antihistamin

16
Laporan Praktikum Farmakologi BLOK 15 Skin & Integumen Histamin dan Antihistamin Disusun Oleh : KELOMPOK 10 KELAS E Giyanti Anshela 102011225 Stella Yosanie 102011226 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2013 Jln. Arjuna Utara no. 6 Kebun Jeruk, Jakarta 11510 Pendahuluan Pada blok kulit dan jaringan integument ini mahasiswa akan mempelajari semua hal yang berhubungan dengan kulit dan jaringan integument. Untuk ilmu farmakologi, obat antihistamin memegang

Upload: aresta21

Post on 25-Oct-2015

124 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum Farmakologi obat antihistamin

TRANSCRIPT

Page 1: Antihistamin

Laporan Praktikum Farmakologi

BLOK 15 Skin & Integumen

Histamin dan Antihistamin

Disusun Oleh :

KELOMPOK 10 KELAS E

Giyanti Anshela 102011225

Stella Yosanie 102011226

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2013

Jln. Arjuna Utara no. 6 Kebun Jeruk, Jakarta 11510

Pendahuluan

Pada blok kulit dan jaringan integument ini mahasiswa akan mempelajari semua hal yang

berhubungan dengan kulit dan jaringan integument. Untuk ilmu farmakologi, obat antihistamin

memegang peranan penting karena banyak sekali penyakit kulit yang disertai gejala gatal gatal, atau

akibat alergi lain yang didasarkan pada pengelepasan histamine. Tentunya banyak obat-obat lain yang

digunakan dalam menanggulangi penyakit kulit, seperti obat untuk jerawat, psoriasis, keratolitik, dan

lain-lain yang telah melalui uji klinis yang sahih.

Page 2: Antihistamin

Dalam praktikum ini akan diperlihatkan reaksi yang timbul pada kulit akibat histamine, yang

terkenal dengan reaksi triple response yang terdiri dari red spot, wheal, dan flare. Red spot sering tidak

jelas terlihay karena tetutup oleh wheal. Selain itu juga akan dilakukan observasi efek berbagai

antihistamin oral pada orang percobaan untuk melawan kerja histamine, serta efek proteksi

antihistamin pada bronkokontriksi akibat penyemprotan larutan histamine yang dilakukan pada hewan

coba.

Praktikum pada orang percobaan akan dilakukan dengan desain tersamar ganda, dimana baik

instruktur, orang percobaan dan pengamat yang melakukan observasi tidak mengetahui obat apa yang

diminum orang percobaan.

Sasaran belajar

1. Memperlihatkan efek triple response akibat pemberian histamine intradermal pada manusia

2. Memperlihatkan dan membandingkan efek berbagai jenis antihistamin oral dalam melawan efek

histamine.

3. Memeperlihatkan dan membandingkan efek proteksi berbagai jenis antihistamin terhadap

timbulnya brokokonstriksi akibat semprotan histamin

4. Memperlihatkan efek adrenalin dalam menanggulangi keadaan darurat akibat reaksi alergi hebat

misalnya bronkospasme

5. Membiasakan diri dengan golden rule

Alat dan Bahan

1. Tensimeter

2. Stetoskop

3. Thermometer kulit

4. Penggaris

5. Sungkup hewan coba dan nebulizer

6. Semprit 2,5 cc, tuberculin dan jarum suntik no 23G dan 26G

7. Kertas karton yang telah dilubangi dan kapas

8. Obat-obat :

Larutan histamine 1:80

Nacl 0.9%

Larutan alcohol 70%

Larutan antihistamin: difenhidramin dan klorfeneramin

Page 3: Antihistamin

Antihistamin oral:

CTM, cetirizin, siproheptadin, loratadin, homoclomin, placebo

Semua dikemas dalam kapsul yang sama, bentuk dan warnanya.

Dasar Teori

Persiapan

1. Pilihlah tiap kelompok 2 orang percobaan yang tidak mempunyai riwayat alergi, baik itu alergi

kulit, seperti gatal-gatal, urtikaria, angio-edem, atau system organ lain seperti asma bronchial,

tukak lambung, dan lain-lain.

2. Orang percobaan harus puasa 4 jam sebelum percobaan dimulai, agar absorbs obat berlangsung

dengan baik.

3. Hewan coba: 4 marmot

Tatalaksana

1. Lakukanlah pengukuran tanda-tanda vital meliputi : tekanan darah, nafas, nadi, suhu kulit, pada

orang percobaan yang berbaring diatas meja laboratorium. Tiap kelompok terdiri dari 2

mahasiswa sebagai orang percobaan dan lainnya bertindak sebagai pengamat

2. Lakukan 2 kali pengukuran tanda vital dengan interval 5 menit

3. Orang percobaan dalam posisi duduk, dengan lengan bawah diletakkan diatas meja

laboratorium dengan bagian volar mengahadap ke atas

4. Bersihkan bagian volar lengan kiri dengan kapas yang telah dibasahi alcohol untuk tindakan

asepsis, yaitu dengan mengusap secara sentrifugal.

5. Letakan kertas karton yang telah dilubangi sebagai lat bantu diatas bagian volar lengan yang

telah dibersihkan tadi, dan lakukan goresan X didalam lubang tadi. Jangan menggores terlalu

dalam sampai keluar darah dan jangan terlalu besar sehingga keluar dari lubang.

6. Mintalah larutan histamine pada instruktur dan teteskan 1 tepat diatas goresan tadi. Catat

waktunya dan biarkan larutan tadi terhisap habis.

7. Lakukan observasi kapan timbulnya triple response, catat sebagai mulai kerja dan ukur diameter

terpanjang dan terpendek dari udem dan area kemerahan dan catat saat triple response mencapai

ukuran maksimal, sebagai lama kerja.

8. Catatlah semua nilai tadi sebagai parameter dasar

9. Mintalah obat antihistamin pada instruktur dan catatlah kodenya, kemudian orang percobaan

minum obat tadi dengan segelas air.

Page 4: Antihistamin

10. Setelah menunggu 1 jam, maka dilakukan lagi pengukuran tanda vital, suhu kulit, serta

percobaan goresan histamine, persis seperti diatas.

11. Badingkan lah triple response yang terjadi sebelum dan sesudah minum obat

12. Catatlah jugaa semua gejala yang terjadi pada orang percobaan seperti: mengantuk, mulut

kering dan lain-lain.

Demonstrasi efek semprotan histamine pada marmot

Pada percobaan ini akan diperlihatkan terjadinya bronkospasme pada hewan percobaan marmot akibat

semprotan larutan histamine, juga akan terlihat proteksi oleh antihistamin yang diberikan pada marmot

sebelum semprotan, dan penanggulangan keadaan darurat akibat bronkospasme yang dapat

menyebabkan kematian marmot oleh adrenalin.

1. Ambilah 4 ekor marmot, berilah tanda pada masing-masing marmot, sehingga jelas marmot

yang diberi proteksi antihistamin dan yang tidak.

2. Dua ekor marmot disuntik antihistamin , masing-masing dengan larutan difenhidramin dan

larutan klorfeneramin maleat secara intraperitoneal, 30 menit sebelum dilakukan semprotan

histamine.

3. Siapkan semprit dan ampul adrenalin yang sudah siap untuk disuntikkan

4. Setelah 30 menit, 2 ekor marmot yang telah disuntik antihistamin dan 2 lagi yang belum

diproteksi antihistamin dimasukkan dalam sungkup kaca.

5. Lakukan lah semprotan larutan histamine 1:80 dengan menggunakan nebulizer kira-kira

sebanyak I ml

6. Perhatikan perubahan yang timbul pada 4 ekor marmot tadi, dimana marmot yang tidak

diproteksi antihistamin akan mengalami gejala-gejala bronkospasme. Segera keluarkan marmot

yang mengalami bronkospasme dari sungkup kaca dan segera suntikan larutan adrenalin

intraperitoneal, lakukan tindakan pemijatan ringan untuk pernafasannya.

Data Pengamatan & Pembahasan

Orang Percobaan (OP)

Sebelum dibuatnya goresan dan ditetesin dengan histamin, OP diukur terlebih dulu tanda-tanda

vitalnya. Dan dilakukan 2 kali dengan interval 5 menit.

Data OP 1

Page 5: Antihistamin

Tanda-Tanda Vital 1 TTV 2 setelah interval 5 menit

Tekanan Darah 120/90 mmHg 120/80 mm Hg

Frekuensi Pernafasan 34x/menit 28x/menit

Denyut Nadi 63x/menit 62x/menit

Suhu Kulit 35,99 °C 36,27 °C

Lalu dilakukannya goresan pada lengan kiri bagian volar denga ukuran karton yang telah dilubangi

Sebelum minum obat Red spot wheal flare

Tidak terlihat karena

tertutup oleh wheal

Muncul pada menit ke

3

Muncul pada menit ke

1

Puncak triple respon Redspot tidak terlihat Wheal pada puncak

terbesar pada menit ke

15

Flare meluas pada

puncak menit ke 17

lalu orang percobaan minum obat antihistamin yang berkode 87, setelah menunggu 45 menit orang

percobaan dilakukan TTV dan dibuat goresan histamine lagi.

Sesudah minum obat kode 87 TTV TRIPLE RESPONSE

Tebakan obat cetirizin karena

pasien tidak mengalami efek

samping seperti mengantuk

atau mulut kering, maka dari

itu menebak golongan obat

antihistamin generasi 2, tetapi

ternyata obat berkode 87

adalah CTM

Tekanan darah : 130/90

mmHg

Suhu : 35,74 °C

Flare -

Frekuensi pernafasan:

27x/menit

Wheal -

Nadi: 62x/menit Redspot -

Data OP ke-2

Tanda-Tanda Vital 1 TTV 2 setelah interval 5 menit

Tekanan Darah 120/70 mmHg 120/80 mm Hg

Page 6: Antihistamin

Frekuensi Pernafasan 19x/menit 21x/menit

Denyut Nadi 60x/menit 64x/menit

Suhu Kulit 35,5 °C 35,6 °C

Lalu dilakukannya goresan pada lengan kiri bagian volar denga ukuran karton yang telah dilubangi

Sebelum minum obat Red spot wheal flare

Tidak terlihat karena

tertutup oleh wheal

Muncul pada menit ke

1

Muncul pada menit ke

1

Puncak triple respon Redspot tidak terlihat Wheal pada puncak

terbesar pada menit ke

5

Flare meluas pada

puncak menit ke 8

lalu orang percobaan minum obat antihistamin yang berkode 116, setelah menunggu 45 menit orang

percobaan dilakukan TTV dan dibuat goresan histamine lagi.

Sesudah minum obat kode 116 TTV TRIPLE RESPONSE

Tebakan obat CTM karena

pasien mengalami efek

samping seperti mengantuk,

maka dari itu menebak

golongan obat antihistamin

generasi 1, tetapi ternyata obat

berkode 116 adalah Insidal

Tekanan darah : 130/90

mmHg

Suhu : 35,74 °C

Flare : terdapat kemerahan

dengan luas yang lebih kecil

daripada sebelum minum obat

Frekuensi pernafasan:

27x/menit

Wheal terdapat udem yang

munculnya lebih lama dan

ukurannya lebih kecil daripada

sebelum minum obat

Nadi: 62x/menit Redspot tidak tampak karena

tertutup flare

Pembahasan

Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Di pasaran banyak dijumpai

berbagai jenis antihistamin dengan berbagai macam indikasinya. Antihistamin terutama dipergunakan

Page 7: Antihistamin

untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin

berlebih. Penggunaan antihistamin secara rasional perlu dipelajari untuk lebih menjelaskan perannya

dalam terapi karena pada saat ini banyak antihistamin generasi baru yang diajukan sebagai obat yang

banyak menjanjikan keuntungan. 

Antihistamin bekerja dengan baik untuk mengobati gejala alergi, terutama bila gejala tidak

sering terjadi atau tidak berlangsung lama. Antihistamin terdapat dalam berbagai jenis dan merk, dan

dapat digolongkan menjadi antihistamin generasi pertama dan kedua. 

Antihistamin generasi pertama contohnya CTM, prometazin, difenhidramin, mepiramin, yang

bersifat sedatif (menyebabkan kantuk). Obat-obat ini bisa dibeli tanpa resep, dan dapat digunakan

untuk gejala ringan sampai sedang, baik sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan

obat dekongestan, misalnya untuk pengobatan influensa.

Pada umumnya obat antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa bila

digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama lain menurut gambaran efek

sampingnya. Perlu dipertimbangkan jika pasien harus berada dalam keadaan waspada/terjaga, misalnya

anak-anak yang harus belajar di sekolah, atau orang yang bekerja sebagai sopir atau menjalankan

mesin, karena obat-obat ini bisa mengganggu pekerjaannya dengan sifatnya yang membuat kantuk.

Efek sedatif ini diakibatkan oleh karena antihistamin generasi125 pertama ini memiliki sifat lipofilik

yang dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak.

Dengan tiadanya histamin yang menempel pada reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dantimbul

rasa mengantuk. (1,6) Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol dan obat antidepresan

misalnya minor tranquillisers. Karena itu, pengguna obat ini harus berhati-hati. Di samping itu,

beberapa antihistamin mempunyai efek samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering, dilatasi

pupil, penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia.

Antihistamin yang lebih baru, yang digolongkan generasi kedua, relatif tidak menyebabkan kantuk,

atau sedikit menyebabkan kantuk. Beberapa ada yang bisa dibeli bebas, sebagian ada yang harus dibeli

dengan resep dokter. Contoh obat-obat golongan ini antara lain fexofenadine, terfenadin, setirizin,

loratadin, desloratadin, dll, dengan berbagai nama paten. Ada pula antihistamin dalam bentuk semprot

hidung, yang berisi azelastin.

Dalam praktikum histamin dan antihistamin kali ini, dipercobakan beberapa jenis antihistamin oral,

yaitu chlorpheniramine maleat (CTM), cetirizin, siproheptadine, loratadin, homoklorsiklizin dan satu

Page 8: Antihistamin

sediaan sacharum lactis atau plasebo. . Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai obat-obatan

tersebut.

1. Chlorpheniramine Maleat (CTM) – AH1 generasi 1

CTM mengandung chlorpheniramine maleate. Chlorpheniramine maleate termasuk dalam

kategori agen antialergi, yaitu histamin (H1-receptor antagonist). Chlorpheniramine maleate

memiliki nama kimia 2-Pyridinepropanamine, b-(4-chlorophenyl)-N,N-dimethyl. Obat ini biasa

digunakan lebih sering sebagai obat tidur, dan disamping itu juga digunakan untuk meredakan

bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang disebabkan oleh hay

fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya.  Chlorphenamine sering dikombinasikan

dengan fenilpropanolamin untuk membentuk suatu obat alergi dengan antihistamin dan

dekongestan.  CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir

histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu

meniadakan kerja histamin. Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan

vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus),

kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada

gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau

terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang

peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.

Indikasi :

Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang

disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya.

Syok anafilaktik

Kontraindikasi :

Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap obat antihistamin

2. Cetirizin

Merupakan metabolit karboksilat dari antihistamin generasi pertama hidroksizin, diperkenalkan

sebagai antihistamin yang tidak mempunyai efek sedasi. Obat ini tidak mengalami

metabolisme, mulai kerjanya lebih cepat dari pada obat yang sejenis dan lebih efektif dalam

pengobatan urtikaria kronik.(11) Efeknya antara lain menghambat fungsi eosinofil,

menghambat pelepasan histamin dan prostaglandin D2. Cetirizin tidak menyebabkan aritmia

Page 9: Antihistamin

jantung, namun mempunyai sedikit efek sedasi sehingga bila dibandingkan dengan terfenadin,

astemizol dan loratadin obat ini lebih rendah.

3. Siproheptadine

Siproheptadin adalah suatu histamin yang mempunyai efek antagonis serotonin. Pada

binatang percobaan marmot, siproheptadin dapat melawan efek bronkokonstriksi serotonin.

Efek antiserotonin siproheptadin ini hampir sama kuatnya dengan LSD, yaitu dapat

menghambat efek serotonin pada otot polos bronkus dan uterus, serta dapat menghambat efek

udema oleh serotonin. Efek lain ialah efek depresi SSP ringan, dan juga memiliki efek

antikolinergik.

Siprohepatadin, selain mempunyai efek utama menghambat reseptor histamin

(antihistamin) juga mempunyai efek samping sebagai antiserotonin. Siproheptadin sebenarnya

adalah obat alergi, digunakan untuk pilek karena alergi atau gatal-gatal karena alergi. Efek

sampingnya, selain merangsang nafsu makan, juga menimbulkan kantuk, lelah, kadang pingsan

dan sesak napas, dll (Paisal, 2007).

Indikasi :

Penyakit alergi karena memiliki efek antihistamin dan efek antiserotonin.

Pengobatan dumping syndrome pascagastrektomi dan hipermotilitas usus pada

karsinoid, berdasar efek antiserotoninnya

Efek Samping :

Efek samping yang paling menonjol ialah sedasi. Gejala antikolinergik yang jarang

timbul, antara lain mulut kering, anoreksia, mual, dan pusing. Pada dosis tinggi dapat

terjadi ataksia. Berat badan dapat bertambah. Hal ini mungkin akibat aktivitas tubuh

yang menurun karena mengantuk (efek sedasi). Obat ini juga dikatakan dapat

merangsang nafsu makan, terutama pada anak

4. Loratadin

Page 10: Antihistamin

Mempunyai farmakokinetik serupa dengan terfenadin, dalam hal mulai bekerjanya dan

lamanya. Seperti halnya terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula mengalami metabolisme

menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin (DCL) dan selanjutnya

mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik, tanpa efek sedasi, serta

tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat dan tidak pernah dilaporkan terjadinya

kematian mendadak sejak obat ini diperbolehkan beredar pada tahun 1993.

Indikasi :

Meringankan gejala nasal dan non nasal rinitis alergi

Terapi simptomatik pruritus

Mengurangi jumlah dan besarnya lesi pada pasien urtikaria idiopatik

Kotra indikasi :

Hipersensitivitas

Tukak lambung aktif

Neonatus

Bayi prematur

Ibu menyusui

5. Homoklorsiklizin

Merupakan jenis AH1 senyawa siklizin yang mempunyai spectrum kerja luas, tergolong

antagonis yang kuat terhadap histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a.

Homoklorsiklizin masuk dalam deretan obat antihistamin baru yang berkhasiat berspektrum

luas. Obat ini selain berkhasiat sebagai antihistamin juga berkhasiat terhadap mediator lain

(serotonin). Jika pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal, dapat dicoba dipergunakan

antihistamin grup yang lain. Hidroksizin lebih efektif daripada antihistamin lain untuk

mencegah urtikaria. Demografisme dan urtikaria kolinergik. Efek samping dari obat ini adalah

sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, penglihatan kabur, dan reaksi alergi. Di samping

itu, pengonsumsian bersamaan dengan beberapa obat lain dapat menimbulkan interaksi,

semisal dengan obat-obatan depresan sistem saraf pusat, antikolinergik dan alkohol, akan

memperkuat efeknya.

Indikasi :

Antihistamin/Alergi

Kotra indikasi :

Page 11: Antihistamin

Serangan asma akut dan tidak digunakan pada bayi. Selain itu hati-hati pada penderita

glaukoma dan hipertropi prostat.

Perbandingan dengan Data kelompok lain

Kesimpulan