antibiotik.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN KEPEKAAN KUMAN
OLEH:
NAMA : ANNISA DWI CAHYA
NIM : J1E111052
KELOMPOK : 1 (SHIFT 3)
ASISTEN : RINI SAHRIDA LESTARI, S.Si
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
BANJARBARU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Pustaka
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut “magic bullet’, yang dirancang untuk
menangani infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotika
pertama, Salvarsan, yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich
kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara tidak sengaja
menemukan penicillin pada tahun 1928. Tujuh tahun kemudian,Gerhard
Domagk menemukan sulfa, yang membuka jalan penemuan obat anti TB,
isoniazid. Pada 1943, anti TB pertama ,streptomycin, ditemukan oleh
Selkman Wakzman dan Albert Schatz. Wakzman pula orang pertama yang
memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak saat itu antibiotika ramai
digunakan klinisi untuk menangani berbagai penyakit infeksi (Zhang, 2007).
Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu yang
membunuh kuman (bakterisid) dan yang hanya menghambat pertumbuhan
kuman (bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara
lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol,
rifampisin, isoniazid dan lain-lain. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat
bakteriostatik, dimana penggunaanya tergantung status imunologi pasien,
antara lain sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim,
linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain (Utami, 2012).
Tidak mengherankan apabila bakteri dapat dengan mudah
beradaptasi dengan paparan antibiotika, mengingat keberadaan dan
perkembanganya telah dimulai sejak kurang lebih 3,8 milyar tahun yang lalu.
Resistensi pasti diawali adanya paparan antibiotika, dan meskipun hanya ada
satu atau dua bakteri yang mampu bertahan hidup, mereka punya peluang
untuk menciptakan satu galur baru yang resisten. Sayangnya, satu galur baru
yang resisten ini bisa menyebar dari satu orang ke orang lain, memperbesar
potensinya dalam proporsi epidemik. Penyebaran ini dipermudah oleh
lemahnya control infeksi dan penggunaan antibiotika yang luas (Peterson,
2005).
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan
bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal
yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs
resistance didefinisikan sebagai resistensi terhadap daua atau lebih obat
maupun klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu
obat yang diikuti dengan obat lain yang belum pernah dipaparkan (Tripathi,
2003).
Ketika infeksi menjadi resisten terhadap pengobatan antibiotika lini
pertama, maka harus digunakan antibiotika lini kedua atau ketiga, yang mana
harganya lebih mahal dan kadang kala pemakaiannya lebih toksik. Di negara-
negara miskin, dimana antibiotika lini pertama maupun kedua tidak tersedia,
menjadikan potensi resistensi terhadap antibiotika lini pertama menjadi lebih
besar. Antibiotika di Negara miskin, didapatkan dalam jumlah sangat
terbatas, bahkan antibiotika yang seharusnya ada untuk mengatasi penyakit
infeksi yang disebabkan bakteri pathogen resisten, tidak terdaftar dalam
daftar obat esensial (Bisht et al, 2009)
Resistensi antibiotik terhadap mikroba menimbulkan beberapa
konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit
(prolonged illness), meningkatnya resiko kematian (greater risk of death) dan
semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit (length of stay). Ketika respon
terhadap pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius
untuk beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang
lebih besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain. Kemudahan
transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten
antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya
meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas (Deshpande,
2011).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan uji sensitivitas
mikrobia terhadap antibiotik, menentukan mikroba uji termasuk sensitif atau
resisten terhadap antibiotik yang diujikan serta dapat menentukan kadar
antibiotik.
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan tempat
Kegiatan praktikum dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 22 Maret
2013 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Dasar Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah piring petri, cakram
silinder, pinset, penggaris, dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuades, media
nutrient agar, kultur mikroba uji, antibiotik dalam paper disk, paper disk
kosong, betadin, antibiotik ampisilin.
2.3. Prosedur Kerja
2.3.1 Uji Potensi Antibiotik dengan Betadine
1. Diambil 1 ml media biakkan dari tabung reaksi, diletakkan ke
dalam 10-15 ml nutrient agar
2. Dihomogenasikan dengan diputar seperti angka 8
3. Didinginkan beberapa menit
4. Dibagi media nutrient agar menjadi 4 kuadran
5. Ditetesi kuadran A dengan Betadine 0,2%; kuadran B dengan
Betadine 0,4%; kuadran C dengan Betadine 0,6%; kuadran D
dengan Betadine 0,8%
2.3.2 Uji Potensi Antibiotik dengan Ampisilin
1. Diambil 1 ml media biakkan dari tabung reaksi, diletakkan ke
dalam 10-15 ml nutrient agar
2. Dihomogenasikan dengan diputar seperti angka 8
3. Didinginkan beberapa menit
4. Dibagi media nutrient agar menjadi 4 kuadran
5. Ditetesi kuadran A dengan Ampisilin 0,2%; kuadran B dengan
Ampisilin 0,4%; kuadran C dengan Ampisilin 0,6%; kuadran D
dengan Ampisilin 0,8%
2.3.3 Uji Kepekaan Kuman
1. Diambil 1 ml media biakkan dari tabung reaksi, diletakkan ke
dalam 10-15 ml nutrient agar
2. Dihomogenasikan dengan diputar seperti angka 8
3. Didinginkan beberapa menit
4. Dibagi media nutrient agar menjadi 4 kuadran
5. Ditetesi kuadran A dengan eritromisin; kuadran B dengan
streptomisin; kuadran C dengan ciprofloksasin; kuadran D dengan
kontrol negatif yaitu akuades
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Hasil dari praktikum kali ini adalah
Tabel 1. Hasil pengamatan uji kepekaan kuman
NoJenis
BakteriZona Radikal Gambar Keterangan
1. Proteus
sp. (I)
Ciprofloxacin =
20 mm
Eritromycin =
15 mm
Streptomycin =
10 mm
Aquadest = 0
mm
Ciprofloxacin =
intermediate
Eritromycin =
sensitif (lebih)
Streptomycin =
resisten
(kurang/sama)
Aquadest = kontrol
negatif
2. Proteus
sp. (II)
Ciprofloxacin =
19 mm
Eritromycin =
17 mm
Streptomycin =
9 mm
Ciprofloxacin =
intermediate
Eritromycin =
sensitif (lebih)
Streptomycin =
resisten
(kurang/sama)
Aquadest = 0
mm
Aquadest = kontrol
negatif
3. Bacillus
subtillis
(I)
Ciprofloxacin =
32 mm
Eritromycin =
15 mm
Streptomycin =
17 mm
Aquadest = 0
mm
Ciprofloxacin =
sensitif (lebih)
Eritromycin =
sensitif (lebih)
Streptomycin =
sensitif (lebih)
Aquadest = kontrol
negatif
4. Bacillus
subtillis
(II)
Ciprofloxacin =
20 mm
Eritromycin =
17 mm
Streptomycin =
20 mm
Aquadest = 0
mm
Ciprofloxacin =
intermediate
Eritromycin =
sensitif (lebih)
Streptomycin =
sensitif (lebih)
Aquadest = kontrol
negatif
Tabel 2. Hasil pengamatan uji potensi antibiotik
NoJenis
Bakteri
Konsentrasi
Antibiotik
Zona
RadikalGambar
1. Bacillus
subtilis (I)
Betadine
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
0 mm
0 mm
0 mm
0 mm
2. Bacillus
subtilis (II)
Betadine
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
0 mm
0 mm
0 mm
0 mm
3. Bacillus
subtillis (I)
Ampicilin
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
17 mm
18 mm
18 mm
19 mm
4. Bacillus
subtillis
(II)
Ampicilin
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
19 mm
20 mm
20 mm
20 mm
3.2 Pembahasan
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-
kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik
digunakan untuk membunuh mikroba penyebab terjadinya infeksi. Gejala
infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan berbagai zat toksik
yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh
sistem pertahanan tubuh, namun ada kalanya sistem ini perlu ditunjang oleh
penggunaan antibiotik.
Metode uji sensitivitas bakteri pada praktikum ini adalah dengan cara
mengetahui dan mengukur berpotensi bahan anti bakteri untuk menghambat
pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Tujuan
dari proses uji sensisitivitas ini adalah untuk mengetahui obat-obat yang
paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama pada
kasus-kasus penyakit yang kronis, serta untuk mengetahui adanya resistensi
terhadap berbagai macam antibiotik. Penyebab kuman resisten terhadap
antibiotik yakni memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang
diberikan, akibat pemberian dosis dibawah dosis pengobatan atau akibat
penghentian obat sebelum kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh
antibiotik.
Ada 3 istilah yang sering ditemukan pada uji terhadap antibiotik yaitu
zona radikal, zona irradikal, dan zona hambatan. Zona radikal yaitu suatu
daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya
pertumbuhan bakteri. Zona irradikal yaitu suatu daerah disekitar disk, dimana
pertumbuhan bakteri dihambat oleh disk antibiotik tetapi tetap dimatikan.
Zona hambatan terjadi oleh karena bakteri tidak tumbuh pada sekitar disk
akibat pengaruh dari antibiotik.
Aktivitas penghambatan ditentukan dengan nilai MIC (minimal inhibitory
concentration) yaitu konsentrasi terendah yang dapat menurun-kan kemampuan
tumbuh bakteri. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari
antibiotika dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotika ter-hadap mikroba
digunakan untuk menge-tahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika.
Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin
rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan
semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah
rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut.
Jenis bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah Bacillus
subtilis. Bacillus subtilis merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk
batang,dan secara alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus
subtilis tumbuh di berbagai suhu berkisar 25-350C. Bacillus subtilis juga telah
berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih
cepat mendapatkan perlindungan terhadap stres situasi seperti kondisi pH
rendah (asam), bersifat alkali, osmosa, kondisi oksidatif, dan panas. Bakteri
ini hanya memiliki satu molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom.
Beberapa keunggulan dari bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik
dalam jumlah besar ke luar dari sel.
Jenis bakteri lainnya adalah Proteus sp termasuk dalam famili Entero
bacteriaceae bakteri bentuk batang, gram negatif, tidak berspora, tidak
berkapsul, berflagel peritrik, kuman ini berukuran 0,4 – 0,8 x 1,0 – 3,0 mm.
Proteus sp termasuk dalam bakteri non laktosa fermenter, bersifat fakultatif
aerob/anaerob. Proteus sp menunjukan pertumbuhan yang menyebar pada
suhu 370C. Proteus sp termasuk kuman patogen, menyebabkan infeksi saluran
kemih atau kelainan bernanah seperti abses, dan infeksi luka. Proteus sp
ditemukan sebagai penyebab diare pada anak-anak dan menimbulkan infeksi
pada manusia.
Berdasarkan hasil uji kepekan kuman yang telah dilakukan pada jenis
bakteri proteus sp., ciprofloxacin merupakan antibiotik yang tergolong
intermediate, eritromicyn yang lebih sensitif, sedangkan streptomycin
tergolong resisten. Pada uji kepekaan kuman jenis Bacillus subtillis
didapatkan hasil bahwa ciprofloxacin, eritromycin dan streptomycin
tergolong sensitif dengan zona radikal terbesar adalah ciprofloxacin.
Sedangkan pada uji potensi antibiotik, jenis bakteri Bacillus subtillis yang
diberikan betadine dengan konsentrasi 0,2%;0,4%;0,6%; dan 0,8%, ukuran
zona radikal adalah 0 mm. Dapat disimpulkan betadin dengan konsentrasi
0,2-0,8% tidak dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Pada jenis bakteri Bacillus subtillis yang diberikan ampisilin dengan
konsentrasi 0,2%;0,4%;0,6%; dan 0,8%, ukuran zona radikal berkisar 17-20
mm. Dapat disimpulkan ampisilin dengan konsentrasi 0,2-0,8% tergolong
sensitif terhadap bakteri Bacillus subtillis.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengamatan dan praktikum ini
adalah:
1. Berdasarkan hasil uji kepekan kuman dengan jenis bakteri proteus sp.,
ciprofloxacin merupakan antibiotik yang tergolong intermediate,
eritromicyn yang lebih sensitif, sedangkan streptomycin tergolong
resisten.
2. Berdasarkan hasil uji kepekan kuman dengan jenis bakteri Bacillus
subtillis didapatkan hasil bahwa ciprofloxacin, eritromycin dan
streptomycin tergolong sensitif dengan zona radikal terbesar adalah
ciprofloxacin.
3. Betadin dengan konsentrasi 0,2-0,8% tidak dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtillis, karena zona radikal
yang didapat adalah 0 mm.
4. Ampisilin dengan konsentrasi 0,2-0,8% tergolong sensitif terhadap
bakteri Bacillus subtillis, karena ukuran zona radikal yang didapat adalah
17-20 mm.
4.2. Saran
Agar praktikan dapat ikut melakukan seluruh cara kerja sehingga lebih
memahami metode yang telah dilakukan pada praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Bisht, R. 2009. Antibiotic resistance-A global issue of concern Mittal. Asian journal of pharmaceutical and clinical research. Volume 2. Issue 2.
Deshpande, J. D. 2011. Antimicrobial resistance : the global public health challenge. International journal of student research. Volume I. Issue 2.
Peterson, L. R. 2005. Squeezing The Antibiotik Balloon : The Impact Of Antimicrobial Classes On Ermerging Resistance. The Feinberg school of medicine, North Western University. USA
Tripathi, K. D. 2003. Essential of Medical Pharmacology Fifth Edition. Jaypee brothers medical publishers. USA
Utami, E.R. 2012. Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi. Sainstis. volume 1, nomor 1, april – september 2012 ISSN: 2089-0699
Zhang, Y. 2007. Mechanisms Of Antibiotik Resistance In The Microbial World. Baltimore. USA.