dekonstruksi tiga cerpen pilihan … tiga cerpen pilihan kompas tahun 2013: klub solidaritas suami...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

DEKONSTRUKSI TIGA CERPEN PILIHAN KOMPAS TAHUN 2013:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG:
PERSPEKTIF JACQUES DERRIDA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memeroleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Agustinus Rangga Respati
NIM: 144114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

i
DEKONSTRUKSI TIGA CERPEN PILIHAN KOMPAS TAHUN 2013:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG:
PERSPEKTIF JACQUES DERRIDA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memeroleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Agustinus Rangga Respati
NIM: 144114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DEKONSTRUKSI TIGA CEWEN PILIHAN KOMPAS TAI{UN 2013:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG:
PERSPEKTIT JACQUES DERRIDA
Oleh
Agustinus Rangga Respati
]\IIM. t441WAl3
Telah disetujui oleh,
Pembimbing I
Dr. Yoseph Yapi Taum. M.Hum.
Pembimbing II
Tanggal2l Juni 2018
Tanggal2l luni2018S. E. Peni Adji, S.S., M.Hum.
t\t*aii" fr.;','ffi,i"
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skripsi
DEKONSTRUKSI TIGA CERPEN PILIITAN KOMPAS TAITUN 2OI3:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANGI
PERSPEKTIF JACQUES DERRIDA
Dipersiapk an dan ditulis oleh
Agustinus Rangga Respati
NIM: 144114013
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
padatanggal3 luli2A18
dan drnyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguj i
Nama Lengkap
Ketua : Dr. Yoseph Yapi Taunl M.Hum.
Sekretaris : Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum.
Anggota : 1. Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
2.Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.
3. Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum.
Y ogyakarta, 23 luli 2Al8Fakultas SastraUniversitas Sanata Dharma
TandaTanganft{VlilL
A,:2,<
na"
ill
i-4 "r
&re'#l'd
Iskarna, M.Eol-,I+oo Qacfrar ut\ulLoJ ugJlr4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagSan karya orang lain kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Yogyakarta,9 Juni 2018
Penulis
WAgustinus Rangga Respati
IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
nama : Agustinus Rangga Respati
NIM :1,44114013
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul "Dekonstruksi Tiga
Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2073: Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif
Jacques Derrida"
Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di
intemet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di YogyakartaPadatanggal 9Juni2018Yang menyatakan,
Agustinus Rangga Respati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PERSEMBAHAN
Saya mempersembahkan karya ini untuk,
Ignatia Agnes Maria Dajati dan Paulus Harry Priyosusanto (alm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii
MOTO
Hidup cuma sekali.
Jadilah matahari untuk diri sendiri.
-Sawung Jabo-
“. . . because we must.”
-Steven Patrick Morrissey-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha segala dan
semesta alam atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dekonstruksi Tiga Cerpen Pilihan Kompas
Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif Jacques Derrida” ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tercipta tanpa banyak pihak
yang membantu, membimbing, memotivasi, dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada pihak-pihak lain.
Yang pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum. dan Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum. selaku dosen
pembimbing yang selalu dengan sabar dan ikhlas menerima saya di ruangannya,
memberikan bimbingan dan pengarahan dari awal penulisan hingga selesainya
skripsi ini.
Yang kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma (USD), yaitu Susilawati Endah Peni
Adji S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia USD, Sony
Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku Wakil Ketua Program Studi Sastra
Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.,
Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., Dr. Paulus Ari Subgayo, M.Hum.
(alm), dan Drs. Hery Antono, M.Hum. (alm) yang telah bersedia memberi
ilmunya selama saya berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia; juga kepada
Staf Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Jurusan Sastra Indonesia atas
pelayanannya yang baik selama ini.
Yang ketiga ucapan terima kasih untuk keluargaku; orang tuaku, Ignatia
Agnes Maria Dajati dan Paulus Harry Priyosusanto (alm) atas segala dukungan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

doa, dan rasa sayang yang tak henti-hentinya. Penulis mengucapkan terima kasih
juga kepada Agnes Harry Cahyani (alm), Bernadetta Ayu Wulandari, Cataina
Rida Pangestuti, dan Stephani Rangga Larasati atas segala cinta dan bantuan yang
telah diberikan. Terima kasih juga diucapakan untuk pakdhe saya, FX. Darmoyo
yang selalu mendukung saya-
Yang keempat, ucapan terima kasih untuk teman-teman Sastra Indonesia
angkatan 2014 yang berniat berjuang sampai akhir Oktavius Eka, Andi, Santos,
Bandar, Dhayu, Amry, Faiz, Lorensius Eka, Alin, Tita, Putrie, Rani, Putri, Dinda,
Dion, Erta, Fallen, Siska, Melisha, Cica, Rosa, Rika, Mentari, Ika, Niki, Salve,
Ica, Titis, Uun, Neni, Yunik4 Tita dan Selly. Pun kepada teman-teman yang teiah
mengambil keputusan di jalan lain, Adit, Gibran, Epin, dan Vian. Kepada teman-
teman Bengkel Sastra & HMPS Sastra Indonesia. Teman-teman Sastra Indonesia
dari angkatan lain yang telah berdinamika bersama selama masa perkuliahan.
Kepada Clemens Dion Bintang Timur yang telah membantu penulis mencarikan
penulis bahan untuk referensi skrispi. Kepada teman-teman di Klub Mendhem
Kahanan yang sebenarnya tidak ada hubungannya, tapi perlu saya tulis.
Yang terakhir, kepada Nananana-ku, yang entah akan saya sesali atau saya
syukuri karena saya tuliskan di sini. Terima kasih karena telah lulus duluan
sehingga saya bisa minta bantuan ini dan itu, membantu banyak hal dalam skripsi
saya hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yan9 telah memberikan dukungan,
sumbangan, dan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.
Akhir kata, skripsi ini tentu jauh dari kata sempurna, sehingga penulis
mernbutuhkan kritik dan saran dari pembaca guna penyempurnaan tulisan ini.
Segala kesalahan yang terdapat di dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab
penulis sendiri.
Yogyakarta,9 Juni 2018
Peflulis
Agrrt*.,rffigga Respat
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x
ABSTRAK
Respati, Agustinus Rangga. 2018. “Dekonstruksi Tiga Cerpen Pilihan
Kompas Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif
Jacques Derrida. Skripsi Strata Satu (S-1). Program Studi Sastra
Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini berisi dekonstruksi pada tiga Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013:
Klub Solidaritas Suami Hilang. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji ideologi tiga
Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang dan mendeskripsikan
proses decentering dan diseminasi dalam tiga Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013: Klub
Solidaritas Suami Hilang.
Paradigma penelitian ini menggunakan paradigma M. H. Abrams dengan
pendekatan diskursif. Penelitian ini merupakan penelitian postruktural yang
menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan analisis konten dengan teknik double reading. Hasil penelitian
ini berisi dua hal pokok. Pertama, merupakan penentuan ideologi teks yang didapatkan
dari identifikasi hierarki metafik dan oposisi biner yang ada di dalam teks. Kedua,
merupakan proses dekonstruksi yang terdiri dari proses decentering dan diseminasi.
Pada tahap pertama dekonstruksi teks akan menghasilkan ideologi teks. Ideologi
teks dari cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang adalah (i) kesedihan tokoh „kau‟ karena
harus kehilangan suaminya dan harus menerima kenyataan bahwa teman-temannya
selama ini menipu dirinya. Ideologi teks dalam cerpen Piutang-Piutang Menjelang Ajal
adalah (ii) ketakutan Chaerul yang belum membayar utang pada Om Sur yang dermawan
dan baik hati. Idelogi teks dalam cerpen Lelaki Ragi dan Perempuan Santan adalah (iii)
kekecewaan tokoh aku pada pacarnya yang kawin dengan pria lain. Pada tahap kedua,
proses dekonstruksi menghasilkan ideologi baru dan makna-makna yang terdapat dalam
teks. Cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang memiliki ideologi baru yakni ketakutan
tokoh „aku‟ yang tidak dapat menjadi bagian dari kelompok masyarakat tertentu. Makna
baru yang dihasilkan adalah (i) Klub Solidaritas Suami Hilang melakukan glorifikasi
kesedihan, (ii) anggota klub membedakan diri dari lingkungan sosial (ekslusifitas
kelompok) (iii) Klub Solidaritas Suami Hilang merupakan pelarian dari sakit hati kisah
rumah tangga. Cerpen Piutang-Piutang Menjelang Ajal memiliki ideologi baru berupa
kejahatan Om Sur yang menjerat Chaerul dengan utang-utang tanpa sistem. Makna baru
yang dihasilkan adalah (i) ketidakterusterangan menciptakan ketakutan (ii) ketakutan
terbesar dikendalikan orang lain, dan (iii) kematian tidak meniadakan utang. Cerpen
ketiga Lelaki Ragi dan Perempuan Santan memiliki ideologi baru berupa kegagalan tokoh
„aku‟ dalam persaingan memperebutkan pacarnya sendiri. Makna yang dihasilkan adalah
(i) Merantau dianggap cara satu-satunya untuk mendapat hidup layak, (ii) tokoh pacar
adalah pengejawantahan gugurnya sistem matrilineal, dan (iii) tokoh „aku‟ merasa dirinya
adalah manusia yang paling menderita (playing victim)
Kata kunci: dekonstruksi, hierarki metafisik, ideologi teks, decentering,
diseminasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi
ABSTRACK
Respati, Agustinus Rangga. 2018. “Deconstruction Three Short Story of
Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang:
Jacques Derrida Perspective. Bachelor Degree. Indonesian Letters
Study Program, Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters,
Sanata Dharma University.
This research discusses deconstruction on three short stories Kompas
2013: Klub Solidaritas Suami Hilang. The purpose of this research is to explain
the ideology of three short stories Kompas 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang
and describe the process of decentering and dissemination in three short stories
Kompas 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
This research paradigm uses M. H. Abrams paradigm with discursive
approach. This research is a postructural research using Jacques Derrida
deconstruction theory. The method used in this research is content analysis with
double reading technique. The results of this research contain two main points.
First, it is the determination of the text ideology derived from the identification of
the metaphysics hierarchy and the binary oppositions that found in the text.
Second, is a deconstruction process including of decentering and dissemination
process.
In the first steps of deconstruction will produce a common ideology. The
text ideology of the “Klub Solidaritas Suami Hilang” short story is (i) the sadness
of the 'you' character by losing her husband and having to accept the fact that her
friends have been deceiving her. Text ideology in short stories “Piutang-Piutang
Menjelang Ajal” are (ii) Chaerul's fear of not paying debt to Om Sur who is
generous and kind. The text idelogy in the shorts of “Lelaki Ragi dan Perempuan
Santan” is (iii) the disappointment of my character to his girlfriend who is married
to another man. In the second steps, the process of deconstruction produces new
ideologies and meanings contained in the text. Cerpen Klub Solidaritas Suami
Hilang has a new ideology. The ideology is fear of the character 'I' who can not be
part of a particular group of people. The resulting new meaning is (i) Klub
Solidaritas Suami Hilang glorifies sadness, (ii) club members distinguish
themselves from the social environment (group exclusiveness) (iii) Klub
Solidaritas Suami Hilang is an escape from the broken family story. Piutang-
Piutang Menjelang Ajal short story has a new ideology. The ideology is Om Sur
that bind Chaerul with debts without system. The new meanings produced are (i)
the invisibility creates fear (ii) the greatest fear controlled by others, and (iii)
death does not negate the debt. The third story Lelaki Ragi dan Perempuan Santan
have a new ideology. The ideology is failure of the 'I' figure in the competition for
love by his girlfriend. (i) Merantau is the only way to make money (ii) the
girlfriend figure is the embodiment of the fall of the matrylichal system, and (iii)
the 'I' character feels himself to be the most miserable human (playing victim)
Keywords: decontruction, hierarchy metaphysics, ideology of text,
decentering, disemination
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA .... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi
MOTO …................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................. x
ABSTRACK ................................................................................................. xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................... 8
1.5 Tinjauan Pustaka ............................................................ 9
1.6 Landasan Teori............................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii
1.6.1 Hierarki Metafisik ................................................ 15
1.6.2 Decentering .......................................................... 18
1.7 Metode Penelitian …..................................................... 21
1.7.1 Jenis Penelitian .................................................... 21
1.7.2 Objek Material dan Objek Formal ....................... 22
1.7.3 Teknik Analisis Data ......................................... 23
1.8 Sistematika Penyajian ................................................ 24
BAB II HIERARKI METAFISIK DAN IDEOLOGI TEKS
DALAM CERPEN PILIHAN KOMPAS 2013:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG
2.1 Pengantar ................................................................... 26
2.2 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Klub
Solidaritas Suami Hilang” karya Intan Paramaditha .. 27
2.2.1 Alur .................................................................. 27
2.2.2 Hierarki Metafisik ............................................ 28
2.2.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable ............ 30
2.2.4 Ideologi Teks ................................................... 33
2.3 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Piutang-
Piutang Menjelang Ajal” karya Jujur Prananto ......... 34
2.3.1 Alur .................................................................. 34
2.3.2 Hierarki Metafisik ............................................ 26
2.3.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable ............ 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv
2.3.4 Ideologi Teks ................................................... 44
2.4 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Lelaki
Ragi dan Perempuan Santan” karya Damhuri
Muhammad ................................................................. 45
2.4.1 Alur .................................................................. 45
2.2.2 Hierarki Metafisik ............................................ 47
2.2.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable ............ 50
2.2.4 Ideologi Teks ................................................... 51
2.5 Rangkuman ................................................................... 53
BAB III DECENTERING DAN DISSEMINASI DALAM CERPEN
PILIHAN KOMPAS 2013: KLUB SOLIDARITAS SUAMI
HILANG
3.1 Pengantar ................................................................... 54
3.2 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Klub
Solidaritas Suami Hilang” Karya Intan Paramaditha ... 55
3.2.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi
Baru .................................................................. 55
3.2.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru ................... 58
3.2.2.1 Klub Solidaritas Suami Hilang
Melakukan Glorifikasi Kesedihan ....... 58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv
3.2.2.2 Anggota Klub Membedakan Diri dari
Dunia Sosial ......................................... 60
3.2.2.3 Klub Solidaritas Suami Hilang
Merupakan Pelarian dari Sakit Hati
Kisah Rumah Tangga ................................... 62
3.3 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen
“Piutang-Piutang Menjelang Ajal”
Karya Jujur Prananto .................................................... 64
3.3.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi
Baru .................................................................. 64
3.3.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru ................... 66
3.3.2.1 Ketidakterusterangan Menciptakan
Ketakutan ............................................. 66
3.3.2.2 Ketakutan Terbesar Dikendalikan oleh
Orang Lain ........................................... 68
3.3.2.3 Kematian Tidak Meniadakan Utang .... 71
3.4 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Lelaki
Ragi dan Perempuan Santan” Karya
Damhuri Muhammad .................................................. 74
3.4.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi
Baru .................................................................. 74
3.2.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru ................... 76
3.4.2.1 Merantau Dianggap Cara Satu-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi
Satunya untuk Mendapat Hidup Layak 77
3.4.2.2 Tokoh Pacar adalah Pengejawantahan
Gugurnya Sistem Matrilineal ............... 80
3.4.2.3 Tokoh „aku‟ Merasa Dirinya Adalah
Manusia yang Paling Menderita
(playing victim) ..................................... 82
3.5 Rangkuman .................................................................. 84
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ................................................................ 87
4.2. Saran .......................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 89
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................... 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ........................................................................................................ 31
Tabel 2 ........................................................................................................ 41
Tabel 3 ........................................................................................................ 50
Tabel 4 ........................................................................................................ 84
Tabel 5 ........................................................................................................ 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 .................................................................................................... 55
Gambar 2 .................................................................................................... 64
Gambar 3 .................................................................................................... 74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bukunya yang berjudul Teori Kesusastraan, Rene Wellek dan
Austin Warren bersepakat bahwa sastra adalah sebuah kegiatan kreatif, juga
merupakan sebuah karya seni. Di Indonesia, sastra secara „resmi‟ baru dinyatakan
muncul tahun 1920-an. Sampai sekarang, kesusastraan Indonesia memang terus
berkembang. Namun demikian, perkembangan karya sastra kurang diimbangi
dengan kemutakhiran teori dan kritik sastra yang berkualitas. Kritik sastra masih
dianggap pekerjaan sok tahu dan penghakiman sepihak oleh para penulis.
Sedangkan, pengkritik sastra mulai apatis dan sering memaksa karya sastra masuk
dalam kerangka-kerangka teori yang kuno dan kadang jauh dari kata relevan.
Sebagai organ yang mula-mula tergantung pada karya sastra, tradisi kritik
sastra lebih pendek daripada tradisi karya sastra (Darma, 1988: 60). Hal ini
menyebabkan tradisi kritik sastra kerap kali masih dipandang sebelah mata. Oleh
karena itu, sebuah kritik sastra baik jika menggunakan teori-teori yang sedang
berkembang di dunia. Kritik sastra sebenarnya mengalami banyak perubahan.
Kritik sastra bermula dan bergerak mulai dari objek kajian berupa pengarang,
teks, sampai resepsi pembaca. Lebih mutahkir lagi kritik sastra yang telah
memasuki masa postruktural. Kritik sastra tidak lagi membicarakan ketiga hal
tersebut. Sebuah kritik dapat saja membicarakan hal-hal aktual, sebuah aliran
tertentu, atau kerangka pikir yang lebih mutahkir. Aliran-aliran tersebut banyak
diprakarsai filsuf-filsuf Prancis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2
Penelitian ini menggunakan teori dekonstruksi. Penggunaan teori ini
bukan semata-mata mencari korelasi antara filsafat dan sastra. Lebih daripada itu,
teori ini memungkinkan sebuah teks sastra membuka tafsir lain atas dirinya
sendiri. Sepintas teori ini akan disangka pengembangan dari pendekatan objektif
M. H. Abrams, tetapi sebenarnya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
berbeda. Objek kajian tidak sekadar terletak dalam teks, tetapi juga pada umpan
balik antara teks dengan makna-makna yang tidak hadir dalam teks.
Interpretasi teks dapat dieksplorasi seluas mungkin, bahkan hingga
menyangkal dirinya sendiri. Maksudnya, teks harus dianggap sebagai komoditi
yang tidak berhasil mempertahankan maknanya sendiri. Teks dalam penelitian
dekonstruksi harus dianggap sebagai hal yang goyang dan tidak stabil proses
pemaknaannya. Dengan demikian, penelitian ini berhasil jika teks dapat
menegasikan makna yang dibangun pengarang.
Dekonstruksi sendiri merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh
Jacques Derrida. Derrida adalah seorang diaspora yang tinggal di Prancis. Dia
lahir di kota El Biar, Aljazair sebagai seorang Yahudi Sefradis. Dia menghabiskan
masa kecilnya di sana sebelum akhirnya pindah ke Prancis. Kemudian Derrida
menyelesaikan di Prancis dan menjadi seorang filsuf.
Teori dekonstruksi menjadi fenomenal karena memicu banyak perdebatan
di dunia filsafat, bahkan dunia ilmu pengetahuan secara umum. Dekonstruksi
adalah strategi eksplikasi tekstual yang hanya bisa diterapkan langsung jika kita
membaca teks lalu mempermainkannya dalam parodi-parodi (Al-Fayadll, 2011:8).
Dalam hal ini berarti dekonstruksi memberi kebebasan interpretasi dalam
mempermainkan kata-kata dan selalu mempertanyakan kebenaran yang absolut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3
Teori ini memang mula-mula diterapkan dalam membaca filsafat, tetapi dalam
perkembangannya dapat juga digunakan untuk menganalisis berita, wacana,
hingga teks-teks sastra.
Penelitian ini memilih objek material “Cerpen Pilihan Kompas 2013 Klub
Solidaritas Suami Hilang”. Kumpulan cerita pendek ini terbit pada tahun 2014.
Pada tahun tersebut, Indonesia sedang menjalani tahun politik. Indonesia sedang
mengadakan pesta demokrasi yang besar, yakni pemilihan presiden. Sementara
itu, penerbitan kumpulan cerpen Kompas tidak lepas dari tuduhan mengemban
misi politik. Nyatanya, isu itu langsung dibantah lewat tulisan editor kumpulan
cerpen ini dalam kata pengantar yang ditulisnya. Menurutnya, cerpen-cerpen di
dalam buku dinyatakan bebas dari muatan dan kepentingan-kepentingan politik.
Seperti diketahui, setiap cerpen yang masuk ke dalam meja redaksi harian
Kompas tentu melewati seleksi yang sangat ketat. Cerpen tidak sekadar baik
secara penulisan, tetapi juga perlu memenuhi standar dan kepentingan dari harian
Kompas sebagai koran nasional. Hal itu juga yang semestinya menjadi
pertimbangan ketika Kompas hendak menerbitkan sebuah kumpulan cerpen.
Proses kurasi cerpen dilakukan oleh beberapa dewan juri. Cerpen dibaca dan
diberi skor untuk kemudian dipilih yang terbaik versi juri.
Harian Kompas telah memulai memuat cerita pendek asli berbahasa
Indonesia sebagai salah satu rubrik sejak tahun 1970. Namun, baru sejak 1992
Kompas membuat buku kumpulan cerpen. Pemuatan ini atas gagasan beberapa
orang seperti Ikranagara, Sutardji Calzoum Bachri, Afrizal Malna, dan Hamsad
Rangkuti. Mereka berkumpul bersama dalam acara buka bersama yang diadakan
redaksi Kompas pada bulan Maret 1992. Sejak awal cerpen-cerpen Kompas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4
berdedikasi mengangkat kehidupan kalangan bawah. Cerpen Kompas mengangkat
cerita dengan tema „budaya terpinggirkan‟. Hal tersebut dikatakan Subagyo
Sastrowardoyo dalam kata pengantarnya pada kumpulan pertama Kompas yang
bertajuk Kado Istimewa tahun 1992. Hal senada juga dijelaskan oleh Efix Mulyadi
dalam kata pengantarnya untuk buku kumpulan cerpen tahun 2014. Efix Mulyadi
juga ikut dalam proses penerbitan kumpulan cerpen Kompas yang pertama. Dalam
kasus di atas „budaya terpinggirkan‟ menjadi logosentrisme yang coba dibangun
Kompas lewat penerbitan cerpen-cerpennya.
Kesan bahwa cerpen Kompas selalu mendukung „budaya terpinggirkan‟
adalah contoh pemaknaan tunggal yang selalu ingin ditonjolkan. Sebuah tafsir
yang terus direproduksi rawan terjebak dalam kemapanan makna. Dalam
dekonstruksi hal tersebut dinamakan logosentrisme. Logosentrisme merupakan
ketunggalan makna yang pertama-tama muncul dalam filsafat Barat yang
kemudian ingin dihancurkan Derrida. Lewat penelitian tiga cerpen kumpulan
Kompas ini, makna tersebut akan coba dipertanyakan. Makna tersebut akan
digoncang sehingga logosentrisme tidak berlanjut. Pada dasarnya dekonstruksi
adalah proses mempertanyakan makna yang lembam.
Lepas daripada itu, meskipun tidak bermuatan politik, atau memiliki
tujuan terselubung lain, sebuah teks dalam dekonstruksi dipandang tidak mampu
berdiri utuh sendirian. Makna dalam sebuah teks rentan untuk goyah dalam
pembacaan dengan teori Derrida. Dekonstruksi memandang bahwa teks justru
cenderung saling melemahkan dan membangun ketidakkonsistenannya sendiri.
Ketidakhadiran (absence) dalam teks ini yang coba dilihat oleh peneliti. Hal ini
akan mengurangi adanya pemaknaan tunggal atas sebuh teks. Membuat pembaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5
memiliki banyak cara untuk dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang
terdapat dalam teks.
Ada tiga cerpen yang akan diteliti dari “Kumpulan Cerpen Kompas 2014
Klub Solidaritas Suami Hilang” ini. Cerpen-cerpen tersebut adalah 1.) Klub
Solidaritas Suami Hilang (selanjutnya ditulis KSSH) karya Intan Paramaditha, 2.)
Piutang-Piutang Menjelang Ajal (selanjutnya ditulis PPMA) karya Jujur Prananto,
dan 3.) Lelaki Ragi dan Perempuan Santan (selanjutnya ditulis LRDPS) karya
Damhuri Muhammad. Tiga cerpen ini mewakili tiga tema besar dengan modus
kemunculan paling banyak di dalam kumpulan cerpen. Di dalam buku ini ada 23
cerpen yang dapat dikategorikan ke dalam tiga tema besar yakni keluarga,
perekonomian, dan percintaan. Tema keluarga muncul pada sekurang-kurangnya
sepuluh cerita. Tema keluarga muncul dalam berbagai sudut pandang, misalnya
khusus hubungan ayah dan anak, keluarga urban, atau keluarga dan hukum adat,
bahkan ada dua cerpen yang khusus membahas anggota keluarga, nenek. Dua
tema lain yakni percintaan dan ekonomi juga berbagi angka dalam tema yang
dibahas.
Pilihan jatuh ke dalam tiga cepen ini dengan berbagai alasan. Cerpen
“Klub Solidaritas Suami Hilang” karya Intan Paramaditha dipilih karena selain
mewakili tema keluarga juga bercerita dengan sudut pandang sedikit urban,
diaspora, dan berkaitan dengan konflik-konflik keluarga di seluruh dunia. Cerpen
kedua berjudul “Piutang-Piutang Menjelang Ajal” karya Jujur Prananto
membahas tema ekonomi paling umum, modus ekonomi paling umum di mana
saja, yakni utang. Utang menjadi hal yang sangat sering dijumpai dalam kegiatan
ekonomi di manapun. Sedangkan pilihan jatuh pada cerpen ketiga yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6
membahas tema percintaan dengan sedikit nafas feminisme. Setelah lelah dijejali
dengan kisah cinta patriarkial a la pop remaja dewasa ini, cerpen ini muncul
sebagai antitesis dari segala alur yang sangat populer.
Ketiga cerpen yang dipilih memang tidak memiliki kesatuan tema, gaya
bahasa, pembentukan metafora, atau hal-hal fisik yang saling berkaitan. Dalam
dekonstruksi, cerpen yang potensial adalah cerpen yang dengan jelas berusaha
mengarahkan simpati pada suatu pihak sejak awal penceritaannya. Keberpihakan
tersebut yang berpotensi menggiring teks dalam pemaknaan tunggal. Meskipun,
tidak semua yang menunjukkan keberpihakan dapat dengan mudah
didekonstruksi. Kecermatan analisis terhadap tanda (symptom), jejak (trace) yang
muncul akan memudahkan pelacakan aproria. Aproria adalah paradoks dalam teks
yang ternyata memiliki arti sama. Unsur ini yang akan menggugurkan setiap
usaha untuk menafsirkan teks secara menyeluruh.
Penelitian ini akan membahas dua hal yang penting dalam dekonstruksi.
Proses tersebut dimulai dengan analisis ideologi teks yang diwakili oleh
pembentukan hierarki metafisik. Hierarki metafisik pasti menghadirkan oposisi
biner di dalamnya. Setelah ideologi teks didapatkan, akan dilakukan proses
decentering atas teks-teks tersebut untuk mendapatkan pemahaman baru terhadap
teks dan menjadikan teks tersebut sebagai hal yang asing. Pambalikkan makna
diikuti dengan pemberian makna baru untuk kemudian disebar ke tempat awalnya,
sehingga teks menjadi teks yang baru dan menjauhi logosentrisme atau
pemaknaan tunggal.
Penelitian topik ini didasarkan pada tiga alasan utama. Pertama, belum
banyak peneliti dan pakar sastra yang menggunakan teori dekonstruksi untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7
membaca karya sastra. Padahal, dekonstruksi merupakan teori yang potensial
digunakan dalam karya sastra. Teori ini dapat mengungkap makna lain dari
sebuah karya sastra. Penelitian dengan teori dekonstruksi akan membuat kritik
sastra mutakhir dan tidak ketinggalan dengan kemajuan bidang ilmu lain.
Kedua, objek material penelitian ini yakni cerpen-cerpen Kompas
merupakan karya yang spesial. Cerpen di dalam buku kumpulan ini merupakan
yang terpilih dari yang terpilih. Seperti dikatakan di awal, cerpen dalam kumpulan
Kompas telah melewati proses kurasi serius dan profesional. Dekonstruksi yang
dilakukan atas cerpen-cerpen ini dapat menawarkan sudut pandang baru atas
karya-karya yang dianggap baik.
Ketiga, cerpen merupakan karya sastra yang dikonsumsi paling banyak
setelah novel. Dalam perkembangannya, cerpen tidak hanya dilihat sebatas alur,
tokoh, latar, tema, dsb. Cerpen adalah sebuah wacana yang aktif. Oleh karena itu,
cerpen berpotensi menjadi komoditas penyebaran paham, isu, dan ideologi-
ideologi tertentu. Cerpen sepatutnya tidak lagi dianggap sekadar hiburan yang
bermanfaat. Lebih daripada itu, cerpen dapat menjadi tempat membekunya sebuah
ideologi. Penelitian ini berusaha membuka cakrawala pembaca agar tidak hanya
terjebak dalam pemaknaan yang diinginkan penulis, tetapi memiliki jalan keluar
lain dengan dekonstruksi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ideologi teks yang terdapat dalam Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8
1.2.2 Bagaimana proses decentering dan diseminasi dari Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Menjabarkan ideologi teks yang terdapat Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
1.3.2 Menjelaskan proses decentering dan diseminasi dari Cerpen
Pilihan Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan praktis. Secara
teoretis hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya kajian teks
sastra dengan teori dekonstruksi. Penelitian ini juga dapat memperkaya kajian teks
sastra dengan pendekatan diskursif. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi
tambahan untuk penelitian dengan objek material kumpulan cerpen dari harian
Kompas. Penelitian ini juga bermanfaat teoretis sebagai referensi kajian sastra
postruktural dengan objek formal teori dekonstruksi Jacques Derrida.
Secara praktis, hasil penelitian ini memperkaya khazanah mengenai studi
teks dalam ilmu sastra. Penelitian ini juga dapat menjadi bacaan bagi para kurator
dan tim juri dalam menilai karya sastra yang akan dibukukan. Selain itu, hasil
penelitian ini memiliki manfaat untuk menawarkan sudut pandang lain dalam
melihat teks sastra, serta menghindari logosentrisme atau bertumpunya suatu teks
pada pemaknaan yang tunggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9
1.5 Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian lain yang menjadi referensi bagi penulis untuk
melakukan penelitian ini. Penelitian yang dijadikan acuan merupakan penelitian
yang memiliki objek formal yang sama, yakni teori dekonstruksi Jacques Derrida.
Penelitian pertama merupakan penelitian dari Wiyadi tahun 2005 dengan judul
“Pengampunan Tanpa Syarat Sebagai Syarat Rekonsiliasi: Analisa Kritis terhadap
Dekonstruksi Derrida atas Teks Pengampunan”. Penelitian kedua merupakan
penelitian milik Hanuraga tahun 2011 yang berjudul “A Study of Deridas
Deconstruction in The Charachter of Musashi in Musashi in Eiji Yoshikawa”.
Penelitian ketiga berjudul “Pembacaan Dekonstruktif terhadap Memoar Filep
Karma Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di Tanah
Papua” yang ditulis oleh Noho pada tahun 2017.
Penelitian lain yang menjadi rujukan penelitian ini adalah penelitian
dengan objek material yang sama, yakni cerpen-cerpen Kompas. Santi
menggunakan cerpen Kompas pada tahun 1995 sebagai objek penelitian dengan
judul “Mentalitas Manusia Indonesia Menghadapi Modernisasi dalam Sepuluh
Cerpen Kompas pada Tahun 1995 : Suatu Pendekatan Sosiologis”
Hanuraga dalam skripsinya yang berjudul “A Study of Deridas
Deconstruction in The Charachter of Musashi in Musashi in Eiji Yoshikawa”
tahun 2011 membahas mengenai karakter Musashi dengan dekonstruksi Derrida.
Tujuan dari penelitian ini adalah menjabarkan karakter Musashi secara struktural
dan melihat bagaimana kanon sastra meindentifikasi tokoh tersebut. Selain itu,
tujuan ketiga dari penelitian ini adalah dekonstruksi terhadap karakter Musashi
dalam novel karangan Eiji Yoshikawa. Paradigma yang digunakan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10
penelitian ini adalah paradigma M. H. Abrams. Teori yang digunakan adalah teori
strukturalisme dan teori dekonstruksi Derrida.
Wiyadi dalam tesisnya yang berjudul “Pengampunan Tanpa Syarat
Sebagai Syarat Rekonsiliasi: Analisa Kritis terhadap Dekonstruksi Derrida atas
Teks Pengampunan” tahun 2005 menggunakan pemikiran dekonstruksi Derrida.
Penelitiannya bertujuan untuk melakukan pembacaan atas teks dengan judul “On
Forgiveness” sehingga mampu mengetahui strategi operatif dekonstruksi Derrida.
Adapun, tujuan lainnya adalah untuk menyoroti pemikiran Derrida menggunakan
sudut pandang etika Levinasian dan dekonstruksi Derrida sendiri.
Nubo dalam tesisnya yang berjudul “Pembacaan Dekonstruktif terhadap
Memoar Filep Karma Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia
di Tanah Papua” tahun 2012 juga menggunakan teori dekonsktruksi Derrida dan
teori dari Pierre Bourdieu. Tesis ini bertujuan untuk melakukan dekonstruksi
terhadap memoar dengan melihat setruktur hirarki oposisi biner untuk kemudian
didekonstruksi menggunakan teori Derrida. Penelitian ini meminjam pemikiran
Pierre Bouedieu tentang Doxa, Orthodoxa, serta Heterodoxa untuk memperkuat
oposisi biner yang terjadi. Adapun, tujuan lain dari penelitian ini adalah melihat
ketidakutuhan dan kegagalan teks dalam menciptakan makna tunggal melalui
teks-teks yang absen di dalamnya.
Santi dalam skripsinya yang berjudul “Mentalitas Manusia Indonesia
Menghadapi Modernisasi dalam Sepuluh Cerpen Kompas pada Tahun 1995 :
Suatu Pendekatan Sosiologis” pernah membahas cerpen-cerpen dalam harian
Kompas. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan sosiologis. Penelitian yang
dilakukan merupakan penelitian intrinsik yang membahas mengenai tema, latar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11
tokoh, dan penokohan. Pendekatan sosiologis digunakan untuk mengkaji
mentalitas manusia Indonesia dalam menghadapi modernisasi. Teori yang
digunakan adalah teori sosiologi sastra oleh Sapardi Djoko Damono dan teori
budaya Koentjaraningrat. Tujuan dari penelitian ini selain untuk mendeskripsikan
mentalitas manusia Indonesia dan relevansinya terhadap pembelajaran sastra di
Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dari keempat rujukkan di atas, penulis mendapatkan referensi dalam
penggunaan teori dekonstruksi dalam berbagai ranah ilmu pengetahuan.
Kesamaan objek material juga menambah khazanah pengetahuan untuk melihat
teks cerpen dibaca dan coba dipahami. Penelitian ini berjudul “Dekonstruksi
dalam Cerpen Kompas Tahun 2013 Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif
Jacques Derrida“. Penelitian ini berusaha mengungkap hierarki metafisik dalam
teks cerpen Kompas dan melihat kemungkinan dekonstruksi melalui teori Derrida.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan makna-makna yang
terpingggirkan dalam sebuah teks. Hasil penelitain ini secara tidak langsung dapat
digunakan untuk menambah referensi pemaknaan teks dan menambah kajian
postruktural dalam teks sastra.
1.6 Landasan Teori
Kerangka teori yang digunakan merupakan teori dekonstruksi dari Jacques
Derrida. Pada awalnya, pemikirannya tentang dekonstruksi menuai banyak
kritikan. Dia sering dianggap sebagai seorang nihilis, absurd, dan dianggap gagal
membedakan antara kenyataan dan fiksi. Derrida yang menggoncang
kepercayaan-kepercayaan filsafat Barat secara ad absurdum dinilai selalu mencari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12
sisi gelap dari suatu pandangan filsafat. Bahkan dekonstruksi dianggap sebagai
gimmick intelectual. Searle pernah secara terbuka menuduh Derrida sebagai
seorang „intellectual terrorism‟ (Stocker, 2006: 49). Beberapa pandangan lain
menilai dekonstruksi hanya sebagai wacana intelektual yang main-main.
Dekonstruksi dianggap sebagai permainan atas teks yang menunda segala
pertanyaan atas nilai. Oleh karena itu, dekonstruksi dianggap immoral. Asumsi-
asumsi tersebut wajar terbentuk karena Derrida sendiri tidak pernah merumuskan
teorinya. Dekonstruksi Derrida selalu menjelaskan kerja filsafatnya melalui
komentar, diskusi aktif, dan pembacaannya terhadap karya lain.
Pembahasan mengenai dekonstruksi dimulai dengan sebuah kredo dari
Derrida yang mengatakan bahwa, “tidak ada apa-apa di luar teks” (il n‟ y pas de
\hord-texte) (Al-Fayyadl, 2011). Derrida selalu percaya bahawa tulisan adalah hal
yang pokok dalam bahasa. Padahal, tradisi filsafat Barat sebelumnya menganggap
bahwa ucapan adalah hal yang pokok. Jonathan Culler (1987: 102) menjelaskan
bahwa Rousseau menganggap tulisan sebagai „suplemen‟. Suplemen dapat
dikatakan sebagai pelengkap atau penambah pada sesuatu, Menambahkan
suplemen pada sesuatu berarti mengindikasikan bahwa sesuatu itu tidak komplit
atau kurang. Dengan demikian, tulisan sebagai suplemen hanya sebagai unsur
penambah untuk ucapan.
Spivak dalam pengantar Of Grammatology, mengatakan bahwa teks
merupakan struktur yang terbuka pada kedua ujungnya. Teks tidak memiliki
identitas, asal, dan akhir yang jelas. Membaca sebuah teks merupakan
pendahuluan bagi teks lainnya. Dari pernyataan tersebut, dekonstruksi berpotensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13
menguak makna yang membebaskan kata-kata tertulis dari telikungan struktur
bahasa, membuka interpretasi teks yang tak terbatas (Dahana, 2004).
Segala upaya tersebut digunakan untuk mengurai logosentrisme Barat
yang sudah lampau kental dalam dunia filsafat. Stocker (2006: 49-52) dalam
bukunya Derrida: On Decontruction menjelaskan bahwa logosentrisme adalah
neologisme Derrida dan mengarah pada apa yang terpusat dalam „logos‟. Dalam
bahasa Yunani Kuno kata „logos‟ dapat diterjemahkan dalam berbagai cara
meliputi: bahasa, wacana, pengetahuan, dan kata. Maksud Derrida, biasanya, ada
pendekatan di dalam jantung metafisik berdasarkan kebenarannya, pengetahuan,
atau keberadaan yang hadir di dalam beberapa keadaan umum. Logosentrisme
menurut Derrida adalah tendensi filsafat untuk menemukan kebenaran dalam
presentasi dari keberadaan, jiwa, dan kesadaran. Sejarah antara sistem filsafat atau
pengetahuan lain, bentuk dari pengalaman, selalu di tekan oleh sistem filsafat itu
sendiri. Jadi logosentrisme adalah kecenderungan sebuah teks untuk memiliki
pemaknaan tunggal yang dilihat hanya dari hal-hal yang hadir (presence). Dalam
konteks ini, dekonstruksi menjadi hasil pemikiran Derrida yang paling fenomenal.
Dekonstruksi diawali dengan pandangan Derrida tentang sebuah tanda
(sign). Chaffin (Silverman (ed), 2004: 75-89) dalam tulisan jurnalnya yang
berjudul Hegel, Derrida and The Sign mengatakan bahwa Derrida melihat oposisi
metafisik selalu dihasilkan dari sistem tanda yang mendapatkan represi dan
determinasi dari pihak luar. Hal ini yang selalu ingin dibuktikan Derrida. Tradisi
metafisik lainnya selalu menganggap tanda sebagai transisi atau jembatan antara
dua momen kehadiran. Tanda hanya akan berfungsi sebagai referensi antara
kehadiran di dalam bentuk dari objek dan kehadiran di dalam bentuk dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14
kehadiran itu sendiri. Menurut Derrida, tanda harus dibaca sebagai sebuah sejarah
atas determinasi kehadiran.
Selain itu, dekonstruksi menjadi gambaran Derrida dalam membaca teks
yang menggeser “pusat” -dalam kajian ini disebut idelogi teks- sebagai acuan dan
membuka peluang pada pemikiran-pemikiran yang ada di “pinggiran” untuk
berperan (A. Sudiardjo : 2005).
Dekonstruksi pada awalnya mencoba mengguncang pemikiran-pemikiran
filsafat Barat. Namun, teori dekonstruksi ini juga dimungkinkan
pengaplikasiannya ke dalam bidang sastra. Teori sastra, atau puisi, selalu dengan
sadar bekerja di bawah tanda dari filsafat. Namun, teori sastra, atau puisi, selalu
secara sadar bekerja di bawah tanda filsafat. Tetapi kritik sastra, juga, telah
beroperasi untuk sebagian besar dalam batas-batas yang ditetapkan oleh
pemikiran Yunani klasik, mengambil begitu saja aturan-aturan dari alasan
silogisme, prioritas utama makna di atas bentuk artikulasinya, dan oposisi
fundamental dan absolut seperti yang dapat dimengerti. Serta yang masuk akal,
bentuk dan materi, subjek dan objek, alam dan budaya, kehadiran dan absensi.
(Derrida:1992). Dekonstruksi ingin memperlihatkan bagaimana struktur dan
pengarang gagal menguasai teks
Dekonstruksi selalu berkaitan dengan pembacaan pada sebuah teks. Maka
langkah pertama dari dekonstruksi adalah membaca teks. Perbedaan dekonstruksi
dari metode pambacaan yang lain adalah “persoalan membaca kritis”. Perbedaan
dekonstruksi dari aktivitas membaca tekstual lainnya adalah adanya double
reading. Pembacaan pertama menghasilkan “tafsiran dominan”, bentuknya
semacam komentar. Komentar yang terus direproduksi akan mendekatkan teks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15
pada tafsir tunggal. Padahal, tafsir tunggal pada sebuah teks menggiring teks pada
logosentrisme, sebuah hal yang ingin dilawan oleh Derrida. Sementara itu,
pembacaan kedua menjauhi tatanan komentar, yakni dengan mengungkap titik
lemah, atau inkonsistensi teks, dan kontradiksi dari tafsiran dominan tadi.
Kemudian, hal tersebut yang disajikan sebagai hasil pembacaan yang lain
(Critchley via A. Sumarwan 2005:14)
Dekonstruksi dalam karya sastra sekurang-kurangnya melalui dua tahapan
kerja. Seperti penjelasan tentang double reading, tahap pertama dalam proses
dekonstruksi akan menghasilkan penjelasan mengenai ideologi teks. Kesan
pertama yang muncul setelah membaca teks akan ditandai dan keberpihakan harus
ditentukan. Dari sini, hierarki metafisik yang coba dibangun oleh teks akan
perlahan dibongkar dengan meliha oposisi biner yang ada di dalam teks.
Kedua, adalah proses pembalikan teks. Ideologi teks atau pusat teks yang
telah didapatkan dari proses pertama kemudian dibalik dan dikembalikan ke
tempat asalnya dengan pemaknaan baru. Proses ini disebut decentering. Teks akan
berhasil jika pemaknaan baru tampak asing dan jauh dari pemaknaan sebelumnya.
Namun, pada proses ini tidak hanya akan menghasilkan pemaknaan yang asal
beda. Teks akan mengalami differrance, sebuah situasi yang menunda penandaan,
memunculkan jarak antara unsur satu dengan yang lain.
1.6. 1 Hierarki Metafisik
Seperti dijelaskan sebelumnya, pendekatan Derrida termasuk dalam
pendekatan postrukturalis. Masa strukturalis sendiri diyakini sebagai doktrin atau
metode yang menganggap objek studinya bukan sekumpulan unsur yang terpisah-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16
pisah, melainkan sebagai suatu gabungan unsur yang berhubungan. Oleh karena
itu, unsur yang satu bergantung pada unsur yang lain (Zaidan, dkk, 2007: 194).
Pendekatan struktural yang dikembangkan oleh Saussure bertumpu pada bahasa.
Sesungguhnya, Derrida sendiri mengatakan bahwa telaah Saussure ini telah
melampaui metafisik barat dalam satu hal, tetapi sekaligus masih
mempertahankan tradisi metafisik itu secara tidak sadar.
Pada dasarnya, pengoperasian bahasa tercipta karena pembedaan seuatu
tanda dengan tanda yang lain. Bahasa bisa tercipta karena adanya sistem
perbedaan tersebut, dan inti dari sistem pembeda ini adalah oposisi biner. Oposisi
tersebut terjadi antara penanda/petanda, tuturan/tulisan, dan langue/parole
(Norris, 2006: 9). Masalah akan muncul ketika suatu tanda bahasa kemudian
mendominasi tanda bahasa lain. Dengan kata lain memunculkan satu struktur
konfliktual, yakni memunculkan satu bagian yang subordinatif dari oposisi.
Sebuah oposisi akan menjadi bermasalah jika satu term menjadi lebih
unggul atas term yang lain. Misalnya, term motor akan menjadi subordinar jika
dioposisikan dengan mobil. Term mobil sendiri akan dengan sendirinya dan
maknanya akan lebih naik jika dibandingkan dengan motor. Di sisi lain, makna
term motor dengan sendirinya akan mengalami krisis dan degradasi makna. Mobil
tampak lebih baik dan bergengsi dibanding motor. Oposisi biner yang semacam
ini yang ingin dibongkar oleh Derrida karena memicu munculnya hierarki.
Derrida menganggap hubungan tersebut merupakan hierarki yang brutal.
Bahasa sebagai bahan baku teks sastra memiliki kecenderungan untuk
membekukan ideologi di dalamnya. Hierarki metafisik itu yang kental melekat
pada bahasa (Haryatmoko, 2016: 138). Dalam tataran dekonstruksi, hierarki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17
metafisik dibentuk oleh adanya oposisi biner pada teks. Oposisi biner dimulai
dengan pembandingan dua kata secara manasuka.
Dua kata yang dioposisikan pertama memiliki tujuan untuk membedakan
dari segi pemaknaan. Namun, dalam perkembangannya dua kata yang
dibandingkan seolah memiliki kasta, satu kata lebih tinggi dari kata lain.. Contoh
lain adalah dalam perbandingan: siang/malam, hitam/putih, jasmani/rohani,
publik/privat, kuat/lemah, pikiran/perasaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa satu
kata tampak lebih baik dari kata yang lain. Padahal, pembandingan kedua kata
tersebut tidak memiliki dasar yang jelas. Hierarki metafisik ini yang menjadi
katalis munculnya makna tunggal dalam sebuah teks. Semakin banyak hierarki
terjadi dalam oposisi biner, semakin mudah teks mencapai dalam tafsir
tunggalnya. Tafsir yang terus direproduksi juga menjadi persoalan bagaimana
logosentrisme Barat semakin mapan.
Di luar oposisi biner, ternyata ada bagian yang tidak dapat dipetakan
kedudukannya. Bagian yang tidak dapat dipastikan kedudukannya dalam hierarki
metafisik disebut unsur undecidable. „Undecidable‟ merupakan konsep yang sulit
dimasukkan ke dalam salah satu kutub oposisi biner (Haryatmoko, 2016: 140).
Menemukan hal-hal yang undecidable dalam sebuah teks berarti menemukan
ketidakstabilan teks. Ada hal dari teks yang tidak dapat langsung diputuskan
posisi kutubnya. Unsur undecidable dapat menjadi jejak dalam teks dalam
menemukan titik lemah, inkonsistensi teks, dan kegagalan penulis
mempertahankan makna teksnya.
Setelah unsur undecidable dapat dipetakan, hal selanjutnya yang harus
dilakukan dalam melakukan dekonstruksi teks adalah menetralisirkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18
Hierarki metafisik yang telah ditemukan perlu dibalik, tetapi pembalikan ini tidak
dapat dilakukan secara manasuka. Pembalikan ini rawan terjebak dalam lingkaran
logosentrik. Menetralkan oposisi biner membuat teks yang didekonstruksi dapat
dibaca penyebaran maknanya (diseminasi).
Oposisi biner yang telah mengandung hierarki dan juga unsur undecidable
perlu dirumuskan menjadi ideologi teks. Ideologi teks adalah produk dari
pembacaan yang pertama. Merumuskan ideologi perlu melihat keberpihakan teks.
Hal tersebut yang akan dibalik dalam proses decentering.
1.6. 2 Decentering
Pada awalnya, dekonstruksi Derrida ingin mengkritisi kentalnya
logosentrisme pada metafisik filsafat Barat. Pemikiran Derrida juga berawal dari
ketidakpuasan terhadap pemikiran Heidegger yang juga merujuk pada
dekonstruksi teks. Pemikiran Heiddeger mempertanyakan status ontos dalam
metafisik Barat. Namun, pemikiran Heidegger ini dinilai masih cukup kental
dengan logosentrisme. Seperti dijelaskan di atas. Derrida menyatakan bahwa
“tidak ada apa-apa di luar teks” (il n‟ y pas de hord-texte) (Al-Fayyadl, 2011:77).
Dengan kredo itu orang kerap terjebak dengan mengatakan bahwa peneletian
Derrida merupakan penelitian yang objektif. Nyatanya, Derrida memberi ruang
untuk peneliti memberi pemaknaan dari apa yang tertulis di dalam teks.
Tujuan utama dari dekonstruksi Derrida adalah menghindari adanya
logosentrisme dalam sebuah teks. „Logosentrisme‟ atau „kehadiran‟ yakni
kecenderungan metafisika untuk mengukuhkan kebenaran absolut dalam bahasa
atau fenomena (Al Fayyadl, 2011 : 4). Al Fayyadl dalam bukunya yeng berjudul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19
“Derrida” mengatakan bahwa logosentrisme merupakan “kekerasan metafisik”
(metaphysical violence) terhadap “yang lain”.
Dekonstruksi merupakan gerak melawan ambisi filsafat untuk menguasai
makna dan pemaknaan (Haryatmoko, 2016 : 138). Sebelum itu. dekonstruksi
dimulai dengan menemukan pusat dari teks. Meskipun demikian, penentuan pusat
teks ini juga merupakan hal yang problematis karena operasi teks menolak
penunggalan. Selanjutnya, pusat dari teks tersebut mengalami proses decentering.
Pusat teks akan mengalami desentralisasi; pusat-pusat teks itu menyebar ke segala
arah, membiak, dan memroduksi tanda-tanda yang membangun teksnya sendiri
(Al-Fayyald 2011: 77-78)
Dalam dekonstruksi, dikenal istilah diseminasi yang berarti penyebaran
makna. Dalam salah satu karya Derrida Dissemination dijelaskan sebuah strategi
unik yang memperlihatkan bahwa sebuah teks tidak mungkin dapat ditangkap
maknanya jika teks tidak dimanfaatkan sebagai arena permainan yang terus
menerus ditransformasi dengan mensubtitusi penanda-penanda lama dengan
penanda-penanda baru (Al-Fayyadl, 2011: 79).
Derrida juga memperkenalkan istilah differance. Differance dikenal juga
dengan sistem (penundaan, pembalikan). Konsep ini menggambarkan arah
dekonstruksi, yaitu menunda hubungan penanda dan petanda, membalikkan logika
biner (Haryatmoko, 2016: 137). Differance mirip dengan kata difference yang
berarti perbedaan, tetapi differance bukan sekadar perbedaan yang menunjukkan
ketidaksamaan dua hal. Differance menunjuk pada “penundaan” yang tidak
memungkinkan sesuatu hadir (Al-Fayyadl 2011: 110). Kedua kata tersebut dalam
bahasa Prancis memiliki pelafalan yang sama. Hal itu juga yang menjadi perhatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20
Derrida dalam mengkritik kebenaran fonosentrisme, bahwa keduannya hanya
dapat diketahui perbedaannya ketika ditulis. Differance adalah strategi untuk
memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang implisit sekaligus menyodorkan
tantangan terhadap totalitas makna dalam teks (Al-Fayyadl 2011: 111). Menurut
Christopher Norris dalam bukunya Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques
Derrida, defferance juga diartikan bahwa makna selalu ditangguhkan sampai
waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal tersebut ditentukan oleh permainan
petanda. Differance membantu menunjukkan adanya perpindahan, pembalikan
dalam hal hubungan antara tanda dan halnya (representasi) (Haryatmoko:2005).
Dekonstruksi menawarkan cara untuk mengidentifaikasi kontradiksi dalam
politik teks sehingga membantu untuk memeroleh kesadaran lebih tinggi akan
adanya bentuk-bentuk inkonsistensi dalam teks (Haryatmoko, 2016: 134a).
Selain itu, dekonstruksi akan memperlakukan teks, konteks, dan tradisi
sebagai sarana yang mampu membuka kemungkinan baru untuk perubahan
melalui hubungan yang tidak mungkin (Haryatmoko, 2016: 134b). Dekonstruksi
membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan melihat cara-cara
bagaimana pengalaman ditentukan oleh ideologi yang tidak kita sadari karena
ideologi sudah dibangun atau menyatu dalam bahasa (Haryatmoko, 2016 : 134c).
Dekonstruksi dianggap berhasil bila mampu mengubah teks, membuat asing bagi
para pembaca yang sudah menganggap diri familiar, membuat mata terbelalak
ketika disingkap makna-makna yang terpinggirkan (Haryatmoko, 2016 : 135).
Haryatmoko dalam bukunya Membongkar Rezim Kepastian (2016: 133-
154) menyebutkan bahwa dekonstruski membaca suatu teks untuk melihat tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21
teks meletakkan pusat dirinya, bagaimana mengonstruksi sistem kebenaran dan
pemaknaannya sendiri, serta melihat bagaimana teks saling bertentangan sendiri.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Secara umum penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini
menggunakan paradigma penelitian M. H. Abrams. Paradigma Abrams memiliki
empat pendekatan untuk melihat karya sastra secara keseluruhan. Keempat
pendekatan itu adalah pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan
mimetik, dan pendekatan pragmatik (Taum, 1997: 17). Setelah dilakukan reposisi
oleh Taum, paradigma Abrams mendapatkan dua tambahan pendekatan, yakni
pendekatan ekletik dan pendekatan diskursif. Pendekatan ekletik adalah
pendekatan yang menggabungkan beberapa pendekatan dari paradigma Abrams
untuk memahami sebuah fenomena sastra.
Seperti dikatakan di atas, pendekatan diskursif berasal dari hasil reposisi
dari paradigma M. H. Abrams. Pendekatan diskursif merupakan hasil dari reposisi
pendekatan objektif yang menjadikan teks sebagai sumber penelitian. Pendekatan
diskursif tidak sekadar memusatkan penelitian pada teks, tetapi juga pada dialog
timbal balik antara peneliti dan teks tersebut.
Istilah diskursif mengacu pada “wacana”. Kritik sastra diskursif
memungkinkan sebuah karya sastra dikaji sebagai bagian dari wacana itu sendiri.
Kritik sastra diskursif menunjukkan area baru objek penelitian sastra yang belum
dirambah oleh teori kritik sastra yang lain, yaitu teks-teks sastra dan teks-teks
nonsastra sebegai representasi kekuasaan yang dibangun melalui praktik-praktik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22
diskursif (Taum, 2017: 5). Menurut Taum, diskursif adalah cara menghasilkan
pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya. Dalam makalah yang
sama, Taum mengatakan bahwa bahasa dan episteme adalah unsur yang aktif.
Keduanya dapat bermain dalam arena kekuasaan dan dengannya dapat membuat
standar atas suatu hal, sehingga hal tersebut menjadl kebiasaan dan konvensi.
Pendekatan diskursif dapat digunakan untuk pengaplikasian teori-teori
postmodern. Penelitian ini menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Inti
dari teori Derrida adalah mengkaji persebaran makna (polisemi) dalam sebuah
teks. Dekonstruksi bertujuan untuk mencairkan ideologi yang sudah beku dalam
bahasa (Haryatmoko: 2016: 134).
1.7.2 Objek Material dan Objek Formal
Objek material dari penelitian ini adalah Cerpen Pilihan Kompas 2013.
Cerita pendek (Cerpen) adalah kisahan yang memberi kesan tunggal yang
dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi dramatik (Zaidan,
dkk, 2007: 50). Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013 “Klub Solidaritas Suami
Hilang” berisi 23 cerpen. Buku Cerpen Pilihan Kompas kemudian dibaca dengan
cermat.
Objek formal dari penelitian ini merupakan teori dekonstruksi dari Jacques
Derrida yang menekankan pada perlawanan akan terbentuknya tafsir tunggal
dalam sebuah teks. Objek formal tersebut dapat membantu melihat adanya pesan
lain dalam cerpen yang tersembunyi dan tidak terungkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23
1.7.3 Teknik Analisis Data
Secara umum, teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian
dekonstruksi adalah double reading. Double reading adalah sebuah teknik
pembacaan teks cermat. Teknik ini merupakan teknik pembacaan berkelindan
paling tidak dalam dua motif atau dua lapisan. Hasil pertama dari teknik ini adalah
penjabaran „tafsir dominan‟ yang terdapat di dalam teks (Critchley via Sumarwan
2005: 18). Pada bagian ini akan diidentifikasi hierarki metafisik yang terdapat
dalam teks beserta oposisi binernya. Tahap pembacaan pertama ini bertujuan
untuk merumuskan ideologi teks. Ideologi teks ini adalah sebuah poros teks.
Ideologi di sini mengacu pada konsep awal milik Destutt de Tracy pada tahun
1796 yang mengatakan bahwa ideologi adalah ilmu untuk meneliti ide-ide
manusia.
Tahap kedua dari teknik double reading adalah decentering. Setelah
idoelogi teks ditemukan dan hirarki metafisik dari teks dijabarkan, dilakukan
proses decentering. Proses ini merupakan proses inti dari dekonstruksi. Dalam
tahapan ini ideologi teks dibalik dan hierarki metafisik dihancurkan. Semua hal
yang terbagi dalam oposisi biner dinetralkan. Makna dari sebuah teks disebar lagi
dan pusat teks coba digeser (disseminasi). Dekonstruksi dianggap berhasil bila
mampu mengubah teks, membuat asing bagi para pembaca yang sudah
menganggap diri familiar, membuat mata terbelalak ketika disingkap makna-
makana yang terpinggirkan (Haryatmoko, 2016 : 135).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini berjudul “Dekonstruksi dalam Cerpen Kompas Tahun 2013:
Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif Jacques Derrida“. Hasil penelitian ini
akan dibagi manjadi empat bagian. Bab pertama memuat latar belakang yang
menjelaskan objek material dan objek formal penelitian ini. Korpus dari penelitian
ini adalah cerpen pilihan Kompas tahun 2013 dengan judul “Klub Solidaritas
Suami Hilang”. Objek material dari penelitian ini adalah tiga cerpen dari
kumpulan tersebut. Ketiga cerpen tersebut adalah “Klub Solidaritas Suami
Hilang” karya Intan Paramaditha, “Piutang-Piutang Menjelang Ajal” karya Jujur
Prananto, dan “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan” karya Damhuri Muhammad.
Sedangkan, objek formal yang digunakan merupakan teori dekonstruksi dari
Jacques Derrida. Pada bab ini dijelaskan rumusan masalah serta tujuan dari
penelitian. Rumusan masalah dibagi menjadi dua, yakni (1) Bagaimana ideologi
yang terdapat dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013 “Klub Solidaritas Suami
Hilang”? (2) Bagaimana dekonstruksi dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013
“Klub Solidaritas Suami Hilang “? Adapun, tujuan dari penelitian ini adalah (1)
Menjabarkan ideologi teks dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013 “Klub
Solidaritas Suami Hilang. (2) Menjelaskan dekonstruksi dalam Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang. Dalam bab satu juga
dijabarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian.
Bab dua berisi deskripsi dari rumusan masalah pertama, Pada bab ini
hirarki metafisik dalam teks akan dijabarkan. Hierarki metafisik akan
menghasilkan oposisi biner. Setelah kedua hal ini dapat ditemukan, maka langkah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25
berikutnya adalah merumuskan ideologi teks. Ideologi teks adalah hasil utama
dari proses double reading yang pertama.
Bab tiga berisi hasil dari decentering teks. Ideologi teks akan dibalik dan
mendapatkan pemaknaan baru. Makna-makna yang telah dinetralisir di dalam teks
coba disusun ulang. Persebaran makna (polisemi) dijabarkan dan disimpulkan
lewat teks sendiri. Dekonstruksi dikatakan selesai jika teks menjadi asing dan
logosentrisme tidak ada lagi.
Bab empat merupakan penutup dari penelitian ini. Bab ini berisi
kesimpulan dan saran dalam pengembangan penelitian selanjutnya. Kesimpulan
ditarik dari penjelasan pada Bab II dan Bab III. Sedangkan, saran merupakan
sumbangan peneliti dalam pengembangan penelitian sejenis, juga masukkan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya, sehingga penelitian sejenis akan terus
berkembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26
BAB II
HIERARKI METAFISIK DAN IDEOLOGI TEKS
DALAM CERPEN PILIHAN KOMPAS 2013:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG
2.1 Pengantar
Dalam Bab II ini akan dikaji hierarki metafisik dan ideologi teks dari tiga
cerpen di dalam Cerpen Pilihan Kompas 2013 Klub Solidaritas Suami Hilang.
Ketiga cerpen tersebut adalah KSSH karya Intan Paramaditha, PPMA karya Jujur
Prananto, dan yang ketiga berjudul LRDPS karya Damhuri Muhammad. Ketiga
cerpen ini memiliki tema yang berbeda dan mampu mewakili tiga sendi
kehidupan manusia yaitu ekonomi, sosial,dan cinta.
Dalam Bab I telah dijelaskan, pembacaan terhadap ideologi teks pada Bab
II merupakan bagian dari double reading proses dekonstruksi. Pembacaan ini
bersifat struktural konvensional. Pembacaan ini bertujuan untuk menangkap kesan
pertama pembaca terhadap tokoh, alur, dan konflik yang ada di dalam cerita.
Proses ini merupakan langkah pertama untuk dapat melakukan dekonstruksi
terhadap teks.
Perumusan ideologi teks perlu mengidentifikasi hierarki metafisik yang
ada di dalam teks. Kajian tentang hierarki metafisik dilakukan melalui penjabaran
oposisi biner. Oposisi biner dapat dimaknai sebagai sarana diksi untuk
mengukuhkan sebuah pemaknaan dalam teks. Dalam kajian hierarki metafisik
juga tidak menutup kemungkinan muncul unsur undecidable. Unsur undecidable
merupakan unsur yang tidak dapat diputuskan keberpihakannya di dalam teks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27
Dengan demikian akan muncul ideologi teks dalam Bab II ini. Ideologi
yang dirumuskan merupakan ideologi yang bersifat naratif dan tidak menggiring
rumusan ideologi kepada ideologi-ideologi besar yang berkembang di dunia.
Ideologi teks merupakan ideologi yang terbentuk dari alur, keberpihakan cerita
yang dibuktikan dengan hierarki metafisiknya.
2.2 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Klub Solidaritas
Suami Hilang” karya Intan Paramaditha
2.2.1 Alur
Cerita ini berawal dari seorang tokoh yang disebut „kamu‟ oleh narator
cerita berada di tengah-tengah kerumunan istri-istri di seluruh dunia. Perkumpulan
itu bernama Klub Solidaritas Suami Hilang. „Kau‟ bisa sampai di tempat itu
berkat pertolongan seorang ibu di toilet kantor polisi. Ibu itu memberitahu tentang
klub tersebut. „Kau‟ kehilangan suaminya yang rencananya akan melakukan bulan
madu di kota New York. Ibu Yunita, ibu yang bertemu dengan „kau‟ di toilet itu
juga kehilangan suaminya dan sempat aktif di perkumpulan tersebut.
Dalam perkumpulan itu, „kau‟ mendengarkan banyak cerita tentang cerita
kehilangan suami di seluruh dunia lewat para anggotanya. Anggota di sana berasal
dari berbagai macam belahan di dunia; Dona Manuela dari Argentina, Carmencita
yang kehilangan suaminya di Paris, Andy Horowitz yang ditinggal pacarnya yang
belum sempat dinikahinya, dan Soonyi seorang Korea yang memiliki anak
berkulit hitam. Di dalam klub cerita-cerita kehilangan selalu diulang dan tidak
pernah kehilangan maknanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28
„Kau‟ kikuk waktu pertama kali berusaha menceritakan proses kehilangan
suamimu. Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dari anggota klub lainnya dan kau
tetap terlihat gugup. Sampai akhirnya Soonyi mengambil jatah ceritamu dan
menceritakan cerita yang mungkin sudah diceritakan berulang kali di dalam klub
itu. Sampai suatu waktu kau mulai memahami bagaimana anggota klub
menghidupi kehilangan. Setiap cerita selalu miris meskipun diceritakan berulang
kali.
„Kau‟ mulai sering ke klub dan mulai mengetahui semua seluk beluk
tentang anggota klub. Tentang Soonyi, „kau‟ tahu banyak karena anggota lain
menceritakannya kepadamu. Setelah kesehatannya menurun Soonyi meninggal.
Banyak hal berubah setelah Soonyi meninggal. Salah satu yang paling
mengejutkan adalah ketika rahasia masing-masing anggota terbongkar. Ternyata
tidak semua suami hilang, ada yang tidak diceritakan, ada yang dihilangkan, dan
tentu saja tidak diceritakan. Soonyi membunuh suaminya dan suami Carmencita
tinggal bersama pacarnya di LA. „Kau‟ belajar banyak tentang kehilangan dari
Klub Solidaritas Suami Hilang.
2.2.2 Hierarki Metafisik
Dalam cerita ini terdapat dua kubu yang tersusun dalam hierarki metafisik.
Pertama adalah para istri secara umum dan tokoh „kau‟ secara khusus sebagai
kubu pertama. Narasi dalam cerita membangun persepsi pembaca untuk menaruh
simpati pada para istri. Hal itu dibuktikan dalam kutipan berikut.
“Dona Manuela, perempuan Argentina tinggi gempal berumur
enam puluh lima, adalah pendiri perkumpulan. Ia terus mendengarkan
sambil mengelap bingkai foto, kotak musik, atau koleksi miniatur
rumahnya” (Paramaditha 2014:68)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29
“Ketika tiba kesempatanmu bicara, kau merunut kronologi
kehilangan seperti di kantor polisi. Carmencita, terlihat lebih sendu
darimu, bertanya, “Apa yang paling kau ingat tentang suamimu?”
Kau menatap sekeliling sambil berusaha mengingat-ingat. Sedikit
gugup, kau balas bertanya, “Bisa kuceritakan lain kali?”” (Paramaditha
2014:71)
Dua kutipan di atas mengarahkan simpati pembaca kepada keadaan istri
dari suami yang hilang tersebut. Kutipan pertama mendeskripsikan betapa Dona
Manuela sebagai seorang istri yang kehilangan suaminya sangat menderita dan
kesepian. Pengarang menciptakan adegan bersih-bersih bingkai foto dan lain
sebagainya sebagai sebuah pengingat kenangan atau kepercayaan akan masih
adanya harapan atas suaminya. Kutipan kedua dari tokoh „kamu‟ menggiring
simpati pembaca karena kekikukannya dalam merangkai cerita mengenai
suaminya di tengah-tengah perkumpulan merupakan bukti bahwa tokoh tersebut
belum sepenuhnya menguasai keadaan yang sedang dialaminya. Tokoh „kamu‟
begitu canggung untuk bercerita mengenai hal ini kepada anggota lain yang
notabene baru dikenalnya juga. Keberpihakan ini yang ditangkap oleh pembaca.
Sementara itu, kubu kedua yang merupakan oposisi dari kubu pertama
adalah pihak luar. Pihak luar ini melingkupi banyak komponen, seperti polisi,
pelaku penghilangan, suami, juga masyarakat kebanyakan yang diposisikan
merepresi kedudukan mereka di masyarakat. Pihak luar ini yang digunakan
pembaca untuk semakin mengarahkan simpati pembaca kepada perkumpulan para
istri tersebut. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut ini.
“Seorang polisi perempuan mencatat perihal kehilangan suamimu.
Alisnya berkerut saat kau sebutkan beberapa ciri (62 tahun, kulit putih,
gemuk, menderita asma). Matanya memindai halaman depan paspormu,
seperti berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa usiamu belum genap
30, dan sesekali dia mencuri pandang ke arah syalmu yang cantik.
Selayaknya pelayan masyarakat yang terpuji, ia menyelesaikan laporannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30
dan berkata hangat, “Kami akan berusaha sebaik mungkin.”” (Paramaditha
2014:68)
“Ada yang tercecer setelah Perang Korea usai dan Amerika
menarik mundur tentaranya. Hal besar seperti perang kerap meninggalkan
serpihan kecil, tak berguna dan jorok seperti sifilis dan bayi.
Di umur 17 Soonyi melahirkan anak berkulit hitam dari seorang
tentara yang ia sebut suami meski upacara penikahan tak pernah ada.”
(Paramaditha 2014:72)
“Yang jelas negara telah menzalimiku,” ia seperti bersabda. Kini
suaranya lembut dan ganjil, “Dalam kitab disebutkan: barang siapa
menumpahkan darah manusia oleh manusia darahnya akan tertumpah.”
(Paramaditha 2014:74)
Kutipan pertama menggambarkan kubu kedua adalah polisi. Polisi dalam
kutipan tersebut diceritakan bekerja sekenanya. Dia memberikan pelayanan
seadanya kepada orang yang bukan warga negara Amerika. Sementara, di kutipan
kedua kubu kedua ditujukan pada peristiwa perang di Korea. Perang tersebut
dinyana menjadi asal muasal Soonyi bertemu suaminya. Kejadian tersebut juga
ketika Soonyi melahirkan anaknya yang berkulit hitam. Sekaligus juga menjadi
saat ketika Soonyi kehilangan suaminya. Kutipan ketiga sendiri merupakan kata
dari Dona Manuela yang menjadikan negara sebagai kubu kedua. Negara
dianggap tidak berjuang untuk menemukan suami mereka yang hilang.
2.2.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable
Hierarki metafisik tidak terjadi begitu saja. Di dalamnya terdapat oposisi
biner antar dua kata yang pemaknaannya ditabrakkan secara arbriter dan
dikonfrontasikan sehingga menimbulkan kesan bahwa satu kata mengandung
kebenaran lebih banyak dari kata yang lain. Ada sekurangnya sebelas oposisi
biner yang terdapat dalam cerpen di atas. Daftar oposisi biner dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31
Tabel 1
Oposisi Biner Cerpen “Klub Solidaritas Suami Hilang”
Putih Hitam
Hilang Ketemu
Mengingat Melupakan
Ditangkap Dibebaskan
Perempuan Laki-laki
Pergi Datang
Istri Suami
Bungkam Bicara
Kulit Putih Kulit Hitam
Ganjil Genap
Dihilangkan Ditemukan
Dalam tabel di atas, oposisi biner yang menempati posisi di sebelah kiri
menunjukkan diksi yang digunakan pengarang untuk membangun cerita ini. Kata
di sebalah kiri menggambarkan bagaimana seharusnya pembaca melihat KSSH.
Oposisi di atas bukan sekadar membedakan arti leksikal, tetapi juga menelaah
segala maksud dari penggunaan kata sebagai simbol, dan peletakkannya ada di
mana. Oposisi biner ini yang nanti akan mengalami perubahan dalam proses
dekonstruksi kedua, yaitu decentering dan diseminasi.
Meskipun telah menemukan dan memetakan oposisi biner, ternyata masih
ada hal yang tidak dapat diputuskan keberpihakannya. Dalam cerpen KSSH ini
terdapat kata yang menjadi kunci, tetapi tidak dapat digolongkan ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32
hierarki metafisik yang telah diungkap di atas. Hal tersebut adalah perihal
kehilangan. Kehilangan merupakan unsur yang undecidable. Hal tersebut terbukti
dalam kutipan berikut ini.
“Klub Solidaritas Suami Hilang tak menemukan yang hilang, tetapi
menghidupi kehilangan.” (Paramaditha, 2014:69)
“Di Klub Solidaritas Suami Hilang kita mengingat yang tak hadir
lewat cerita berulang. Kita bisa berangkat dari titik mana pun baik secara
linear – dari awal pertemuan sampai hilangnya suami – maupun dengan
alur mundur. Sebagian memilih teknik in medias res.” (Paramaditha,
2014:71)
““Dia tidak hilang. Aku menghilangkannya.”
Hari ini kita semua diingatkan seorang pencerita adalah juga
seorang penghapus.” (Paramaditha, 2014:76)
“Hilang dan kehilangan adalah lekuk yang lain, pelik sekaligus
licin. Kadang keduanya terhubungkan dengan cara yang ajaib,
sebagaimana yang kau pelajari dari Dona Manuela, Soonyi, dan Klub
Solidaritas Suami Hilang.” (Paramaditha, 2014:77)
Kutipan satu dan dua di atas menunjukkan bahwa kehilangan bukan berarti
kesedihan, melainkan sebuah harapan. Kutipan tersebut memaknai kehilangan
sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dalam kesedihan melulu. Sedangkan dalam
kutipan tiga dan empat di atas, kehilangan menjadi hal yang dapat direncanakan,
dimanipulasi, ditambah-tambahkan, ditutupi, dan disembunyikan. Kehilangan
menjadi subjektif mengenai siapa orang yang bercerita tentang kehilangan
tersebut. Dua persepsi kehilangan yang berbeda ini menjadikan kehilangan
sebagai unsur yang undecidable.
2.2.4 Ideologi Teks
Cerpen ini pada dasarnya menceritakan bagaimana istri-istri di seluruh
dunia dapat berkumpul atas kesamaan nasib, yakni kehilangan suami. Konstruksi
cerita ini berpusat pada narasi kehilangan suami dari masing-masing anggotanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33
Setiap istri yang datang ke sana memiliki latar belakang dan cerita yang berbeda
pula tentang bagaimana suami mereka hilang.
Cerita ini memiliki poros pada perkumpulan istri yang suaminya
menghilang entah kemana dalam berbagai konflik di seluruh dunia. Berangkat
dari suatu keadaan yang sama tersebut mereka membentuk sebuah perkumpulan
dengan nama Klub Solidaritas Suami Hilang tersebut. Hal tersebut terbukti dalam
kutipan berikut.
“Klub Solodaritas Suami Hilang tak menemukan yang hilang, tetapi
menghidupi kehilangan.” (Paramaditha 2014:69)
“Di Klub Solidaritas Suami Hilang kita mengingat yang tak hadir lewat
cerita berulang. Kita bisa berangkat dari titik mana pun baik secara linear –
dari awal pertemuan sampai hilangnya suami – maupun dengan alur
mundur. Sebagian memilih teknik in medias res.” (Paramaditha 2014:71)
Dalam cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang momen puncak terjadi ketika
salah satu anggota perkumpulan membongkar rahasia anggota klub lain. Mereka
sebenarnya sama-sama tahu ada rahasia di antara mereka, tetapi mereka memilih
untuk tetap diam. Momen puncak tersebut ada dalam kutipan berikut ini.
“Hari itu Carmencita dan Andy bertengkar. “Suami Hilang” perlu definisi
ulang, kata Andy, sebab itu tak berlaku buat Carmencita. Ternyata
suaminya tidak hilang, tapi kabur.
Oh bangunlah, Carmencita. Kita semua tahu apa yang terjadi. Suamimu
masih di LA, tinggal bersama pacar barunya!.” (Paramaditha 2014:76)
Kutipan di atas menambah kesedihan dari Dona Manuela dan tokoh kau
yang benar-benar kehilangan suaminya. Dengan pepatah peristiwa tersebut dapat
dikatakan dalam peribahasa, “Sudah jatuh, tertimpa tangga”. Tidak ada lagi alur
kehidupan yang lebih menyedihkan dari kehilangan orang yang dicintai, belum
lagi setelah itu masih harus menanggung pil pahit karena teman-teman yang dia
percaya, yang dianggap senasib sepenanggungan justru membohongi mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34
Klimaks dari cerita ini memungkinkan ideologi teks dan hierarki metafisik di
dalam teks ditelusuri.
Ideologi dari cerpen ini dapat dilihat dari keberpihakan narasi yang tertulis
di naskah cerpen. Kesamaaan nasib ibu-ibu yang ditinggal suaminya menghilang
tanpa kabar merupakan mesin cerita dapat berjalan. Keberpihakan dalam cerita
menuju kepada para istri yang setia menunggu suaminya untuk pulang. Namun,
jika diamati lebih dalam, keberpihakan lebih mengarah ke tokoh „kau‟. Dia datang
untuk mendapat jalan terang atas kehilangan suaminya, tetapi dia terjebak dalam
sebuah klub yang seperti diceritakan di atas, tidak semua anggota di dalamnya
mengalami nasib yang serupa.
Mereka memang merawat harapan dan saling menguatkan hati antar
anggota. Mereka merawat ingatan akan suaminya lewat cerita-cerita kehilangan
yang terus diulang di dalam perkumpulan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ideologi
teks di atas adalah kesedihan tokoh „kau‟ karena harus kehilangan suaminya dan
harus menerima kenyataan bahwa teman-temannya selama ini menipu dirinya.
2.3 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Piutang-Piutang
Menjelang Ajal” karya Jujur Prananto
2.3.1 Alur
Cerpen ini berawal dari adegan Chaerul yang dibangunkan istrinya untuk
memberi tahu bahwa Om Sur telah membaik keadaannya. Chaerul kaget sekaligus
juga bingung harus bersikap apa. Ia sedikit jengah.
Beberapa bulan lalu, ketika Om Sur masuk rumah sakit, Chaerul buru-buru
pergi ke Jakarta dan menjenguk Om Sur di rumah sakit. Di sana dia bertemu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35
dengan Arifin anak dari Om Sur. Arifin bercerita bahwa ayahnya telah bangkrut
dan beberapa waktu belakangan membicarakan utang piutangnya. Chaerul yang
mendapatkan banyak pinjaman dari Om Sur seperti disambar petir. Dia merasa
menjadi terdakwa di dalam ruangan itu.
Chaerul memang beberapa kali mendapatkan pinjaman dari Om Sur.
Pertama kali dia meminjam untuk membuka kantor yang bergerak di jasa
konsultasi keuangan dan perbankan sesuai dengan bidang yang ia tekuni. Namun,
kantor itu tidak bertahan lama karena modal habis untuk membayar beban
operasional. Setelah gagal dengan usaha pertamanya tersebut, Chaerul datang lagi
kepada Om Sur dan mendapat pinjaman lagi. Kali kedua Chaerul membuat bisnis
kafe, tetapi kafe ini juga mengalami kebangkrutan sebelum sempat berkembang.
Setelah itu, Chaerul mencari kerja lewat relasinya. Kehidupannya sempat
berkembang karena pekerjaannya tersebut. Sampai suatu hari semua manipulasi
yang dilakukan Chaerul di kantor ketahuan dan dia dipecat serta diminta
membayar semua kerugian yang ditimbulkannya. Dengan sisa pinjaman dari Om
Sur, kali ini istri Chaerul yang membuka usaha klinik perawatan gigi. Sebuah
klinik yang sudah lama diidam-idamkannya.
Chaerul dan istrinya hidup dalam kekangan utang pada Om Sur. Chaerul
selalu mengatakan bahwa Om Sur tidak pernah membicarakan tentang utang-
utangnya. Pun, tidak lama lagi Om Sur mungkin akan meninggal. Begitu cara
Chaerul menenangkan dirinya dari utang kepada Om Sur.
Sementara waktu, perawat rumah sakit menelepon Chaerul yang
mengatakan bahwa Om Sur siuman dan bicara dengan mengulang kata piutang,
piutang, dan piutang. Arifin langsung menghubungi Chaerul dan menceritakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36
bahwa semua anggota keluarga yang merasa pernah meminjam uang atau sesuatu
kepada Om Sur telah mengembalikannya, tinggal Chaerul seorang. Arifin
mengatakan bahwa pengembalian uang dari Chaerul sangat penting untuk
membayar biaya rumah sakit. Chaerul akhirnya menjual rumah dan tanahnya. Dia
pindah ke rumah yang lebih kecil. Dia berharap Om Sur dapat tenang menjelang
akhir hayatnya.
Keadaan Om Sur kian membaik. Dia ingin bertemu dengan Chaerul.
Chaerul memasuki ruang ICU dengan sedikit gugup. Akhirnya Om Sur berbicara
yang mengatakan bahwa dia telah menganggap lunas semua utang antara dia dan
Chaerul. Chaerul pun jatuh pingsan di ruang ICU bersama dengan bunyi panjang
alat deteksi detak jantung yang mengiringi kematian Om Sur.
2.3.2 Hierarki Metafisik
Hierarki metafisik dapat terlihat dari adanya dua kutub yang
menggerakkan cerita. Kubu pertama adalah Chaerul yang belum juga membayar
utang kepada Om Sur. Chaerul digambarkan sebagai tokoh yang selalu tidak
tenang jika ada kabar mengenai Om Sur dari rumah sakit. Hal tersebut terbukti
dalam kutipan berikut.
“Chaerul terdiam. Seketika dia jengah. Perasaannya terlalu kacau
untuk mengambil sikap dalam menanggapi kejadian ini: bersyukur ataukah
berduka. Ialah kekacauan yang sebetulnya sudah dirasakannya sejak tiga
bulan lalu, saat ia menerima kabar dari Jakarta perihal dirawatnya Om Sur
di rumah sakit setelah terjatuh di kamar mandi akibat stroke yang
menderanya.” (Prananto 2014:80)
“Chaerul serasa mendengar petir menggelegar di telinganya yang
sekonyong-konyong memanaskan ruangan yang begitu dingin, ia langsung
merasa dirinya sebagai terdakwa.” (Prananto 2014:81)
“Chaerul pun menelepon balik. Penjelasan yang diterimanya
membuat seluruh tubuhnya bergetar. Perawat itu bercerita bahwa meski
tak bisa bicara, Om Sur bisa menulis dengan tulisan yang kacau tapi tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37
bisa terbaca. Dan kata-kata yang berulang kali ditulisnya ialah “Piutang...
piutang... piutang....” (Prananto 2014:85)
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Chaerul yang karena tidak membayar
utang pada Om Sur menjadi gelisah. Kegelisahannya semakin bertambah ketika
mengetahui bahwa kesehatan Om Sur semakin membaik. Utang membuat hidup
Chaerul tidak tenang. Kutipan pertama di atas menjelaskan kali pertama Chaerul
mendengar berita tentang kondisi Om Sur yang membaik. Mulai saat itu, Chaerul
teringat lagi akan utang-utangnnya pada Om Sur. Sedangkan, kutipan kedua
menjelaskan perasaan resah Chaerul yang semakin menjadi-jadi ketika mendapati
Om Sur berbicara tentang piutang-piutangnnya kepada anaknya Arifin. Sementara
itu, ketakutan Chaerul memuncak karena Om Sur sudah dapat dengan jelas
mengatakan apa yang ingin dia sampaikan, yaitu memang perihal utang.
Ketakutan Chaerul ini bukan tanpa sebab. Chaerul memang terlanjur
sembrono. Dia meminjam sejumlah uang pada Om Sur di masa lalu. Pinjaman
yang diminta Chaerul merupakan pinjaman yang besar. Padahal, tidak hanya
sekali dia meminjam, tetapi beberapa kali. Kejadian ini terdapat dalam kutipan
berikut ini.
“Chaerul memang banyak berutang pada Om Sur, sejak usaha-
usaha pamannya ini meningkat pesat lima tahun terakhir ini. Pada saat
yang sama Chaerul justru sedang merangkak memulai usaha baru. Tak
berani berhubungan dengan bank untuk mendapatkan modal usaha,
Chaerul menemui Om Sur untuk minta bantuan. Chaerul ingat betul waktu
itu Om Sur langsung mengeluarkan buku cek dari laci mejanya dan
bertanya Chaerul perlu berapa. Chaerul tergagap-gagap menyebut angka
ratusan juta, dan Om Sur langsung menuliskan angka itu di kolom isian
pada lembaran cek di hadapannya.” (Prananto, 2014:81-82)
“Ia mengaku usahanya telah gagal , dan ingin membuka usaha baru
yang lebih menjanjikan, “...agar bisa segara mengembalikan pinjaman saya
yang terdahulu.” Waktu itu Om Sur spontan mengatakan, “Jangan pikirkan
dulu urusan pinjaman. Kamu fokus saja ke usaha kamu. Kalau sudah
running well baru kamu pikirkan urusan utang-piutang di antara kita.”
(Prananto, 2014:82)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38
Kutipan pertama di atas menggambarkan bagaimana awal mula Chaerul
meminjam uang pada Om Sur. Om Sur yang murah hati memberikan berapa saja
yang Chaerul minta. Dari kejadian tersebut Chaerul semakin yakin untuk meminta
bantuan pada Om Sur. Seperti dilihat dalam kutipan dua, Chaerul lebih percaya
diri ketika akan meminta bantuan pada Om Sur.
Penjelasan di atas mampu menggiring pembaca untuk menaruh rasa
jengkel pada Chaerul. Sejak awal cerita, Chaerul digambarkan sebagai keponakan
yang kurang ajar, oportunis, dan sembrono. Dia meminjam uang untuk
menjalankan usaha, tetapi usahanya selalu gagal. Belum lagi dijelaskan bahwa
watak Chaerul yang memang pandai bersilat lidah. Kebanyakan orang menilai
orang yang pandai bersilat lidah sebagai orang yang licik dan penuh tipu daya.
Hal tersebut terbukti dalam kutipan.
“Jabatan ini membuat kehidupan Chaerul berubah. Lewat
kelihaiannya melakukan pendekatan dan negosiasi, dengan anggaran
miliaran dari perusahaan ia sanggup membebaskan luasan lahan dengan
ganti rugi hanya ratusan juta.” (Prananto 2014:83)
Lewat kutipan di atas, identifikasi membaca meruncing pada
penggambaran sosok Chaerul yang memang licik. Kelicikan Chaerul nyatanya
tidak mampu menyelamatkan kahidupannya terus menerus. Tidak selesai sampai
di sana, penggiringan opini pembaca ini mencapai puncaknya ketika Chaerul
mengeluarkan kutipan di bawah ini.
“Dengan suara berbisik, seperti takut ada orang lain yang
mendengar – padahal di ruangan ini tidak ada siapa-siapa kecuali mereka
berdua -Chaerul menjawab, “Cepat atau lambat Om Sur akan meninggal
dunia. Begitu meninggal dunia urusan utang-piutang dengan beliau aku
yakin akan sirna dengan sendirinya....”” (Prananto 2014:84)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39
Setelah membaca kutipan di atas, pembaca akan semakin yakin bahwa
Chaerul memang tidak memiliki niat untuk mengembalikan utangnya pada Om
Sur. Kekesalan pembaca akan sampai pada puncaknya pada kutipan di atas.
Dengan demikian genaplah apa yang ingin disampaikan penulis cerita terhadap
sosok Chaerul. Chaerul merupakan sosok yang jahat.
Sementara itu, seharusnya pihak kedua adalah Om Sur. Namun karena Om
Sur dinarasikan oleh orang ketiga serba tahu, maka kehadirannya diwakili oleh
anaknya Arifin sebagai representasi Om Sur yang sakit. Simpati pembaca mula-
mula mengarah pada Om Sur ketika mengetahui bahwa Om Sur adalah sosok
yang dermawan. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.
“Chaerul ingat betul waktu itu Om Sur langsung mengeluarkan
buku cek dari laci mejanya dan bertanya Chaerul perlu berapa. Chaerul
tergagap-gagap menyebut angka ratusan juta, dan Om Sur langsung
menuliskan angka itu di kolom isian pada lembaran cek di hadapannya.”
(Prananto, 2014:82)
Pada dasarnya, kejadian tragis biasanya muncul ketika orang yang besar,
baik, atau bijaksana tertimpa bencana. Begitu pula dengan hal yang menimpa Om
Sur. Kutipan berikut menjelaskan usaha Om Sur yang mulai bangkrut belakangan
ini.
“Tak banyak yang tahu kalau Papa sebetulnya sudah tidak punya
apa-apa. Usaha batu baranya miss-management, sudah beralih kepemilikan
ke orang lain. Pabrik metanolnya sudah hampir enam bulan berhenti
beroperasi karena bahan bakunya habis. Sahamnya di garmen juga bisa
dibilang sudah enggak ada nilainya, karena pabriknya collapse setelah
hampir setahun vakum gara-gara demo buruh yang enggak habis-habis.”
(Prananto 2014:81)
Kutipan di atas diceritakan oleh Arifin, anak Om Sur. Kutipan itu menjadi
awal mula bencana yang dialami Om Sur. Simpati pembaca mulai ditarik pelan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40
pelan menuju Om Sur. Apalagi setelah itu, Om Sur masuk rumah sakit karena
sakit. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.
“Chaerul terdiam. Seketika dia jengah. Perasaannya terlalu kacau untuk
mengambil sikap dalam menanggapi kejadian ini: bersyukur ataukah
berduka. Ialah kekacauan yang sebetulnya sudah dirasakannya sejak tiga
bulan lalu, saat ia menerima kabar dari Jakarta perihal dirawatnya Om Sur
di rumah sakit setelah terjatuh di kamar mandi akibat stroke yang
menderanya.” (Prananto 2014:80)
Rumus tragis yang dijelaskan di atas masih belum terpatahkan. Seseorang
yang besar, baik, bijaksana, ketika mendapatkan musibah akan lebih
memunculkan rasa iba, simpati, bahkan sampai empati. Begitu juga dengan Om
Sur, seorang kaya yang tiba-tiba bangkrut dan masih sakit pula.
Oleh karena itu, hierarki metafisik yang tebangun di dalam cerita ini
meliputi dua kubu, yakni Chaerul yang sembrono dan oportunis, serta pihak kedua
adalah Om Sur yang bangkrut dan sakit. Pada sub bab berikutnya akan dijelaskan
bagaimana hierarki ini diidentifikas oposisi binernya.
2.3.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable
Setelah melihat tatanan hierarki metafisik yang terdapat dalam teks,
langkah berikutnya adalah menemukan oposisi binernya. Pengidentifikasian ini
dapat memperkuat bukti bahwa di dalam teks sebenarnya terjadi tarik menarik
makna untuk merumuskan perihal utang tersebut. Oposisi kata yang digunakan
tersebar pada seluruh bagian teks. Oposisi tersebut saling menguatkan pada satu
sisi dan saling melemahkan di sisi yang lain. Dalam tabel di bawah ini akan
terlihat apa saja kata yang digunakan untuk memperkuat makna. Berikut adalah
daftar oposisi biner yang terdapat dalam teks cerpen PPMA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41
Tabel 2
Oposisi Biner Cerpen “Piutang-Piutang Menjelang Ajal”
Tenang Panik
Siuman Meninggal
Berduka Bersyukur
Bisnis berkembang Bisnis mati
Datang Pulang
Collapse Meningkat pesat
Kata-kata di atas merupakan bukti adanya ketidakkonsistenan teks dalam
membangun makna. Kata bisnis berkembang dan bisnis mati misalnya
membangun dualisme makna dalam teks bahwa bisnis yang sedang berkembang
seakan-akan adalah yang paling baik daripada bisnis yang berhenti. Padahal bisnis
yang berhenti berkemungkinan menjadi awal dari bisnis lain yang lebih maju.
Atau, pada kata datang dan pulang juga terjadi. Kedatangan menjadi hal yang
ditunggu dan dinanti, tetapi kepulangan sering berarti sebaliknya, menyimpan
banyak kesedihan dan keharuan. Kumpulan oposisi biner tersebut dinilai membuat
teks menjadi tidak stabil.
Dalam tabel di atas, bagian kiri adalah kata kunci yang digunakan untuk
menggambarkan pemaknaan pada Om Sur. Pengarang menggunakan kata-kata
tersebut untuk menggiring pembaca meletakkan simpati pada tokoh Om Sur.
Sementara semua kata di bagian kanan merupakan kata yang digunakan untuk
menggambarkan Chaerul. Kata-kata tersebut semuanya digunakan bersamaan di
dalam satu teks. Keduanya bercampur dan ingin mendapatkan eksistensinya di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42
hadapan pembaca. Oleh karena itu, makna dari setiap kata-kata tersebut bertarikan
dan melemahkan makna yang hendak dibangun penulis. Makna bahwa Om Sur
adalah tokoh yang harus diberi simpati menjadi kabur atau bahkan berganti.
Pemaknaan atas tokoh Om Sur mulai dipertanyakan.
Selain penjelasan di atas, kata „utang‟ dalam teks ini merupakan sesuatu
yang undecidable. Keberadaannya tidak dapat diputuskan berada pada poros
oposisi atau hierarki yang mana. Dalam cepren ini, konsep utang dijelaskan dalam
beberapa jenis. Konsep utang sebagai suatu pemberian murni tertulis pada bagian
teks. Konsep tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
“Ia mengaku usahanya telah gagal, dan ingin membuka usaha baru
yang lebih menjanjikan,“ agar bisa segera mengembalikan pinjaman
saya yang terdahulu.” Waktu itu Om Sur spontan mengatakan,
“Jangan pikirkan dulu urusan pinjaman. Kamu fokus saja ke usaha kamu.
Kalau sudah running well, baru kamu pikirkan urusan utang-piutang di
antara kita.” (Prananto 2014: 82)
Dalam kutipan di atas konsep tentang utang sekaligus dikatakan sebagai
sesuatu yang dianggap sebagai sebuah pemberian. Selama usaha yang dibangun
Chaerul belum dapat berjalan baik, konsep pengembalian utang ditiadakan. Utang
Chaerul menjadi bebas dengan syarat.
Sebaliknya konsep utang sebagai sesuatu hal yang harus dibayar juga
tersebar di dalam beberapa bagian teks. Konsep utang semacam ini justru tidak
muncul dari tokoh Chaerul dan Om Sur. Konsep utang sebagai sesuatu yang harus
dibayar lebih banyak muncul dari tokoh-tokoh di luar poros simpati tokoh-tokoh
utama. Berikut adalah beberapa kutipan yang menggambarkan konsep utang
sebagai sesuatu yang harus dibayar.
“Tapi sampai kapan pun utang tetap utang,” kata istrinya.
“Tapi kamu sendiri tahu sampai kapan pun aku atau kita tak akan
pernah mampu membayarnya!”” (Prananto 2014:84)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43
Dalam kutipan tersebut, sang istri memosisikan utang sebagai suatu hal
yang harus sesegera mungkin dibayar. Konsep ini berlawanan dengan utang yang
dikatakan Om Sur dalam kutipan sebelumnya. Sejalan dengan istri Chaerul,
Arifin, anak dari Om Sur juga menyiratkan bawa utang adalah hal yang mendesak
yang harus segera dilunasi.
“Arifin sejenak berhenti bicara, lurus-lurus menatap Chaerul dan
berbisik dengan suara sangat dalam, “Sebulan terakhir Papa beberapa kali
bicara soal piutang-piutangnya,” (Prananto 2014:81)
“Seperti pernah aku bilang, mejelang terkena stroke Papa sering
bilang masalah piutang, dan ternyata setelah tiga bulan tak sadar pun.
Papa siuman lagi untuk mengatakan hal yang sama. Jelas ini suatu
pertanda, bahwa Papa hanya akan merasa tenang hanya setelah semua
urusan piutang bisa diselesaikan.” (Prananto 2014:85)
“Bang Amri kemarin mengembalikan tiga lukisan Papa yang
selama ini dipajang di rumahnya. Mbak Rosa mengembalikan dua almari
antik kesayangan Papa. Vian transfer dua puluh juta buat membayar
utangnya waktu dia perlu membiayai operasi usus buntu anaknya. Tinggal
Bang Chaerul yang belum. Pembayaran utang Abang benar-benar
ditunggu karena kami mulai kekurangan dana untuk menutup biaya
rumah-sakit.” (Prananto 2014:85)
Kutipan di atas menjelaskan konsep utang sebagai hal mendesak yang
harus segera dikembalikan. Anehnya konsep ini tidak muncul dari dua pihak yang
terlibat peminjaman uang. Utang sebagai hal yang harus segera dilunasi justru
muncul dari orang-orang di luar pihak yang menyepakati peminjaman uang.
Dalam cerpen ini muncul pula konsep utang sebagai suatu hal yang dapat
terhapuskan dengan kematian. Kematian dianggap sebagai tenggat waktu terlama
dalam proses pengembalian utang. Jika salah satu pihak meninggal, maka utang
dapat saja dikatakan lunas. Dalam teks tersebut, digambarkan dalam kutipan di
bawah ini.
“Dengan suara berbisik, seperti takut ada orang lain yang
mendengar –padahal di ruangan ini tidak ada siapa-siapa kecuali mereka
berdua- Chaerul menjawab, “Cepat atau lambat Om Sur akan meninggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44
dunia. Begitu meninggal dunia urusan utang-piutang dengan beliau aku
yakin akan sirna dengan sendirinya....”” (Prananto 2014:84)
Kesepakatan tak tertulis seperti ini sering juga terdengar dalam ungkapan
eufemis saat prosesi pemakaman. Utang dianggap tabu dibicarakan kepada orang
yang sudah meninggal. Utang selalu dibicarakan diurutan paling buncit dan
menyiratkan makna agar dianggap lunas saja. Namun dalam teks, kematian begitu
diharapkan tokoh Chaerul agar terbebas dari utang. Hal tersebut mengukuhkan
pendapat bahwa utang menjadi hal yang undecidable, tidak utuh, dan gagal
menemukan kebulatan makna tentang utang itu sendiri.
2.3.4 Ideologi teks
Setelah melakukan tinjauan pada hierarki metafisik, oposisi biner, hinggal
unsur undecidable maka hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah menarik
ideologi teks. Dalam cerpen PPMA karya Jujur Prananto diketahui pusat teks
dapat dijabarkan dengan melihat insight moment (momen klimaks). Momen
klimaks dalam cerpen ini adalah saat Om Sur ternyata melupakan segala utang
Chaerul sebelum kematiannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan di bawah
ini
“Om Sur membuka matanya. Senyum tipis membayang di wajahnya.
“Chae... rul...”
“Ya, Om.”
“Om... tak akan... tenang... kalau... belum... bicara sama... kamu...”
“Ada apa Om?”
“Om ingin... menganggap lunas semua utangmu... Dengan nama Allah.
Om bersumpah... tak ada lagi... utang-piutang... di antara kita...
Lailaha.. ilalaah...” (Prananto 2014,:87)
Sedangkan, pusat dari teks atau ideologi teks ini adalah ketakutan Chaerul
yang belum membayar utang. Ketakutan ini adalah dampak karena Chaerul tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45
mampu membayar utang pada Om Sur. Keberpihakan pembaca mengarah pada
Om Sur, sosok dermawan, tetapi harus mengalami kabangkrutan dan stroke di
rumah sakit. Sedangkan, Chaerul sebagai keponakan justru lalai membayar utang
yang jumlahnya sangat banyak itu.
Melihat poros keberpihakan yang muncul dan direncanakan oleh
pengarang, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi teks ini adalah ketakutan
Chaerul yang belum membayar utang pada Om Sur yang dermawan dan baik hati.
Hasil dari ideologi ini yang nanti akan diubah di langkah dekonstruksi berikutnya.
Ketakutan Chaerul yang menjadi objek akan dibalik dan dimaknai ulang dalam
proses decentering.
2.4 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Lelaki Ragi dan
Perempuan Santan” karya Damhuri Muhammad
2.4.1 Alur
Cerita ini mengisahkan seorang laki-laki dengan sebutan aku yang
memiliki pacar seorang penjual lemang tapai. Hampir setiap hari dia selalu
dibawakan lemang tapai oleh pacarnya. Sampai suatu ketika tokoh aku bertanya
pada pacarnya, mengapa selalu lemang tapai yang dibawakan padanya. Padahal
dagangannya bukan hanya itu saja. Pacar tokoh aku menjawab bahwa hubungan
mereka seperti lemang dan tapai. Cinta satu orang akan basi tanpa cinta yang lain.
Tokoh aku juga menyadari bahwa lemang dan tapai adalah dua makanan yang
saling bertolak belakang.
Tokoh aku adalah seorang sarjana. Namun, sambil menunggu kesempatan
kerja, dia menetap di kampung sebagai guru mengaji. Dia ingin menjadi guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46
mengaji karena tidak banyak orang mau menjadi guru mengaji. Banyak anak
muda yang meninggalkan desa sehingga tidak ada cukup tenaga di desa.
Sebenarnya bisa saja tokoh aku pergi ke Jakarta dan memulai usaha dengan
pinjaman saudara-saudaranya. Namun, ada alasan lain juga yang memperkuat
tokoh aku tetap di desa, yakni supaya tetap dekat dengan pacarnya tersebut.
Padahal, beberapa kiriman gulai kentang –pertanda melamar- ditolak oleh
tokoh aku denga lembut. Beberapa menyampaikan secara terus terang ingin
melamar tokoh aku. Tokoh aku bergeming dan tetap setia dengan cintanya pada
pacarnya tersebut.
Suatu hari, rumah pacar tokoh aku ramai. Di dalamnya ada pertemuan
keluarga. Dia yang datang adalah seorang lelaki rantau yang kaya. Tokoh aku
tetap percaya pada cinta pacarnya padanya. Namun, tedengar bahwa lelaki kaya
tersebut menawari pacar tokoh aku pekerjaan dan pendidikan di Jakarta. Tokoh
aku tidak dapat menghalangi kepergian pacarnya. Dia tahu pasti sejak dulu
pacarnya ingin pendidikan tinggi, tetapi terhalang biaya. Maka berangkatlah pacar
tokoh aku ke Jakarta ikut dengan orang tua dari lelaki kaya tersebut.
Pacar tokoh aku tidak pernah memberi kabar. Tidak lama kemudian,
keluarga pacar tokoh aku dan sanak saudaranya pergi ke Jakarta dengan bus yang
disewakan lelaki kaya tersebut. Kecurigaan mulai menyelimuti tokoh aku. Pada
akhirnya tokoh aku tahu bahwa pacarnya telah menikah dengan pemuda tersebut.
Pacarnya tidak mengirim kabar apapun.
Sementara itu, ayah tokoh aku mengalami kelumpuhan. Ayahnya tida
dapat berjalan dan harus menggunakan kursi roda. Jadilah tokoh aku harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47
merawat ayahnya dan mengubur cita-citanya untuk merantau jauh. Di samping itu
ibunya juga sudah tua.
Dalam suasana seperti itu, ibu tokoh aku sering menanyakan tentang
hasratnya untuk menikah. Kiriman gulai kentang masih berdatangan. Tokoh aku
tetap bergeming sambil sesekali memikirkan pacarnya dulu. Sampai suatu hari
datanglah undangan akikah putri bungsu mantan pacarmu. Di sana ada catata
bertuliskan, “Datanglah. Akan kusuguhkan lemang-tapai kegemaranmu.”
2.4.2 Hierarki Metafisik
Cerpen “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan” dengan jelas membedakan
dua kubu penggerak cerita. Sejak setengah cerita berjalan, simpati pembaca telah
diarahkan ke tokoh aku. Hal tersebut dengan mudah ditemukan dalam kutipan-
kutipan berikut ini.
“Beberapa bulan kemudian, pada sebuah petang di serambi
rumahmu, sejawat karibku melihat seorang lelaki rantau sedang berunding
dengan emak bapakmu.
“Waspadai perangai elang dari seberang! Ayam terkelebat pun bisa
disambarnya,” begitu nasihatnya.” (Muhammad 2014:160)
“Namun tak lama setelah kepulangan orang kaya muda itu, tersiar
kabar bahwa ia ternyata telah menawarkan pekerjaan sebagai kasir di salah
satu restoran miliknya di Jakarta.” (Muhammad 2014:160)
“Tapi kenapa keberangkatan itu tampak begitu ramai? Pasti ada
sesuatu yang hendak mereka gelar di sana. Dugaanku tak melesat, ternyata
mereka akan menghadiri kenduri pernikahanmu dengan induk semang itu.
Segalah persiapan telah beres diurus keluarga calon suamimu, perhelatan
besar selekasnya dilakukan.” (Muhammad 2014:162)
“Rupanya inilah ujung dari tarikh lemang-tapaimu. Lantaran cemas
bakal lekas basi, kau pasrahkan kudukmu dalam cengkraman elang-
seberang itu. Pecah sudah sekutu lemang-tapai.” (Muhammad 2014:162)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48
Kutipan di atas menceritakan bagaimana tokoh aku ditinggalkan oleh
pacarnya. Kutipan satu adalah kali pertama lelaki lain datang ke rumah pacar
tokoh aku. Itu adalah awal segala musibah menghampiri tokoh aku dalam cerita.
Begitu pula dengan kutipan tiga dan empat di atas. Sosok pacar tokoh aku yang
tidak terus terang menceritakan keadaan sesungguhnya membuat tokoh aku sedih
berkepanjangan, merasa ditinggal, dan dikhianati.
Hal di atas telah mampu menarik simpati pembaca pada tokoh aku. Tidak
cukup sampai di sana, simpati pembaca akan kukuh pada tokoh aku karena
kenduri pernikahan pacarnya dibarengi dengan sakitnya ayah dari tokoh aku. Hal
ini membuat keinginannya untuk merantau ke kota punah. Otomatis tokoh aku
harus merawat ayahnya dan ibunya yang sudah tua. Hal tersebut diceritakan
dalam kutipan berikut ini.
“Kenduri pernikahanmu bertepatan dengan kelumpuhan ayahku.
Hari itu tensinya sedang tinggi, kepalanya serasa berputar-putar, tapi
karena sudah berjanji akan menaikkan kuda-kuda atap di rumah yang
sedang dikerjakannya, ia memaksakan diri. Dasar tukang kampung yang
sulit percaya pada anak buah, ia ikut pula memanjat sambil berteriak-teriak
hingga tidak mempertimbangkan balok tempat kakinya berpijak. Ia jatuh
dari ketinggian dua meter. Semula tampak seperti tidak terjadi apa-apa,
karena ia tidak merintih kesakitan. Namun, setelah dihampiri oleh anak
buahnya, ayahku tidak bisa diajak bicara, bibirnya mencong, separuh
badannya mati-rasa, hingga ia dilarikan ke rumah sakit.” (Muhammad
2014:162-163)
“Sejak kelumpuhan ayah, aku makin jauh dari mimpi-mimpi ingin
pergi jauh. Akulah pengganti ayah di rumah ini. Berdosa aku jika
meninggalkan ibu sendirian. Dua saudaraku sudah lama meninggalkan
kampung rasanya tak mungkin merawat ayah. Mereka punya keluarga dan
kesibukan pekerjaan masing-masing.” (Muhammad 2014:163)
Sementara itu, kubu kedua adalah pacar dari tokoh aku. Di dalam teks
tidak banyak diceritakan dia melontarkan dialog. Pacar tokoh aku lebih banyak
dinarasikan oleh tokoh aku sendiri. Pacar tokoh aku mulai menunjukkan sikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49
yang janggal setelah ada pemuda kaya yang datang ke rumahnya. Perhatikanlah
beberapa kutipan berikut.
“Selain bekerja, aku juga beroleh kesempatan kuliah di sana,”
ungkapmu girang.
“Kau bisa menyusulku nanti. Aku akan terus berkabar kepadamu,”
Kalau untuk urusan sekolah, rasanya mustahil aku menahan
keberangkatanmu. Aku tahu betapa besarnya keinginanmu hendak
bersekolah tinggi, namun cita-cita itu kau pendam lantaran tak mungkin
membiayai kulaih dari hasil penjualan lemang-tapai, pekerjaan sehari-hari
emak-bapakmu.” (Muhammad 2014:160)
Kutipan di atas adalah percakapan terakhir yang terekam dalam teks.
Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara tokoh aku dan pacarnya. Secara tiba-
tiba pacar tokoh aku pergi ke Jakarta dan menikah dengan anak lelaki yang kaya
tersebut. Pacar tokoh aku dinarasikan oleh tokoh aku sendiri, seperti pada kutipan
berikut.
“Karena sibuk mengurus ayah, aku tidak terlalu memikirkan
kendurimu yang tentu semarak dan bergelimang kemewahan, Siapa yang
tidak kecewa pada kekasih yang tiada angin tiada hujan, lalu membelot
begitu saja? Tapi, seberapalah tenagaku untuk menghambatmu. Maka, saat
mendorong kursi roda ayah untuk pertama kali, dari kejauhan aku
mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepadamu, selamat
berbahagia.” (Muhammad 2014:163)
Sudah kulupakan sekutu lemang-tapai masa lalu itu, dan
memercayai bahwa mencintaimu adalah kerelaan menerima rasa sakit
akibat pengkhianatanmu. Tapi, aku kembali tersentak di suatu hari, pada
kepulanganmu untuk syukuran akikah putri bungsumu. Seseorang datang
menghantar undangan dengan secarik kertas dalam lipatan. “Datanglah.
Akan kusuguhkan lamang-tapai kegemaranmu...” (Muhammad 2014:165)
Kutipan pertama di atas menjelaskan bagaimana pacar dari tokoh aku yang
tiba-tiba menikah dengan laki-laki kaya tersebut. Dia mengkhianati cinta tokoh
aku begitu saja. Sementara itu, tokoh aku harus mengurusi ayahnya yang sakit.
Tokoh aku semakin jauh dari harapan meninggalkan desa dan merantau ke luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50
kota. Dari kutipan ini pembaca mulai mengidentifikasi pacar tokoh aku sebagai
tokoh yang jahat, pengkhianat, dan tidak setia pada tokoh aku.
Kutipan dua merupakan akhir dari teks ini juga. Pacar tokoh aku tiba-tiba
mengirim secarik kertas yang bertuliskan seperti dalam kutipan. Hal ini tentu
membuat tokoh aku yang telah lama melupakan mantan pacarnya itu menjadi
mengingat kembali semua peristiwa tentangnya. Dalam cerita ini pacar tokoh aku
menjadi kubu kedua, tempat pembaca tidak meletakkan simpatinya.
Jadi, hierarki metafisik dalam teks ini ada dua. Kubu pertama adalah
Tokoh aku yang menjadi pusat teks, tempat simpati pembaca diletakkan,
Sedangkan, kubu kedua adalah pacar tokoh aku yang mengkhianati cinta tokoh
aku. Hierarki metafisik ini akan dijelaskan dengan membongkar oposisi biner
yang terdapat di dalamnya.
2.4.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable
Setelah dapat memetakan hierarki metafisik seperti dilakukan pada
tahapan berikutnya, langkah selanjutnya adalah menemukan oposisi binernya.
Dalam penjelasan sebelumnya, kubu pertama yakni tokoh aku berada di puncak
hierarki karena mendapatkan simpati dari pembaca. Sedangkan, kubu pacar aku
berada di bawahnya karena tidak mendapatkan simpati dari pembaca. Untuk dapat
melihat bagaimana teks membangun maknanya, perhatikanlah tabel di bawah ini!
Tabel 3
Oposisi Biner Cerpen “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan”
Pahit Manis
Keabadian Kesementaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51
Kampung Kota
Kesungguhan Goyah
Sulit Mudah
Sendiri Ramai
Sendiri Pasangan
Sederhana Kaya
Melajang Menikah
Tapai Lemang
Dalam tabel di atas, terdapat sembilan kata-kata yang merupakan oposisi
biner yang terdapat dalam teks cerpen tersebut. Semua kata pada bagian kiri
merupakan kata-kata yang digunakan untuk membangun makna tokoh aku yang
menderita. Sedangkan, kata-kata di bagian kanan merupakan kata-kata yang
digunakan untuk membangun makna tokoh pacar. Kata-kata tersebut saling
dihadapkan seakan-akan satu kata lebih baik dari kata yang lain. Oposisi biner
membantu kita mengidentifikasi makna yang coba dibangun di dalam teks. Dalam
cerpen ini jelas tergambar bahwa simpati pembaca digiring ke arah tokoh aku
dengan membuat tokoh pacar sebagai tokoh yang penggambarannya tidak baik,
dan tidak sesuai norma.
Sementara itu, di dalam cerita ini tidak ditemukan unsur yang tidak dapat
dipetakan keberpihakannya. Unsur undecidable bisa saja tidak ditemukan di
dalam sebuah teks. Unsur ini memang berpotensi membuat cerita semakin goyah
kebermaknaannya. Namun, jika tidak ada tidak akan mengurangi potensi teks
untuk dapat di dekonstruksi. Unsur undecidable tidak muncul karena semua unsur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52
kata, atau hal yang digunakan untuk membentuk makna dan menarik simpati
pembaca ke arah tokoh aku sudah jelas. Dengan kata lain, unsur yang dibangun
adalah hitam-putih, tetapi tidak meninggalkan warna abu-abu, tempat unsur
undecidable berada.
2.4.4 Ideologi Teks
Setelah proses identifikasi hierarki metafisik dan membedah hierarki
metafisiknya, langkah selanjutnya adalah menarik ideologi teks. Ideologi teks
didapatkan dengan melihat momen puncak cerita yang digabungkan dengan
bagian hierarki metafisik yang menyertainya. Momen puncak dalam cerpen ini
adalah ketika tokoh aku ditingal menikah oleh pacarnya. Hal itu dapat dilihat dari
kutipan di bawah ini.
“Kurang tiga bulan sejak kepergianmu, emak bapak dan beberapa
orang perwakilan keluargamu bertolak ke Jakarta. Tak ranggung-
tanggung, orang kaya muda yang mempekerjakanmu sebagai kasir
restoran itu menyewakan satu bus bagi perjalanan mereka. Sekadar
melepas rindu pada anak gadisnya? Tapi kenapa keberangkatan itu tampak
begitu ramai? Pasti ada sesuatu yang hendak mereka gelar di sana.
Dugaanku tak melesat, ternyata mereka akan menghadiri kenduri
pernikahanmu dengan induk semang itu. Segalah persiapan telah beres
diurus keluarga calon suamimu, perhelatan besar selekasnya
dilangsungkan. Sama sekali tak berkabar kau padaku. Sama sekali tak kau
layangkan alasan menyingkirkanmu. Kau anggap aku debu yang dalam
sekali embus bakal terbang bersama angin masa lalu.” (Muhammad
2014:162)
Kutipan di atas merupakan satu paragraf utuh dalam cerita tersebut.
Sebagai sebuah klimaks, letaknya terlalu awal dipaparkan dalam teks. Penuturan
cerita menggunakan sudut pandang orang pertama membuat kita lampau lena
pada anggapan-anggapan, dan pretensi yang diciptakan tokoh aku. Namun, justru
hal ini yang membuat ideologi teks semakin muncul dan gamblang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53
Dalam satu paragraf di atas mengandung alur, informasi, dan cara pandang
tokoh aku pada pacarnya. Paragraf tersebut mampu menarik pembaca ke dalam
rasa benci semu. Rasa benci yang tidak menyisakan klasrifikasi dari pacar tokoh
aku yang memang tidak ada sampai akhir cerita. Hal ini yang akan digabungkan
dengan hierarki metafisik untuk menemukan idelogi cerita.
Ideologi dari cerita ini adalah kekecewaan tokoh aku pada pacarnya yang
kawin dengan pria lain. Ideologi ini juga merupakan poros dari cerita ini. Poros
ini yang nantinya akan dipertanyakan kebenarannya pada pembahasan
selanjutnya.
2.5 Rangkuman
Dalam bab II telah dilakukan pengkajian struktural konvensional pada tiga
cerpen yakni “Klub Solidaritas Suami Hilang”, “Piutang-Piutang Menjelang
Ajal”, dan “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan”. Hasil kajian tersebut meliputi
pemaparan alur, hierarki metafisik, oposisi biner, dan ideologi teks itu sendiri.
Kajian ini memiliki posisi penting dalam keseluruhan penelitian ini karena
merupakan bahan untuk masuk ke dalam proses decentering dan disseminasi
dalam bab selanjutnya.
Dalam cerpen KSSH, hierarki metafisik terbangun atas dua kubu yakni
tokoh „kau‟ yang berada dalam puncak hierarki dan di dalam kubu lain terdapat
anggota klub lainnya. Ideologi teks dalam cerpen ini adalah kesedihan tokoh „kau‟
karena harus kehilangan suaminya dan harus menerima kenyataan bahwa teman-
temannya selama ini menipu dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54
Dalam PPMA, hierarki metafisik dipuncaki oleh tokoh Chaerul belum
membayar utang dan dibawahnya terdapat Om Sur sebagai orang yang sakit
stroke. Sedangkan, ideologi teks ini adalah ketakutan Chaerul yang belum
membayar utang pada Om Sur yang dermawan dan baik hati.
Dalam cerpen terakhir, LRDPS tercatat puncak hierarki metafisik diduduki
oleh tokoh aku dan dibawahnya terdapat tokoh pacar aku yang menjadi pihak
tersalahkan atas segala yang menimpa tokoh aku. Ideologi dari teks ini adalah
kekecewaan tokoh aku pada pacarnya yang kawin dengan pria lain.
Pada Bab II, poros cerita yang berupa ideologi teks akan coba diubah.
Cara merubahnya adalah dengan menghancurkan hierarki metafisik yang telah
dibangun di bagian pertama penelitian ini. Setelah poros cerita berubah, maka
pemaknaan baru dapat dilakukan. Hal ini dinamakan decentering dan disseminasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55
BAB III
DECENTERING DAN DISSEMINASI
DALAM CERPEN PILIHAN KOMPAS 2013
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG
3.1 Pengantar
Dalam bab ini akan dilakukan tahap kedua dalam proses dekonstruksi.
Setelah pada Bab II ditemukan hierarki metafisik dan ideologi teks, pada bab ini
poros teks akan diubah. Ideologi teks akan memihak pada tokoh yang tidak
mendapatkan simpati pembaca. Seperti yang dijelaskan pada Bab I, dalam tahapan
ini, simpati pembaca dinetralkan, ideologi akan digeser ke arah tokoh yang
terpinggirkan. Proses pemaknaan ini yang dinamakan decentering.
Sementara itu, disseminasi adalah penyebaran makna baru yang ada di
dalam teks. Proses ini akan menunda pemaknaan sebelumnya dan memiliki hasil
berupa makna. Dengan demikian, teks akan memiliki makna baru. Disseminasi ini
yang akan meruntuhkan logosentrisme yang coba dibangun oleh teks.
Bab ini juga akan membahas jejak yang dilupakan di dalam teks. Dalam
kerangka teori Derrida, hal ini disebut aproria. Jejak ini dapat berupa simbolisasi
yang terpinggirkan atau hal-hal lain yang dalam hierarki metafisik mengalami
represi dan ditinggalkan tanpa makna. Jejak-jejak ini yang semakin membuktikan
bahwa teks goyah dan tidak stabil. Sekaligus, membuat teks lebih kaya akan
makna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56
3.2 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Klub Solidaritas Suami
Hilang” Karya Intan Paramaditha
Proses decentering akan melewati dua proses penting. Proses pertama
adalah pencarian ideologi yang baru. Sedangkan, proses kedua adalah mencari
makna-makna baru yang tersebar di dalam teks. Berikut adalah penjelasan dari
dua proses tersebut.
3.2.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru
Setelah mendapatkan ideologi teks dan mampu mengidentifikasi hierarki
metafisik yang ada di dalam teks, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
decentering. Decentering diawali dengan membongkar hierarki metafisik yang
terdapat dalam Bab II. Berikut ini adalah ilustrasi pembalikan hierarki metafisik
yang terjadi.
Gambar 1.
Puncak hierarki metafisik pada awalnya ditempati oleh tokoh „kau‟ yang
kehilangan suaminya. Sedangkan, anggota klub lain dapat dikatakan sebagai
pemuncak hierarki metafisik yang sekunder. Di bawahnya, terdapat pihak luar
yang tidak mendapatkan simpati pambaca. Hal-hal tersebut merupakan polisi,
„Kau‟
Anggota
KSSH
Pihak di luar KSSH
„Kau‟
Anggota
KSSH
Pihak di luar KSSH
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57
negara, suami-suami, dan hal lain yang tidak termasuk dalam klub. Dalam proses
decentering kedua hal tersebut dibalik. Dalam pembahasan ini, hal-hal di luar
klub merupakan poros teks yang akan dibahas. Hal-hal mengenai KSSH akan
dibahas sebagai hal yang sekunder. Hal ini nantinya akan memunculkan
pemaknaan baru terhadap teks.
Dalam Bab II ditemukan bahwa ideologi cerpen KSSH adalah kesedihan
tokoh „kau‟ karena harus kehilangan suaminya dan harus menerima kenyataan
bahwa teman-temannya selama ini menipu dirinya. Ideologi tersebut didapatkan
karena poros teks berpusat pada tokoh „kau‟. Dalam Bab II ideologi teks ini tidak
berlaku lagi. Rumusan ideologi teks pada Bab II gugur karena beberapa kutipan
berikut.
“Seorang polisi perempuan mencatat perihal kehilangan suamimu.
Alisnya berkerut saat kau sebutkan beberapa ciri (62 tahun, kulit putih,
gemuk, menderita asma). Matanya memindai halaman depan paspormu,
seperti berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa usiamu belum genap
30, dan sesekali dia mencuri pandang ke arah syalmu yang cantik.
Selayaknya pelayan masyarakat yang terpuji, ia menyelesaikan laporannya
dan berkata hangat, “Kami akan berusaha sebaik mungkin.”” (Paramaditha
2014:68)
“Di toilet kau berpapasan dengan perempuan lain. Rambutnya
kelabu, berpotongan bob. Usianya mungkin sekitar delapan puluh. Ia
tersenyum ramah, lalu menegurmu dalam bahasa yang sedikit kaku, “Dari
Indonesia, ya?
Setelah meninggalkan Malang di tahun 60-an, ia tak pernah pulang
lagi. Bertahun-tahun dia tinggal di Den Haag sebelum pindah ke
California.
Dengan jujur kau mengaku baru saja membuat laporan kehilangan
suami. Di New York, kau dan suamimu merencanakan bulan madu. Kau
terbang lebih dulu ke Los Angeles karena ia harus menghadiri konferensi
di Eropa, tetapi setelah lewat tiga hari ia belum menyusulmu. Seluruh alat
komunikasinya tak berfungsi. Ibu itu mengangguk, tampak bersiaga
ketimbang bersimpati. Ia merogoh tas tangannya dan menyodorkan
selembar kartu nama. Sementara ia mencuci tangan, kau mengamati nama
aneh yang tertera di sana.
“Dulu saya aktif di perkumpulan. Siapa tahu berguna buat Anda.
Bilang saja dengar dari saya, Yunita,”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58
“Bu Yunita datang kemari... juga karena kehilangan suami?”
“Oh, bukan! Saya kehilangan dompet,” ia menutup keran air.
”Sudah empat puluh tahun lebih suami saya mati,” (Paramaditha 2014:60)
Dua kutipan di atas adalah dua kutipan yang tidak berporos pada tokoh
„kau‟. Pada kutipan pertama diceritakan bagaimana ketika pertama kali tokoh
„kau‟ lapor ke polisi mengenai suaminya yang hilang. Proses awal ini yang
membuat tokoh „kau‟ bertemu denga Yunita, seorang yang memberinya kabar
tentang KSSH. Kutipan pertama tersebut membuat tokoh „kau‟ lepas dari dunia
sosialnya sebelumnya. Sebelumnya dia berada dalam dunia sosial sebagai seorang
istri dari suaminya. Mereka adalah keluarga kecil. Peristiwa melapor ke polisi
merupakan titik tolak ketika dia terhapuskan dari dunia sosial sebelumnya,
menjadi seorang istri tanpa suami.
Tokoh „kau‟ sekarang memiliki posisi sebagai seorang istri tanpa suami.
Dia membutuhkan reposisi di dalam dunia sosial. Kutipan kedua merupakan
kesempatannya untuk mendapatkan dunia sosialnya yang baru, yakni dunia sosial
bersama istri-istri yang suaminya hilang juga. Maka dari itu, tawaran dari Ibu
Yunita disambut baik. Hal tersebut tidak lain supaya tokoh „kau‟ dapat
mengaktualisasikan dirinya.
Oleh karena itu, ideologi teks yang baru adalah ketakutan tokoh „aku‟
yang tidak dapat menjadi bagian dari kelompok masyarakat tertentu. Dalam teori
kebutuhan Abraham Maslow, kebutuhan puncak dari seorang manusia adalah
akutualitas diri. Dalam kasus ini, keinginan tokoh „kau‟ untuk masuk ke dalam
KSSH adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Rasa takut bukanlah
takut tidak dapat menemukan suaminya, tetapi takut tidak dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59
mengaktualisasikan dirinya. Tokoh „kau‟ ingin mempertunjukkan posisi dirinya di
dalam kehidupan sosial.
3.2.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru
Ideologi teks yang baru juga sekaligus menghancurkan hierarki metafisik
yang terdapat dalam teks. Membalik poros cerita merupakan usaha menetralkan
hierarki metafisik yang sudah terbangun. Decentering pada teks cerpen Klub
Solidaritas Suami Hilang menghasilkan beberapa pemaknaan baru seperti di
bawah ini.
3.2.2.1 Klub Solidaritas Suami Hilang Melakukan Glorifikasi Kesedihan
Melalui pembacaan dekonstruksi, KSSH merupakan sebuah kelompok
yang melakukan glorifikasi kehilangan. Mereka mengagungkan kesedihan sebagai
hal sakral, tetapi tidak acuh pada sebab asal kesedihan tersebut. Kehilangan suami
tak menjadi esensi. Hal tersebut hanya menjadi sarana perkumpulan ini untuk
melakukan glorifikasi kesedihan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan
berikut.
“Di Klub Solidaritas Suami Hilang kita mengingat yang tak hadir lewat
cerita berulang. Kita bisa berangkat dari titik mana pun baik secara linear –
dari awal pertemuan sampai hilangnya suami – maupun dengan alur
mundur. Sebagian memilih teknik in medias res.” (Paramaditha, 2014:71)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan anggota
klub hanyalah berbagi cerita. Soal apa yang akan dilakukan dengan cerita-cerita
itu tidak pernah ditindaklanjuti. Kutipan tersebut menegaskan bahwa yang
dilakukan KSSH tak lebih hanyalah bertukar cerita, mengisi ulang kesedihan di
dalam diri masing-masing untuk menjalani kehidupan menjadi orang tersedih di
dunia. Mereka menjadikan kesedihan sebagai „bahan bakar‟ untuk klub tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60
Mengupayakan penemuan suami tidak menjadi kegiatan pokok mereka.
Mereka melihat kehilangan suami sebagai sesuatu hal yang memang
menyedihkan, tetapi harus di terima. Perhatikan kutipan berikut ini.
“Klub Solodaritas Suami Hilang tak menemukan yang hilang,
tetapi menghidupi kehilangan.” (Paramaditha 2014:69)
Kutipan di atas menjelaskan secara jelas bahwa klub ini tidak bertujuan
untuk menemukan suami yang hilang. Mereka memang berkumpul untuk saling
menguatkan, tetapi bukan untuk menemukan. Klub memang berbagi informasi
mengenai sumber-sumber informasi yang memungkinkan anggota menemukan
suaminya. Namun, tujuan utama mereka bukanlah menemukan suami masing-
masing anggota. Tidak ada usaha yang nyata dan signifikan untuk mencari suami.
Perhatikan kutipan berikut.
“Dona Manuela selalu siap membagi kontaknya – polisi, detektif
swasta, jaringan aktivis- serta membahas kiat-kiat berhadapan dengan
aparat negara. Jangan sampai kita jadi korban dua kali, begitu prinsipnya.
Ia aktif di beberapa kelompok yang menuntut keadilan untuk korban
Perang Kotor di Argentina. Mertuanya adalah anggota Asosiasi Ibu Plaza
de Mayo.” (Paramaditha, 2014:70)
Kutipan di atas memang menggambarkan Dona Manuela yang berusaha
mencari jalan terang untuk anggota klub. Meskipun demikian di KSSH, tidak ada
tujuan spesifik perkumpulan kecuali berkumpul secara berkala. KSSH tidak
memiliki visi dan misi yang mengarahkan anggota pada proses pencarian
suaminya yang nyata. Glorifikasi kesedihan yang dilakukan oleh KSSH juga
semakin nampak pada beberapa kutipan ini.
“Para peserta memilih diam. Entah bagaimana kau tahu inilah yang selalu
terjadi. Sebagian cerita selalu menikam, tak pernah tumpul meski diulang-
ulang” (Paramaditha, 2014:72)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61
Kutipan di atas adalah perasaan tokoh „kau‟ yang mulai membaca pola di
dalam KSSH. Pada setiap pertemuan, mereka selalu melakukan hal yang sama,
bercerita. Cerita yang hanya membangun kesedihan di antara mereka. Kegiatan
KSSH hanya menjadi rutinitas yang lama kelamaan kehilangan maknanya. Dona
Manuela sebagai ketua klub juga membuat simbol atas kesedihan. Digambarkan
dia sering mengelap bingkai foto. Bingkai foto merupakan simbol dari kenangan
yang membeku dalam selembar kertas. Foto bukan lagi sekadar penyimpan
gambar akan suatu hal. Foto juga membekukan perasaan yang digambarkan di
dalamnya. Seseorang dapat menjadi sedih atau menjadi senang karena melihat
foto. Membersihkan foto berarti memberi arti bahwa foto merupakan hal yang
penting, maka perlu dibersihkan. Foto menjadi monumen kesedihan bagi Dona
Manuela. Hal tersebut terbukti dalam dua kutipan berikut ini.
“Dona Manuela, perempuan Argentina tinggi gempal berumur enam puluh
lima, adalah pendiri perkumpulan. Ia terus mendengarkan sambil
mengelap bingkai foto, kotak musik, atau koleksi miniatur rumahnya”
(Paramaditha 2014:68)
“Kau mulai paham bagaimana para anggota mengakrabi kehilangan.
Ingatan menjadi kuil yang mesti dilap hingga berkilat, seperti tiap sudut
bingkai foto yang dibersihkan Dona Manuela dengan saksama.”
(Paramaditha, 2014:72)
3.2.2.2 Anggota Klub Membedakan Diri dari Dunia Sosial (Eksklusifitas
Kelompok)
Kesamaan nasib yang mereka alami tak ubahnya sebuah ekslusifitas.
Mereka membedakan diri dari lingkungan luar. Anggota klub merupakan anggota
yang ekslusif. Secara tersirat memang tidak dijelaskan bagaimana seseorang dapat
masuk KSSH. Satu hal yang pasti adalah setiap orang tersebut harus kehilangan
suaminya. Klub ini sekilas menerima siapa saja, tetapi juga dalam artian lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62
membedakan diri dari lingkungan sekitarnya. Eksklusifitas ini yang membuat
mereka merasa lebih membutuhkan perhatian dari pihak-pihak di luar.
Salah satu contohnya adalah perilaku Soonyi yang gemar meludahi
fasilitas publik. Hal tersebut tergambar dari kutipan di bawah ini.
“Jantungnya lemah, ya. Tapi soal meludah, sudah lama dia berhenti,” kata
Dona Manuela. “Dulu dia kecanduan. Dia melakukannya di tempat-tempat yang
dijaga ketat, seperti kantor pemerinta dan perpustakaan kota.” (Paramaditha,
2014:73)
Kutipan di atas menjadi ekses dari proses pembedaan diri yang ada di
dalam klub. Soonyi merasa menjadi orang yang berbeda, dia kehilangan
suaminya, dia menderita sakit hati. Soonyi yang merasa menjadi orang menderita
ini kemudian merasa dia perlu melakukan sesuatu kepada negara yang
menyebabkan dirinya menderita. Dia melakukan perlawanan kecil versi dirinya
sendiri, yakni meludahi fasilitas publik. Meludah berarti simbol balas dendam
untuk menghina negara yang menyebabkan dia menderita.
Tokoh „kau‟ pada awal cerita mendapatkan perlakuan yang tidak begitu
menyenangkan dari polisi wanita di kantor polisi. Kemudian dia bertemu dengan
Ibu Yunita yang memberikan informasi mengenai KSSH. Hal tersebut terbukti
dari kutipan ini.
“Seorang polisi perempuan mencatat perihal kehilangan suamimu. Alisnya
berkerut saat kau sebutkan beberapa ciri (62 tahun, kulit putih, gemuk,
menderita asma). Matanya memindai halaman depan paspormu, seperti
berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa usiamu belum genap 30, dan
sesekali dia mencuri pandang ke arah syalmu yang cantik. Selayaknya
pelayan masyarakat yang terpuji, ia menyelesaikan laporannya dan berkata
hangat, “Kami akan berusaha sebaik mungkin.”” (Paramaditha 2014:68)
Kemudian, tokoh „kau‟ yang akhirnya datang ke kelompok itu karena
adanya usaha untuk mendapatkan perhatian yang lebih. Tokoh „kau‟ sebenarnya
membutuhkan pembedaan dari masyarakat lain, bahwa dia kehilangan suaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63
Proses membedakan diri dari masyarakat lain ini yang juga dilakukan oleh
anggota lain agar mereka mendapatkan lebih banyak perhatian. Mereka merasa
bahwa mereka pantas atas hak istimewa setelah apa yang mereka alami.
3.2.2.3 Klub Solidaritas Suami Hilang Merupakan Pelarian dari Sakit Hati
Kisah Rumah Tangga
Pada akhirnya kita tahu bahwa di akhir cerita, KSSH bukanlah sebuah
klub yang menaungi istri yang suaminya hilang. Memang beberapa anggota
seperti tokoh „kau‟ dan Dona Manuela benar-benar kehilangan suaminya. Namun
beberapa anggota ternyata „menghilangkan‟ suaminya lewat narasi-narasi yang
mereka ciptakan sendiri. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan ini.
“Hari itu Carmencita dan Andy bertengkar. “Suami Hilang” perlu definisi
ulang, kata Andy, sebab itu tak berlaku buat Carmencita. Ternyata
suaminya tidak hilang, tapi kabur.
Oh bangunlah, Carmencita. Kita semua tahu apa yang terjadi. Suamimu
masih di LA, tinggal bersama pacar barunya!.” (Paramaditha 2014:76)
Kutipan di atas menjadi awal mula pertengkaran yang terjadi di dalam
KSSH. Carmencita tidak kehilangan suaminya. Suaminya kabur bersama pacar
barunya. Lewat kejadian itu pula Soonyi kemudian mengakui bahwa dia juga
tidak kehilangan suaminya. Dia menghilangkan suaminya. Kutipan ini
menjelaskan kepergian suaminya.
“Tahun 1953 ayah bayi Soonyi kembali dari Korea dan menikahi
perempuan Amerika. Ketika Soonyi akhirnya menemukan suami itu, ia
telah ditinggal mati istrinya. Ia bersumpah tak tahu kalau punya anak di
Korea, lalu mengajak Soonyi menikah dan melupakan penderitaan mereka
yang sudah lewat.” (Paramaditha, 2014:76-77)
Kutipan itu menjelaskan kejadian ketika Soonyi akhirnya bertemu dengan
suaminya. Semua hal tersebut sebelum dia kemudian „menghilangkan‟ suaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64
Kutipan tersebut juga membuktikan bahwa sebenarnya Soonyi tidak kehilangn
suaminya. Soonyi dapat dikatakan sebagai korban dari pertengkaran rumah
tangga. Soonyi dan Carmencita tidak kehilangan suaminya. Kecurigaan yang
sama juga dapat dituduhkan kepada Andy. Greg, laki-laki yang dianggap suami
oleh Andy juga tidak terbukti hilang karena kejadian-kejadian politik atau sebab
lain, Greg meninggalkan Andy. Hal tersebut terbukti dari kutipan berikut ini.
“Ia ingin Greglah yang membuat keputusan medis terakhir
untuknya. Tapi sebelum euthanasia memisahkan keduanya, Greg
menghilang. Terakhir kali is menelepon Andy saat hendak menyeberangi
Selat Hekate yang rawan badai dan cuaca buruk.” (Paramaditha, 2014: 71)
Kutipan tersebut menegaskan bahwa suami Andy juga tak terbukti
dihilangkan. Dia menghilang, meninggalkan Andy tanpa ada sebab yang pasti.
Dia menghilang, tidak dihilangkan.
Sementara itu hanya tinggal tiga orang yang benar-benar kehilangan
suaminya karena pihak lain, karena dihilangkan. Ketiga orang tersebut adalah
Yunita, seorang ibu yang membawa tokoh „kau‟ ke dalam perkumpulan, „kau‟
sendiri yang kehilangan suaminya ketika akan ke New York, dan Dona Manuela
pendiri klub ini. Memang cerita kehilangan ketiganya tidak dijelaskan secara
rinci, tetapi kuat kemungkinan hanya mereka yang suaminya benar-benar
dihilangkan.
Klub Solidaritas Suami Hilang bukan perkumpulan yang menaungi istri
yang kehilangan suaminya karena sebab-sebab perang dan politik. KSSH memang
klub internasional yang menampung istri yang suaminya hilang. Namun,
kehilangan yang nyatanya dimaknai adalah kehilangan karena cerita-cerita sakit
hati dalam membangun rumah tangga. Jadi KSSH tidak membantu mencari suami
hilang, tetapi menampung istri-istri yang sedih dan sakit hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65
3.3 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Piutang-Piutang
Menjelang Ajal“ karya Jujur Prananto
Decentering dalam cerpen berikut ini juga melalui dua tahapan penting.
Ideologi yang telah di dapatkan dalam pembacaan tahap pertama akan dibalik
porosnya sehingga menghasilkan ideologi teks yang baru. Ideologi teks baru ini
yang nantinya akan menghasilkan makna baru melebihi yang dapat dilakukan teks
dalam pembacaan sebelumnya.
3.3.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru
Hierarki metafisik teks dalam proses pembacaan pertama berada pada
kubu Om Sur. Om Sur dilihat sebagai pihak yang disakiti, dirugikan, dan tidak
mendapat perhatian Chaerul. Dalam proses ini hierarki metafisik akan
dihancurkan, dan dibalik. Penempatan Om Sur sebagai pemuncak hierarki akan
dipertanyakan ulang. Sentimen pada tokoh Chaerul juga akan dihapuskan.
Perlakuan seperti yang dijelaskan akan menjernihkan pandangan pembaca
terhadapt teks, serta memperbesar kemungkinan makna-makna yang disingkirkan
teks akan muncul. Hal tersebut tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2.
Om Sur (dengan
perwakilan keluarga)
Chaerul
Chaerul
Om Sur (dengan
perwakilan keluarga)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66
Pada pembacaan pertama, diketahui bahwa simpati pembaca tertuju pada
Om Sur yang sedang sakit. Sedangkan Chaerul menjadi tokoh yang mendapatkan
sentimen dari pembaca karena kelakuannya yang dianggap kurang ajar karena
tidak kunjung membayar utang pada Om Sur. Dalam tahapan ini, dua hal di atas
dibalik. Chaerul sesungguhnya adalah pusat dari teks tersebut dan Om Sur tidak
seharusnya mendapatkan simpati dari pembaca.
Dalam Bab II dikatakan bahwa ideologi teks dari cerpen Piutang-Piutang
Menjelang Ajal karya Jujur Prananto adalah ideologi teks ini adalah ketakutan
Chaerul yang belum membayar utang pada Om Sur yang dermawan dan baik hati.
Ideologi ini muncul karena pusat teks berada pada sosok Om Sur. Dalam
pembahasan ini Om Sur bukan lagi sebagai pusat teks, pusat teks adalah Chaerul.
Lewat kutipan-kutipan ini dapat dibuktikan bahwa sebenarnya pusat teks
merupakan Chaerul.
“Chaerul pun menghadap Om Sur lagi.
Ia mengaku usahanya telah gagal, dan ingin membuka usaha baru
yang lebih menjanjikan, “...agar bisa segera mengembalikan pinjaman saya
yang terdahulu.” Waktu itu Om Sur spontan mengatakan, “Jangan pikirkan
dulu urusan pinjaman. Kamu fokus saja ke usaha kamu. Kalau sudah
running well, baru kamu pikirkan urusan utang-piutang di antara kita.”
Chaerul sangat bersyukur dan mengucap beribu terima kasih. (Prananto
2014: 82)
Kutipan di atas membuktikan bahwa Chaerul sedang dipermainkan oleh
Om Sur. Sistem utang piutang yang tidak jelas membuat kedua belah pihak
terlibat dalam kesepakatan tanpa bentuk. Hal ini juga yang membuat adanya
hierarki utang antara kedua belah pihak. Secara tidak tertulis dan tercatat, Om Sur
mendominasi Chaerul karena utang yang dia berikan. Sementara itu, Chaerul
mendapatkan ketenangan palsu. Chaerul sebenarnya ada di dalam cengkraman
Om Sur perihal utang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ideologi baru dari teks ini
adalah kejahatan Om Sur yang menjerat Chaerul dengan utang-utang tanpa
sistem. Ideologi ini ditarik berdasarkan pada tokoh Chaerul sebagai pusat teks.
Pusat teks yang telah berubah ini juga memengaruhi heirarki metafisik sampai ke
oposisi biner yang pernah terbentuk. Dari sebab itu, maka makna-makna yang
tadinya terpinggirkan akan muncul dalam pembahasan berikutnya.
3.3.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru
Pada tahap ini, ideologi teks yang telah diperbarui menjadi pusat dari
pemaknaan yang baru. Chaerul dalam proses decentering ini merupakan korban
dari jerat utang Om Sur. Oleh karena itu, makna-makna yang terbentuk di dalam
pembahasan sebelumnya akan gugur dan berganti dengan makna-makna yang
baru. Persebaran makna tersebut dapat dilihat dalam beberapa penjelasan di
bawah ini.
3.3.2.1 Ketidakterusterangan Menciptakan Ketakutan
Setelah poros cerita dibalik, ketakutan terjerat utang yang menjadi poros
dalam pemaknaan pertama menjadi tidak berlaku. Adanya ketidakterusterangan
dari pihak pemberi utang adalah penyebab ketakutan tersebut. Ketakutan ini yang
menjadi teror bagi penerima utang. Dalam hal ini Chaerul menjadi pihak penerima
utang dan Om Sur adalah pihak yang memberika utang. Hal tersebut terbukti dari
kutipan di bawah ini.
“Chaerul pun menghadap Om Sur lagi.
Ia mengaku usahanya telah gagal, dan ingin membuka usaha baru
yang lebih menjanjikan, “...agar bisa segera mengembalikan pinjaman
saya yang terdahulu.” Waktu itu Om Sur spontan mengatakan, “Jangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68
pikirkan dulu urusan pinjaman. Kamu fokus saja ke usaha kamu. Kalau
sudah running well, baru kamu pikirkan urusan utang-piutang di antara
kita.”
Chaerul sangat bersyukur dan mengucap beribu terima kasih.
(Prananto 2014: 82)
Kutipan di atas secara jelas menunjukkan dominasi Om Sur terhadap
tokoh Chaerul. Kutipan ini juga yang menjadi bukti ketidakterusterangan yang
merugikan satu pihak. Mungkin dalam beberapa kebiasaan orang, masalah utang
adalah masalah yang sedikit tabu dibicarakan, tetapi nyatanya hal yang tidak
pernah dibicarakan ini justru yang berpotensi menjadi pengikat tanpa syarat bagi
salah satu pihak. Kutipan di atas juga membuktikan bahwa pinjaman tidak selalu
berniat baik.
Dalam kesempatan lain, Om Sur lewat anaknya Arifin menunjukkan
dominasinya atas Chaerul dengan melakukan ketidakterusterangan lainnya. Arifin
menceritakan bahwa usaha ayahnya mulai bangkrut. Secara semantis, pernyataan
itu mengandung unsur pemberitaan, tetapi secara pragmatis ungkapan itu dapat
diartikan sebagai usaha mengokohkan dominasi bahwa utang yang menjerat
Chaerul harus segera dilunasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Tak banyak yang tahu kalau Papa sebetulnya sudah tidak punya
apa-apa. Usaha batu baranya miss-management, sudah beralih kepemilikan
ke orang lain. Pabrik metanolnya sudah hampir enam bulan berhenti
beroperasi karena bahan bakunya habis. Sahamnya di garmen juga bisa
dibilang sudah enggak ada nilainya, karena pabriknya collapse setelah
hampir setahun vakum gara-gara demo buruh yang enggak habis-habis.”
(Prananto 2014:81)
Seperti dijelaskan di atas, kutipan ini adalah cara pihak Om Sur yang
diwakili oleh Arifin anaknya untuk mengingatkan dominasinya atas Chaerul.
Chaerul tidak perlu penjelasan yang bermacam-macam untuk tahu arah dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69
pembicaraan tersebut. Chaerul mampu menangkap pembicaraan tersebut secara
pragmatik.
Seharusnya dengan adanya sistem dalam pemberian utang akan
menurunkan kemungkinan penerima utang terbelenggu ketakutan. Peniadaan
sistem pengembalian utang menyebabkan penerima utang terikat oleh sesuatu
yang tidak pasti. Di sisi lain, karena merasa tidak diikat kewajiban
mengembalikan utang, penerima merasa bebas. Namun, sejatinya kebebasan ini
hanyalah hal yang semu. Hal tersebut dibicarakan oleh istri Chaerul dalam kutipan
berikut ini.
“Tapi sampai kapan pun utang tetap utang,” kata istrinya.
“Tapi kamu sendiri tahu sampai kapan pun aku atau kita tak akan pernah
mampu membayarnya!”” (Prananto 2014:84)
Dalam kutipan di atas, kebebasan dalam membayar utang justru dipandang
sebagai ikatan yang menjerat sewaktu-waktu. Tenggat pembayaran utang Chaerul
bisa berarti lama atau sebentar saja. Sekali lagi, itu semua disebabkan oleh
ketidakterusterangan Om Sur. Dalam hal ini, ketidakterusterangan Om Sur tidak
dapat dikatakan sebagai produk budaya yang meringankan penerima utam karena
justru menimbulkan katakutan. Rasa ketakutan tidak bisa mengembalikan utang
adalah kekuatan (bentuk dominasi) dari pemberi utang terhadap penerima utang.
Ikatan utang menjadi bentuk dominasi yang dapat digunakan sewaktu-waktu.
Termasuk mengikat rasa ketakutan itu sendiri.
3.3.2.2 Ketakutan Terbesar Dikendalikan oleh Orang Lain
Rasa takut yang dirasakan Chaerul merupakan ketakutan yang dibangun
oleh orang lain. Ketakutan tersebut tidak muncul dari dalam dirinya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70
Masalahnya dengan Om Sur seketika manjadi rahasia umum ketika Om Sur sakit-
sakitan. Dominasi yang awalnya hanya berada pada Om Sur menjadi urusan
banyak orang. Semua orang jadi latah dominasi dan ikut menghakimi Chaerul
yang dianggap mangkir bayar utang. Semua orang disekitar Om Sur menjadi
merasa punya kuasa sebesar kuasa Om Sur.
Chaerul merasa takut ketika semua orang masuk ke ranah-ranah
pribadinya, yakni utang. Chaerul tidak takut pada Om Sur karena tidak membayar
utang. Dia takut persona yang dia bangun jatuh di muka umum karena masalah
utang yang sudah terlanjut diketahui banyak orang.
Ketakutan Chaerul muncul pertama-tama dari anak Om Sur, yakni Arifin.
Arifin yang mengetahui bahwa Chaerul memiliki utang langsung merasa memiliki
andil untuk ikut menangihnya. Hal tersebut terbukti dalam kutipan berikut ini.
“Seperti pernah aku bilang, mejelang terkena stroke Papa sering bilang
masalah piutang, dan ternyata setelah tiga bulan tak sadar pun. Papa
siuman lagi untuk mengatakan hal yang sama. Jelas ini suatu pertanda,
bahwa Papa hanya akan merasa tenang hanya setelah semua urusan
piutang bisa diselesaikan.” (Prananto 2014:85)
Kutipan di atas adalah bukti bahwa Arifin sebagai anak pertama Om Sur
merasa memiliki hak untuk menagih utang orang-orang pada ayahnya. Hal ini
menjadi bukti bahwa Chaerul ditekan berbagai belah pihak. Kehadiran Arifin
yang berusaha menjadi Om Sur membuat Chaerul ketakutan dan mengingat lagi
dominasi Om Sur atas utang-utang yang dia pinjam. Dalam hal ini Arifin adalah
pihak yang turut andil dalam ketakutan Chaerul.
Dalam kutipan selanjutnya, diceritakan bahwa ketakutan yang berasal dari
orang lain ternyata berhasil membuat orang lain yang memiliki utang pada Om
Sur juga akhirnya membayar utang-utangnya. Keadaan ini semakin membuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71
Chaerul bimbang. Setelah Arifin berhasil menciptakan teror untuk Chaerul,
sekarang orang-orang yang berhutang lain juga menciptakan teror untuk Chaerul.
Saudara lain yang juga meminjam uang pada Om Sur mengembalikan semua
pinjamannya. Dari sebab itu, Chaerul juga merasa harus mengembalikan utang-
utangnnya. Padahal, dia sebenarnya tidak harus mengembalikannya karena tidak
adanya kesepakatan yang jelas. Berikut ini adalah kutipan yang menceritakan hal
tersebut.
“Bang Amri kemarin mengembalikan tiga lukisan Papa yang
selama ini dipajang di rumahnya. Mbak Rosa mengembalikan dua almari
antik kesayangan Papa. Vian transfer dua puluh juta buat membayar
utangnya waktu dia perlu membiayai operasi usus buntu anaknya. Tinggal
Bang Chaerul yang belum. Pembayaran utang Abang benar-benar
ditunggu karena kami mulai kekurangan dana untuk menutup biaya
rumah-sakit.” (Prananto 2014:85)
Seperti diceritakan dalam kutipan di atas, ketika semua keluarga yang
merasa memiliki utang pada Om Sur mengembalikan utangnya satu persatu, ada
rasa keterasingan. Chaerul merasa ditekan oleh orang-orang disekitarnya.
Ketakutan menjadi berbeda ini yang menjadikan ketakutan paling besar bagi
Chaerul.
Istri Chaerul juga merupakan pihak luar yang membentuk ketakutan
Chaerul. Chaerul yang tadinya percaya bahwa Om Sur memang ikhlas dalam
membantunya menjadi goyah juga karena istrinya. Sitrinya selalu mengingatkan
Chaerul bahwa utang akan tetap menjadi utang sampai kapanpun. Hal tersebut
digambarkan dalam kutipan berikut ini.
“Tapi sampai kapan pun utang tetap utang,” kata istrinya.
“Tapi kamu sendiri tahu sampai kapan pun aku atau kita tak akan pernah
mampu membayarnya!”” (Prananto 2014:84)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72
Kutipan tersebut semakin menegaskan bahwa ketakutan Chaerul di dalam
teks ini merupakan ketakutan yang disebabkan oleh pihak luar. Pihak di luar diri
Chaerul menciptakan teror yang kemudian diinternalisasi oleh Chaerul menjadi
ketakutannya. Ketakutan orang di sekitar Chaerul diserap dan dijadikan
ketakutannya pula. Hal ini yang menyebabkan Chaerul tidak mampu menguasai
dirinya sendiri. Ekses dari kejadian ini adalah Chaerul memuat keputusan bukan
karena dia menginginkannya, tetapi karena orang lain yang mengingikannya.
3.3.2.3 Kematian Tidak Meniadakan Utang
Dalam upacara-upacara kematian, pembicaraan mengenai utang biasanya
menjadi hal yang tabu, tetapi harus dibicarakan meskipun sifatnya eufemis saja.
Utang menjadi semacam tinggalan dari orang yang meninggal kepada keluarga
yang ditinggalkan. Pembicaraan tentang utang nyaris tidak pernah luput dalam
setiap upacara pemberangkatan jenazah sebelum diberangkatkan ke pemakaman.
Dalam ungkapan tersebut ada pengharapan bahwa utang untuk orang yang
meninggal baiknya dilupakan saja, atau jika ada silakan menghubungi keluarga.
Dalam teks cerpen juga ditemukan adanya pengharapan bahwa utang dapat
dihapuskan dengan kematian. Chaerul berharap bahwa dengan kematian Om Sur,
belenggu dominasi utang yang dibangun Om Sur dapat putus. Hal tersebut
disampaikan Chaerul kepada istrinya dalam kutipan berikut ini.
“Dengan suara berbisik, seperti takut ada orang lain yang
mendengar –padahal di ruangan ini tidak ada siapa-siapa kecuali mereka
berdua- Chaerul menjawab, “Cepat atau lambat Om Sur akan meninggal
dunia. Begitu meninggal dunia urusan utang-piutang dengan beliau aku
yakin akan sirna dengan sendirinya....”” (Prananto 2014:84)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73
Pengharapan Chaerul dalam kutipan di atas merupakan eskapisme dari
ketakutan yang selama ini tertumpuk di dalam dirinya. Harapan ini menjadi
pertahanan diri terakhirnya terhadap belenggu teror yang diciptakan Om Sur
selama ini. Utang yang nyaris tidak mungkin dibayar hanya dapat lunas dengan
kematian pemberi utang. Seharusnya hal tersebut yang terjadi andaikata orang-
orang disekitar Om Sur tidak ikut menagih utang-utang tersebut. Dengan adanya
pihak luar, pengharapan Chaerul menjadi hal yang sia-sia. Nyatanya, dia tetap
membayar utangnya dengan menjual apa yang dimilikinya.
Sebaliknya, jika penerima utang yang meninggal, utang akan beralih
kepada orang-orang terdekatnya. Seorang yang berhutang tidak pernah lega
sampai utang-utangnya benar-benar lunas. Begitu pula yang terjadi pada tokoh
Chaerul.
Kematian Om Sur adalah jalan melepaskan diri dari ketakutan akan utang
tersebut. Belenggu yang diciptakan Om Sur dalam bentuk ketakutan karena
berutang bisa lepas hanya dengan kematian. Namun, sebenarnya kematian ini
tidak meniadakan utang yang pernah terjadi. Pepatah lama sering mengatakan
bahwa „utang tetap adalah utang‟. Pun hal tersebut yang terjadi pada Chaerul.
Dalam cerita ini Chaerul akhirnya membayar utang-utangnya. Hal tersebut
terbukti dalam kutipan berikut.
“Chaerul pulang ke Lampung dalam kondisi lemah-lunglai. Setelah
lebih dari empat jam berdiskusi dengan istrinya dalam suasana yang sangat
panas dan keras akhirnya mereka sepakat menjual rumah mereka yang
besar dan berlantai dua berikut tanah seluas dua ribu meter untuk membeli
rumah yang jauh lebih kecil. Begitu selesai menerima pembayaran Chaerul
langsung mentransfernya ke rumah sakit untuk menutup semua tagihan.
Semua pihak merasa lega, dan berharap Om Sur menjadi lebih tenang di
masa akhir hayatnya.” (Prananto 2014: 85-86)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74
Dari kutipan di atas, Chaerul dengan rela akhirnya membayar utang yang
tak pernah jelas tenggatnya itu. Padahal di akhir teks, Om Sur tenyata merelakan
semua uang yang dipinjam Chaerul. Hal ini sekaligus sebuah pengukuhan bahwa
memang kematian tidak bisa meniadakan utang, tetapi pemberi utanglah yang
dapat memberikan pembebesan, bukan orang lain di luar pemberi utang. Hal
tersebut digambarkan dalam kutipan berikut ini.
“Om Sur membuka matanya. Senyum tipis membayang di wajahnya.
“Chae... rul...”
“Ya, Om.”
“Om... tak akan... tenang... kalau... belum... bicara sama... kamu...”
“Ada apa Om?”
“Om ingin... menganggap lunas semua utangmu... Dengan nama
Allah. Om bersumpah... tak ada lagi... utang-piutang... di antara kita...
Lailaha.. ilalaah...” (Prananto 2014,:87)
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembebasan utang dan
penagihan utang harus melibatkan pemberi utang. Hal tersebut penting karena
pemberi utang mampu memberikan pembebasan. Namun dalam hal ini, Om Sur
adalah pihak yang terus melakukan teror kepada Chaerul. Lewat pembebasan ini
teror itu sekaligus dihapuskan. Teks ini ingin mengatakan bahwa kematian
memang tidak meniadakan utang, tetapi pemberi utanglah yang dapat memberikan
pembebasan.
3.4 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Lelaki Ragi dan
Perempuan Santan” karya Damhuri Muhammad
Dalam cerpen LRDPS terdapat hierarki metafisik dan oposisi biner yang
sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dalam penjelasan selanjutnya akan
dipaparkan proses kedua dalam tahapan double reading cara Derrida. Teks akan
mengalami decentering dan disseminasi. Ideologi baru akan diciptakan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75
makna-makna yang dalam penjelasan sebelumnya diasingkan akan diangkat
menjadi makna yang baru.
3.4.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru
Dalam Bab II telah diidentifikasi hierarki metafisik dan oposisi biner yang
terbentuk darinya. Hierarki metafisik adalah unsur yang membentuk ideologi teks.
Keberpihakan teks yang ditunjukkan oleh hierarki metafisik memengaruhi
ideologi teks tersebut. Tahapan ini adalah proses kedua dari metode double
reading. Dalam tahapan ini, poros teks dalam pembahasan pertama akan diubah
sehingga dapat menghasilkan ideologi teks yang baru. Berikut ini adalah gambar
yang mampu mengilustrasikan pembalikan hierarki metafisik yang dilakukan
dalam pembahasan ini.
Gambar 3.
Hasil dari pembacaan tahap pertama memusatkan teks pada tokoh „aku‟. Hal
tersebut dijelaskan melalui simpati pembaca yang ditanggal dalam momen
dominan yang terdapat dalam teks. Sementara itu, tokoh pacar dinilai sebagai
wanita yang tidak setia karena dengan begitu mudahnya berpaling ke lelaki lain
Tokoh „aku‟
Tokoh „aku‟ Pacar Tokoh
Pacar Tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76
yang menjanjikannya pekerjaan dan pendidikan. Tokoh pacar tidak mendapat
simpati dan malah mendapat sentimen dari pembaca.
Namun demikian, dalam proses decentering pemaknaan tersebut perlu
melalui fase penundaan. Makna teks perlu dipertanyakan ulang. Dalam
pembacaan pertama dikatakan bahwa ideologi teks ini adalah kekecewaan tokoh
aku pada pacarnya yang kawin dengan pria lain. Ideologi tersebut didapatkan
karena pusat dari teks sebelumnya adalah tokoh „aku‟. Setelah pusat teks bergeser
ke tokoh pacar, ideologi teks tersebut tidak berlaku lagi. Kutipan-kutipan di
bawah ini menunjukkan bahwa sebenarnya pusat dari teks ini adalah pacar tokoh
„aku‟ tersebut.
Kalau untuk urusan sekolah, rasanya mustahil aku menahan
keberangkatanmu. Aku tahu betapa besarnya keinginanmu hendak
bersekolah tinggi, namun cita-cita itu kau pendam lantaran tak mungkin
membiayai kuliah dari hasil penjualan lemang-tapai, pekerjaan sehari-hari
emak-bapakmu.” (Muhammad 2014:160)
Kutipan di atas menceritakan keinginan kuat sang pacar untuk pergi ke
Jakarta bukanlah karena laki-laki lain, tetapi karena ingin melanjutkan sekolah.
Tokoh pacar di sini memiliki pandangan yang luas serta mengetahui pentingnya
pendidikan sebagai bekal kehidupan nanti. Kesadarannya mengatakan bahwa ini
mungkin hanya satu-satunya kesempatan untuk dapat melanjutkan pendidikannya.
Kutipan tersebut sekaligus menegaskan bahwa tokoh pacar lebih cocok menjadi
pusat dari teks ini.
Sementara kutipan di bawah ini akan menjelaskan bagaimana tokoh „aku‟
justru lemah dan keberadaannya tidak stabil sebagai pusat teks. Dalam kutipan
berikut akan dijelaskan sikap tokoh aku yang menyerah sebagai pihak yang kalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77
Tokoh aku tidak melakukan usaha apa pun ketika dirinya sedang dalam kesulitan.
Dia mencerminkan sosok kalah tanpa usaha.
“Keadaan ayahku begitu-begitu saja. Tidak membaik meski tidak
pula memburuk. Saban pagi kumandikan, kusuapi makannya, dan
kudorong kursi rodanya untuk menghirup udara pagi. Sementara ibuku
semakin tua dan kerap mengeluh. Bukan mengeluh karena lelah menunggu
kesembuhan ayah, tetapi karena aku belum juga terpanggil untuk menikah.
“Kau masih menunggu anak si tukang lemang itu? Sudah tiga
anaknya,” kata ibu suatu petang.
“Banyak gadis muda di sini. Tak satu pun yang kau suka?
“Atau hendak melajang sampai tua?” (Muhammad 2014: 164)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa setelah putus cinta dengan pacarnya
terdahulu, tokoh aku tidak berbuat apa-apa. Dia hanya meratapi nasib dan pula
tidak berusaha memperbaiki nasibnya sebagai orang yang kalah. Hal ini yang
membuat posisinya sebagai pusat teks menjadi goyah dan tidak stabil.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ideologi teks yang baru adalah
kegagalan tokoh „aku‟ dalam persaingan memperebutkan pacarnya sendiri. Dalam
pembahasan dan pemaknaan selanjutnya, pusat teks adalah tokoh pacar. Segala
macam pemaknaan akan berporos pada tokoh pacar.
3.4.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru
Ideologi teks yang baru sudah didapatkan. Proses selanjutnya akan
menggunakan ideologi baru tersebut sebagai cara pandang baru. Proses selanjunya
adalah menetralkan oposisi biner dan memberi pemaknaan baru. Proses menyebar
makna baru ini disebut disseminasi. Dari proses tersebut didapatkan tiga
pendangan baru terhadap teks LRDPS ini. Berikut ini adalah beberapa makna
yang muncul ketika disseminasi selesai dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78
3.4.2.1 Merantau Dianggap Cara Satu-satunya untuk Mendapat Hidup
Layak
Kebanyakan masalah pemuda yang hidup di kota kecil (second city)
adalah tentang cara mencapai kesuksesan. Mereka selalu menganggap bahwa desa
tak lagi cukup menghidupi. Merantau masih dianggap cara manjur untuk
menjawab kegelisahan tersebut. Teks ini diduga berlatar kehidupan masyarakat
Minangkabau. Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat yang dikenal
gemar merantau. Pada awalnya merantau hanya sebatas pada pengertian membuka
ladang baru yang sedikit jauh dari desa tempat tinggal. Seorang laki-laki akan
pergi dari kampung dan melakukan hal tersebut. Baru kemudian ada berbagai
alasan rantau. Jenis rantau yang terkenal adalah rantau kota. Rantau kota mulai
populer setelah perang Paderi. Setelah seluruh Sumatera dikuasai oleh Belanda,
kecuali Aceh, maka banyak kota berkembang dan banyak orang berbondong ke
kota (Naim, 84: 72-76). Dengan demikian, merantau talah menjadi kebiasaan bagi
seseorang di Minangkabau. Dalam teks ini, tokoh aku mencoba merontokkan
pandangan itu, tetapi justru dia yang digerus keadaan. Berikut ini adalah kutipan
yang membuktikannya.
“Sebenarnya aku bisa langsung berangkat ke Pekanbaru atau
bahkan ke Jakarta. Sambil menunggu panggilan kerja, aku tak akan
menganggur di sana. Penghidupan sanak-saudara ibu-ayahku di perantauan
cukup mapan. Mereka tak akan keberatan memodaliku membuka usaha.
Tapi, aku memilih bertahan di kampung karena tak ingin jauh darimu.
Selain itu, aku satu-satunya anak ibu yang masih tersisa di kampung.
Sebelum pergi, aku ingin merawat orangtua dan menjaga mereka. Pilihan
ganjilku itu rupanya telah menaikkan pasaranku di mata para penghantar
gulai kentang.” (Muhammad 2014: 159)
Dalam kutipan di atas, terlihat tokoh aku yang memiliki kemantapan hati
untuk tetap di kampung. Dia memiliki beberapa alasan untuk tetap di kampung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79
Di kampung, dia berprofesi sebagai seorang guru untuk anak-anak yang ingin
belajar membaca Alquran. Gajinya sebagai guru mengaji tentu tak dapat
diandalkan. Dengan rasa bangga dia menjalankan pekerjaan yang sudah ditinggal
peminatnya tersebut.
Kebanggaan tokoh aku ditambah dengan banyaknya kiriman gulai kentang
yang datang ke rumahnnya. Gulai kentang merupakan ungkapan halus untuk
meminang seseorang di sana. Banyaknya gulai kentang yang datang membuat dia
sedikit sombong dan merasa gagah sebagai pemuda yang menetap di desa.
Kebanggaan tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut ini.
“Maka jatuhlah pilihanku untuk menggantikan guru-guru mengaji
yang sebagian besar telah berkeputusan menjadi buruh penakik getah atau
kuli kasar proyek pengaspalan jalan, dicatat sebagai keberanian yang layak
disanjung.” (Muhammad 2014: 159)
“Mereka tak peduli hubungan kita, apalagi pada persekutuan
lemang-tapai yang kau ikrarkan. Sebelum kau dan aku syah terikat oleh
akad-nikah, bagi mereka belum terkunci peluang untuk menenteng rantang
gulai kentang, lalu menyampaikan pinangan pada ibu-ayahku. Namun, aku
tak goyah. Aku selalu punya modus penolakan yang tak menyinggung
perasaan mereka. Meski yang satu bisa maklum, bulan depan datang lagi
rantang gulai kentang yang baru, begitu seterusnya.” (Muhammad 2014:
159-160)
Kutipan pertama di atas menunjukkan rasa bangga tokoh aku atas pilihan
hidupnya. Pilihan yang justru membuat dia terperangkap di kampung. Pilihan
yang tokoh aku sendiri belum yakin benar mampu menghadapinya. Tokoh aku
berusaha berguna bagi orang lain, tetapi gagal membantu dirinya sendiri.
Sementara itu, kutipan kedua menjelaskan bagaimana dia menjadi orang
terpandang karena mendapat gulai kentang dari tetangga-tetangganya. Dalam hal
ini gulai kentang adalah simbolisasi kerinduan warga kampung akan adanya anak
muda di kampung. Satu kampung yang tidak memiliki anak muda tentu akan
tampak suram, kurang bergairah, dan kehabisan energi. Jadi sesungguhnya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80
hal ini keinginan sebenarnya adalah bukan untuk meminang tokoh aku, tetapi ada
maksud tersembunyi. Maksud tersebut adalah mempertahankan anak muda
berpendidikan di kampung. Jika tidak ada anak muda, maka tidak akan ada yang
mengemban tugas sosial sebagai anak muda.
Tokoh aku tidak benar-benar ingin tinggal di kampung untuk mengabdi.
Dia sesungguhnya hanya ingin tetap dekat dengan pacarnya. Hal itu dibuktikan
oleh perkataannya yang tiba-tiba ingin pergi merantau lagi setelah pacarnya kawin
dengan laki-laki lain. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut ini.
“Sejak kelumpuhan ayah, aku makin jauh dari mimpi-mimpi ingin
pergi jauh. Akulah pengganti ayah di rumah ini. Berdosa aku jika
meninggalkan ibu sendirian. Dua saudaraku sudah lama meninggalkan
kampung rasanya tak mungkin merawat ayah. Mereka punya keluarga dan
kesibukan pekerjaan masing-masing.” (Muhammad 2014:163)
Tokoh aku nyatanya tidak mampu memutus rantai anggapan bahwa
urbanisasi atau merantau ke kota bukan satu-satunya jalan untuk memeroleh hidup
yang mapan. Di kampung dia hanya terjebak utopia untuk tetap dekat dengan
pacarnya, tetapi tidak mempersiapkan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi.
Tokoh aku tidak benar-benar ingin hidup di kampung, dia hanya ingin dekat
dengan pacarnya.
3.4.2.2 Tokoh Pacar adalah Pengejawantahan Gugurnya Sistem Matrilineal
Berbeda dengan kisah-kisah cinta remaja zaman sekarang, teks ini
menunjukkan sosok perempuan yang kuat dan memiliki pilihan. Di dalam cerita-
cerita pop modern, tokoh pria utama selalu digambarkan sebagai sosok laki-laki
yang tampang, kaya, dan mapan secara sosial. Sosok pria semacam ini akan
menjadi pusat perhatian dan diperebutkan oleh banyak wanita. Biasanya, sosok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81
seperti ini juga akan menjadi playboy dan dengan udah berganti-ganti pacar.
Penggambaran tokoh seperti itu kental dengan pandangan maskulinitas. Dalam
cerita ini latar tempat cerita yang matrilineal dengan sendirinya menggugurkan
sistem maskulinitas tersebut.
Dalam teks LRDPS ini, tokoh-tokoh di dalamnya menjadi antitesis atas
anggapan-anggapan tersebut. Dalam cerita ini memang digambarkan tokoh aku
yang layak juga disebut idaman bagi para perempuan di kampung, tetapi pada
akhirnya dia kalah juga. Penggambaran tokoh aku yang tidak ingin merantau
sesungguhnya telah melemahkan sistem matrilineal dalam cerita ini. Matrilineal
selama bertahun-tahun telah menjadi alasan sosial penyebab banyaknya orang
yang merantau. Sistem matrilineal membuat para pria tidak memiliki banyak
kesempatan dan kekuasaan di kampung. Banyak pria yang merasa tertekan jika
terus berada di kampung (Naim 1984: 249-250). Dalam cerita ini keinginan tokoh
aku untuk terus berada di kampung patut dipertanyakan.
Tokoh pacar memang digambarkan sebagai wanita yang manis sebagai
pacar. Sebagai wanita menjadi janggal jika seorang yang beradat Minangkabau
merantau ke kota. Wanita dalam sistem matrilineal mendapatkan banyak hak
istimewa. Karena mereka yang „pegang harta‟ keluarga. Sebaliknya laki-laki
dalam adat sangat sulit posisi dan perannya. Dia hanya dianggap sebagai tamu.
Maka keputusan tokoh pacar merantau hanya dapat dibanarkan untuk urusan
sekolah, selain urusan tersebut sangat janggal melihat seorang wanita Minang
merantau ke kota. Namun, pada akhirnya tokoh pacara memiliki kehendak bebas
dan tidak diceritakan seorang pun menghalangi apa yang dia kehendaki. Hal
tersebut tergambar dalam kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82
“Kalau untuk urusan sekolah, rasanya mustahil aku menahan
keberangkatanmu. Aku tahu betapa besarnya keinginanmu hendak
bersekolah tinggi, namun cita-cita itu kau pendam lantaran tak mungkin
membiayai kulaih dari hasil penjualan lemang-tapai, pekerjaan sehari-hari
emak-bapakmu.” (Muhammad 2014:160)
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana tokoh itu memiliki pendirian
yang kuat dan tidak bergantung pada siapa pun apalagi pacarnya. Sebagai seorang
wanita dia adalah gambaran sosok yang menentang sistem matrilineal,
meninggalkan kemapanan di kampung dan mengejar cita-cita ke kota. Tokoh
pacar adalah tokoh revolusioner dalam sejarah adat Minangkabau yang
matrilineal.
Tokoh pacar merupakan sosok yang revolusioner juga di gambarkan
dengan keadaan lain. Saat laki-laki di kampungnya masih bekerja sebagai buruh
kasar, dia ingin kuliah untuk dapat bekerja yang lebih baik dari sekadar berjualan
jajanan pasar. Dua tokoh dalam cerita ini saling bertukar peran sosial dan adat.
Tokoh aku sebagai laki-laki justru memiliki kebanggan ketika tetap tinggal di
kampung. Sedangkan tokoh perempuan justru ingin pergi merantau untuk
pendidikan dan hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, cerita ini merupakan cerita
yang menggambarkan runtuhnya sistem matrilineal di Minangkabau, melalui
tokoh pacar sebagai agennya
.
3.4.2.3 Tokoh „aku‟ Merasa Dirinya Adalah Manusia yang Paling Menderita
(play victim)
Belakangan ini sering terdengar istilah play victim digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Ungkapan ini dapat diartikan sebagai usaha untuk mencari
simpati dengan memosisikan diri sebagai korban dalam berbagai konteks tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83
Hal ini justru membuat kesan orang tersebut menjadi licik dan justru tidak
mendatangkan simpati dari siapa pun.
Hal tersebut yang dilakukan tokoh aku dalam teks cerita ini. Posisi tokoh
aku yang ditinggal pacarnya kawin dengan orang lain membuatnya begitu sedih.
Kesedihan tentu wajar terjadi. Hal yang berlebihan adalah ketika tokoh merasa
bahwa kehidupannya adalah yang paling menderita. Hal tersebut dibuktikan
dalam kutipan berikut ini.
“Sejak kelumpuhan ayah, aku makin jauh dari mimpi-mimpi ingin
pergi jauh. Akulah pengganti ayah di rumah ini. Berdosa aku jika
meninggalkan ibu sendirian. Dua saudaraku sudah lama meninggalkan
kampung rasanya tak mungkin merawat ayah. Mereka punya keluarga dan
kesibukan pekerjaan masing-masing.” (Muhammad 2014:163)
“Karena sibuk mengurus ayah, aku tidak terlalu memikirkan
kendurimu yang tentu semarak dan bergelimang kemewahan, Siapa yang
tidak kecewa pada kekasih yang tiada angin tiada hujan, lalu membelot
begitu saja? Tapi, seberapalah tenagaku untuk menghambatmu. Maka, saat
mendorong kursi roda ayah untuk pertama kali, dari kejauhan aku
mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepadamu, selamat
berbahagia.” (Muhammad 2014:163)
Kutipan pertama di atas menunjukkan kesedihan yang berlebihan. Tokoh
aku terus mencari-cari alasan atas kesialan hidup yang diterimanya saat ini. Dia
tidak berusaha mencari jalan keluar dan malah terjerumus dalam kesedihannya
tersebut. Kutipan dunia juga bernilai senada, kesedihannya dilimpahkan kepada
orang lain. Seakan-akan seluruh kesedihan itu disebabkan oleh orang lain dan
bukan dirinya sendiri. Dia menyalahkan pacarnya yang malah membelot pada
orang lain. Sampai akhirnya dalam kutipan selanjutnya dia tidak lantas kawin
karena selalu merasa sebagai orang yang sedih, memohon perhatian dan simpati
dari orang lain. Berikut ini adalah kutiapan yang menunjukkan bagaimana dia
berlarut-larut sedih dan lupa untuk membangun hidupnya kembali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84
“Keadaan ayahku begitu-begitu saja. Tidak membaik meski tidak
pula memburuk. Saban pagi kumandikan, kusuapi makannya, dan
kudorong kursi rodanya untuk menghirup udara pagi. Sementara ibuku
semakin tua dan kerap mengeluh. Bukan mengeluh karena lelah menunggu
kesembuhan ayah, tetapi karena aku belum juga terpanggil untuk menikah.
“Kau masih menunggu anak si tukang lemang itu? Sudah tiga
anaknya,” kata ibu suatu petang.
“Banyak gadis muda di sini. Tak satu pun yang kau suka?
“Atau hendak melajang sampai tua?” (Muhammad 2014: 164)
Oleh karena itu, dalam cerita ini tokoh aku disebut sebagai orang yang
merasa dirinya paling menderita atau play victim. Hal tersebut dilakukan untuk
mendapatkan simpati banyak orang. Nyatanya, hal ini justru membuat orang lain
menjadi tidak menghargai tokoh aku karena dia tidak lantas mentas dari
kesedihannya.
3.5 Rangkuman
Dalam Bab III telah dilakukan proses decentering dan disseminasi pada
tiga cerpen yakni “Klub Solidaritas Suami Hilang”, “Piutang-Piutang Menjelang
Ajal”, dan “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan”. Hasil kajian tersebut meliputi
pembalikkan hierarki metafisik dan penggeseran poros cerita yang kemudian
menghasilkan ideologi cerita yang baru. Ideologi baru ini kemudian menetralkan
oposisi biner yang lama dan menghasilkan makna-makna yang baru untuk disebar
dan membangun struktur makna dalam teks (disseminasi)
Dalam cerpen KSSH ideologi baru yang muncul adalah ketakutan tokoh
„aku‟ yang tidak dapat menjadi bagian dari kelompok masyarakat tertentu. Dari
ideologi tersebut muncul tiga makna baru dalam teks yakni 1.) Klub Solidaritas
Suami Hilang melakukan glorifikasi kesedihan, 2.) Anggota klub membedakan
diri dari lingkungan sosial (ekslusifitas kelompok), dan 3.) Klub Solidaritas Suami
Hilang merupakan pelarian dari sakit hati kisah rumah tangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85
Dalam cerpen PPMA ideologi baru yang muncul adalah kejahatan Om Sur
yang menjerat Chaerul dengan utang-utang tanpa sistem. Dari ideologi baru
tersebut muncul tiga makna baru dalam teks yakni 1.) ketidakterusterangan
menciptakan ketakutan, 2.) ketakutan terbesar dikendalikan orang lain, dan 3.)
kematian tidak meniadakan utang.
Dalam cerpen LSDPR ideologi teks yang muncul adalah kegagalan tokoh
„aku‟ dalam persaingan memperebutkan pacarnya sendiri. Dari ideologi yang baru
tersebut muncul tiga makna baru yang tadinya dipinggirkan, yakni 1.) Merantau
dianggap cara satu-satunya untuk mendapat hidup layak, 2.) Tokoh Pacar adalah
pengejawantahan gugurnya sistem matrilineal, dan 3.) Tokoh „aku‟ merasa dirinya
adalah manusia yang paling menderita (play victim)
Makna-makna baru yang muncul dapat dikatakan sebagai hasil dari
dekonstruksi teks. Dekonstruksi tidak pernah selesai. Dekonstruksi membuka
peluang untuk hasil dekonstruksi didekonstruksi kembali. Dengan kata lain
dekonstruksi tidak pernah selesai. Prinsip ini yang membuat dekonstruksi tidak
akan pernah mencapai makna yang tunggal. Seperti dikatakan dalan Bab I,
dekonstruksi menghindari logosentrisme.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan metode double reading untuk menerjemahkan
teori dekonstruksi. Metode double reading dapat dikatakan juga sebagai membaca
cermat. Metode ini berhasil karena mampu menghasilkan keluaran sesuai dengan
kebutuhan untuk melakukan dekonstruksi teks. Tahap pertama mampu
mengidentifikasi hierarki metafisik dan oposisi biner yang kemudian menjadi
ideologi teks atau suasana dominan dalam teks. Tahap kedua dalam pembacaan
ini mampu mengidentifiasi ideologi baru lewat pergeseran poros teks. Hal tersebut
juga mampu membawa makna baru yang tadinya disingkirkan dalam pembacaan
sebelumnya.
Pembacaan pertama menghasilkan hierarki metafisik, oposisi biner, dan
ideologi teks. Dalam penelitian ini, hasil dari pembacaan tahap pertama dapat
dilihat di dalam tabel berikut.
Tabel 4
Hierarki Metafisik dan Ideologi Teks
No Judul Teks Hierarki Metafisik Ideologi Teks
1. Klub Solidaritas
Suami Hilang
1. Tokoh „kau‟
2. Pihak lain di luar
klub
kesedihan tokoh „kau‟ karena
harus kehilangan suaminya
dan harus menerima
kenyataan bahwa teman-
temannya selama ini menipu
dirinya
2. Piutang-Piutang
Menjelang Ajal
1. Om Sur (lewat
orang-orang terdekat)
2. Chaerul
ketakutan Chaerul yang
belum membayar utang pada
Om Sur yang dermawan dan
baik hati.
3. Lelaki Ragi dan 1. Tokoh „aku‟ kekecewaan tokoh aku pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87
Perempuan
Santan
2. Pacar Tokoh „aku‟ pacarnya yang kawin dengan
pria lain
Sementara itu, pada tahap kedua proses dekonstruksi didapatkan ideologi
teks yang baru dan makna-makna baru yang dalam pembahasan sebelumnya
disingkirkan dan tidak disorot. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 5
Proses Decentering dan Diseminasi
No. Judul Teks Ideologi lama Ideologi baru Makna-Makna
Baru
1. Klub
Solidaritas
Suami Hilang
kesedihan tokoh
„kau‟ karena
harus
kehilangan
suaminya dan
harus menerima
kenyataan
bahwa teman-
temannya
selama ini
menipu dirinya
ketakutan tokoh
„aku‟ yang tidak
dapat menjadi
bagian dari
kelompok
masyarakat
tertentu
1.) Klub Solidaritas
Suami Hilang
melakukan
glorifikasi
kesedihan
2.) Anggota klub
membedakan diri
dari lingkungan
sosial (ekslusifitas
kelompok)
3.) Klub Solidaritas
Suami Hilang
merupakan pelarian
dari sakit hati kisah
rumah tangga.
2. Piutang-
Piutang
Menjelang
Ajal
ketakutan
Chaerul yang
belum
membayar utang
pada Om Sur
yang dermawan
dan baik hati.
kejahatan Om
Sur yang
menjerat
Chaerul dengan
utang-utang
tanpa sistem
1.)
ketidakterusterangan
menciptakan
ketakutan
2.) ketakutan
terbesar
dikendalikan orang
lain,
3.) kematian tidak
meniadakan utang.
3. Lelaki Ragi
dan
Perempuan
Santan
kekecewaan
tokoh aku pada
pacarnya yang
kawin dengan
pria lain
kegagalan tokoh
„aku‟ dalam
persaingan
memperebutkan
pacarnya sendiri
1.) Merantau
dianggap cara satu-
satunya untuk
mendapat hidup
layak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88
2.) Tokoh pacar
adalah
pengejawantahan
gugurnya sistem
matrilineal
3.) Tokoh „aku‟
merasa dirinya
adalah manusia
yang paling
menderita (play
victim)
4.2 Saran
Setelah semua permasalahan dijawab, ada beberapa saran yang dapat
diajukan untuk penelitian sejenis. Penelitian ini menggunakan metode double
reading untuk menerjemahkan teori Jacques Derrida. Derrida sendiri tidak pernah
menuliskan metode macam apa yang harus digunakan untuk mengikuti kerangka
berpikirnya. Hal ini memungkinkan penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi
metode-metode lain untuk membuat penelitian ini lebih sangkil dan mangkus.
Hal lain lagi yang dapat dilakukan pada penelitian berikutnya adalah
pemilihan objek material penelitian. Tujuan dari teori Derrida adalah
menghancurkan logosentrisme, maka objek material yang cocok untuk teori ini
adalah sastra kanon. Sastra kanon lebih cocok karena telah melewati resepsi
pembaca lebih lama dan berkemungkinan sudah mencapai kemapanan makna.
Oleh karena itu, penggunaan sastra kanon dapat menghasilkan kesegaran makna
dalam dunia kesusastraan. Hasil penelitian memungkinkan terciptanya makna-
makan baru yang segar untuk sastra kanon itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fayyadl, Muhammad. 2011. Derrida. Yogyakarta : LkiS
Chaffin, Deborah. 2004. “Hegel, Derrida,and The Sign” dalam Continental
Philosophy II: Derrida and Deconstruction. New York and London:
Roudlegde
Culler, Jonathan. 1987. On Deconstruction: Theory and Criticism after
Structuralism. London: Routledge & Kegan Paul
Dahana, Radhar Panca. 2004. Salam dari Derrida, Jacques. Artikel pada majalah
Tempo edisi 24 Oktober 2004
Derrida, Jacques. 1992. Acts of Literature. New York & London: Routledge
Esten, Mursal. 1988. Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang
Relevan. Bandung : Angkasa
Hanuraga, Adhyatmaka. 2011. A Study of Deridas Deconstruction in The
Charachter of Musashi in Musashi in Eiji Yoshikawa. Skripsi Program
Studi Sastra Inggris, Universitas Sanata Dharma.
Hartoko, Dick & B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:
Kanisius
Haryatmoko. 2005. Kutukan Logika Ekonomi: Tak Mungkin Memberi Tanpa
Mengharap Kembali pada majalah BASIS edisi November-Desember
2005
-----------------. 2016. Membongkar Rezim Kepastian : Pemikiran Kritis Post-
Strukturalis. Yogyakarta : Kanisius
McKenna, Kristine. Tiga Usia Derrida. http://kunci.or.id/articles/tiga-usia-
derrida/ Diakses pada tanggal 19 Oktober jam 13.30 WIB
Mohamad, Gunawan. 2004. Sayu. Catatan Pinggir pada Tempo edisi 24 Oktober
2004
Muttaqin, A, dkk . 2014. Cerpen Pilihan Kompas 2013 : Klub Solidaritas Suami
Hilang. Jakarta : Kompas
Naim, Dr. Mochtar. 1984. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Norris, Christopher. 2006. Membongkar Teori Dekonstruksi : Jacques Derrida.
Yogyakarta : Ar-Ruzz
Noho, Nasabuddin. 2017. Pembacaan Dekonstruktif Terhadap Memoar Filep
Karma Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90
Tanah Papua. Tesis Program Studi Kajian Budaya dan Media, Universitas
Gadjah Mada.
Santi, Maria Ety Kurnia. 1997. Mentalitas Manusia Indonesia Menghadapi
Modernisasi dalam Sepuluh Cerpen Kompas pada Tahun 1995 : Suatu
Pendekatan Sosiologis. Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma
Spivak, Gayatri Chakravorty. 1990. The Post-Colonial Critic : Interviews,
Strategies, Dialogues. Routledge. New York & London
Stocker, Barry. 2006. Derrida: On Decontruction. Routledge. New York &
London
Sudiarja, A. 2005. Jacques Derrida : Setahun Sesudah Kematiannya pada majalah
BASIS edisi November-Desember 2005
Sumarwan, A. 2005. Membongkar yang Lama Menenun yang Baru pada majalah
BASIS edisi November-Desember 2005
Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Ende: Penerbit Nusa Indah.
--------------------------. 2017. Kritik Sastra Diskursif: Sebuah Reposisi. Makalah
Seminar Nasional Kritik Sastra “Kritik Sastra yang Memotivasi dan
Menginspirasi” yang diselenggarakan Badan Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Jakarta, 15-16 Agustus 2017
Wellek, Rene & Austin Warren. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Wiyadi, Samuel Rachmat. 2005. Pengampunan Tanpa Syarat Sebagai Syarat
Rekonsiliasi: Analisa Kritis terhadap Dekonstruksi Derrida atas Teks
Pengampunan. Tesis Program Studi Ilmu Religi Budaya, Universitas
Sanata Dharma.
Yusra, Abrar (dkk). 1992. Cerpen Pilihan Kompas 1992: Kado Istimewa. Jakarta:
Kompas.
Zaidan, Abdul Rozak, dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Balai
Pustaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91
BIOGRAFI PENULIS
Agustinus Rangga Respati. Penulis lahir tanggal 7
Agustus 1996 di Purworejo. Penulis merupakan anak
keempat dari pasangan Paulus Harry Priyosusanto (alm)
dan Ignatia Agnes Maria Dajati. Menempuh pendidikan
Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di Sekolah Pius Bakti Utama, Kutoarjo. Penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMA Kolese De Britto, Yogyakarta sebelum
pada tahun 2014 tercatat sebagai mahasiswa Sastra
Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Pada tahun 2015, mengikuti program Youth Camp yang diinisiasi oleh
KPK x Ketjilbergerak selama sepuluh hari. Pada tahun 2016, menerbitkan buku
puisi bersama 22 teman di Bengkel Sastra berjudul Tukang Pos. Pada tahun 2017,
penulis menjabat sebagai editor dalam majalah Karsa! selama satu tahun. Pada
tahun yang sama, skripsi ini dipresentasikan sebagai makalah dalam Seminar
Nasional HISKI bertajuk “Membongkar Sastra, Menggugat Rezim Kepastian”.
Beberapa hasil tulisan lainnya dapat dilihat di berbagai media cetak dan online
seperti Bernas.id, Viva.com, Lokomoteks.com, Floressastra.com, Serunai.co,
Majalah Beringinrimbun, dan Majalah Utusan. Penulis berjejaring lewat akun
Twitter @agrangga dan surel [email protected].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI