artikel pilihan kompas minggu 12 oktober 2014

130
Menjelajah Keindahan Perut Bumi DI tengah hamparan tanah Pacitan yang berbatu nan tandus, tersingkap ceruk-ceruk bawah tanah dengan keindahan yang

Upload: ekho109

Post on 19-Jul-2016

89 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

print.kompas.com

TRANSCRIPT

Menjelajah Keindahan Perut Bumi

DI tengah hamparan tanah Pacitan yang berbatu nan tandus, tersingkap ceruk-ceruk bawah tanah dengan keindahan yang mengundang decak kagum. Surga para penelusur goa yang menjadi bagian dari kawasan karst Gunung Sewu itu tersebar dengan beragam bentuk dan struktur.

Goa itu antara lain Luweng Jaran di Desa Jlubangan, Kecamatan Pringkuku, dan Luweng Suling di Desa Klepu Karanganom, Kecamatan Donorojo, Pacitan, Jawa Timur. Penelusur goa dari Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Palawa Universitas Padjadjaran, Bandung, menjelajahi keduanya, 19-21 September silam.

Luweng Jaran dan Luweng Suling merupakan goa jenis vertikal yang harus dimasuki dengan menuruni mulut goa menggunakan tali dan teknik khusus hingga ke dasar ceruk. Mulut goa yang sempit dengan kedalaman belasan hingga puluhan meter di bawah permukaan tanah membuat sinar mentari pun enggan merambat masuk.

Para penelusur goa menyongsong gelap dengan berbekal penerangan dari senter kepala (headlamp). Setiba di dasar goa, terhampar lorong yang bercabang menyerupai labirin. Terkadang mereka harus mendongak karena berada di ruangan sebesar gedung pertemuan atau merayap karena lorong yang dilewati hanya setinggi 50 sentimeter. Sebagian lorong juga dilalui sungai bawah tanah dengan arus cukup deras.

Ceruk-ceruk labirin itu pula yang menyimpan sejuta keindahan dari ornamen-ornamen goa yang berkilauan di dalamnya. Tidak hanya juntaian stalaktit dan stalagmit, tetapi ada juga yang berbentuk hamparan lekukan tirai jendela, tegakan pilar, mutiara, atau aliran air yang membeku.

Sejumlah penelusur goa dan ahli speleologi baik dari dalam maupun luar negeri secara periodik datang ke Pacitan untuk mengeksplorasi dan melakukan pemetaan. Kekayaan struktur geologi di kawasan karst Gunung Sewu ini sangat potensial dikembangkan menjadi obyek wisata minat khusus dan penelitian.

Teks dan Foto-foto: Kompas/Harry Susilo

MA Siapkan Aturan Sengketa PilkadaJAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung, hingga kini, belum membahas secara intens bagaimana penanganan sengketa pemilihan kepala daerah yang kini menjadi kewenangannya, seperti diamanatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Perppu Pilkada. Banyak infrastruktur yang harus disiapkan MA terkait dengan kewenangan barunya tersebut.

”Sementara ini masih dalam rencana pembahasan di tingkat pimpinan,” ungkap Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, Sabtu (11/10).

Seperti diketahui, Perppu No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mengatur, sengketa pilkada ditangani oleh hakim ad hoc di empat pengadilan tinggi (PT) yang ditetapkan MA. Hakim ad hoc tersebut memutus perkara dalam waktu 14 hari sejak perkara didaftarkan. Putusan itu bisa diajukan kembali ke MA apabila ada pihak yang tidak terima dan harus ditangani MA dalam waktu paling lama 14 hari. Ketentuan tersebut terdapat di Pasal 159 Perppu No 1/2014.

Ridwan mengungkapkan, ada banyak hal yang perlu disiapkan MA, misalnya menunjuk PT mana saja yang diberi tugas menangani sengketa, merekrut hakim ad hoc, serta menyiapkan hukum acara bagaimana penanganan sengketa harus dilakukan. Terkait penunjukan PT, MA harus mempertimbangkan kemudahan akses bagi para pihak yang bersengketa mengingat kondisi geografis Indonesia yang sulit.

Siapkan pengamanan

Selain itu, Ridwan menambahkan, kapasitas ruangan yang ada di PT sangat terbatas apabila harus menggelar sidang terbuka. Selama ini, PT jarang menggelar sidang terbuka, seperti pengadilan pertama. Terkait dengan hal itu, MA juga harus menyiapkan pengamanan sidang mengingat persidangan sengketa pilkada sangat rentan pengumpulan massa.

Terkait dengan komposisi hakim, MA pun harus membuat aturan berapa banyak hakim ad hoc yang akan mengadili perkara sengketa. Apabila hakim karier, ujar Ridwan, MA tinggal mengaktifkan hakim-hakim yang dulu pernah mengadili perkara sengketa pilkada sebelum sengketa dipindahkan ke Mahkamah Konstitusi. ”Kalau yang itu, tinggal nanti dikeluarkan keputusan ketua MA mengenai hakim khusus (pilkada),” ungkapnya.

Sengketa pilkada semula ditangani MA, sengketa pemilihan bupati/wali kota ditangani PT, sedangkan sengketa pemilihan gubernur ditangani MA. Pada 2008, setelah kasus sengketa

pilkada Kota Depok yang dianggap bermasalah ketika ditangani PT Jawa Barat dan terpaksa dikasasi MA, kewenangan tersebut dialihkan ke MK.

MK di dalam putusannya pada awal 2014 menyatakan tidak berwenang lagi menangani perkara tersebut. MK menyerahkan kepada pembentuk undang-undang ke mana sengketa itu dialihkan, yang jelas inkonstitusional apabila diserahkan kepada MK. Melalui perppu tersebut, sengketa pilkada dikembalikan kepada MA. (ana)

Kediaman dan Ruang Kerja Pun Bisa Menentukan Kinerja PemerintahanRumah adalah ”istana” bagi seisi keluarga. Kantor adalah juga ruang berkarya dari komitmen bersama. Dari rumah dan kantor, Presiden dan Wapres terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla seharusnya dapat memulai karyanya menentukan nasib dan perjalanan bangsa lima tahun mendatang. Begitulah, setelah dilantik MPR sebagai Presiden ketujuh pada 20 Oktober mendatang, selain blusukan di lorong-lorong dan sudut-sudut wilayah di Indonesia, Jokowi akan tinggal di Istana dan bekerja di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta.

Ruang kerja yang dipakai Jokowi boleh jadi ruangan yang kini masih dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode tahun 2004-2009 dan 2009-2014. Letak ruangan kerja itu ada di lantai bawah di sebelah selatan bangunan dua lantai di kompleks Istana, yang berlokasi di sisi timur antara Istana Merdeka dan Istana Negara.

Kantor itu sebelumnya pernah disiapkan Ketua Umum DPP PDI-P, yang juga Presiden Megawati Soekarnoputri, untuk bekerja jika terpilih kembali pada pemilu presiden (pilpres) langsung pertama di Indonesia tahun 2004. Namun, Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi kalah dalam dua putaran sehingga tak merasakan kantor barunya.

Megawati memimpin sejak 2001 hingga 2004 setelah Presiden Abdurrahman Wahid dijatuhkan MPR. Meskipun tak mencicipi kantor barunya, Megawati akan melihat kadernya, Jokowi, dapat menempatinya setelah terpilih pada Pilpres 9 Juli.

Selain memanfaatkan fasilitas negara, pilihan tinggal di Istana tentu pilihan Jokowi untuk menjalankan pemerintahan di tengah menumpuknya persoalan. Tempat tinggal di Istana diharapkan memudahkan pengendalian pemerintahan secara efektif. Hasilnya pun diharapkan jauh lebih konkret sesuai janji kampanyenya, tanpa harus direcoki urusan macet dan segala macam eksesnya, seperti insiden kecelakaan lalu lintas di Tol Cibubur, November 2004, yang dialami SBY.

Jokowi dan keluarga akan tinggal bersama sehingga rumah dengan kantornya satu kompleks. Meskipun harus blusukan, iring-iringannya tak akan menambah beban kemacetan. Meskipun sudah dipangkas, boleh jadi relatif masih panjang karena pertimbangan keamanan. Jangan

heran, iring-iringan presiden/wapres dan pejabat lainnya tetap dinilai mengganggu perjalanan warga meskipun diakui adanya penghormatan.

Namun, belum diketahui apakah mantan Wali Kota Solo itu—yang tak punya rumah di Jakarta setelah terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2,5 tahun lalu—akan menjadikan Istana Merdeka, yang letaknya menghadap Monumen Nasional (Monas), sebagai rumah dinas. Atau, justru di Istana Negara, yang lokasinya di belakang Istana Merdeka menghadap Jalan Juanda.

Simbol kekuasaan

Istana Merdeka pernah dipakai sebagai kantor dan rumah mendiang Presiden Soekarno sebelum tinggal di Istana Bogor. Seusai Proklamasi, Soekarno dan keluarganya menetap di Jalan Pegangsaan Timur No 56. Namun, kemudian mengungsi ke Istana Yogyakarta akibat agresi Belanda. Sehari setelah penyerahan kedaulatan Belanda, Desember 1949, Soekarno dan keluarga baru menetap di Istana Merdeka (waktu itu disebut Istana Gambir). Dari Istana itulah Soekarno membentuk Indonesia dalam jatuh dan bangun.

Namun, penggantinya, Jenderal Soeharto, yang diangkat sebagai pejabat Presiden setelah Sidang Istimewa MPR, ogah tinggal di Istana yang menyimpan banyak kenangan Soekarno. Baru Abdurrahman Wahid dan SBY yang tinggal di rumah kenangan Soekarno. Sejak dipilih hingga jatuh, Gus Dur menggunakan Istana Merdeka sebagai rumah dan Binagraha sebagai kantor. Meski tinggal 1,5 tahun di Istana Merdeka, SBY kemudian pindah ke Istana Negara. Alasannya, waktu itu atap Istana keropos sehingga harus direnovasi. Walaupun diperbaiki, SBY tetap menetap di Istana Negara sejak 2006 hingga tugasnya berakhir sembilan hari lagi.

Soeharto sejak awal jabatannya tinggal di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta, hingga berhenti setelah berkuasa 32 tahun sejak 1967-1998. Namun, sebagai penguasa militer, dari rumahnya yang sejuk di lingkungan elite, Soeharto menunjukkan rumah ”cendana”-nya sebagai simbol kekuasaan.

Soeharto berkantor di salah satu sudut belakang Istana Merdeka. Namun, setelah Binagraha dibangun Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo, Soeharto pindah. Binagraha terletak di belakang atau sebelah timur Istana Negara, yang dulunya tempat tinggal priayi Eropa (dikenal dengan Istana Rijswijk). Tempat kerja Soeharto kemudian juga menjadi simbol kekuasaan.

Meski berkantor di Binagraha, Presiden BJ Habibie juga tak tinggal di Istana. Ia memilih rumahnya di Jalan Raya Kuningan sehingga dalam perjalanannya Habibie kerap melintasi aksi demo mahasiswa yang menuntutnya mundur di tengah gejolak reformasi. Demikian pula Megawati, Wapres yang diangkat menggantikan Gus Dur, hanya berkantor di Istana Negara. Meskipun Istana dan halamannya menjadi tempat bermain dan sekolah, putri kedua Bung Karno itu tak mau mengenangnya dan justru memilih rumahnya di Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan, atau di Jalan Teuku Umar No 33, Menteng sebagai tempat tinggalnya.

Adapun Yudhoyono memutuskan tinggal di Istana agar bisa bekerja lebih efektif meski adakalanya saat akhir pekan pulang ke rumahnya di Puri Indah Cikeas, Bogor.

Lebih cepat lebih baik

Sebaliknya, setelah pelantikan, JK tak sepenuhnya berkantor, seperti saat jadi Wapres 2004-2009 mendampingi SBY, di Istana Wapres di Jalan Medan Merdeka Selatan. Atas permintaan Jokowi, JK akan berkantor di bekas kantor Dewan Pertimbangan Agung, yang satu kompleks dengan kantor SBY saat ini. Kantor yang pintu masuknya dari Jalan Veteran inilah yang sejak awal direncanakan SBY dan JK saat menjadi presiden dan wapres

Namun, hingga selesai jabatannya sebagai wapres, JK belum bisa menempati kantor itu. Selain masih ada sejumlah perbaikan, muncul kabar JK kurang setuju seatap dengan SBY. Sikap politik yang terbelah akhirnya tecermin saat Pilpres 2009. Keduanya bersaing di pilpres.

”Dulu bukan karena saya tak mau, tetapi memang belum selesai renovasi. Sekarang memang diminta Pak Jokowi. Kalau satu komplek, saya akan lebih mudah berkoordinasi. Selain cepat, koordinasinya mudah,” tuturnya.

Keinginannya bekerja satu atap dengan Jokowi akan sesuai dengan motonya yang muncul saat Pilpres 2009, yakni lebih cepat lebih baik. ”Namun, saya dan Pak Jokowi akan bersama- sama bekerja cepat,” ujarnya.

Di periode kedua SBY, Wapres Boediono bekerja satu atap dengan SBY. Wapres Hamzah Haz dan wapres di era Soeharto, mulai dari Sultan Hamengku Buwono ke-IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusuma, Sudharmono, Try Sutrisno, dan Habibie, juga merasakan benar-benar menjadi pembantu Presiden di Kantor Wapres, di Jalan Merdeka Selatan.

Meskipun punya rumah di Jalan Brawijaya, Jakarta, JK tak mau jadi sumber kemacetan di jalan. Di mana pun pilihan rumah dan kantor Jokowi-JK, rakyat hanya menunggu hasil kerja nyatanya. (Suhartono)

Tiga Acara pada 20 OktoberTim Teknis Jokowi Mulai Siapkan Pelantikan di Gedung MPR/DPR

JAKARTA, KOMPAS — Presiden terpilih Joko Widodo menyiapkan pengambilan janji dan sumpah atau pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2014. Persiapan itu sebagai tindak lanjut pertemuan dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Ketua DPR Setya Novanto, Jumat malam. Akan ada tiga acara besar di hari pelantikan Jokowi.

Hal itu disampaikan Deputi Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla, Andi Widjajanto, di Jakarta, Sabtu (11/10). ”Sudah ada tim teknis untuk menyiapkan pelantikan tanggal 20 Oktober,” kata Andi.

Menurut Andi, tim pada dasarnya akan menangani tiga hal. Pertama, persiapan acara pelantikan di Gedung MPR/DPR tanggal 20 Oktober 2014. Untuk itu, tim akan berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal MPR dan Sekretariat Negara untuk membicarakan hal teknis dan protokoler.

”Persiapan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan pada Jumat malam (dengan Ketua MPR dan Ketua DPR),” ujar Andi. Oleh karena itu, selanjutnya akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan untuk mempersiapkan acara pelantikan itu.

Kedua, menurut Andi, tim mempersiapkan acara syukuran atas pelantikan presiden terpilih di silang Monas. Acara itu akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan grup musik Slank yang semasa kampanye menyatakan dukungan terbuka. ”Acaranya, macam-macam. Ada musik, hiburan, kuliner, dan pawai,” katanya.

Ketiga, lanjut Andi, tim persiapan pelantikan Jokowi bersama Sekretariat Negara akan mempersiapkan acara jamuan makan malam kenegaraan di Istana Negara. Mengenai siapa yang akan diundang untuk makan malam kenegaraan itu, Andi mengatakan, ”Akan dirapatkan dengan Setneg.”

Empat koordinator

Terkait kabinet pemerintahan Jokowi, Andi menambahkan, Jokowi masih memfinalisasi proses pemilihan anggota kabinet. Jokowi membatasi acara karena akan memfinalisasi pemilihan anggota kabinet.

Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan, sampai Jumat kemarin, ia menetapkan 33 kementerian dan 4 kementerian menteri koordinator. Dari 33 kementerian itu, 18 kementerian diisi kalangan profesional dan 15 kementerian diisi kalangan partai politik. Namun, ia tidak menyebutkan lebih lanjut empat kementerian koordinator tersebut.

Dari sumber Kompas diketahui, empat kementerian koordinator itu adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Perhubungan.

Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan, pertemuan dengan Ketua MPR, Ketua DPR, dan Ketua DPD itu diinisiasi oleh Jokowi. ”Pak Jokowi memang memiliki kesabaran dalam berdialog, seperti yang ditunjukkan selama ini, yakni berdialog dengan semua lapisan masyarakat,” tuturnya.

Menurut Hasto, dengan pimpinan DPR dan MPR dari koalisi partai yang berbeda, justru terbuka adanya kualitas demokrasi, yaitu check and balance yang efektif. Presiden dan pembantunya akan mengkaji secara mendalam berbagai kebijakan yang pro rakyat sehingga tidak mudah dipatahkan.

Misalnya, terkait pengalihan subsidi BBM pada pembangunan irigasi, sarana produksi pertanian, dan memperkuat Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai penyangga produk pertanian. ”Kebijakan seperti pemberantasan mafia pajak atau pemberantasan korupsi tidak mungkin ditolak DPR karena bermanfaat untuk rakyat dan negara,” tutur Hasto.

Selama presiden dan pembantunya tidak memiliki kepentingan untuk diri sendiri, kebijakan tentu akan diterima DPR. (FER)

Bangun Demokrasi ProduktifPemerintah dan Parlemen Bekerja Sama dalam Persaingan Sehat

JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan presiden terpilih Joko Widodo dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Setya Novanto, dan Ketua DPD Irman Gusman diapresiasi. Pemerintah, DPR, MPR, dan DPD diharapkan membangun komunikasi yang lebih produktif untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Apresiasi dan harapan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa M Hanif Dhakiri dan Ketua DPP Partai Amanat Nasional Saleh P Daulay secara terpisah di Jakarta, Sabtu (11/10). Keduanya menyambut positif pertemuan informal Jokowi, Zulkifli, Setya, dan Irman yang diawali makan malam di Jakarta, Jumat lalu. Mereka membicarakan langkah bersama semua komponen bangsa untuk Indonesia. Dalam bahasa Irman, tema pertemuan adalah ”dengan semangat merah putih menjadi Indonesia hebat”.

Hanif, yang juga anggota Fraksi PKB di DPR, mengatakan, pertemuan di antara pemimpin lembaga negara yang merepresentasikan kekuatan politik itu memberikan atmosfer positif bagi panggung politik di Indonesia. Jika komunikasi baik ini dilanjutkan, hubungan yang lebih produktif antara legislatif dan eksekutif akan tercipta. Ini sekaligus mencerminkan praktik demokrasi Indonesia yang sejatinya berbasis gotong royong dan kekeluargaan.

”Kita semua berharap pengawasan legislatif lebih obyektif dan pemerintah bisa bekerja secara tenang dan efektif. Semua pihak perlu mendukung legislatif dan eksekutif untuk sama-sama mewujudkan demokrasi yang stabil dan sama-sama bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” katanya.

Hanif percaya, para pemimpin sebenarnya memiliki semangat untuk bekerja sama demi kepentingan rakyat. Politik itu berada di tengah-tengah antara perang dan damai sehingga perlu terus diupayakan untuk membangun konsensus bersama.

Tanggap baca situasi

Menurut Saleh P Daulay, pertemuan informal dalam suasana hangat antara presiden terpilih dan Ketua MPR, Ketua DPR, serta Ketua DPD perlu dihargai karena sangat baik demi membangun komunikasi politik antar-pemimpin dan elite politik. Pertemuan itu sekaligus meneguhkan, tidak ada satu kelompok atau kekuatan politik mana pun yang pernah berniat menggagalkan dan menghalangi pelantikan Jokowi pada 20 Oktober 2014.

”Empat pemimpin lembaga tinggi negara itu yang menentukan arah perjalanan bangsa. Kita bersyukur punya elite-elite seperti mereka yang tanggap membaca situasi,” ujar Saleh.

Fraksi PAN memastikan akan menghadiri pelantikan itu dan menilainya sebagai momentum sejarah yang tidak boleh ternoda. ”Perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak boleh merusak tujuan nasional, menciptakan masyarakat adil dan makmur. Politik hanyalah alat mencapai tujuan itu. Sebagai alat, kepentingan politik komunal dan temporal tentu tidak boleh merusak tujuan mulia tersebut,” kata Saleh, anggota Fraksi PAN di DPR.

Sementara itu, pelaku pasar dan investor asing saat ini masih menunggu situasi politik di Indonesia yang memanas beberapa waktu lalu ketika terjadi perebutan kursi pimpinan DPR dan MPR. Tiga hal yang masih ditunggu pelaku pasar dan investor adalah pelantikan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019 pada 20 Oktober, formasi kabinet Jokowi, serta keberanian pemerintah baru mengatasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Demikian diungkapkan ekonom senior Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, dalam diskusi ”Prediksi Ekonomi di Tengah Polarisasi Politik Nasional” di Jakarta, kemarin. Hadir sebagai pembicara politisi PAN, Dradjad H Wibowo, dan politisi PDI-P, Arif Budimanta.

Fauzi mengungkapkan, dirinya banyak mendapatkan pertanyaan dari investor mengenai situasi politik di Indonesia. Investor khawatir apakah Jokowi-JK bisa bertahan dalam pemerintahan ataukah akan dimakzulkan pada tahun kedua pemerintahan berjalan. Kondisi itu memang sangat berdampak pada investasi, seperti yang terjadi belakangan ketika nilai rupiah melemah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok seusai pemilihan pimpinan DPR dan MPR.

”Sekarang yang penting adalah presiden terpilih Jokowi secara mulus dilantik pada 20 Oktober nanti. Lalu, kabinet yang dibentuk diharapkan oleh pasar bisa mengakomodasi politisi-politisi dari Koalisi Merah Putih. Ini karena pada dasarnya investor juga menilai apa gunanya punya banyak profesional di kabinet kalau nanti dijegal terus di DPR. Jadi, dalam hal ini, pelaku pasar cukup pragmatis. Mereka juga butuh ketegasan terkait subsidi harga BBM. Ada info ada kenaikan Rp 3.000 per liter per November nanti dan bagaimana respons Bank Indonesia atas kenaikan harga BBM ini,” kata Fauzi.

Menurut dia, hubungan antara parlemen dan pemerintah sungguh akan berpengaruh pada situasi ekonomi. Apabila nantinya terdapat kompromi sehingga debat antara pemerintah dan DPR merupakan debat yang berkaitan dengan kebijakan dan bukan dendam, Fauzi bahkan

memperkirakan rupiah akan menguat hingga Rp 11.700 per dollar AS dan IHSG bisa di bawah 5.000. Namun, apabila yang terjadi sebaliknya, rupiah bisa melemah hingga Rp 13.000 per dollar AS.

Tidak semata politik

Namun, Arif Budimanta mengutarakan, persoalan nilai tukar dan IHSG tidak semata-mata dipengaruhi sentimen terhadap situasi politik dalam negeri. Menurut dia, ada persoalan fundamental yang bisa memengaruhi nilai tukar dan IHSG, selain tentu faktor eksternal, seperti politik.

Terkait dengan kekhawatiran pada proses peralihan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono kepada Jokowi pada 20 Oktober mendatang, Arif mengatakan, pihaknya yakin peristiwa itu akan menjadi proses selebrasi yang khidmat dan tenang. Bahkan, ia memprediksi akan ada selebrasi oleh masyarakat. ”Setelah itu, pemerintah akan langsung bekerja moving forward untuk proses rehabilitasi secara bersama-sama persoalan-persoalan fundamental perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Tiga skenario

Dradjad mengungkapkan, pemerintah ke depan membangun komunikator dan komunikasi politik dengan Koalisi Merah Putih, baik melalui fraksi di parlemen maupun dari luar. Ia berharap komunikasi politik yang dibangun bukan lagi tentang bajak-membajak atau pindah kubu karena hal tersebut justru akan memanaskan situasi. Komunikasi politik berbasiskan program akan lebih berhasil dibandingkan dengan membahas soal kubu-kubuan.

Ada tiga skenario yang mungkin terjadi dalam hubungan parlemen-pemerintah pada masa mendatang. Pertama, perang terbuka. Kedua, perang dingin. Artinya, tidak ada saling komunikasi dan semua berjalan dengan program masing-masing. Ketiga, bekerja sama dalam sebuah persaingan yang sehat. ”Saya berharap skenario ketiga ini yang terwujud. Saya yakin, pucuk-pucuk pimpinan Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih adalah orang-orang yang rasional dan mendahulukan kepentingan negeri di atas kepentingan pribadi/kelompok,” katanya.

Arif berpendapat, sangat kecil kemungkinan terjadi perang terbuka atau perang dingin antara pemerintah dan parlemen. Menurut dia, yang terjadi pada masa mendatang adalah titik temu yang sehat. Pemerintah juga memerlukan partner kerja untuk membuat program bergerak dengan cepat. (IAM/ANA)

Cadangan Minyak Bumi Tinggal 11 TahunJAKARTA, KOMPAS — Sikap mental bangsa Indonesia untuk menyadari krisis energi yang sedang terjadi merupakan langkah awal dalam solusi untuk keluar dari kekalutan energi. Tanpa ada kesadaran terhadap krisis energi, tahap-tahap solusi berikutnya akan sulit dilakukan.

”Bangsa Indonesia masih terlena dengan anggapan bahwa negara ini kaya akan minyak bumi. Padahal, cadangan minyak bumi Indonesia hanya 0,2 persen dari total cadangan seluruh dunia dan hanya akan cukup untuk kurun waktu 11 tahun,” kata pendiri perusahaan minyak dan gas bumi Medco Group, Arifin Panigoro, dalam pidato ilmiah berjudul ”Jokowi-JK Harus Berani Dobrak Regulasi untuk Atasi Krisis Energi” dalam acara Wisuda Sarjana Universitas Paramadina, di Jakarta, Sabtu (11/10).

Arifin mengatakan, harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia menempati urutan ke-13 termurah di dunia akibat ada subsidi. Bahkan, harga BBM di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan harga BBM di negara-negara penghasil minyak, seperti Venezuela dan Uni Emirat Arab. Padahal, Indonesia sudah bukan lagi negeri penghasil minyak sejak tahun 2004. Harga bensin saat ini Rp 6.500 per liter.

BBM merupakan barang impor untuk memenuhi kebutuhan yang mencapai 1,6 juta barrel per hari (Kompas, 1/9). Sementara sembilan kilang minyak Indonesia yang didirikan sejak 1980-an hanya mampu memproduksi 788.000 barrel setiap hari. Apabila hal ini terus berlanjut, pada tahun 2018 Indonesia akan menjadi negara pengimpor BBM nomor satu di dunia.

”Subsidi BBM tidak hanya memberatkan negara karena menghabiskan 40 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tetapi juga tidak tepat sasaran. Yang menikmati subsidi masyarakat kelas menengah ke atas,” ujar Arifin.

Arifin mengusulkan beberapa solusi. Pemerintah perlu membuat undang-undang (UU) yang membahas tentang krisis energi. UU ini diperlukan untuk ”memaksa” masyarakat menyadari situasi energi negara. Apabila tidak bisa membuat UU, pemerintah untuk sementara bisa menggunakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Solusi berikutnya adalah mengembangkan potensi energi terbarukan, seperti energi nabati, panas bumi, gas alam, air, dan angin. Indonesia memiliki 40 persen cadangan panas bumi dunia. Jumlah itu setara dengan 29.000 megawatt (MW). Namun, dari jumlah tersebut, yang dimanfaatkan baru 214 MW.

Masyarakat, perusahaan, pusat perbelanjaan, dan perumahan bisa menyediakan bus antar jemput untuk para karyawan dan penghuni. Pemerintah bisa membuat kebijakan untuk menjamin ketersediaan bahan bakar gas (BBG), sementara produsen kendaraan bisa membuat alat konversi mesin agar bisa menggunakan BBG. Diperlukan pula sosialisasi untuk menggunakan kendaraan listrik.

Ekonom Didik J Rachbini, yang juga Ketua Umum Yayasan Wakaf Paramadina, mengatakan, diperlukan aksi kolektif yang kuat antara pemerintah, rakyat, parlemen, dan partai. Informasi tentang krisis perlu diberitahukan secara terbuka kepada setiap lapisan masyarakat. (A15)

Tiga Orang Ditemukan TewasKUPANG, KOMPAS — Kecelakaan laut menimpa kapal bernama RIB Patkamla milik TNI Angkatan Laut saat berpatroli di perairan sekitar Pulau Do’o, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (11/10) siang. Hingga Sabtu malam dilaporkan, 3 orang ditemukan tewas dan 3 lainnya belum diketahui nasibnya.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NTT Ajun Komisaris Besar Okto Riwu, Sabtu malam, membenarkan adanya kecelakaan laut yang menimpa kapal patroli TNI AL itu. Namun, Okto belum bisa merinci karena belum memperoleh laporan secara lengkap dari lapangan.

Berdasarkan laporan sejumlah pihak, Kepala Kantor SAR Kupang Ardana mengatakan, kapal RIB Patkamla berpenumpang 12 orang. Pada Sabtu, mereka melakukan patroli bersama menyusuri kawasan konservasi perairan nasional di Laut Sawu. Setiba di perairan sekitar Pulau Do’o, tiba-tiba gelombang tinggi menerjang sehingga kapal yang mereka tumpangi tenggelam.

”Saya baru dapat kabar, dari 12 penumpang itu, 6 orang selamat, 3 orang ditemukan tewas, dan 3 lainnya belum diketahui nasibnya,” ujar Ardana.

Tim SAR Kupang yang beranggotakan 17 orang langsung diberangkatkan ke lokasi kecelakaan. Karena jaraknya cukup jauh dari Kupang, tim diperkirakan tiba di lokasi pada Sabtu sekitar pukul 23.00 Wita.

Ardana belum bisa merinci kondisi kapal yang dilaporkan tenggelam, termasuk siapa yang melakukan upaya penyelamatan awal saat kapal patroli itu tenggelam. ”Kalau rincian informasi seperti itu, mungkin ditanyakan saja kepada pihak kepolisian atau pihak lain. Konsentrasi kami kini adalah melakukan pencarian terhadap tiga korban yang belum ditemukan,” kata Ardana.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, dari 12 orang yang tergabung dalam tim patroli bersama itu, 2 orang berasal dari TNI AL, 3 orang dari polisi air, serta 7 orang berstatus pegawai negeri sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Rote Ndao.

Masih hilang

Dari Madura, Jawa Timur, dilaporkan, seorang penumpang Kapal Motor (KM) Jabal Nur yang tenggelam pada Senin (6/10) ditemukan nelayan di perairan Pulau Pajangan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Sabtu. Dengan demikian, 22 penumpang masih hilang. Badan SAR Nasional (Basarnas), menurut rencana, akan melakukan pencarian hingga Minggu (12/10).

”Kondisi jenazah sudah rusak sehingga sulit untuk dikenali,” ujar koordinator pencarian dari Basarnas, Yudhi Setiawan, di Pelabuhan Raas, Sumenep. Korban ditemukan di perairan Pulau Pajangan yang berjarak 14 mil laut (26 kilometer) dari Pulau Raas.

Sejauh ini, dari 51 penumpang KM Jabal Nur, 29 orang telah ditemukan dan 21 di antaranya meninggal. Kapal yang mengangkut rombongan pengantin dan anak buah kapal ini berisi 49 warga Dusun Talango Tengah, Desa Brakas, Kecamatan Raas, Sumenep, dan 2 warga Desa Gua-gua, Kecamatan Raas, yang semuanya masih sanak saudara.

”Apa pun kondisinya, kami berharap keluarga kami ditemukan,” ujar Mat Hani (45), keluarga korban, di Dusun Talango Tengah. (ILO/ANS)

Guguran Awan Panas Sinabung MenurunMEDAN, KOMPAS — Guguran awan panas Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, menurun. Meskipun demikian, ancaman Sinabung masih tinggi mengingat aktivitas kegempaannya masih fluktuatif.

Data Pos Pengamatan Gunung Sinabung di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Karo, Sabtu (11/10) sejak pukul 00.00 hingga 18.00, terjadi lima kali guguran awan panas. Pada Kamis (9/10), guguran awan panas mencapai 24 kali.

Kemarin panjang luncuran awan panas dan tinggi kolom abu vulkanik tidak teramati karena gunung tertutup kabut. Namun, seismograf mencatat durasi luncuran selama 110 detik-365 detik dengan amplitudo luncuran maksimal 120 milimeter.

Pukul 00.00-18.00 tercatat terjadi 142 kali guguran lava, 32 kali gempa frekuensi rendah yang menunjukkan ada aktivitas magmatik. Terjadi 33 kali gempa hybrid yang menunjukkan ada pembentukan kubah lava.

Tercatat pula dua kali gempa tektonik jauh. ”Gempa tektonik jauh tidak ada hubungannya dengan gunung, tetapi kami merekam ada pergerakan lempeng,” ujar pengamat Gunung Api Sinabung, Arif Cahyo.

Setia Mulia Sembiring, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa Gurukinayan, mengatakan, abu Sinabung kemarin mulai mengguyur desanya. Abu menyebar dari kawasan Tigapancur hingga Tiganderket, sisi selatan-barat Sinabung. Sebelumnya, abu mengguyur sisi timur Sinabung dari Berastagi (Karo) hingga Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Batu Bara.

Dewandono Prasetyo Nugroho dari Humas PT Angkasa Pura II mengatakan, kemarin abu masih mengguyur Bandar Udara Kualanamu meski tipis. Beberapa maskapai masih membatalkan penerbangan. (wsi)

Tragedi Srebrenica Bisa TerulangSURUC, SABTU — Pisau-pisau telah dibagikan guna mengantisipasi jika peluru habis. Pejuang Kurdi kini memasuki babak hidup-mati dalam pertempuran mempertahankan kota Kobani di perbatasan Suriah-Turki dari gempuran milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS. Pada Sabtu (11/10), pertempuran sudah terjadi di jantung kota.

Tanpa bantuan pasukan dan pasokan amunisi serta logistik kepada pejuang Kurdi, cepat atau lambat Kobani akan jatuh ke tangan NIIS. Jika itu terjadi, Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, mengingatkan risiko terulangnya tragedi pembantaian di Srebrenica, Bosnia-Herzegovina, 1995.

Saat itu, Juli 1995, 8.000 warga Muslim dibantai tentara Serbia. Itu dicatat sebagai kekejaman terburuk di daratan Eropa setelah Perang Dunia II. Tak satu kekuatan internasional pun, termasuk pasukan perdamaian PBB, bisa melindungi mereka. Hingga hari ini, tragedi itu terus dikenang sebagai simbol kegagalan upaya internasional menghentikan perang Bosnia.

”Anda ingat Srebrenica? Kita tentu masih ingat. Kita tidak akan lupa dan mungkin kita tidak akan pernah bisa memaafkan diri sendiri atas (tragedi pembantaian) itu,” kata De Mistura dalam jumpa pers di Geneva, Swiss, Jumat lalu.

Dalam tragedi pembantaian di Srebrenica, seperti juga dalam tragedi genosida di Rwanda 1994, pasukan PBB sudah siaga di lapangan. Namun, pasukan itu gagal menyelamatkan ribuan warga sipil yang, sesuai mandat mereka, harus diselamatkan.

Di Suriah, termasuk Kobani, tidak ada pasukan PBB. Turki telah mengerahkan pasukan dan tank-tank di perbatasannya dengan Suriah. Namun, mereka bergeming dan enggan terlibat dalam pertempuran melawan milisi NIIS.

Padahal, kata De Mistura, masih ada 500-700 orang lanjut usia dan warga sipil lain yang masih terjebak di Kobani. Selain itu, juga masih ada 10.000-13.000 warga yang mau mengungsi, tetapi masih tertahan di area dekat perbatasan Turki.

Menurut aktivis lokal, yang dikutip The Guardian, milisi NIIS telah menguasai lebih dari separuh Kobani. Jika pasukan Kurdi tidak mendapat pasokan amunisi dan makanan, kota strategis itu bakal jatuh dalam hitungan hari.

”Pemerintah Turki tidak mengizinkan pasokan melalui perbatasan dan mereka (pejuang Kurdi) telah kehabisan segalanya, termasuk senjata. Itu sebabnya, NIIS terus merebut lebih banyak teritori,” kata Mustafa Abdi, aktivis lokal Kurdi.

”Saat serangan udara (oleh pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat) menyerang mereka dan membunuh lima orang, mereka mengirim 50 personel pasukan baru.” ujarnya.

Kemewahan itu tidak dimiliki pejuang Kurdi. Sebagai antisipasi jika peluru habis, mereka telah dibekali pisau-pisau sebagai senjata terakhir untuk mempertahankan diri.

Sabtu kemarin, pejuang Kurdi memilih waktu sebelum fajar untuk menyerang para milisi NIIS yang mengepung mereka. Jumat siang, markas mereka dan gedung-gedung otoritas sipil Kurdi telah jatuh ke tangan NIIS.

Jika pejuang Kurdi tidak menyerang NIIS, Sabtu dini hari itu, milisi NIIS akan merebut satu-satunya rute penyelamatan diri ke Turki. Organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), yang memantau krisis Suriah melalui jaringan aktivis, menyatakan, lama pertempuran sebelum fajar itu sekitar 90 menit.

Menurut SOHR, Sabtu dini hari itu, pesawat tempur pasukan koalisi pimpinan AS melancarkan dua kali serangan ke target NIIS di selatan dan timur Kobani. Serangan udara pasukan koalisi sebenarnya terus berlangsung intensif. Namun, seperti dikatakan Pentagon, serangan udara memiliki keterbatasan tanpa didukung pasukan darat.

Pimpinan militer dari 21 negara yang sudah bergabung ke pasukan koalisi akan bertemu di Washington, AS, pekan depan, untuk mematangkan strategi melawan NIIS. Pejabat pertahanan AS menegaskan, fokus utama pasukan koalisi tetap pada Irak.

Berbeda dari Suriah, di Irak pasukan koalisi mempunyai dukungan pasukan darat, yakni tentara Pemerintah Irak dan pasukan Kurdi. Namun, melawan milisi NIIS yang didukung persenjataan berat dan modern, pasukan Irak juga keteteran.

Mereka telah kehilangan beberapa wilayah di Provinsi Anbar, Irak barat. ”Situasinya rapuh di sana,” kata seorang pejabat senior pertahanan AS. (AP/AFP/REUTERS/SAM)

GadunganSETIAP orang, politisi, dapat mengklaim bahwa apa yang dilakukan adalah demokratis. Setiap orang juga dapat mengklaim sebagai seorang demokrat sejati; sebagai pejuang dan pembela demokrasi. Semua itu sah-sah saja.

Ingat, tokoh neofasis Rusia, Vladimir Zhirinovsky. Tokoh ultranasionalis ini bersama Partai Demokratik Liberal Rusia dalam pemilu parlemen (1993) meraih 22,8 persen suara. Apa ia seorang demokrat hanya dengan mendirikan partai ”Demokratik Liberal”?

Dulu, Jerman Timur bernama resmi Republik Demokratik Jerman. Padahal, pemerintah negeri itu di tangan partai tunggal berhaluan Marxis-Leninis. Tak usah jauh-jauh, Korea Utara juga bernama resmi Republik Demokratik Rakyat Korea. Negeri itu juga di bawah kekuasaan partai tunggal, Partai Para Pekerja Korea, yang berideologi Stalinis.

Bagaimana mungkin demokrasi tanpa partai politik? Partai politik adalah pilar demokrasi. Mungkinkah sebuah bangunan demokrasi tanpa pilar? Namun, sebaliknya, apakah apabila banyak pilar berdiri, juga berarti berdirilah bangunan demokrasi, berdirinya rumah rakyat itu? Bukankah menurut konsep klasik, kata ”demokrasi” adalah gabungan dua kata Yunani: demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan). Dua kata itu lalu dikombinasikan menjadi ”demokrasi” yang berarti ”pemerintahan oleh rakyat”.

Shaukat M Zafar dalam artikelnya di Pakistan Observer (22/1/2003) menulis, rakyat Pakistan semakin menyadari bahwa ”kedaulatan” pemerintah demokratik mereka sudah tidak ada lagi. Kedaulatan dan demokrasi ada tangan kaum elite yang memiliki kepentingan finansial di luar.

Politik telah menjadi bisnis orang-orang kaya di Pakistan. Sistem parlementer yang dianut Pakistan hanya cocok untuk para elite politik feodal, yang merebut kekuasaan lewat sistem

ini. Pada akhirnya, Zafar menulis, ”demokrat gadungan” tentu saja melahirkan demokrasi gadungan.

Tes yang sesungguhnya dari demokrasi adalah apakah orang—di semua level masyarakat; entah itu rakyat jelata, elite partai, anggota legislatif, eksekutif, maupun siapa saja—berkelakuan demokratik? Seperti apa?

Mengutip pendapat Muchtar Buchori, sumber perilaku politik pada dasarnya adalah budaya politik, yaitu kesepakatan antara pelaku politik tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kesepakatan ini tidak selalu bersifat terbuka, ada pula yang bersifat tertutup.

Di negara kita, budaya politik para perintis kemerdekaan berbeda dari budaya politik pada zaman demokrasi parlementer, dan ini berbeda dengan budaya politik yang tumbuh dalam zaman Orde Baru. Zaman reformasi ini juga melahirkan budaya politik baru, yang kemudian melahirkan perilaku politik yang menyusahkan banyak orang.

Sekarang, setelah reformasi berlalu lebih dari 15 tahun, lahir budaya politik baru, yang mengatasnamakan demokrasi meskipun tak berperilaku layaknya demokrat sejati. Dengan kata lain, demokrasi kita tanpa kaum demokrat. Inilah ”demokrasi aji mumpung”, termasuk dalam hal ini, ”mumpung berkuasa”.

Bagaimana kita bisa bicara mengenai cita-cita luhur kebangsaan, tabiat politik yang etis dan santun, atau bicara mengenai amanat penderitaan rakyat yang diwariskan para bapak bangsa, kalau yang dikembangkan justru ”demokrasi aji mumpung”? Perilaku politik para politisi adalah ”perilaku aji mumpung” yang tidak lagi mengutamakan kehendak umum.

Ini barangkali yang oleh John Keane, profesor politik pendiri Center for the Study of Democracy di London, Inggris, disebut sebagai ”matinya demokrasi” (The Life and Death of Democracy). Demokrasi telah mati, tinggal simbol kosong tak berarti karena yang hidup bukan lagi kehendak rakyat, kehendak umum, melainkan kehendak politisi, kehendak elite politik.

Patriotisme Buta Sebagian Orang RusiaHANTAMAN sanksi ekonomi negara-negara Barat yang dimotori Amerika Serikat terhadap Rusia bukan hanya mejan alias tidak efektif, melainkan juga menimbulkan patriotisme di kalangan orang-orang Rusia. Meski masih dalam kadar normal, beberapa fenomena di masyarakat Rusia menunjukkan bahwa tindakan Presiden Vladimir Putin mencaplok Crimea dan terus mengganggu pemerintahan Kiev mendapat dukungan dari sebagian lapisan rakyatnya.

Sejak krisis Ukraina meletus pada Maret lalu dengan jatuhnya Crimea ke tangan Moskwa, hampir tiada hari tanpa dentuman meriam dan tank serta tembakan di Ukraina timur. Di kota-kota, seperti Donetsk, Luhanks, dan Kharkiv, hampir setiap hari terjadi pertempuran antara pemberontak pro Rusia dan militer Kiev. Sebagian pemberontak, menurut sejumlah pengamat perang, adalah warga negara Rusia, bahkan militer aktif Tentara Merah, sebuah hal yang selalu disangkal Kremlin.

Putin yang bercita-cita mengembalikan kejayaan Uni Soviet, di antaranya dengan membentuk Uni Eurasia bersama Ukraina dan Belarus, terus menggelorakan semangat patriotismenya di dalam negeri. Meski sebagian rakyat Rusia menentang peran Rusia dalam krisis di Ukraina timur, sentimen nasionalisme tak urung tetap mampu menghinggapi sebagian masyarakat Rusia.

Sentimen anti Barat dan Kiev belakangan tidak hanya menyergap masyarakat berbahasa Rusia di Ukraina timur, tetapi juga masyarakat Rusia. Dalam beberapa kasus, hal ini terlihat absurd, tetapi itulah realitanya.

Wartawan Rusia, Anna Ratafyeva, misalnya, mengalami hal tidak pernah diduganya. Saat menaiki kereta bawah tanah di Moskwa, dia ditampar seorang wanita paruh baya hanya

karena mengenakan sweater bergambar karakter Snoopy yang sedang melambaikan bendera Inggris Raya, Union Jack.

Insiden ini terjadi September lalu dan nona Ratafyeva menulis di akun Facebook-nya, ”Wanita itu mendekat dan memanggil saya dengan ’pelacur Amerika’, kemudian menampar wajah saya. Selamat datang di kenyataan baru!”, seperti dikutip BBC.

Insiden lain terjadi dalam lomba maraton Moskwa, ajang tahunan yang cukup populer di dunia atletik. Alexandra Boyarskaya mengenakan T-shirt berwarna biru-kuning warna bendera Ukraina, dengan tulisan ”Ukraina” di dadanya. Saat Boyarskaya berhenti untuk minum di sebuah titik pemberhentian, dia diserang seorang perempuan yang melompat dari kerumunan penonton.

Perempuan berumur 50 tahun itu memukul jatuh botol minum yang dipegang Boyarskaya dan berteriak, ”Kamu jahanam, kembalilah ke negara kamu! Kamu tidak layak berada di kota saya dan kamu tidak boleh ikut maraton ini!” Boyarskaya menceritakan hal ini kepada BBC.

Boyarskaya, warga Moskwa yang juga pendiri perkumpulan lari Rainbow and Unicorns Running Club, mengaku sangat terkejut dengan insiden itu. Menurut Boyarskaya, hal yang sangat konyol untuk membenci seseorang hanya karena berbeda kebangsaan. ”Perang adalah omong kosong, demikian pula dengan insiden ini,” kata Boyarskaya yang memilih menumpahkan kekesalannya di media sosial ketimbang melapor kepada polisi.

Penyelenggara maraton Moskwa mengaku tidak menerima protes terkait insiden Boyarskaya. ”Ada 61 negara yang terlibat dalam maraton ini, termasuk dari Ukraina,” ujar Dmitry Tarasov, direktur turnamen maraton Moskwa.

Seorang perempuan menulis di laman Facebook BBC Rusia, mobilnya dicegat hanya karena ada stiker bendera Ukraina di kacanya.

Perempuan lain menulis, dia dihina hanya karena menata rambutnya dengan gaya gelung ikat ala Yulia Tymoshenko, mantan Perdana Menteri Ukraina.

”Saya mengenakan kaus dengan simbol Amerika, dan ditegur pelayan apotek yang mengatakan saya tidak patriotik,” ujar Andrey Albekov yang langsung teringat Presiden Putin yang selalu mengulang-ulang kata ”pengkhianat nasional”. (joy)

Postur Pertahanan AS Tak Lagi seperti DuluOleh: SIMON SARAGIH 

KELESUAN ekonomi telah melemahkan postur global Amerika Serikat. Militer AS telah memelihara kekuatan di seluruh dunia secara konsisten sejak Perang Dingin. Namun, seiring penurunan anggaran dan pudarnya kekuatan ekonomi, Pentagon kini harus berpikir ulang tentang itu semua.

”Kami benar-benar sedang berpikir keras tentang posisi global AS soal keamanan,” kata Wakil Menteri Pertahanan AS Robert O Work, 30 September lalu, di Council on Foreign Relations (CFR), di Washington DC.

”Situasi akan berbeda. Sementara di sisi lain ada tuntutan besar bagi AS untuk menunjukkan kepemimpinan soal pertahanan global, tetapi pemerintahan Presiden AS Barack Obama yakin negara-negara lain juga harus bangkit dan turut berbagi peran,” kata Work.

Angkatan Darat dan Korps Marinir AS akan mengurangi 120.000 personel pasukan selama beberapa tahun ke depan. ”Dengan komitmen baru dan uang yang lebih sedikit, sesuatu harus dilepas. Mempertahankan militer dengan tempo tinggi tak bisa lagi karena iklim anggaran. Hal itu mencegah kesiapan kita menghadapi keadaan darurat pertahanan di masa depan,” kata Work.

Ia menambahkan, strategi militer AS sekarang dengan moto ”penyeimbangan kembali” (rebalancing) kekuatan di Asia masih berlaku. Namun, jika Kongres AS tidak menghilangkan hambatan anggaran yang sudah diputuskan pada UU Pengendalian Anggaran 2011, strategi ini akan direevaluasi.

”Penyeimbangan kembali kekuatan” dalam hal ini merujuk pada penguatan posisi pertahanan AS guna menghadapi Tiongkok.

Gerutuan pun diarahkan pada pemerintahan Obama seperti ditulis Sandra I Erwin, kontributor majalah National Defense, edisi Oktober, lewat artikel berjudul ”Golden Age of Federal Contracting Is Over”.

Para jenderal top AS belum bisa percaya pada pengurangan anggaran pertahanan AS oleh Kongres AS. Mantan Direktur Anggaran Militer AS, seorang pensiunan letnan jenderal dan kini Wakil Presiden LMI, sebuah perusahaan konsultan, berkata, ”Sebagai negara, kita kini berdiri kaku.”

Michael A Daniels, pengusaha dan pemimpin LMI, juga berkata, ”Situasi sekarang sudah berbeda, bahkan yang terburuk dalam 40 tahun terakhir.”

Pemudaran kekuatan ekonomi adalah inti utama. Hal ini merembet hingga ke perusahaan kontraktor persenjataan, seperti Boeing. ”Merosotnya anggaran Pentagon telah mengubah basis industri pertahanan,” kata Chris Chadwick, CEO Boeing Defense, saat berpidato pada 17 September lalu di konferensi Air Force Association’s Air and Space Conference di National Harbor, Maryland.

Pada 16 Juli lalu, majalah National Defense juga menuliskan hubungan Pentagon dengan para vendor yang memburuk. Harga tender dari para kontraktor pertahanan semakin ketat.

Lembaga konsultan AS, McKinsey, telah menyurvei opini pada pimpinan korporasi bidang pertahanan global tentang gambaran bisnis pertahanan pada 2015. Survei itu menggambarkan penurunan anggaran pertahanan global, bukan hanya AS. Disimpulkan, perusahaan pertahanan global kini sedang berbenah melirik pasar di India, Timur Tengah, dan lainnya.

Restrukturisasi

Apakah AS akan memudar karena keadaan ini? Tidak. Setidaknya demikian dikatakan Joseph M Parent dan Paul K MacDonald dalam artikel berjudul ”The Wisdom of Retrenchment: America Must Cut Back to Move Forward” di situs CFR.

Parent adalah profesor politik dari Universitas Miami dan MacDonald adalah profesor politik dari Wellesley College.

”Seiring dengan kebangkitan negara-negara lain, pengeluaran anggaran pertahanan AS yang tidak disiplin serta komitmen kebijakan pertahanan luar negeri AS sedang diuji,” tulis Parent dan MacDonald.

Pengeluaran harus dipangkas dan peran pengamanan global harus dibagi pada sekutu.

Namun, mantan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta pernah mengingatkan, pengurangan anggaran sangat membahayakan. ”Itu akan melemahkan pertahanan nasional kita dan melemahkan kemampuan memelihara aliansi global.”

Parent dan MacDonald tak setuju kepada Panetta. ”Pandangan ini gambaran dari sikap kuno para pembuat keputusan. Jika bicara soal kekuasaan, sesuatu yang lebih kuat selalu dianggap

lebih baik. Banyak pejabat takut tirani global muncul jika AS melemah. Banyak kelompok kepentingan menentang itu karena takut kehilangan sesuatu akibat pengurangan keterlibatan AS di luar negeri.”

Dua pakar itu juga menyinggung adanya korupsi di tubuh militer. Pada 12 November 2013, Transparency International (TI) merujuk pada berita Associated Press (AP) tentang isu korupsi di tubuh militer AS yang dibungkam. Parent dan MacDonald menyinggung secara implisit praktik korupsi di balik anggaran pertahanan AS.

Dua pakar ini juga berkata, ”Berlebihan untuk menyimpulkan keadaan chaos di seberang akan muncul jika AS mengurangi peran dan bersedia berkontribusi pada pertahanan kolektif. Hal ini malah bisa mengurangi beban anggaran sekaligus memperbaiki citra AS dalam sistem pengamanan global.”

Menurut mereka, kebijakan penarikan diri tidak mesti melahirkan ketidakstabilan internasional. ”Penarikan diri justru memberi ruang untuk reformasi dan pemulihan, memperkuat fleksibilitas strategi, dan memperbarui legitimasi kepemimpinan AS.”

Sejarawan AS Robert Kagan amat berhati-hati soal pengurangan anggaran AS ini. Jurnalis pertahanan AS, Robert Kaplan, berpendapat lebih seram dengan mengatakan, pengurangan keberadaan AS di sektor pengamanan global akan memperburuk hak asasi global.

Faktanya, AS telah dituduh menjadi tiran global dengan mengabaikan peran PBB dalam banyak hal, bahkan mencampakkan PBB dalam berbagai kesempatan. AS juga mencatatkan sejumlah pelanggaran HAM di Irak.

Untungnya, Obama, yang amat menghargai hukum internasional, menyadari hal ini. Untung juga ada pemudaran kekuatan ekonomi AS sehingga memungkinkan semua itu tidak lagi dijalankan, yakni penguasaan global oleh AS dan sikap bahwa AS lebih tahu soal pengamanan dunia.

Kondisi Asia Picu Perubahan DuniaTAK BISA dimungkiri, kawasan Asia, terutama Asia Timur dan Tenggara, saat ini telah menjadi mesin penggerak perubahan tata dunia baru. Sejumlah faktor dinilai menjadi pemicu perubahan tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Korsel) Yun Byung-se kepada Kompas di Jakarta, Kamis (9/10).

”Dalam sejarahnya, saat ini saja di kawasan Asia Timur telah terjadi perubahan yang sangat menonjol, apalagi jika dibandingkan dengan era sebelumnya,” ujar Yun.

Menurut dia, beberapa pemicu perubahan itu antara lain pergeseran perimbangan kekuatan di kawasan; munculnya sejumlah konflik keamanan akibat persoalan sejarah, baik darat maupun maritim; serta bangkitnya nasionalisme di tiap negara. Kondisi itu kemudian bisa berkembang menjadi semakin berkurangnya rasa saling percaya di antara negara-negara di kawasan Asia Timur.

”Saya menilai kondisi seperti itu sangat mengkhawatirkan karena dapat merusak landasan perdamaian dan kemakmuran bersama di kawasan,” ujar Yun.

Padahal masa depan Asia Timur dia nilai sangat tergantung pada bagaimana negara-negara di kawasan, terutama Tiongkok, Jepang, dan Korsel, dapat meningkatkan kerja sama berdasarkan kepercayaan dan mencoba saling meredam pertentangan.

Seperti diketahui, hingga saat ini di antara sejumlah negara tersebut masih terjadi sengketa dan bahkan ketegangan di lapangan. Sebut saja sengketa kepulauan Senkaku/Diaoyu antara Tiongkok dan Jepang, yang diikuti langkah Tiongkok menerapkan kebijakan zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ).

Selain itu, ketegangan juga terjadi ketika Pemerintah Jepang merevisi interpretasi konstitusi pasifisnya, yang memungkinkan militer mereka berperan lebih aktif. Revisi itu memicu luka

sejarah lama, terutama di Tiongkok dan Korsel, yang mengalami kekejaman masa imperialisme militer Jepang di masa Perang Dunia II.

”Saya berharap masalah yang timbul di Asia Timur, misalnya yang dikaitkan dengan sejarah, seperti terjadi antara Tiongkok dan Jepang, bisa diselesaikan lewat komunikasi dan dialog,” ujar Yun.

Laut Tiongkok Selatan

Saat ditanya soal sengketa di Asia Tenggara, terutama di perairan Laut Tiongkok Selatan, Yun menilai peran Indonesia sangatlah besar dan penting. Hal itu terutama karena Indonesia dikenal sebagai negara besar dan berpengaruh di kawasan dan dalam kerangka organisasi ASEAN.

Selain itu, Indonesia juga punya inisiatif dalam mengajukan sejumlah alternatif solusi, seperti usulan kode tata berperilaku (COC) di Laut Tiongkok Selatan untuk mengurangi potensi benturan di lapangan.

Yun menambahkan, masalah keamanan dan kebebasan bernavigasi di Laut Tiongkok Selatan sangatlah penting bagi Korsel. ”Buat kami, perairan itu adalah jalur maritim paling penting bagi perdagangan luar negeri kami. Saya berharap masalah di sana bisa cepat diselesaikan secara damai sesuai hukum internasional,” ujar Yun.

Seperti diwartakan, sengketa di Laut Tiongkok Selatan terjadi antara Tiongkok, yang mengklaim hampir 90 persen kawasan itu, dan empat anggota ASEAN, yakni Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina. Sejumlah insiden terus terjadi di lapangan di antara pihak bersengketa.

Menurut Yun, Indonesia sebagai negara utama di ASEAN, sekaligus negara yang mampu bersikap sebagai penyeimbang, memiliki peran sangat penting dalam proses negosiasi dengan Tiongkok.

”Harapan saya, masalah di Laut Tiongkok Selatan tidak akan menjadi alasan yang melemahkan konsolidasi ASEAN. Dalam konteks itu, Indonesia dipastikan lebih paham ketimbang pihak mana pun,” ujar Yun.

Atas peran Indonesia pulalah, kata dia, Juli lalu, di Manila, Filipina, semua pihak terkait, termasuk Tiongkok, mengadopsi deklarasi ASEAN tentang Laut Tiongkok Selatan.

Dalam deklarasi itu terdapat hal, seperti upaya menahan diri (self-restraint) dan komitmen untuk sama-sama tak menggunakan kekuatan (non-use of force). (WISNU DEWABRATA)

Reorientasi Polugri: ”Back to Basic”MENCERMATI dinamika dunia internasional dewasa ini, tampaknya sudah waktunya politik luar negeri atau polugri Indonesia disesuaikan kalau tidak dirombak sama sekali. Sudah waktunya polugri yang mengedepankan pencitraan dan slogan-slogan idealistis ditinggalkan. Polugri Indonesia perlu diarahkan pada pencapaian nyata berdasarkan pendekatan yang realistis, rasional, dan pragmatis.

Tak ada gunanya lagi menganggap diri besar, strategis, dan penting jika dalam kenyataannya kita hanya besar secara fisik, tetapi tak mampu memanfaatkan posisi geografis untuk menjadi hub. Apalagi masih tetap bisa dilecehkan oleh negara tetangga yang tidak besar, tidak strategis, dan tidak penting.

Tidak juga ada manfaatnya berpartisipasi dalam ingar-bingar hubungan internasional kalau kenyataannya kita tak kuat secara militer atau ekonomi, apalagi menjadi negara yang bergantung.

Memakai proposisi realismenya SM Walt (1998), politik internasional senantiasa diwarnai persaingan antarnegara untuk mendapatkan kekuasaan dan keamanan. Dalam konfigurasi ini, instrumen utama kebijakan luar negeri akan mengandalkan kekuatan militer dan ekonomi.

Jika Harold Lasswell mengatakan, politik adalah masalah who gets what, when and how, politik luar negeri, demikian pula. Polugri tak statis, tetapi dinamis dan senantiasa berkembang, dan harus mampu beradaptasi dengan kecenderungan internasional, termasuk globalisasi, demokratisasi, good governance, transnational crimes, lingkungan hidup, pasar bebas, multipolarisme, dan interdependensi.

Polugri tak lagi hanya berdasarkan prinsip mutual respect dan mutual benefit, tetapi juga lebih penting pada equal footing dan unconditionality. Selain itu, prinsip dasar ”tidak ada kawan abadi selain kepentingan nasional” juga harus ditegakkan kembali. Demikian juga

prinsip trust no one, yang dalam bahasa gaul sering dikatakan ”temen ya temen, tapi curiga jalan terus”.

Dengan demikian, polugri sewajarnya mempunyai visi dihormati dan disegani, sementara misinya kembali pada Tri Sakti-nya Bung Karno.

Berdasarkan preposisi Walt dan pandangan Lasswell itu, pelaksanaan polugri Indonesia tak perlu mengandalkan kekuatan militer, tetapi lebih wajar menggunakan potensi ekonomi. Artinya, tujuan polugri lebih penting menjadi kekuatan ekonomi.

Dengan menjadi kekuatan ekonomi, pengakuan akan kebesaran dan pentingnya Indonesia akan datang dengan sendirinya. Seperti kata Hubert H Humphrey (1911-1978), ”Foreign policy is really domestic policy with its hat on.”

Dengan pemahaman ini, aparat pelaksana polugri, yaitu kementerian luar negeri dan diplomatnya, saatnya memusatkan perhatian pada diplomasi ekonomi, serta dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan di bidang ini. Sudah waktunya perwakilan RI dijadikan Indonesia Inc dan kepala perwakilannya berfungsi sebagai CEO.

Konsekuensinya, jika selama ini hiruk-pikuk polugri lebih banyak dilakukan dalam kerangka multilateral (PBB, GNB, OKI, APEC, dan ASEAN), kini sudah waktunya lebih diarahkan pada diplomasi bilateral.

Diplomasi bilateral jelas lebih mencapai hasil yang nyata, sementara multilateralisme lebih merupakan upaya melukis langit atau mengukir laut. Multilateralisme masih tetap diperlukan berdasarkan asas prioritas. Artinya, kita tak mesti aktif di semua organisasi internasional, kecuali kita mendapatkan sesuatu yang nyata, terutama dalam pembangunan ekonomi.

Konsekuensi lanjutannya, harus ada perombakan di kemlu, baik struktur maupun nomenklaturnya. Selama ini posisi penting, dari tingkat menteri, eselon I , hingga eselon II, yang strategis senantiasa dijabat diplomat ”jebolan” multilateral; demikian pula jabatan kepala perwakilan besar/penting ( D-1), seperti Washington, London, dan Paris. Sementara posisi yang kurang prestisius baru diberikan kepada ”jebolan bilateral”.

Dalam kaitan ini, lingkaran konsentrik yang menempatkan organisasi internasional (PBB, GNB, ASEAN, dan APEC) sebagai pusat diganti dengan negara, berdasarkan kepentingan dan potensi ekonominya.

Untuk itu sudah waktunya dibuat pemetaan negara-negara yang menjadi prioritas berdasarkan potensi keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh. Sudah seharusnya pula diplomat Indonesia lebih dibekali dengan kemampuan manajemen dan pemasaran sehingga berorientasi ”mencari untung” dan tidak hanya menjalankan tugas rutin.

Meski demikian, upaya menjadikan perwakilan Indonesia sebagai Indonesia Inc tak akan berhasil tanpa dukungan dana dan kerja sama dengan lembaga lain. Selama ini kemlu dianggap sebagai lembaga yang eksklusif dan elite, yang menjadikannya terkucil dan dijauhi,

khususnya oleh DPR dan kementerian keuangan, sehingga anggaran kemlu dari tahun ke tahun semakin tak memadai.

Back to basic dalam kebijakan dan pelaksanaan polugri ini sama sekali bukan langkah mundur. Back to basic harus dilihat sebagai upaya menata kembali polugri agar kembali pada jalurnya dalam mencapai tujuan yang lebih nyata. Mundur selangkah, tetapi kemudian maju beberapa langkah, tetap jauh lebih baik daripada jalan di tempat, atau berpura-pura melangkah maju, apalagi kalau ternyata memang mundur!

Pada akhirnya, kebesaran, kestrategisan, dan pentingnya Indonesia tak akan bisa dicapai melalui gegap gempita konferensi internasional. Sebaliknya, menjadikan Indonesia kuat secara ekonomi dengan sendirinya akan mendatangkan pengakuan.

Henry Kissinger mengatakan, ”No foreign policy—no matter how ingenious—has any chance of success if it is born in the minds of a few and carried in the hearts of none.” Diplomasi bilateral harus menjadi ujung tombak polugri.

Dian Wirengjurit Duta Besar RI untuk Iran; Artikel Ini Pandangan Pribadi

Mengembalikan Kepercayaan yang HilangOleh: BRIGITTA ISWORO LAKSMI dan IRMA TAMBUNAN 

DARI jendela kaca. Sore itu pemandangan menenteramkan. Garis cakrawala membelah biru semburat putih awan; warna laut dan langit jelang senja. Sungguh menenangkan hati, perasaan damai merebak. Melalui jendela itu pula kehancuran dan penderitaan menyapa penghuni rumah sakit.

Dari jendela kaca itu, Jumat 11 Maret 2011, puluhan karyawan Rumah Sakit Umum Kota (RSUK) Minamisoma, yang berada di pinggir Kota Minamisoma, Perfektur Fukushima, menyaksikan badan air menggelegak merangsek daratan, menelan hasil peradaban yang ada di antara mereka dan laut. Tinggi air mencapai 8,6 meter di daerah Kitaizumi, Minamisoma City. Dari balik kaca, kala itu, mereka nanar menonton. Tak mampu berbuat apa pun. Waktu seakan berhenti. Ujung ”lidah” tsunami mencapai 2-4 kilometer dari rumah sakit.

”Kami menyaksikan dari awal air naik dan bergerak menyapu daratan, dan berhenti kira-kira 4 kilometer dari sini,” ujar Asisten Direktur RSUK Minamisoma Hospital Tomoyoshi Oikawa, Rabu (10/9), di Kota Minamisoma, Jepang. Ia warga lokal kelahiran Perfektur Fukushima.

Lebih dari 200 orang datang dengan ambulans sesaat setelah terjadi ledakan. Sementara rumah sakit hanya mampu menampung 100 pasien dari 200 tempat tidur yang tersedia. Di seluruh kota Minamisoma hanya tersedia 1.044 tempat tidur untuk rawat inap.

Sekitar 10 hari pasca ledakan Reaktor 1 Daiichi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, 107 pasien dipindahkan ke Perfektur Niigata, 200 kilometer dari RSU Minamisoma. ”Diperkirakan 30 persen pasien meninggal dalam proses pemindahan,” ujar Oikawa. Sementara pasien rumah sakit khusus lanjut usia di Yoshi Land, sekitar 1 kilometer dari RSUK Minamisoma, diperkirakan 37 persennya tewas tersapu tsunami.

Sekitar seminggu setelah bencana itu, menurut anggota tim dokter di rumah sakit tersebut, Masaharu Tsubokura, ”Populasi di Minamisoma menyusut hingga 25 persen.” Sebagian meninggal dan sebagian lain pindah ke lain kota. Kota Minamisoma kehilangan 500 warganya akibat tsunami.

Rumah sakit yang berjarak sekitar 40 km dari PLTN Fukushima yang disesaki pasien saat itu tidak memiliki dosimeter (pengukur radiasi di udara). ”Baru dipasang sebulan setelah bencana,” ujar fisikawan Ryuko Hayano dari University of Tokyo. Ia membantu pengecekan tingkat radiasi di daerah Minamisoma melalui uji radiasi di rumah sakit.

Pengecekan radiasi

Pertanyaan besar pasca bencana adalah seberapa jauh radiasi dari ledakan Reaktor Daiichi PLTN Fukushima memengaruhi kesehatan masyarakat?

Mengonsumsi dan mengisap partikel radioaktif, seperti debu yang terbawa angin dari pembangkit listrik tenaga listrik atau pengujian bom nuklir, sangat membahayakan kesehatan. Jika partikel radioaktif masuk ke dalam sel, partikel itu dapat merusak DNA (deoxyribonucleic acid) yang bisa mengubah perilaku kromosom. Terkadang ekses baru muncul puluhan tahun kemudian, berupa tumor atau kanker. Oleh karena rentang waktu yang panjang, sulit menghubungkannya sebagai sebab-akibat (theenergycollective.com).

Demi menjawab keraguan, tim rumah sakit bergegas menyiapkan peralatan pengukur tingkat radiasi dalam tubuh manusia dewasa, anak-anak, dalam menu makan lengkap, serta di dalam tanah, terutama tanah pertanian.

Untuk mengukur radiasi pada orang dewasa digunakan Fastscan, sedangkan untuk bayi digunakan Babyscan yang dibuat sendiri oleh RSUK Minamisoma dari bahan nonlogam agar nyaman bagi bayi. Pengujian pada makanan anak-anak, yaitu 1-2 Becquerel/hari, sementara batasnya adalah 2-3 Bq/hari.

Dari 1.000 bayi yang diukur tingkat radiasinya, didapati tingkat paparan rata-rata 20 Bq/tubuh anak. Angka itu masih di bawah batas aman 30 Bq per tubuh anak.

Narasumber menjelaskan, ”Tingkat keterpaparan terhadap Cesium 137 (Cs 137) yang digunakan di Fukushima jauh lebih rendah dari tingkat keterpaparan di Chernobyl setelah tujuh tahun dan 10 tahun dari terjadinya bencana kebocoran PLTN di Chernobyl, Ukraina (26 April 1986),” papar Hayano. Bencana Chernobyl telah menyebabkan mutasi pada beberapa hewan.

”Cesium mudah hilang dari tubuh manusia,” kata Hayano.

Pasca bencana, risiko orang terserang stroke juga meningkat tinggi. Puncaknya terjadi pertengahan tahun 2011 yang mencapai 3,5 kali lipat jumlah penderita pada masa sebelum tsunami dan bencana nuklir. Tahun 2012 turun menjadi 2,5 kali lipat dari sebelum bencana.

Hayano menduga, ”Penduduk Minamisoma sebelum bencana telah terpapar faktor risiko stroke, seperti darah tinggi dan diabetes melitus. Risiko meningkat akibat stres karena bencana dan pengobatan yang kurang memadai.” Ia juga menduga banyak penyakit terkait gaya hidup turut meningkat, antara lain akibat perubahan asupan makanan.

Kini, warga Minamisoma takut mengonsumsi makanan, terutama produk lokal dan wilayah Perfektur Fukushima, mereka takut radiasi. Menurut Direktur Urusan Obat Soma Central Hospital Sae Ochi, ”Masalahnya, tidak banyak tulisan ilmiah soal radiasi pada makanan.” Akibatnya, terjadi kasus malnutrisi.

Tomoyoshi Oikawa, Asisten Direktur RS Minami-Soma, mengungkapkan, pernah ada penelitian lapisan tanah pertanian di Minamisoma. ”Lapisan tanah di sini berjenis lempung (clay). Jadi, radiasi cesium diserap lempung, tak terbawa air. Karakter cesium serupa potasium yang digunakan sebagai pupuk oleh petani di sana.”

Pasca bencana, Minamisoma terdampak secara ekonomi, sosial, dan kesehatan. Signifikan.

Menurut Sae Ochi, berdasarkan seluruh pengalaman, perilaku masyarakat pasca bencana nuklir menunjukkan ketakutan, ”Soal kesehatan seharusnya dititikberatkan pada aspek kesiapan (preparedness) masyarakat.”

Hayano menambahkan, ”Bencana ini menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, dokter spesialis, dokter, dan wartawan.”

Mandi Cahaya di Pasir SurgaOleh: Putu Fajar Arcana 

SEJAK tiba di Larantuka, ”surga” itu bukan sesuatu yang utopia. Keindahan dan kedamaian taman firdaus seperti tarikan kuas para pelukis. Ia menjelma oleh paduan matahari, perbukitan, laut dan angin, serta pasir yang memeluk hangat mata air. Di situlah cinta paling sederhana para petani bersumber.

Dari atas batu, senja yang memerah menerpa tubuh Simon Sinaliwun (98). Petani yang masih tampak tegar di usia tua ini sedang ”mandi pasir”. Pantai Kawaliwu yang menghampar di Teluk Hading, di utara Kota Larantuka, Flores Timur, bagai surga tersembunyi yang belum banyak dijamah para pengelana. Pada bentangan pantai yang membuat garis lengkung antara

Desa Kawaliwu dan Desa Lewomuda, terpendam mata air panas. Ia mengalir di bawah pasir hitam berbatu dengan hulu kaki Gunung Ile Padung di Kecamatan Lewolema.

”Saya so bisa mandi setiap hari. Tinggal gali pasir, air panas semua, lalu byur-byurr….” Simon menggamit gayung, lalu menciduk air yang tertampung di ceruk pasir dan mengguyur sekujur tubuhnya. ”Ini air panas bikin umur panjang,” kata Simon.

Hidup petani uzur ini begitu sederhana. Setiap hari ia berangkat ke kebun jambu mete miliknya yang terletak di kaki Gunung Ile Padung. ”Setiap hari pungut 2 karung biji mete. Bisa dapat Rp 800.000, apalagi ah mandi air panas sebelum pulang ke desa,” tuturnya. Lagi-lagi dengan sukacita Simon mengguyur tubuhnya dengan air panas.

Penjelajah kuliner seperti William Wongso dan Santhi Serad, yang berkunjung ke Kawaliwu, tak henti berdecak kagum. ”Ini seperti surga tak terjamah, tapi nyata di hadapan kita,” kata Santhi.

Silvester Hurit, pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Flores Timur yang menemani perjalanan kami, dengan sigap menggali pasir. Tak berapa lama, ketika air panas menggenang di ceruk pasir ia mengguyur tubuhnya. ”Sekalian mandi deh, ini buat kesehatan,” kata Silvester, yang rumahnya berjarak sekitar 5 kilometer dari pantai itu.

Ketika senja benar-benar rebah di cakrawala, cahaya matahari memantul di permukaan laut yang bagai lempeng tembaga menyepuh tubuh-tubuh kami. Warga sekitar berduyun menuju pantai. Mereka siap dengan segala peralatan mandi. Dan lagi-lagi air panas alami yang tersembunyi di bawah pasir menjadi medium pembersih diri.

Sumber mata air

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Flores Timur Andreas Ratu Kedang menuturkan, aliran air panas di Pantai Kawaliwu berasal dari perut Gunung Ile Padung. Suhu di permukaan air berkisar 40-45 derajat celsius. Cukup hangat digunakan sebagai air pembilas tubuh. ”Pantai ini jadi salah satu andalan dari puluhan obyek wisata di Flores Timur,” kata Andreas.

Agak jauh dari memadai memang kalau membicarakan Kawaliwu sebagai destinasi wisata. Pantai dengan hamparan pohon mete di lereng-lereng gunung ini harus dicapai lewat jalan berlubang sepanjang lebih dari 15 kilometer ke arah utara dari Kota Larantuka. Selain itu, nyaris tak ada rambu-rambu penunjuk arah untuk mencapai pantai. Tetapi justru dengan begitulah, pantai ini selalu menyimpan kehangatannya yang alami.

Senja seperti pada akhir Agustus 2014 lalu adalah senja-senja sebelumnya di musim kemarau. Matahari tak pernah tergelincir dalam tumpukan awan sebelum mencium permukaan laut. Kita selalu menemukan paduan kebesaran semesta, di mana matahari menyelesaikan tugasnya dengan menebar cahaya terakhir ke seluruh permukaan laut dan gunung, sebelum akhirnya tertidur.

”Di sini sunset selalu berakhir dalam damai,” kata Silvester, lulusan STSI Bandung yang juga penulis puisi itu.

Bukan cuma kebesaran alam yang membuat Kawaliwu terasa istimewa, para petaninya yang ramah dan bersahaja juga kekayaan yang berbeda. Sewaktu kami tiba, serombongan petani di atas mobil pick-up duduk berebutan dengan karung-karung biji mete. Mereka tak segan berhenti, menyapa dan berbincang kecil dengan kami, yang terbelalak-belalak menyaksikan jambu mete ranum. ”Ini buahnya cuma dikasi makan babi… tak bisa dimakan,” tutur seorang petani perempuan dari atas mobil. Rasa buah jambu mete yang matang memang sangat sepat. Kesepatan itu sering kali membuat kerongkongan terasa kering dan tersedak.

Wakil Bupati Flores Timur Valentinus Tukan menyatakan, daerahnya yang berbukit-bukit batu dan kering cocok dengan tumbuhan mete. Bahkan boleh dikata kini pada hampir semua desa di Flores Timur yang jumlahnya mencapai 250 desa, hasil utamanya adalah biji mete. ”Sayangnya, kami baru bisa menjual biji mete gelondongan kepada para pembeli dari India. Mereka datang langsung ke Larantuka,” kata Valentinus Tukan.

Daerah beriklim panas sepanjang musim ini sejak beberapa tahun terakhir seolah menemukan jalan keluar untuk meneruskan hidup. Di sela bongkahan batu-batu besar dengan tekstur tanah berpasir, mete menumbuhkan harapan. Itulah barangkali buah dari ketekunan serta kepasrahan diri di hadapan Sang Pemilik Hidup.

Larantuka memiliki tradisi Semana Santa, prosesi perayaan Paskah yang telah dilakukan sejak 5 abad silam. Pada prosesi ini, umat Katolik setempat menyatakan perkabungan yang mendalam, merefleksi batin dalam pertobatan bersama. Mereka menimba rahmat dan berkat melalui doa dan nyanyian. Pada Jumat Agung, umat melakukan proses pengarakan Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (Yesus Kristus) dari kapela masing-masing menuju katedral. Setiap tahun Semana Santa di Larantuka tak kurang dikunjungi ratusan ribu peziarah dari seluruh dunia.

Kini perjalanan matahari mencapai titik paling menentukan. Kami semua bermandi cahaya warna tembaga. Simon Sinaliwun tetap berkecipak di telaga kecil yang ia ciptakan sendiri. Sementara Gunung Ile Padung menghitam, perlahan bergerak menjadi siluet. Kami saling berpandangan sambil mengantar matahari pulang.

Berkas Cahaya SkizofreniaOleh: Mawar Kusuma

Sejak hari pertama ”ledakan” terjadi, hidup tak pernah lagi sama. Tertatih-tatih, mereka mencoba bangkit. Menanggalkan label ”gila”, para penderita skizofrenia membuktikan kemampuan untuk melayani sesama. Mulai dari dokter gigi sampai pegawai negeri.

Endang Murniati Saroso (59) telah puluhan tahun memberikan pelayanan sebagai dokter gigi. Hari pertama ketika diagnosis skizofrenia ditegakkan oleh dokter ahli jiwa menjadi saat tak terlupakan bagi Endang. Kala itu, tahun 1978, gairah Endang sebagai mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta, sedang meletup-letup. Ia begitu bersemangat ingin menyelesaikan pendidikan kedokteran demi melayani masyarakat.

Tiba-tiba, ketika bangun pagi hari pada tahun keempat kuliahnya, ia kehilangan keinginan untuk melakukan banyak hal. Orang-orang di sekitarnya begitu kebingungan karena Endang menarik diri dan diam seribu bahasa. Orangtuanya segera membawanya ke psikiater Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, lalu dilanjutkan rawat inap di Sanatorium Dharmawangsa.

Setiap tiga tahun sekali sejak serangan pertama skizofrenia, Endang harus dirawat di Sanatorium Dharmawangsa karena penyakitnya yang selalu kambuh. Setiap kambuh, ia minimal harus rawat inap selama dua pekan. Setiap hari, ia rutin meminum obat agar gejala penyakitnya tidak kembali muncul.

”Gejalanya cuma diam, tidak beraktivitas apa pun. Pikiran kosong. Disuruh makan, ya, makan. Mandi, ya, mandi. Enggak ada keinginan dan kemauan. Itu yang saya rasakan,” kata Endang.

Setiap kali penyakit itu kambuh, Endang harus cuti kuliah. Ia memanfaatkan waktu pemulihan dengan ikut kursus dekorasi rumah, seperti merajut. Karpet atau sajadah rajutannya sangat indah dan hingga kini masih dipakai. Orangtua sempat memintanya berhenti kuliah, tetapi Endang membuktikan bisa lulus setelah enam tahun kuliah.

”Saya tetap kuliah, bisa berpikir normal. Enggak mungkin bisa pegang pasien kalau enggak normal. Harus nyabut, nyuntik, membius. Selain minum obat, ya, harus hidup aktif. Jangan diam saja,” ujarnya.

Akibat keracunan obat, ia kemudian mengalami kelumpuhan otak (neuroleptic malignant syndrome) pada 2008. Dua bulan tak sadarkan diri dan separuh tubuhnya sempat tak bisa digerakkan, Endang akhirnya memilih berhenti berpraktik sebagai dokter gigi. Meski tidak sesibuk ketika masih praktik, ia berusaha terus beraktivitas, seperti rutin ikut pengajian, memasak, dan berolahraga.

Mimpi besar

Skizofrenia juga menjadi kejutan tak menyenangkan yang menghampiri Poltak Tua Dorens Ambarita (32). Kebahagiaan karena baru diterima bekerja setelah lulus cum laude dari Institut Teknologi Bandung (ITB) harus pupus karena tiba-tiba ia mendapat waham (penglihatan) bahwa ia ditakdirkan menikah dengan Agnes Monica dan akan menjadi seperti Soekarno.

Karena Poltak menganggap waham itu sebagai wahyu, kegembiraannya meluap-luap. Ia sangat senang dan membagikan cerita tentang penglihatan itu kepada semua rekan kerjanya.

Dengan alibi akan diajak menemui Agnes Monica di Jakarta, rekan-rekannya mengelabui lalu membawa Poltak ke rumah sakit jiwa. Oleh keluarga, Poltak pun sempat dibawa ke dukun.

”Teman-teman menertawakan saya. Saya ngotot, ini benar. Saya berontak. Di pikiran saya, mereka ingin mencelakai saya. Saya diikat. Kok, teman saya jahat? Ah, mungkin mereka cemburu. Saya merasa enggak sakit,” kata Poltak mengungkap isi pikirannya ketika pertama kali dibawa ke rumah sakit jiwa.

Setiap kali menapaki keberhasilan dalam hidup, seperti ketika mendapat beasiswa S-2 dari ITB serta S-2 dari Taiwan, Poltak menyatakan selalu ingat pada ”wahyu” yang telah diterimanya. Akibatnya, ia kambuh dan kambuh lagi. ”Setelah tiga kali kambuh, kayaknya memang bukan jodoh. Saya berserah. Keluarga bilang, ’Jangan kambuh. Kamu harus bertanggung jawab sama dirimu sendiri’,” ujar Poltak.

Tiap kali waham atau suara-suara asing kembali menghampiri, Poltak memilih menuliskannya dalam wujud puisi atau sebait lagu. Sudah enam lagu yang tercipta dari pengalamannya memperoleh waham. Tiga lagu khusus diciptakan bagi Agnes. ”Saya belajar bergaul. Kalau dulu saya tertutup,” katanya.

Selama tujuh tahun terakhir, Poltak aktif bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Baristand Industri Manado Kementerian Perindustrian di Manado, Sulawesi Utara. Selain rutin meminum obat, Poltak pun berusaha meningkatkan kapasitas berpikirnya dengan mengajar sebagai guru kimia di bimbingan belajar Ganesha Operation.

”Semua teman kantor tahu penyakit saya. Mereka peduli dan memperjuangkan saya. Jika beban pekerjaan terlalu berat, mereka turut membantu. Mimpi ke depan saya banyak, saya ingin ambil S-3 kimia kedokteran di Amerika. Pengin menemukan obat mengatasi masalah kejiwaan. Belajar menerima realitas,” tutur Poltak.

Jalan keluar

Skizofrenia juga menjumpai Ash Xyle (40) secara tiba-tiba pada 2009. Pria asal India yang menikahi perempuan Indonesia ini mulai merasa setiap orang di kantor membicarakan keburukannya. Ia lalu mengurung diri di rumah selama tiga pekan. Sang istrilah yang membawanya menemui psikiater. ”Dokter bilang perlahan, ’Apa pernah dengar skizofrenia’? Lalu dia bilang, ’Well, my friend, you have it’,” kata Ash.

Bagi Ash, skizofrenia adalah sebuah tantangan dalam hidup. Gejala skizofrenia tidak akan menghampirinya selama 24 jam sehari selama hidupnya sehingga ia merasa harus bangkit. ”Kadang takut jika gejalanya datang lagi. Jadi, punya pengalaman traumatik. Harus berusaha mengelola trauma,” katanya.

Dengan instruksi terarah yang jelas, Ash merasa bisa melakukan pekerjaan dengan baik. Ia menata agendanya serapi mungkin untuk pekerjaan yang harus dilakukan hari ini, esok, atau lusa. Lulusan Universitas Mumbai ini kemudian bergabung sebagai pekerja sosial untuk isu kesehatan jiwa pada lembaga nonprofit Hope Xchange yang berbasis di San Diego, Amerika Serikat.

”Saya bergabung karena punya mimpi yang sama. Ayo bekerja bersama. Saya belajar dari orang yang mengalami dan mendampingi. Kami berusaha membuat platform agar penderita bisa tetap bekerja dan mandiri. Saya ayah dua anak, enggak bisa tidur selamanya,” kata Ash yang baru menerbitkan buku tentang kisah hidupnya.

Demi menumbuhkan kemandirian bagi sesama penderita skizofrenia, Lilik Suwardi (35) menulis buku bertajuk Gelombang Lautan Jiwa. Buku berisi pengalaman kejiwaan sejak kecil hingga pulih dari skizofrenia itu sudah dua kali cetak pada 2010 dan 2012. Kisah Lilik bahkan sudah difilmkan dan menang dalam Festival Film Indonesia. ”Mimpi ke depan, maunulis sejarah skizofrenia,” kata Lilik yang sehari-hari bekerja sebagai aktivis kesehatan jiwa.

Menarik diri

Ketua Seksi Skizofrenia Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Dr AA Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ (K), menjelaskan, skizofrenia termasuk gangguan jiwa berat dengan gejala awal yang bisa menyebabkan penderita menarik diri sehingga

mengganggu produktivitas. Sebanyak 10 persen dari penderita skizofrenia berakhir dengan bunuh diri dan 14,3 persen orang dengan gangguan jiwa berat pernah dipasung.

Skizofrenia kerap muncul pada usia produktif 15-25 tahun sehingga diperlukan terapi yang konsisten sejak dini agar penderita bisa kembali membaur di masyarakat. Menurut Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Dr Eka Viora, SpKJ, tingkat prevalensi penderita kesehatan jiwa di ASEAN telah disepakati pada angka 1 penderita banding 100 orang.

Meski tidak bisa sembuh secara total, kekambuhan pada penderita skizofrenia bisa dicegah dengan pengobatan serta dukungan moral dari keluarga dan masyarakat sekitar. Mengatasi segala kekurangan, mereka terus berjuang menggapai harapan untuk masa depan.

Bukan Penyakit KutukanOleh: Mawar Kusuma 

LEBIH dari seribu orang menyalakan lilin tanda kepedulian terhadap penderita gangguan jiwa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Jumat (10/10) malam. Dengan hati-hati mereka menjaga nyala lilin itu agar tak padam. Lilin menjadi penanda kasih sayang demi kesembuhan para penderita skizofrenia.

Seumur hidup, penderita skizofrenia harus berjuang untuk sembuh. Tanpa dukungan dari keluarga dan lingkungan, mereka bakal terus kambuh. Semakin sering kambuh, kondisi penderita gangguan jiwa akan semakin menurun dan memperbesar risiko kerusakan otak permanen.

Perjuangan untuk sembuh itu semakin berat karena masih kentalnya stigma dan diskriminasi dari masyarakat maupun praktisi kesehatan. Karena penyakitnya, banyak penderita skizofrenia dikeluarkan dari sekolah, diberhentikan dari pekerjaan, bahkan banyak yang dipasung.

”Momentum ini penting untuk meningkatkan kesadaran. Dukungan penting agar penderita bisa kembali ke masyarakat,” kata Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi SpA MPH.

Selain menyalakan lilin pada puncak perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia dengan tema ”Living with Schizophrenia”, Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian Agama, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PT Johnson & Johnson Indonesia, Perhimpunan Dokter

Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia, serta Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) juga menandatangani piagam stop stigma dan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa.

Lima puluh tahun lalu, Nafsiah Mboi menceritakan, penderita skizofrenia memang tak punya harapan kesembuhan. Tapi dengan kemajuan ilmu kedokteran, obat-obat baru ditemukan dan kekambuhan bisa dicegah apabila ditangani sejak dini.

”Sering kali dianggap penyakit menakutkan. Sering dianggap sebagai kutukan Tuhan. Makin cepat diobati, maka makin ringan pengobatan dan harapan hidup normal ada,” kata Mboi.

Besarnya dukungan keluarga untuk menggapai kesembuhan dialami oleh Agung (33). Memiliki garis keturunan dengan skizofrenia serta sempat mengonsumsi narkoba, Agung tiba-tiba telanjang ketika menyelesaikan pendidikan D-3 di California, Amerika Serikat, pada 2005. Begitu masuk rumah sakit, dokter hanya menyarankan agar ia rajin minum obat dan jangan depresi.

Demi menggapai kesembuhan, Agung lantas pulang ke Tanah Air dan melanjutkan kuliah S-1 di Mercu Buana. Ia sempat beberapa kali bekerja, tetapi akhirnya memilih keluar. Karena tak bisa menafkahi keluarga, Agung sempat bertindak kasar kepada istri. Namun, keadaan itu berubah setelah sang ibu, Tina Aziz (58), mulai aktif menimba informasi dari keluarga lain serta bergabung dengan KPSI.

Peran keluarga

Tergabung dalam komunitas orang-orang yang peduli terhadap skizofrenia ternyata membawa banyak energi positif. Tina mulai sadar tentang pentingnya dukungan keluarga bagi kesembuhan skizofrenia. Apalagi, tak hanya anaknya yang terserang skizofrenia, adik ipar dan kemenakannya juga menderita gangguan jiwa. ”Otomatis saya edukasi keluarga dan tetangga. Saya edukasi semua yang terlibat,” tambah Tina.

Banyak tips praktis yang hanya bisa dipelajari ketika bergabung dalam komunitas. Ketika Agung kambuh lantas mengamuk di rumah, misalnya, Tina sempat babak belur dipukuli karena berupaya memeluk. Baru kemudian dia mengerti bahwa ketika pasien sedang kambuh, orang di sekitar harus menjaga jarak, tidak menatap mata, dan menghindari persentuhan fisik.

Pada saat kambuh, penderita biasanya memiliki halusinasi yang berbeda dengan kenyataan. Karena memiliki keyakinan kuat terhadap sesuatu yang tak nyata, orangtua pun bisa dianggap sebagai musuh. ”Kalau saya peluk, saya hancur. Saya lari dulu. Kunci rumah. Kalau sudah tenang, lalu mengendap-endap taruh obat di makanannya. Karena tahu menanganinya setelah saya teredukasi, anak saya enggak lagi masuk rumah sakit jiwa,” tambah Tina.

Tina dan semua anggota keluarga kemudian menjadi pemantau minum obat. Mereka selalu mengingatkan Agung untuk mengonsumsi obatnya setiap hari. Dua hari saja tidak minum obat, bisa dipastikan Agung bakal kambuh. Dengan pengobatan teratur, dosis obat yang diberikan pun semakin berkurang.

Beberapa kali, Tina merekam tingkah laku Agung ketika sedang kambuh sehingga sang anak bisa tahu apa yang terjadi pada dirinya ketika kambuh. ”Kalau sudah sadar, biasanya minta maaf. Membangkitkan kesadaran bahwa ada sesuatu yang salah dalam dirinya. Awalnya semua kita takut, kita sudah tahu pengobatannya. Enggak cemas dan enggak ada stigma di keluarga,” ujar Tina.

Kepedulian terhadap penderita skizofrenia juga muncul dalam diri Bagus Utomo (41) setelah kakaknya, Bayu (50) yang kala itu berprofesi sebagai guru STM, mengalami gangguan jiwa pada 1995. ”Awalnya dikira stres biasa. Kambuh. Dibawa ke dokter kambuh lagi. Sampai saya gemes. Dokter bilang enggak apa-apa, kok, kakakmu. Nanti kalau obatnya habis, konsul lagi. Diagnosa enggak ditegakkan,” kata Bagus.

Karena tak mendapat kepastian penyakit dari dokter, Bagus dan keluarganya lantas membawa Bayu ke pengobatan alternatif. Bukannya membaik, kondisi Bayu makin memburuk. Ketika kambuh, Bayu bisa telanjang di depan rumah, mengamuk, bahkan mencelakai anggota keluarga.

”Saya enggak punya uang. Sudah habis-habisan. Satu penderita bisa memiskinkan satu keluarga. Bayangkan kakak saya tiap hari ngamuk, semua energi tersedot ke situ. Target kehidupan keluarga yang lain tidak tercapai. Keluarga hancur. Saling menyalahkan,” tambah Bagus.

Kelompok swabantu

Sebagai seorang pustakawan, Bagus lantas mencari informasi di internet, yang kala itu masih sangat minim. Ia kemudian membuat grup serta situs web kepedulian terhadap skizofrenia. Dari situ, ia ditelepon oleh dokter spesialis jiwa dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan lantas membawa sang kakak konsultasi dan rutin berobat setelah sepuluh tahun absen dari penanganan medis.

Berawal dari pertemuan antarsesama penderita atau keluarga di dunia maya, KPSI kemudian lahir pada 2012 dan menjadi wadah untuk membangun kepedulian terhadap penderita gangguan jiwa. Kantor sekretariat KPSI yang terletak di gang kecil yang hanya muat dilewati satu sepeda motor di Jatinegara, Jakarta Timur, tak pernah sepi pengunjung. Ada saja keluarga atau penderita yang datang untuk saling berbagi pengalaman.

Seperti pada beberapa pekan lalu, sebagian penderita skizofrenia, seperti Edi (27), Irwan (31), Hady (33), Sonny (45), dan Andri (34), saling berdiskusi. Beberapa di antara mereka memanfaatkan kesempatan berkonsultasi dengan psikolog Githa Bahagiastri yang rutin datang sepekan sekali. Penderita skizofrenia sangat terbantu dengan kegiatan swabantu sehingga bisa saling memberikan dukungan serta menumbuhkan kepercayaan diri.

Penderita maupun keluarga dibagi dalam kelompok swabantu yang berbeda. Keluarga sering kali menganggap penderita skizofrenia malas. Padahal, rasa malas itu sering kali muncul akibat pengaruh obat. ”Perjuangannya berat. Jangan sampai menstigmasi diri sendiri. Edukasi

tentang penyakit di rumah sakit sangat minim. Diagnosa pun kadang enggak dikasih tahu,” tambah Bagus.

Pentingnya peran keluarga juga diungkap oleh psikolog Ratih Ibrahim dan Liza Marielly Djaprie. Jika ada keanehan yang teridentifikasi, keluarga harus segera membawa penderita skizofrenia untuk berobat. ”Jangan telanjur parah baru dibawa. Repotnya orangtua malah tersinggung kalau datang ke klinik dan saya rujuk ke psikiater. Setelah tahu, sering kali ada penolakan. Keluarga perlu paham agar bisa berfungsi normal,” kata Ratih.

Liza menambahkan bahwa banyak faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya skizofrenia. Gangguan kejiwaan muncul ketika ada pengalaman traumatik yang coba dilupakan lalu muncul kembali. Faktor genetis, cedera otak, trauma, stres, hingga kepribadian seseorang bisa menjadi pemicu munculnya gejala skizofrenia.

Demi kesembuhan penderita skizofrenia, keluarga harus benar-benar aktif dalam proses pengobatan, terapi, hingga mendukung pengembalian fungsi sosial pasien. ”Ada mental yang tak tersentuh obat. Obat hanya bantu proses kimiawi otak. Mental kejiwaan lebih di dalam sana bisa keluar saat terapi psikokonseling. Penyembuhan terkontrol seumur hidup. Bisa hidup normal, tapi terkontrol,” kata Liza.

Untuk menggapai kesembuhan, penderita skizofrenia membutuhkan uluran tangan keluarga serta orang sekitar. Mereka bisa hidup normal bersama perpanjangan tangan-tangan Tuhan yang senantiasa hadir menolong.

Dampak Ayah pemarahOleh: SAWITRI SUPARDI SADARJOEN

Ayah dan ibu adalah lingkung sosial pertama saat bayi dilahirkan. Kehadiran mereka serta pola interaksinya menggoreskan landasan dasar pemahaman anak tentang interaksi dua jenis kelamin dalam ikatan perkawinan.

Penghayatan emosional anak tentang dinamika interaksi ayah dan ibu akan berperan dalam perkembangan pola pandangan semesta (world view) khususnya tentang lelaki/perempuan, suami/istri, dan perkawinan.

”Ibu, apa yang saya khawatirkan, yaitu dampak negatif dari sikap pemarah ayahnya sejak anak masih kecil hingga saat ini, menjadi kenyataan. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut yang saya hadapi dengan anak perempuan saya, Y, (31), sebagai anak sulung....”

Demikian Ibu X (59), dengan suara bergetar menahan tangis. ”Kami berkenalan saat bersekolah di perguruan tinggi, saat ini suami mengelola perusahaan yang sukses. Sementara saya juga memiliki perusahaan yang cukup maju, walaupun tidak sebesar perusahaan suami saya. Pada dasarnya suami saya secara umum adalah lelaki yang baik hati, dalam artian ia seorang suami yang bertanggung jawab secara finansial pada keluarga.

Penghasilan yang ia dapatkan pun sebagian besar diserahkan kepada saya. Saya dan anak-anak bebas menggunakannya, untuk segala keperluan. Anak-anak pun bersekolah, lulus dengan hasil baik, dan saat ini mereka sudah kembali ke Indonesia dan tinggal bersama di rumah kami. Selama hampir 35 tahun menikah, ia tidak pernah berselingkuh, setia, dan jujur kepada keluarga.

Namun, yang menjadi masalah saya adalah bahwa ia seorang yang pemarah, sangat emosional. Misalnya, salah satu makanan yang tersedia di meja belum dilengkapi sendok, maka ia bisa marah besar, teriak, dan memaki tanpa kendali. Saya sering terkaget-kaget dan tidak siap menerima umpatannya. Saat kami masih muda, saya sering melawan, tetapi reaksinya semakin keras, yang membuat saya ketakutan dan akhirnya terdiam. Setiap bangun pagi saya menjadi ketakutan, takut salah dan selalu berusaha untuk sepatuh mungkin kepada suami, walaupun masih sering gagal dan dimaki tanpa ampun.

Ibu bisa bayangkan bagaimana ketakutan yang diderita anak-anak kalau melihat ayahnya seperti itu. Pernah suatu saat, karena saya masih di luar rumah, anak perempuan saya menyediakan mi untuk ayahnya, apa yang terjadi, karena kuah mi tersebut tidak tersedia, ayahnya marah dan mangkok mi ditumpahkan di meja. Anak saya begitu terkejut dan menangis keras dan marah sekali kepada ayahnya. Preseden ini rupanya membuat hati Y sangat terluka batinnya dan hal ini berdampak tidak sederhana bagi perkembangan world view anak, khususnya tentang lelaki.

Kecuali itu, suami saya pun sama sekali tidak pernah menghargai kinerja saya, terutama kalau ia melihat apa yang saya hasilkan dalam kerja tidak sesuai dengan harapannya, sering saya dimaki tanpa perasaan, di hadapan teman, pekerja, anak-anak, bahkan di depan asisten rumah tangga sekalipun.

Sakit hati saya, tetapi saat ini saya merasa air mata saya sudah kering. Saya hampir tidak bisa menangis lagi, tetapi akibatnya adalah saya sangat membenci dia, tidak sedikit pun tersisa rasa kasih sayang. Saya enggan melayani kebutuhan intimnya. Kami sudah tidak pernah bermesraan lagi. Beberapa kali anak-anak membela saya, melalui SMS yang dikirim kepada ayahnya, dia berusaha membaik beberapa hari, tapi kemudian kembali pada sifat aslinya.

Masalah yang saya hadapi saat ini ialah, hingga seusia tersebut, anak sulung saya (Y) belum pernah menjalin hubungan berpacaran serius. Sikapnya terhadap teman lelakinya sekadar teman biasa. Ternyata kondisi ini pun membuat dia mendapat cercaan ayahnya. Ia dikatakan sebagai seorang gadis yang tidak bisa bergaul, tidak bisa mengurus penampilan, sehingga kurang menarik bagi lelaki.”

Psikoanalisis

Dari perspektif psikoanalisis, dapat dijabarkan bahwa perilaku ayah yang pemarah, melecehkan figur perempuan, dalam hal ini ibunya bahkan dirinya sendiri. Ibu adalah sosok istri patuh, cantik, suka berdandan, berprestasi dalam perusahaannya, tetapi tetap mendapat makian, hinaan oleh ayahnya. Rupanya kondisi tersebut secara perlahan terinternalisasi dalam

aspek fungsi kepribadian anak perempuan sulungnya tersebut, dan mendukung terbentuknya world view yang negatif tentang figur lelaki dalam benak Y.

Apalagi sikap otoriter dan dominan dari ayah begitu keras dan sangat intens, membuat ibunya tidak berdaya. Ketidakberdayaan tersebut memungkinkan proses identifikasi Y untuk tujuan mengambil alih hakikat karakter feminin dari figur ibu pun mengalami distraksi sehingga tanpa disadari tumbuh pula penolakan diri secara sadar untuk berperilaku feminin. Untuk itu, Y mengungkap world view-nya kepada ibunya:

”Lelaki itu maunya apa ya, Mama? Mereka mau istri cantik, harus bisa dandan, punya tampilan fisik prima, pintar, patuh, semua yang terbaik bagi dirinya, tapi mereka tetap memiliki kekuasaan untuk bersikap sewenang-wenang memperlakukan istri. Wah, saya enggak sanggup, saya enggak mau kawin.”

Saran solusi

1. Bisa dibayangkan betapa terkejutnya sang ibu (X) mendengar ungkapan tegas anak perempuannya, walaupun ungkapan tersebut sebenarnya sudah diantisipasi sejak sang ibu sadar akan kemungkinan pengaruh negatif bagi bentukan world view anak perempuan tentang lelaki, yaitu saat anak melihat, menyaksikan, bahkan sering mendengar makian dan cercaan ayah terhadap ibu. Untuk itu, tentu saja ibu membutuhkan konseling psikologi.

2. Bagi Y, seyogianya juga menjalani psikoterapi intensif demi mampu menempatkan world view negatif yang terbentuk tentang lelaki dalam proporsi yang tepat, agar tidak berpengaruh pada penentuan pilihan hidupnya di kemudian hari sehingga pilihannya lebih menjanjikan peluang perolehan kualitas hidup yang berfungsi optimal, sambil seraya memiliki kondisi psikologis yang sehat dan berfungsi secara optimal pula.

Rumah Sakit SwastaOleh: DR SAMSURIDJAL DJAUZI 

Saya berniat ikut investasi dalam rumah sakit swasta. Saya perhatikan di Jakarta bermunculan rumah sakit baru. Saya ingin mendapat informasi mengenai rumah sakit swasta di Indonesia. Apakah dalam era asuransi nasional dewasa ini rumah sakit swasta masih akan berkembang? Dengan dijaminnya biaya berobat masyarakat oleh asuransi nasional, apakah rumah sakit swasta tidak akan terpengaruh dan mengalami penurunan pendapatan?

Bagaimana dengan sikap pemerintah terhadap rumah sakit swasta? Apakah pemerintah kita juga menganggap rumah sakit swasta semata unit bisnis, ataukah pemerintah juga mengadakan pengawasan dan pembinaan terhadap rumah sakit swasta seperti yang dilakukan terhadap rumah sakit pemerintah? Apakah pemerintah memiliki upaya untuk memberikan dukungan terhadap rumah sakit pemerintah? Masyarakat pada umumnya menganggap layanan rumah sakit swasta lebih baik dan nyaman. Benarkah rumah sakit swasta layanannya lebih bermutu daripada rumah sakit pemerintah? Apa sebenarnya ukuran mutu layanan rumah sakit?

Sebentar lagi Indonesia akan memasuki pasar bebas ASEAN yang akan diberlakukan pada tahun 2015. Apakah mungkin jaringan rumah sakit internasional akan masuk dan mendominasi layanan rumah sakit di negeri kita? Apa persiapan pemerintah di bidang

rumah sakit dalam menghadapi pasar bebas ASEAN tersebut? Terima kasih atas penjelasan dokter.

P di J

Pemerintah beranggapan layanan rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta saling melengkapi karena itu merupakan tugas pemerintah untuk memajukan rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta.

Rumah sakit swasta dapat dikelompokkan menjadi rumah sakit yang mencari untung (for profit) dan rumah sakit bukan mencari untung (non-profit). Kedua kelompok rumah sakit ini boleh beruntung, tetapi pada rumah sakit non-profit keuntungannya digunakan untuk pengembangan dan peningkatan mutu layanan, keuntungan tidak boleh dibagikan kepada pemilik (umumnya yayasan).

Bisnis rumah sakit merupakan bisnis jasa dan bisnis ini dapat menghasilkan keuntungan yang berasal dari tempat tidur, farmasi, laboratorium, pemeriksaan penunjang (radiologi, USG dll) serta potongan honorarium dokter. Di samping dikenakan potongan pajak, honor dokter juga sebagian dipotong rumah sakit, besar potongan berkisar antara 10-20 persen.

Ukuran mutu layanan rumah sakit dapat berupa ukuran yang telah diketahui masyarakat, seperti nyaman, ramah, dan tepat waktu. Namun dari segi ilmiah ukuran mutu rumah sakit ditentukan oleh banyak indikator seperti angka keberhasilan pengobatan, rendahnya angka dekubitus (luka di daerah pinggang akibat berbaring lama di rumah sakit) infeksi yang terjadi di daerah infus (flebitis), angka infeksi rumah sakit (infeksi nosokomial), angka operasi ulang mendadak serta angka kecelakaan yang merugikan pasien. Pemerintah dan perhimpunan profesi telah menyepakati ukuran keberhasilan tersebut dan ukuran tersebut juga digunakan dalam penilaian akreditasi. Dapat saja terjadi rumah sakit yang dikenal masyarakat nyaman, ramah, dan bersahabat sebenarnya ukuran keberhasilan layanan medisnya kurang baik.

Masyarakat dapat mengetahui kemampuan rumah sakit di bidang pelayanan medis serta pengelolaannya dengan menanyakan akreditasi yang diperoleh rumah sakit tersebut. Akreditasi rumah sakit dapat berupa akreditasi terbatas, akreditasi lengkap sampai ke akreditasi internasional. Akreditasi tersebut diulang secara berkala (sekitar tiga tahun) sehingga akreditasi rumah sakit dapat meningkat, tapi juga dapat menurun. Rumah sakit swasta harus dapat menyeimbangkan upaya mencari untung dengan kepentingan masyarakat.

Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit swasta. Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pemerintah menggiatkan pembangunan rumah sakit serta mendorong peningkatan kemampuan rumah sakit dengan cara agar rumah sakit di Indonesia mengikuti akreditasi nasional dan internasional. Meski ada asuransi nasional pada kenyataannya rumah sakit swasta dapat terus tumbuh dan berkembang. Pengalaman Thailand yang telah menjalankan asuransi nasional selama sepuluh tahun, rumah sakit swasta di negeri tersebut terus tumbuh. Rupanya rumah sakit pemerintah dan swasta mempunyai pangsa pasar sendiri.

Asuransi

Rumah sakit swasta diimbau untuk ikut dalam layanan asuransi nasional. Sudah cukup banyak rumah sakit swasta (terutama yang non-profit) berpartisipasi dalam layanan rumah sakit yang dibiayai oleh asuransi nasional. Sebagian lagi rumah sakit swasta masih menghitung apakah unit cost yang mereka keluarkan untuk suatu layanan sesuai dengan biaya yang akan ditanggung oleh asuransi nasional. Jika biaya operasi usus buntu di suatu rumah sakit swasta misalnya dua setengah juta rupiah, sedangkan BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) membiayai tiga juta rupiah, sudah tentu rumah sakit swasta tersebut akan ikut. Program asuransi nasional akan mendorong rumah sakit untuk memberikan layanan yang efisien dan dapat jadi pengendali biaya, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta.

Pemerintah mendukung rumah sakit swasta dalam kegiatan pelatihan, penyediaan tenaga kesehatan, dan juga dalam bantuan alat dan sebagainya. Di lain pihak rumah sakit swasta perlu menaati peraturan yang ada serta berpartisipasi dalam mendukung program pemerintah.

Persepsi sebagian masyarakat seperti juga di bidang lain di luar kesehatan bahwa rumah sakit asing lebih baik daripada rumah sakit nasional (pemerintah maupun swasta), harus diubah. Tidak semua rumah sakit asing lebih baik dan rumah sakit kita juga sudah banyak yang mempunyai kemampuan yang dapat diketengahkan. Hendaknya layanan yang kurang memuaskan di suatu rumah sakit jangan dijadikan ukuran umum bahwa semua rumah sakit memberikan layanan yang kurang baik.

Dinamika Politik dan IHSGOleh: ADLER HAYMANS MANURUNG 

Terjadi dinamika politik dalam dua minggu terakhir ini. IHSG merespons dengan penurunan hampir 2 persen. IHSG sebelum kejadian tersebut bertengger di 5.210 pada 19 September 2014 (puncaknya setelah pemilu) dan anjlok ke level 5.000 pada 6 Oktober 2014, di mana pada periode tersebut pernah mencapai di bawah level 5.000 dan dihitung turunnya sekitar 4 persen. Sementara semua pihak sudah mempunyai persepsi bahwa IHSG akan menuju ke level 5.500 pada akhir tahun 2014. Kenapa bisa IHSG berfluktuasi seperti itu?

Pertanyaan di atas harus dijawab karena dalam dua minggu terjadi penurunan yang cukup besar sebesar 4 persen. Walaupun periodenya cukup panjang dalam 2 minggu, tetapi bila diperhatikan secara detail setiap harinya ada penurunan yang cukup besar hampir lebih dari 1 persen dalam sehari. Persepsi yang muncul pada dinamika politik bahwa DPR dan pemerintah baru tidak akan mungkin bisa kerja sama, dan ke mana arah ekonomi ini akan berjalan.

Persepsi timbul di masyarakat karena muncul berbagai pendapat mengenai dinamika politik, terutama kepada para pemilik dana. Oleh karenanya, investor mengambil keputusan untuk menjual saham yang dimiliki, terutama investor asing yang telah melakukan penjualan sekitar Rp 1 triliun per harinya selama dinamika politik tersebut berlangsung. Sudah sangat dipahami, banyak investor asing yang mendominasi transaksi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), karena BEI merupakan surga untuk investasi.

Hindari kerugian

Pertama-tama, investor yang pintar akan langsung menjual saham agar tidak terjadi kerugian yang tidak terealisasi (unrealized loss). Apabila lebih dulu dijual, maka saham tersebut akan dibeli kembali dengan harga murah karena pasar sudah turun sehingga harga pembelian atas saham tersebut akan lebih. Akibatnya, investor mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi di masa mendatang.

Tindakan investor akan selalu seperti ini karena dana yang dipegang adalah miliknya sendiri sehingga perlu tindakan agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Investor pintar seperti merampok dana investor yang tidak pintar karena transaksi atau investasi dalam saham merupakan sebuah permainan zero-sum game. Investor biasanya mempunyai informasi yang lebih banyak dan akurat. Dia sering berkomunikasi dengan para analis untuk mengetahui prospek saham di masa mendatang.

Kedua, investor yang suka berspekulasi di pasar saham termasuk pedagang saham atau trader akan melakukan tindakan yang sama dengan tindakan investor pintar. Trader mendapatkan keuntungan dari fluktuasi harga saham. Bila tidak terjadi fluktuasi harga saham maka trader tidak mendapat pendapatan. Jika ada dinamika politik maka para trader yang pertama kali bertindak untuk menjual, dia sangat percaya pasar akan turun dan kemudian akan membelinya kembali pada harga rendah.

Bahkan tidak memiliki barang pun, trader akan menjual lebih dulu dan membeli kembali, atau melakukan short selling. Apalagi, sistem netting sehari (jual pagi beli di sore hari) bisa dilakukan di Bursa Efek Indonesia.

Para trader ini memiliki pengetahuan yang baik mengenai denyut bursa saham karena sehari-hari melakukan transaksi di Bursa. Bahkan trader bisa melakukan persekongkolan untuk menaikkan harga agar terjadi keuntungan. Para trader juga bisa dikatakan yang membuat bursa bergejolak dan menghidupi bursa agar memiliki pendapatan.

Ketiga, mereka yang mempunyai portofolio di saham merasa ketakutan akan terjadi kerugian yang tidak direalisasikan (unrealized loss). Akibatnya, investor juga turut melakukan penjualan secepatnya dan mengikuti investor pintar dan trader. Biasanya, saham investor yang dibeli oleh investor pintar dan trader, karena investor ini melakukan penjualan sudah pada harga yang lebih rendah, sementara investor pintar dan trader melakukan penjualan pada harga yang lebih tinggi. Oleh karenanya, investor yang selalu mengalami kerugian, dan saya sebutkan dananya dirampok dengan cara bertransaksi. Dia tidak akan marah karena sadar bahwa melakukan penjualan pada harga yang lebih rendah. Jika investor ini diam dan

tidak melakukan penjualan, maka dia sebenarnya tidak merealisasikan kerugiannya. Investor ini bisa menunggu lebih lama karena harga saham bisa naik lagi.

Keuntungan atau kerugian besar dalam bertransaksi di Bursa Efek tidak terlepas dari waktu melakukan transaksi atau timing. Timing membuat investor mendapatkan keuntungan dan juga kerugian yang besar. Oleh karenanya, investor harus bisa melihat timing membeli saham yang dianggap akan memberikan tingkat pengembalian tinggi dan menjual saham dengan tingkat pengembalian yang diinginkan. Investor tidak perlu harus menunggu saham tersebut mencapai capital gain yang tinggi bila sudah lebih tinggi dua kali lipat dari tingkat bunga yang berlaku maka investor sudah perlu merealisasikan keuntungannya.

Jadi tidak heran mengapa harga saham bergejolak demikian karena semua variabel sangat memengaruhinya. Persepsi investor atas dinamika politik akan diimplementasikan dengan menjual saham bila prospeknya negatif ke masa mendatang. Bila dinamika politik memberikan prospek positif IHSG akan mengalami kenaikan dan semuanya merasa happy.

Membaca Ulang Dian dan FarizLAGU-lagu yang pernah dipopulerkan Fariz RM dan Dian Pramana Poetra pada era 1980-an dinyanyikan kembali oleh penyanyi hari ini. Sammy Simorangkir, Glenn Fredly, Sandhy Sondoro, Fatin, dan kawan-kawan membaca ulang serta menjadikan karya-karya tersebut sebagai lagu yang berasa ”hari ini”.

Sebuah karya lagu pada prinsipnya bisa dinyanyikan oleh siapa saja dengan tafsir dan gaya personal tiap pembaca lagu. Dalam album Fariz RM & Dian PP in Collaboration With keluaran Target Pop, Sammy Simorangkir melantunkan lagu ”Kau Seputih Melati” karya Yockie Suryo Prayogo dengan karakter vokalnya yang khas. Dia melakukan reinterpretasi atas lagu yang pernah dipopulerkan Dian Pramana Poetra pada awal 1980-an itu. Sammy berhasil keluar dari bayang-bayang versi Dian PP dan menjadikan lagu itu miliknya.

Produser eksekutif album ini, Seno M Hardjo, menuturkan, Sammy sempat gamang menyanyikan lagu tersebut mengingat ”Kau Seputih Melati” pernah populer lewat versi Dian

PP. Setelah diyakinkan, Sammy mampu mengeksekusi lagu dengan mantap pada take atau perekaman suara yang ketiga. ”Jadi, Sammy itu memang jago banget,” kata Seno memuji.

Oleh produser, lagu itu dirancang sebagai duet Sammy dengan Dian PP. Akan tetapi, Dian sendiri menilai versi yang telah dibuat Sammy sudah sangat bagus. Dian akhirnya dengan bijak memosisikan diri sebagai featuring, semacam bintang tamu pada lagu yang pernah mengangkat namanya itu.

”Setelah mendengar Sammy nyanyi-nya penuh energi, penghayatan yang mantap, dan aransemen vokal yang tertata dengan baik, tak perlu lagi dibantu Dian PP. Lebih baik aku sebagai featuring, di belakang saja,” kata Dian.

Pada lagu tersebut warna Dian masih terasa hadir, tetapi tidak mendominasi. Justru di situlah letak kekuatan lagu yang aransemennya digarap Andi Rianto tersebut. Paraf atau karakter khas Dian tidak hilang, tetapi citranya sebagai penyanyi yang pernah memopulerkan lagu itu masih membayang di antara gaya Sammy yang prima.

Kualitas dan komersial

Produser eksekutif album ini cukup jeli dalam memilih penyanyi dan penata musik. Di masa susah jualan album fisik seperti saat ini, ia bisa menyeimbangkan antara tuntutan kualitas dan komersial sebuah album. Sejumlah penampil pada album ini mempunyai massa yang cukup besar. Penyanyi tersebut diharapkan bisa merengkuh pasar yang disasar oleh album ini, yaitu remaja dan kaum muda pada umumnya. Sebut saja Fatin yang menyanyikan lagu ”Demi Cintaku”. Begitu pula Indah Dewi Pertiwi yang kebagian lagu ”Semua Jadi Satu” yang pernah mencatat angka penjualan sekitar 300.000 keping album di masa susah.

Penampil lain, seperti Maliq & D’Essentials (”Barcelona”), Sandhy Sondoro (”Sakura”), Glenn Fredly (”Aku Cinta Padamu”), dan Citra Scholastika (”Kurnia dan Pesona”), masing-masing punya massa yang tidak sedikit.

Di samping itu, ada pertimbangan katakanlah agak ”idealis”. Misalnya ada penyanyi sopran Isyana Saraswati dalam ”Paseban Kafe” yang bernuansa agak nge-jazz. Grup Sore dalam ”Jawab Nurani”, 3 Composer (”Masih Ada”), dan Ecoutez (”Di Antara Kita”), Tuffa (”Antara Kita”), dan Angel Pieter (”Biru”). Dan nyatanya, mereka mendapat respons pasar. Setidaknya, dalam acara hearing season dengan pengelola radio, ada sebuah stasiun radio yang menyasar pendengar muda, kelas menengah atas, memilih lagu ”Biru”, ”Paseban Kafe”, dan ”Masih Ada”.

Lintas generasi

Fariz RM (55) dan Dian PP (53) adalah musisi, penyanyi, dan penggubah lagu yang karyanya ikut mewarnai era 1980-an. Lagu-lagu pada album Fariz RM & Dian PP in Collaboration With populer pada era 1980an—kecuali lagu ”Demi Cintaku” yang ditulis Dian PP pada pertengahan 1990-an. Antara lagu-lagu tersebut dan usia para penyanyinya terentang jarak 20-30-an tahun.

Ketika Fariz memopulerkan lagu ”Sakura” pada 1980, Sandhy Sondoro masih berumur 7 tahun. Saat lagu ”Kau Seputih Melati” populer pada awal 1986, Sammy Simorangkir baru berusia 4 tahun. Pada tahun-tahun tersebut, Fatin belum lahir, dia kelahiran tahun 1996.

Dian mengaku sempat terkaget-kaget saat mendengar lagu-lagunya dinyanyikan, dibaca ulang, oleh penyanyi-penyanyi yang berselisih usia antara 20-30 tahun dengan usianya. Mereka datang dengan referensi dengaran yang berbeda dengan saat Dian menggarap lagu-lagu tersebut pada era 1980-an.

”Anak muda sekarang penuh kejutan. Waktu saya dengar Glenn atau Sammy bawakan lagu-lagu itu, kok, jadi berubah. Tidak seperti apa yang saya pikirkan. Itu kejutan yang bagus buat saya,” kata Dian bangga.

Lagu ”Biru” gubahan Dian-Deddy Dhukun yang dulu dibawakan Vina Panduwinata dengan mengalir lembut bagai orang kasmaran itu kini berubah bernuansa pop country yang rancak serupa gaya-gaya Taylor Swift. Lagu ”Semua Jadi Satu”, yang dulu dibawakan Malyda dengan gaya agak nge-beat, kini semakin mengajak orang jingkrak-jingkrak dengan rasa electronic dance music. ”Barcelona”-nya Fariz relatif kurang banyak berubah meski warna Maliq & D’Essentials cukup terasa di situ.

Lagu-lagu era 1980 itu dibaca ulang dengan kacamata penyanyi muda hari ini. Lagu-lagu lawasan itu mencoba mengikuti tren musik hari ini, mencoba menyapa telinga pendengar hari ini. Ia mencoba tidak terjebak sebagai album nostalgia. (XAR)

Lakon dari Balik JerujiOleh: Aryo Wisanggeni G

DARI balik tembok dan jeruji penjara, puluhan perempuan menghelat seni bersama, berbagi duka, suka, rasa ragu, juga harapan. Para terpidana itu membangunnya menjadi sebuah pentas teater, ”Hening”. Mereka bahkan lebih jujur ketimbang kebanyakan dari kita yang hidup di luar penjara.

Enam perempuan itu merubung seorang perempuan lain yang duduk di atas sebuah ban raksasa yang tergolek di tengah panggung. Mereka mengintip dua perempuan lain yang berdiri tak jauh dari situ sambil mencuri dengar dua perempuan yang sama-sama termangu.

”Hanya ini yang aku punya,” gumam satu dari perempuan yang diintip itu.

”Hei, apa yang kau bawa?” yang kedua bertanya.

”Rinduku.”

”Kamu selalu membawanya?”

”Ke mana pun!”

Yang kedua melengos sinis. ”Huh! Seperti orang yang tidak pernah kebagian mimpi dalam ruangan ini. Dan selalu saja merindu…”

”Ini rinduku,” tandas yang pertama. ”Tak seorang pun kuizinkan merenggutnya.”

”Sekalipun, sekalipun,” gumam perempuan kedua, sinis.

”Kamu, apa yang kamu bawa?” sang perempuan pertama bertanya.

”Harapanku,” jawab perempuan kedua.

Sang perempuan pertama terbahak-bahak membalas sinis perempuan kedua. ”Sejak kapan kau merasa memilikinya?”

”Sejak dari yang berdiam mencuri hatiku.”

Di panggung lakon “Hening—Menjemput Kebebasan Sejati” itu, dialog-dialog tentang mimpi, rindu, sesal, bersahut-sahutan dengan gamangnya harapan, keyakinan, juga ketegaran. Percakapan di antara para pelakon yang bernasib sama, terantuk nasib yang menyeret mereka ke balik jeruji penjara.

Teater dan ekspresi

Percakapan-percakapan itu dibangun luapan emosi tiap-tiap pelakonnya memboboti tiap suku kata, kata, frasa, dan kalimat dengan seluruh timbunan kepenatan hidup di dalam penjara. MU, salah satu pelakon terkuat pementasan “Hening”, menyebutkan seluruh dialog dan karakter yang dimainkannya dijalin dari puisi-puisi para warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang.

”Lakon ini memang dibangun dari puisi-puisi yang kami tulis sendiri. Saya menjadi sering menulis puisi setelah menjalani masa hukuman saya di lembaga pemasyarakatan. Saya memiliki banyak waktu luang. Jika merasa kangen misalnya, ataupun perasaan lainnya, karena tak tersampaikan akhirnya menjadi puisi,” ujar MU.

Seperti percakapan dua perempuan yang diintip kawan-kawannya di atas, beberapa dialog terasakan sangat sinis, penuh kemarahan, juga kekecewaan. Namun dalam sejumlah adegan lainnya, narasi-narasi itu terasakan lembut dan menguatkan.

Bait-baitnya terhimpun dari proses panjang para warga binaan berlatih teater sejak Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang Cipriana Murbihastuti membukakan pintu bagi program teater Komunitas Efata. Program itu menghadirkan sejumlah teaterawan, termasuk RA Laba yang menjadi sutradara pementasan “Hening”.

”Kami memulai kerja sama itu sejak 2013, memberi kesempatan bagi warga binaan saling belajar mengekspresikan diri dengan seni, mendapatkan pengalaman mengungkapkan pengalamannya lewat teater,” kata Cipriana.

Di panggung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), narasi-narasi para terpidana itu dirangkai dengan jembatan lakon yang diuntai Abdullah Wong sebagai penulis naskah. Hebatnya, tiap-tiap dialog di panggung kuat terasakan sebagai ”anak kandung” dari warga binaan. Budayawan Radhar Panca Dahana ”anak kandung” itu justru menjadi kekuatan utama lakon “Hening”.

”Mereka menghadirkan narasi-narasi diri mereka sendiri, berbicara tentang dirinya sendiri. Sementara kita yang ada di luar penjara dalam kehidupan sehari-hari justru terlalu sering memainkan narasi orang lain. Mereka memainkan narasinya sendiri, menghayatinya dengan seluruh pengalaman hidup mereka di dalam penjara,” kata Radhar.

Dalam panggung “Hening”, teater menghadirkan hakikatnya sebagai jalan meninjau keberadaan diri manusia-manusia yang terlibat. ”Sebenar-benarnya teater adalah jalan bagi purifikasi diri siapa pun yang terlibat di dalamnya. Ketika kita mempelajari orang lain, masuk ke dalam sebuah peran, memasuki sebuah peristiwa dalam sebuah teater, kita sedang becermin dan belajar mengenali diri kita sendiri. Moralitas yang selalu menjadi inti dari teater menjadi jalan bagi purifikasi jiwa kita,” kata Radhar.

Aktor Amien Kamil mengapresiasi pementasan “Hening” yang menghadirkan sisi teater sebagai terapi. ”Teater sebagai terapi telah lama dihadirkan banyak kelompok teater di Indonesia, termasuk di lingkungan lembaga pemasyarakatan,” kata Amien.

Meskipun bukan memburu pencapaian estetika, pementasan Hening hadir kuat. Radhar bahkan menyebut para pelakonnya membawakan karakter sekuat para aktor watak. ”Mereka adalah orang yang ditempa kerasnya kehidupan di luar maupun di dalam penjara,” kata Radhar.

Tak hanya kekuatan berlakon, para warga binaan juga menguasai setiap properti pertunjukan mereka. Di tangan mereka, sabit dan mesin jahit hadir menjadi orkestrasi perkusi indah. Ban-ban bekas raksasa, tiap-tiapnya berdiamater lebih dari satu meter, satu kali menjadi alat perkusi.

Kali lain ban-ban bekas disusun menjadi bukit tumpukan ban yang menggunungkan segala persoalan dan kepenatan hidup, bahkan kali lain menjadi lorong harapan untuk keluar dari kungkungan. Garapan “Hening” bahkan melibatkan para pelakon seperti MU untuk turut menjadi penata kostum dan perias para pemain.

Segala keterlibatan para pelakon profesional dalam “Hening” tak menenggelamkan partisipasi para warga binaan untuk mementaskan sendiri lakon mereka. Mereka membuktikan bahwa jeruji tidak pernah mampu membelenggu kemanusiaan seseorang.

Merawat Semangat Sang Guru GambarSAAT masih kanak-kanak, Andi Purnawan Putra nyaris tak pernah melewatkan acara Gemar Menggambar yang disiarkan stasiun televisi TVRI. Acara yang dipandu pelukis Tino Sidin dan ditayangkan setiap Minggu sore itu selalu membuatnya terpesona. ”Saya suka cara menggambar Pak Tino yang mudah ditiru dan sikapnya yang ramah,” kata pria yang kini berusia 43 tahun itu.

Pesona Tino Sidin itu pula yang membuat Andi ikut-ikutan menggambar, lalu mengirimkan hasilnya ke TVRI. Pada sebuah episode, gambar Andi bahkan dipilih Tino untuk dikomentari. Sama seperti saat melihat gambar anak-anak lain dari berbagai wilayah Indonesia, Tino waktu itu berkomentar pendek, ”Ya. Bagus….”

Bertahun-tahun kemudian, Tino Sidin tetap lekat di hati Andi. Sosok itu pula yang lalu ikut menginspirasinya menekuni seni rupa. Kini, selain membuat komik dan karya seni rupa lain, Andi juga mengikuti jejak Tino Sidin sebagai guru gambar. Sejak beberapa tahun lalu, dia membuka sanggar di tepi Kali Code, Yogyakarta, untuk mengajar anak-anak menggambar.

Mulai Juni 2012, Andi juga menjadi pemandu acara menggambar di sebuah stasiun televisi lokal di Yogyakarta. ”Melalui acara itu, saya sengaja ingin melahirkan kembali semangat gemar menggambar kepada anak-anak yang dulu ditularkan Pak Tino,” tutur pria yang kini akrab dipanggil Andi Pensil Terbang itu.

Bagi Andi dan banyak orang lain, Tino Sidin memang tak gampang dilupakan. Dalam dunia pendidikan anak-anak di Indonesia, Tino bahkan bisa dibilang sebagai legenda. Mereka yang mengalami masa kanak-kanak pada dekade 1970-an hingga 1990-an hampir pasti pernah melihat sosok Tino yang selalu memakai baret dan kacamata tebal itu. Bahkan, hingga sekarang, masih banyak orang yang ingat dengan komentar ”ya, bagus…” ala Tino.

Sayangnya, anak-anak zaman sekarang tak akan lagi bertemu Tino Sidin. Acara Gemar Menggambar tak lagi tayang di TVRI sejak tahun 1989. Pada 1993, Tino sebenarnya sempat muncul di layar kaca lewat sebuah stasiun televisi swasta dalam acara serupa, tetapi dua tahun kemudian dia meninggal.

Tetap dirawat

Meski begitu, semangat Tino menularkan kegemaran menggambar kepada anak-anak tetap dirawat oleh keluarga dan rekan-rekannya. Sejak tahun 2012, empat putri Tino, dibantu sejumlah pihak, mulai merintis pengembangan Taman Tino Sidin yang diniatkan sebagai semacam sanggar sekaligus museum untuk menyimpan karya-karya sang guru gambar.

Rintisan Taman Tino Sidin diawali dengan menggelar pameran karya lukisan dan sketsa Tino Sidin di Gedung Heritage Bank Indonesia Yogyakarta pada November 2012.

Upaya itu dilanjutkan dengan peluncuran buku biografi Tino Sidin, Guru Gambar dan Pribadi Multi Dimensional yang digarap sejumlah penulis. Acara peluncuran itu juga sekaligus menjadi ajang pengenalan Taman Tino Sidin yang berlokasi di daerah Kadipiro, Yogyakarta. Taman Tino Sidin dibangun di bekas garasi rumah yang ditinggali Tino dan keluarganya sejak tahun 1980-an. Hingga kini, proses pembangunan tempat itu baru sekitar 80 persen.

”Saya dan kakak masih tinggal di rumah ini, tetapi garasi sampingnya kami buat menjadi semacam museum karya-karya bapak dan nanti akan jadi tempat kegiatan seni,” kata Panca Takariyati Sidin, putri kelima Tino Sidin, yang akrab dipanggil Titik.

Gagasan Taman Tino Sidin sebenarnya muncul pertama kali dari Tino. Semasa hidup, dia ingin membentuk lembaga yang mengurusi manajemen seluruh sanggar melukisnya di berbagai kota. Nama ”taman” dipilih Tino karena meniru nama Taman Ismail Marzuki yang

lebih dulu eksis sebagai pusat kesenian di Jakarta. Namun, gagasan itu belum sempat terwujud karena Tino keburu meninggal.

Menurut Titik, Taman Tino Sidin kini menyimpan sekitar 30 lukisan cat minyak dan 150 sketsa karya Tino Sidin. Selain itu, ada pula sejumlah buku yang pernah ditulis Tino, barang-barang pribadi, dan rekaman video acara Gemar Menggambar. ”Untuk rekaman acara bapak di televisi, kami masih mencoba mencari lebih banyak lagi karena dokumentasinya kurang baik,” ujarnya.

Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto menuturkan, pemerintah mendukung penuh pendirian Taman Tino Sidin. ”Pada tahun depan, kami akan menganggarkan Rp 1,5 miliar untuk pengembangan Taman Tino Sidin. Sebelumnya, kami juga sudah menganggarkan dana untuk penerbitan buku biografi Pak Tino,” ungkapnya.

Manfaat menggambar

Dilahirkan di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 25 November 1925, Tino awalnya belajar menggambar secara otodidak. Pada 1961, saat usianya 36 tahun, Tino baru mulai kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta. Di Kota Pelajar itu pula kariernya sebagai guru gambar melesat.

Tino pertama kali mengajar anak-anak menggambar sekitar tahun 1969 di Galeri Seni Sono. Pada tahun itu pula dia diminta mengisi acara Gemar Menggambar di TVRI Yogyakarta. Sekitar 10 tahun kemudian, acara yang dibawakan Tino itu diambil alih TVRI pusat di Jakarta sehingga jangkauan acara itu meluas ke banyak wilayah Indonesia. Selama 20 tahun membawakan Gemar Menggambar, Tino berhasil mentransformasi aktivitas menggambar menjadi sesuatu yang sederhana dan menyenangkan sehingga dia sangat digemari anak-anak.

Di televisi, Tino selalu mengajarkan bahwa dasar dari semua gambar itu hanya dua, yakni garis lurus dan garis lengkung. Dengan dua jenis garis tersebut, ayah lima putri itu berhasil menggambar aneka bentuk. Kadang-kadang, dia juga memakai bentuk berbagai huruf dan angka sebagai dasar untuk menggambar bentuk lain. Metode sederhana itu dibawakan Tino dengan sikap ramah dan selalu memuji apa pun hasil gambar anak-anak yang dikirimkan ke studio TVRI.

Sejumlah pihak sempat mengkritik metode mengajar Tino yang dinilai tak akan membuat anak pandai menggambar. Namun, melalui acara Gemar Menggambar, Tino tampaknya memang tak hendak menjadikan anak-anak pandai menggambar lalu menjadi seniman di kemudian hari. ”Pak Tino hanya ingin membuat anak-anak suka menggambar karena aktivitas itu banyak manfaatnya,” tutur Andi Purnawan Putra.

Selain merangsang imajinasi dan kreativitas, menggambar juga bisa menjadi penyaluran emosi bagi anak-anak. Bagi Andi, menggambar bisa melatih kemampuan otak, keterampilan tangan, sekaligus kepekaan hati. Itulah mengapa semangat Tino menularkan kegemaran menggambar patut dijaga, termasuk dengan pendirian Taman Tino Sidin. (Haris Firdaus)

Penjual Bunga Bersyal MerahOleh: Yetti A KA

INGATLAH aku sebagai Kae yang bertemu denganmu ratusan tahun lalu. Di masa itu, aku seorang penjual bunga kesedihan dan selalu mengenakan syal merah di leher. Seperti apakah bunga kesedihan? Kelopaknya mirip mawar warna darah. Dan bunga itu memikat orang-orang yang terluka.

Setiap orang yang terluka pasti mencariku. Sepanjang hari aku berdiri di pinggir jalan, tepatnya di sebuah simpang, tengah kota, menunggui keranjang bungaku yang terbuat dari jalinan rotan sekecil kelingking berbentuk segi empat. Kadang-kadang aku cuma berhasil menjual dua atau tiga tangkai bunga kesedihan saja dalam sehari. Namun, di hari lain, aku pulang dengan keranjang kosong.

Bagaimanapun aku tak berharap seluruh orang di kota patah hati setiap harinya. Hal macam apa yang bisa kita rasakan di kota yang penuh kesedihan selain kegelapan?

Tentang bunga kesedihan itu—tentang kenapa bunga dalam keranjangku bernama sedemikian kelam—suatu kali, menjelang siang, belum setangkai pun bungaku terjual, ketika seorang lelaki bertanya, apakah kau menjual bunga kesedihan? Sebelumnya, aku sama sekali tak memikirkan bahwa bunga dalam keranjangku juga harus punya nama seperti kembang lainnya.  

Kukatakan, tidak. Aku bahkan tidak tahu jenis bunga itu.

Ia mengaku benar-benar menginginkan bunga kesedihan.

Tubuh lelaki itu sangat kurus. Tulang-tulangnya menonjol dalam balutan kulit tipisnya yang tampak transparan. Matanya cekung. Aku menduga bahwa ia tengah menderita suatu penyakit yang pelan-pelan menggerogotinya. Mungkin karena itulah ia menginginkan bunga kesedihan. Barangkali ia tengah menyiapkan kematiannya.  

”Kau bisa menanyakannya kepada orang lain,” kataku tiba-tiba haru, ”Ada banyak orang yang tahu soal bunga di kota ini.” Aku menyesal sekali tidak bisa membantunya. Ah, aku ingat orang-orang yang suka menaburkan bunga di hari pemakaman. Dulu aku selalu suka membantu orang-orang mencari bunga pada tiap kematian. Bukan semua kematian, melainkan hanya kematian seorang gadis atau lelaki muda yang ditaburi bunga sedemikian rupa sebagai luapan kecintaan orang-orang. Tapi, lelaki itu mencari sendiri bunga kematian untuk dirinya.

”Bukan. Bukan itu.” Ia mengembuskan napas berat, ”Bunga yang kucari benar-benar bernama bunga kesedihan. Bunga yang menggenapkan luka.”

Aku tetap saja tidak mengerti. Aku penjual bunga di pinggir jalan, orang singgah untuk membelinya, setangkai atau dua, dan tak pernah bertanya apa nama bunga itu. Orang-orang yang datang padaku memang jarang sekali berwajah semburat merah, tidak berwajah jatuh cinta. Kebanyakan pucat atau murung. Saat datang padaku mereka seakan langsung menemukan bunga yang tepat dan cepat saja berlalu. Baru kali itu aku bertemu pembeli yang mencari bunga khusus, dan sayang sekali aku tak bisa membantunya.

Karena merasa bersalah, kuambilkan satu tangkai bunga dalam keranjangku. Kuberikan pada seseorang itu. Bunga paling merah darah dari yang lainnya. Aku harap bunga pemberianku itu dapat menghiburnya.

Ia menerima bunga dari tanganku. Memperhatikannya lama-lama, dan lirih berkata, ”Bukankah ini bunga kesedihan itu?”

Lelaki itu menggenggam kuat-kuat setangkai bunga merah darah. Ia terus bicara. Bersamaan dengan itu, air matanya menetes, jatuh ke kelopak bunga di tangannya. Aku menyaksikan

sendiri warna bunga itu makin hidup, makin menjelma darah. Warna darah itu lalu mencair, mengalir dari sela-sela kelopak bunga, jatuh dan membasahi jemarinya.

Tak lama, lelaki itu mengangkat wajah. Aku melihat kehidupan baru sudah tumbuh di sana. Sejak itu aku setuju, setiap luka memang harus dituntaskan dalam bentuk kesedihan paling dalam, paling deras.

Barangkali orang itulah yang menyebarkan pada orang-orang kota tentang gadis bersyal merah yang menjual bunga kesedihan. Sebab setiap kali orang datang padaku, mereka memastikan kalau aku benar-benar mengenakan syal merah sebelum membeli bungaku. Sebelum mereka meratap. Sebelum air mata mereka mengubah warna bunga sehidup darah. Sebelum bunga itu mencair dan membasahi jemarinya.

♦♦♦

Kau pasti tahu kalau sesungguhnya bunga yang kelopaknya mirip mawar itu—bunga yang awalnya tak bernama—kupotong di halaman rumah. Aku tidak tahu siapa yang menanam bunga itu pertama kali. Atau mungkin saja bunga itu tumbuh sendiri. Tuhan yang melakukannya agar aku sampai pada takdirku terlahir sebagai penjual bunga kesedihan.

Apakah kau ingat, kau bahkan yang menganjurkan padaku untuk menjual bunga-bunga itu sebagaimana kau yang memberiku syal merah—bukan sebagai hadiah, katamu, kau memintaku untuk memakainya agar aku tidak berdiri dengan leher kedinginan di tepi jalan, terutama musim hujan.

Kita tinggal dalam satu kota. Aku tidak pernah tahu rumahmu. Lebih tepatnya aku tidak terlalu peduli kau tinggal di mana. Bagiku, kau cukup sebagai seseorang yang suatu hari kutemukan berdiri di halaman, memperhatikan bunga merah darah. Setelah hari itu kau sering datang dan berbincang denganku. Kau bilang senang melukis. Kau pernah menunjukkan lukisan bunga raksasa. Katamu, bunga itu tumbuh di hutan. Kau juga melukis jenis pakis. Juga tumbuhan hutan lainnya. Tapi, kau tidak pernah menunjukkan lukisan bunga yang hidup di halaman rumahku. Padahal aku tahu kau pasti telah melukisnya diam-diam.

♦♦♦

Celakanya, aku jatuh cinta padamu. Barangkali bukan jatuh cinta yang tiba-tiba. Seperti biasa, setiap hari, aku membawa keranjangku ke tepi jalan. Seperti biasa kau menolongku membawa keranjang itu. Kau berjalan di sisiku. Bicara sesekali. Sejak pagi—tepatnya setiap pagi—kau memang sudah berada di halaman rumahku demi memandangi bunga-bunga merah darah. Katamu setiap kali kau melihat bunga itu, warnanya semakin merah. Aku tidak memperhatikannya. Bagiku warna bunga itu sama saja. Dan aku segera pula memotongnya dan memasukkannya dalam keranjang.

”Bunga-bunga ini seperti mengisap kesedihan dan luka di dada seseorang,” kau berkata.

Aku mendeham tanpa menoleh. Kueratkan syal merah di leher. Udara pagi lebih dingin. Semalam badai. Kota kita memang sering diserang badai dari laut. Badai yang banyak memakan korban—kebanyakan menggulung kapal-kapal yang sedang berlayar—selain serangan malaria.

Kita terus berjalan. Kau bicara dua tiga kalimat. Aku sibuk dengan pikiran sendiri. Menunduk, menatapi jalan. Aku selalu suka jalan. Di jalan itu seakan aku melihat kehidupan yang panjang. Di mana akhir dari sebuah jalan? Beberapa jalan akan mengantarkan pada ujung yang buntu, tapi selalu ada jalan lain yang membentang, mengantar orang-orang ke tempat-tempat tujuan.

Aku belum pernah menyusuri jalan selain dalam kota.

”Sudah sampai,” bisikmu dekat sekali ke telingaku. Aku bisa merasakan udara dari mulutmu yang dingin. Lembap. Menempel di daun telingaku.

Kuambil keranjang bunga dari tanganmu.

”Besok kau harus mulai lagi membawa keranjang bungamu sendiri,” katamu.

Untuk kali pertama aku menatap matamu dengan sungguh-sungguh. Untuk pertama kali aku tahu kalau kau memiliki mata dengan jaring-jaring merah tipis di sekitar pupil.

”Kau pasti tahu aku menyukai Landra,” katamu lagi.

Tentu saja aku tidak tahu. Perempuan itu tinggal bersama suaminya di kompleks permukiman Inggris. Sepasang guru musik dari kota Worcester. Mereka mengajar anak-anak Eropa di sekolah. Aku jarang sekali bertegur sapa dengan mereka. Aku hanya sering melihatnya saat aku berangkat membawa bunga. Perempuan itu suka berada di depan rumahnya, pada pagi hari.

Dan kau jatuh cinta pada perempuan itu?

”Landra pindah ke kota lain besok. Aku akan terus mengikutinya.”

Aku akan terus mengikutinya. Kalimat itu sudah menerangkan sesuatu yang panjang padaku. Kau berada di kota ini demi perempuan itu. Setiap pagi kau berada di halaman rumahku, membawakan keranjang bungaku, juga demi dia. Lalu kau pun akan pergi untuk terus mengikuti di  mana pun perempuan itu berada nanti.

Pada detik itulah aku tahu kalau aku jatuh cinta padamu. Tepat saat kau tidak akan lagi kutemukan berdiri di depan rumahku untuk melihat bunga merah darah (atau melihat Landra saat kita lewat di depan rumahnya?). Saat aku tahu kau meninggalkan aku demi perempuan yang kaucintai. Apa sesungguhnya cinta itu? Apa mungkin semacam letupan rasa marah atau harga diri yang sedikit robek, meninggalkan bekas, menjelma candu atas sesuatu yang sakit?

Kupandangi bagian belakang tubuhmu yang bergerak meninggalkanku, berganti-ganti dengan bunga merah dalam keranjang. Bunga-bunga itu perlahan menjelma darah. Kuntum-kuntumnya juga membesar. Kemudian aku disambar kelopak-kelopaknya.

Setelah hari itu, di kota kita tak pernah ada lagi seorang penjual bunga bersyal merah berdiri di tepi jalan. Setelah hari itu aku tidak tahu bagaimana cara orang-orang kota menggenapkan luka, lalu meluruhkannya, agar kehidupan baru tumbuh di wajah mereka. Setelah hari itu, aku tahu, aku sedang menyusuri sebuah jalan lain.

♦♦♦

 

Kini aku telah terlahir kembali, untuk kesekian kali, bukan sebagai penjual bunga, melainkan penulis yang banyak bercerita tentang bunga dan warna merah. Sementara itu, kau terlahir lagi sebagai pelukis botani yang dunianya tak pernah bisa kumasuki.

Kau tergelak. Dasar pengarang, ujarmu sambil membuka kertas pembungkus lukisanmu.

Kita duduk saling berhadapan. Kita bertemu karena kau ingin memberikan satu lukisanmu: Bunga Kesedihan. Lukisan itu kulihat di pameran satu bulan lalu di mana untuk pertama kali aku mengenalimu lagi. Aku mencari tahu tentangmu. Dari sanalah kita sering berbincang lewat telepon atau Blackberry sampai membuat janji ketemu hari ini.

”Kae, itu namaku di masa lalu,” bisikku sambil melepas syal merah di leher, ”Dan di masa lalu itu pula kau mencintai perempuan bernama Landra. Ingat?”

Kau nyaris tertawa lagi, tapi urung. Wajahmu berubah serius. Kau melihat ke dalam mataku, sedikit meringis, ”Satu minggu lalu, tepat saat kau meneleponku, aku baru saja bertemu seorang perempuan yang suka duduk di kafe. Namanya Landra.”

Hening. Tak ada suara kendaraan. Tak ada suara orang berbincang atau berjalan. Tak ada suara apa pun. Kita masih saling pandang. Kemudian mata kita beralih pada lukisan Bunga Kesedihan. Kelopak-kelopak bunga merah darah itu meleleh. Merah sekali. (*) 

O B I T U A R I B A K D I S O E M A N T O ( 1 9 4 2 - 2 0 1 4 )

Antara Kesenian dan Ilmu PengetahuanOleh: SENO GUMIRA AJIDARMA, Wartawan 

BAKDI Soemanto, begitulah ia menuliskan namanya dalam karya cerita pendek. Nama lengkapnya adalah Christoporus Soebakdi Soemanto. Namun, di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, nama ini harus diawali dengan Profesor Doktor (disingkat Prof Dr) karena statusnya sebagai pengajar memang mewajibkannya memasang gelar itu dalam kegiatan akademik.

Ketika lulus S-1 sebagai mahasiswa tua, Bakdi Soemanto, yang sebelumnya sudah lama mengajar, masih menuliskan namanya seperti ketika menulis cerita pendek dan mendapat peringatan birokrat kampus, yang mengatakan bahwa kerendahan hati seperti itu hanya merepotkan karena sekretaris harus berkali-kali pula melakukan koreksi, mengganti kertas, dan seterusnya. Saya ingat cara menceritakannya yang sambil geleng-geleng kepala dan cengengesan tanpa unsur kesombongan sama sekali atas kerendahhatiannya itu.

Humoris yang serius

Dalam cerita pendek ataupun kehidupan sehari-hari, kacamata humor memang merupakan ciri khas Bakdi Soemanto. Jika menceritakan sebuah anekdot, sering Bakdi sudah tertawa geli lebih dahulu sebelum pendengarnya paham apa yang lucu dalam ceritanya itu. Namun, meskipun belum paham, pendengarnya bisa ikut tertawa melihat bagaimana Bakdi sungguh-sungguh geli dengan ceritanya itu!

Pada saat yang sama, Bakdi Soemanto adalah seorang akademisi yang tidak perlu diragukan keseriusannya. Skripsinya tentang John Dryden, penyair dan dramawan dari dunia sastra Inggris, tentu perlu untuk membuktikan penguasaan atas bidang studinya. Namun, tesis dan disertasinya jelas merupakan langkah yang melampaui urusan dalam kelas; yang pertama tentang prosa lirik “Pengakuan Pariyem” karya Linus Suryadi AG dengan pendekatan semiotik Roland Barthes (1999); yang kedua perbandingan makna pementasan “Waiting for Godot” karya Samuel Beckett di Indonesia dan Amerika Serikat dengan rujukan berbagai teori, dari Martin Esslin sampai Wolfgang Iser, yang terakhir ini memberi peran besar pembaca dalam penafsiran. Dalam kedua karya ilmiah yang sudah diterbitkan itu, Bakdi bukan sekadar menggunakan teori siap pakai, melainkan juga seperti menguji seberapa jauh jangkauan teori-teori tersebut.

Perhatian Bakdi terhadap jarak yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan terhadap manusia dapat ditengok dari cerita pendek ”Doktor Plimin” (1978). Dalam cerita ini, Plimin yang telah menjadi doktor ahli komputer lulusan luar negeri melecehkan keris pusaka keluarga yang harus dipakainya dengan pakaian adat meski merupakan pesan dari Mbah. Dengan kata lain, Plimin telah menjadi penyembah logika terbatas yang menempatkan keris sebagai benda tidak berguna, yang tersentak dengan kenyataan bahwa para ahli internasional dalam konferensi yang juga diikutinya justru sedang menggali kembali segenap dimensi pengetahuan dan akar tradisi yang melahirkan keris itu. Ilmu pengetahuan telah membuat Doktor Plimin terasing dari dunianya sendiri.

Sebaliknya, penguasaan Bakdi atas teori-teori ilmiah tampak membuatnya mampu memandang dunia dengan lebih jernih tanpa harus menjadikannya berjarak, melainkan semakin akrab, seperti dapat ditengok dari cerita pendek ”Kompor Gas” (1988). Dalam cerita ini, terdapat nama-nama yang dibentuk oleh zamannya masing-masing, yakni Karta Areng, penjual arang yang mendapat nama dari barang dagangannya tersebut, yang kemudian tersingkir oleh Marta Lenga (lenga = minyak tanah). Pada gilirannya, bahan bakar gas yang menyingkirkan Marta Lenga dari peredaran melahirkan nama Den Harja Gas. Melalui kisah istri narator yang mengganti kompor minyak tanah dengan kompor gas, sebuah fiksi mampu

mengungkap konteks sosial ekonomi yang tentu saja begitu cerdas karena penulisnya sangat menguasai pendekatan semiotik!

Kembali ke kampus

Mereka yang membaca buku HB Jassin, Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai IV (1967), akan menemukan jejak bahwa Bakdi Soemanto pernah menulis puisi. Memang benar, Bakdi harus dicatat juga sebagai penulis cerita yang bagi saya tergolong wajib baca, tetapi sumbangan Bakdi yang penting adalah sebagai penerjemah ataupun yang terutama adalah pengamat teater. Dengan wilayah pengamatan mulai dari ketoprak, wayang orang, sampai teater modern ataupun kontemporer, jasa Bakdi terbukti antara lain dari penghargaan yang diberikan Federasi Teater Indonesia. Analisis dunia lakon Bakdi adalah contoh yang baik dari risalah yang tidak sekadar bermodalkan naluri.

Posisi Bakdi sebagai pengamat teater, dengan nuansa akademik yang kental, kiranya merupakan wacana otobiografis juga jika menengok latar belakang keterlibatannya dalam dunia sandiwara. Dilahirkan di Surakarta pada 1942, suami dari Lana Indrayani dengan tiga anak ini pernah bermain dalam lakon “Hamlet” dengan sutradara Jasso Winarto pada 1967 di Gedung PPBI Yogyakarta sebagai Laertes ataupun dalam “Monserrat” dengan sutradara Fred Wibowo. Penting disebut, ikut mendirikan Bengkel Teater pada 1967, dan Rendra tercatat menyebutnya sebagai Penjaga Intelektual Bengkel Teater, mungkin karena kecenderungannya untuk selalu argumentatif jika mengeluarkan pendapat. Azwar AN pernah mengingat, setiap kali latihan olah gerak, Bakdi Soemanto hampir selalu menirukan gaya Semar, dengan telunjuk menunjuk-nunjuk ke udara.

Dunia kesenian yang romantik ini nyaris memutuskannya dari dunia akademik. Pernah merantau ke Jakarta, Bakdi, yang seperti banyak seniman lain ikut menumpang tidur di Balai Budaya, berkisah bahwa nasi yang dijual warung-warung di sekitarnya masih banyak gabahnya. ”Orang seperti Nashar itu, kok ya, betah,” katanya. Ketika saya mengenalnya pada 1975, beliau sudah berada di kampus sebagai asisten dosen yang belum lulus kuliah, tetapi yang hampir selalu dikira sudah jadi dosen. Dalam salah satu perbincangan, Bakdi menyebut kalimat back to campus dengan tekanan nada yang menunjukkan bahwa sebelum itu telah berpikir yang sebaliknya.

Di kampus, ia dikenal sebagai dosen yang sangat menyukai lagu ”Autumn Leaves” (Joseph Kosma/Jacques Prévert), bahkan mampu menyanyikannya dalam bahasa Inggris ataupun Perancis yang merupakan versi aslinya, terutama bagian: ”Since you when away the days grow long… and soon I’ll hear old winter song.” Komentarnya: ”The days grow long itu, kan, ngelangut (rasa kosong yang dalam). Urip krasa suwung (hidup terasa seperti di dunia tanpa penghuni)…. Dahsyat.” Kata ”dahsyat” bersama ”absurd” memang tercatat sering diucapkannya.

Bakdi dikenang para mahasiswanya selalu berjuang agar mereka bisa lulus, baik melalui bimbingan ilmiah maupun secara pribadi mengejar mereka dengan segala cara agar menyelesaikan kuliah. Terhadap saya yang bukan mahasiswanya pun, dan hanya

mengenalnya dalam status sebagai pelajar sekolah menengah, Bakdi menghargai saya sebagai lawan bicara yang seolah-olah setara dan tidak pernah sekalipun menunjukkan sikap bahwa saya sungguh-sungguh masih ingusan. Tidak banyak saya temui orang seperti beliau.

Bakdi Soemanto telah pergi, Sabtu (11/10) dini hari kemarin. Berangkatlah lebih dulu, Mas Bakdi. Kita lanjutkan diskusi kita nanti.

KurawaOleh: Bre Redana 

KURAWA bersorak-sorai. Begitulah yang terjadi setiap kali mereka mencapai tahap yang mereka kira bakal membawa ke kemenangan, dengan terbunuhnya para putra Pandawa satu per satu.

Paling dramatik adalah ketika Abimanyu gugur. Ksatria muda yang luar biasa terampil berperang ini dijebak dalam formasi kembang teratai pasukan Kurawa. Pada saat ia terisolasi sendirian itulah ia dikeroyok beramai-ramai oleh kekuatan utama Kurawa seperti Durna, Kripa, Karna, Aswatama, Brihatbala, dan Kritawarma.

Abimanyu tewas mengenaskan. Dia seperti landak. Ribuan anak panah menancap di tubuhnya. Para Kurawa bersorak-sorai, menari-nari, meniup terompet dan memukul

genderang kemenangan. Salah satu ksatria Kurawa, Yuyutsu, putra Destarata, malu dan prihatin melihat tingkah saudara-saudaranya.

”Kalian telah melupakan etika dan moral di medan perang. Mestinya kalian merasa malu atas apa yang kalian lakukan,” katanya seperti diceritakan kembali oleh Rajagopalachari dengan sangat bagus dalam Mahabharata.

Di angkasa, burung-burung bangkai yang melayang-layang di atas medan perang pun tampak menyesalkan kejadian itu.

Etika dan moral. Wayang selalu terasa aktual, karena dia menyentuh antara lain dua aspek tersebut. Terlebih lagi, ketika etika dan moral dalam kehidupan keseharian kita semakin merosot. Berapa banyak orang kini menjadi muak, hoekk, menonton televisi yang menayangkan ulah para politisi?

Kembali ke wayang. Kekayaan cerita wayang memunculkan berbagai tafsir yang tak kalah kaya. Di antaranya suatu tafsir yang berhubungan dengan politik tubuh, di mana tokoh-tokoh wayang dianggap sejatinya menggambarkan tubuh dan diri kita.

Dalam tafsir ini, putra tertua Pandawa, Yudhistira, dianggap simbol pikiran. Oleh karena itu, dia selalu gelisah, terus-menerus berkonflik dalam diri sendiri. Putra kedua Pandawa, Bima, merupakan simbol tubuh. Nama lain Bima, yakni Werkudara, artinya adalah ’perut serigala’, untuk menyebut pinggangnya yang gendut dan rasa laparnya yang sulit terpuaskan. Putra ketiga, Arjuna, adalah simbol mata. Hemm, itukah yang menyebabkannya lirak-lirik setiap kali ada wanita cantik lewat? Saha eta? Lalu si kembar Nakula-Sadewa, simbol telinga, terlihat tak banyak bicara, selain hanya mendengar. Dalam konteks ini pula, kemungkinan mengapa lalu digambarkan mereka mengawini satu wanita, yakni Drupadi.

Menarik melihat satu per satu tokoh wayang dalam perspektif ini. Durna menyimbolkan jantung. Saat suasana tenang, damai, dia baik-baik saja. Dia guru yang baik bagi semua pihak, Kurawa maupun Pandawa. Hanya begitu suasana berubah, situasi tegang, dia akan menjadi sibuk, termasuk mengompori Raja Duryudana untuk segera melancarkan perang.

Sebagai guru yang tak tertandingi kesaktiannya, dalam Mahabharata diceritakan, Durna hanya bisa dikalahkan ketika dibohongi bahwa putra kesayangannya, Aswatama, tewas. Durna menjadi patah hati, kehilangan hasrat hidup dan membuang senjatanya.

Rajagopalachari mendaraskan cerita, bagaimana waktu itu kemudian dengan mudah Drestadumena menebas leher Durna. Jiwa Durna lepas dari badannya dengan cahaya yang memancar terang dan kemudian melayang menuju surga.

Yang paling menyebalkan bagi banyak orang barangkali adalah Sengkuni. Ia simbol lidah. Dalam dunia politik kita, orang bisa melihat siapa yang lidahnya tak terjaga. Tahun 1998 bilang begitu, sekarang bilang begini, pagi dia bilang F sore bilang CK. Sengkuni adalah mastermind tipu daya permainan dadu Kurawa versus Pandawa yang menyebabkan Pandawa

kehilangan segala-galanya, termasuk istrinya, Drupadi. Dursasana menelanjangi Drupadi di depan mata banyak orang, serupa penguasa melucuti hak-hak rakyat di depan hidung kita.

Pandawa kemudian mengolah diri, sebelum Bharatayuda tiba. Olah kanuragan para ksatria, penguasaan diri, kesanggupan menjaga moral dan etika, adalah upaya untuk membuat kehidupan tetap terjaga. Itulah politik tubuh, yang berbeda dari politik Senayan.

P A R O D I

”Copy Paste”Oleh: SAMUEL MULIA 

SAYA sedang membaca salah satu posting teman saya di sebuah media sosial berupa kutipan dengan foto dirinya yang sedang mengikuti lomba Aquathlon. Kutipan itu berbunyi begini. ”I hated every minute of training, but I said, don’t quit. Suffer now and live the rest of your life as a champion.”

Pepesan kosong

Kutipan itu adalah ucapan dari petinju legendaris Muhammad Ali, yang menurut asumsi saya ditujukan untuk menyemangati teman saya itu yang sedang berjuang dalam sebuah pertandingan, dan juga orang lain yang membacanya.

Setelah membaca kutipan itu, saya terpancing untuk memberi komentar. Namun saya urungkan niat itu, takut ia tersinggung, meski awalnya saya bermaksud mengatakan bahwa kutipan itu luar biasa maknanya, tetapi harus disadari kalau ia itu bukan Muhammad Ali.

Nyaris setiap hari saya membaca kutipan yang menyemangati, yang membakar, yang bijak. Kadang beberapa orang mengirimkan ke akun media sosial saya tanpa diminta, karena saya yakin mereka berpikir bahwa sesuatu yang positif, tak ada salahnya dibagikan.

Dulu saya mengaminkan semua kutipan-kutipan itu, karena sejujurnya tak ada yang keliru dari semua itu. Termasuk kutipan di atas. Kemudian dengan berjalannya waktu, saya menjadi lebih dewasa, saya mengalami banyak gejolak kehidupan. Dan kutipan itu kadang hanya seperti pepesan kosong yang tak bermakna buat saya dan hanya terasa seperti sebuah susunan kalimat yang indah.

Pepesan kosong itu lebih kepada hasilnya yang saya alami tak seperti apa yang dituliskan dalam kutipan itu. Kutipan di atas menyarankan untuk tidak menyerah, tetapi kenyataannya saya menyerah dalam sebuah perlombaan kehidupan.

Menyerah karena saya tak bisa tahan dalam latihan karena saya tidak sesehat sang petinju legendaris, saya tak punya kekuatan mental yang sama, kepandaian yang sama. Dan ketika saya menyerah, ada kutipan lain yang mengatakan menyerah itu berarti kalah.

Kalau sudah begitu ingin rasanya agar si pembuat kutipan itu memiliki perjalanan kehidupan yang seperti saya, yang lemah di sana dan di sini. Sehingga ia mengerti bahwa menyerah itu tak selalu berarti kalah.

Ia bisa mengerti bahwa kalimat indah itu ternyata dapat menimbulkan kejengkelan yang sangat buat orang lain yang memiliki kondisi yang berbeda. Kutipan yang mirip sebuah janji yang susah dipertanggungjawabkan. Bagaimana kalau pada akhirnya saya tak bisa hidup sebagai seorang champion? Bisakah saya protes kepada sang petinju?

Kacamata yang tepat

Kamu bisa. Ucapan itu sering saya dengar. Kemudian saya berpikir bagaimana saya bisa kalau orang lain bisa? La wong IQ, EQ, dan SQ saya dan mereka berbeda. Perjalanan hidup saya berbeda, nilai yang saya pahami dan dapati berbeda.

Maka sering kali saya tak terelakkan untuk menjadi kecewa. Kutipan-kutipan yang positif itu mengajarkan saya menyemangati hidup dengan semangat dan kekuatan orang lain. Itu sungguh sebuah kekeliruan.

Bukankah seharusnya saya ini belajar dan melatih untuk menyemangati hidup dengan kekuatan saya sendiri, melatih melihat kemampuan sendiri, menghargai apa yang saya miliki,

bahkan sebuah kebodohan sekalipun. Saya keseringan berkhayal menjadi seperti orang lain, dan terjerat karenanya.

Kutipan sering kali lahir dari pengalaman hidup seseorang. Dari pengalaman hidup itu lahirlah sebuah pembelajaran yang memberikan pencerahan. Kemudian pencerahan itu dibagikan kepada orang lain.

Padahal saya mengamati, pencerahan yang dibagikan kadang sama sekali tak ada efeknya buat orang lain, karena mereka tak mengalami peristiwa yang sama. Itu persis seperti ketika saya usai melakukan transplantasi ginjal. Saya menasihati bahwa orang itu harus berhati-hati dalam mengonsumsi asupannya, mengingatkan mereka untuk memelihara kesehatannya dengan baik.

Kenyataannya? Manusia yang saya nasihati, tak peduli sama sekali. Karena mereka memiliki ginjal utuh, saya lahir dengan ginjal yang eror. Dalam usia yang sama, mereka makan segalanya, saya yang harus berhati-hati.

Yang KO saya, mereka yang menjadi champion tanpa memiliki kolesterol yang tinggi, tanpa tekanan darah yang tinggi, tanpa ada kreatinin dan ureum yang tinggi. Mereka makan garam tanpa masalah, saya makan sedikit saja kepala langsung cenut-cenut.

Oleh karenanya ketika saya menasihati, mereka seperti mendengar orang yang hidupnya sial sekali. Maka melihat mereka tidak peduli, saya angkat topi. Mereka begitu kuatnya memercayai dan menghargai diri mereka sendiri.

Saya ini senangnya memiliki hidup dengan prinsip copy paste. Sementara mereka berani untuk tidak melakukan eksekusi itu. Saya ini suka lupa kalau saya ini bukan Muhammad Ali. Mereka selalu mengingatkan diri mereka bahwa mereka itu bukan orang lain.

Saya terbiasa melihat hidup saya dengan menggunakan kacamata orang lain, mereka membiasakan melihat hidup dengan kacamata mereka sendiri. Saya menjadi sering kecewa karenanya, Mereka terbiasa merasa bahagia dengan keadaan mereka.

Tim Eropa Timur Terus MengancamSOFIA, JUMAT — Persaingan lolos ke putaran final Piala Eropa 2016 semakin ketat menyusul kebangkitan tim-tim dari Eropa Timur. Di Grup H, Kroasia menguasai puncak klasemen setelah menundukkan Bulgaria 1-0. Ceko juga menuai kemenangan krusial 2-1 atas Turki di Istanbul, Jumat (10/10). Tim yang biasanya menjadi pemburu peringkat kedua ini bisa mengancam dominasi tim-tim favorit.

Kroasia kini di atas Italia yang sama-sama mengumpulkan nilai enam. Di bawah mereka ada Bulgaria dan Norwegia yang mengumpulkan tiga poin. Kroasia mempertahankan pola

permainan agresif racikan pelatih Nico Kovac. Mantan pemain tengah itu memaksimalkan para gelandang kreatif seperti Luka Modric dan Ivan Rakitic.

Merekalah pemain andalan Kovac yang lihai melepaskan umpan-umpan mematikan. Saat mereka leluasa menguasai bola, ujung tombak Kroasia, Mario Mandzukic dan Ivica Olic, akan memiliki banyak peluang mencetak gol.

Para pemain inilah yang memaksa bek tengah Bulgaria, Nikolay Bodurov, mencetak gol bunuh diri. Rakitic yang menjadi andalan Barcelona melepaskan umpan silang dari sayap kanan yang disundul oleh Olic. Bodurov berusaha membuang bola, tetapi justru masuk ke gawang sendiri.

”Kami sangat layak meraih kemenangan ini. Kami lebih baik, kami mendominasi pada babak pertama dan kemudian mendapat sejumlah masalah di babak kedua, tetapi saya senang dengan tim saya karena ini adalah kemenangan yang sangat penting,” kata Kovac.

Kemenangan 1-0 tersebut menjadi berita utama di sejumlah media Kroasia. Harian Sportske memuji dengan judul “Kemenangan Besar” dan kutipan komentar Kovac, ”Ini pertandingan fantastis. Kami menunjukkan mentalitas para juara.”

Pelatih Bulgaria Luboslav Penev mengakui kekalahan anak-anak asuhnya. Ia menilai sejumlah pemain kunci tidak tampil dalam permainan terbaiknya. ”Saya tidak berharap kalah, tetapi kami tidak mungkin bisa menang dengan penampilan seperti itu. Mungkin akan ada perubahan pada laga berikutnya,” kata Penev.

Di Grup A, Ceko beruntung menang 2-1 atas Turki. Kemenangan ini mengantar Ceko ke puncak klasemen Grup A dengan enam poin. Pada laga pertama, Ceko mengalahkan Belanda 2-1. Kemenangan kedua Ceko ini dinilai sebagai awal mimpi oleh harian olahraga Sport.

Turki sempat unggul berkat gol Umut Bulut saat laga baru berlangsung delapan menit. Namun, Ceko bangkit dan menyamakan kedudukan melalui sundulan pemain bertahan Tomas Sivok. Gol kedua Ceko diciptakan oleh Boek Dokal.

”Kami tidak terlalu bagus sebagai sebuah tim, tetapi kami memiliki sedikit keberuntungan. Rencana permainan selalu berusaha menghentikan mereka mencetak gol, tetapi mereka menciptakan peluang lebih banyak dari yang kami inginkan,” kata Dokal.

Pelatih Ceko Pavel Vrba mengakui timnya beruntung karena tidak kemasukan gol lebih dari satu. Turki berhasil merusak keseimbangan permainan Ceko di babak pertama dan mencetak gol. Bekal dua kemenangan ini menjadi modal besar bagi Ceko untuk lolos ke Perancis.

”Belanda tetap menjadi favorit. Bagi saya, tiga tim akan memperebutkan peringkat kedua, kami, Turki, dan Eslandia. Dua kemenangan ini merupakan keuntungan besar di awal bagi kami, tetapi ini tidak menjamin kami akan menempati peringkat kedua di grup ini,” kata Vrba. (Reuters/AFP/UEFA/ANG)

”Oranye” Kuasai Rasa PanikGiorgio Chiellini Merebut Panggung di Palermo

AMSTERDAM, JUMAT —Skuad Belanda berhasil menguasai rasa panik untuk menuai kemenangan di kualifikasi Grup A Piala Eropa 2016 dengan menundukkan Kazakhstan 3-1 di Amsterdam Arena, Jumat (10/10). Kemenangan ini bisa menjadi titik balik penampilan ”Oranye” di era Guus Hiddink.

Pelatih senior itu optimistis anak-anak asuhnya akan segera beradaptasi dengan perubahan sistem permainan. Ia menilai, kemenangan hanyalah masalah waktu. Hiddink juga tidak resah dengan penampilan anak-anak asuhnya yang baru unggul atas Kazakhstan pada menit ke-82.

Hiddink justru melihat itu sebagai buah kegigihan dan kesabaran membongkar pertahanan Kazakhstan setelah unggul 1-0 melalui sundulan Renat Abdulin pada menit ke-17.

”Kami tertinggal oleh satu-satunya tendangan sudut yang mereka miliki. Setelah gol itu mereka berbaris (seperti tembok) dalam bertahan,” ujar mantan pelatih timnas Rusia itu.

”Kemudian terserah pada para pemain untuk menerobos melalui permainan umpan-umpan berkecepatan tinggi, tetapi itu selalu berhasil,” kata Hiddink.

Dalam kondisi seperti itu, pelatih berusia 67 tahun tersebut menyebut, sangat penting bagi timnya untuk tidak panik. Jika pemain tetap tenang, cepat atau lambat gol akan terjadi.

Hiddink mengubah permainan dengan memasukkan Klaas-Jan Huntelaar. Striker klub Schalke 04 inilah yang mengangkat optimisme tim melalui gol penyama skor pada menit ke-62.

Dua menit kemudian, Kazakhstan harus bermain dengan 10 orang setelah Baurzhan Dzholchiyev diganjar kartu merah karena menekel Ibrahim Afellay.

Namun, Belanda baru bisa memimpin setelah Afellay menundukkan kiper Kazakhstan, Aleksandr Mokin, pada menit ke-82. Robin van Persie mengunci kemenangan 3-1 melalui penalti pada menit ke-89 setelah dia dijatuhkan di dalam kotak penalti.

Penampilan Afellay setelah cedera panjang menjadi sorotan. Mantan gelandang Barcelona itu mampu menjadi pemecah kebuntuan melalui umpan-umpan jitu dan penempatan posisi.

Panggung Chiellini

Di Grup H, bek tengah Giorgio Chiellini merebut panggung di Palermo saat Italia menundukkan Azerbaijan 2-1. Chiellini, yang digigit Luis Suarez di Piala Dunia 2014, mencetak hattrick, termasuk gol bunuh diri.

Gol itu membuyarkan keunggulan 1-0 yang telah dipegang Italia sejak menit ke-44. Chiellini menyundul tendangan sudut Andrea Pirlo.

Inilah titik krusial yang semakin menajamkan kritik pada lini depan skuad Antonio Conte itu. Italia menguasai permainan, menciptakan 21 peluang, tetapi hanya empat yang mengarah tepat ke gawang. Duet striker Ciro Immobile dan Simone Zaza gagal mencetak gol. Chiellini jadi penyelamat melalui gol pada menit ke-82 setelah menerima umpan Sebastian Giovinco yang menggantikan Zaza.

”Beruntung saya mencetak satu gol lagi di gawang yang tepat. Ini akan sangat menyedihkan jika kami tidak memenangi laga ini. Kami seharusnya sudah membunuh pertandingan ini lebih awal. Kami memiliki kesempatan melakukan itu,” kata Chiellini.

Conte mengakui, sisi negatif dari laga ini adalah penyelesaian akhir lini depan. Namun, ia memuji semangat juang pemain yang mampu bangkit dan meraih kemenangan.

”Kami menemukan kekuatan, karakter, dan gairah untuk mendorong diri sendiri terus maju dan memenangi pertandingan,” kata mantan pelatih Juventus yang sukses dengan pola 5-3-2. (Reuters/AFP/UEFA/ANG)

Maroko Enggan Jadi Tuan RumahKAIRO, SABTU — Tuan rumah Piala Afrika 2015, Maroko, meminta agar kejuaraan sepak bola antarnegara di benua hitam itu ditunda. Namun, menurut Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF), tidak akan ada perubahan dengan jadwal pertandingan.

Seperti dikutip dari kantor berita Maroko (MAP), Menteri Kesehatan Maroko menyerukan agar lebih baik menunda perhelatan sepak bola dua tahunan itu. Sesuai jadwal, Piala Afrika akan digelar pada 17 Januari-8 Februari 2015 di Maroko.

Pemerintah Maroko menyerukan penundaan perhelatan akibat mewabahnya virus ebola di Afrika. Penundaan itu dimaksudkan untuk menghindari penyebaran lebih luas virus mematikan tersebut.

”Turnamen itu sudah pasti akan diikuti negara-negara yang saat ini wilayahnya sudah terinfeksi virus ebola. Kami ingin menghindarkan turnamen itu dari virus ebola,” ujar Menteri Kesehatan Maroko.

Hamid Faridi, Penasihat Menteri Olahraga Maroko, menyebutkan, negeri Afrika Utara itu sebenarnya enggan menjadi tuan rumah. Penyebabnya adalah persebaran virus ebola.

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejak awal 2014 hingga hari ini, sebanyak 4.000 orang meninggal akibat virus tersebut. Para korban itu terdeteksi berasal dari negara-negara di Afrika Barat, wilayah wabah ebola.

”Seluruh warga Maroko, juga Afrika, pasti mempertimbangkan hal itu. Kami tidak ingin mengambil risiko dengan tetap menggelar perhelatan. Langkah-langkah pencegahan dini tetap harus diambil,” ujar Faridi dalam wawancara dengan Radio Atlantic di Rabat, Maroko, Sabtu (11/10).

Faridi juga optimistis, CAF menerima permintaan Maroko tersebut. CAF dan Pemerintah Maroko akan membahas Piala Afrika pekan depan.

Namun, sepertinya permintaan penundaan itu dikunci CAF. CAF memastikan, sampai saat ini belum ada keputusan apa pun untuk menunda kejuaraan tersebut. Maroko tetap terjadwal sebagai tuan rumah Piala Afrika pada 2015.

CAF mengonfirmasi, sama sekali tidak ada perubahan jadwal kompetisi ataupun jadwal turnamen. CAF yang bermarkas besar di Kairo, Mesir, dalam pernyataan tertulis menyebutkan, ”Kami ingin memastikan, sejak penyelenggaraan pertama Piala Afrika pada 1975, sampai hari ini tidak akan ada perubahan apa pun seperti penundaan ataupun pembatalan.”

Terkait virus ebola, CAF menyatakan sangat menaruh perhatian pada virus mematikan itu. CAF juga sudah mempertimbangkan risiko kesehatan akibat serangan ebola. Itu sebabnya CAF sudah menerapkan pencegahan awal menjelang pertandingan, seperti yang disyaratkan WHO.

Melihat situasi terbaru penyebaran ebola dan mempertimbangkan permintaan Pemerintah Maroko, CAF menjadikan dua hal itu sebagai agenda pembahasan dalam pertemuan komite eksekutif CAF.

Pertemuan komite eksekutif CAF akan berlangsung pada 2 November mendatang di Algiers, Aljazair. Menurut rencana, agenda pertemuan internal CAF di Algiers itu juga akan diikuti dengan pertemuan antara panitia penyelenggara Maroko dan CAF sehari setelah pertemuan komite eksekutif. Apabila permintaan Maroko disetujui, kemungkinan Afrika Selatan akan menggantikan Maroko. (AFP/BBC/HLN)

Australia Tak Anggap EntengIndonesia Punya Semangat

YANGON, KOMPAS — Menjelang pertandingan kedua Grup B Piala AFC U-19 di Yangon, Myanmar, Minggu (12/10), Australia menegaskan tidak akan menganggap enteng Indonesia meski dalam laga perdana, Jumat lalu, Indonesia dikalahkan Uzbekistan 1-3.

Sebagai tim, Indonesia tetap dinilai memiliki kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Para pemain Indonesia juga diyakini punya semangat lebih besar untuk bangkit di pertandingan kedua.

Hal itu disampaikan pelatih tim Australia Paul Okon dan penyerang Australia yang bermain di klub Lazio, Italia, Christopher Ikonomidis, ketika ditemui wartawan Kompas, Rakaryan Sukarjaputra, di Yangon, Sabtu lalu. ”Setiap tim bisa mengalahkan tim lainnya. Kami berharap bisa mengalahkan Indonesia. Namun, itu akan tidak mudah karena seperti telah saya katakan, setiap pertandingan tidaklah mudah,” ungkap Okon.

Indonesia, ujar Ikonomidis, adalah tim dengan operan-operan yang kuat. ”Kami tidak akan menganggap remeh meskipun Indonesia kalah melawan Uzbekistan. Kami akan fokus pada permainan kami sebagaimana biasanya kami lakukan. Saya perkirakan pertandingan akan berjalan ketat dan bagus,” ujar Ikonomidis yang dikontrak Lazio selama tiga tahun.

Dalam pertandingan pembuka Grup B, Jumat, Australia ditahan imbang Uni Emirat Arab 1-1, sementara Indonesia dikalahkan Uzbekistan 1-3. Indonesia untuk sementara menempati dasar klasemen grup.

Ikonomidis mengaku mendengar kualitas Evan Dimas yang bagus. ”Yang lainnya saya belum tahu,” ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, pelatih Indonesia Indra Sjafri mengungkapkan, kondisi Hargianto membaik setelah sempat cedera dalam pertandingan pertama. ”Dia hanya keram dan sekarang sudah tidak masalah. Bisa dimainkan nanti,” katanya.

Kemarin, Indonesia menjalani latihan di lapangan sepak bola Yangon United. dengan penekanan kembali pada aliran bola antarpemain, mengantisipasi tendangan penjuru, sekaligus melatih eksekusi penalti.

Indra menjelaskan, pada sesi latihan ditekankan pada upaya membangkitkan lagi semangat para pemain. Perjalanan tim U-19 Indonesia belum habis, sekaligus mematangkan persiapan untuk bisa lolos dari babak grup.

”Tentu kami siapkan sisi teknis, khususnya mengantisipasi tendangan penjuru lawan. Dari analisis pertandingan Australia tadi malam, mereka banyak melakukan overlapping dan free kick ke target man mereka, khususnya pemain nomor (punggung) empat dan lima. Itu yang kami antisipasi. Kami juga melatih bagaimana jika melakukan corner kick dan free kick,” katanya.

Untuk pertahanan, Indra menambahkan, timnya sudah mencoba memperbaiki. ”Memang tidak mungkin semua beres dalam sekaligus, tetapi saya menekankan lagi kepada mereka bahwa ini adalah kehormatan buat mereka, untuk mereka menjadi matang, menjadi pemain yang benar. Untuk taktik, saya tidak bisa bicarakan, tetapi untuk line up mungkin ada sedikit perubahan,” kata Indra.

Kesiapan menghadapi Australia juga disampaikan pemain sayap Indonesia, Ilham Udin Armaiyn. ”Target kami adalah lolos ke putaran berikutnya karenanya target pasti untuk menang. Kami mengharapkan doa dan dukungan dari masyarakat Indonesia. Mudah-

mudahan bisa mengangkat sampai ke tingkat dunia,” ungkap Ilham yang menyatakan sudah dibekali hal-hal khusus untuk menghadapi Australia.

Iran Tersingkir, Myanmar Paling BerpeluangYANGON, KOMPAS — Iran, yang merupakan salah satu unggulan di kejuaraan sepak bola Piala AFC U-19, menerima kenyataan tragis, yaitu tersingkir dari kejuaraan sepak bola yang juga merupakan tahapan seleksi menuju Piala Dunia FIFA U-20 2015 itu. Dalam pertandingan kedua Grup A di Yangon, Myanmar, Sabtu (11/10), Iran dikalahkan Yaman 0-1. Penyerang Ahmed Abdulhakim Al-Sarori menjadi pahlawan Yaman.

Wartawan Kompas, Rakaryan Sukarjaputra, melaporkan dari Yangon. Dalam pertandingan Grup A lainnya, tuan rumah Myanmar membuka lebar peluang lolos dari babak grup setelah menundukkan Thailand, 3-0. Didukung oleh sedikitnya 20.000 penonton, para pemain Myanmar tampil penuh semangat dengan taktik sederhana tetapi efektif. Dua gol Myanmar dicetak oleh Nyein Chan Aung, sedangkan gol ketiga dicetak penyerang Aung Thu.

Anggota Grup A telah memainkan dua pertandingan. Yaman dan Myanmar menorehkan satu kemenangan dan satu hasil seri. Adapun Thailand mengantongi satu kemenangan dan satu kekalahan. Myanmar yang akan menghadapi Iran pada laga ketiga berpeluang paling besar lolos dari babak grup.

Kekalahan dari Yaman merupakan kekalahan kedua bagi Iran setelah pada laga perdana dikalahkan Thailand 1-2. Kekalahan itu juga di luar perkiraan banyak pihak karena Iran adalah empat kali juara Piala AFC U-19.

”Saya minta maaf kepada Federasi Sepak Bola Iran dan juga rakyat Iran karena tersingkir dari turnamen ini. Saya kira masalahnya adalah para pemain kami tertekan setelah dikalahkan Thailand sehingga tidak bisa bermain baik,” ungkap pelatih Iran Ali Doustmehr.

Sebaliknya, Yaman berterima kasih kepada Al Sarori dengan golnya. ”Para pemain melaksanakan taktik yang disiapkan kami mencetak gol pada menit-menit awal. Setelah gol itu kami memang berkonsentrasi untuk bertahan karena kami sudah memiliki 70 persen peluang untuk lolos,” ujar pelatih Yaman Ahmed Ali Qasem.

Adapun pelatih Myanmar yang berasal dari Jerman Gerd Zeise dengan cermat melatih barisan penyerangnya untuk memanfaatkan kelemahan pertahanan Thailand sehingga Aung dan Aung Thu mampu memanfaatkan kelemahan bek-bek Thailand itu dengan kecepatan mereka. Thailand juga bermain dengan 10 pemain sejak menit ke-72 karena kapten Chenrop Samphaodi mendapat dua kartu kuning berturut-turut.

Dovizioso Pahat Sejarah DucatiMOTEGI, SABTU — Andrea Dovizioso memahat sejarah bagi tim Ducati dengan merebut posisi start terdepan untuk lomba Seri Jepang yang akan berlangsung di Sirkuit Motegi, Minggu (12/10). Kepastian itu didapat setelah Dovizioso mencatat waktu tercepat dalam kualifikasi yang berlangsung kemarin.

Sejak tahun 2010, baru kali ini pebalap tim Ducati menduduki posisi start terdepan. Terakhir kali Casey Stoner melakukannya di Sirkuit Valencia.

Dovizioso mencatatkan waktu tercepat 1 menit 44,502 detik yang sekaligus menjadi rekor baru di Sirkuit Motegi. Bagi Dovizioso, posisi start terdepan di Motegi adalah yang kedua. Pebalap berusia 28 tahun tersebut pertama kali meraih pole position pada tahun 2010 di tempat yang sama, tetapi waktu itu ia masih bersama tim Honda.

Di peringkat kedua adalah pebalap Movistar Yamaha, Valentino Rossi, dengan catatan waktu 1 menit 44,557 detik. Dani Pedrosa dari Repsol Honda di posisi ketiga (1 menit 44,755 detik). Sang juara dunia, Marc Marquez, dengan waktu 1 menit 44,775 detik di urutan keempat, sedangkan Jorge Lorenzo di posisi kelima (1 menit 44,784 detik).

Dovizioso, yang akrab dengan karakter lintasan Motegi, menggunakan ban lunak. Dengan demikian, pebalap asal Italia itu berakselerasi lebih cepat di sirkuit yang memaksa pebalap banyak memainkan rem dan gas.

”Saya mencatatkan waktu tercepat, tetapi tidak mudah untuk mencapainya di lintasan ini. Saya tahu kemampuan lawan, pasti sulit bagi saya untuk merebut podium. Tetapi bukan tidak mungkin,” ujarnya.

Dovizioso mewaspadai Marquez yang pada sesi kualifikasi kemarin hanya berselisih 0,273 detik. Pebalap lain, seperti Lorenzo, juga diwaspadai. Meski berada di posisi kelima, selisih waktunya hanya 0,282 detik. Balapan pada Minggu ini dipastikan berlangsung ketat.

Marquez mengutarakan, ia puas dengan hasil yang diraihnya pada babak kualifikasi dibandingkan dengan hasil pada beberapa sesi latihan bebas. Pebalap asal Spanyol itu mengalami kesialan saat sesi latihan bebas, Jumat. Pebalap berusia 21 tahun itu kecelakaan setelah remnya bermasalah. Kemudian pada sesi latihan bebas kemarin, Marquez terpaksa keluar dari lintasan dan berganti sepeda motor.

”Saya senang karena kami mengalami banyak kemajuan. Ritmenya sangat bagus dan saya siap tempur. Saya akan berjuang untuk menjadi juara. Persaingan antara saya dengan Lorenzo, Valentino, dan Dani sangat ketat,” ujar Marquez.

Menurut Marquez, lawan paling berat saat ini adalah Lorenzo. Meski Lorenzo berada di belakang posisi Marquez, Pedrosa, dan Rossi dalam klasemen, jagoan tim Movistar Yamaha itu sangat tangguh di sirkuit.

Hamilton terdepan

Lewis Hamilton akan start terdepan pada balapan hari ini setelah meraih waktu tercepat pada kualifikasi Formula 1 Grand Prix Rusia di Sirkuit Sochi Autodrom, Sabtu.

Pebalap tim Mercedes itu membukukan waktu 1 menit 38,513 detik di sirkuit yang baru pertama kali dipakai untuk balapan Formula 1 itu. Hamilton mengungguli rekan setimnya, Nico Rosberg, di posisi kedua dengan selisih 0,2 detik.

Kemarin, para pebalap memasang stiker ”Tous Avec Jules” (Semua bersama Jules) di helm sebagai dukungan kepada pebalap Jules Bianchi yang kritis akibat kecelakaan pada Grand Prix Seri Jepang, pekan lalu.

Kesuksesan Hamilton meraih posisi start terdepan di Rusia adalah yang ketujuh musim ini. Bagi tim Mercedes, peluang mereka sebagai juara konstruktor musim ini semakin terbuka.

Mercedes bakal menyingkirkan Red Bull yang menjadi juara konstruktor selama empat tahun.

”Hasil yang kami peroleh musim ini karena kerja sama tim yang ingin maju dan terus melakukan evaluasi,” ujar Hamilton. (AFP/AUTOSPORT/WAD)

Pemimpin Pemberi Terang Bangsa

Pemimpin politik banyak, pemimpin negarawan langka. Kata-kata itu kerap terdengar untuk mengungkapkan kondisi bangsa Indonesia yang mengalami krisis kepemimpinan.

Jelaslah, masyarakat merindukan pemimpin yang berkarakter negarawan, yang memimpin rakyat dengan kecerdasan visi dan memiliki pandangan tentang orientasi negara. Hanya pemimpin yang memiliki integritas yang mampu menumbuhkan kepercayaan rakyat, terutama mereka yang berada di akar rumput.

Terbitnya buku Menjadi Pemimpin Politik (PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) karya M Alfan Alfian dan Memoria Indonesia Bergerak (Megawati Institute, 2014) mengisi kelangkaan pustaka bertema kepemimpinan politik.

Dalam bagian pembuka, Alfian menjelaskan konsep pemimpin yang dimaksudkannya. Mengutip Richard Nixon, presiden AS ke-37, Alfian menulis bahwa pemimpin bukan sekadar manajer. Pemimpin itu puisi yang bekerja tidak mengikuti fluktuasi jajak pendapat. Pemimpin sejati memandang kekuasaan sebagai sarana, bukan tujuan utama. Tanpa berada di struktur kekuasaan, mereka tetap mampu mewujudkan mimpi besarnya.

Beruntung, bangsa Indonesia didirikan oleh para tokoh pergerakan kebangsaan yang bukan sekadar pemimpin politik, melainkan juga negarawan, sebagaimana diulas satu demi satu oleh sejumlah intelektual muda dalam Memoria Indonesia Bergerak. Mereka bukan semata berjuang meraih kemerdekaan, melainkan mewarisi bangsanya dengan pemikiran visioner. Integritas pribadi mereka sebagai negarawan tercetus lewat tulisan mereka di surat kabar, buku, atau aktivitas politik.

Bobot intelektualitas para pendiri republik juga kentara dari risalah sidang-sidang persiapan kemerdekaan. Mereka mampu mengatasi segala perbedaan pandangan karena sama-sama meletakkan tujuan perjuangan mereka pada masa depan hidup bersama sebagai bangsa.

Dalam pengantar Memoria Indonesia Bergerak, Yudi Latief melukiskan kecemerlangan pikiran para pemimpin yang sekaligus pendiri bangsa ibarat mercusuar di tengah padamnya daya pikir kebanyakan politisi masa kini, yang miskin kecerdasan visi (hal 4). Secara singkat padat, buku ini menelusuri jejak pendiri bangsa, seperti Tjokroaminoto, Soekarno, Mohammad Hatta, Tan Malaka, Agus Salim, Sutan Sjahrir, Mohammad Natsir, RM Sosrokartono, Semaoen, dan Soedjatmoko.

Format

Alfian memilih mengelaborasi berbagai konsep kepemimpinan politik dan kekuasaan lewat format penyajian tanya jawab. Ada banyak kutipan kata bijak dan contoh kepemimpinan dari banyak tokoh besar, nasional, maupun dunia tersebar di sekujur buku.

Meskipun berbeda dalam format dan pendekatan penulisan, kedua buku saling melengkapi dan memberi inspirasi. Keduanya secara tersirat mengingatkan pentingnya pendidikan karakter agar dapat memunculkan para pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi bangsanya. Para pendiri bangsa layak memperoleh sebutan sebagai ”bangsawan pikiran”, yang mewarisi pemikiran-pemikiran besar sebagai peta-jalan bagi idealisme generasi selanjutnya. (YKR/LITBANG KOMPAS)

Menjadi ”Negarawan Filsuf”

Oleh: Franz Magnis-Suseno 

♦ Judul: Mendidik Pemimpin dan Negarawan. Dialektika Filsafat Pendidikan Politik Platon. Dari Yunani Antik Hingga Indonesia♦ Penulis: A Setyo Wibowo  dan Haryanto Cahyadi♦ Penerbit: Lamalera, Yogyakarta, 2014♦ Tebal: xvi+392 halaman♦ ISBN: 978-979-25-4845-6

Dua pengajar filsafat, Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi, yang menulis buku tentang Platon, mampu menunjukkan betapa aktualnya pemikiran filsuf terbesar segala zaman yang hidup 2500 tahun lalu itu bagi kita di abad ke-21. Saat bangsa Indonesia menyelesaikan gonjang-ganjing pemilihan pemimpin untuk lima tahun mendatang, mereka menyajikan pemikiran Platon tentang bagaimana kita dapat memperoleh pemimpin yang bermutu.

Platon dianggap sebagai filsuf terbesar dan paling berpengaruh di segala zaman. Sampai sekarang, para filsuf mendapat inspirasi dari Platon. Di negara Barat, Platon tak pernah dilupakan. Ia diangkat kembali oleh para filsuf besar Islam dan menyuburkan filsafat di Eropa Abad Pertengahan.

Sedikit orang yang tahu bahwa Platon memengaruhi filsafat Jawa. Pembaru besar pemikiran Platon, Plotinos (205-270 M), sangat berpengaruh pada kaum Sufi dan kaum Sufi membawa Platon dalam pakaian Plotinos sampai ke Jawa. Baca saja Wirid Hidayat Jati Ronggowarsito!

Dengan membaca buku Setyo Wibowo (SW) dan Haryanto Cahyadi (HC) ini, kita menjadi kagum atas aktualitas pemikiran politik Platon. Waktu Platon menulis buku Politeia (negara)—barangkali buku terpenting dan terkaya Platon—ia mengalami keadaan yang cukup mirip dengan yang kita alami. Demokrasi Athena kacau-balau karena disandera oleh elite-elite yang korup. Dalam situasi ini, Platon mengembangkan konsepsinya tentang suatu pendidikan yang bisa melahirkan pemimpin negara yang baik.

Buku ini bukan bacaan gampang. Analisa filosofisnya state of the art, selalu dekat dengan teks Platon, dengan mengacu pada pustaka para ahli Platon terbaik. Bahasanya pun tidak mudah. Untuk tetap rapat dengan teks, mereka suka memakai kata-kata kunci dalam bahasa Yunani. Misalnya judul ini: ”Paideia Kaum Sofis: Penciutan Aisthesis-Arete dan Dominasi ’Empeiria’”. Pembaca mungkin sering harus mencari arti suatu kata, misalnya logistikon atau iliados, dalam daftar yang sayangnya tidak lengkap. Namun, bagi pembaca yang mampu bertahan, ia akan masuk ke dalam pemikiran Platon yang asli, rinci, dan sangat menarik.

Buku ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, SW mengantar kita secara jitu ke dalam aktualitas pemikiran Platon. Dengan diinspirasi oleh novel Richard Bach Jonathan,

Livingston Seagull, SW membahas dengan mendalam perumpamaan Platon tentang goa, teks Platon terpenting karena memuat inti seluruh filsafatnya.

Dalam bagian kedua, HC menganalisa secara saksama teks kunci tentang pendidikan dalam karya utama Platon, Politeia. Platon merangkul cita-cita Yunani kuno tentang manusia idaman yang kaloskagathos, manusia yang elok dan baik. HC menelusuri cita-cita itu dari epos-epos besar Homeros melalui kemerosotannya menjadi pedupaan diri elite korup sampai reaksi sinis-keras-nihilistik kaum Sofis. HC lalu membuka bagaimana Platon mengangkat kembali cita-cita manusia yang elok dan baik itu dengan mengembangkan suatu konsepsi pendidikan paripurna yang terarahkan kepada cita-cita yang baik.

Dalam bagian terakhir, SW memberikan ulasan sintetis konsepsi Platon tentang bagaimana mendidik seorang negarawan, seorang negarawan yang filsuf, yang elok nan baik. SW mendasarkan diri pada apa yang dalam seluruh tulisan Platon ditemukan tentang pendidikan. Untuk menunjukkan aktualitas Platon, SW mulai dengan tinjauan kritis terhadap situasi pendidikan serta demokrasi di Indonesia sekarang. Kemudian, merinci konsepsi pendidikan Platon dengan menguraikan konsepsi kurikulum Platon.

Yang menarik adalah perolehan pengetahuan dan keterampilan yang kita anggap penting justru tidak ditekankan oleh Platon. Kurikulum disusun untuk mengembangkan kepekaan jiwa anak kecil dengan pendidikan musik. Di masa remaja, tubuh ditertibkan melalui gimnastik. Akhirnya, nalar dikembangkan melalui ilmu-ilmu seperti matematika dan filsafat.

Menurut SW, Platon menghadapi dilema. Tidak setiap orang berbakat menjadi pemimpin. Memberikan pendidikan kepada semua bisa percuma. Tetapi, kalau pendidikan diberikan kepada mereka yang sudah terseleksi, pendidikan menjadi eliter. Namun, barangkali dilema itu tidak fatal.

Pendidikan seperti yang dikonsepsi Platon sebenarnya bertujuan untuk memberdayakan para peserta didik, dengan tujuan agar mereka dapat mengaktualisasikan potensi-potensi mereka. Proses seleksi tidak diperlukan karena pendidikan seperti itu menghasilkan manusia-manusia yang bermutu sehingga mereka yang memang berpotensi memimpin akan mampu untuk memimpin apabila mereka dibutuhkan. Kondisi seperti inilah yang kita butuhkan dalam sistem demokrasi sekarang.

Buku ini tidak hanya menginformasikan, tetapi juga merangsang untuk terus bertanya. Benarkah bahwa tuduhan Karl Popper 80 tahun lalu bahwa Platon adalah bapak pemikiran ideologis sudah usang? Cukupkah kalau masyarakat mengusahakan pendidikan yang bermutu untuk menjamin mutu kepemimpinan politik? Seakan-akan kalau pemimpin sudah baik, kita dapat memercayakan diri kepadanya? Bagaimana pengabaian Platon terhadap unsur kontrol dari mereka yang dipimpin?

Buku Setyo Wibowo dan Heryanto Cahyadi ini betul-betul bisa merangsang untuk memikirkan kembali dasar-dasar kekuasaan politik yang sesuai dengan kemanusiaan yang

adil dan beradab, juga karena itu merupakan sumbangan penting bagi komunitas pencinta filsafat Indonesia. Saya sangat menganjurkannya.