artikel konstruktivistik

15
1 TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN VOKASIONAL Heri Subowo 1 Abstrak: Ada sedemikian banyak teori belajar yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran konstruktivistik dapat menjadi salah satu pilihan yang cukup tepat untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran guru SMK khususnya untuk pembelajaran vokasional. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran konstruktivime harus dikemas dalam proses ”konstruksi” bukan ”menerima” pengetahuan. Kata Kunci: teori belajar, konstekstual, konstruktivistik, vokasional A. PENDAHULUAN Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka , dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dan secara makro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi dikelas- kelas kita. Pendekatan konstekstual (contekstual learning and teaching) adalah suatu pendekatan pengajaran yang karaktersitiknya memenuhi harapan itu. Pembelajaran konstekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dam mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam 1 Heri Subowo adalah guru SMKN 3 Boyolangu Tulungagung, yang telah menyelesaikan tugas belajarnya pada Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Kejuruan Universitas Negeri Malang. Artikel ini dipublikasikan melalui website www.smkn3boy.sch.id

Upload: accul-jespol

Post on 29-Jun-2015

343 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

1

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

DALAM PEMBELAJARAN VOKASIONAL

Heri Subowo 1

Abstrak: Ada sedemikian banyak teori belajar yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran konstruktivistik dapat menjadi salah satu pilihan yang cukup tepat untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran guru SMKkhususnya untuk pembelajaran vokasional. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran konstruktivime harus dikemas dalam proses ”konstruksi” bukan ”menerima” pengetahuan.

Kata Kunci: teori belajar, konstekstual, konstruktivistik, vokasional

A. PENDAHULUAN

Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran

pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka ,

dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk

meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti,

yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode

pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap

dinamika sosial, relevan tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keberagaman

keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk

meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dan secara makro, harus ditemukan strategi atau

pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa.

Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada

pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan

mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti

berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak

memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi dikelas-

kelas kita. Pendekatan konstekstual (contekstual learning and teaching) adalah suatu

pendekatan pengajaran yang karaktersitiknya memenuhi harapan itu.

Pembelajaran konstekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru

menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dam mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sebagai anggota dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran

diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam

1 Heri Subowo adalah guru SMKN 3 Boyolangu Tulungagung, yang telah menyelesaikan tugas belajarnya pada Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Kejuruan Universitas Negeri Malang. Artikel ini dipublikasikan melalui website www.smkn3boy.sch.id

Page 2: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

2

bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa.

Ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan dalam pembelajaran

kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme,

(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar

(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian

sebenarnya (auntentic assesment). Akan tetapi dalam pembahasan makalah ini lebih

difokuskan pada komponen konstruktivisme.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual,

yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit-demi sedikit yang hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep

atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan

itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran

konstruktivime harus dikemas dalam proses ”konstruksi” bukan ”menerima”

pengetahuan.

Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum

obyektivis dalam hal tujuan pembelajaran. Kaum obyektivis lebih menekankan pada hasil

pembelajaran yang berupa pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivis, ”strategi

memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memproleh dan

mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru memfasilitasi proses tersebut dengan cara

(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan

siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar

menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Menurut Jean Piaget, ada empat konsep belajar konstruktivisme yang dapat

diaplikasikan dalam pendidikan yaitu (1) skemata, (2) asimilasi, (3) akomodasi, (4)

keseimbangan (equilibrium). Secara sederhana skemata dapat dipandang sebagai

kumpulan konsep atau kategori yang di gunakan individu ketika ia berinteraksi dengan

lingkungan, sehingga skemata merupakan struktur kognitif yang selalu berkembang dan

berubah. Sedangkan asimilasi pada dasarnya tidak merubah skemata, tetapi

mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata. Dengan demikian, asimilasi

adalah proses kognitif individu dalam usahanya untuk mengadaptasikan diri dengan

lingkungannya.

Dalam pandangan Jean Piaget akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif

yang berlangsung sesuai pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan

terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama. Dengan perkataan lain,

asimilasi bersama-sama akomodasi secara terkoordinasi dan terintegrasi menjadi

penyebab terjadinya adaptasi intelektual. Sedangkan keseimbangan (ekuilibrium)

merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang selalu stabil, dalam artian terjadi

keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi dengan adanya

Page 3: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

3

keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembangan

dengan lingkungannya dapat tercapai dan dapat terjamin.

Adapun penerapan filosofi konstruktivisme dalam pembelajaran, menurut Jean

Piaget ada lima langkah: 1) pengaktifan pengatahuan yang sudah ada (akfating

knowledge), 2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), 3) pemahaman

pengetahuan (understanding knowledge), 4) penerapkan pengetahuan dan pengalaman

yang diperoleh (applying knowledge), 5) melakukan refleksi (reflecting on knowledge)

Sedangkan menurut Yager (1991) prosedur pembelajaran konstruktivistik ada

empat langkah: 1) bagaimana memulai pelajaran, 2) bagaimana melanjutkan pelajaran, 3)

bagaimana menjelaskan penjelasan dan solusi, 4) bagaimana kegiatan selanjutnya.

Dari berbagai pendapat yang melandasi pembelajaran konstruktivistik, rumusan

masalah yang akan dibahas adalah 1) Bagaimanakah prinsip implikasi konstruktivistik

pada pembelajaran? 2) Bagaimanakah peranan siswa dan guru dalam kelas

konstruktivistik? 3) Apa saja kelebihan pembelajaran secara konstruktivistik? 4) Apa

perbedaan situasi pembelajaran antara berdasarkan konstruktivistik dan tradisional? 5)

Apa perbedaan pandangan antara konstruktivistik dan behavioristik? 6) Bagaimanakah

perbandingan komponen strategi pembelajaran yang berorientasi behavioristik dengan

konstruktivistik? 7) Bagaimanakah aplikasi konstruktivistik dalam pembelajaran

vokasional? 8) Apa saja tantangan guru konstruktivistik dalam penerapannya pada

pembelajaran?

B. PEMBAHASAN

1. Prinsip Implikasi Konstruktivistik terhadap Pembelajaran

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan.

Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses aktif,

sedangkan mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan

suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.

Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat

makna, mencari kejelasan, dan bersikap kritis. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar

sendiri (Suparno,1997:64-65). Penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam

pembelajaran akan membawa implikasi sebagi berikut:

a. Isi Pembelajaran

Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik, guru tidak

dapat menentukan secara spesifik isi atau bahan yang harus dipelajari oleh siswa, tetapi

hanya sebatas memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang sifatnya

umum. Proses penyajian dimulai dari keseluruhan ke bagian-bagian, bukan sebaliknya.

Mengingat aliran konstruktivistik lebih mengutamakan pemahaman terhadap

konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan dalam konteksnya yang aktual

Page 4: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

4

yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak takut pada hal-hal

yang komplek. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang kompleks akan memberikan

tantangan untuk diketahui dan dipahami.

Dalam belajar secara konstruktivis, siswa harus membentuk pengertian dari

berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa dipisahkan dengan

dunia riil dan informasi dari berbagai sumber. Di kelas siswa harus dimotivasi untuk

mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber data alternatif.

b. Tujuan Pembelajaran

Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik adalah

membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi,

pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah diperolehnya menjadi

pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada pemahaman (understanding),

sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat terbentuknya struktur kognitif baru dalam

pikiran siswa. Pemahaman terjadi kalau terjadi proses akomodasi atau perubahan

paradigma dalam pikiran siswa (Ardhana,1997).

Berlandaskan teoritik, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

konstruktivistik adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting, karena

pemahaman akan memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena itu tekanan

belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak, akan tetapi yang

lebih penting adalah memberikan interpretasi melalui skema atau struktur kognitif yang

berbeda.

c. Strategi Pembelajaran

Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi

pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang

digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Guru tidak dapat

memastikan strategi yang digunakan, yang dapat hanya sebatas tawaran dan saran. Dalam

hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk mengoptimalkan

pembelajaran.

Menurut Merril (1991), pendekatan konstruktivistik mementingkan

pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari

perspektif ganda, dan informasi yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti dari

peristiwa-peristiwa siswa yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru

perlu melakukan hal-hal berikut: (1) menyajikan masalah-masalah aktual kepada siswa

dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, (2) pembelajaran

distrukturkan di sekitar konsep-konsep primer, (3) memberi dorongan kepada siswa

untuk mengajukan pertanyaan sendiri, (4) memberikan siswa untuk menemukan jawaban

dari pertanyaan sendiri, (5) memberanikan siswa mengemukakan pendapat dan

Page 5: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

5

menghargai sudut pandangnya, (6) menantang siswa untuk mendapatkan pemahaman

yang mendalam, bukan sekedar menyelesaikan tugas, (7) menganjurkan siswa bekerja

dalam kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani menerima tanggung jawab, dan (9)

menilai proses dan hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.

d. Sumber Belajar

Sumber-sumber belajar yang dianjurkan melalui pembelajaran dengan

pendekatan konstruktivistik adalah sumber belajar yang berupa: (1) data atau informasi

yang berasal dari sumber-sumber primer, (2) bahan-bahan yang dapat dimanipulasikan

sehingga siswa dapat mengadakan interaksi dengan bahan-bahan tersebut. Siswa

mencari, menemukan dan mendayagunakan sumber belajar itu sesuai dengan pilihan isi,

strategi dan waktu yang menjadi pilihannya sendiri. Sumber-sumber belajar yang dapat

ditemukan dapat berupa sumber belajar yang sengaja dirancang untuk kepentingan

pembelajaran (by desain) maupun sumber belajar yang tidak sengaja dirancang untuk

pembelajaran (by utilization).

e. Penataan Lingkungan Belajar

Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan konstruktivistik menurut

pandangan Wilson (1996) diidentifikasikan dengan alternatif sebagai berikut; (1)

menyediakan pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan dalam mana

siswa ikut menentukan topik/sub topik yang mereka sikapi, metode pembelajaran berikut

strategi pembelajaran yang dipergunakan, (2) menyediakan pengalaman belajar yang

kaya akan alternatif seperti peninjauan masalah dari berbagai segi, (3) mengintegrasikan

proses belajar dengan konteks yang nyata dan relevan dengan harapan siswa dapat

menerapkan pengetahuan yang didapat dalam hidup sehari-hari, (4) memberikan

kesempatan pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka dengan

menempatkan guru sebagai konsultan, (5) peningkatan interaksi antara guru dengan

siswa dan antar siswa sendiri, (6) meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar

disamping komunikasi tertulis dan lisan, (7) meningkatkan kesadaran siswa dalam proses

pembentukan pengetahuan mereka agar siswa mampu menjelaskan mengapa/bagaimana

mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.

f. Hubungan Guru-Siswa

Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan siswa

bukanlah yang belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar, siswa aktif

mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar

pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun

pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-

sama membangun pengetahuan.

Page 6: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

6

Brooks (1993) mengidentifikasi sejumlah karakteristik hubungan guru-siswa

dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik berikut ini: (1) hubungan antara

guru dengan siswa diupayakan terjadi secara optimal, (2) pembelajaran perlu difokuskan

pada kemampuan siswa untuk menguasai konsep dan mengutarakan pandangannya, (3)

evaluasi siswa terintegrasi dalam proses belajar mengajar melalui observasi terhadap

siswa yang umumnya bekerja dalam kelompok, (4) aktivitas siswa lebih ditekankan pada

pengembangan generalisasi dan demonstrasi, (5) aktivitas pembelajaran relatif tergantung

pada isi yang menyebabkan siswa berpikir.

g. Evaluasi Belajar

Belajar secara konstruktivis, evaluasi lebih ditekankan pada proses belajarnya

siswa. yang perlu dikerjakan guru adalah menunjukkan bahwa yang mereka pikirkan itu

tidak cocok atau tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi. Guru konstruktivis, tidak

menekankan kebenaran, tetapi berhasilnya suatu operasi. Tidak ada gunanya mengatakan

siswa itu salah karena hanya merendahkan motivasi belajar (Ardhana,1997).

Guru perlu menentukan tujuan pembelajaran, apakah ingin memperkembangkan

kemampuan berpikir atau sekedar dapat menangani prosedur standart dan memberikan

jawaban terbatas, guru perlu memberikan persoalan kepada siswa yang belum pernah

ditemui sebelumnya dan belum ada pemecahannya yang baku, amati bagaimana mereka

mengkonseptualisasikannya, dan teliti bagaimana mereka menyelesaikan tersebut.

Pendekatan siswa terhadap persoalan itu lebih penting daripada jawaban akhir yang

diberikannya.

Instrumen evaluasi yang dipergunakan antara lain adalah berupa: (1) observasi

terhadap kegiatan yang dilakukan oleh siswa, (2) pameran hasil karya siswa, (3)

portofolio atau kumpulan dokumen tentang kegiatan siswa, (4) performasi siswa dalam

menyajikan hasil-hasil belajarnya.

2. Peranan Siswa dan Guru dalam Kelas Konstruktivistik

Apabila pembelajaran secara konstruktivistik dilaksanakan di dalam kelas,

peranan siswa dan guru akan berubah. Terdapat beberapa perubahan khususnya tentang

peranan siswa dan guru serta keadaan yang mungkin dihadapi oleh mereka dalam

pembelajaran secara konstruktivistik.

a. Peranan Siswa

Siswa mengambil inisiatif mengemukakan soal-soal dan isu, kemudian secara

individu mereka membuat analisis dan menjawab soal-soal itu. Mereka

bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan boleh

menyelesaikan masalah.

Page 7: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

7

Siswa selalu berdiskusi dengan guru dan sesama mereka. Diskusi itu akan

membantu siswa mengubah atau mengukuhkan ide-ide mereka. Jika siswa itu

berpeluang mengemukakan pendapat mereka dan mendengar ide orang lain, siswa

tersebut dapat menyusun pengetahuan yang mereka fahami.

Siswa menganalisa hipotesis yang telah dibuat dan didorong berdiskusi untuk

membuat rencana. Siswa diberi banyak ruang dan peluang untuk menguji

hipotesis mereka, terutamanya melalui diskusi dalam kelompok.

Siswa menggunakan data dan bahan-bahan, manipulatif atau interaktif untuk

menolong mereka menemukan ide dan pengetahuan.

b. Peranan Guru

Mendorong siswa menerangkan ide mereka serta menghargai pandangan

mereka.

Menstruktur pengertian untuk memperdayakan persepsi siswa.

Membantu siswa menyadari keterkaitan kurikulum dengan kehidupan mereka.

Merencanakan pembelajaran melalui aktivitas harian di kelas, bukan hanya

dalam bentuk ujian bertulis.

Mendorong siswa membuat tugas yang berbentuk penyelesaian, menganalisis,

meramal, memperkirakan dan membuat hipotesis.

Mendorong siswa menerangkan lebih lanjut jawaban mereka.

Mendorong penemuan oleh siswa melalui pertanyaan soal dan mendorong siswa

bertanya kepada siswa yang lain.

Memberi waktu secukupnya pada siswa untuk menjawab soal setelah soal

dikemukakan.

Memberi waktu secukupnya kepada siswa untuk membuat hubungan antara ide-

ide yang telah diterima.

Mendorong pembelajaran kooperatif dalam menjalankan tugas tertentu.

Membimbing siswa mendapatkan jawaban yang tepat.

3. Kelebihan Pembelajaran Secara Konstruktivistik

a. Berfikir

Dalam proses menyusun pengetahuan baru, siswa akan berfikir untuk

menyelesaikan masalah, memunculkan ide, dan membuat keputusan yang bijak dalam

menghadapi berbagai kemungkinan dan tantangan. Sebagai contoh, ini boleh dicapai

melalui aktivitas penelitian dan strategi seperti mengenal pasti masalah, mengumpul

informasi, memproses data, membuat interpretasi dan membuat kesimpulan.

b. Memahami

Pemahaman siswa tentang sesuatu konsep dan ide lebih jelas apabila mereka

terlibat secara langsung dalam penyusunan pengetahuan baru. Seorang siswa yang

Page 8: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

8

memahami apa yang dipelajari akan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang baru

dalam kehidupan dan situasi baru.

c. Mengingat

Setelah memahami sesuatu konsep, siswa akan dapat mengingat lebih lama

konsep tersebut karena mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang

diterima dengan pengetahuan yang sudah ada untuk membina pengetahuan baru.

d. Yakin

Siswa yang belajar secara konstruktivistik diberi peluang untuk menyusun sendiri

kefahaman mereka tentang sesuatu. Ini menjadikan mereka lebih yakin kepada diri

sendiri dan berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

e. Mandiri

Dalam pembelajaran secara konstruktivistik, siswa membina sendiri pengetahuan,

konsep dan ide secara aktif. Ini menjadikan mereka lebih jelas, lebih yakin dan lebih

mandiri untuk terus belajar sepanjang hayat walaupun menghadapi berbagai

kemungkinan dan tantangan.

f. Kemahiran Sosial

Siswa yang mempunyai kecerdasan sosial bekerjasama dengan orang lain dalam

menghadapi berbagai masalah. Kemahiran sosial ini diperoleh apabila siswa berinteraksi

dengan rekan-rekan dan guru dalam membina pengetahuan mereka.

4. Perbedaan Situasi Pembelajaran antara Berdasarkan Konstruktivistik dan Tradisional

Menurut Brooks & Brooks (1993), perbedaan situasi pembelajaran dalam kelas

berdasarkan konstruktivistik dan tradisional adalah:

Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Konstruktivistik

Ruang pembelajaran disajikan secara terpisah, bagian per bagian, dengan penekanan pada pencapaian keterampilan dasar

Ruang lingkup pembelajaran disajikan secara utuh dengan penjelasan tentang keterkaitan antarbagian, dengan penekanan pada konsep-konsep utama

Kurikulum harus diikuti sampai habis Pertanyaan siswa dan konstruksi jawaban siswa adalah penting

Kegiatan pembelajaran hanya berdasarkan buku teks yang sudah ditentukan

Kegiatan pebelajaran berlandaskan beragam sumber informasi primer dan materi-materi yang dapat dimanipulasi langsung oleh siswa

Siswa dilihat sebagai ember kosong tempat ditumpahkan semua pengetahuan dari guru

Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori tentang dunia dan kehidupan

Guru mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan kepada siswa

Guru bersikap interaktif dalam pembelajaran,menjadi fasilitator dan mediator dari lingkungan bagi siswa dalam proses belajar

Page 9: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

9

Guru selalu mencari jawaban yang benar untuk memvalidasi proses belajar siswa

Guru mencoba mengerti persepsi siswa agar dapat melihat pola pikir siswa dan apa yang sudah diperoleh siswa untuk pembelajaran selanjutnya

Penilaian terhadap proses belajar siswa merupakan bagian terpisah dari pembelajaran dan dilakukan hampir selalu dalam bentuk tes/ujian

Penilaian terhadap proses belajar siswa merupakan bagian integral dalam pembelajaran dilakukan melalui observasi guru terhadap hasil kerja siswa melalui pameran karya siswa dan portofolio.

Siswa harus selalu bekerja sendiri Lebih banyak siswa belajar dalam kelompok

5. Perbedaan Pandangan antara Teori Belajar Konstruktivistik dengan Teori Belajar Behavioristik

Perbedaan pandangan antara teori belajar behavioristik dengan konstruktivistik

ini terbagai atas perbedaan pada belajar dan pembelajaran, penataan lingkungan belajar,

tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi.

Tabel 1 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran.

Konstruktivistik Behavioristik

Pengetahuan adalah non-obyektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.

Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.

Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.

Siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Siswa akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh siswa.

Pikiran berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik.

Fungsi pikiran adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.

Table 2 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Penataan Lingkungan Belajar

Konstruktivistik BehavioristikKetidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan,

Keteraturan, kepastian, ketertiban

Siswa harus bebas. Kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar.

Siswa harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.

Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan

Page 10: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

10

keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. siswa adalah subjek yang harus mempu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.

Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. siswa adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan.

Control belajar dipegang oleh siswa. Control belajar dipegang oleh system yang berada di luar diri siswa.

Table 4 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran

Konstruktivistik BehavioristikTujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn)

Tujuan belajar ditekankan pada penambahan pengetahuan.

Tabel 5 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi pembelajaran

Konstruktivistik BehavioristikPenyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses.

Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.

Pembelajaran menekankan pada hasil

Tabel 6 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi

Konstruktivistik BehavioristikEvaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang disiswai dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ‘paper and pencil test’

Evaluasi yang menuntun satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar.

Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individual.

Page 11: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

11

6. Perbandingan Komponen Strategi Pembelajaran yang BerorientasiBehavioristik dengan Konstruktivistik

Tabel 7 Perbandingan Komponen Strategi Pembelajaran yang Berorientasi Behavioristik dengan Konstruktivistik

Komponen Strategi pembelajaran berorientasi behavioristik

Strategi pembelajaran berorientasi konstruktivistik

Aktivitas pra pembelajaran

Memotivasi siswa(mendapatkan dan memelihara perhatian)Menyatakan tujuan umum dan khusus

Merangsang ingatan prasyarat (misal prates prasyarat yang diperlukan

Menyusun konteks pembelajaran yang bermakna dan berguna yang mencakup semua strategi pembelajaran.Menginisialisasi orientasi aktivitas yang tujuannya secara personal melaksanakan pembelajaran yang telah disusunInteraksi awal dalam konteks pembelajaran harus memfasilitasi latar tujuan personal yang relatif untuk menghasilkan pengalaman pembelajaran mendatang.

Penyajian informasi

Menyajikan informasi dalam urutan yang cocok dengan jenis ketrampilan yang difasilitasi

Menyajikan contoh dan bukan contoh yang jelas

Menyajikan gambar besar yang memfokuskan perhatian pada konsepsi, intelektual, dan konteks sosial yang lebih besar dimana tujuan pembelajaran saat ini ada

Mengimplementasikan strategi untuk membantu siswa mengidentifikasi dalam beberapa cara dimana skill, knowledge, attitude siap diperlukan untuk menghasilkan lingkungan belajar baru.

Partisipasi siswa

Menyediakan praktek tentang ketrampilan eksak yang ditunjukkan dengan tujuan dengan pemberian umpan balik tepat waktu

Menyusun kelompok kooperatif dan mengkomunikasikan tanggung jawab tugas, dan peran siswa yang diterima secara jelas.

Menyusun peran siswa yang diterima secara jelas dan mekanisme dukungan siswa.

Mengidentifikasi secara jelas akses untuk memberikan panduan belajar, khususnya panduan prosedural (panduan bagaimana menggunakan sumberdaya dan alat, lembar kerja, tutor dan contoh)

Panduan belajar tambahan- konseptual, metakognitive, strategi- harus ada ketika dibutuhkan ( ini mungkin mencakup pendekatan behavioris yang didesain untuk memfasilitasi ketrampilan khusus.

Menyediakan kesempatan untuk mengekplorasi keseluruhan lingkungan belajar dengan panduan dan intervensi guru yang minimal, tetapi membuat panduan tersedia ke siswa seperti halnya mereka menerapkan informasi yang diperlukan ke SKA (skill, knowledge,attitude) yang sedang difasilitasi

Page 12: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

12

TestingPrates dan pasca tes untuk mendapatkan ketrampilan yang ditunjukkan dengan tujuan yang diimplementasi

Aktivitas remidi Aktivitas pengayaan

Pasca tes secara umum ialah penyelesaian proyek yang sukses, dengan rubrik analisis yang disediakan melalui pengalaman untuk memandu siswa mencapai keberhasilan

Tindak lanjut dengan aktivitas

Memorisasi dan job aids menggunakan latihan-latihan

Transfer belajar dengan menerapkan ketrampilan dalam situasi baru

Menyediakan kesempatan untuk meringkas kunci ide muncul dari pengalaman belajar. Ini mungkin mencakup penyusunan konsep atau peta pikiranMenyediakan kesempatan ke siswa untuk merefleksikan dan mengartikulasikan apa yang mereka siswai dan bagaimana mereka secara personal memsiswainya. Ini mungkin melibatkan penilaian proyek final mereka menggunakan rubrik analisis atau historisMenyediakan kesempatan bagi siswa untuk mengidentifikasi bagaimana ketrampilan mereka diperoleh secara baru, pengetahuan dan sikap cocok dengan gambar besar ketika menentukan pada awal pengalaman

7. Aplikasi Konstruktivistik dalam Pembelajaran Vokasional

Alat/sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah

indranya. Seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungan dengan cara melihat,

mendengar, menjamah, mencium dan merasakannya. Dari sentuhan inderawi itu,

seseorang mengkonstruksi gambaran dunianya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan

ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan

begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang

harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-

pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka bangun/miliki sebelumnya

(Lorsbach & Tobin, 1992). Alat/sarana praktik yang biasa di SMK merupakan bagian

dari sumber belajar yang dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium dan

merasakan serta mencobanya pada akhirnya siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya

sehingga dapat lebih memperkaya pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari.

Di bawah ini contoh aplikatif kontruktivistik dalam pembelajaran vokasional/kejuruan.

Untuk pembelajaran dengan materi motor otomotif, terlebih dahulu guru

menanyakan apakah ada yang punya sepeda motor? Atau memberikan contoh berbagai

kendaraan (mobil/sepeda motor) yang penggeraknya adalah motor. Motor ada yang

dikatakan 2 tak, ada 4 tak. Dilihat jenis bahan bakarnya kalau dilihat yang dijual di

SPBU, ada bensin dan solar sehingga dikenal dengan motor bensin dan motor solar

(diesel). Lalu guru menanyakan apa saja yang siswa ketahui tentang motor? Lalu

beberapa/banyak siswa yang menyampaikan pandangannya tentang motor. Pada saat

tertentu dari pandangan siswa tersebut dapat diperdalam pemahamannya dengan

pancingan pertanyaan, misal: Ciri-cirinya? Fungsinya? Cara kerjanya? Dan sebagainya.

Page 13: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

13

Selanjutnya guru dapat memberikan tugas ke masing-masing siswa dengan mencari

informasi yang terkait dengan motor otomotif dari berbagai sumber misalnya buku,

majalah, koran, internet, bengkel, dan sebagainya untuk dibuat laporan dan

dikumpulkan/didiskusikan pertemuan berikutnya.

Pada pertemuan selanjutnya, guru menawarkan/ menerima usulan topik yang

akan dibahas terkait dengan tugasnya. Setelah topik ditentukan maka selanjutnya dalam

satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok sejumlah topik yang telah ditentukan.

Misalkan kelompok 2 tak, 4 tak, motor wankel, motor bensin, dan motor solar. Masing-

masing kelompok diskusi membuat laporan sementara tentang topik yang baru tersebut

dalam waktu yang ditentukan. Selain diskusi, masing-masing kelompok diberikan

kebebasan untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang ada di sekolah misal dari

tugas individu pertemuan yang lalu, ke perpustakaan, ke bengkel, dan sebagainya

sekaligus mempersiapkan file yang diperlukan untuk presentasi, misalnya dengan

perangkat komputer dan LCD proyektor.

Selanjutnya pada pertemuan berikutnya sesuai dengan urutan hasil undian,

masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Pada saat ini

selain dengan media LCD proyektor, dimungkinkan presenter membawa peralatan/benda

nyata untuk lebih memudahkan kepemahaman semua peserta. Selanjutnya terjadilah

proses tanya jawab dan saling tukar informasi. Dalam hal ini guru memberikan motivasi

agar semua peserta menyumbangkan pemikiran/informasi terkait dengan topik secara

aktif. Cara memotivasi dapat dengan memberikan informasi cara penilaian dengan

memberi tanda pada daftar penilaian untuk siswa yang mengajukan pertanyaan atau

pendapatnya dengan kode tertentu misal A, B, C, K (amat baik, baik, cukup, kurang).

Harapannya pertanyaan/pendapatnya benar-benar dipikirkan secara sungguh-sungguh

sehingga pada akhirnya diharapkan secara umum peserta diskusi akan mendapatkan

pemahaman dengan lebih baik. Guru dengan pengalaman dan pengetahuannya dapat pula

bertindak seperti “wasit/konsultan/pengamat” untuk mengarahkan/memberikan

penjelasan apabila ada pendapat yang bertentangan, atau juga turut menyampaikan

pandangannya terkait dengan topik yang tengah dibicarakan. Maksud “pandangan” di

sini bukannya untuk menyimpulkan/memberikan penegasan simpulan dari topik yang ada

tetapi merupakan informasi tambahan yang dapat dikonstruksi oleh pikiran masing-

masing siswa.

Dari interaksi tersebut, masing-masing siswa akan mengkontruksi/membangun

pengetahuan yang dimiliki dengan informasi-informasi baru sehingga dapat memperkuat

tingkat pemahaman terhadap suatu materi/permasalahan.

Pada kesempatan lain semua siswa dapat mempraktikkan, memperagakan, dan

saling tukar pendapat dari semua topik diskusi tersebut di bengkel, sehingga jika ada hal-

hal yang belum dipahami pada kesempatan ini dapat untuk lebih menguatkan tingkat

kepahamannya. Bila peralatan praktik relatif terbatas, maka diberikan kesempatan

Page 14: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

14

masing-masing kelompok untuk praktik/memperagakan secara bergantian. Selanjutnya

guru dapat memberikan tugas kelompok untuk menyempurnakan laporan makalah sesuai

dengan hasil diskusi. Penilaian/evaluasi dapat dilaksanakan dengan pengamatan pada

saat berdiskusi, laporan individu, laporan kelompok, dan unjuk kerja siswa.

8. Tantangan Guru Konstruktivistik

Walaupun terdapat beberapa kesulitan berkaitan dengan pelaksanaan

pembelajaran secara konstruktivistik, kesulitan itu harus dipandang sebagai tantangan

yang perlu diatasi oleh guru. Beberapa tantangan guru dalam menerapkan pembelajaran

konstruktivistik adalah:

Guru merasa mereka tidak mengajar .

Kegiatan yang dimajukan dalam pembelajaran secara konstruktivistik dianggap tidak

realistik.

Guru merasa bahwa penjelasan mereka tidak penting lagi.

Pengawasan kelas agak merosot.

Guru yang sedang menukar cara mengajar kepada pendekatan konstruktivistik

memerlukan dukungan profesionalisme serta pengukuhan keyakinan dari pihak

sekolah.

Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan, dan kebebasan siswa harus selalu

dalam situasi terkendali dalam rangka untuk meningkatkan kepahaman siswa sesuai

dengan rambu-rambu yang telah disampaikan.

Pengetahuan guru harus selalu ditingkatkan dan diperluas agar mampu dengan baik

menyumbangkan penguatan pemahaman siswa.

Pihak sekolah dan guru perlu menyiapkan semua sumber belajar siswa agar gaya

eksplorasi siswa dalam menggali pengetahuan terlayani dengan baik sehingga tingkat

kepahamannya lebih baik.

C. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

a. Ada perbedaan yang cukup mencolok dalam situasi pembelajaran antara

konstruktivistik dan tradisional baik dari sisi siswa, guru, strategi pembelajaran, dan

penilaiannya.

b. Perbedaan pandangan antara teori belajar konstruktivistik dengan teori belajar

behavioristik yang paling mencolok adalah konstruktivistik: belajar adalah

penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi

serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam

menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan, behavioristik: belajar adalah

perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke

orang yang belajar.

Page 15: Artikel  KONSTRUKTIVISTIK

15

c. Ada perbedaan yang mencolok dalam perbandingan komponen strategi pembelajaran

yang berorientasi behavioristik dengan konstruktivistik yang menyangkut komponen

aktivitas pra pembelajaran, penyajian informasi, partisipasi siswa, testing, tindak

lanjut dengan aktivitas.

d. Peranan siswa dalam kelas konstruktivistik: mengambil inisiatif, menganalisis,

berdiskusi, menjawab, dan menguji hipotesa untuk menyusun pengetahuan. Peran

guru dalam kelas konstruktivistik: mendorong, menstruktur pengertian, membantu

siswa, membimbing,dan memberikan kesempatan waktu yang cukup pada siswa

untuk meningkatkan pemahaman.

e. Kelebihan pembelajaran secara konstruktivistik: berpikir bijak, pemahaman lebih

baik, mengingat lebih lama, yakin dan berani menghadapi masalah, dan lebih

mandiri.

f. Aplikasi konstruktivistik terhadap pembelajaran vokasional menyangkut isi, tujuan,

strategi, sumber belajar, penataan lingkungan belajar, hubungan guru dan siswa, dan

evaluasi belajar.

g. Tantangan guru konstruktivistik adalah memposisikan dirinya sebagai mitra,

konselor,, fasilitator, sekaligus ‘pelayan’ untuk peningkatan pemahaman pengetahuan

siswa.

2. Saran

Model pembelajaran konstruktivistik dapat menjadi salah satu pilihan untuk

diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar guru SMK. Dengan pembelajaran

berorientasi pada siswa ini, semua sumber daya dan sumber belajar yang ada, merupakan

fasilitas yang harus dilengkapi dan dipergunakan secara optimal serta guru harus selalu

mengembangkan pengetahuan/pengalamannya sehingga dapat memperluas pengetahuan

dan mempertajam tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang menjadi orientasi

belajarnya.

DAFTAR RUJUKAN

Brooks, J.G. & Brooks, M.G. 1993. In Search Of Understanding: The Case For Constructivist Classrooms. Alexandria: VA:Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

Budiningsih, A.C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Lorsbach, A. Tobin, K. 1992. Constructivism as a Referent for Science Teaching. NARST Reseach Matters-To The Science Teacher, No.30

Mustaji & Sugiarso, 2005. Pembelajaran Berbasis konstruktivistik:Penerapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah :Unesa University Press Anggota IKAPI

Santyasa, Wirta, Sudiatmika, 2000. Penerapan Kaidah-kaidah Konstruktivistik Dalam Pembelajaran Fisika Teknik. Universitas Negeri Malang.

Suparno, P.1997. Filsafat Konstruktivistik dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.