apendisitis.docx

Upload: primahatini

Post on 07-Mar-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

APENDISITIS

1. PENGERTIAN Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas, obstruksi apendiks oleh feses, atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya. (Corwin,2009;607) Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer ddk. 2001).Jadi apendisitis adalah peradangan pada apendiks yang dapat timbul akibat obstruksi apendiks atau penyebab lainnya yang merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi

2. ETIOLOGI/PENYEBABApendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.

3. EPIDEMIOLOGI

Sejarah apendisitis dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama kali menyebutkan proses peradangan di sekum dengan typhlitis atau perityphlitis. Reginald H. dan Fitz untuk pertama kalinya melakukan pemeriksaan histopatologi apendiks dari hasil operasi. Sejarah modern apendisitis dimulai dari tulisan klasik Charles McBurney tahun 1889, yang dipublikasikan dalam New York Surgical Society on November 13,1889. McBurney mendiskripsikan peradangan akut di kuadran kanan bawah biasanya disebabkan oleh apendisitis, yang sebelumnya disebut oleh Melier dengan typhlitis atau perityphl Frekuensi apendisitis ialah sekitar 7% di Amerika Serikat. Angka insidennya ialah1,1 kasus perseribu orang. Di Inggris, apendisitis merupakan kegawatdaruratanabdomen yang paling sering dan mengakibatkan 40.000 orang harus dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita dengan rasio 1,4:1 dan resiko mendapatkan penyakit ini ialah 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita. Golongan umur terbanyak adalah dewasa muda, yaitu antara umur 10-30 tahun.Sejak tahun 1940, insiden apendisitis telah menurun di Inggris namun penyebab penurunan ini belum begitu jelas.Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis akut mengalami penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus apendisitis akut pada periode 19331937 dengan 19431948. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis lokal menurun dari 5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus meninggal karena apendisitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu populasi. Pada tahun 1977, mortalitas pasien dengan apendisitis akut tanpa perforasi 0,1-0,6% dan dengan perforasi 5%. (Agustinnur. 2010) Apendisitis akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, namun dalam tiga dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada usia 20-30 tahun, insiden pada laki-laki lebih tinggi. Appendicitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2tahun (Anonim. 2010)

4. MANIFESTASI KLINISGejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya dan biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.1. Pada anak-anakGejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.2. Pada orang tua berusia lanjutGejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.3. Pada wanitaGejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

5. PATOFISIOLOGIApendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang belum diketahui fungsinya pada manusia. Struktur ini berupa tabung yang pankang, sempit (sekitar 6 sampai 9 cm), dan mengandung arteria apendikularis yang merupakan suatu arteria terminalis (end-artery).Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding abdomen, di bawah titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior ke kanan umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal apendiks.Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Patogenesis utamanya diduga adanya obstruksi lumen, yang biasanya disebut fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Penumbatan pengeluaran secret mucus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan tekanan intrakrtanium dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteri terminalis (end-artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya mengakibatkan nekrosis, gangrene, dan perforasi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa ulserasi mukosa sekitar 60 hingga 70% kasus, lebih sering daripada sumbatan lumen. Penyebab ulserasi tidak diketahui, walaupun sampai sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus. Akhir-akhir ini penyebab infeksi yang paling diperkirakan adalah Yersinia enterocolotica. (Price.2006:448)Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

6. PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis ringan (10.000-20.000/ ml) dengan peningkatan jumlah netrofil. Ini ditemukan pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, Pada appendicular infiltrat, didapatkan LED akan meningkat. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan urin perlu dilakukan untuk membedakanya dengan kelainan pada saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.b. Abdominal X-RayDigunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.c. USGBila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG terutama pada wanita dan juga bila dicurigai adanya abses. Pemeriksaan USG dilakukan bila sudah terjadi infiltrat apendikularis. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.d. Barium enema Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.e. CT-scanDapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.f. LaparoscopiSuatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukandalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.g. HistopatologiPemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untukdiagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.

8. KOMPLIKASIApendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leikositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang diagnosis dapat ditegakan dengan pasti.Perforasi merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Insiden perforasi adalah 10 % sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.Teromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdomen lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan. 9. PENATALAKSANAAN1. Sebelum operasia. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.b. Intubasi bila perluc. Antibiotik2. Operasi apendiktomi3. PascaoperasiPerlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuki mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gannguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien di puasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya dalam perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5jam lalu naikkan 30ml/ja. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jaritan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasiBila tidak ada fasilitas bedah berikan penatalaksanaan bedah dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi dapat berkurang.

10. KRITERIA DIAGNOSISDiagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi 1. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti Nyeri di sekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan2. Demam lebih dari 37,50C3. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).4. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini : Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu Perubahan pericaecal. Massa pada appendix5. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.6. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa inflamasi, luas dan lokasinya.

11. DIAGNOSIS BANDING Gastroenteritis akut : Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah pindah. Hiperperistaltik merupakan merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis. Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebih sering pada anak anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal yang penting. Enteritis regional, amubiasis,ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir. Pneumonia lobus kanan bawah kadang kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah(Nining,2008)

12. PROGNOSISDengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

13. HEPre operasi Persiapan fisik dan mental pasien. Perawat bisa menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya dilakukan tindakan operasi dan akibat yang akan ditimbulkan jika tidak dilakukan tindakan operasi tersebut. Pasien diberi instruksi secara lisan dan tertulis tentang gejala-gejala yang akan dialami pasien setelah operasi yaitu kemerahan atau pemisahan sayatan, dan peningkatan nyeri insisi.Post operasi Menyarankan pasien untuk mengkonsumsi diet tinggi serat Memberi informasi kepada pasien mengenai tanda infeksi pada insisi, yang memerlukan intervensi medis misalnya demam, kemerahan menetap, bengkak, hangat lokal, nyeri tekan, drainage purulen dan bau busuk. Jika pasien menerima obat apapun di rumah, perawat dapat menjelaskan tentang tujuan pengobatan tersebut, dosis, frekuensi, waktu serta potensi efek samping. Pasien harus diinstruksikan oleh perawat tentang langkah yang harus diambil jika efek samping terjadi. Menjelaskan kepada pasien mengenai gejala kekambuhan apendisitis Menjelaskan kepada pasien mengenai proses penyembuhan karena pasien dapat pulang beberapa hari setelah operasi apendisitis, jika pasien dapat beradaptasi dengan kondisinya. Pasien mungkin memerlukan dukungan sebagai adaptasi untuk pemulihan pasca-operasi. Jika pasien sudah pulang ke rumah, harus ada persediaan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien maupun keluarga tidak dapat melakukan perawatan insisi secara independen, dapat menyarankan pasien untuk melakukan perawatan secara home care, perawatan ke dokter, rumah sakit atau ke pusat kesehatan masyarakat terdekat.