asfasfasdgsdg

Upload: pulsewangmin

Post on 05-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sdgsdgsdg

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUSPSORIASIS

Disusun oleh :Laura Syerin GIA212002

Pembimbing :dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATANSMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRSUD Prof.Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO2014

LEMBAR PENGESAHANPRESENTASI KASUSPSORIASIS

Diajukan untuk memenuhi syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikanPada tanggal ..... Maret 2014

Disusun oleh :Laura Syerin

Purwokerto, Maret 2014Dokter Pembimbing,

dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK

I. STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama: Tn. SUUsia: 55 tahunJK: Laki-lakiAgama: IslamAlamat `: Wangon RT 02/02, BanyumasPekerjaan: BuruhNo. RM: 88-53-74Tanggal Periksa: 12 Maret 2014

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)1. Keluhan utama: gatal hampir di seluruh tubuh2. Keluhan tambahan : timbul bercak-bercak merah yang bersisik kasar 3. Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang dengan keluhan gatal hampir di seluruh tubuh sejak kurang lebih satu bulan yang lalu. Gatal yang dirasakan pasien hampir di seluruh tubuh tetapi paling sering dirasakan di daerah tangan, siku, kaki, dan punggung. Gatal dirasakan ampir setiap hari dan membuat pasien sering menggaruk tempat yang gatal tersebut. Karena gatal itu pasien terhambat aktivitasnya dan merasa tidak nyaman. Gejala pasien memburuk apabila terjadi perubahan cuaca dan apabila pasien sedang banyak masalah yang dipikirkan. Keluhan dirasakan membaik apabila pasien mengkonsumsi obat yang diberikan dokter selama 1 bulan terakhir ini. Selain gatal yang dirasakan pasien, pasien juga mengeluh adanya kulit yang berwarna kemerahan berbentuk bulat lonjng di daerah yang gatal, mudah terkelupas dan seperti sisik yang berwarna putih mengkilat ketika pasien menggaruknya. Pasien menyangkal adanya rasa kesemutan atau baal pada bercak tersebut. Awalnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama sejak kira-kira tiga tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin berobat. Awalnya muncul bintik-bintik kemerahan di dada dan punggung yang semakin lama melebar menjadi bercak-bercak kemerahan. Bercak merah tersebut timul hampir diseluruh tubuh,termasuk sampai ke bagian kepala pasien. Pasien menjalani pengobatan namun tidak rutin kontrol karena beberapa bercak merah sedikit berkurang dan keluhan pasien membaik. Namun satu bulan terakhir ini keluhan gatal dan bercak merah tersebut muncul kembali semakin meluas sampai ke daerah tangan, siku, dan juga punggung pasien sehingga asien memeriksakan diri ke poli kulit dan kelamin RSMS.3. Riwayat Penyakit Dahulu :a. Pernah mengalami keluhan yang sama dengan saat ini 3 tahun lalu.b. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkalc. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkald. Riwayat penyakit jantung disangkale. Riwayat penyakit ginjal disangkalf. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal4. Riwayat Penyakit Keluarga :a. Riwayat keluhan yang sama disangkalb. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkalc. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkald. Riwayat penyakit jantung disangkale. Riwayat penyakit ginjal disangkalf. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal5. Riwayat Sosial Ekonomi :Pasien tinggal bersama istri dengan dalam satu rumah. Pasien bekerja sebagai pegawai negri sipil. Pembiayaan kesehatan menggunakan BPJS NON PBI.6. Riwayat pengobatanPasien menggunakan obat rutin selama 1 bulan ini yang selalu diresepkan oleh dokter spesialis kulit dan kelamin dan dalam sehari selalu minum obat tersebut sebanyak 3 kali.

C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: Baik Kesadaran : ComposmentisTanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi: 84 kali permenit Respiratory rate : 20 kali permenit Suhu : 36,7oC BB: 64 kgTB: 168 cmKepala : normocephalMata : konjungtiva dekstra et sinistra tidak anemis sklera dekstra et sinistra tidak ikterusHidung: discharge tidak adaTelinga : discharge tidak adaMulut : tidak sianosisLeher : tidak ada pembesaran limfonodi regio servikalThoraks : cor et pulmo dalam batas normalAbdomen : dalam batas normalEkstrimitas superior et inferior dekstra : tidak edema, akral hangat.

Status dermatologis : Region generalisataEfloresensi : tampak plak eritema sirkumstrip yang multiple berukuran numular dengan skuama yang menebal dan kasar.

D. RESUME1. Anamnesis Pasien laki-laki usia 55 tahun datang ke klinik kulit dan kelamin RSMS tanggal 12 Maret 2014 dengan keluhan gatal hampir di seluruh bagian tubuh sejak satu bulan yang lalu. Sudah mengalami keluhan yang serupa sekitar tiga tahun, namun tidak rutin berobat ke RSMS. Keluhan dirasakan sering kambuh-kambuhan. Awalnya ditandai dengan bercak kemerahan yang semakin melebar dengan sisik kasar berwarna putih tanpa digaruk. Bercak-bercak tersebut terutama di daerah tangan, siku, kaki, dan punggung. Gatal dirasakan memberat dengan perubahan cuaca dan jika pasien memiliki banyak masalah yang dipikirkan dan membaik bila mengonsumsi obat serta menggunakan salep dari dokter. Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan penyakit yang sama dalam keluarga. 2. Pemeriksaan fisik :Keadaan umum: baikKesadaran : composmentisTanda vital : Tekanan darah: 130/90 mmHgNadi : 84 kali permenit Respiratory rate : 20 kali permenit Suhu : 36.7oCStatus generalis : dalam batas normal

Status lokalis :Regio generalisataEfloresensi : tampak plak eritema sirkumskrip yang multiple berukuran numular dengan skuama yang menebal dan kasar.

E. DIAGNOSISPsoriasis

F. DIAGNOSIS BANDINGParapsoriasisPitiaris roseaDermatitis seboroik

G. PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak ada usulan pemeriksaan penunjang pada pasien ini

H. PENATALAKSANAAN1. Medikamentosa :a. Antihistamin peroral :loratadin 10 mg tablet 2 kali seharib. Sitostatik peroral :metrotrexat 2,5 mg tablet, dosis 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg.c. Asam folat 1 mg tablet 1 kali sehari.d. Curcuma 200 mg tablet 1 kali sehari.e. Kortikosteroid topikal misalnya desoximethason dikombinasikan dengan asam salisilat 3%.2. Edukasi a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita bersifat kronik residif.b. Menghindari faktor-faktor yang mencetuskan kambuhnya penyakit penyakit seperti alcohol, merokok, dan stress fisik.c. Menganjurkan untuk mengurangi aktivitas menggaruk luka yang dialami.d. Menjelaskan agar teratur dan taat dalam mengkonsumsi obat, pemakaian salep, dan pemantauan terhadap efek samping obat.

I. PROGNOSISAd vitam: bonamAd sanam: dubia ad bonamAd fungsionam: bonamAd kosmetikum: dubia ad bonam

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIPsoriasis merupakan suatu penyakit kulit autoimun yang bersifat kronik dan residitif ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan. Apabila skuama yang kasar itu dikerok maka hasil kerokan tersebut menyerupai tetesan lilinyang dikenal dengan fenomena Auspitz dan Kbner (Djuanda, 2007).

B. EPIDEMIOLOGIKasus psoriasis semakin sering dijumpai. Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan kosmetik yang menahun dan residif. Insidensi kejadian psoriasis pada pria lebih banyak dibandingkan pada wanita dan lebih banyak menyerang orang dewasa dari pda anak-anak. Puncak usia terkena psoriasis berada pada usia sekitar 22 tahun, tetapi pada masa anak-anak psoriasis dapat menyerang pada usia 8 tahun. Penyakit ini juga dapat menyerang pada usia senja yakni usia 55 tahun. (Djuanda, 2007).Psoriasis dapat diturunkan bila terdapat anggota keluarga yang mengalami psoriasis. Apabila salah satu dari orang tua menderita psoriasis, kemudian penyakit ini akan diturunkan kepada anaknya sebesar 8% ;sedangkan jika kedua orangtua menderita psoriasis, prosentase penyakit akan diturunkan 41% kepada anaknya. Sistem imun tipe gen HLA dianggap berkaitan dengan kejadian psoriasis dalam suatu keluarga.Beberapa tipe HLA yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis yakni HLA-B13, -B17, -Bw157 dan yang paling penting adalah HLA-Cw6 (Fritzpatrick, 2003).

C. ETIOLOGIEtiologi psoriasis dicetuskan oleh beberapa faktor, yakni faktor keadaan faktor imunologik, genetik, dan lingkungan( Djuanda, 2007).a. Faktor genetikPsoriasis dapat dikatakan sebagai penyakit genetic. Risiko kejadian psoriasis mencapai 34%-39% pada seseorang dengan orangtua yang menderita psoriasis. Terdapat peran dari alel Human Leukocyte Antigents (HLA), terutama HLA-Cw6. Psoriasis dalam keluarga memiliki pola dominan autosomal. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkan terdapatnya dua gen LCE yang terhapus, yakni LCE3C dan LCE3B. Kedua gen tersebut menjadi faktor genetik umum kerentanan seseorang terhadap psoriasis (Djuanda, 2007; Riviera Munoz, 2011).b. Faktor imunologikPsoriasis merupakan penyakit autoimun. Defek genetik yang terjadi pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari sel limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Penelitian menunjukkan adanya peningkatan sirkulasi TNF- dalam kulit. Pemberian TNF- sebagai terapi berhasil dengan sukses. Peningkatan aktivitas sel limfosit T memainkan peran penting dalam patogenesis psoriasis dalam pembentukan plak.Pembentukan epidermis (turn over time) pada psoriasis terjadi 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal terjadi dalam 27 hari. Pembentukan epidermis pada kasus psoriasis lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan dermis pada kulit normal (Djuanda, 2007).c. Faktor lingkunganStress merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap eksaserbasi dari kejadian psoriasis. Selain stress, faktor lain yang berpengaruh adalah udara dingin, adanya trauma, infeksi oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus -hemolyticus, danHuman Immunodeficiency Virus, alkohol serta obat-obatan. Contoh pencetus dari obat-obatan seperti penghentian tiba-tiba konsumsi kortikosteroid sistemik, aspirin, litium, beta blocker, obat antimalaria, botulinum A. Berdasarkan penelitian terdapat peningkatan neurotransmitter pada plak psoriasis, hal tersebut menunjukkan bahwa stress mempengaruhi psoriasis.

D. PATOFISIOLOGIKulit sebagai organ terluar tubuh memiliki sistem imun dan komponen seluler yang penting. Lapisan epidermis kulit tersusun sistem imun yang utama, seperti keratinosit, sel Langerhans, sel Dendritik, limfodit intraepidermal.Lapisan dermis juga terdapat komponen sel imun berupa sel T dan makrofag. Keratinosit sendiri menghasilkan berbagai sitokin yang merupakan bagian dari proses terjadinya reaksi imun. Sitokin-sitokin tersebut IL-1, IL-6, IL-10, TGF- dan TNF-. Sel Langerhans, dendritik, makrofag dan sel T mempunyai reseptor TCR dan Fc-R yang akan memberikan spesifisitas terhadap respon imun.sel dermis mengandung dua subtype dari sel T yakni CD4+ dan CD 8+ . Komponen sistem imun kulit memiliki istilah SALT yang terdiri dari sel keratinosit, sel Langerhans intraepitel sebagai sel APC, dan respon imun(Baratawidjaja, 2006).Seperti yang telah diketahui sebelumnya, psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun yang terjadi akibat respon imun seluler atau humoral spesifik terhadap konstituen-konstituen jaringan tubuh sendiri (Dorland, 2000).Mekanisme terjadinya psoriasis melibatkan beberapa sistem imun kulit yang telah disebutkan sebelumnya.Berdasarkan hipotesis yin dan yang, proses pembentukan lesi psoriasis melibatkan sel keratinosit dan sel polimorfonukelar pada lapisan epidermis.Mekanisme berjalan sangat komplek melibatkan keseimbanagan antara dua tipe sistem imun baik sistem imun bawaan dan yang didapat, serta berbagai faktor dari produksi keratinosit yang memberikan efek terhadap sel T dan sel dendritik atau sebaliknya.Berbagai faktor pencetus yang telah diketahui mampu menrespon sistem imun di kulit. Antigen arau faktor pencetus akan merespon sistem imun yakni sel keratonosit akan memproduksi sitokin-sitokin yang akan menarik sel neutrofil untuk masuk ke jaringan kulit. Selain itu, palsmatocid sel Dendritik akan teraktivasi dan menghasilkan CD11c+ sel dendritik. Sel dendritik CD11c +akan memproduksi sejumlah sitokin (IL-23 dan IL-20) yang berpotensi mengaktivasi sel T dan keratinosit. Produksi sitokin sitokin oleh keratinosit yang telah teraktivasi juga akan menyebabkan penarikan sel T (CD4+ dan CD 8+) ke lapisan epidermis dan dermis. Adanya reaktivasi sel T, sel-sel polimorfonuklear, sejumlah sitokin (TNF-) yang menyebabkan peradangan menyebabkan kerusakan lapisan epidermis, hiperproliferasi epidermis, angiogenesis pada dermis dan peningkatan akumulasi sebukan sel radang yang dapat dijumpai pada lesi psoriasis (Lowes et al, 2007).E. MANIFESTASI KLINIS Penderita psoriasis umumnya mengeluh gatal-gatal. Biasanya gatal semakin diperberat saat tubuh berkeringat. Lesi bisa terdapat dimana saja, seperti scalp .perbatasan daerah kepala dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor (siku dan lutut), punggung dan bagian lumbosakral. Ciri khas pada psorisis antara lain :a. Makula dan papula eritematosa Lesi awal ini muncul dengan ukuran mencapai lentikular-numular yang menyebar secara sentrifugal. Efloresensi yang dapat dijumpai adalah plak eritematosa besarnya dapat dari miliar hingga numular dan dengan bentuk yang beragam, dapat arsinar, sirsinar ataupun polisklik.Plak eritem sirkumstrip dan merata dan diatasnya terdapat skuama yang berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih mika transparan.Apabila psoriasis ini dalam masa penyembuhan, eritema yang berada di tengah akan menghilang dan hanya terdapat pada bagian tepi. b. Skuama kasar dan fenomena tetesan lilin.Apabila skuama digoreskan dengan menggunakan benda tajam maka akan menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan akan timbul fenomena Auspitz dengan bintik-bintik darah akibat papilomatosis. Daerah bekas trauma atau garukan tadi akan menimbulkan fenomena Kbner 3 minggu kemudian. c. Kelainan lainSelain kelainan pada kulit psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku dan sendi. Kelainan kuku yang muncul berupa pitting nailyakni lekukan-lekukan miliar di kuku( Djuanda, 2007 ; Siregar, 2005).

Psoriasis diklasifikasikan berdasarkan bentuk klinis :1. Psoriasis vulgaris Merupakan bentuk psoriasis yang paling sering ditemukan. Lesi berupa plak eritema multipel berbatas tegas dengan skuama yang tebal dan berlapis-lapis di atasnya.

Gambar 1. Psoriasis vulgaris2. Psoriasis GutataPsoriasis gutata berupa lesi berukuran kecil seperti tetesan air dengan diameter 1 cm yang muncul mendadak, umumnya setelah penderita mengalami penyakit saluran nafas atas sehabis influenza atau morbili. Infeksi yang paling sering oleh bakteri Streptococcus aureus. Psoriasis bentuk gutata sering dijumpai pada anak-anak dan dewas muda. Umumnya bentuk sisik tidak tampak, tetapi akan tampak setelah ada goresan atau gesekan. Biasanya lesi psoriasis dapat sembuh secara spontan selama beberapa minggu, tetapi biasanya akan kembali muncul dan akan menjadi psoriasis kronik atau permanen psoriasis.

Gambar 2. Psoriasis gutata

3. Psoriasis InversaPsoriasis yang terletak pada daerah fleksor, seperti siku, lutut dan lipatan-lipatan tubuh lainnya.

Gambar 3. Psoriasis inversa4. Psoriasis eksudativaKelainan yang ditampakkan kering dan kelainan menyerupai dermatitis akut.5. Psoriasis seboroikKelainan yang diperlihatkan merupakan gabungan antara psoriasis dengan dermatitis seboroik. Pada lesi ini akan didapatkan skuama yang berminyak dan sedikit lunak. Berlokasi didaerah seboroik.

Gambar 4. Psoriasis seboroik6. Psoriasis pustulosaBentuk ini terbagi menjadi dua :a. Psoriasis pustulosa palmoplantar Merupakan psoriasis yang bersifat kronik dan residif. Predileksi di telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Efloresensi yang tampak berupa kelompok-kelompok pustul kecil steril dan dalam di atas kulit yang eritema disertai dengan rasa gatal.

Gambar 5. Psoriasis pustulosa palmoplantarb. Psoriasis pustulosa generalisata akut Psoriasis yang muncul akibat konsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid, antibiotik golongan penisilin dan derivatnya serta antibiotik betalaktam lainnya berupa sulfapiridin, morfin, sulfanomida. Dapat pula dicetuskan oleh keadaan hipokalsemia, terpapar sinar matahari, stress emosional, dan infeksi bakteri ataupun virus. Psoriasis ini dapat menyerang pada penderita yang sedang atau telah menderita psoriasis atau bahkan pada penderita yang belum pernah mengalami psoriasis.efloresensinya berupa plak psoriasis yang sudah ada semakin eritematosa, dan diikuti eritemosa dan edematosa pada kulit yang normal selama beberapa jam kemudian. Timbul pula pustul-pustul miliar diatas plak tersebut. Gejala awal sebelum muncul lesi tersebut, penderita akan mengalami nyeri, hiperalgesia yang juga disertai dengan gejala prodromal seperti demam, nausea, malaise, dan anoreksia.

Gambar 6. Psoriasis pustulosa generalisata akut7. Eritroderma psoriatikBentuk ini muncul sebagai akibat penggunaan obat topical yang terlalu kuat atau penyakit yang semakin meluas. Lesi yang timbul umumnya sudah sangat eritema dengan skuama yang semakin menebal secara universal (Djuanda, 2006 ; Fritzpatrick, 2003)

Gambar 7. Eritroderma psoriatrik

F. HISTOPATOLOGIGambaran histopatologi psoriasis menunjukkan adanya penebalan pada lapisan epidermis (akantosis) dan penipisan dari epidermis atas yang memanjang sampai papilla dermis. Terdapat juga peningkatan permbelahan mitosis dari keratinosit, fibroblas, dan sel endothelial. Terdapat parakeratosis hyperkeratosis. Pada sel dermis yang mengalami inflamasi terdapat akumulasi sel radang limfosit dan monosit, sedangkan di lapisan epidermis terdapat sebukan sel radang polimorfonuklear. (Fritzpatrick, 2003)

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS Penegakkan diagnosis psoriasis didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis kulit. Pada anamnesis akan didapatkan informasi dari pasien berupa adanya rasa gatal dan timbul kelainan lesi kemerahan padat dengan sisik yang makin lama makin menebal tanpa adanya garukan. Adanya riwayat keluarga yang sama dengan keluhan pasien mengindikasikan bahwa penyakit tersebut diturunkan genetik. Hasil pemeriksaan klinis akan ditemukan lesi plak eritema yang sirkumstrip, berskuama tebal, kasar dan berwarna putih mika transparan. Predileksi dapat terjadi di skalp, atau kulit kepala, perbatasan daerah kepala dengan wajah, ekstrimitas bagian ekstensor (siku dan lutut), punggung, dan bagian lumbosakral.

H. DIAGNOSIS BANDINGPerbedaanPsoriasisDermatitis SeboroikPitiriasis RoseaDermatofitosisSifilis stadium II

PenyebabTidak diketahui, diduga autoimunPeningkatan aktivitas kelenjar sebaseaTidak diketahui Golongan jamur dermatofitaTreponema pallidum

PredisposisiPria lebih banyak, biasanya dewasaLebih sering pada pria dewasaPria = wanita, semua usiaPria = wanita, semua usiaPria = wanita, dewasa, bayi baru lahir

Predileksi Kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstrimitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, kuku dan daerah lumbosakralBagian tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea: kulit kepala, belakang telinga, alis mata, cuping hidung, ketiak, dada, antarskapula, suprapubisDapat tersebar di seluruh tubuh terutama yang tertutup pakaianDapat tersebar di bagian tubuh manapunGenitalia eksterna, sekitar anus, ketiak, sudut mulut, inferior mammae, dapat mengenai perut, punggung, tangan

Efloresensi Makula eritematosa berbatas tegas, miliar-numular, ditutupi oleh skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, berwarna putih mengkilat, fenomena tetesan lilin, Auspitz, KoebnerMakula eritematosaa yang ditutupi papula miliar difus, skuama halus putih berminyak. Kadang erosi dengan krusta kekuninganEritema bentuk lonjong, lentikular-numular, ditutupi skuama halus, sumbu panjang lesi seesuai dengan garis lipatan kulit, khas: lesi inisial (herald patch= medallion) soliter, bentuk oval, anular, diameter, jarang > 1 herald patchMakula eritematosaa dengan tepi aktif disertai papul atau vesikel, penyembuhan sentral, berbatas tegas, skuama halus, jika berlangsung kronik dijumpai likenifikasi atau hiperpigmentasi Bercak-bercak eritema dengan skuama berwarna merah tembaga

Manifestasi lainKadang gatalGatal Gatal, dapat didahului gejala prodromal ringan (malaise, nyeri kepala, sakit tenggorokan)Gatal terutama jika berkeringatSering disertai demam malam hari (dolores nocturnal), pembesaran kelenjar getah bening

I. PENATALAKSANAAN a. Medikamentosa sistemik1. Kortikosteroid Kortikosteroid diketahui memiliki efek anti-inflamasi danimmunosupresif. Kortikosteroid menghambat fenomena inflamasi dini, yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke jaringan yang mengalami inflamasi aktivitas fagositosis. Kortisol berperan menekan cytokine dan chemokyn inflamasi serta mediator inflamasi lainnya seperti lipid dan glikoprotein. Sehingga kortikosteroid dapat digunakan untuk menekan inflamasi yang telah lanjut,seperti proliferasi fibroblas dan kapiler, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dengan dosis yang ekuivalen dengan prednison 30 mg - 60 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. Indikasi: psoriasis eritroderma, artritis psoriasis, dan psoriasis pustulosa tipe Zumbusch.2. Obat sitostatikObat sitostatik yang biasanya digunakan adalah metotreksat. Indikasi: psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi kulit, dan eritroderma karena psoriasis, yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis.Cara penggunaan metotreksat: mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg peroral untuk mengetahui apakah ada gejala sensitifitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg - 5 mg perminggu. Biasanya dengan dosis 3x5 mg sudah tampak adanya perbaikan.Cara lainnya adalah diberikan intramuskular 7,5 mg - 25 mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol, dosis diturunkan atau masa interval diperpanjang kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.Setiap 2 minggu diperiksa kadar hemoglobin, jumlah leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit, dan urin lengkap. Setiap bulan atau 2 bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.500 metotreksat dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 gram. Kalau fungsi hepar abnormal, biopsi tersebut dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 gram. Mengingat metotrexat merupakan obat antifolat, maka efek samping yang tidak diinginkan adalah anemia megaloblastik. Peresepan metotrexat seharusnya juga diberikan suplemen asam folat sebesar antara 1-5 mg dosis perhari secara oral.Kemudian karena memiliki efek yang tidak baik terhadap hepar, juga harus diberikan curcuma dengan dosis 1 x 200mg tablet sebagai hepatoprotektan.Metotrexat dalam pengobatan psoriasis diberikan selama 14 hari dalam rentang dosis antara 2.5 5 mg/hari.Dapat diberikan secara mingguan dengan dosis 25 mg dan 50 mg pada minggu berikutnya.Efek toksik yang berbahaya pada pemberian metotrexat berupa myelosuppresion, hepatotoxicity, dan pembentukan fibrosis pada paru.( Kalbet al,2009 ; Djuanda, 2006 ; Siregar, 2005) 3. DDSDiaminodifenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2x100 mg / hari. Efek samping yang dirasakan adalah anemia hemolitik, methemoglobinemia dna agranulositosis. (Djuanda, 2006)b. Medikamentosa topikal 1. Kortikosteroid topikalPengolesan obat berupa kortikosteroid topical memberikan hasil yang baik pada penyakit psoriasis. Kortikosteroid yang dipilih adalah kortikosteroid potensi sedang misalnya hidrokortison 0.2%. Pengolesan dapat dilakukan dengan cara pada daerah skalp, muka, lipatan dan genitalia eksterna. Sedangkan pada bagian badan dan ekstrimitas dapat diberikan salep kortikosteroid potensi kuat seperti dexamethasone 0.25%. Efek jangka panjang penggunaan salep kortikosteroid topikal dapat berupa telangiektasis.2. Preparat TerPreparat Ter memperlihatkan hasil yang baik dalam pengobatan psoriasis karena efeknya sebagai antiradang.Preparat ter ini sering sekali digunakan oleh dokter.Preparat Ter yang paling efektif untuk mengobati psoriasis menahun yang berasal dari batubara, sedangkan untuk psoriasis yang akut dengan preparat Ter yang berasal dari kayu.Konsentrasi yang digunakan sebesar 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaiikan.Agar lebih efektif bisa digabung dengan asam salisilat 3-3% dan gunakan sebagai salep karena memiliki daya penetrasi yang baik.3. Tazaroten Tazaroten merupakan molekul retinoid asetilinik topikal yang bekerja dengan menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0.05% dan 0.1%. apabila tazaroten dikombinasi dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan penyakit. Efek samping yang ditimbulkan berupa rasa gatal, terbakar, dan eritema pada 30% kasus bersifat fotosintesis.4. Emolien Efek obat ini melembutkan permukaan kulit pada badan, ekstrimitas atas dan bawah.Biasanya diberikan dalam bentuk salep dengan bahan dasar vaselin untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. (Djuanda, 2006)

5. PenyinaranSinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah penyinaran alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah psoriasis. Oleh karena itu diberikan sinar ultraviolet artifisial, yaitu sinar A (UVA). Sinar tersebut dapat digunakan tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA. PUVA yaitu kombinasi psoralen dan sinar ultraviolet 0,6 mg/kg berat badan. Diberikan oral 2 jam sebelum disinar dengan sinar ultraviolet. pengobatan dilakukan 2 kali seminggu, kesembuhan terjadi setelah 2-4 kali pengobatan. Selanjutnya diberikan pengobatan rumatan tiap 2 bulan.UVB dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasi dengan salep likuor karbonis detergen 5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar, dicuci terlebih dahulu. Dosis UVB pertama 12-23 mJ menurut beberapa tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan adalah pengurangan 75% skor PASI (proriasis area and severity index). Hasil yang baik dicapai pada 73,3% kasus, terutama tipe plak.

J. KOMPLIKASI1. Artritis psoriasis2. Psoriasis pustulosa: pada eritema timbul pustula miliar. Jika menyerang telapak tangan dan kaki serta ujung jari disebut psoriasis pustula tipe Barber. Namun jika pustula timbul pada lesi psoriasis dan juga kulit di luar lesi dan disertai gejala sistemik berupa panas/ rasa terbakar disebut tipe Zumbusch dan prognosisnya kurang baik.3. Psoriasis eritroderma: jika lesi psoriasis terdapat di seluruh tubuh, dengan skuama halus dan gejala konstitusi berupa badan terasa panas dingin.

K. PROGNOSISPsoriasis dapat membaik bila diobati secara adekuat. Tetapi, penyakit ini bisa mnegalami rekurensi sewaktu-waktu.

III. PEMBAHASAN

A. Penegakan diagnosis Pasien laki-laki usia 55 tahun datang ke klinik kulit dan kelamin RSMS tanggal 12 Maret 2014 dengan keluhan gatal hampir di seluruh bagian tubuh sejak kurang lebih 1 minggu sebelum periksa ke rumah sakit. Sudah mengalami keluhan yang serupa sekitar tiga tahun, namun tidak rutin berobat ke RSMS.Penyakit sering kambuh-kambuhan.Awalnya ditandai dengan bercak kemerahan yang semakin melebar dengan skuama yang kasar tanpa digaruk. Bercak-bercak tersebut terdapat hampir di seluruh tubuh pasien.Keluhan tersebut sering kambuh. Gatal dirasakan hilang timbul dan membaik bila mengonsumsi obat serta menggunakan salep dari dokter, tidak ada riwayat alergi dan penyakit yang sama dalam keluarga.Pemeriksaan klinis pada kulit pasien menunjukkan efloresensi berupa plak eritema yang sirkumstrip dan diatasnya terdapat skuama yang menebal dan berlapis-lapis serta transparan hampir di seluruh bagian tubuh. Lesi multiple, berukuran plakat dan diskrit.Apabila ditelaah dari kasus diatas, penyakit kulit pada pasien termasuk bersifat kronik dan residif. Hal itu terdapat dari informasi pasien yang mengatakan pasien telah mengalami keluhan yang serupa sudah sejak tiga tahun lalu dan kambuh-kambuhan.Penyakit ini bukan disebabkan oleh alergi karena pasien tidak memiliki riwayat alergi. Riwayat keluarga pasien tidak ada yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien, sehingga penyakit kulit tersebut tidak diturunkan secara genetik.Diagnosis klinis pada pasien ini adalah psoriasis. Berdasarka pemeriksaan fisik terdapat ciri-ciri dan tandakhas yang ditunjukkan. Penyakit pasien kasus ini ditandai dengan lesi kulit yang berupa plak eritema sirkumskrip dengan skuma transparan yang berlapis-lapis. Hal tersebut sesuai dengan definisi dari psoriasis yang menunjukkan suatu penyakit kulit golongan eritoskuamosa disebabkan oleh autoimun, yang bersifat kronik dan residitif dan ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar (Djuanda, 2007). Selain itu, didapatkan fenomena tetesan lilin, fenomena Auspitz, dan fenomena Koebner. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores. Fenomena Auspitz yaitu tampak serum atau darah berbintik-bintik apabila skuama tersebut dikerok. Fenomena Koebner (reaksi isomorfik) adalah munculnya lesi-lesi baru akibat trauma fisis berupa garukan di sekitar lesi lama psoriasis. Penyakit autoimun sendiri merupakan penyakit yang terjadi akibat respon imun seluler atau humoral spesifik terhadap konstituen-konstituen jaringan tubuh sendiri (Dorland, 2000).Terdapat faktor genetik yang mempengaruhi kejadian psoriasis. Kasus psoriasis ini sepertinya bukan bersifat genetik. Pasien dalam kasus ini baru mengalami keluhan bukan dari usia dini dan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien. Menurut pustaka, bahwa psoriasis yang terjadi pada usia lebih dini (masa anak-anak) menunjukkan adanya penyakit genetik yang diturunkan dari kedua orangtuanya (Fritzpatrick, 2003). Kasus psoriasis yang ditemukan pada kedua orang tuanya, presentase resiko mengalami psoriasis pada anak-anaknya mencapai 30-39%, sedangkan bila kedua orangtuanya tidak mengalami psoriasis, resiko psoriasis mencapai 12% (Djuanda, 2007). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diagnosis psoriasis gutata dapat ditegakkan dan diagnosis banding dermatitis seboroika, sifilis stadium II, pitiriasis rosea, dermatofitosis dapat disingkirkan. Dermatitis seboroik dibedakan dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuningan, bertempat predileksi pada tempat yang seboroik (banyak mengandung kelenjar sebasea). Pitiriasis rosea mempunyai efloresensi khas berupa herald patch, eritema bentuk lonjong, lentikular-numular, ditutupi skuama halus, sumbu panjang lesi seesuai dengan garis lipatan kulit. Dermatofitosis mempunyai efloresensi khas berupa makula eritematosaa dengan tepi aktif disertai papul atau vesikel, penyembuhan sentral, berbatas tegas, skuama halus, jika berlangsung kronik dijumpai likenifikasi atau hiperpigmentasi, gatal terutama jika berkeringat, dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Sifilis stadium II mempunyai efloresensi khas berupa bercak-bercak eritema dengan skuama berwarna merah tembaga, rering disertai demam malam hari (dolores nocturnal), pembesaran kelenjar getah bening, dan tes serologik untuk sifilis positif. B. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dibagi menjadi nonfarmakologi dan farmakologi.1. Non Farmakologia. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita bersifat kronik residif.b. Menghindari faktor-faktor yang mencetuskan kambuhnya penyakit penyakit seperti alcohol, merokok, dan stress fisik.c. Menganjurkan untuk mengurangi aktivitas menggaruk luka yang dialami.d. Menjelaskan agar teratur dan taat dalam mengkonsumsi obat, pemakaian salep, dan pemantauan terhadap efek samping obat.Setiap 2 minggu diperiksa kadar hemoglobin, jumlah leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit, dan urin lengkap. Setiap bulan atau 2 bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.500 metotreksat dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 gram. Kalau fungsi hepar abnormal, biopsi tersebut dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 gram.e. Farmakologia. metrotrexat 2,5 mg tablet, dosis 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mgMetotreksat merupakan golongan sitostatik yang menjadi salah satu pilihan pengobatan psoriasis. Metotreksat mempunyai efek imunosupresi sehingga bermanfaat untuk penyakit autoimun. Aktifitas imunosupresi obat tersebut menunjukkan hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin sel B karena adanya efek terhadap sintesis DNA secara selektif.b. Loratadin 10 mg tablet 2 kali sehariLoratadin adalah golongan antihistamin-1 (AH1) nonsedatif yang tidak atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menimbulkan kantuk. Antihistamin dapat meredakan rasa gatal sehingga mengurangi risiko terjadinya fenomena Koebner.c. Asam folat 1 mg tablet 1 kali sehari.Pemberian metotreksat merupakan faktor risiko defisiensi asam folat. Metotreksat dapat menghambat enzim dihidrofolat reduktase dapat menurunkan kadar asam folat. Defisiensi asam folat akan menyebabkan kegagalan sintesis DNA dan hambatan mitosis sel, termasuk sel darah dan menimbulkan anemia megaloblastik. Oleh karena itu, pemberian metotreksat disertai pemberian suplemen asam folat sebesar antara 1-5 mg dosis perhari secara oral untuk mencegah anemia megaloblastik.d. Curcuma 200 mg tablet 1 kali sehari.Efek samping pemberian metotreksat lainnya adalah hepatotoksik, sehingga diberikan curcuma 200 mg tablet 1 kali sehari sebagai hepatoprotektor.e. Kortikosteroid topikal misalnya desoximethason dikombinasikan dengan asam salisilat 3%.Kortikosteroid diberikan pada psoriasis karena memiliki efek antiinflamasi dan antiproliferatif. Efek antiinflamasi kortikosteroid merupakan akibat inhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat jalur asam arakidonat lain. Kortikosteroid dapat menghambat pelepasan fosfolipase A2, suatu enzim yang berperan melepaskan asam arakidonat dari membran sel sehingga menghambat jalur asam arakidonat. Efek antiproliferatif glukokortikoid topikal diperankan oleh adanya inhibisi sintesis DNA dan mitosis.Asam salisilat merupakan zat keratolitik yang mempunyai efek mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratolinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi 3% bersifat keratolitik dan dipakai untuk kondisi dermatosis yang hiperkeratotik.

C. PrognosisMeskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. Penyakit psoriasis merupakan kondisi seumur hidup dan obat-obat yang diberikan hanya mengontrol gejala yang timbul saja. Penyakit ini akan terus cenderung berulang. Psoriasis mungkin juga bisa menurunkan kualitas hidup seseorang. Timbulnya plak-plak psoriasis disekujur tubuh pasien akan mempengaruhi kosmetika penampilan.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, G. Karnen. 2006. Imunologi Kulit. Dalam :Imunologi Dasar. Jakarta: FK UI. Hal. 269

Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam :Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI. Hal 189-194

Dorland. 2000. Dalam : Kamus Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal 215.

Fritzpatrick TB et al. 2001. Psoriasis.Color Atlas and Synopsi of Clinical Dermatology. 5th edition.MacGraw-Hill. Hal 54-58

Kalb, E. Robert, Bruce Strober, Gerald Weinstein, Mark Lebwohl. 2009. Review Metotrexat and Psoriasis : 2009 National Psoriasis Foundation Consensus Conference. Journals of American Academy of Dermatology. Volume 60. Nomor 5. 824-837

Lowes, A. Michael, Anne M. Bowcock, James G. Krueger. 2007. Pathogenesis and Therapy of Psoriasis. Review Insight. Volume 445.pp : 866-872

Mefret, Jeffrey. 2012. Psoriasis. Review Article :Medscape. Available from URL :http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#a0104.Diakses tanggal 16 Maret 2014

Riveira-Munoz E, He SM, Escarams G, et al. 2011. Meta-Analysis Confirms the LCE3C_LCE3B Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several Ethnic Groups and Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest Dermatol. May;131(5):1105-9

Siregar, Robert. 2005. Psoriasis.Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Hal. 94-95