asas.docx
TRANSCRIPT
ASAS-ASAS MANAJEMENDr. Julia Wuysang, M.Si
PENDEKATAN DALAM ILMU MANAJEMENTugas Mandiri
olehJelena Octavia
2011320112
ADMINISTRASI BISNISFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KHATOLIK PARAHYANGANBANDUNG
2011
Kata Pengantar
Pertama saya berterima kasih kepada Tuhan YME karena telah membimbing saya
dalam menyusun makalah ini sehingga selesai tepat waktu.
Makalah ini bertajuk Pendekatan Dalam Ilmu Manajemen. Penulis membahas tentang
paradigma ilmu sosial menurut Ritzer, pendekatan-pendekatan dalam manajemen menurut
Ulber Silalahi dan membahas lebih spesifik tentang pendekatan klasik.
Paradgima Ilmu Sosial terbagi menjadi 3 bagian, paradigma fakta sosial, ilmu sosial,
dan perilaku sosial. pendekatan-pendekatan dalam manajemen menurut Ulber Silalahi terdiri
dari pendekatan pra klasik,pendekatan klasik, pendekatan perilaku, pendekatan hubungan
manusia, pendekatan kuantitatif, dan pendekatan kontemporer. Sedangkan pendekatan klasik
terbagi menjadi 3 aliran yaitu, manajemen ilmiah manajemen administrative serta manajemen
birokrasi.
Demikian makalah ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Saya tahu masih banyak
kekurangan dalam menulis makalah ini, karena itu saya meminta maaf karena kekurangan
tersebut. Terima kasih.
Bandung, September 2011
PenulisDAFTAR ISI
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
Bab1. Paradigma Ilmu Sosial menurut Ritzer
1.1 Paradigma Fakta Sosial
1.2. Paradigma Definisi Sosial
1.3. Paradigma Perilaku Sosial
Bab 2. Pendekatan Klasik Dalam Manajemen (menurut buku Silalahi)
2.1. Manajemen Ilmiah
2.2. Manajemen Administratif
2.3. Manajemen Birokratik
Bab 3. Pendekatan Perilaku Dalam Manajemen (menurut buku Silalahi)
3.1. Hubungan Manusia
3.2. Perilaku
Bab 4. Pendekatan Kuantitatif
Bab 5. Pendekatan Kontemporer
5.1. Teori Sistem
5.2. Pendekatan Kontingensi
Bab 6. Pendekatan Klasik
6.1. Aliran Manajemen Ilmiah (Scientific Management)
6.2. Manajemen Administratif
6.3. Manajemen Birokrasi
DAFTAR PUSTAKA
Bab1. Paradigma Ilmu Sosial menurut Ritzer1.1 Paradigma Fakta Sosial
Objek kajian dari paradigma fakta sosial adalah fakta sosial. Inti dari paradigma ini
adalah bahwa penjelasan dari satu fakta sosial adalah fakta sosial lain yang menjadi
penyebabnya. Menurut paradigma ini sifat dasar fakta-fakta sosial dan interaksinya
merupakan hal utama yang seharusnya dikaji oleh sosiologi. Secara terperinci, fakta sosial
mencakup berbagai hal, seperti kelompok, keluarga, pemerintahan, ekonomi, pendidikan,
ilmu pengetahuan, agama, nilai-nilai, norma-norma, sistem sosial, dan lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan individu hal-hal tersebut dikatakan sebagai hal-hal yang
eksternal terhadap individu. Selain itu, sifat dari hal-hal eksternal tersebut ‘memaksa’
individu untuk bersikap seturut dengan fakta-fakta sosial yang terdapat dalam habitat sosial
tempat ia hidup. Dalam habitat sosial yang didalamnya terdapat fakta-fakta sosial itulah
seseorang mendapat cara-cara bertingkah laku dan bersikap.
Kesimpulan: paradigma fakta sosial menuntut individu untuk bertingkah laku sesuai dengan
realitas sosial yang ada di lingkungannya.
1.2. Paradigma Definisi Sosial
Dalam paradigma definisi sosial, yang menjadi objek kajian adalah tindakan sosial.
Paradigma definisi sosial melihat bahwa dalam paradigma fakta sosial, tindakan manusia
ditentukan sepenuhnya oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan hal-hal lain di
luar diri manusia.
Paradigma definisi sosial menilai bahwa paradigma fakta sosial mengabaikan arti
penting dari peranan individu. Penolakan yang sama juga diberikan kepada paradigma
perilaku sosial. Paradigma perilaku sosial dianggap merendahkan derajat manusia karena
melihat tindakan manusia hanya sebagai respon terhadap stimulus. Bagi paradigma definisi
sosial, manusia merupakan aktor kreatif dari realitas sosialnya. Individu memiliki
kemampuan dalam menentukan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia untuk
mencapai tujuannya.
Kesimpulan: Fakta-fakta sosial bukan penentu dari tindakan sosial, melainkan hanya
merupakan kerangka dimana individu kreatif bertindak.
1.3. Paradigma Perilaku Sosial
Bagi paradigma perilaku sosial, objek yang seharusnya dikaji adalah perilaku
manusia. Fokus dari paradigma perilaku sosial adalah hubungan antara akibat dari tingkah
laku individu dengan tingkah laku individu tersebut.
Paradigma perilaku sosial berusaha untuk menerangkan tingkah laku individu melalui
akibat-akibat dari perilaku individu tersebut. Ramalan tentang apa yang akan dilakukan masa
sekarang – apakah akan mengulangi tingkah laku yang sama atau mengambil tingkah laku
yang berbeda dari masa lalu –didapat dengan melihat reward dan punishment dari satu
tindakan. Semakin tinggi reward yang diperoleh atas yang akan diperoleh, semakin besar satu
tingkah laku akan diulang. Prinsip ini berlaku terbalik jika digunakan pada
konsep punishment.
Kesimpulan: Tingkah laku individu di masa lalu akan mempengaruhi tingkah laku individu
di masa sekarang.
Bab 2. Pendekatan Klasik Dalam Manajemen (menurut buku Silalahi)
Di dalam bukunya, Silalahi mengungkapkan bahwa pendekatan klasik menekankan
atau memusatkan perhatian pada produksi (management concern for production) dengan
ansumsi manusia adalah rasional. Pendekatan ini juga menekankan peranan manajemen
dalam satu hirarki yang ketat dan memusatkan pada efisiensi dan konsistensi pelaksanaan
kerja.
Ada tiga cabang utama dalam pendekatan klasik dalam manajemen yaitu, pendekatan
manajemen ilmiah yang dikembangkan oleh Fredrick W. Taylor, pendekatan manajemen
administrative yang dikembangkan oleh Henry Fayol, dan Pendekatan Manajemen Birokrasi
yang dikembangkan oleh Max Weber.
2.1. Manajemen Ilmiah
Tokoh yang terkenal dalam manajemen ilmiah yaitu Fredrick W. Taylor. Beliau juga
disebut sebagai bapak manajemen ilmiah. Taylor menerbitkan buku pada tahun 1991 yang
berjudul Principles of Scientific Management sekaligus ditandainya awal penciptaan sebuah
teori yang serius di bidang manajemen.
Menurut Taylor, Scientific Management adalah pendekatan suatu pendekatan yang
menekankan studi ilmiah tentang metode-metode kerja secara teratur untuk meningkatkan
efisiensi pekerja. Gagasan manajemen ilmiah yang dikembangkan Taylor muncul antara lain
dari adanya tuntutan kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi usaha
industry yang pada waktu itu relatif rendah di Amerika Serikat.
Taylor mengatakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas kerja tidak semata-mata
menerapkan metode-metode dan teknik-teknik kerja tapi juga disertai dengan pemberian
penghargaan yang besar, latihan yang memadai dan bantuan manajerial.
Karakterisktik pendekatan ilmiah dari Taylor adalah
- Menggantikan cara asal-asalan atau kebiasan dengan ilmu yang tersusun (science, not rule ot
thumb is stressed)
- Membangun kerukunan dalam gerakan kelompok untuk mencapai tujuan bukan
ketidakteraturan (harmony, not discord is the goal)
- Mewujudkan kerjasama kelompok dan bukan individualism yang kacau (cooperation, not
indivualism is required)
- Bekerja untuk mencapai keluaran maksimum dan bukan keluaran terbatas (output maximum,
not restricted output is to be achieved)
- Mengembangkan pekeja sampai pada taraf efisiensi setinggi-tingginya untuk kesehjateraan
mereka dan organisasi di mana mereka bekerja (development of each worker to his greatest
efficiency and prosperity is considered desirable)
Prinsip manajemen ilmiah dapat berhasil dilaksanakan hanya jika terjadi revolusi
mental menyeluruh, baik di pihak manajemen maupun pekerja dan tanpa revolusi mental
menyeluruh dari manajemen dan buru, manajemen ilmiah tidak ada dan tidak dapat
dilaksanakan.
Metode Taylor menekankan system mekanistis dalam bekerja untuk meningkatkan
produktivitas disertai penerapan sistem intesif atau pengupahan berdasarkan keluaran untuk
menjamin agar pekerja yang berprestasi dibayar menurut produktivitas mereka atau diberi
upah lebih sebagai motivasi kepada pekerja untuk lebih produktif.
2.2. Manajemen Administratif
Manajemen administratif disebut juga sebagai manajemen proses yang berati sistem
manajemen tradisional yang memfokuskan pada manajer dan tindakannya daripada struktur
organisasi secara menyeluruh dan pegawai atau pekerja.
Henry Fayol merupakan pelopor dari pendekatan manajemen administratif dan
merupakan orang pertama yang mengelompokkan fungsi-fungsi manajer. Manajemen
administratif adalah satu pendekatan yang berpusat pada prinsip-prinsip yang dapat
digunakan oleh manajer untuk koordinasi kegiatan internal dari organisasi.
Unit pengamatan Fayol lebih mengutamakan pada para manajer sehingga teori Fayol
dinamakan juga Top Level Theory. Ada empat aspek pokok yang dibahas Fayol dalam
bukunya ‘Industrial and General Administration’ atau ‘Industrial and General
Management’ yaitu, aktivitas organisasi (organization activity), elemen atau fungsi
manajemen (management functions), prinsip-prinsip manajemen (the principles of
management), dan pengajaran manajemen (teaching of management).
2.3. Manajemen Birokratik
Max Weber, seorang sosiolog Jerman, merupakan tokoh pertama yang menjelaskan
problema-problema dan secara luas diakui ketika hasil karya tulisannya tentang birokrasi
tahun 1947. Istilah birokrasi dimaksudkan untuk mengindentifikasi organisasi besar yang
bekerja berdasarkan dasar-dasar rasional.
Manajemen birokratik (bureaucratic management) adalah suatu pendekatan
manajemen ideal untuk organisasi besar yang menekankan pada aturan-aturan, seperangkat
hirarki, pembagian kerja yang jelas dan tuntas, mengikuti prosedur-prosedur dan
menitikberatkan pada struktur keorganisasian secara menyeluruh.
Menurut Weber, karakteristik Birokrasi (dalam buku Silalahi ini) adalah:
- Pembagian kerja (division of labor)
- Struktur hirarki (hierarchical structure)
- Aturan formal dan prosedur (formal rules and procedure)
- Impersonalitas (impersonality)
- Karir didasarkan atas prestasi (career based on merit)
- Rasionalitas (rationality)
Bab 3. Pendekatan Perilaku Dalam Manajemen (menurut buku Silalahi)
Pendekatan perilaku disebut juga pendekatan humanistis yang berarti satu perspektif
yang menekankan pentingnya usaha untuk memahami berbagai faKtor yang mempengaruhi
perilaku manusia dalam berorganisasi. Pendekatan ini muncul karena dengan pendekatan
mekanistis tidak dapat mencapai efisiensi produksi yang maksimal dan keserasian kerja yang
sempurna.
Pendekatan humanistis dikelompokkan atas dua pendekatan yaitu pendekatan
hubungan manusia (human relations approach) yg dipelopori oleh Elton Mayo, F.J.
Roethlisberger, Hugo Munsterberg dan pendekatan perilaku (behavior approach) yang
dipelopori oleh Chester I. Barnard, Mary Parker Follet, Argyris McGregor, dan Abraham
Maslow.
3.1. Hubungan Manusia
Jika pendekatan klasik menekankan struktur, aturan, organisasi formal, dan
rasionalitas tujuan, maka pendekatan hubungan manusia diutamakan pada factor-faktor
sosial, organisasi informal, dan motivasi individual.
Dari hasil percobaan Elton Mayo, dapat ditarik kesimpulan bahwa perhatian khusus terhadap
aspek yang berhubungan dengan manusia, seperti tekanan dan penerimaan kelompok serta
rasa aman dalam kelompo menyebabkan orang lebih produktif. Atau kata lainnya, norma
sosial kelompok merupakan kunci penentu perilaku kerja seseorang.
Bila ditarik kesimpulan dari percobaan Mayo dan hasil kajian Roethlisberger dari
Harvard Business School, perhatian kepada manusia dan sikap-sikap terhadap pekerjaan
mungkin lebih penting artinya bagi efisiensi dan produktivitas daripada factor materi seperti
periode istirahat, penerangan dan bahkan uang.
Dalam hal ini pekerja yang mendapatkan perhatian khusus akan termotivasi untuk
meningkatkan kinerja mereka. Supervisi yang simpatik akan akan memperkuat motivasi
pekerja Fenomena ini yang dikenal sebagaiHawthorne effect, yaitu kecendrungan orang
untuk bekerja keras karena ada perhatian khusus yang diberikan kepada mereka.
3.2. Perilaku
Peneliti-peneliti perilaku disebut juga sebagai ilmuwan perilaku (behavioral scientis)
bukan ahli teori hubungan manusia (human relation theorist). Bila para teorisi hubungan
manusia mengenalkan manusia sosial didorong oleh kehendak untuk membentuk hubungan
dengan orang lain, maka beberapa ahli ilmu perilaku seperti Argyris, Maslow dan McGregor,
berpendapat bahwa konsep manusia yang mewujudkan diri (self actualizing man) lebih tepat
untuk menjelaskan motivasi manusia.
Para ahli perilaku (behaviorist) tertarik bukan saja pada hubungan interpersonal tetapi
lebih utama adalah terhadap perilaku individu. Mereka menganggap bahwa individu tidak
sekedar kelompok kerja, melainkan juga ia tetap sebagai individu yang bekerja dalam
organisasi dengan motivasi untuk memenuhi kebutuhan individualnya.
Bab 4. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif untuk manajemen memberikan asumsi bahwa teknik
matematik, statistic, dan bantuan informasi dapar digunakan untuk mendukung perbaikan
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah manajerial dan efektivitas organisasional.
Salah satu pendekatan kuantitatif ialahmanagement science.
Nama umum management science ialah operations research.Management science
tidak sama dengan scientific management dalam pendekatan klasik. Management science
lebih mengaplikasikan ilmiah dari teknik-teknik matematik dan metode statistic untuk
problema-problema manajemen.
Bab 5. Pendekatan Kontemporer
Pendekatan kontemporer melihat bahwa dimensi lingkungan juga menentukan
efektivitas pencapaian tujuan organisasional atau yang disebut sebagai perspektif integratif
dalam manajemen. Ada dua teori dari pendekatan kontemporer ini yaitu teori sistem dan teori
kontingensi.
5.1. Teori Sistem
Pendekatan sistem dilandaskan atas suatu anggapan bahwa organisasi dipandang
sebagai sistem. Satu sistem adalah satu set bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling
tergantung yang beroperasi sebagai satu keseluruhan dalam pengejaran tujuan umum. Sistem
ini terbagi menjadi 2, sistem terbuka dan sistem tertutup.
Sistem terbuka (open system) adalah sistem yang berhubungan atau melakukan interasi
dengan lingkungan, sedangkan sistem tertutup (close system) adalah sistem yang tidak
berhubungan atau berinteraksi dengan ligkungannya.
Pendekatan sistem dalam manajemen dipandang sebagai satu cara berpikir tetang
pekerjaan manajemen yang menggambakan suatu kerangka kerja untuk memvisualisasikan
elemen-elemn lingkungan internal dan eksternal sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi
dengan organisasi dan dalam pekerjaan manajer.
Pendekatan sistem dalam manajemen memberikan suatu pendekatan penyelesaian
masalah melalui diagnose di dalam suatu kerangka kerja dari sistem organisasional yang
terdiriatas empat komponen utama yaitu:
- Masukan (input): sumber-sumber seperti manusia, informasi, finansial, bahan, dan teknologi
yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa.
- Proses transformasi (transformation process): proses mengubah masukan menjadi keluaran.
- Keluaran (output): barang dan jasa atau hasil akhir lainnya yang dihasilkan organisasi.
- Umpan balik (feedback): setiap informasi tentang hasil dan status kinerja sistem untuk
lingkungan.
Dalam pendekatan sistem, kegiatan manajemen ditujukan untuk pengadaan sumber-
sumber (masukan), memanajemeni proses transformasi atau mengubah masukan menjadi
keluaran berupa barang dan atau jasa, menyebar keluaran kepada yang membutuhkan,
memanajemeni umpan balik dan bahkan memanajemeni lingkungan.
5.2. Pendekatan Kontingensi
Pendekatan kontingensi disebut juga sebagai pendekatan situasional (situational
approach) yang menekankan bahwa tindakan manajerial yang tepat tergantiing pada
parameter khusus dari situasi. Lingkungan organisasi sebagai variable kontingensi
menentukan efektifitas kegiatan manajerial dalam usaha mencapai tujuan organisasional.
Pendekatan kontingensi lebih dimengerti melalui analisis faktor-faktor determinan
utama yan menjadi kendala yang ada dalam organisasi-organisasi. Pendekatan ini mengakui
ada empat basis kendala yaitu lingkungan, teknologi, tugas, dan manusia.
Kendala lingkungan berhubungan dengan berbagai faktor sosial-politik dan ekonomi
yang mungkin mempengaruhi suatu organisasi. Kendala teknologi berupa tipe dan
fleksibilitas sarana-sarana organisasi untuk menghasilkan barang dan jasa. Kendala manusia
menunjuk pada kesesuaian perilaku orang dan motivasi yang bekerja dalam organisasi dan
tingkat kompetensi dari orang yang dipekerjakan oleh organisasi. Sedangkan kendala tugas
berhubungan dengan karakteristik pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja.
Bab 6. Pendekatan Klasik
Pembahasan dan pemahaman perkembangan teori-teori manajemen sangat
diperlukan guna memberikan landasan dalam pemahaman perkembangan teori manajemen
selanjutnya. Setiap pandangan dalam teori manajemen akan membantu manajer untuk
membuat keputusan-keputusan yang lebih efektif pada berbagai masalah yang berbeda dalam
organisasi yang terus mengalami perubahan. Salah satunya adalah dengan pendekatan klasik.
Pendekatan klasik (the classical approaches), yang dikenal sebagai aliran manajemen
ilmiah (scientific management) dan manajemen administratif (administrative management)
serta manajemen birokrasi (bureaucratic management) yaitu pendekatan pada studi
manajemen dengan prinsip-prinsip universal untuk berbagai situasi manajemen.
6.1. Aliran Manajemen Ilmiah (Scientific Management)
Teori manajemen ilmiah adalah salah satu dari tiga bagian dasar dari teori
pendekatan klasik. Manajemen ilmiah berbagi dengan teori administrasi dan teori birokrasi
yang menekankan pada sisi logika, perintah dan hirarki dalam organisasi.
Seperti halnya dalam teori administrasi, di dalam manajemen ilmiah terdapat
perbedaan pada praktek manajemennya. Bila teori administrasi menjelaskan cara-cara
organisasi yang harus dibangun, manajemen ilmiah lebih menjelaskan cara-cara spesifik dari
tugas organisasi yang harus dibangun untuk meningkatkan efisiensi pencapaian hasilnya.
Tokoh yang terkenal dan paling berpengaruh dalam teori pendekatan klasik ini
adalah Frederick Winslow Taylor, seorang insinyur mekanik asal Amerika Serikat. Beliau
terkenal atas usahanya meningkatkan efesiensi industri. Ia dikenal sebagai ‘bapak manajemen
ilmiah’. Dalam bukunya yang berjudulPrinciples of Scientific Management pada tahun 1911,
Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah “penggunaan metode ilmiah untuk
menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.” Beberapa penulis
seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori
manajemen modern.
Taylor menyatakan bahwa pengamatan ilmiah, analisis dan intervensi harus
digunakan untuk meningkatkan cara-cara di mana tugas harus diselesaikan dalam organisasi
industri. Taylor menaruh perhatian pada operasi yang tidak sistematis dari organisasi dalam
dua dekade pertama abad dua puluh
Taylor memperkenalkan beberapa prinsip dasar dan konsep manajemen yang penting
dalam Manajemen Ilmiah yang telah melalui banyak pengujian. Di antaranya:
1. Ilmu harus menekankan pada rule of thumb dalam memandu rancangan tugas dan aktivitas
organisasi. Efektivitas operasi organisasi harus diukur secara objektif dan ilmiah.
2. Harmonisasi harus ditingkatkan dalam organisasi dengan menciptakan kaidah, aturan dan
peran formal anggota organisasi secara ilmiah dengan basis dan penunjukkan yang jelas.
3. Perusahaan harus menekankan pada individualisme. Manajemen harus bekerja sama dengan
pekerja untuk memastikan bahwa tugas diselesaikan dengan sangat efisien, dan berbasis pada
cara ilmiah.
4. Pencapaian hasil maksimum, termasuk output terbatas, harus menjadi tujuan utama
organisasi.
5. Semua pekeja harus meningkatkan kemampuan produksi maksimum dan potensi kerjanya
sehingga dengan demikian mereka bisa mencapai efisiensi dan kesesuaian yang lebih baik.
Hal ini dapat dicapai dengan pemilihan dan pelatihan pekerja secara ilmiah untuk tugas-tugas
khusus. Hanya pekerja kelas satu yang harus diberikan pekerjaan dalam organisasi.
6. Perlunya divisi kerja di antara manajer dan para pekerjanya. Manajer harus bertanggung
jawab atas penyelesaian tugas dimana mereka memiliki dukungan yang lebih baik untuk
menangani tugas ketimbang yang dimiliki bawahannya. Perencanaan dan tugas administrasi
harus dilakukan oleh manajer yang terlatih dan ahli dalam
tugas, sedangkan pekerja harus diarahkan untuk menyelesaikan tugas yang dirancang oleh
manajer.
7. Perhatian harus diberikan untuk menghilangkan semua bentukshouldering dalam aktivitas
organisasi. Anggota organisasi bekerja serius dan memberikan kemampuan yang terbaik.
8. Pekerja harus diberi gaji atas pekerjaan yang dilakukannya melalui penggunaan piece rate.
Berdasarkan tingkat yang ditetapkan dalam studi waktu dan gerak, standar minimum
produksi harus ditentukan, dan pekerja harus dihargai menurut kemampuan standar
minimum. ‘Bonus’ kepada pekerja dapat pula diberikan jika standar produksi minimum
terlampaui.
Konsep manajemen ilmiah Taylor menekankan pentingnya struktur dan desain dalam
penyelesaian tugas organisasi. Penelitiannya memberi andil bagi pengembangan teknik
manajemen dalam standarisasi kerja, perencanaan tugas, studi waktu dan gerak, piece rate,
dan penghematan biaya dan terbentuknya bidang studi seperti pengawasan, teknik industri,
manajemen industri, dan manajemen personal.
6.2. Manajemen Administratif
Manajemen administratif lahir dan berkembang seiring dengan terjadinya revolusi
industri yang menyebabkan pertumbuhan industri secara cepat sebagai akibat dari
digantikannya tenaga manusia dengan mesin. Keanekaragaman industri ini menyebabkan
organisasi perusahaan kesulitan dalam mengelola perusahaan terutama yang berkaitan dengan
ketersediaan tenaga kerja
baik yang professional maupun tenaga kerja terampil, hal ini disebabkan oleh ketidakhadiran
maupun turn over karyawan yang tinggi.
Manajemen administratif adalah pembelajaran tentang bagaimana menciptakan
sebuah struktur organisasi dan sistem kendali yang berujung pada efisiensi dan efektifitas
yang tinggi. Sedangkan, pengertian struktur organisasi sendiri adalah sistem dari hubungan
antara tugas dan otoritas yang mengendalikan bagaimana para karyawan menggunakan
sumberdaya-sumberdaya untuk mencapai tujuan organisasi.
Henri Fayol, ilmuwan manajemen Perancis yang disebut juga Bapak teori manajemen
operasional mengemukakan teori administrasi dapat diterapkan pada semua bentuk organisasi
kerjasama manusia menekankan rasionalisme dan konsistensi logis. Administrasi merupakan,
suatu proses yang menyeluruh dan terdiri dari berbagai kegiatan yang berhubungan dan
bersambungan.
Manusia merupakan pertimbangan penting dalam manajemen daripada alat-alat teknik
moderen, bahasa dan sasaran ditetapkan dan dicapai melalui manusia, dengan demikian
konsep penting dalam manajemen adalah manusia, lingkungan kerja, dan hubungan diantara
mereka.
Henry Fayol merumuskan 14 prinsip administrasi yang dalam adaptasi
luas bisa diterapkan sebagai prinsip manajemen atau organisasi, yaitu:
1. Spesialisasi/pembagian kerja
Dengan adanya spesialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan
efisiensi.
2. Wewenang
Wewenang adalah hak dari para manajer untuk memberi perintah dan juga berhak menuntut
kepatuhan dari yang diperintah. Wewenang disatu pihak menimbulkan tanggung jawab
kepada pihak lain, yaitu tanggung jawab untuk melaksanakan perintah.
Ada dua macam wewenang yaitu: wewenang formal dan wewenang pribadi. Wewenang
formal adalah wewenang yang didapat dari atasannya untuk memberi perintah kepada orang
lain. Wewenang pribadi adalah wewenang yang didapat oleh seseorang karena
pengetahuannya, pengalamannya, dan sebagainya.
3. Disiplin
Prinsip ini menekankan bahwa anggota organisasi harus menghormati aturan dan kesepakatan
yang mengatur organisasi itu.
4. Kesatuan Komando
Setiap orang dalam organisasi hanya menerima perintah dari satu atasan saja.
5. Kesatuan arah
Hanya ada satu orang pimpinan dengan satu rencana untuk semua kegiatan kelompok
organisasi dalam mencapai tujuannya.
6. Kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
Semua anggota organisasi harus selalu mendahulukan kepentingan organisasi daripada
kepentingan pribadinya. Hal ini harus dilakukan karena tanpa adanya komitmen seperti itu,
suatu organisasi tidak dapat maju dan berkembang.
7. Pemberian upah
Pemberian upah ini harus sesuai dengan usaha yang telah dikeluarkan dan sedapat mungkin
memuaskan kedua belah pihak.
8. Sentralisasi
Adanya pemusatan kekuasaan, yaitu pada top manager. Prinsip ini hanya berlaku di
perusahaan kecil. Pada perusahaan besar biasanya diterapkan desentralisasi.
9. Rantai skala
Menunjukkan garis wewenag dalam organisasi yang menunjukkan kedudukan dari pimpinan
puncak sampai ketingkat bawah. Garis wewenang ini harus merupakan rantai komunikasi
yang berjalan lancar dari atas sampai ke bawah dan sebaliknya.
10. Ketertiban
Maksud dari prinsip ini adalah manusia dan bahan-bahan harus berada ditempat dan pada
waktu yang tepat.
11. Keadilan
Maksud prinsip ini adalah para manajer harus bersikap adil terhadap semua bawahannya
dalam setiap hal.
12. Kestabilan organisasi
Organisasi harus menjaga supaya turn over yang terjadi tidak terlalu tinggi, karena tidak baik
untuk kelancaran kegiatan perusahaan.
13. Inisiatif
Setiap anggota dalam organisasi berhak diberi kesempatan membuat rencana dan
melaksanakannya.
14. Semangat kesatuan
Harus diciptakan rasa bangga terhadap organisasinya, karena dapat meningkatkan persatuan.
6.3. Manajemen Birokrasi
Max Weber menyadari bahwa bentuk ‘birokrasi yang ideal’ itu tidak ada dalam
realita. Weber menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya
sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam
kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi
besar sekarang ini.
Max Weber menulis pada permulaan abad 19 dan telah mengembangkan
sebuah model struktural yang ia katakan sebagai alat yang paling efisien bagi
organisasi-organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ia menyebut struktur
ideal ini sebagai birokrasi. Struktur tersebut ditandai dengan adanya pembagian
kerja, sebuah hirarki wewenang yang jelas, prosedur seleksi yang formal,
peraturan yang rinci, serta hubungan yang tidak didasarkan hubungan pribadi
(impersonal). Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak
organisasi besar sekarang ini.
Weber mengemukakan pokok-pokok pikirannya tentang birokrasi dalam
organisasi modern, sebagai suatu tipe khusus sebuah struktur sebagi berikut:
1. Pemerintahan yang bersih atau memiliki aturan kegiatannya atau aktivitasnya
dilakukan secara khusus atau spesialisasi staf administrasi (tidak sama seperti
bentuk tradisional dimana penyerahan tugas-tugas dilakukan oleh pemimpin dan
dapat dirubah kapan saja)
2. Organisasi mengikuti prinsip hirarki, sub-koordinat taat terhadap tata tertib atau
kekuasaan, tetapi memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat (berbeda dengan
otoritas dalam struktur tradisional).
3. Maksud (intensial), keputusan yang mengatur aturan yang abstrak, tindakan,
dan keputusan selalu stabil, mendalam, dan dapat dipahami. Ketetapannya
terarsipkan secara permanen (di dalam bentuk tradisional hukum bersifat kurang
tegas atau tidak direkam secara tertulis).
4. Pengertian produksi atau administrasi adalah sebagai akktifitas perkantoran.
Kepemilikan pribadi terpisah dari kepemilikan kantor (dinas).
5. Pegawai diseleksi berdasarkan tehnik kualifikasi bukan dipilih begitu saja tanpa
spesialisasi yang jelas. Mereka diberi kompensasi berupa imbalan dan penalti
sesuai aturan.
6. Jabatan pada organisasi merupakan suatu karier yang permanen. Pegawai
merupakan pekerja full-time dan berpandangan ke depan kepada suatu
kehidupan karier yang panjang.
Sesudah beberapa periode mereka mendapatkan kenaikan atau promosi jabatan
dan dilindungi dari pemecatan yang sewenang-wenang.
Gambaran tersebut merupakan tipe ideal dari birokrasi sebagai suatu
model yang disederhanakan yang di fokuskan pada sisi yang paling penting.
Thompson (1967) mendukung pendapat Weber dengan berpendapat bahwa
tujuan hakiki dari administrasi adalah mengurangi ketidak pastian, tetapi tidak
pula mengurangi fleksibilitas organisasi. Weber menyadari bahwa bentuk
“birokrasi yang ideal” itu tidak ada dalam realita.
Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud
menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan
dapat dilakukan dalam kelompok besar.
Adapun Kelemahan-kelemahan dalam birokrasi yaitu:
a. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional.
b. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hierarki.
c. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi.
d. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa
birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K.
Merton lebih merupakan bureaucratic dysfunction dengan ciri utamanya trained incapacity.
Usaha untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi
sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh
pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas
administrasi diorientasikan pada kepentingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol
internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan
dapat diterapkan mekanisme kontrol internal.
Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak
mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan,
emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.
Menurut pendapat Robert Presthus birokrasi tetap diperlukan. Karena ternyata
birokrasi merupakan satu bentuk organisasi yang amat adaptif terhadap program-program
yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ulber, Silalahi,2002, Pemahaman Praktis Asas-Asas Manejemen, Mandar Maju.
http://blog.unand.ac.id/sumberilmu/2010/11/27/teori-manajemen-dan-organisasi/ 9/16/2011
, 21.17 PM
http://onlyhadi.wordpress.com/2010/03/05/konsep-administrative-dan-behavior-management/
http://www.ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=151:teori -
manajemen-administratif-&catid=58:pengantar-manajemen&Itemid=54 9/16/2011, 21.00
PM
http://enikkirei.multiply.com/journal/item/115/TEORI_BIROKRASI_MAX_WEBER
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/Manajemen%20Ilmiah%20_%20Nur%20Alam
%20MN.htm 9/13/2011, 13.15 PM
http://omusu.blogspot.com/2008/11/manajemen-ilmiah-dari-frederick-taylor.html
http://kerajaan-semut.blogspot.com/2010/03/teori-birokrasi.html
sumber