aplikasi penyesuaian dosis pada pasien gangguan hati dan ginjal

35
APLIKASI PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GANGGUAN HATI DAN GINJAL I. PASIEN GANGGUAN HATI Pasien dengan gejala klinik terjadi kegagalan fungsi hati (secara signifikan terjadi perubahan enzim hati, ascites, ataupun jaundience) biasanya penanganan pengobatannya harus diubah. Obat yang memperparah kondisi pasien harus dihindari. Gangguan fungsi hati akut merupakan efek samping yang sering terjadi pada proses terapi obat-obatan dan sekarang lebih dari 900 jenis pengobatan, bahan kimia beracun dan juga bahan herbal mengakibatkan kerusakan fungsi hati. Sangat sulit untuk mengetahui obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi hati secara klinis dan tes laboratorium juga tidak spesifik. Dalam rangka meningkatkan diagnosa awal dan pengobatan pada gangguan hati, dapat digunakan data retrospective untuk menganalisis obat-obat yang menjadi penyebab gangguan kerusakan fungsi hati, manifestasi gejala klinis, dan karakteristik patologi pasien dengan DILD (Drugs-Induced Liver Disease) akut (Li, Jiang, & Wang, 2007). Panduan umum dalam peresepan obat pada gangguan hati 1. Hindari obat-obat hepatotoksik. 1

Upload: pepo-aryabarja

Post on 20-Oct-2015

395 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

APLIKASI PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN

GANGGUAN HATI DAN GINJAL

I. PASIEN GANGGUAN HATI

Pasien dengan gejala klinik terjadi kegagalan fungsi hati (secara signifikan

terjadi perubahan enzim hati, ascites, ataupun jaundience) biasanya penanganan

pengobatannya harus diubah. Obat yang memperparah kondisi pasien harus

dihindari.

Gangguan fungsi hati akut merupakan efek samping yang sering terjadi pada

proses terapi obat-obatan dan sekarang lebih dari 900 jenis pengobatan, bahan kimia

beracun dan juga bahan herbal mengakibatkan kerusakan fungsi hati. Sangat sulit

untuk mengetahui obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi hati secara klinis

dan tes laboratorium juga tidak spesifik. Dalam rangka meningkatkan diagnosa awal

dan pengobatan pada gangguan hati, dapat digunakan data retrospective untuk

menganalisis obat-obat yang menjadi penyebab gangguan kerusakan fungsi hati,

manifestasi gejala klinis, dan karakteristik patologi pasien dengan DILD (Drugs-

Induced Liver Disease) akut (Li, Jiang, & Wang, 2007).

Panduan umum dalam peresepan obat pada gangguan hati

1. Hindari obat-obat hepatotoksik.

2. Gunakan obat-obat yang aman untuk ginjal sebagai pilihan.

3. Monitor efek samping obat untuk obat yang aman untuk hati.

4. Hindari obat yang meningkatkan resiko pendarahan.

5. Hindari obat-obat sedatif jika ada resiko ensepalopati hepatika.

6. Pada kelainan hati sedang dan berat dapat dilakukan pengurangan dosis

untuk obat yang dimetabolisme utama di hati atau meningkatkan interval

untuk semua obat yang kurang aman untuk hati.

7. Jika albumin rendah pertimbangkan untuk menurunkan dosis obat yang

ikatan proteinnya tinggi.

1

Page 2: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

8. Obat yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit harus digunakan secara

hati-hati dan harus dimonitor.

9. Pada pilihannya gunakan obat lama, obat yang dibuat dengan baik, jika

dalam pengalaman penggunaan obat menyebabkan gangguan hati.

10. Sedapat mungkin gunakan dosis terendah dan tingkatkan kehati-hatian

berdasarkan respon efek sampingnya (Wiffen, 2006).

Jika obat-obatan yang secara prinsipnya dieliminasi oleh hati pada pasien

kerusakan fungsi hati, ada beberapa pilihan dalam penatalaksanaan dosis obat, yaitu:

Mengurangi dosis obat dan interval pemberian obat tetap.

Menggunakan dosis normal dan memperlama interval obat

Memodifikasi dosis dan interval pemberian obat.

Jika dibandingkan antara pasien dengan fungsi hati normal menerima dosis dan

interval dosis yang umum, sedangkan pasien dengan gangguan fungsi hati menerima

dosis normal tetapi interval dosis diperpanjang maka akan menunjukan maksimum

dan minimum konsentrasi steady-state serum yang sama.

A. PARAMETER-PARAMETER FUNGSI HATI

1. Bilirubin

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin

direk. Bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin

direk dengan persamaan; bilirubin indirek = total bilirubin - bilirubin direk.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium diantaranya

seperti: makan yang mengandung tinggi lemak. Wortel dan ubi jalar dapat

meningkatkan kadar bilirubin, hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi

hasil pemeriksaan, sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu,

kandungan pigmen empedunya akan menurun, dan obat-obatan tertentu dapat

meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin. Bilirubin dibentuk oleh aktivitas

biliverdin reductase pada biliverdin. Bilirubin ketika dioksidasi, maka akan kembali

menjadi biliverdin lagi. Siklus ini menunjukkan kemampuan aktivitas antioksidan

dari bilirubin.

2

Page 3: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Di dalam darah, bilirubin memiliki dua bentuk yaitu bilirubin direk yang larut

dalam air dan bilirubin indirek tidak larut dalam air tapi larut lemak. Nilai normal

bilirubin berbeda pada setiap literatur.

Nilai normal bilirubin.

Nilai Normal

Total bilirubinμmol/L mg/dL

5.1–17.0 0.3–1.0

2. Waktu Prothrombin (Prothrombin time)

Prothrombin time digunakan untuk menetapkan kemampuan membeku darah

pada pengukuran dosis warfarin, gangguan fungsi hati, dan dosis vitamin K di

dalam tubuh. Range kadar prothrombin time biasanya sekitar 12–18 detik dan range

normal untuk INR adalah 0.8–1.2 (Thapa & Walia, 2007).

Nilai rujukan untuk prothrombin time (PT):

Nilai normal

Prothrombin Time

(PT)

Laki-laki Wanita

9.6-11.8 detik 9.5-11.3 detik

3. Serum albumin

Serum albumin, sering disebut sebagai albumin. Albumin banyak terdapat

pada protein plasma manusia. Albumin penting untuk mengatur tekanan osmotik

yang mana berperan dalam distribusi cairan tubuh antara bagian intravascular

dengan jaringan tubuh. Albumin juga berperan dalam membawa protein dan asam

lemak. Albumin merupakan penanda spesifik terhadap fungsi hati, tetapi tidak terlalu

berguna dalam kondisi akut (Limdi & Hyde, 2003).

Nilai rujukan untuk albumin.

Nilai normal

Albumin (Alb)Dewasa Anak-anak

3.8-5.0 g/dL 3.0-5.0 g/dL

3

Page 4: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

4. Asites

Asites merupakan akumulasi cairan lymph pada ruang peritoneal. Asites

merupakan salah satu gejala yang tampak pada umumnya dari sirosis. Lebih dari

1,5% pasien sirosis menyebabkan terjadinya asites dalam setiap diagnosa sirosis.

Mekanisme perkembangan asites secara pasti belum diketahui (Dipiro, 2005).

Asites memiliki tiga tingkatan:

Tingkat 1: ringan, asites hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasound.

Tingkat 2: sedang, terlihat sedikit pembengkakkan abdomen yang simetris.

Tingkat 3: berat, tampak pembengkakkan abdomen yang besar (Moore, Wong,

Gines, Bernardi, Ochs, Salerno, Angeli, Porayko, Moreau, Garcia-Tsao, Jimenez,

Planas, & Arroyo, 2003)

5. Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatik dikarenakan akumulasi zat-zat beracun pada aliran darah

yang normalnya dikeluarkan melalui hati. Ensefalopati sering timbul sebagai gejala

dan tanda gangguan hati jaundice (timbulya warna kuning pada kulit dan mata),

asites (terakumulasinya cairan pada bagian abdominal), dan peripheral edema

(bengkak pada kaki dikarenakan penumpukan cairan pada kulit).

Tingkat keparahan ensefalopati hepatik menurut kriteria West Haven:

Tingkat 1 (Ringan): terlalu senang ataupun gelisah; kurangnya konsentrasi

Tingkat 2 (Lesu): minimal disorientasi terhadap waktu dan tempat.

Tingkat 3 (Pingsan): tapi tetap responsif dengan stimulasi verbal, kebingungan.

Tingkat 4 (Koma): tidak responsive

6. Enzim-enzim Transferase

Perbandingan antara AST dan ALT dapat menjadi tambahan petunjuk pada

beberapa gejala penyakit: ALT>AST terjadi pada gangguan fungsi hati kronis,

AST>ALT terjadi pada sirosis hati. Perbandingan AST:ALT yang besar juga sangat

berguna, jika >2 mengindikasikan gangguan fungsi hati dikarenakan alkohol, dan

bila perbandingannya <1.0 mengisyaratkan gangguan fungsi hati non-alkohol (Limdi

& Hyde, 2003).

4

Page 5: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Nilai rujukan untuk SGOT/AST.

Nilai normal

AST (Aspartat

aminotransferase)

Laki-laki Wanita

8-26 U/L 8-20 U/L

Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST:

Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal): kerusakan hepatoseluler akut, infark

miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa

Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal): obstruksi saluran empedu, aritmia

jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer),

distrophia muscularis

Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal): perikarditis, sirosis, infark paru,

delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).

Nilai rujukan untuk SGPT/ALT

Nilai normal

ALT (Alanin

aminotransferase)

Laki-laki Wanita

7-46 U/mL 5-35 U/mL

Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/SGOT adalah:

Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal: hepatitis viral akut, nekrosis hati

(toksisitas obat atau kimia)

Peningkatan 3-10 kali normal: infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,

sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard

(SGOT>SGPT)

Peningkatan 1-3 kali normal: pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec,

sirosis biliaris (Thapa & Walia, 2007).

7. Gamma-Glutamyl Transferase (GGT)

5

Page 6: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

GGT mempunyai hubungan dengan saluran empedu. Peningkatan secara khas

terjadi pada kondisi cholestasis dengan peningkatan juga terjadi pada ALP, tetapi

bila jumlah ALP normal, maka mengindikasikan terjadinya induksi enzim metabolit

hati (Limdi & Hyde, 2003).

Kadar normal Gamma-glutamyl transferase (GGT).

Nilai normal

Gamma-glutamyl

transferase (GGT)Laki-laki Wanita

10-39 U/mL 6-29 U/mL

8. Alkaline Phosphatase (ALP)

Peningkatan jumlah dari ALP di dalam darah biasanya disebabkan oleh

kerusakan fungsi hati atau kerusakan tulang. Jumlah enzim ini dapat meningkat

tajam seperti pada kasus tersumbatnya saluran empedu. Peningkatan jumlah yang

kecil pada darah dapat terjadi pada kondisi pasien kanker dan sirrosis yang

menggunakan obat yang merusak hati serta pada penderita hepatitis. Kondisi lain

yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah ALP adalah gangguan pada tulang

seperti rheumatoid arthritis dan penyembuhan patah tulang. Anak-anak dan remaja

juga memiliki jumlah ALP yang tinggi, hal tersebut dikarenakan tulang masih dalam

tahap pertumbuhan (Limdi & Hyde, 2003).

Kadar normal alkaline phosphatase (ALP).

Nilai normal

Alkaline phosphatase

(ALP)Laki-laki Wanita

98-251 U/L 81-196 U/L

B. PERHITUNGAN NILAI CHILD-PUGH SCORE

6

Page 7: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Child-Pugh (kadang-kadang disebut juga Child-Turcotte-Pugh Score)

digunakan untuk meramalkan ganguan fungsi hati yang telah kronik, seperti sirosis.

Walaupun awalnya digunakan untuk memprediksi kematian selama proses

pembedahan, sekarang digunakan untuk menetapkan dugaan awal kondisi fungsi

hati.

Ketika memutuskan dosis awal obat yang dieliminasi melalui hati, fungsi hati

haruslah diramalkan. Nilai Child-Pugh dapat digunakan sebagai indikator atas

kemampuan pasien untuk memetabolisme obat yang dieliminasi pada hati. Nilai

Child-Pugh dengan poin 8 – 9 menggambarkan penurunan yang sedang pada dosis

obat awal (~25%) untuk bahan yang dimetabolisme pada hati (≥60%), dan pada poin

10 atau lebih mengindikasikan penurunan yang signifikan pada pemberian dosis

awal (~50%) dibutuhkan untuk obat yang metabolisme utamanya pada hati (Dipiro,

2005).

Penilaiannya berdasarkan lima pengukuran klinis dari gangguan fungsi hati.

Setiap pengukuran diberi nilai 1-3, yang mana nilai 3 mangindikasikan kerusakan

yang sangat parah (Bauer, 2008).

Parameter nilai Child-Pugh pada pasien gangguan fungsi hati: (Bauer, 2008).

Gejala 1 poin 2 poin 3 poin Satuan

Bilirubin (total) <2.0 2.0-3.0 >3.0 mg/dl

Serum albumin >3.5 2.8-3.5 <2.8 g/l

Prothrombin Time <4 4-6 > 6 detik

Ascites Tidak ada Ringan Berat

Ensefalopati

hepatikTidak ada Tingkat I-II (sedang)

Tingkat III-IV

(Berat)

Klasifikasi nilai Child-Pugh pada pasien gangguan fungsi hati (Dipiro,2005).

Point Kelas Kemampuan bertahan satu tahun Kemampuan bertahan dua tahun

7

Page 8: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

< 7 A 100% 85%

7-9 B 81% 57%

10-15 C 45% 35%

C. CONTOH KASUS

Pasien perempuan (AL) berumur 61 tahun dirawat di Klass Interne Penyakit

Dalam RSAM Bukittinggi dari tanggal 21 Oktober s.d 5 November 2011, dengan

gejala: perut membesar, muntah, letih, lesu, nafsu makan menurun, mata kuning,

kesadaran menurun dan merasa kebingungan. Pasien didiagnosa mengalami sirosis

hepatik.

Selama terapi diberikan obat-obatan berupa:

Ciprofloxacin 2x500 mg

Spironolakton 1x100 mg

Sistenol (PCT 500 mg dan asetilsistein 200 mg) 3x1 tab

Propanolol 3x40 mg

Curcuma 3x1 tab

Medopar (a-metildopa 250 mg) 3x1 tab

Lactulac 3x 30 cc

Hasil Pemeriksaan Laboratorim yang penting:

Bilirubin total : 11,6 mg/dL

Albumin darah : 2,2 g/dL

Prothrombin time : 22, 6 det

Hasil pemeriksaan penunjang lainnya:

Asites : Parah

8

Page 9: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Enselopati hepatica : parah

Penjelasan kasus:

Gejala 1 poin 2 poin 3 poin Satuan Hasil poin

Bilirubin (total) <2.0 2.0-3.0 >3.0 mg/dl3

Serum albumin >3.5 2.8-3.5 <2.8 g/l 3

Prothrombin Time <4 4-6 > 6 detik 3

Ascites Tidak ada Ringan Berat - 3

Ensefalopati

hepatikTidak ada

Tingkat I-II

(sedang)

Tingkat III-

IV (Berat)-

3

Total 15

Nilai Child-Pugh dengan poin 8 – 9 menggambarkan penurunan yang sedang pada

dosis obat awal (~25%) untuk bahan yang dimetabolisme pada hati (≥60%), dan

pada poin 10 atau lebih mengindikasikan penurunan yang signifikan pada

pemberian dosis awal (~50%) dibutuhkan untuk obat yang metabolisme

utamanya pada hati.

Dalam hal ini obat yang dimetabolisme di hati terutama propanolol dan paracetamol.

Oleh sebab itu dosisnya diturunkan hingga 50% dari dosis normal. Paracetamol

(sistenol) menjadi 3x1/2tab (250 mg bila demam), dan propanolol menjadi 3x20 mg.

II. PASIEN GANGGUAN GINJAL

A. PENGUKURAN FUNGSI GINJAL

Bersihan kreatinin telah dijadikan tetapan dalam menentukan fungsi eksresi

ginjal serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan aliran darah ke ginjal

sebagai fungsi dasar ginjal: filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular dan sekresi tubular

(Guyton & Hall, 2006).

9

Page 10: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Tujuan utama penentuan indeks fungsi ginjal adalah mengukur GFR

(Glomerulus Filtration Rate) atau laju filtrasi glomerulus. Bermacam–macam

metode yang digunakan untuk mengukur dan memperkirakan fungsi ginjal pada

perawatan akut dan rawat jalan. Memperkirakan GFR sangat penting sebagai awal

diagnosis dan monitoring pasien dengan gagal ginjal kronik. Perkiraan nilai bersihan

kreatinin sangat penting sebagai petunjuk penyesuaian dosis pada penurunan fungsi

ginjal (Dowling, 2008).

Cara yang paling umum digunakan dalam mengukur laju filtrasi glomerulus

adalah dengan mengukur bersihan kreatinin (Bauer, 2006). Kreatinin merupakan

hasil metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir

konstan dan dieksresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Oleh karena itu,

kadarnya dalam serum hampir konstan dan berkisar 0,7 sampai 1,5 mg per 100 mL

(nilai ini pada laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan karena massa otot laki–laki

lebih besar).

Laju bersihan kreatinin dapat diukur dengan mengumpulkan urin spesimen

dalam suatu periode waktu dan mengumpulkan sampel darah untuk menentukan

kreatinin serum pada waktu pertengahan waktu pengumpulan urin.

Laju bersihan kreatinin dapat dihitung dengan persamaan :

CrCl(in mL/min) =

dimana UCr adalah konsentrasi kreatinin urin dalam mg/dL, Vurin adalah volume urin

yang dikumpulkan dalam mL, SCr adalah kreatinin serum yang dikumpulkan pada

pertengahan waktu pengumpulan urin dalam mg/dL dan T adalah waktu dalam menit

pengumpulan urin.

Karena kebiasaan urinasi yang sangat bervariasi, sebagian nefrolog

menggunakan 24 jam sebagai waktu pengumpulan urin. Pengukuran dengan cara ini

mengalami cukup banyak kesulitan, antara lain :

Pengumpulan urin yang sulit dan tidak lengkap

Pengukuran kreatinin serum yang waktunya tidak tepat

Waktu pengumpulan urin yang salah

10

UCr x Vurin

SCr x T

Page 11: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Sehingga dihasilkan nilai bersihan kreatinin yang tidak sebenarnya. Pengukuran

yang cepat dapat dilakukan dengan menggunakan kreatinin serum. Sebagian besar

penghitungan pada pasien dengan usia lebih dari 18 tahun menggunakan rumus Cockcroft &

Gault :

CrClest = untuk laki-laki

CrClest = untuk perempuan

dimana CrClest adalah penafsiran bersihan kreatinin dalam mL/min, umur dalam

tahun, BW adalah berat badan dalam kg, SCr adalah kreatinin serum. Nilai 0,85

adalah faktor koreksi untuk perempuan karena perempuan memiliki massa otot yang

lebih kecil dari pada laki-laki.

Metode dengan menggunakan rumus Cockcroft & Gault ini hanya dapat

digunakan pada pasien dengan umur lebih dari 18 tahun, pada pasien yang tidak

memiliki kelebihan berat badan dari 30 % berat badan idealnya dan pasien yang

memiliki konsentrasi kreatinin serum yang stabil.

Pada pasien dengan nilai kreatinin serum yang tidak stabil, persamaan

Cockcroft & Gault tidak dapat digunakan. Pada situasi ini, digunakan metode

alternatif yaitu rumus Jellife & Jellife. Rumus ini dapat digunakan untuk pasien yang

memiliki konsentrasi kreatinin serum yang tidak stabil. Langkah pertama dilakukan

dengan menghitung penafsiran produksi kreatinin. Rumus ini di tuliskan dalam

persamaan sebagai berikut :

Essmale = IBW[29,3-(0,203 x umur)] atau

Essfemale = IBW[25,1-(0,175 x umur]

dimana Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah berat badan ideal dalam kg

dan umur dalam tahun.

Setelah didapatkan nilai penafsiran eksresi kreatinin, maka tahap selanjutnya

dilakukan perhitungan terhadap nilai koreksi produksi kreatinin dengan rumus :

Esscorrected = Ess[1,035 – (0,0337 x Scrave)]

E = Esscorrected –

11

(140-umur) BW

72 x SCr

0.85 (140-umur) BW

72 x SCr

4IBW (Scr2 – Scr1)

∆t

Page 12: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

CrCl (in mL/min/1.73m2) = E/(14,4 x Scrave)

dimana Scrave nilai rata-rata dua kreatinin serum yang ditentukan dalam mg/dL, Scr1

adalah kreatinin serum pertama dan Scr2 adalah kreatinin serum kedua, keduanya

dalam mg/dL, dan ∆t selisih waktu antara pengukuran Scr1 dan Scr2 dalam menit.

Pasien yang memiliki kelebihan berat badan lebih dari 30% dari berat badan

idealnya, menggunakan pengukuran bersihan kreatinin dengan metode yang lain

yaitu dapat diukur dengan menggunakan persamaan Salazar & Corcoran sebagai

berikut :

CrClest(males) =

CrClest(females) =

dengan umur dalam tahun, wt adalah berat badan dalam kg, Ht tinggi dalam meter,

dan SCr adalah kreatinin serum dalam mg/dL.

Metode yang dapat digunakan untuk pasien anak–anak dan remaja dapat

dihitung dengan persamaan berikut (Bauer, 2006):

CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,45 x Ht)/ SCr umur 0-1 tahun

CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,55 x Ht)/ SCr umur 1-20 tahun.

B. PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL.

Pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun dan penderita gagal ginjal

stadium akhir memiliki peningkatan risiko terhadap efek obat yang tidak diinginkan

karena obat yang diterima pasien akan memiliki masalah dalam proses eksresis obat.

Pendekatan pada literatur menyatakan konsep perubahan disposisi obat pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dideskripsikan dalam pendekatan

butuhnya penyesuaian dosis individual untuk mengoptimalkan terapi dengan efek

toksisitas yang sangat minimal yang diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan

ginjal (Matzke, 2002).

Regimen dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dirancang

berdasarkan perubahan farmakokinetik yang terjadi pada pasien dengan fungsi ginjal

yang menurun. Secara umum, obat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

12

(139 – umur) [(0,285 x Wt) + (12,1 x Ht2)]

51 x SCr

(146 – umur) [(0,287 x Wt) + (9,47 x Ht2)]

60 x SCr

Page 13: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

memiliki perpanjangan waktu paruh eliminasi obat dan perubahan pada volume

distribusi obat. Beberapa pendekatan klinik melakukan penghitungan bersihan obat

berdasarkan monitoring fungsi ginjal. Dua pendekatan umum farmakokinetik untuk

penyesuaian dosis didasarkan pada bersihan obat dan waktu paruh eliminasi obat.

Penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal

harus dibuat berdasarkan perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat

pada tiap individu pasien. Metabolit aktif obat mungkin terbentuk dan harus

memperhatikan efek farmakologi yang muncul ketika dilakukan penyesuaian dosis.

Metode berikut digunakan untuk menafsirkan regimen dosis pertama dan dosis

pemeliharaan (Shargel, et al, 2005).

1. Metode Nomogram

Nomogram ini dibuat berdasarkan konsentrasi kreatinin serum, data pasien

(tinggi, berat, umur dan jenis kelamin), dan farmakokinetik obat. Setiap nomogram

memiliki kelemahan asumsi dan database obat.

Kebanyakan metode untuk penyesuaian dosis pada penyakit ginjal

diasumsikan bahwa pada eliminasi nonrenal obat tidak berpengaruh terhadap

penurunan fungsi ginjal dan jumlah konstanta kecepatan eksresi ginjal pada pasien

uremia adalah sebanding dengan konstanta produk dan bersihan kreatinin.

Dimana adalah konstanta kecepatan eliminasi obat nonrenal dan adalah suatu

konstanta. Gambar 4 menunjukkan nomogram yang memprentasikan persamaan

diatas, dengan empat jenis obat, setiap obat memiliki konstanta kecepatan eksresi

ginjal yang berbeda – beda.

13

Page 14: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Nomogram hubungan antara bersihan kreatinin dengan konstanta laju eliminasi obat

(Shargel et al, 2005).

Metode nomogram menetapkan dan memperkirakan rasio konstanta laju

eliminasi pada pasien uremia (k u) terhadap konstanta laju eliminasi normal (k N)

berdasarkan bersihan kreatinin. Pada metode ini, ditetapkan sederetan obat yang

dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang dieksresikan dalam bentuk utuh

melalui urin (fe). Berdasarkan Berdasarkan rasio k u/k N, dosis uremia dapat dihitung

dengan persamaan.

14

Page 15: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Konstanta laju eliminasi beberapa jenis obat (Shargel, et al , 2005)

Nomogram ini mendeskripsikan persentase perubahan konstanta laju

eliminasi normal (ordinat kiri) dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan waktu

paruh eliminasi (ordinat kanan) sebagai fungsi dari bersihan kreatinin. Obat – obat

dengan kemiringan individual, diberikan disini.

Konstanta Laju Eliminasi Berbagai Jenis Obat (Shargel, et al , 2005).

Group Drug k N (hr– 1) k nr (hr– 1) k nr/k N%

A Minocycline 0.04 0.04 100.0

  Rifampicin 0.25 0.25 100.0

  Lidocaine 0.39 0.36 92.3

  Digitoxin 0.114 0.10 87.7

B Doxycycline 0.037 0.031 83.8

  Chlortetracycline 0.12 0.095 79.2

15

Page 16: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

C Clindamycin 0.16 0.12 75.0

  Chloramphenicol 0.26 0.19 73.1

  Propranolol 0.22 0.16 72.8

  Erythromycin 0.39 0.28 71.8

D Trimethoprim 0.054 0.031 57.4

  Isoniazid (fast) 0.53 0.30 56.6

  Isoniazid (slow) 0.23 0.13 56.5

E Dicloxacillin 1.20 0.60 50.0

  Sulfadiazine 0.069 0.032 46.4

  Sulfamethoxazole 0.084 0.037 44.0

F Nafcillin 1.26 0.54 42.8

  Chlorpropamide 0.020 0.008 40.0

  Lincomycin 0.15 0.06 40.0

G Colistimethate 0.154 0.054 35.1

  Oxacillin 1.73 0.58 33.6

  Digoxin 0.021 0.007 33.3

H Tetracycline 0.120 0.033 27.5

  Cloxacillin 1.21 0.31 25.6

  Oxytetracycline 0.075 0.014 18.7

I Amoxicillin 0.70 0.10 14.3

  Methicillin 1.40 0.19 13.6

J Ticarcillin 0.58 0.066 11.4

  Penicillin G 1.24 0.13 10.5

  Ampicillin 0.53 0.05 9.4

  Carbenicillin 0.55 0.05 9.1

K Cefazolin 0.32 0.02 6.2

  Cephaloridine 0.51 0.03 5.9

  Cephalothin 1.20 0.06 5.0

  Gentamicin 0.30 0.015 5.0

L Flucytosine 0.18 0.007 3.9

  Kanamycin 0.28 0.01 3.6

16

Page 17: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

  Vancomycin 0.12 0.004 3.3

  Tobramycin 0.32 0.010 3.1

  Cephalexin 1.54 0.032 2.1

k N untuk pasien dengan fungsi ginjal normal, k nr untuk pasien dengan gangguan

fungsi ginjal k nr/k N% = persen eliminasi romal pada gangguan fungsi ginjal.

Penghitungan penyesuaian dosis menggunakan nomogram ini dilakukan

dengan membaca nilai persentase dari nomogram sesuai dengan grafik

kelompok obat yang digunakan. Selanjutnya, setelah nilai diketahui nilai

dapat diketahui dengan mengalikan nilai dengan nilai yang didapat dari

tabel berdasarkan nama obat. Selanjutnya penyesuaian dosis dapat dihitung dengan

persamaan;

Apabila interval dosis (τ) tetap konstan, dosis pada pasien uremia selalu lebih

kecil dibandingkan dosis normal. Sebagai pengganti pengurangan dosis pada pasien

uremia, biasanya dosis tetap konstan dan interval dosis (τ) diperpanjang berdasarkan

persamaan

Dimana τu adalah interval dosis pada dosis pasien uremia dan τN adalah interval dosis

untuk dosisi pada pasien dengan fungsi ginjal normal (Shargel, et al , 2005).

17

Page 18: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

2. Metode fraksi eksresi obat dalam bentuk tidak berubah.

Pada kebanyakan obat, fraksi obat yang dieksresikan dalam bentuk tidak

berubah ( )telah ada dalam literatur. Tabel IV menunjukkan daftar obat dengan

nilai dan waktu paruh eliminasi. Metode dalam menghitung penyesuaian

regimen dosis pada pasien uremia secara umum telah digunakan pada banyak obat

yang telah diketahui nilai nya.

Fraksi Eksresi Obat Dalam Bentuk Tidak Berubah (Shargel, et al , 2005).

Obat fe t 1/2 normal (hr)a

Acebutolol 0.44 ± 0.11 2.7 ± 0.4

Asetaminofen 0.03 ± 0.01 2.0 ± 0.4

Acetohexamide 0.4 1.3

Allopurinol 0.1 2–8

Alprenolol 0.005 3.1 ± 1.2

Amantadine 0.85 10

Amikacin 0.98 2.3 ± 0.4

Amiloride 0.5 8 ± 2

Amoxicillin 0.52 ± 0.15 1.0 ± 0.1

Amphetamine 0.4–0.45 12

Amphotericin B 0.03 360

Ampicillin 0.90 ± 0.08 1.3 ± 0.2

Atenolol 0.85 6.3 ± 1.8

Azlocillin 0.6 1.0

Bacampicillin 0.88 0.9

Baclofen 0.75 3–4

Bleomycin 0.55 1.5–8.9

Bretylium 0.8 ± 0.1 4–17

Bumetanide 0.33 3.5

18

Page 19: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Carbenicillin 0.82 ± 0.09 1.1 ± 0.2

Cefalothin 0.52 0.6 ± 0.3

Cefamandole 0.96 ± 0.03 0.77

Cefazolin 0.80 ± 0.13 1.8 ± 0.4

Cefoperazone 0.2–0.3 2.0

Cefotaxime 0.5–0.6 1–1.5

Cefoxitin 0.88 ± 0.08 0.7 ± 0.13

Cefuroxime 0.92 1.1

Ceftriaxone 0.65 0.9 ± 0.18

Chloramphenicol 0.05 2.7 ± 0.8

Chlorphentermine 0.2 120

Chlorpropamide 0.2 36

Chlorthalidone 0.65 ± 0.09 44 ± 10

Cimetidine 0.77 ± 0.06 2.1 ± 1.1

Clindamycin 0.09–-0.14 2.7 ± 0.4

Clofibrate 0.11–0.32 13 ± 3

Clonidine 0.62 ± 0.11 8.5 ± 2.0

Colistin 0.9 3

Cytarabine 0.1 2

Cyclophosphamide 0.3 5

Dapsone 0.1 20

Dicloxacillin 0.60 ± 0.07 0.7 ± 0.07

Digitoxin 0.33 ± 0.15 166 ± 65

Digoxin 0.72 ± 0.09 42 ± 19

Disopyramide 0.55 ± 0.06 7.8 ± 1.6

Doxycycline 0.40 ± 0.04 20 ± 4

Erythromycin 0.15 1.1–3.5

Ethambutol 0.79 ± 0.03 3.1 ± 0.4

Ethosuximide 0.19 33 ± 6

Flucytosine 0.63–0.84 5.3 ± 0.7

Flunitrazepam 0.01 15 ± 5

Furosemide 0.74 ± 0.07 0.85 ± 0.17

19

Page 20: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Gentamicin 0.98 2–3

Griseofulvin 0 15

Hydralazine 0.12–0.14 2.2–2.6

Hydrochlorothiazide 0.95 2.5 ± 0.2

Indomethacin 0.15 ± 0.08 2.6–11.2

Isoniazid    

  Rapid acetylators 0.07 ± 0.02 1.1 ± 0.2

  Slow acetylators 0.29 ± 0.05 3.0 ± 0.8

Isosorbide dinitrate 0.05 0.5

Kanamycin 0.9 2.1 ± 0.2

Lidocaine 0.02 ± 0.01 1.8 ± 0.4

Lincomycin 0.6 5

Lithium 0.95 ± 0.15 22 ± 8

Lorazepam 0.01 14 ± 5

Meperidine 0.04–0.22 3.2 ± 0.8

Methadone 0.2 22

Methicillin 0.88 ± 0.17 0.85 ± 0.23

Methotrexate 0.94 8.4

Methyldopa 0.63 ± 0.10 1.8 ± 0.2

Metronidazole 0.25 8.2

Mexiletine 0.1 12

Mezlocillin 0.75 0.8

Minocycline 0.1 ± 0.02 18 ± 4

Minoxidil 0.1 4

Moxalactam 0.82–0.96 2.5–3.0

Nadolol 0.73 ± 0.04 16 ± 2

Nafcillin 0.27 ± 0.05 0.9–1.0

Nalidixic acid 0.2 1.0

Netilmicin 0.98 2.2

Neostigmine 0.67 1.3 ± 0.8

Nitrazepam 0.01 29 ± 7

20

Page 21: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Nitrofuraniton 0.5 0.3

Nomifensine 0.15–0.22 3.0 ± 1.0

Oxacillin 0.75 0.5

Oxprenolol 0.05 1.5

Pancuronium 0.5 3.0

Pentazocine 0.2 2.5

Phenobarbital 0.2 ± 0.05 86 ± 7

Pindolol 0.41 3.4 ± 0.2

Pivampicillin 0.9 0.9

Polymyxin B 0.88 4.5

Prazosin 0.01 2.9 ± 0.8

Primidone 0.42 ± 0.15 8.0 ± 4.8

Procainamide 0.67 ± 0.08 2.9 ± 0.6

Propranolol 0.005 3.9 ± 0.4

Quinidine 0.18 ± 0.05 6.2 ± 1.8

Rifampin 0.16 ± 0.04 2.1 ± 0.3

Salicylic acid 0.2 3

Sisomicin 0.98 2.8

Sotalol 0.6 6.5–13

Streptomycin 0.96 2.8

Sulfisoxazole 0.53 ± 0.09 5.9 ± 0.9

Sulfinpyrazone 0.45 2.3

Tetracycline 0.48 9.9 ± 1.5

Thiamphenicol 0.9 3

Thiazinamium 0.41  

Theophylline 0.08 9 ± 2.1

Ticarcillin 0.86 1.2

Timolol 0.2 3–5

Tobramycin 0.98 2.2 ± 0.1

Tocainide 0.20-0.70 (0.40 mean) 1.6–3

Tolbutamide 0 5.9 ± 1.4

21

Page 22: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Triamterene 0.04 ± 0.01 2.8 ± 0.9

Trimethoprim 0.53 ± 0.02 11 ± 1.4

Tubocurarine 0.43 ± 0.08 2 ± 1.1

Valproic acid 0.02 ± 0.02 16 ± 3

Vancomycin 0.97 5–6

Metode Giusti-Hayton (1973) mengasumsikan bahwa efek dari penurunan

fungsi ginjal pada porsi konstanta laju eliminasi ginjal dapat diperkirakan dari

perbandingan bersihan kreatinin pasien uremia, terhadap bersihan kreatinin

normal, :

Dimana adalah konstanta laju eksresi obat pada pasien uremia dan adalah laju

eksresi ginjal normal.

Karena keseluruhan konstanta eliminasi pasien uremia, adalah jumlah eliminasi

melalui ginjal dan bukan ginjal,

Bila fe = k N r/k N = fraksi obat yang dieksresika dalam bentuk bebas melalui urin dan

1 – fe = k u nr/k N = fraksi obat yang dieksresikan bukan melalui ginjal. Disubtitusikan

kedalam persamaan diatas sehingga diperoleh persamaan Giusti – Hayton. Dimana G

adalah faktor Giusti – Hayton yang dapat dihitung dari fe dan rasio pada pasien

uremia terhadap bersihan normal.

22

Page 23: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

atau

sehingga penyesuaian dosis dapat dihitung dengan persamaan

dimana, Du adalah dosis pada pasien uremia dan DN adalah dosis untuk fungsi ginjal

normal. Peneyesuaian dosis juga dapat dilakukan dengan mengubah interval

pemberian obat dengan persamaan :

dengan τu adalah interval untuk psien uremia dan τN adalah interval pada fungsi

ginjal normal (Shargel, et al , 2005)

C. Contoh Kasus

Pasien (R) berumur 75 tahun dengan berat badan 50 kg, dan tinggi sekitar

165 cm, mengalami gagal ginjal kronik dengan komplikasi diabetes mellitus dan

pielonefritis kronis, dirawat di RSAM Bukittinggi pada pertengahan oktober 2011

selama 15 hari. Obat yang menjadi permasalahan di sini adalah penggunaan

ceftriaxone 2x1g / hari yang diberikan oleh dokter jaga (dokter umum). Karena

merasa adanya kejanggalan, kemudian dokter konsulen penyakit dalam meminta

bantuan apoteker untuk menghitung penyesuaian dosis obat tersebut.

Data labor:

Kreatinin pasien: 12,9 (Cr. Normal <1,5 mg/dL)

Data literatur:

Fraksi dalam bentuk tidak berubah (fe) = 65%

Dosis lazim 1-2 g/ hari maksimal 4 g/hari

23

Page 24: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Penjelasan Kasus:

Pasien di atas memiliki berat badan yang hampir ideal, sehingga penghitungan

creatinin klirens menggunakan rumus Cocroft anda Gault.

CrClest (pasien) =

=

= 3,49 mL/menit

CrClest (normal) =

=

= 30,09 mL/menit

Untuk dosis harian 1 g/hari, penyesuaiannya adalah:

24

(140-umur) BW

72 x SCr

(140-75) 50

72 x 12,9

(140-75) 50

72 x 1,5

(140-umur) BW

72 x SCr

Page 25: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

Untuk dosis harian 2 g/hari, penyesuaiannya adalah:

Untuk dosis maksimal 4 g/hari, penyesuaian dosisnya adalah:

Kesimpulannya: Dosis harian setelah disesuaikan menjadi 0,31 – 0,62 g/hari,

maksimal 1,24 g/hari.

25

Page 26: Aplikasi Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gangguan Hati Dan Ginjal

26