apendiks lp
DESCRIPTION
apendisitisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Appendiksitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering
dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit,
hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan)
bilang dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat.
Appendiksitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang
dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi
pada usia dibawah 2 tahun.
Apendiksitis akut adalah keadaan yang sering memerlukan tindakan emergensi pada anak.
Kesulitan dalam membedakan diagnosis apendisitis akut dengan penyebab nyeri abdomen
yang lain dapat menyebabkan apendisitis perforasi, sehingga dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas. Risiko perforasi paling banyak pada usia 1 – 4 tahun yaitu 70 – 75
% dan 30 – 40% pada umur remaja. Lima puluh persen anak dengan apendisitis perforasi
tampak pada saat pasien datang sebelum diagnosis ditegakkan. Di Amerika kasus apendisitis
didapatkan pada 4:10000 pada anak umur dibawah 14 tahun dan lebih dari 80.000 kasus
dalam setahun. Pada penelitian multietnik pada 53.555 kasus apendisitis anak yang dilakukan
di Amerika, didapatkan hasil 63,5% apendisitis perforasi dan 36,5% apendiksitis simpel 1, 2,
3.
Apendiksitis akut adalah infeksi bakterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera. Di Indonesia ada
penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun
1991 – 2000. Terdapat 15 – 30 persen (30 – 45 persen pada wanita) gambaran histopatologi
yang normal pada hasil appendiktomi. Keadaan ini menambah komplikasi pasca operasi,
seperti adhesi, konsekuensi beban sisial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan
produktivitas. Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 – 92 persen. Pemakaian
laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), adalah dalam
usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut. Beberapa pemeriksaan laboratorium
dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis penunjang apendisitis akut.
1
C-reactive protein (CRP), jumlah sel leukosit, dan hitung jenis sel neutrofil (diferential
count) adalah petanda yang sensitif proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat,
dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut
yang akan meningkat 4 – 6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, yang dapat dilihat dengan
melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80
- 90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah,
tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Apendik
2
Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi)
yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di
bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara
klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjangnya 5 – 10 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin. Posisi apendiks, laterosekal: di lateral kolon
asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang merupakan satu-satunya
feeding arteri untuk apendiks, sehingga apabila terjadi trombus akan berakibat
terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks.
B. Fisiologi Apendik
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid
3
Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin
itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
C. Pengertian Apendisitis
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing
yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah,
usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu
dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti
bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Istilah apendisitis pertamakali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886 di
Boston. Morton pertamakali melakukan operasi apendektomi pada tahun 1887 di
Philadelphia. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya
akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
4
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi,
apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
D. Macam-macam Apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi atas :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
3. Apendisitis rekurens: Diagnose apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada
riwayat serangan yang berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukannya apendiktomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendiks tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena fibrosis dan
jaringan parut. Resiko terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%. Insiden
apendisitis rekurens adalah 10% dari specimen apendiktomi yang diperiksa secara
patologi. Pada apendiksitis rekurn, biasanya dilakukan apendiktomi karena
penderita sering kali datang dalam serangan akut.
4. Mukokel apendiks: Mukokel apendiks merupakan dilatasi kistik dari apendiks
yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh kista denoma yang dicurigai
dapat berubah menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan
berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba masa panjang diregio
iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
5
5. Tumor apendiks
a. Adenokarsinoma apendiks: Penyakit ini jarang ditemukan biasanya
ditemukan kebetulan sewaktu apendiktomi atas indikasi apendiksitis akut.
Karena bisa bermetastasis, dianjurkan hemikolektomi yang akan
memberikan harapan hidup yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
hanya apendektomi.
b. Karsinoid apendiks: Karsinoma apendiks merupakan tumor sel apendiks.
Kelainan ini jarang didiagnosis tetapi ditemukan secara kebutulan pada
pemeriksaaan patologi specimen apendiks dengan diagnose pra bedah
apendisitis akut. Sindrom apendiks, rasangan kemerahan (fleshing) dan
diare akut yang ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut diatas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan karsinoid ternyata juga dapat
berulang dan bermetastasis sehingga diperlukan operasi radika. Bila
specimen patologi apediks menunjukan karsinoid maka dilakukan operasi
ulang atau hemikolektomi kanan.
E. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu :
1. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Messo appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
6
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
F. Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak
dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis,
2007).
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di
belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya
ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri
pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih
atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan.
Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.
1. Klinis didapatkan gejala-gejala rangsangan peritoneum dengan pusat didaerah Mc
Burney.
a. Nyeri pada tekanan intra abdominal yang naik
b. Nyeri tekan dengan defans muskuler
c. Rebound phenomen: menekan perut bagian kiri dan dilepas mendadak, dirasa
nyeri pada perut sebelah kanan bawah.
7
d. Rovsing sign, menekan daerah kolon deskenden/transversum udara akan
menekan sekum hingga timbul sakit.
e. Tenhorn sign, menarik testis kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
f. Psoas sign, mengankat tungkai kanan dalam ekstensi, timbul nyeri perut kanan
bawah.
g. Obturator sign, fleksi dan endorotasi sendipanggul kanan, timbul nyeri perut
kanan bawah.
G. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan
oleh hiperplasia dari folikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit
dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti: cacing, striktur karenan fibrosis
akibat adanya peradangan sebelunnya. Sebab lain misalnya: keganasan (Karsinoma
Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung,
makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks
oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu
persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu
dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian
timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan
rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan
appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau
perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis
abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif
lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih
kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah,
8
maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan
kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.
H. Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri
mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke
perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang
menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,
penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling
terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga
terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor
di titik Mc. Burney.
2. Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai
respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi.
Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada
keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi
pada ginjal.
4. Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran
sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan
cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya
udara bebas dalam diafragma.
9
I. Pencegahan
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan
peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi
oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat. Perawatan dan
pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat
terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,
perforasi dan peritonitis.
J. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan
cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu
dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan
pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan
latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan
dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas
atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres
untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di
luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
K. Diagnosa Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis.
Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat
jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan
berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis
biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
10
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan
appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak-anak, biasanya didahului dengan
infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap,
jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri
mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya.
Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya
bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter,
salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering
dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga
berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.
L. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut:
1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2. Abses hati
3. Septi kemia
11
M. W.O.C
12
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)
Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan
Terputusnya aliran darah
Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks
Aliran darah berkurang
Apendiksitis akut fokalEdema dan ulserasi mukosa
Nyeriepigastrium
Infark dinding apendiks
Obstruksi vena, edema bertambahdan bakteri menembus dinding
Aliran arteri terganggu
Peradangan peritonium
Gangren
Apendiksitissupuratif acut
Apendiksitisganggrenosa
Nyeri didaerahkanan bawah
Dinding apendiks rapuh
perforasiInfiltrat
MK: G3 rasa nyaman
MK: G3 rasa nyaman
MK: Risiko infeksi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat kesehatan saat ini; mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan
bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di
sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan
leukosit.
3. Pemeriksaan fisik
13
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi
c. Eliminasi
Konstipasi pada awitan
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
d. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
e. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
f. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
g. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan
sakit pinggang.
h. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar
getah bening.
B. Diagnosa Keperawatan Apendisitis
1. Pre operasi
a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan muntah pre operasi.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh.
e. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
informasi kurang.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
2. Post Operasi
14
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post
operasi appenditomi.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap
nyeri.
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.
d. Risiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan secara oral.
C. Perencanaan
1. Pre operasi
a. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang.
Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.
1) Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria :
Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
2) Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
b) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan
meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya
dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
c) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
b. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan
meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco >
10.000/mm3
1) Tujuan: Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda
infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
2) Intervensi:
a) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin
ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional: Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya
15
rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih
dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
b) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan
klisma.
Rasional: Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga
bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang
lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
c) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional: Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap
timbulnya mikro organisme.
d) HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional: Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam
pelaksaan tindakan.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal,
ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah
epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit
pada perut bagian kanan bawah.
1) Tujuan: Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria: Pernapasan normal.
Sirkulasi normal.
2) Intervensi:
a) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
b) Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat
sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri.
c) Lakukan gate control.
Rasional: Dengan gate control saraf yang berdiameter besar
merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri
tidak diteruskan ke hypothalamus.
16
d) Kolaborasi dengan memberi analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri
(apabila sudah mengetahui gejala pasti).
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang
penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur.
1) Tujuan: Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan
pengobatannya.
2) Intervensi:
a) Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan
setelah operasi.
Rasional: Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat
melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-
fungsi optimal alat-alat tubuh.
b) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode
istirahat setelah operasi.
Rasional: Mencegah luka baring dan dapat mempercepat
penyembuhan.
c) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband,
pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat
mempercepat proses penyembuhan.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu
makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa
mual muntah.
1) Tujuan: klien mampu merawat diri sendiri
2) Intervensi:
a) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional: menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
b) Perkirakan/hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu
makan sampai minimal
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi berfokus
pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
17
c) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Mengawasi keefektifan secara diet.
d) Beri makan sedikit tapi sering
Rasional: Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.
e) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
f) Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional: Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
g) Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan
distres.
Rasional: Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
h) Memberi makanan yang bervariasi
Rasional: Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan
klien.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku
nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
1) Tujuan: klien mampu merawat diri sendiri
2) Intervensi:
a) Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan
sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional: Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan
meningkatkan kesehatan.
b) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional: Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa
nyaman
c) Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan
diri.
Rasional: Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga
personal hygiene.
d) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional: Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam
kebersihan
18
e) Bimbing keluarga klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
f) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional: Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta
mencegah terjadinya infeksi.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post
operasi appendiktomi
1) Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan
2) Kriteria Hasil:
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
3) Intervensi
a) Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri
dengan tepat.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
c) Dorong ambulasi dini.
d) Berikan aktivitas hiburan.
e) Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional
a) Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan
penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
b) Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
c) Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
d) meningkatkan relaksasi.
e) Menghilangkan nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap
nyeri
1) Tujuan
Toleransi aktivitas
2) Kriteria Hasil:
a) Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
b) Tidak berhati-hati dalam bergerak.
19
3) Intervensi
a) catat respon emosi terhadap mobilitas.
b) Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
c) Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
d) Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional
a) Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
b) Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
c) Memperbaiki mekanika tubuh.
d) Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi
1) Tujuan
Infeksi tidak terjadi
2) Kriteria Hasil:
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
3) Intervensi
a) Ukur tanda-tanda vital
b) Observasi tanda-tanda infeksi
c) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan
aseptik
d) Observasi luka insisi
Rasional
a) Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
b) Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
c) Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
d) Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral
1) Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
2) Intervensi
a) Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh
20
b) Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
c) Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena
Rasional
a) Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
b) Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
c) Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup
dan meningkatkan fungsi ginjal
D. Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian
kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada
tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam
melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara
khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan
fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh
perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya
Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama
dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan
kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat
berdasarkan atas pesan orang lain.
E. Evaluasi
1. Gangguan rasa nyaman teratasi
2. Tidak terjadi infeksi
3. Gangguan nutrisi teratasi
4. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
5. Tidak terjadi penurunan berat badan
6. Tanda-tanda vital dalam batas normal
21
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marlynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC
Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta:
EGC.
22