artikulasi cubiti

6
ARTIKULASI CUBITI 1. Penatalaksanaan Pra-Bedah Masalah utama asuhan pra bedah adalah penanganan defisit pengetahuan pasien. Mereka perlu memahami risiko dan manfaat pembedahan yang bertujian menyeimbangkan keduanya sert a membuat keputusan setelah diberikan informasi tentang apakan akan dilakukan pembedahan atau tidak. Oleh sebab itu, perawat ortopedik harus memahami masalah bila merawat pasien secara rutin. 2. Asuhan Pasca-Bedah Pembatasan terapeutik dan peningkatan mobilitas fisik. Segera setelah pembedahan, sendi baru dipertahankan dalam fleksi 90°, dengan backslab atau balutan crepe yang kaku dan bantalan (Wallace, 1998b). Saat dilepas dalam 48 jam, bidai poliuretan dipasang, untuk menjaga fleksi 90° pada siku dengan lengan bawah dalam pronasi sempurna (Moro & King, 2000). Bidai ini digunakan selama 6 minggu, kecuali saat latihan. Fleksi siku terbantu aktif dan ekstensi gravitasi pasif dilakukan untuk melindungi perbaikan trisep. Ekstensi siku yang melampaui 30° harus dihindari guna mencegah subluksasi atau dislokasi (Moro & King, 2000). Ahli fisioterapi dapat menggunakan mesin continous passive movement (CPM) siku. Ekstensi dianjurkan pada minggu ke 6, dengan menggunakan bidai ekstensi untuk malam hari selama 6 minggu berikutnya (Moro & King, 2000). Risiko disfungsi neurovaskular perifer. Observasi neurovaskuler yang teratur pada tangan sangat diperukan, terutama untuk mendeteksi neuropraksia saraf ulnar. Bila lesi sel saraf ulnar parsial belum pulih dalam 10 hari, lesi dapat diperiksa dan dekompresi dilakukan (Wallace, 1998b). Kerusakan integritas kulit. Kulit disekitar siku sangat tipis, dengan sedikit lemak subkutan sehingga luka mudah mengalami komplikasi. Penggunaan CPM dan kerapuhan kulit pada sebagian besar pasien reumatoid semakin meningkatkan risiko kerusakan kulit, serta insisi kulit multipel dapat menyebabkan vaskularisasi yang buruk pada lipatan kulit.

Upload: novita-sari

Post on 28-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARTIKULASI CUBITI

ARTIKULASI CUBITI

1. Penatalaksanaan Pra-BedahMasalah utama asuhan pra bedah adalah penanganan defisit pengetahuan pasien.

Mereka perlu memahami risiko dan manfaat pembedahan yang bertujian menyeimbangkan keduanya sert a membuat keputusan setelah diberikan informasi tentang apakan akan dilakukan pembedahan atau tidak. Oleh sebab itu, perawat ortopedik harus memahami masalah bila merawat pasien secara rutin.

2. Asuhan Pasca-BedahPembatasan terapeutik dan peningkatan mobilitas fisik. Segera setelah pembedahan,

sendi baru dipertahankan dalam fleksi 90°, dengan backslab atau balutan crepe yang kaku dan bantalan (Wallace, 1998b). Saat dilepas dalam 48 jam, bidai poliuretan dipasang, untuk menjaga fleksi 90° pada siku dengan lengan bawah dalam pronasi sempurna (Moro & King, 2000). Bidai ini digunakan selama 6 minggu, kecuali saat latihan. Fleksi siku terbantu aktif dan ekstensi gravitasi pasif dilakukan untuk melindungi perbaikan trisep. Ekstensi siku yang melampaui 30° harus dihindari guna mencegah subluksasi atau dislokasi (Moro & King, 2000). Ahli fisioterapi dapat menggunakan mesin continous passive movement (CPM) siku. Ekstensi dianjurkan pada minggu ke 6, dengan menggunakan bidai ekstensi untuk malam hari selama 6 minggu berikutnya (Moro & King, 2000).

Risiko disfungsi neurovaskular perifer. Observasi neurovaskuler yang teratur pada tangan sangat diperukan, terutama untuk mendeteksi neuropraksia saraf ulnar. Bila lesi sel saraf ulnar parsial belum pulih dalam 10 hari, lesi dapat diperiksa dan dekompresi dilakukan (Wallace, 1998b).

Kerusakan integritas kulit. Kulit disekitar siku sangat tipis, dengan sedikit lemak subkutan sehingga luka mudah mengalami komplikasi. Penggunaan CPM dan kerapuhan kulit pada sebagian besar pasien reumatoid semakin meningkatkan risiko kerusakan kulit, serta insisi kulit multipel dapat menyebabkan vaskularisasi yang buruk pada lipatan kulit. Risiko hematoma berkurang dengan penggunaan drainase vakum dan balutan pasca bedah yang kuat. Observasi yang cermat diperlukan untuk deteksi dini kerusakan luka atau infeksi.

Ketidakefektifan performa peran. Pasien dapat memulai aktivitas normal minimal setelah 4 minggu pasca bedah, pekerjaan rumah tangga yang ringan dapat dilakukan pada minggu ke 4 hingga 6 minggu, berkebun ringan pada minggu ke 6 dan mengemudi pada minggu ke 8. Aktivitas yang berat, seperti mengangkat barang belanja yang berat harus dihindari setelah artroplasti siku (Damrel, 1998b).

FRAKTUR PELVISPenatalaksanaan Keperawatan

Pasien yang dirawat karena fraktur asetabulum dan pelvis memerlukan asuhan keperawatan yang cermat untuk mencegah dan mengantisipasi komplikasi pasca-trauma. Tantangan keperawatan bertambah jika fraktur stabil menjadi takstabil dalam 24-48 jam setelah cidera akibat otot berelaksasi atau cidera yang tersembunyi menjadi lebih jelas.

Page 2: ARTIKULASI CUBITI

Pengkajian ulang secara teratur, pemantauan tanda vital dan tindakan yang tepat dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.

Sebaiknya, pasien yang mengalami trauma sekeletal dan organ multipel dimasukkan ke unit asuhan kritis, namun kebutuhan ini tidak selalu diidentifikasi atau dapat dipenuhi. Oleh sebab itu, perawat ortopedik memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan asuhan pasien yang kompleks. Model keperawatan ortopedik Balcombe digunakan dalam tabel di bawah sebagai kerangkan kerja untuk menjelaskan masalah asuhan keperawatan. Perawat ortopedik perlu mengkaitkan diagnosis keperawatan potnsial dan implikasi asuhan ini dengan kebutuhan pasien. Implikasi trauma mayor dan kemungkinan terjadinya masalah pasien yang kompleks mengindikasikan bahwa daftar tersebut tidak lengkap, namun lebih berguna sebagai titik awal dalam perencanaan asuhan paisen.

Syok hipovolemik, trauma jringan lunak, dan komplikasi potensial trauma pelvis akan dibahas dengan lengkap di bagian ini untuk menjelaskan beberapa tindakan keperawatan yang diperlukan serta menekankan masalah utama yang harus diwaspadai oleh perawat. Penatalaksanaan nyeri yang baik penting untuk seluruh tahap asuhan pasien.

Diagnosis Keperawatan dan Implikasi Asuhan Keperawatan pada Fraktur Pelvis

Diagnosis Keperawatan Implikasi KeperawatanPernafasan 1. Syok hipovolemik,

penurunan saturasi oksigen, atau penurunan perfusi jaringan sekunder akibat perdarahan.

2. Keterbatasan inspirasi dan/atau hiperventilasi akibat cidera abdomen atau dada

1. Pemantauan fungsi kardiovaskular dan pernafasan dengan tepat

2. Observasi untuk dan tangani kehilangan darah yang terus-menerus

Nyeri 1. Ketidaknyamanan dan nyeri akibat fraktur pelvis, spasme otot, trauma jaringan lunak

2. Pembengkakan dan memar yang menyebabkan ketidaknyamanan

3. Nyeri akibat konstipasi yang disebabkan oleh ileus paralitik atau tirah baring

1. Pengkajian dan penatalaksanaan nyeri yang sesuaai terkait penyebab dan keparahan

2. Reposisi dan bantuan yang meredakan nyeri

3. Saat nyeri berkurang dan fraktur telah stabil, mobilisasi penopang berat parsial untuk memberikan tekanan pada lokasi fraktur sehingga membantu penyembuhan tulang

4. Hindari risiko fraktur lanjutan dengan menggunakan penopang berat progresif, ringan dan bertahap

Page 3: ARTIKULASI CUBITI

Higiene 1. Ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri akibat nyeri, cidera, tirah baring, posisi traksi

2. Perubahan status perkemihan yang mengindikasikan trauma kandung kemih atau uretra

3. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan diri dan pentingnya kemandirian saat pulang

4. Risiko infeksi pada area pemasangan pin

5. Edukasi yang diperlukan terkait perawatan area pemasangan pin

1. Bantuan diperlukan untuk mempertahankan higiene personal karena pembatasan yang diharuskan

2. Pemberian bantuan dan pilihan saat menolong pasien memenuhi kebutuhan eliminasi

3. Tindakan preventif untuk melindungi pasien dari infeksi terkait pelayanan kesehatan

4. Bantu pasien dalam penerimaan dan penatalaksanaan traksi, area pemasangan pin, dan kerangka fiksasi eksternal

5. Dukungan dan edukasi pada pasien yang bertujuan untuk perawatan diri dan memaksimalkan kemandirian st pulang

Diet 1. Kekurangan nutrisi dan cairan akibat trauma, perdarahan, dan fraktur

2. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan diet dan cairan untuk diri sendiri

3. Mual dan muntah akibat ileus paralitik, hematoma abdomen atau retroperitoneal

1. Penggantian cairan untuk mengatasi syok hipovolemik, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit

2. Pengkajian dan pemantauan nutrisi

3. Penyediaan cairan dan nutrisi yang cukup

4. Penyediaan suplemen nutrisi sesuai kebutuhan

5. Pantau, cegah, dan atasi mual serta muntah

6. Pastikan biising usus sudah ada sebelum memberikan cairan dan diet per oral

7. Masalah pengaturan posisi saat makan dan minum memerlukan bantuan dan dukungan

Pergerakan 1. Defisit neurovaskular perifer akibat fraktur, posisi ekstermitas, pemasangan traksi atau fiksator eksternal

1. Pengkajian dan pemantauan yang kontinyu untuk trauma jaringan lunak, perubahan status vaskular atau

Page 4: ARTIKULASI CUBITI

2. Perubahan fungsi sensorik dan motorik yang disebabkan oleh kompresi saraf skiatik atau sakrum

neurologis2. Pemberian program

antibiotik yang benar, mencakup perlindungan terhadap tetanus

3. Motivasi dan bantu pasien saat belajar mobilisasi

4. Pastikan pasien aman untuk dipindahkan guna mendapatkan keseimbangan yang baik serta memperbaiki posisi tungkai