penuh.Batasan karakteristik :• Data mayor(harus terdapat)Aliran konstan dari urine tanpa distensiNokturia lebih dari 2 kali selama tidurRefraktori inkontinensia pada tindakan lain• Data minor(mungkin terdapat)Tidak menyadari isyarat kadung kemihuntuk berkemihTidak menyadari inkontinensia5. Inkontinensia urine dorongan :Keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urine involunter yang dihubungkan dengan keinginan kuat dan tiba-tiba untuk berkemih.Batasan karakteristik :• Data mayor(harus terdapat)Dorongan diikuti inkontinensia.

Page 10: Askep Inkontenensia Urine 1

I. PENGKAJIANa. Identitas klieninkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.b. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarangMeliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan. Riwayat kesehatan klienTanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit. Riwayat kesehatan keluargaTanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.c. Pemeriksaan fisikKeadaan umumKlien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensiaPemeriksaan Sistem :a. B1 (breathing)Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.b. B2 (blood)Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisahc. B3 (brain)Kesadaran biasanya sadar penuhd. B4 (bladder)Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.e. B5 (bowel)Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.f. B6 (bone)Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.d. Data penunjanga. Urinalisiso Hematuria.o Poliuriao Bakteriuria.

Page 11: Askep Inkontenensia Urine 1

b. Pemeriksaan Radiografio IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.o VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).c. Kultur Urineo Steril.o Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).o Organisme.

l