askep cedera kepala.docx

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala. Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu. Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan kematian. Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma kepala. Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan observasi untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera kepala. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari trauma kepala/cedera kepala? 2. Apa klasifikasi dari trauma kepala/cedera kepala? 3. Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala/cedera kepala? 1

Upload: omangpramusti

Post on 28-Nov-2015

205 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: askep cedera kepala.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak berarti

bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak kecelakaan yang

terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma yang memiliki tingkat

resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena sangat berkaitan erat dengan

susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala.

Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang

diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu. Cedera

kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas sehingga

masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil apapun trauma di

kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan kematian.

Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi

penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma kepala.

Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan

trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan observasi

untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera kepala.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari trauma kepala/cedera kepala?

2. Apa klasifikasi dari trauma kepala/cedera kepala?

3. Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala/cedera kepala?

4. Bagaimana asuhan keperawatan dari trauma kepala/cedera kepala?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui secara menyeluruh tentang konsep teori dan konsep asuhan

keperawatan trauma kepala/cedera kepala.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memahami pengertian dari trauma kepala/cedera kepala.

2. Memahami klasifikasi dari trauma kepala/cedera kepala.

3. Mengetahui patofisiologi trauma kepala/cedera kepala.

4. Menguasai asuhan keperawatan dari trauma kepala/cedera kepala.

BAB II

1

Page 2: askep cedera kepala.docx

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Trauma kepala/cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit

kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung

maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio

(gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu

diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).

Trauma kepala adalah suatu injuri yang dapat melibatkan seluruh struktur

kepala mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang

tengkorak, duramater, vaskuler otak sampai dengan jaringan otak sendiri baik berupa

luka tertutup maupun tembus.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Glasgow Coma Skale (GCS):

1. Cedera Kepala Ringan (CKR)

GCS 13 – 15

Tidak ada kehilangan kesadaran. Jika ada tidak lebih dari 10 menit

Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologis.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Cedera Kepala Sedang (CKS)

GCS 9 – 12

Ada pingsan lebih dari 10 menit

Sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

Pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan anggota gerak.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari.

Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak

akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera

dan menyebabkan peningkatan TIK.

3. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS 3 – 8

Gejala serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

2

Page 3: askep cedera kepala.docx

Penurunan kesadaran secara progresif dan atau terjadi amnesia lebih dari 24

jam.

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas

Kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

2.3 Patofisiologi

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan

(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,

seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.

Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara

relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin

terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,

seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa

dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma

regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada

permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,

cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau

tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume

darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua

menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan

intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder

meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan

hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi

kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang

disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak

menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam

empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan

otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini

menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera

menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

3

Page 4: askep cedera kepala.docx

Ansietas

Mesenfalon tertekan Resiko cedera

Imobilisasi

Tonsil cerebrum bergeser

Hambatan mobilitas fisikGangguan kesadaran

Herniasi unkus

Perubahan sirkulasi GCS

Peningkatan TIK

Gilus medialis lobus temporalis tergeser

Iskemia

Mual, muntahPapilodemaPandangan kaburPenurunan fungsi pendengaranNyeri kepala

Hipoksia Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Kompresi medulla oblongata

Gangguan persepsi sensori

Resiko kekurangan volume cairan

Kerusakan memori

Gangguan neurologis vokal

Defisit neurologis

Bersihan jalan nafas tidak efektifObstruksi jalan nafasDispneaHenti nafasPerubahan pola nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Pendarahan hematoma

Gangguan suplai darah

Resiko infeksi Nyeri akutPerubahan autoregulasiOedema serebral

Kejang

Ekstrakranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler

Resiko perdarahan

Tulang kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Intrakranial

Jaringan otak rusak (kontusio laserasi)

Trauma kepala

4

Page 5: askep cedera kepala.docx

2.4 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan

system persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,

lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian

keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial.

Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda),

jenis kelamin (banyak laki-laki, karena sering ngebut-ngebutan dengan motor tanpa

pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan

jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.

Keluhan utama yang sering menjdai alasan klien untuk meminta pertolongan

kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan

tingkat kesadaran.

Riwayat Penyakit Saat Ini

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu

lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang

didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS <15), konvulsi, muntah,

takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis,

akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga,

serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran

dihubungkan dengan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku

juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak

responsif, dan koma.

Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien

tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alcohol yang

sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-ngebutan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,

riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,

penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adikti,

konsumsi alcohol berlebihan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mendertita hipertensi dan

diabetes mellitus.

Pengkajian Psiko-Sosial-Spiritual

5

Page 6: askep cedera kepala.docx

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons

emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-

harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang

timbul pada klien, yaitu timbul seperti kerakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan

terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).

Adanya perubahan hubungan dam peran karena klien mengalami kesukaran

untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri

didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak

kooperatif.

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini member

dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan

memerlukan dan yang tidak sedikit. Cedera kepala memerlukan biaya untuk

pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga

sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan

keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan

dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup

individu.perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu

keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan

peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada

gangguan neurologis didalam system dukungan individu.

Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Keadaan Umum

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran

9cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 13-15, cedera kepala sedang GCS

9-12, cedera kepala berat/cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8)

dan terjadi perubahan tanda-tanda vital.

B1 (Breathing)

6

Page 7: askep cedera kepala.docx

Perubahan pada system pernapasan bergantung pada gradasi dari peubahan

jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa hasil dari pemeriksaan fisik

dari system ini akan didapatkan :

Inspeksi, didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Terdapat

retraksi klavikula/dada, pegembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai

penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin menunjukkan

adanya atelektaksis, lesi paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga,

pneumothoraks, atau peempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang

tepat. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot-otot

interkostal, substernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradox (retraksi

abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak

mampu menggerakkan dinding dada.

Palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan

apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.

Perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada

thoraks/hematothoraks.

Auskultasi, bunyi nbunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stapas tambahan

seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi

secret, dan keemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien cedera

kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.

Pada klien cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernapasan, klien

biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien dirawat diruang

perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera

otak berat dengan pemasangan ventilator secara komprehensif merupakan jalur

keperawatan kritis.

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi

pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang

kanan dan kiri. Auskultasu tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

7

Page 8: askep cedera kepala.docx

B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)

hipovlemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil

pemeriksaan kardiovaskular klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat

ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi, dan

aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tbuh

dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardi

merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat

menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi

menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu

syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang

pelepasan antidiureti hormon (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh

untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme

ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit meningkat sehingga memberiksan

risiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system

kardiovaskular.

Tauma kepala

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Output urin menurun

Konsentrasi elektrolit meningkat

Risiko Gangguan Keseimbangan dan Elektrolit

Gambar 5-5. Mekanisme risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, merupakan

manifestasi tubuh akibat dari trauma kepala.

B3 (Brain)

8

Page 9: askep cedera kepala.docx

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama

disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat adanya perdarahan

baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada system lainnya.

Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling

sensitive untuk menilai disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan

untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaraan. Pada

keadaan lanjut tingkat kesadara klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat

letargi, struptor, semikomatosa, sampai koma.

Pengkajian fungsi serebral

Status mental : observasi penampilan dan tingkah lakunya, nilai

gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada

klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental mengalami

perubahan.

9

Page 10: askep cedera kepala.docx

Fungsi intelektual : pada beberapa keadaan klien cedera kepala

didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek

maupun jangka panjang.

Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis

didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus

frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian

terbatas, kesulitas dalam pemahaman, lipa, kurang motivasi, yang

menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program

rehabilitasi mereka. Masalah psikologis, bermusuhan, frustasi, dendam, dan

kurang kerja sama.

Hemisfer : cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparese

sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentana terhadap sisi

kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.

Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku

lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan,

disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.

Pemeriksaan saraf cranial

Saraf I. Pada beberapa keadaan cedera kepala di aerah yang merusak anatomis dan

fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia

unilateral atau bilateral.

Saraf II. Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan lapangan

penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus optikus. Perdarahan di ruang

intracranial, terutama hemoragia subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan

diretina. Anomaly pembuluh darah di dalam otak dapat bermanifestasi juga di

fundus. Tetapi dari segala masam kelainan di dalam ruang intracranial, tekanan

intracranial dapat dicerminkan pada fundus.

Saraf III, IV, dan VI. Gangguan mengangkat kelopak mata pada klien dengan

trauma yang merusak rongga orbital. Pada kasus-kasus trauma kepala dapat

dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika midriasis

itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda awal herniasi tentorium adalah midriasis

yang tidak bereaksi pada penyinaran. Paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada

tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria dimana bukannya

midriasis yang ditemukan, melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil

yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis

ipsilateral yang mengelola pusat siliosponal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat

10

Page 11: askep cedera kepala.docx

siliospinal menjadi tidak efektif, sehingga pupil tidak berdilatadi melainkan

berkonstriksi.

Saraf V. Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis nervus

trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.

Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan.

Saraf VIII. Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan

biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf

vestibulokoklearis.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.

Saraf XI. Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik dan

tidak ada artrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

System motorik

Inspeksi umum, didapatkan hemiplagia (paralisis pada msalah satu sisi)

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah

satu sisi tubuh) adalah tanda yang lain.

Tonus otot, didapatkan menurun sampai hilang.

Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan otot

didapatkan grade 0.

Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena

hemiparese dan hemiplagia.

Pemeriksaan refles

Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau

periosteum derajat pada respons abnormal.

Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi yang

lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan

muncul kembali dengan reflex patologis.

System sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsis adalah ketidakmampuan untuk

menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensorik primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual

spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering

terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.

Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan

atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan adalam

menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

11

Page 12: askep cedera kepala.docx

B4 (Bladder)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat

jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat

menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami

inkontinensia urin karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan

kontrok motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius eksternal

hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan

teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis

luas.

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluahan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual muntah fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan

produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola

defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia

alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis usus.

Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi

pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.

Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus

harus dikaji sebelum melakuak palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang

dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus

dapat terjdadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal

dan nasotrakeal.

Akibat trauma terhadap system metabolisme

Trauma

Tubuh perlu energy untuk perbaikan

Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama

Hilang nitrogen

Kelelahan/kelemahan fisik

Gambar 5-7. Mekanisme perubahan yang terjadi pada klien trauma memberikan

manifestasi pada perubahan status nutrisi tubuh dan kelemahan fisik secara umum

dampak dari trauma kepala.

B6 (Bone)

12

Page 13: askep cedera kepala.docx

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas.

Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna

kulit warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas,

telinga, hidung, bibir, dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane

mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Pucat

dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya

hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator

dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan packed

red cells (PRC) dalam jangka waktu lama. Pada klien dengan kulit gelap,

perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit

dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai

adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktifitas karena kelemahan,

kehilangan sensorik atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah

pada pola aktivitas dan istirahat.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas adanya sekresi dan penumpukan sputum.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,

penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma) dan peningkatan tekanan

intrakranial.

3. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan depresi pada pusat nafas di

otak.

4. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK dan trauma kepala.

5. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (sopor-

koma)

6. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah hubungan

dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer, bedrest total.

9. Kecemasan pasien-keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit akibat

trauma kepala.

13

Page 14: askep cedera kepala.docx

C. Intervensi Keperawatan

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas adanya sekresi dan penumpukan sputum.

Tujuan: jalan nafas efektif dan tidak terjadi aspirasi.

Kriteria hasil: suara nafas bersih, tidak terdapat suara secret pada selang,

sianosis tidak ada.

Intervensi:

a) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan nafas.

Rasional: obstruksi dapat disebabkan penumpukan sekret/ sputum,

perdarahan, bronkospasme, atau masalah terhadap tube.

b) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada setiap satu jam.

Rasional: pergerakan yang simetris dan suara nafas yang bersih indikasi

pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya peningkatan sputum.

c) Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum

banyak.

Rasional: member kelancaran jalan nafas dan pengisapan lendir tidak

dilakukan terlalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.

d) Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan

tinggikan 15 – 30 derajat.

Rasional: posisi sedikit ekstensi dan ketinggian 15 – 30 derajat dapat

mencegah terjadinya penutupan jalan nafas secara parsial atau total.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,

penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma) dan peningkatan tekanan

intrakranial.

Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat

Kriteria hasil : tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, tanda-tanda

vital stabil dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan

tekanan intrakranial.

Intervensi:

a) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Rasional: refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran,

respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus

eksternal dan indikasi kesadaran yang membaik, reaksi pupil digerakkan

oleh saraf cranial ocular motoris dan untuk menentukan refleks batang

otak, pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal

peningkatan tekanan intrakranial adalah terganggunya abduksi mata.

b) Mengukur tanda-tanda vital tiap 30 menit

14

Page 15: askep cedera kepala.docx

Rasional: peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta apenurunan

tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Adanya pernafasan yang irreguler, indikasi terhadap adanya peningkatan

metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-

tanda syok akibat perdarahan.

c) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan (posisi midline).

Rasional: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan

pada vena jugularis dan menghambat aliran darah ke otak, untuk itu dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.

d) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan (valsava maneuver),

pertahankan ukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

Rasional: dapat mencetuskan respon otomatik peningkatan tekanan

intrakranial.

e) Observasi kejang dan lindungi pasien dari hipoksia akibat kejang.

Rasional: kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia dan kejang dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.

f) Kolaborasi:

- Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien

Rasional: dapat menurunkan hipoksia otak.

- Berikan obat – obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar.

Rasional: membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi/

kimia seperti osmotic diuretik untuk menarik air dari sel-sel otak

sehingga dapat menurunkan edema otak, steroid (dexamethason) untuk

menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan, obat anti

convulsive untuk menurunkan kejang, antipiretik untuk menurunkan

panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

3. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan depresi pada pusat nafas di

otak.

Tujuan: mempertahankan pola nafas yang efektif

Kriteria hasil: sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada,

penggunaan otot bantu nafas tidak ada.

Intervensi:

a) Kaji status pernafasan, kedalamannya, usaha dalam bernafas.

Rasional: pernafasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis

respiratori dan perdafasan lambat meningkatkan tekanan CO2, dan

menyebabkan alkalosis respiratori.

15

Page 16: askep cedera kepala.docx

b) Cek pasangan tube

Rasional: untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal

volume.

c) Observasi rasio inspirasi dan ekspirasi

Rasional: pada fase ekspirasi biasanya 2 kali lebih panjang dari inspirasi,

tetapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi, terperangkapnya udara

terhadap gangguan pertukaran gas.

d) Pemberian oksigen sesuai program (jika tidak menggunakan ventilator)

Rasional: menurunkan hipoksia otak

e) Cek selang ventilator setiap 15 menit.

Rasional: adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya

pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

f) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien

Rasional: membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan

ventilator.

4. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK dan trauma kepala.

Tujuan: nyeri berkurang atau hilang

Kriteria hasil: tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal

(N= 60-100, TD= 120/80, R=16-20)

Intervensi:

a) Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,

lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat,

berkeringat dingin.

Rasional: menentukan status kesehatan klien dan menentukan tindakan

yang akan dilakukan.

b) Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

Rasional: lingkungan yang nyaman dapat mengurangi tekanan psikis yang

akan meningkatkan rangsang nyeri.

c) Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

Rasional: pasien lebih kooperatif dan mengurangi nyeri.

d) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

Rasional: mengurangi rasa nyeri yang ada.

5. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos-

koma)

Tujuan: Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

16

Page 17: askep cedera kepala.docx

Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi

terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Intervensi:

a) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Rasional: Penjelasan dapat mengu-rangi kecemasan dan meningkatkan

kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau

menurun.

b) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Rasional: Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi,

membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan ke-butuhan dasar

akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa

nyaman, mencegah in-feksi dan keindahan.

c) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Rasional: Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang

harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan

sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

d) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga

lingkungan yang aman dan bersih.

Rasional: Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk men-jaga hubungan

klien - keluarga. Penjelasan per-lu agar keluarga dapat memahami

peraturan yang ada di ruangan.

e) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Rasional: Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

6. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah hubungan

dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau

dehidrasi

Kriteria hasil: membran mukosa lembab, turgor kulit baik (< 3 detik), dan

nilai elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:

a) Kaji intake dan out put.

Rasional: menentukan status hidrasi klien

b) Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan out put

urine.

Rasional: turgor kulit jelek, membrane mukosa kering menandakan status

hidrasi yang tidak adekuat.

17

Page 18: askep cedera kepala.docx

c) Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai program.

Rasional: untuk memenuhi kebutuhan cairan klien.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan: infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi,

tidak ada pus dari luka, mencapai penyembuhan luka tepat

waktu, leukosit dalam batas normal.

Intervensi:

a) Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,

diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).

Rasional: Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya

memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

b) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang

alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

Rasional: Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk

melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi

selanjutnya.

c) Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel,

sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

Rasional: untuk mengetahui adanya infeksi yang lebih lanjut

d) Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru

secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.

Rasional: Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk

menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.

e) Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan

yang baik.

Rasional: Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

f) Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

Rasional: mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya

infeksi lebih lanjut.

g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasional: Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami

trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk

menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

18

Page 19: askep cedera kepala.docx

8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer, bedrest total.

Tujuan: Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Kriteria hasil: kulit tetap utuh, tidak ada kemerahan

Intervensi:

a) Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer. Kaji kulit

pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

Rasional: Untuk menetapkan ke-mungkinan terjadinya lecet pada kulit.

b) Ganti posisi pasien setiap 2 jam. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan

gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.

Rasional: Dalam waktu 2 jam diperkirakan akan terjadi penurunan perfusi

ke jaringan sekitar. Maka dengan mengganti posisi setiap 2 jam dapat

memperlancar sirkulasi tersebut. Dengan posisi anatomi maka anggota

tubuh tidak mengalai gangguan, khususnya masalah sirkulasi /perfusi

jaringan. Mengalas bagian yang menonjol guna mengurangi penekanan

yang mengakibatkan lesi kulit.

c) Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien

Rasional: Keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

d) Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan mengurangi

kerasakan kulit.

e) Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

Rasional: Dapat mengurangi proses penekanan pada kulit dan menjaga

kebersihan kulit.

f) Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8

jam.

Rasional: Sebagai bagian untuk memperkirakan tindakan selanjutnya.

g) Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam

dengan menggunakan H2O2.

Rasional: Untuk mencegah bertambah luas kerusakan kulit.

9. Kecemasan pasien-keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit akibat

trauma kepala.

Tujuan: pasien dan keluarga akan menunjukkan rasa cemas berkurang

kriteria hasil: yang ditandai dengan tidak gelisah, ekspresi wajah tidak

menunjang adanya kecemasan, dan keluarga dapat mengekspresikan

perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan pasien.

19

Page 20: askep cedera kepala.docx

Intervensi:

a) Bina hubungan saling percaya.

Rasional: Untuk membina hubungan terapeutik perawat - pasien dan

keluarga.

b) Dengarkan dengan aktif dan empati ekspresi perasaan klien dan keluarga

Rasional: dengan melakukan tindakan tersebut pasien dan keluarga akan

merasa diperhatikan.

c) Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan

dilakukan pada pasien.

Rasional: Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidaktahuan.

d) Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. Rasional:

Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

e) Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Rasional: Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan

meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah

dibuat.

E. Evaluasi

Evaluasi dikatakan berhasil jika kriteria hasil sudah terpenuhi.

20

Page 21: askep cedera kepala.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Trauma kepala/cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit

kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung

maupun tidak langsung pada kepala. Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Glasgow

Coma Skale (GCS) yaitu :

- Cedera Kepala Ringan (CKR)

- Cedera Kepala Sedang (CKS)

- Cedera Kepala Berat (CKB)

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan

(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.

Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara

relatif tidak bergerak. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila

terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi

badan diubah secara kasar dan cepat.

Diagnosa pertama yang mungkin mucul adalah tidak efektifnya bersihan jalan

nafas adanya sekresi dan penumpukan sputum.

3.2 Saran

Makalah ini mencoba membahas konsep medis dan konsep keperawatan

tentang cedera kepala. Diharapkan melalui makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui

tentang penyakit cedera kepala dan bisa melakukan asuhan keperawatan pada penyakit

cedera kepala tersebut dengan baik dan benar. Kelompok menyadari bahwa apa yang

disajikan masih jauh dari kesempurnaan, dan oleh karenanya kelompok sangat

mengharapkan masukan dari rekan-rekan mahasiswa dan terlebih kepada Ibu dosen

pembimbing mata kuliah ini, sehingga apa yang dibahas diatas tidak hanya merupakan

sesuatu yang sifatnya hanya merupakan sebuah konseptual, melainkan dapat menjadi

pijakan bagi mahasiswa dalam mengaplikasikannya.

21

Page 22: askep cedera kepala.docx

DAFTAR PUSTAKA

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

Doengoes, Marilyn C. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.

Morton, Gallo, Hudak. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 & 2 edisi 8. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung

Seto; 2001.

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC;

1999.

22