artikel11f86d91b3147f500bcca60b1b020a65

Upload: teng-ung-sing

Post on 05-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hth6

TRANSCRIPT

  • PENERAPAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK

    MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KALOR SISWA DI

    SMAN9 MALANG

    Zaidatul Inaiyah(1)

    , Dwi Haryoto dan Sutopo

    Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang

    Jalan Semarang 5, Malang 65145.Telp.(0341) 551-312 (1)

    email: [email protected]

    ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran learning

    cycle 5E pada materi kalor. Efektivitas pembelajaran dilihat dari aspek penguasaan siswa

    terhadap materi kalor. Respon siswa terhadap pembelajaran juga digunakan sebagai salah

    satu indikator. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment one

    group pretest posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Subjek penelitian adalah

    siswa kelas X IPA 5 SMAN 9 Malang yang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 15 siswa

    perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan pretest dan posttest,

    observasi, lembar kerja siswa, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    pembelajaran learning cycle 5E dapat meningkatkan skor penguasaan konsep siswa tentang

    kalor dengan efek size lebih besar dari standart yaitu 2,89 dan dengan N-gain dalam

    kategori medium tinggi, yaitu 0.61. Berdasarkan respon siswa, siswa menjadi lebih mudah

    memahami materi kalor. Kegiatan praktikum juga lebih bisa menarik minat siswa dalam

    mempelajari kalor

    Kata Kunci: Learning Cycle 5E, Efektivitas, Kalor, Penguasaan Konsep

    Dalam Permendiknas No 22 tahun 2006, salah satu tujuan mata pelajaran fisika adalah

    peserta didik mampu menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan

    mengembangkan pengetahuannya sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang

    yang lebih tinggi. Pendidikan IPA, termasuk Fisika, diarahkan untuk mencari tahu dan

    berbuat sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih

    mendalam tentang alam sekitar. Sesuai dengan sifatnya, maka orientasi pendidikan IPA lebih

    ke arah perluasan pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan

    berpikir dan pengembangan keterampilan sains (Depdiknas,2006). Pernyataan tersebut sesuai

    dengan Permendiknas No 63 (2013) yang menyatakan bahwa salah satu aspek yang

    dikembangkan dalam kurikulum 2013 adalah aspek pendalaman materi. Hal ini menunjukkan

    bahwa siswa dituntut untuk menguasai konsep fisika. Berdasarkan paparan tersebut,

    pembelajaran fisika di sekolah perlu dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

    Salah satu strategi pembelajaran yang diperkirakan dapat mengoptimalkan dan meningkatkan

    penguasaan konsep adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Model learning cycle

    adalah salah satu model pembelajaran yang juga menggunakan pendekatan konstruktivis

    sebagaimana pendidikan di dunia (Ergin, 2012).

  • Learning cycle adalah model pembelajaran berbasis konstruktivistik, peserta didik

    mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dari dunia sekitar (Iskandar, 2010). Learning Cycle

    pertama kali dikembangkan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) tahun 1967

    dengan menggunakan tiga fase yaitu fase eksploration, fase invention, dan fase discovey.

    Kemudian dalam perkembangannya istilah fase pada siklus belajar ini mengalami perubahan,

    yaitu eksplorasi (eksploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan fase

    aplikasi konsep (concept application). Pada tahun 1980, Rodger W.Bybee mengembangkan

    model pembelajaran learning cycle menjadi 5 fase yaitu: engagement, exploration,

    explanation, elaboration dan evaluation. Setiap fase E secara urut memberikan pengalaman

    belajar kepada siswa dalam menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru

    (Kurnaz, 2008). Kelima fase ini kemudian dikenal dengan learning cycle 5E. Dalam

    perkembangannya, model learning cycle 5E mengalami perubahan menjadi learning cycle

    7E. Penambahan siklus pada learning cycle 7E yaitu elicite dan extend. Dalam learning cycle

    7E, engagement dikembangkan ke dalam eliciting dan engaging. Elaboration dan evaluation

    dikembangkan menjadi elaborating, evaluating dan extending sehingga learning cycle 7E

    memiliki tahapan elicit, engage, explore, explain, elaborate, evaluate dan extend (Eisenkraft,

    2003).

    Kurnas (2008) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa siswa dan guru menemukan

    kesulitan dalam merancang dan menerapkan elaborasi. Langkah ini merupakan langkah

    keempat dalam learning cycle 5E. Learning cycle 7E merupakan pengembangan dari learning

    cycle 5E, oleh sebab itu elaborasi menjadi sulit pada langkah kelima sampai ketujuh yaitu

    elaborating, evaluating, dan extending. Dari pendapat Nas, pemilihan 5E dapat

    meminimalisir kesulitan dalam pembelajaran. Kurnaz (2008) juga mengemukakan bahwa

    learning cycle 5E merupakan versi populer dari learning cycle. Berdasarkan paparan tersebut,

    peneliti menggunakan learning cycle 5E dalam membelajarkan materi kalor.

    Kelebihan model learning cycle 5E antara lain dapat merangsang siswa untuk

    membuat pengalaman belajar masa lalu dan sekarang, mengekspos konsepsi siswa,

    memberikan suatu kegiatan agar siswa dapat mengidentifikasi konsep yang dimilikinya

    sehingga dapat memfasilitasi dalam perubahan konsep, memberikan kesempatan bagi guru

    untuk memperkenalkan suatu konsep dan keterampilan melalui pengalaman baru sehingga

    untuk menilai pemahaman dan kemampuan mereka. Learning cycle 5E juga dapat

    memberikan kesempatan bagi guru untuk mengevaluasi kemajuan siswa dalam mencapai

    tujuan pendidikan (Bybee, 2006). Dalam pembelajaran fisika penerapan learning cycle 5E

  • dapat menyebabkan: 1) prestasi kemampuan fisika lebih baik; 2) penguasaan konsep lebih

    baik; 3) peningkatan sikap positif terhadap pelajaran fisika; 4) peningkatan sikap positif

    terhadap proses pembelajaran fisika; 5) peningkatan kemampuan penalaran dan 6)

    keterampilan proses yang lebih unggul (Ergin, 2012).

    Berdasarkan wawancara terbatas dengan siswa kelas X IPA 5 SMAN 9 Malang,

    sebagian besar siswa menyatakan pernah mendapatkan materi kalor di jenjang pendidikan

    Sekolah Menengah Pertama (SMP). Beberapa siswa yang menjawab pernah mendapatkan

    materi kalor juga menyatakan belum memahami materi yang diajarkan. Materi yang kurang

    dipahami oleh kebanyakan siswa pada materi kalor adalah konsep kalor, kapasitas kalor dan

    membaca grafik pengaruh kalor yeng diberikan terhadap suhu selama proses perubahan

    wujud. Siswa juga masih ada yang beranggapan bahwa pada saat terjadi proses perubahan

    wujud, suhu juga ikut meningkat karena diberi kalor. Siswa juga masih beranggapan bahwa

    benda yang bersuhu lebih tinggi mengandung kalor lebih banyak. Berdasarkan hasil

    observasi, siswa juga masih menganggap bahwa kapasitas kalor sama dengan daya tampung

    sehingga kalor bisa disimpan. Berdasarkan paparan tersebut maka dapat diketahui bahwa

    tingkat penguasaan konsep fisika pada materi kalor siswa kelas X IPA 5 masih perlu

    ditingkatkan kembali.

    Materi kalor dapat diajarkan melalui model pembelajaran learning cycle 5E. Topik

    yang bisa diajarkan yaitu pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, pengaruh kalor terhadap

    perubahan wujud dan konduktivitas termal suatu bahan. Ketiga materi tersebut dapat

    dilakukan dengan praktikum sehingga dapat mendukung pembelajaran. Adanya alat yang

    cukup memadai di SMAN 9 Malang juga mendukung dilaksanakannya pembelajaran kalor

    dengan menggunakan model learning cycle 5E.

    METODE

    Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment one group pretest

    posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-5

    SMAN 9 Malang yang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Pengambilan

    data dilakukan dengan menggunakan pretest dan posttest, observasi, lembar kerja siswa, dan

    angket. Sebelum diberikan perlakuan siswa diberi pretest untuk mengetahui kemampuan

    awal siswa. Pada penelitian ini peneliti memberikan perlakuan kepada subjek peneliti berupa

    pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model learning cycle 5E. Setelah

  • perlakuan diberikan, kemudian diadakan posttest. Soal pretest dan posttest terdiri dari 19 soal

    pilihan ganda.

    Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran,

    penguasaan konsep tentang kalor dan respon siswa terhadap pembelajaran. Jenis data

    meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari

    hasil pretest dan posttest. Sedangkan data kualitatif berupa penjelasan dalam kalimat-kalimat

    yang diperoleh dari catatan observer dan peneliti selama proses pembelajaran. Selain itu data

    kualitatif juga didukung oleh angket respon siswa.

    Rincian pelaksanaan pembelajaran dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan

    kalimat-kalimat yang diuraikan secara lengkap. Kejadian-kejadian selama proses

    pembelajaran berlangsung juga dijelaskan secara deskriptif dan runtut. Data ini bersumber

    dari catatan pembelajaran learning cycle 5E yang sudah dilakukan dan catatan pada lembar

    observasi yang dilakukan oleh observer serta didukung oleh dokumentasi foto.

    Analisis data penguasaan konsep didapat dari hasil pretest dan posttest. Skor pretest

    dan posttest diuji dengan statistik deskriptif frekuensi. Statistik deskristif ini meliputi mean,

    median, standart devisasi, sknewness dan persentiles. Nilai Skewness digunakan untuk

    menentukan uji beda yanga akan digunakan pada tahap selanjutnya. Uji t-test digunakan

    untuk menentukan perbedaan antara pretest dan posttest. Penelitian ini menggunakan uji

    paired sample t-test. Besarnya peningkatan skor dari pretest ke posttest dianalisis dengan

    menggunakan Cohens d-effect size (Morgan, 2004). Selain menggunakan Cohens d-effect

    size, besarnya peningkatan skor dari pretest dan posttest juga diukur dengan menggunakan

    rata-rata gain ternormalisasi.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penguasaan Konsep pada Materi Kalor

    Berdasarkan hasil analisis, didapatkan hasil nilai rata-rata pretest siswa sebesar 40,75

    (SD =11,55) nilai rata-rata posttest siswa sebesar 75,93 (SD=12,77). Skor posttest ini secara

    signifikan lebih tinggi daripada skor pretest. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi

    kurang dari 0,50 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai posttest lebih tinggi daripada nilai

    pretest. Besarnya peningkatan nilai pretest ke nilai posttest juga dapat dilihat dari effect size

    yang besar yaitu 2,96 dan masuk ke dalam kategori lebih besar sekali dari standart. Besarnya

    peningkatan nilai posttest juga dapat dilihat dari N-gainnya. Nilai N-gainnya termasuk dalam

    kategori medium-atas.

  • N-gain tersebut termasuk dalam medium-atas, meskipun demikian masih ada

    kemungkinan untuk meningkatkan N-gainnya sehingga bisa mencapai kategori tinggi. N-

    gainnya belum maksimal dikarenakan pada soal nomor 6 mengalami penurunan persentase

    siswa yang menjawab benar. Pada soal nomor 8, persentase siswa yang menjawab benar juga

    masih sedikit daripada nomor soal yang lain. Peningkatan Persentase jawaban siswa per butir

    soal dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1 Grafik Peningkatan Persentase Skor Tiap Nomor dari Pretest ke Posttest

    Pada soal nomor 6, persentase skor jawaban siswa mengalami penurunan. Soal nomor

    6 menanyakan tentang pengertian kapasitas kalor. Pilihan jawaban terdiri dari a,b,c, d dan e.

    Pilihan jawaban a menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah kemampuan benda untuk

    menyimpan kalor. Pilihan jawaban b menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah kemampuan

    benda untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda sebesar 1 serajat. Pilihan jawaban c

    menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan 1 kg benda

    untuk menaikkan suhunya sebesar 1 derajat. Pilihan jawaban d menjelaskan bahwa kapasitas

    kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu sebesar 1 derajat.

    Pilihan jawaban e menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang

    diperlukan/dilepas untuk menaikkan/menurunkan suhu benda sebesar 1 derajat. Berdasarkan

    analisis, sebagian besar siswa menjawab d. Pilihan jawaban d temasuk benar, tetapi di dalam

    pilihan jawaban lain ada yang lebih benar yaitu pilihan jawaban e. Pada pilihan jawaban d

    memang benar jika kapasitas kalor adalah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu

    benda sebesar 1 derajat. Tetapi masih ada pilihan jawaban yang lebih lengkap yaitu pilihan

    jawaban e yang menyatakan kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan/dilepas

    untuk menaikkan/menurunkan suhu benda sebesar 1 derajat. Kesalahan siswa dalam

    menjawab soal ini dikarenakan siswa belum jeli dalam menganalisis setiap butir pilihan yang

    disajikan.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

    Pe

    rse

    nta

    se J

    awab

    an s

    isw

    a

    Nomor Soal

    PRETEST

    POSTTEST

  • Berdasarkan pembelajaran yang sudah dilakukan oleh guru, pembahasan mengenai

    kapasitas kalor termasuk sangat sedikit yaitu pada saat pembahasan lembar kerja siswa

    melalui diskusi kelas. Pembahasan kapasitas kalor ini diberikan secara langsung oleh guru

    melalui penjelasan secara lisan. Meskipun penjelasan tentang kapasitas kalor sudah diberikan

    oleh guru ternyata siswa masih kesulitan dalam menjawab pertanyaan nomor 6, hal ini

    dikarenakan guru tidak menjelaskan secara rinci tentang pengertian kapasitas kalor. Guru

    hanya membeikan penjelasan singkat yang mungkin masih membingungkan bagi siswa. Hal

    inilah yang menyebabkan rendahnya persentase jawaban siswa dan turunnya persentase

    jawaban siswa dari pretest ke posttest.

    Pada soal nomor 8, persentase jawaban siswa termasuk dalam kategori rendah

    daripada nomor soal yang lain. Soal nomor 8 juga membahas tentang kapasitas kalor yaitu

    siswa diminta untuk membandingkan jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu

    pada benda yang memiliki kapasitas kalor kecil dan pada benda yang memiliki kapasitas

    kalor besar. Berdasarkan hasil analisis jawaban siswa, sebagian besar siswa menjawab kalor

    yang dibutuhkan oleh benda yang memiliki kapasitas kalor kecil lebih banyak daripada benda

    yang memiliki kapasitas kalor besar. Peningkatan jawaban siswa dari pretest ke posttest juga

    tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan siswa belum mampu memahami konsep kapasitas

    kalor secara mendalam. Penyebab utama siswa belum mampu memahami konsep kapasitas

    kalor secara mendalam adalah pada saat pembelajaran konsep kapasitas kalor ini tidak

    dikupas secara mendalam. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa siswa lemah pada

    konsep kapasitas kalor. Oleh karena itu perlu adanya pembahasan tersendiri tentang konsep

    kapasitas kalor. Berdasarkan kurikulum SMAN 9 Malang pembahasan tentang kapasitas

    kalor juga dibelajarkan pada materi Asas Black. Hal ini memungkinkan siswa untuk

    mempelajari konsep kapasitas kalor secara lebih mendalam.

    Berdasarkan paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, model pembelajaran

    learning cycle mampu meningkatkan penguasaan konsep fisika pada materi kalor. Hal ini

    sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hiiccan (2008) yang menyatakan bahwa

    penggunaan learning cycle memiliki pengaruh signifikan pada pengetahuan konseptual dan

    prosedural. Nuhoglu dan Yalcin (2006) juga menyatakan bahwa learning cycle dapat

    membuat pengetahuan seseorang bertahan lama. Penelitian Kurnaz (2008) juga menyatakan

    bahwa learning cycle 5E dapat merubah konsep siswa pada materi kalor.

  • Pelaksanaan Pembelajaran

    Pembelajaran yang sudah dilakukan secara umum berjalan secara lancar sesuai

    dengan tahapan dalam model pembelajaran learning cycle 5E. Pada pertemuan pertama yang

    membahas tentang pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, ada satu tahapan yang tidak

    terlaksana. Hal ini dikarenakan kurangnya waktu. Tahapan yang tidak terlaksana pada

    pertemuan pertema adalah fase elaborasi. Pembelajaran kedua membahas tentang pengaruh

    kalor terhadap perubahan wujud. Secara umum, pembelajaran berlangsung sesuai dengan

    tahapannya dan seluruh tahapan dalam model learning cycle 5E dapat berjalan lancar. Pada

    masing-masing fase berjalan sesuai dengan rencana, hanya ada sedikit penambahan waktu

    pada saat praktkum dan diskusi. Pengalaman dalam pembelajaran pertama membuat

    pembelajaran ini lebih lancar. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan model

    learning cycle.

    Pembelajaran ketiga tentang konduktivitas termal suatu bahan. Pembelajaran ini juga

    berjalan lancar sesuai dengan tahapan pada model learning cycle 5E. Semua tahapan pada

    pembelajaran kali ini dapat terlaksana dengan lancar. Seperti pembelajaran sebelumnya,

    penambahan waktu selalu tejadi pada saat praktikum dan diskusi Berdasarkan paparan di atas

    dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran learning cycle 5E sudah dilaksanakan

    sesuai tahapan dengan lancar meskipun pada pembelajaran yang pertama fase elaborasi tidak

    terlaksana. Paparan pelaksanaan pembelajaran ini sesuai dengan sintaks menurut Bybee

    (2006).

    Respon Siswa terhadap Pembelajaran

    Berdasarkan hasil analisis data mengenai respon siswa terhadap pembelajaran dapat

    diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas X IPA 5 SMAN 9 Malang menyukai

    pembelajaran fisika. Hal ini merupakan modal yang sangat besar dalam membelajarkan

    fisika. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa pembelajaran learning cycle cocok

    digunakan dalam pembelajaran pada materi kalor. Sebagian besar siswa juga menyatakan

    bahwa pembelajaran learning cycle lebih menyenangkan daripada pembelajaran

    konvensional. Siswa juga lebih tertarik belajar dengan menggunakan model pembelajaran

    learning cycle daripada konvensional. Ketertarikan siswa pada pembelajaran inilah yang

    menyebabkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Ini sesuai dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Kulsum (2011) yang menyatakan bahwa model learning cycle dapat

    meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh

  • Whilder dan Shuttleworth (2004) menyatakan bahwa model pembelajaran learning cycle 5

    fase mampu memotivasi siswa.

    Berdasarkan hasil analisis, kelemahan pembelajaran adalah pada saat melakukan

    praktikum siswa mengalami kesulitan sehingga menghabiskan banyak waktu. Hal ini

    dikarenakan siswa belum terbiasa dengan kegiatan praktikum. Selain itu, kesulitan yang

    dialami siswa pada saat praktikum juga disebabkan penjelasan tentang langkah praktikum

    yang kurang jelas. Meskipun pada lembar kerja siswa sudah diberikan langkah kerja secara

    jelas, pada kenyataananya siswa perlu penjelasan lagi dari guru. Kelemahan dari penjelasan

    guru adalah guru hanya memberikan penjelasan tetapi tidak memperagakan langkah kerja

    secara langsung sehingga pada saat praktikum siswa masih bertanya lagi. Kelemahan lain

    yang diutarakan siswa pada saat praktikum adalah banyaknya barang yang berserakan di atas

    meja sehingga membuat meja berantakan dan akhirnya membuat siswa tidak fokus dalam

    praktikum. Hal ini dikarenakan alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum tidak ditata

    terlebih dahulu di masing-masing meja. Sehingga ketika siswa mengambil sendiri alat-

    alatnya dan kemusian ditaruh diatas meja, alat tersebut tidak ditata dengan rapi.

    Ketidakrapian tersebut akhirnya membuat siswa tidak fokus dengan praktikum yang

    dilakukannya.

    Kelebihan model pembelajaran learning cycle yang diutarakan siswa adalah membuat

    siswa lebih memahami konsep secara mendiri dan membuat siswa terampil melakukan

    praktikum. Ini sesuai dengan hasil peningkatan penguasaan konsep yang sudah dipaparkan.

    Pengakuan siswa bahwa pembelajaran learning cycle lebih mampu membuat siswa

    memahami materi, lebih menyenangkan dan lebih menarik tidak boleh diabaikan begitu saja.

    Hal ini perlu diperhatikan dan dijadikan pertimbahan untuk membelajarkan siswa pada materi

    kalor.

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

    1. Pembelajaran learning cycle 5 E efektif untuk digunakan pada materi kalor. Efektivitas

    pembelajaran ini dilihat dari penguasaan konsep dan respon siswa. Penguasaan konsep

    siswa pada materi kalor mengalami peningkatan dari pretest ke posttest dengan nilai

    signifikansi 0.00. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai posttest lebih

    tinggi daripada pretest. Kekuatan peningkatan skor dari pretest ke posttest berdasarkan

  • perhitungan Cohens d-effect size menunjukkan hasil 2, 89 yang masuk kategori lebih

    besar skali dari standart. Berdasarka perhitungan rata-rata gain ternormalisasi (N-gain)

    menunjukkan hasil sebesar 0, 61 yang termasuk dalam medium atas. Pembelajaran

    learning cycle 5 E juga mendapatkan respon positif dari peserta didik.

    2. Pelaksanaan pembelajaran learning cycle 5 E berjalan dengan lancar dan sesuai dengan

    sintaks dalam learning cycle 5 E yaitu engagement, eksploration, eksplanation,

    elaboration dan evaluation. Pembelajaran pertama fase elaborasi tidak terlaksa karena

    keterbatasan waktu, pembelajaran kedua dan ketiga seluruh tahapan terlaksana dengan

    baik. Persentase keterlaksanaan sintaks learning cycle 5E pada pertemuan pertama

    sebesar 80% sedangkan pertemuan pertemuan kedua dan ketiga sebesar 100%.

    3. Respon siswa terhadap pembelajaran learning cycle 5E sangat positif yaitu pembelajaran

    ini membuat siswa lebih mandiri dalam memahami fisika, pembelajaran ini juga

    membuat siswa lebih tertarik dan membuat pembelajaran lebih menyenangkan. Siswa

    juga merasa cocok jika pembelajaran ini diterapkan dalam materi kalor.

    Saran

    1. Bagi Guru Fisika

    Guru disarankan untuk menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E dalam

    membelajarkan materi kalor. Guru dapat menggunakan model learning cycle 5E agar

    siswa lebih memahami materi dan tertarik dengan pembelajaran.

    2. Bagi Lembaga

    Lembaga disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang model

    pembelajaran learning cycle 5E.

    3. Bagi Guru lain

    Guru mata pelajaran lain disarankan untuk mencoba menggunakan model pembelajaran

    learning cycle 5E.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bybee, R. W., Taylor,J.A., Gardner,A., Van Scotter, P., Powell, J.C., Westbrook, A., dan

    Landes, N. 2006. The BSCD 5Einstructional Model: Origins and

    Effectivitiness.(Online). Tersedia:www.bscs.org (diakses 20 April 2014).

    Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standasrt Isi Sekolah

    Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas

  • Depdiknas. 2013. Permendiknas Nomor 63 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013. Jakarta:

    Depdiknas.

    Ergin, I. (2012). Constructivist Approach Based 5E Model and Usability Instructional Physics. Latin American Journal Physics Education. 6, (1), 14-20.

    Hiccan, B. (2008). In Pulat, S. (2009). Impact of 5E learning cycle on sixth grade students mathematics achievement and attitude towards mathematics. M.Sc Thesis of Middle

    East Technical University.

    Hirca, N., Calik, M., dan Seven, S. (2011).Effect of Guide Materials Based on 5E Model on Students Conseptual Change and Their Attitudes towards Physics: A Case for Work Power and Energi Unit.Journal of Turkish Science Education. 8, (1), 153-158.

    Iskandar, S.M. 2010. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang: FMIPA

    Universitas Negeri Malang.

    Kulsum, U & Hindarto, N. 2011. Penerapan Model Learning Cycle Pada Sub Pokok Bahasan

    Kalor Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP. Jurnal

    Pendidikan Fisika Indonesia. 7 (2011): 128-133

    Kurnaz, M.A. dan Calik, M. (2008). Using Different Conceptual Change Methods Embedded Within the 5E Model: A Sample Teaching for Heat and

    Temperatur.Journal of Physics Teacher Education.5, (1), 1-25.

    Nouholu, H & Yalcin, N.2006. The Effectiveness of The Learning Cycle Model to Increase

    Student Achievement In The Physics Laboratory. Journal of Turkish Science

    Education.

    Wilder, M. & Shuttleworth, P. (2004). Cell inquiry: A 5E learning cycle lesson. Science

    Activities, 41 (1): 25 31.