apendiks lp

32
BAB I PENDAHULUAN Appendiksitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bilang dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendiksitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun. Apendiksitis akut adalah keadaan yang sering memerlukan tindakan emergensi pada anak. Kesulitan dalam membedakan diagnosis apendisitis akut dengan penyebab nyeri abdomen yang lain dapat menyebabkan apendisitis perforasi, sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Risiko perforasi paling banyak pada usia 1 – 4 tahun yaitu 70 – 75 % dan 30 – 40% pada umur remaja. Lima puluh persen anak dengan apendisitis perforasi tampak pada saat pasien datang sebelum diagnosis ditegakkan. Di Amerika kasus apendisitis didapatkan pada 4:10000 pada anak umur dibawah 14 tahun dan lebih dari 80.000 kasus dalam setahun. Pada penelitian multietnik pada 53.555 kasus apendisitis anak yang dilakukan di Amerika, 1

Upload: yuggie-chandra-el-hamdi

Post on 28-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

apendisitis

TRANSCRIPT

Page 1: Apendiks LP

BAB I

PENDAHULUAN

Appendiksitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering

dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit,

hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan)

bilang dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat.

Appendiksitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang

dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi

pada usia dibawah 2 tahun.

Apendiksitis akut adalah keadaan yang sering memerlukan tindakan emergensi pada anak.

Kesulitan dalam membedakan diagnosis apendisitis akut dengan penyebab nyeri abdomen

yang lain dapat menyebabkan apendisitis perforasi, sehingga dapat meningkatkan angka

morbiditas dan mortalitas. Risiko perforasi paling banyak pada usia 1 – 4 tahun yaitu 70 – 75

% dan 30 – 40% pada umur remaja. Lima puluh persen anak dengan apendisitis perforasi

tampak pada saat pasien datang sebelum diagnosis ditegakkan. Di Amerika kasus apendisitis

didapatkan pada 4:10000 pada anak umur dibawah 14 tahun dan lebih dari 80.000 kasus

dalam setahun. Pada penelitian multietnik pada 53.555 kasus apendisitis anak yang dilakukan

di Amerika, didapatkan hasil 63,5% apendisitis perforasi dan 36,5% apendiksitis simpel 1, 2,

3.

Apendiksitis akut adalah infeksi bakterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut

adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera. Di Indonesia ada

penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun

1991 – 2000. Terdapat 15 – 30 persen (30 – 45 persen pada wanita) gambaran histopatologi

yang normal pada hasil appendiktomi. Keadaan ini menambah komplikasi pasca operasi,

seperti adhesi, konsekuensi beban sisial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan

produktivitas. Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 – 92 persen. Pemakaian

laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), adalah dalam

usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut. Beberapa pemeriksaan laboratorium

dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis penunjang apendisitis akut.

1

Page 2: Apendiks LP

C-reactive protein (CRP), jumlah sel leukosit, dan hitung jenis sel neutrofil (diferential

count) adalah petanda yang sensitif proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat,

dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut

yang akan meningkat 4 – 6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, yang dapat dilihat dengan

melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80

- 90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah,

tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Apendik

2

Page 3: Apendiks LP

Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi)

yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di

bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum.

Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara

klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang

menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Panjangnya 5 – 10 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa

mengandung amilase dan musin. Posisi apendiks, laterosekal: di lateral kolon

asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

Mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang merupakan satu-satunya

feeding arteri untuk apendiks, sehingga apabila terjadi trombus akan berakibat

terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks.

B. Fisiologi Apendik

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan

kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara

appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid

3

Page 4: Apendiks LP

Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin

itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan

appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini

kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

C. Pengertian Apendisitis

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah

kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

(Smeltzer, 2001).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus

ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi

dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka

kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing

yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing

(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah,

usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu

dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya

sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti

bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa

mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Istilah apendisitis pertamakali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886 di

Boston. Morton pertamakali melakukan operasi apendektomi pada tahun 1887 di

Philadelphia. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya

akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :

1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.

2. Fekalit

3. Benda asing

4. Tumor.

4

Page 5: Apendiks LP

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat

keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga

menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan

menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan

supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi,

apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang

kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

D. Macam-macam Apendisitis

Klasifikasi apendisitis terbagi atas :

1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu

sudah bertumpuk nanah.

2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah

sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks

miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

3. Apendisitis rekurens: Diagnose apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada

riwayat serangan yang berulang di perut kanan bawah yang mendorong

dilakukannya apendiktomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut.

Kelainan ini terjadi bila serangan apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan.

Namun, apendiks tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena fibrosis dan

jaringan parut. Resiko terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%. Insiden

apendisitis rekurens adalah 10% dari specimen apendiktomi yang diperiksa secara

patologi. Pada apendiksitis rekurn, biasanya dilakukan apendiktomi karena

penderita sering kali datang dalam serangan akut.

4. Mukokel apendiks: Mukokel apendiks merupakan dilatasi kistik dari apendiks

yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, biasanya

berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.

Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh kista denoma yang dicurigai

dapat berubah menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan

berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba masa panjang diregio

iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.

Pengobatannya adalah apendiktomi.

5

Page 6: Apendiks LP

5. Tumor apendiks

a. Adenokarsinoma apendiks: Penyakit ini jarang ditemukan biasanya

ditemukan kebetulan sewaktu apendiktomi atas indikasi apendiksitis akut.

Karena bisa bermetastasis, dianjurkan hemikolektomi yang akan

memberikan harapan hidup yang jauh lebih baik dibandingkan dengan

hanya apendektomi.

b. Karsinoid apendiks: Karsinoma apendiks merupakan tumor sel apendiks.

Kelainan ini jarang didiagnosis tetapi ditemukan secara kebutulan pada

pemeriksaaan patologi specimen apendiks dengan diagnose pra bedah

apendisitis akut. Sindrom apendiks, rasangan kemerahan (fleshing) dan

diare akut yang ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid. Sel

tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut diatas.

Meskipun diragukan sebagai keganasan karsinoid ternyata juga dapat

berulang dan bermetastasis sehingga diperlukan operasi radika. Bila

specimen patologi apediks menunjukan karsinoid maka dilakukan operasi

ulang atau hemikolektomi kanan.

E. Etiologi

Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi

yaitu :

1. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi

karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak

b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks

c. Adanya benda asing seperti biji – bijian

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun

(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada

masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk appendiks

a. Appendik yang terlalu panjang

b. Messo appendiks yang pendek

c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

6

Page 7: Apendiks LP

d. Kelainan katup di pangkal appendiks

F. Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah

dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak

dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.

Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian

bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika

penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-

38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada

orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri

tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi

berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis,

2007).

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak

tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di

belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya

ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri

pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih

atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang

secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan.

Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen

terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

1. Klinis didapatkan gejala-gejala rangsangan peritoneum dengan pusat didaerah Mc

Burney.

a. Nyeri pada tekanan intra abdominal yang naik

b. Nyeri tekan dengan defans muskuler

c. Rebound phenomen: menekan perut bagian kiri dan dilepas mendadak, dirasa

nyeri pada perut sebelah kanan bawah.

7

Page 8: Apendiks LP

d. Rovsing sign, menekan daerah kolon deskenden/transversum udara akan

menekan sekum hingga timbul sakit.

e. Tenhorn sign, menarik testis kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.

f. Psoas sign, mengankat tungkai kanan dalam ekstensi, timbul nyeri perut kanan

bawah.

g. Obturator sign, fleksi dan endorotasi sendipanggul kanan, timbul nyeri perut

kanan bawah.

G. Patofisiologi

Penyebab utama appendiksitis  adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan

oleh hiperplasia dari folikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit

dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti: cacing, striktur karenan fibrosis

akibat adanya peradangan sebelunnya. Sebab lain misalnya: keganasan (Karsinoma

Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung,

makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks

oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu

persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu

dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian

timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang

timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan

rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan

appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan

appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau

perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis

abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif

lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih

kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah,

8

Page 9: Apendiks LP

maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan

kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.

H. Pemeriksaan diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah

dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri

mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke

perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang

menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,

penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Pemeriksaan yang lain

1. Lokalisasi.

Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling

terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga

terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor

di titik Mc. Burney.

2. Test rektal.

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri

pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai

respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang

menyerang.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi.

Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada

keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi

pada ginjal.

4. Pemeriksaan radiologi

Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut,

kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran

sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan

cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya

udara bebas dalam diafragma.

9

Page 10: Apendiks LP

I. Pencegahan

Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan

peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi

oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat. Perawatan dan

pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat

terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,

perforasi dan peritonitis.

J. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan

cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah

diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi

abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang

sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu

dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan

pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan

latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan

dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas

atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres

untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.

Tindakan operatif ; appendiktomi.

Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di

tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di

luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

K. Diagnosa Banding

Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis.

Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat

jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan

berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis

biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.

10

Page 11: Apendiks LP

Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan

appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak-anak, biasanya didahului dengan

infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap,

jarang terjadi truemuscie guarding.

Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri

mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya.

Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya

bukanlah hal yang penting.

Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter,

salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering

dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga

berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.

L. Komplikasi

Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut:

1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks

2. Abses hati

3. Septi kemia

11

Page 12: Apendiks LP

M. W.O.C

12

Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)

Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Terputusnya aliran darah

Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Apendiksitis akut fokalEdema dan ulserasi mukosa

Nyeriepigastrium

Infark dinding apendiks

Obstruksi vena, edema bertambahdan bakteri menembus dinding

Aliran arteri terganggu

Peradangan peritonium

Gangren

Apendiksitissupuratif acut

Apendiksitisganggrenosa

Nyeri didaerahkanan bawah

Dinding apendiks rapuh

perforasiInfiltrat

MK: G3 rasa nyaman

MK: G3 rasa nyaman

MK: Risiko infeksi

Page 13: Apendiks LP

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

2. Riwayat Keperawatan

Riwayat kesehatan saat ini; mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan

bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di

sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan

leukosit.

3. Pemeriksaan fisik

13

Page 14: Apendiks LP

a. Aktivitas atau istirahat

Gejala : Malaise

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardi

c. Eliminasi

Konstipasi pada awitan

Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan atau

tidak ada bising usus.

d. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

e. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya

distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.

f. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit

yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.

g. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan

sakit pinggang.

h. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar

getah bening.

B. Diagnosa Keperawatan Apendisitis

1. Pre operasi

a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan muntah pre operasi.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh

inflamasi.

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

d. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

tubuh.

e. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan

informasi kurang.

f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

2. Post Operasi

14

Page 15: Apendiks LP

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post

operasi appenditomi.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap

nyeri.

c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.

d. Risiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan

cairan secara oral.

C. Perencanaan

1. Pre operasi

a. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan

muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang.

Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.

1) Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria :

Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.

2) Intervensi :

a) Monitor tanda-tanda vital.

Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

b) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.

Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan

meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya

dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

c) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.

Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

b. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan

meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco >

10.000/mm3

1) Tujuan: Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda

infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

2) Intervensi:

a) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin

ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.

Rasional: Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya

15

Page 16: Apendiks LP

rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih

dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.

b) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan

klisma.

Rasional: Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga

bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang

lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.

c) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.

Rasional: Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap

timbulnya mikro organisme.

d) HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.

Rasional: Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam

pelaksaan tindakan.

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal,

ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah

epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit

pada perut bagian kanan bawah.

1) Tujuan: Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria: Pernapasan normal.

Sirkulasi normal.

2) Intervensi:

a) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.

Rasional: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan

indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

b) Anjurkan pernapasan dalam.

Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat

sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa

nyeri.

c) Lakukan gate control.

Rasional: Dengan gate control saraf yang berdiameter besar

merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri

tidak diteruskan ke hypothalamus.

16

Page 17: Apendiks LP

d) Kolaborasi dengan memberi analgetik.

Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri

(apabila sudah mengetahui gejala pasti).

d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan

informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang

penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur.

1) Tujuan: Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan

pengobatannya.

2) Intervensi:

a) Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan

setelah operasi.

Rasional: Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat

melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-

fungsi optimal alat-alat tubuh.

b) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode

istirahat setelah operasi.

Rasional: Mencegah luka baring dan dapat mempercepat

penyembuhan.

c) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband,

pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.

Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat

mempercepat proses penyembuhan.

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu

makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa

mual muntah.

1) Tujuan: klien mampu merawat diri sendiri

2) Intervensi:

a) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien

Rasional: menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

b) Perkirakan/hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu

makan sampai minimal

Rasional: Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi berfokus

pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

17

Page 18: Apendiks LP

c) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional: Mengawasi keefektifan secara diet.

d) Beri makan sedikit tapi sering

Rasional: Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat

ditingkatkan.

e) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan

Rasional: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

f) Tawarkan minum saat makan bila toleran.

Rasional: Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

g) Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan

distres.

Rasional: Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien

memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

h) Memberi makanan yang bervariasi

Rasional: Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan

klien.

f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku

nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor

1) Tujuan: klien mampu merawat diri sendiri

2) Intervensi:

a) Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan

sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.

Rasional: Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan

meningkatkan kesehatan.

b) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.

Rasional: Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa

nyaman

c) Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan

diri.

Rasional: Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga

personal hygiene.

d) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.

Rasional: Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam

kebersihan

18

Page 19: Apendiks LP

e) Bimbing keluarga klien memandikan

Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan

f) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.

Rasional: Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta

mencegah terjadinya infeksi.

2. Post operasi

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post

operasi appendiktomi

1) Tujuan

Nyeri berkurang / hilang dengan

2) Kriteria Hasil:

Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.

3) Intervensi

a) Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri

dengan tepat.

b) Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.

c) Dorong ambulasi dini.

d) Berikan aktivitas hiburan.

e) Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.

Rasional

a) Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan

penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.

b) Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi

terlentang.

c) Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.

d) meningkatkan relaksasi.

e) Menghilangkan nyeri.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap

nyeri

1) Tujuan

Toleransi aktivitas

2) Kriteria Hasil:

a) Klien dapat bergerak tanpa pembatasan

b) Tidak berhati-hati dalam bergerak.

19

Page 20: Apendiks LP

3) Intervensi

a) catat respon emosi terhadap mobilitas.

b) Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.

c) Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.

d) Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.

Rasional

a) Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.

b) Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.

c) Memperbaiki mekanika tubuh.

d) Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi

1) Tujuan

Infeksi tidak terjadi

2) Kriteria Hasil:

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan

3) Intervensi

a) Ukur tanda-tanda vital

b) Observasi tanda-tanda infeksi

c) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan

aseptik

d) Observasi luka insisi

Rasional

a) Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi

b) Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah

c) Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.

d) Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan

pemasukan cairan secara oral

1) Tujuan

Kekurangan volume cairan tidak terjadi

2) Intervensi

a) Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh

20

Page 21: Apendiks LP

b) Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan

membran mukosa

c) Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena

Rasional

a) Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi

pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.

b) Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi

c) Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup

dan meningkatkan fungsi ginjal

D. Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian

kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada

tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam

melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara

khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan

fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.

Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh

perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya

Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama

dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan

kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat

berdasarkan atas pesan orang lain.

E. Evaluasi

1. Gangguan rasa nyaman teratasi

2. Tidak terjadi infeksi

3. Gangguan nutrisi teratasi

4. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya

5. Tidak terjadi penurunan berat badan

6. Tanda-tanda vital dalam batas normal

21

Page 22: Apendiks LP

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doenges, Marlynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Jakarta:

EGC

Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta:

EGC.

22