anotasi inovasi pkn

Upload: iwan-sukma-nuricht

Post on 10-Jul-2015

6.318 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Pengertian InovasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Kata innovation (bahasa Inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan (S. Wojowasito, 1972; Santoso S. Hamijoyo, 1996), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata Indonesia yaitu inovasi. Inovasi (innovation) adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu beruypa hasil invention maupun diskoveri.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Inovasi Pendidikan

Oleh : Sabarudin, S.PdUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA

Inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Inovasi PendidikanUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA 1. The term innovation is ussually employed in three different contexts. In one context it is synonymeus with invention; that is, it refers to a creative process whereby two or more existing concepts or entities are combined in some novel way to produce a configuration not previously known by the person involved. A person or organization performing this type of activity is usually said to be innovative. Most of the literature on creativity treats the term innovation in this fashion. (Zaltman, Duncan, Holbek, 1973: 3) 2. Innovation is ..... the creative selection, organization and utilization of human and material resources in new and unique ways which will result in the attainment of a higher level of achievement for the defined goals objectives. (Huberman, 1973: 5)

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Dari beberapa definisi inovasi yang dibuat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan yang lain. Jika terjadi ketidaksamaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama. Semua definisi tersebut menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, motode, cara, barangbarang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau diskovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, diantaranya: 1. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapat pendidikan, yang secara kumulatif menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai. 2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus-menerus, dan dengan demikian menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (life long education). 3. Berkembangnya teknologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfaatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Tantangan-tantangan tersebut, lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan datang, baik dari luar maupun dari dalam sistem pendidikan itu sendiri, diantaranya: 1. Sumber-sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada secara efektif dan efisien. 2. Sistem pendidikan yang makin lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulumnya belum serasi, relevan, suasana belum menarik dan sebagainya. 3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap, serta belum peka terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa yang akan datang. 4. Masih kabur dan belum mantapnya konsepsi tentang pendidikan dan interpretasinya dalam praktik.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi dan ModernisasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Istilah (term) modern mempunyai berbagai macam arti dan juga mengandung berbagai macam tambahan arti (connotations). Istilah modern ini digunakan tidak hanya untuk orang-orang tetapi juga untuk bangsa, sistem politik, ekonomi lembaga seperti rumah sakit, sekolah perguruan tinggi, perumahan, pakaian, serta berbagai macam kebiasaan. Pada umumnya kata modern digunakan untuk menunjukkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik, lebih maju dalam arti lebih menyenagkan, lebih meningkatkan kesejahteraan hidup.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Beberapa definisi ayau pengertian modernisasi yang dikemukakan para ahli yang dikutip di dalam Francis Abraham (1980: 5) sebagai berikut. 1. Everett Rogers Modernnization in the process by which individuals change from a traditional way of life to a more complex, technologically advanced, and rapidly changing style of live. 2. Black Modernnization is the process by which historycally evolved institutions are adapted to the rapidly change functions that reflect the unprecednted increase in mans knowledge permitting control over his environment, that accompanied the scientific revolution.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA 3. Lerner Modernnization is simply a secular trend unilateral direction from traditional to participant life ways. 4. Marion Levy The measure of modernization the rational inanimate to animate source of power. The higher that ratio, higher is the degree of modernization. 5. Inkeles Described modernity in terms of a number of psycological variables that constitute a kind of mentality characteristic the typical modern man.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Karakteristik Inovasi PendidikanUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Everett M. Rogers (1993: 14-16) mengemukakan karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan inovasi, sebagai berikut. 1. Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. 2. Kompatibel (compatibility) ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. 3. Kompleksitas (complexity) ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. 4. Trialabilitas (trialability) ialah dapat dicoba atau ntidaknya suatu inovasi 5. Dapat diamati (observability) ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Difusi dan Deseminasi inovasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Difusi ialah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Deseminasi ialah proses penyebaran inovasi yangh direncanakan, diarahkan, dan dikelola.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Elemen Difusi InovasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Rogers mengemukakan ada 4 elemen pokok difusi inovasi, yaitu: 1) 2) 3) 4) Inovasi Komunikasi dengan saluran tertentu Waktu Warga masyarakat (anggota sistem sosial)

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Proses Keputusan InovasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Model Proses Keputusan InovasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Menurut Rogers, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) Tahap pengetahuan (knowledge) Tahap bujukan (persuation) Tahap keputusan (decision) Tahap implementasi (implementation) Tahap konfirmasi (confirmation) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Proses Inovasi PendidikanUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi pendidikan. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat terjadi perubahan.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Strategi Inovasi PendidikanUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Empat macam strategi inovasi pendidikan yaitu: 1) 2) 3) 4) Strategi fasilitatif (facilitative strategies) Strategi pendidikan (re-education strategies) Strategi bujukan (persuasive strategies) Strategi paksaan (power strategies)

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Petunjuk Penerapan Strategi Inovasi PendidikanUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Petunjuk penerapan inovasi pada suatu sekolah dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan. 2. Gunakan metode atau cara yang memberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadi maupun sekolah 3. Gunakan berbagai macam alternatif pilihan (option) untuk mempermudah penerapan inovasi. 4. Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan dan penerapan inovasi.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA 5. Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi. 6. Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga yang lain. 7. Dunia berbuatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan. 8. Menerima tanggungjawab pribadi. 9. Usahakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan terjadinya kepemimpinan yang efektif. 10. Mencari jawaban atas beberapa pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Kurikulum Berbasis KompetensiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Kopetensi merupakan kemampuan mengerjakan sesuatu yang berbeda dengan sekedar mengetahui sesuatu. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangakat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang jarus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dan mengembangkan sekolah. (Depdiknas, 2002)

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Kurikulum Berbasis MasyarakatUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Kurikulum berbasis masyarakat yang bahan dan objek kajiannya kebijakan dan ketetapan yang dilakukan di daerah, disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah yang perlu di pelajari oleh siswa di daerah tersebut.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Tujuan kurikulum tersebut adalah: 1. Memperkenalkan siswa terhadap lingkungannya, ikut melestarikan budaya termasuk kerajinan, keterampilan yang nilai ekonominya tinggi di daerah tersebut. 2. Membekali siswa kemampuan dan keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup mereka di masyarakat, seandainya mereka tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 3. Membakali siswa agar bisa hidup mandiri, serta membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi Kurikulum Berbasis KeterpaduanUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Kurikulum terpadu merupakan kurikulum yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun secara klasikal aktif menggali dan menemukan konsep dan prinsipprinsip secara holistik bermakna dan otentik. Pendekatan keterpaduan merupakan suatu sistem totalitas yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan berinteraksi baik antar komponen dengan komponen maupun antar komponen-komponen dengan keseluruhan, dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi Pembelajaran KuantumUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Pembelajaran kuantum dikembangkan oleh Bobby DePorter (1992) yang beranggapan bahwa metode belajar ini sesuai dengan cara kerja otak manusia dan cara belajar manusia pada umumnya. Dengan model SuperCamp yang dikembangkan bersama kawan-kawannya pada awal tahun 1980-an, prinsip-prinsip dan model pembelajaran kuantum menentukan bentuknya. Dalam SuperCamp tersebut, kurikulum dikembangkan secara harmonis dan berisi kombinasi dari tiga unsur, yaitu: keterampilan akademis (academic skills), prestasi atau tantangan fisik (physical challenge), dan keterampilan dalam hidup (life skills). Pembelajaran berdasarkan pada landasan konteks yang menyenangkan dan situasi penuh kegembiraan.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Landasan Pembelajaran KuantumUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Istilah Quantum dipinjam dari dunia ilmu fisika yang berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Maksudnya dalam pembelajaran kuantum, pengubahan bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar. Interaksiinteraksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara efektif dan efisien.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi Pembelajaran KompetensiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan dan bersikap. Kemampuan dasar ini akan dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian siswa. Kompetensi merupakan target, sasaran, standar sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Benyamin S. Bloom (1964) dan Gagne (1979) dalam teori-teorinya yang terkenal itu, bahwa menyampaikan materi pelajaran kepada siswa penekanannya adalah tercapai sasaran atau tujuan pembelajaran (instruksional). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi Pembelajaran KontekstualUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2005).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Konsep Pembelajaran Elektronik LearningUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Richard Weiner dalam Websters New Word Dictionary and Communications disebutkan bahwa teknologi informasi adalah pemrosesan, pengolahan, dan penyebaran data oleh kombinasi komputer dan telekomunikasi. Teknologi informasi lebih kepada pengerjaan terhadap data. TI menitik beratkan perhatiannya kepada bagaimana data diolah dan diproses dengan menggunakan kompiter dan telekomunikasi.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengembangan Model Pembelajaran Melalui InternetUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Ada tiga bentuk sistem pembelajaran melalui dipertimbangkan sebagai dasar pengembangan sistem mendayagunakan internet, yaitu: 1) Web Course 2) Web Centric Course 3) Web Enhanced Course (Haughey, 1998) internet yang layak pembelajaran dengan

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Kemasan dan Teknologi pembelajaran Melalui Teknologi InformasiUdin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Seiring dengan perkembangan teknologi terutama kemajuan teknologi komunikasi yang menyebabkan sistem penyampaian materi pelajaran dapat dilakukan tanpa harus tatap muka antara guru dengan siswa, akan tetapi bentuk belajar yang terpisah antara guru dengan siswa tetapi dilakukan bersamaan, itulah pembelajaran jarak jauh (distance learning), seperti tutorial computer based, teleconfrence, correspondence cources, we based training dan e-learning.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi PendidikanProf. Dr Sudarwan Danim. (2002). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana dan makna, umumnya disebabkan penerimaan dan penafsiran individu atas infomasi yang diterimanya dari lingkungan. (Griffin and Mooehead. 1986 dalam Sudarwan Danim, 2002:152).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi PendidikanIbrahim, M.Sc. (2002). Inovasi Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri, yang digunakan untuk mancapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah pendidikan.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inovasi PendidikanMatthew B. Miller (dalam Ibrahim, M.Sc. 2002). Inovasi Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta.To give more concreteness the universe called educational innovations some samples are described bilow. They are organized according to the aspect of a social system with which they appear to be most clearly associated. In most cases the social system involved should be taken to be that of a school or college, although some innovations take place within the context of much larger systems. Komentar: Pendidikan adalah suatu system, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen system pendidikan, baik system dalam arti sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun system dalam arti yang luas misalnya system pendidikan nasional.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Model Cooperative LearningCOOPERATIVE SCRIPT (DANSEREAU CS., 1985) Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Langkah-langkah : 1. Guru membagi siswa untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Model Cooperative LearningMODEL TWO STAY TWO STRAY (DUA TINGGAL DUA BERTAMU) Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). 1. Bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatanusia anak didik. 2. Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. 3. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. 4. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal kenyataan hidup di luar sekolah kehidupan dan kerja saling bergantung satu dengan yang lainnya. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Model Cooperative LearningLANGKAH-LANGKAH : 1. Siswa bekerja sama dengan kelompok berempat seperti biasa. 2. Setelah selesai, 2 orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok. 3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Citizen and CitizenshipCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page A citizen was defined as a constituent member of society. Citizenship, on the other hand, was said to be a set of characteristics of being a citizen. And finally, citizenship education, the underlying focal point of the study, was defined as the contribution of education to development of those characteristics of being a citizen. (Cogan and Derricott, 1998:13) Komentar Warganegara adalah anggota suatu masyarakat. kewarganegaraan adalah seperangkat karakteristik yang terdapat dalam warganegara. Dan pendidikan kewarganegaraan adalah kontribusi pendidikan untuk mengembangkan karakteristik-karakteristik untuk menjadi warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic and Citizenship EducationCogan, J.J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED. Civic Education the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives. Citizenship Education or Education for Citizenship both these in school experiences as well as out of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc which help to shape the totality of the citizen. (Cogan, 1999:4) Komentar Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic Education(Coogan : 1999 : 4 dalam Budimansyah, Winataputra : 2007 : 10) the kinds of course work taking place within the context of the formalized schooling structure. Komentar : Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang berlangsung dalam struktur formal di sekolah.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CIVIC EDUCATIONNUMAN SOMANTRI (2005) MenggagasPembaharuan Pendidikan IPS Istilah Civics dan Education telah muncul dengan nama masing-masing sebagai berikut: (a) Kewarganegaraan (1956) (b) Civics (1959) (c) Kewarganegaraan (1962) (d) Pendidikan Kewarga Negaraan (1968) (e) Pendidikan Moral Pancasila (1975) (f) Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994) (g) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tohun 2003)

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic EducationKerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2) Komentar Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic EducationJack Allen,1960, dalam Somantri N.M. 2001: 263 Civic Education, property defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the social studies program and assuredly not merely of a course of civics. But civics has an important function to perform, It confronts the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic context. Komentar : PKN didefinisikan sebagai hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan. Tetapi kewarganegaraan mempunyai fungsi penting untuk melakukan, yaitu menghadapkan remaja, peserta didik pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Attributes of CitizenshipCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Attributes of CitizenshipKomentar Secara konseptual, seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, memenuhi kewajibankewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, tingkat dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Kesemuanya disampaikan melalui bermacam institusi, baik pemerintahan maupun nonpemerintahan, termasuk media, tetapi hal tersebut biasanya dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab sekolah. Pendidikan kewarganegaraan, dalam pengertian yang luas, adalah tugas yang penting di dalam semua masyarakat masa ini.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic EducationNCCS, 1994 Standard Curriculum for Social Studies Washington the promotion of civic competence which is the knowledge, skill and attitudes required of students to be able to assume the office of citizen (NCCS, 1994:3) Komentar : Bahwa pendidikan kewarganegaraan yang secara tersurat diartikan sebagai pengemban civic competence atau kemampuan sebagai warganegara yang memerlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic EducationFaktor kontekstual yang mempengaruhi definisi dan pendekatan dalam PKn (Kerr : 1999 : 5) Contextual factors which influence the definition of and approaches to citizenship education are : 1. Historical tradition 2. Geographical position 3. Social-political structure 4. Economic system 5. Global trends

Civic EducationKomentar : Faktor-faktor yang mempengaruhi definisi dan pendekatan pendidikan kewarganegaraan adalah : 1. Tradisi historis 2. Letak Geografis 3. Struktur Sosial Politik 4. Sistem ekonomi 5. Trend global

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Global Trends in Civic EducationPatrick, J.J. (1997). Global Trends in Civic Education for Democracy. ERIC Clearing for Social Studies/Social Science Education, http://www.indiana.edu/ssdc/glotrdig. Patrick (1997) proposed nine global trends that have broad potential for influencing citizenship education in the constitutional democracies of the world. They are: (1) Conceptualising of citizenship education in terms of the three interrelated components of civic knowledge, civic skills and civic virtue. (2) Systematic teaching of core concepts about democratic governance and citizenship. (3) Analysis of case studies by students to apply core concepts or principles. (4) Development of decision-making skills. (5) Comparative and international analysis of government and citizenship. (6) Development of participatory skills and civic virtues through cooperative learning activities. (7) The use of literature to teach civic virtues. (8) Active learning of civic knowledge, skills and virtues. (9) The connection of content and process in teaching and learning of civic knowledge, skills and virtues. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar : Patrick (1997) mengungkapkan sembilan kecenderungan global yang secara luas biasa berpotensi mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan di dalam negara-negara yang menganut faham demokrasi konstitutional. Kecenderungan yang dimaksud adalah: 1. Konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan dalam tiga komponen-komponen yang saling berhubungan pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan kebaikan kewarganegaraan. 2. Pengajaran konsep-konsep inti secara sistematis tentang pemerintah dan kewarganegaraan demokratis. 3. Analisa dari studi kasus oleh para siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip atau konsep-konsep inti. 4. Pengembangan keterampilan pengambilan keputusan. 5. Analisis komparatif dan internasional tentang pemerintah dan kewarganegaraan. 6. Pengembangan keterampilan partisipatoris dan kebaikan kewarganegaraan melalui aktivitas belajar kooperatif. 7. Pemakaian literatur untuk mengajarkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan. 8. Mempelajari secara aktif pengetahuan, keterampilan dan kebaikan kewarganegaraan. 9. Menghubungkan antara isi dan proses dalam belajar dan mengajar pengetahuan, keterampilan, dan kebaikan kewarganegaraan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Global CitizenLouise Douglas. (2002). Global Citizenship. Citizenship Update Institute for Citizenship. Tersedia di : www.citizen.org.uk/education/resources/html At Oxfam education we feel that our curriculum for global citizenship is an extremely useful planning tool for teachers wanting to help young people make sense of the world and to develop not only knowledge and understanding but also to skills and attitudes to do so. We see a global citizen as someone who: 1. is aware of the wider world and has a sense of their own roles as a world citizen 2. respects and values diversity 3. has an understanding of how the world works economically, politically, socially, culturally, technologically and environmentally 4. is outraged by social injustice 5. participates in and contributes to the community at a large of levels from the local to the global 6. is willing to act to make the world a more equitable and sustainable place 7. takes responsibility for their actions

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar Pada pendidikan Oxfam, kita merasakan bahwa kurikulum untuk kewarganegaraan global telah direncanakan secara ektrem sebagai alat bagi para guru untuk membantu para pelajar memahami dunia dan untuk mengembangkan tidak hanya pengetahuan dan pemahaman tetapi juga keterampilan dan sikap. Kita memandang warganegara global sebagai orang yang: 1. menyadari dunia secara luas dan mempunyai suatu perasaan dari peran-peran mereka sendiri sebagai warga dunia 2. pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman 3. mempunyai satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan 4. menolak ketidakadilan sosial 5. berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat secara luas mulai tingkat lokal sampai global 6. memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut 7. bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Multidimensional CitizenshipPatricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115

Multidimensional citizenship, this term is intended to describe the complex, multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education that will be needed if citizens are to cope with the challenges. (1999:115) Komentar Kewarganegaraan multidimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas, konseptualisasi bersegi banyak dari kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dari tantangan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Dimension of Multidimensional CitizenshipCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The four dimensions embodied in our conceptualization of multidimensional citizenship are personal, social, temporal and spatial. (Cogan and Derricott, 1998:11).

Komentar Dalam pandangan Cogan dan Dericot, kewarganegaraan multidimensional dikonsepsikan atas empat dimensi, yaitu personal, sosial, temporal, dan spatial. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Karakteristik Warganegara Abad 21Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page Eight citizens characteristic1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society 2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for ones roles/duties within society 3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences 4. the capacity to think in a critical and systemic way 5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner 6. the willingness to change ones lifestyle and consumption habits to protect the environment 7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic minorities, etc), and 8. the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels. (Cogan and Derricott, 1998:115).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 1. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 2. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 3. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 4. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 5. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 6. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 7. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 8. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 9. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 10. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 11. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 12. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 13. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 14. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 15. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 16. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Faktor Struktural Yang Mempengaruhi Pkn(Kerr : 1999 : 7) Detailed structure factors in citizenship education, are : 1. Organisation of and responsibilities for education 2. Educational values and aims 3. Funding and regulatory arrangements Komentar : Faktor Struktural yang mempengaruhi PKn adalah : 1. Pengaturan dan tanggung jawab terhadap pendidikan 2. Nilai dan tujuan pendididkan 3. Pengaturan pendanaan dan perundangan

Fungsi PKNDepdiknas, Proyek PKN & BP (2000: 21) Fungsi PKN sebagai berikut : 1. Mengembangkan dan metestarikan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka. Dinamis dan terbuka dalam arti bahwa nitai moral yang dikembangkan mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi datam masyarakat, tampa kehitanian jati din sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat; 2. Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar potitik dan konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia ditandaskan Pancasila dan UUD 1945; 3. Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warganegara dengan negara, antar warga negara dengan sesama warganegara, dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui serta mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic TrainingPrewitt & Dawson, 1977:141 (dalam Kerr, David. (1999). Citizenship Education: an International Comparison. London: QCA (Qualification and Curriculum authority). We call civics training that part of political education that emphasizes how a good citizen participates in political life of his or her nation. (Prewitt & Dawson, 1977:141 dalam Kerr, David, 1999). Komentar: Inti yang dinyatakan pendapat itu, bahwa civic training (PKn) sebagai bagian pendidikan politik menekankan bagaimana menjadi warga negara yang baik dalam arti mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik bangsa (sistem politik nasionalnya). (Prewitt & Dawson, 1977:141). (dalam Kerr, David, 1999) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Penekanan Dalam Pendidikan Kewarganegaran(Ace Suryadi : 2004) Empat hal yang harus jadi penekanan dalam Pendidikan kewarganegaran dalam mencapai kompetensi warganegara : 1. Pendidikan Kewarganegaraan bukan merupakan indoktrinasi politik 2. Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan state of mind dalam upaya pembentukan karakter warganegara yang cerdas dan bernalar tinggi 3. Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses pencerdasan dengan menekankan pada latihan menggunakan daya nalar dan logika 4. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai laboratorium demokrasi, sikap dan perilaku demokratis yang dikembangkan dengan pembelajaran yang demokratis. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komponen-komponen Pembelajaran PKnBeyer (1996 : 107) Tiga komponen pembelajaran PKn yang demokratis menurut Beyer. 1. discovering and nurturing voice; 2. developing sonscieusnes; 3. claiming a new awareness. Komentar : Komponen-komponen pembelajaran PKn yang demokratis adalah : 1. menemukan dan memelihara suara; 2. mengembangkan ketelitian 3. mengaku suatu kesadaran baru Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komponen PKnBiggs john (2003) Pend Nilai Moral Dalam dimensi PKn (2006 :154) New Civics yang dikembangkan sekarang di sekolah menyongsong kurikulum KBK adalah pernantapan tiga komponen pokok yaitu: 1. Civic knowledge 2). Civic skill 3). Civic disposition. Komentar : Ketiga aspek diatas merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkn dari satu aspek pada aspek lainnya. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Approaches to Citizenship EducationCitizenship Education: An International Comparison. Kerr, David. (1999). England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship education comprises three approaches: (a) Education ABOUT citizenship focuses on providing students with sufficient knowledge and understanding of national history and the structures and processes of government and political life. (b) Education THROUGH citizenship involves students learning by doing, through active, participative experiences in the school or local community and beyond. This learning reinforces the knowledge component. (c) Education FOR citizenship encompasses the other two strands and involves equipping students with a set of tools (knowledge and understanding, skills and aptitudes, values and dispositions) which enable them to participate actively and sensibly in the roles and responsibilities they encounter in their adult lives. This strand links citizenship education with the whole education experience of students. (Kerr, 1999:15-16) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar : Pendidikan Kewarganegaraan dikonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan 1. Pendidikan TENTANG kewarganegaraan memusatkan perhatian untuk mempersiapkan para siswa dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sejarah nasional dan struktur-struktur dan proses-proses dari pemerintah dan kehidupan politik. 2. Pendidikan MELALUI kewarganegaraan menitikberatkan pada pelibatan siswa untuk belajar dengan melakukan (by doing), melalui pengalaman-pengalaman yang aktif, berpartisipasi di sekolah atau masyarakat lokal dan di luar. Proses belajar seperti itu diyakini memiliki potensi untuk menguatkan komponen pengetahuan. 3. Pendidikan UNTUK kewarganegaraan mencakup kedua pendekatan (1 dan 2) yang menitikberatkan pada proses memperlengkapi siswa dengan seperangkat alat (pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan sikap, nilai-nilai dan disposisi-disposisi) yang memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan pantas di dalam peran-peran dan tanggung-jawab mereka dalam kehidupan dewasa mereka. Pendekatan ini mengaitkan pendidikan kewarganegaraan dengan keseluruhan pengalaman pendidikan para siswa. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Strategi PembelajaranPKnSeminar Nasional dan Rakernas PKn 2005 Dalam kurikulum 2004, (2003:12) dijelaskan bahwa praktek belajar kewarganegaraan adalah suatu. Inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan metalui pengalaman belajar praktekempirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstuaLSementara menurut A. Kosasih Djahiri adalah benar-benar terkontrolterkendali menjurus kepada proses Penjinakan (domesticating) potensi dan kehidupan siswa / masyarakat, jadi bukan kearah memberi kemudahan-kelancaran keberhasilan (facilitating) proses internalisasi-personalisasi substansi serta pembinaan dan pengembangan potensi diri kemampuan belajar.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Citizenship Education / Education for citizenshipCogan, 1999:4 dalam Disertasi Winataputra, MA both these in-school experiences as well as out-of school of non-formal / informal learning which takes place in The family. The religious organization, community organizations. The media, etc which help to shape The totality of the citizen Komentar : Sebagai pengalamam belajar di sekolah dan diluar sekolah seperti di rumah, dalam orgonisasi keagamaan. dalam organisasi kemasyarakatan, melalui media massa dan lainlain yang berperan membantu peoses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Epistemologi PKNConcluding remarks CICED, 1999 Civic Education both as the intellectual and educational endeavors are accete as the main vehicle as well as the essence of education for democracy Komentar : Dapat dinilai sebagai landasan dan sekaligus sebagai parameter dasar dalam pengembangan epistemology pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu sistem pengetahuan terpadu

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

PKN yang IdeaI di IndonesiaSomantri,Numan M.(2001 :299) Menyatakan bahwa PKn yang sekiranya akan cocok dengan Indonesia adalah sebagai berikut: Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh pengaruh positip dan pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak dein dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Empat isi Pokok PKNSapriya & Winataputra. 2004:16 Empat isi Pokok Pendidikan Kewarganegaraan: 1. 2. 3. 4. Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan sebagai sasaran pembentukan. Standar materi kewarganegaraan sebagai muatan kurikulum. Indikator pencapaiun sebagai kriteria keberhasilan pencapaian kemampuan. Ramburambu umum pembelajaran sebagai rujukan alternative bagi para guru.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Tujuan KewarganegaraanSomantri, Endang. Seminar Nasional & Rakernas PKN 2005 Tujuan utama dan kehendak negara yang memprogramkan pendidikan kewarganegaraan ini adalah untuk mengembangkan warganegara yang mengenal, menerima dan menghayati serta menyadari perannya sebagai pengambil keputusan yang bertanggung jawab yang berkenaan dengan peradaban dan moral dalam kehidupan masyarakat yang demokratis seperti prilakunya diatur oleh pninsip-prinsip moral dalam segala situasi. Secara singkat tujuan yang berfokus pada status kewarganegaraannya adalah untuk mengembangkan pribadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap pembentukan suatu masyarakat yang adil dan mampu melindingi orang atau mahluk lain dan kekejaman dan sebagai bangsa yang merdeka dan demokratis. Dibeberapa negara tujuan ini didukung oleh UUD, Ketetapan dan peraturan negara masing-masing. (CICED,:73) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Tujuan PKn dalam Kurikulum 2004Arnie Fadjar, 2005:59 Tujuan mata pelajaran PKn dalam kurikulum 2004, adalah memberikan kompetens kepada peserta did dalam hal: 1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam rnenanggapi isu-isu kewarganegaraan; 2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan secara cerdas dalam kegiatan masyarakat. berbangsa. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk dan berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Hakekat PKnArnie Fadjar, (2005:56) Secara filosofi, PKn adalah mengkaji bagaimana warganegara bertindak, dalam arti melakukan sesuatu berdasar apa yang diketahui dan dipabami tentang kewarganegaraan yang selanjutnya dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggunq jawab dalam menghadapi berbagai masalah baik pribadi masyarakat, bangsa dan negara. PKn pada hakekatnya adalah suatu yang dilakukan untuk belajar disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang telah diorganisasilcan secara timatis dan akademik dengan penekanan pada pengetahuan dan kemampuani dan tentang hubungan warganegara yang diharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Strategi pembelajaran PKnArnie Fadjar, 2005:61Pembelajaran PKn membekali peserta didik sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang po1itik pemerintahan, nilai-moral budaya bangsa sebagai identitas bangsa, nasionalisme, ekonomi dan nilai-nilai masyarakat lainnya. 2. Pemahaman terhadap hak dan tanggung jawab sebagai warganegara Indonesia yang memiliki identitas/ jati diri sebagai bangsa Indonesia, 3. Pengayaan sumber belajar, bahwa sumber belajar tidak hanya di dalam kelas dan dan buku teks, melainkan diperkaya dengan pengalaman belajar mandiri dan peserta didik yang relevan, baik di sekolah, keluarga. maupun di masyarakat, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dan menemukan sendini bagaimana berperan serta dalam lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara dengan menggunakan berbagai media sebagai hasil teknologi. 4. Keteladanan dan nilai-nilai dan prinsip yang dikembangkan dalath PKn melalui sikap dan perilaku sehari-hani, sehingga peserta didik memiliki panutan dalam mewujudkan perilaku yang diharapkan. 5. Hidup bersama deagan orang lain sebagai satu bangsa, bahwa mata pelajaran PKn termasuk dalam rumpun PIPS, menekankan bagaimana manusia sebagai warganegara dapat bekerja sama dengan orang lain, saling menghormati, menghargai

6. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Citizenship EducationDavid Kerr, 1999 Citizenship Education : an International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER The citizenship education thematic study is designed to enrich our understanding of citizenship education by examining six key aspects: 1. Curriculum aims, organizations and structure 2. Teaching and learning approaches 3. Teacher specializations and teacher training 4. Use of the textbooks and other resources 5. Assessment arrangements 6. Current and future developments Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar: Kelompok Pendidikan studi tematik dirancang untuk memperkaya pemahaman pendidikan kewarganegaraan kita dengan pengujian enam aspek kunci: 1. kurikulum tujuan, struktur dan organisasi 2. pengajaran dan pendekatan belajar 3. pelatihan guru dan spesialisasi 4. penggunaan menyangkut buku teks dan sumber daya lain 5. pengaturan penilaian 6. pengembangan sekarang dan yang akan datang Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Ciri Negara HukumJimly Asshiddiqie (2005 152); Konstitusi & Konstituante, Jokarta MKRI Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting Negara Hukum Yang di sebut The Rule of law, yaitu 1) Supremacy of law 2) Equality before law 3) Due process of law Komentar : Tiga ciri Negara menurut AV Dicey: 1) Supremasi hukum, semua masalah diselesaikan dengan hukum 2) Persamaan dalam hukum dan pemerintahan 3) Asas legalitas, segala tindakan pemerintahan harus berdasarkan UU yang sah

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Multidimensional CitizenshipCogan, JJ.& Derricott, 1998 ; Citizenship For The 21 Century, London: Cogan Page Limited.

Thus the central recommendation emerging from this study is that future education policy must be based upon a conception of what we describe as multi dimensional citizenship appropriate to the needs and demeus of the early part 21 century. This conception must permeate all aspects of education, included curriculum and pedagogy, governance and organization, and school community relationships. (Cogan&Derncot,1998:11) Komentar : Rekomendasi yang disampaikan oleh pusat studi adalah masa depan kebijakan Bidang pendidikan, yaitu harus disesuaikan dengan konsepsi dan jenis yang kita sebut multi dimensionaL Konsepsi ini barus menyebar keseluruh spek pendidikan yang mencakup kurikulum dan pengajaran, pemerintahan, organisasi Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pentingnya Pendidikan DemocracyGandal & Finn (1992:2) Dalam Disertasi Winataputra,2001 Democracy does not teach it self. I the strengths, benefits and responsibilities of democracy are not mode clear to citizens, they will be ill equipped to defend it Komentar : Demokrasi tidak bisa mengajarkan sendiri, jika kekuatan kemanfaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warganegara, Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Participation and democratic theoryMansbridge dim Torres (1998:147) Disertasi Winataputra. (2001) ...the major fuction of participation in the theory of participatory democracy is_an educative one, educative in a very widest sense Komentar : Bahwa fungsi utama dan partisipasi dalam pandangan teori demokrasi partisipasi dalam arti yang sangat luas bersifat edukatif. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian DemokrasiAbraham Lincoln & USIS, (1995 :5) Dalam Disertasi Winataptra. MA The Government from the people by the people for the people Komentar : Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,untuk rakyat

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian DemokrasiThe Advance learners Dictionary of current English (Hornby : 261) dalam Winatautra, Budimansya (2007 : 200)Democracy is 1. Country with principles of government in which all adult citizens share through their ellected repesentatives 2. Country with government which encourage and alows rights of citizeship such as freedo of speech, religion, opinion, and association, the assertion of rule of law, majority rule, accompanied by respect for the rights of minorities 3. Society in which there is tratment of each other by citizens as equals. Komentar : Bahwa kata demokrasi merujuk pada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warganegara turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih; pemerintahannya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendaat, berserikat, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas ; dan masyarakat yang warganegaranya saling memberi perlakuan yang sama.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Syarat Pemerintahan Yang DemokratisDrs. Mustafa Kamal Pasha, B. Ed. Citra karsa mandiri 2002 Syarat untuk terseleggaranya pemerintahan yang demokrasi di bawah rule of the law adalah : 1. Perlindungan konstitusional 2. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak 3. pemilihan umum yang bebas 4. kebebasan untuk menyatakan pendapat 5. kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi 6. pendidikan kewarganegaraan (civic education) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Ciri Warganegara Indonesia Yang Cerdas Dan AgamisUdin S Winataputra Pelatihan Kerja Calon Instruktur Guru PKn Seluruh Indonesia (1999) Ciri Warganegara Indonesia yang cerdas dan agamis / religius adalah sebagai berikut: 1. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2. Berfikir kritis-argumentasi dan kreatif 3. Mengemukakan pikiran dan perasaan secara Jernih dan sesuai aturan. 4. Menerima ke-bhineka-an dalam kehidupan. 5. Berorganisasi secara sadar dan bertanggungjawab Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pendidikan DemokrasiIsmaun, 2001. dalam Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan,(2006: 125) Pendidikan demokrasi dalam PKn dilaksanakan melalui pengembangan pada tiga aspek: 1. Kecerdasan dan daya nalar warganegara (civic mtelligence) baik dimensi rasional,emosional,dan spiritual,maupun social cultural. 2. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warganegara yang bertanggungjawab (civic responsibility) 3. Kemampuan berpartisipasi warganegara (civic participation) asas dasar tanggungjawab,baik secara individual,secara socia1 sebagai kader pemimpin masa depan yang lebih baik. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Esensi PKn IndonesiaConcluding Remark Komperensi CICED 1999. The development of democratic ideal, values, norm, knowledge, skill. Psychologically and socialy facilitating citizens as. Well as society to perform their respects and responsibility as intelligent and society responsible social acters and leaders of society, (1999:4) Komentar : Pengembangan ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan dan keahlian politik secara psikologi dan fasilitasi umum warganegara sebagai perwujudan rasa hormat dan tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku-pelaku sosial dan pemimpin masyarakat yang cerdas dan bertanggung jawab Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Inti PKN adalah Pendidikan DemokrasiSudarsono, 1999 Dalam Conference CICED, 1999 the ideals and values of democracy and their implementations in daily activities at micro as well as macro levels can be regarded as the heart of civil society democracy living should be fostered in order that we should be able to establish a good Indonesian civil society, ...the existing civic education both for school and for society should be reassessed and redesigned. Komentar : dari situ dengan tegas tampak adanya kecendrungan yang kuat untuk menetapkan pendidikan demokrasi sebagal intinya dari pendidikan Kewarganegaraan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pendidikan KewarganegaraanDrs. Musfafa Karnal Pasha ; Citra Karsa Mandiri, 2002

Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil, akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dengan perilaku sebagai berikut : a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai Pancasila b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. c. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warganegara. d. Bersikap professional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara e. Aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta setia untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara. f. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Misi PKN dengan Paradigma yang direvitalisasiSapriya & Winataputra ; Bindung, Rizki Offset, 2004

Pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yaitu : Mengembangkan kecerdasan warga negera (civic intelligency); Membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility) Mendorong partisipasi warganegara (civic participation)

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Watak KewarganeraanBranson (1999) Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Prof, Dr Hj. Ranidar Darwis, M . Pd. (2003:38) Watak Kewarganegaraan yang utama itu adatah a. menjadi anggota masyarakat yang independent b. mematuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik c. menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu d. berpartisipasi dalam urusanurusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana e. mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitisional secara sehat. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic VirtuesL. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005). Civic Theater for Civic Education. In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108). Civic virtues are the qualities of character and personal skills necessary to make the exercise of citizenship meaningful. Civic virtues give us the capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel, 2005:86). Komentar Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah kualitas dari karakter dan keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita, mempromosikan minat kita dan kewajibankewajiban kita. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic VirtuesQuigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. Virtue is the principle of republican governmentVirtue in a republic is love of ones country, that is, love of equality. It is not a moral virtue, not a Christian, but a public virtue. (Montesquieu, 1948, in Quigley and Bahmueller, 1991:11). Komentar Kebajikan adalah prinsip dari pemerintahan republikkebajikan dalam republik adalah cinta dari negerinya, cinta persamaan. Kebajikan bukanlah suatu kebajikan moral, bukan kebajikan Kristiani, tetapi kabajikan publik. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Civic VirtuesQuigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. In the CIVITAS curriculum framework, civic virtue is described in terms of civic dispositions and civic commitment. 1. Civic dispositions refer to those attitudes and habits of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system. 2. Civic commitments refer to the freely given, reasoned commitments of the citizen to the fundamental values and principles of American constitutional democracy. (Quigley and Bahmueller, 1991:11).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Komentar Di dalam kerangka kurikulum CIVITAS, kebajikan kewarganegaraan digambarkan dalam istilah disposisi dan komitmen kewarganegaraan. 1. Disposisi kewarganegaraan mengacu kepada sikap dan kebiasaankebiasaan pikiran dari warganegara yang berfungsi bagi sistem demokrasi yang sehat dan kebaikan umum dari. Komitmen kewarganegaraan mengacu kepada kebebasan yang diberikan, komitmen yang rasional dari warganegara terhadap nilai fundamental dan prinsip-prinsip demokrasi konstitutional Amerika.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Character Education Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian NetworkLearning activities such as the following tend to promote character traits needed to participate effectively. For example:

Civility, courage, self-discipline, persistence, concern for the common good, respect for others, and other traits relevant to citizenship can be promoted through cooperative learning activities and in class meetings, student councils, simulated public hearings, mock trials, mock elections, and students courts. Self-discipline, respect for others, civility, punctuality, personal responsibility, and other character traits can be fostered in school and community service learning projects, such as tutoring younger students, caring for the school environment, and participating in voter registration drives. Recognition of shared values and a sense of community can be encouraged through celebration of national and state holidays, and celebration of the achievements of classmates and local citizens. Attentiveness to public affairs can be encouraged by regular discussions of significant current events. Reflection on ethical considerations can occur when studnts are asked to evaluate, take, and defend positions on issues that involve ethical considerations, that is, issues concerning good and bad, rights and wrong. Civic mindedness can be increased if schools work with civic organizations, bring community leaders into the classroom to discuss issues with students, and provide opportunities for students to observe and/or participate in civic organizations. (Branson, 1998:15).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KomentarAktivitas belajar yang dapat meningkatkan ciri-ciri karakter, dalam hal ini termasuk di dalamnya nation and character building, antara lain adalah: 1. Sopan santun, keperwiraan, disiplin pribadi, ketekunan, kepedulian terhadap kepentingan umum, menghormati orang lain, dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan kewarganegaraan dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang kooperatif dan di dalam pertemuan-pertemuan kelas, dewan pelajar, simulasi dengan pendengar publik, simulasi pemilu, simulasi sidang pengadilan, dan mahkamah pelajar. Disiplin pribadi, menghormati orang lain, sopan santu, tepat waktu, tanggung jawab pribadi, dan karakter-karakter lainnya dapat dipupuk di sekolah dan proyek-proyek belajar pelayanan masyarakat, seperti membantu mengajari siswa yang lebih muda, merawat lingkungan sekolah, dan partisipasi di dalam kepanitiaan pemilu. Pengenalan terhadap nilai-nilai bersama serta kepedulian terhadap masyarakat sekitar dapat didorong melalui perayaan hari-hari libur nasional dan negara bagian, serta perayaan atas prestasi yang telah dicapai oleh teman sekelas ata warga setempat di sekitarnya. Kepedulian terhadap urusan-urusan publik dapat didorong melalui diskusi-diskusi teratur mengenai pentingnya kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung. Perenungan mengenai masalah-masalah etis dapat terjadi manakala siswa diminta untuk mengevaluasi, mengambil atau mempertahankan suatu pendapat tentang hal-hal yang melibatkan pertimbanga-pertimbangan etis, yakni isu-isu mengenai baik buruk, benar salah. Kepekaan kewarganegaraan dapat ditingkatkan jika sekolah-sekolah bekerjasama dengan organisasiorganisasi kemasyarakatan, mengundang para pemuka masyarakat masuk ke kelas untuk mendiskusikan isu-isu yang sedang berkembang dengan para siswa, serta menyediakan peluang bagi siswa untuk mengamati langsung dan/atau berpartisipasi di dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan.

2.

3. 4. 5. 6.

7. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Character EducationBranson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network Character is ultimately who we are expressed in action, in how we live, in what we do and so the children around us know, they absorb and take stock of what they observe, namely us-we adults living and doing things in a certain spirit, getting on with one another in our various ways. Coles (dalam Branson, 1998:14) Komentar Pada dasarnya, karakter adalah kepada siapa kita mengekspresikan perbuatan kita, bagaimana kita hidup, apa yang kita kerjakan dan demikianlah anak-anak di sekitar kita mengetahuinya, merekapun kemudian menyerap dan menyimpan hasil pengamatan mereka, yaitu kita para orang dewasa ini hidup dan melakukan sesuatu dengan spirit tertentu, bergaul satu sama lain dengan berbagai cara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Civics EducationRosyada,Dede, et al. (2003). PKN (CIVED:) Demokrasi,Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. Tim ICCEUIN. Jakarta: Prenada Media. Pengertian Civic Education menurut Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizen and Civics (1986) yaitu : the science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state. (Rosyada, et al, 2003:5). Komentar: Pengertian pendidikan civics menurut Henry Randall Waite menekankan pada civics sebagai ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan manusia, individu, manusia dalam kumpulan organisasi dan hubungan manusia dengan negara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

Pengertian Civics EducationRosyada,Dede, et al. (2003). PKN (CIVED:) Demokrasi,Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. Tim ICCEUIN. Jakarta: Prenada Media. Pengertian Civic Education menurut Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizen and Civics (1986) yaitu : the science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state. (Rosyada, et al, 2003:5). Komentar: Pengertian pendidikan civics menurut Henry Randall Waite menekankan pada civics sebagai ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan manusia, individu, manusia dalam kumpulan organisasi dan hubungan manusia dengan negara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

ARTI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANNuman Sumantri (2001:159). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS Pendidikan kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmuilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS. PKn merupakan bagian atau alah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannya diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD 1945, GBHN dan perundangan negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara. PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CIVIC AND CITIZENSHIP EDUCATIONCogan, J.J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED.

Civic Education the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives. Citizenship Education or Education for Citizenship both these in school experiencess as well as out of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc which help to shape the totality of the citizen. (Cogan, 1999:4) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTARCivic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CIVIC EDUCATIONBranson, Margaret S. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper from the Communitarian Network. Washington, DC: Center for Civic Education Civic Education is an important component of education that cultivates citizens to participate in the public life of a democracy, to use their rights and to discharge their responsibilities with the necessary knowledge and skills. American schools have advanced a distinctively civic mission since the earliest days of this Republic. It was immediately recognized that a free society must ultimately depend on its citizens, and that the way to infuse the people with the necessary qualities is through education. As one step of this education process, higher education has been assuming the mission to foster citizens with the spirit to lead. The literature on this contribution, and civic education in general, is characterized by its broad time range, its composition of diverse voices from all kinds of participating social units (from individual to government), and the existence of rich international and comparative studies. (Branson, 1998). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTARPendidikan Kewarganegaraan adalah satu komponen pendidikan yang penting yang mengajarkan warganegara untuk mengambil bagian dalam kehidupan demokrasi publik, untuk menggunakan hak-hak mereka dan untuk membebaskan tanggung-jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan. Sekolah-sekolah Amerika sejak awal Republik ini telah mengedepan suatu misi kewarganegaraan dengan jelas. Suatu masyarakat yang bebas bergantung pada para warganegaranya, dan cara untuk menghasilkan penduduk yang berkualitas adalah pendidikan. Sebagai bagian dari tahap proses pendidikan, pendidikan tinggi mempunyai misi untuk membantu perkembangan para warganegara dengan semangat untuk memimpin. Literatur yang berkontribusi, dan Pendidikan Kewarganegaraan secara umum, ditandai oleh cakupan waktu yang luas, terdiri atas komposisi suara yang berbeda dari partisipasi bermacam-macam unit sosial (dari individu ke pemerintah), dan keberadaan sumber dan studi internasional. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

ATTRIBUTES OF CITIZENSHIPCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

ATTRIBUTES OF CITIZENSHIPCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

THE AIMS AND/OR FRAMEWORK FOR CITIZENSHIP EDUCATIONQuigley, Charles N, Buchanan Jr., and Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education The Center for Citizenship Education of the United States of America proposed the three interrelated components of civic virtues, civic knowledge and civic skills as the aims and/or framework for citizenship education.(Quigley, Buchanan Jr., and Bahmueller, 1991). KOMENTAR CCE mengusulkan tiga komponen yang saling berinterrelasi kebajikan, pengetahuan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai tujuan dan/atau kerangka Pendidikan Kewarganegaraan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CITIZENSHIPFachruddin. (2005). Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in Indonesia. Dissertation at University of Pittsburgh: Not published.

Citizenship refers to an identity or an attribute that encourages individuals to think of themselves as being part of a society or a state. Citizenship is also a fundamental identity that helps situate individuals in society (sense of citizenship) (Hindess, 2003; Lister, Smith & Middleton, 2003). Citizenship is also a status (full membership of a state) conferred by nation states, which carries rights (the horizontal aspect) and responsibilities or consequences (the vertical aspect) (Osler & Starkey, 2002; Zilbershats, 2002: 3). Fachrudin (2005:31) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTARDengan mengutip beberapa pendapat, Fachrudin mengemukakan bahwa kewarganegaraan mengacu pada satu identitas atau atribut yang mendorong individu untuk berpikir tentang diri mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat atau suatu negara. Kewarganegaraan adalah juga suatu identitas fundamental yang membantu individu di dalam masyarakat (perasaan kewarganegaraan). Kewarganegaraan adalah juga suatu status (keanggotaan penuh dari suatu negara) yang dirundingkan oleh negara bangsa, yang membawa hak-hak (aspek horisontal) dan tanggung jawab atau konsekuensi-konsekuensi (aspek vertikal).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CITIZENSHIP EDUCATIONCogan, J.J. (1998). Citizenship Education for the 21st Century: Setting the Context, in J.J. Cogan and R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education, Kogan Page, London, pp. 120. Citizenship education has been described as the contribution of education to the development of those characteristics of being a citizen (Cogan 1998:13), and the process of teaching societys rules, institutions, and organizations, and the role of citizens in the well-functioning of society (Villegas-Reimer 1997:235).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Pendidikan kewarganegaraan digambarkan sebagai kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik warganegara' (Cogan 1998:13), dan 'proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi, dan peran warganegara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik'.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

MODEL OF THE HISTORY OF CITIZENSHIPDerek, Heater. (2004). A Brief History of Citizenship. New York University Press, Washington Square, New York. The advent of jurisprudence moved the concept of the citizen from the zoon politikon towards the legalis homo, and from the civic or polities toward the bourgeois or burger. It futher brought about some equation of the citizen with the subject, for in defining him as the member of a community of law, it emphasized that he was, in more senses than one, the subject of those laws that defined his community and of the rulers and magistrates empowered to enforce them. (Pocock, 1995 p.38 dalam Derek Heater, 2004 p.3-4).

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Kemajuan ilmu hukum mengalihkan konsep warga Negara dari zoon politikon menjadi legalis homo, dan dari civic atau polites (bahasa Latin dan Yunani untuk kata warga negara menjadi bourgeois atau burger. Hal ini selanjutnya membawa banyak persamaanantara warga Negara dengan subjek, karena untuk menentukan dia sebagai subjek dari hukum-hukum yang menjelaskan komunitasnya dan dari para penguasa dan hakim yang diberikan wewenang untuk menjalankan hukum-hukum tersebut.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CITIZENSAristotle, dalam Derek, Heater. (2004). A Brief History of Citizenship. New York University Press, Washington Square, New York. Citizens, in the common sense of that term, are all who share in the civic life of ruling and being ruled in turn. In the particular sense of the term, they vary from constitution to constitution; and under and ideal constitution they must be those who are able and willing to rule with a view to attaining a way of life according to goodness . He who enjoys the right of sharing in deliberative and judicial office attains thereby the status of a citizen of his state. (Aristotle, 1948, 1275b dalam Derek Heater, 2004 p.18). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Warga Negara dalam pengertian umum adalah semua orang yang berbagi dalam kehidupan yang mengatur dan diatur. Dalam pengertian khususnya tentag istilah tersebut akan beragam dari satu konstitusi ke konstitusi lainnya; dan dalam konstitusi yang ideal mereka haruslah orang yang mampu dan berkeinginan untuk mengatur dengan suatu pandangan untuk mencapai cara hidup menurut kebaikan. Dia yang mendapatkan hak untuk berbagi dalam jabatan pengadilan dan perundingan sehingga mendapat status sebagai warga negara dari negara tersebut. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KARAKTERISTIK WARGANEGARA ABAD 21Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page

Eight citizens characteristic 1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society 2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for ones roles/duties within society 3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences 4. the capacity to think in a critical and systemic way 5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner 6. the willingness to change ones lifestyle and consumption habits to protect the environment 7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic minorities, etc), and 8. the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels. (Cogan and Derricott, 1998:115). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 1. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 2. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 3. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 4. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 5. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 6. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 7. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 8. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

DIMENSION OF MULTIDIMENSIONAL CITIZENSHIPCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The four dimensions embodied in our conceptualization of multidimensional citizenship are personal, social, temporal and spatial. (Cogan and Derricott, 1998:11). KOMENTAR Dalam pandangan Cogan dan Dericot, kewarganegaraan multidimensional dikonsepsikan atas empat dimensi, yaitu personal, sosial, temporal, dan spatial.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CITIZEN AND CITIZENSHIPCogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page

A citizen was defined as a constituent member of society. Citizenship, on the other hand, was said to be a set of characteristics of being a citizen. And finally, citizenship education, the underlying focal point of the study, was defined as the contribution of education to development of those characteristics of being a citizen. (Cogan and Derricott, 1998:13) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Warganegara adalah anggota suatu masyarakat. kewarganegaraan adalah seperangkat karakteristik yang terdapat dalam warganegara. Dan pendidikan kewarganegaraan adalah kontribusi pendidikan untuk mengembangkan karakteristikkarakteristik untuk menjadi warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CITIZENSHIPGould, J. & Kolb, W.L. eds. (1964). A Dictionary of the Social Sciences. New York: The Free Press Gould and Kolb (1964:88) defined citizenship as a relationship existing between a natural person and political society, known as a state, by which the former owes allegiances and the latter protection. KOMENTAR Gould dan Kolb menggambarkan kewarganegaraan sebagai suatu hubungan yang ada antara orang dan masyarakat politik secara alami, yang dikenal sebagai suatu negara, dimana pembentuk berhutang kepada kesetiaan-kesetiaan dan perlindungan.' Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CONCEPTIONS OF CITIZENSHIPOsborne, Kenneth et al. (1999). Citizenship Education: An Introduction to Citizenship Education. The Centre for Canadian Studies at Mount Allison University. http://www.mta.ca/faculty/arts/canadian_studies/english/about/multimedia/citizenship

Most experts agree that citizenship involves a number of interrelated skills, beliefs and actions. Osborne identifies five elements that constitute citizenship and that influence outcomes typically represented in curriculum. These elements are described in the chart on the following page. (Osborne, Kenneth et al., 1999). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

ELEMENT OF CITIZENSHIPNational Consciousness Or Identity Political Literacy Observance Of Rights And Duties Values General Intellectual Skills

Sense of identity as a national citizen Awareness of multiple identities, such as regional, cultural, ethnic, religious, class, gender Sense of global or world citizenship

Knowledge of the political, legal and social institutions of ones country Understanding of key political and social issues Necessary skills and knowledge for effective political participation

Understandi ng and belief in basic rights and duties of citizenship Understandi ng of how to deal with, and if possible resolve conflicts

Underst anding of societal values Knowled ge and skills to deal with conflictin g values in acceptabl e ways

Literacy and intellectual competence

n Osbornes view, global citizenship is part of national identity, in which students come to see themselves as members of a world community and learn to balance the claims of nation against claims that transcend national boundaries. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR Para ahli setuju bahwa kewarganegaraan melibatkan sejumlah keterampilan yang saling berhubungan, kepercayaan dan tindakan-tindakan. Osborne mengidentifikasi lima unsur-unsur yang melembagakan kewarganegaraan dan mempengaruhi hasil-hasil yang pada umumnya mewakili dalam kurikulum. Unsur-unsur itu sebagaimana tergambar dalam tabel di atas. Dalam pandangan Osborne, kewarganegaraan global adalah bagian dari kepribadian nasional, di mana para siswa datang untuk melihat diri mereka sebagai anggota suatu masyarakat dunia dan belajar untuk menyeimbangkan klaim-klaim tentang bangsa terhadap klaim-klaim bangsa lintas nasional.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CITIZEN PARTICIPATIONDAgostino, Maria J. (2006). Social Capital: Lessons from a Service-Learning Program. Center For Civic Engagement. Park University International Citizen Participation is fundamental to democratic governance. The problem has been addressed in the citizen participation literature in a myriad of ways, including the use of technology to involve citizens in the decision making process. (DAgostino, 2006:2). KOMENTAR Partisipasi warganegara adalah hal fundamental dalam tata pemerintahan yang demokratis. Masalah sudah ditujukan di dalam partisipasi warganegara dalam banyak cara, termasuk di dalamnya pemakaian teknologi untuk melibatkan warganegara dalam proses pengambilan keputusan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

MULTIDIMENSIONAL CITIZENSHIPPatricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115

Multidimensional citizenship, this term is intended to describe the complex, multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education that will be needed if citizens are to cope with the challenges. (1999:115) KOMENTAR Kewarganegaraan multidimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas, konseptualisasi bersegi banyak dari kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dari tantangan.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

CIVIC EDUCATIONKerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2). KOMENTAR Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

THE PURPOSE OF CITIZENSHIP EDUCATIONQualifications and Curriculum Authority. (1998). Education for Citizenship and the Teaching of Democracy in Schools: Final Report of the Advisory Group for Citizenship. (Chair: Bernard Crick). London: QCA. The purpose of citizenship education in schools and colleges is to make secure and to increase the knowledge, skills and values relevant to the nature of participative democracy; also to enhance the awareness of rights and duties, and the sense of responsibilities needed for the development of pupils into active citizens.

Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Tujuan pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi adalah untuk memberikan kenyamanan dan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai yang relevan dengan hakikat demokrasi partisipatif; juga untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, dan perasaan tanggung jawab yang diperlukan untuk pengembangan para siswa menjadi warganegara aktif. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

THE PURPOSES OF EDUCATION FOR CITIZENSHIPOsler, A. and Starkey, H. (1996). Teacher Education and Human Rights. London: David Fulton Education for citizenship is concerned with both the personal development of students and the political and social development of society at local, national and international levels. On a personal level, CE is about integration into society. It is about overcoming structural barriers to equality: challenging racism and sexism in institutions, for instance on political and social level it is about creating a social order that will help provide security without the need for repression. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Pendidikan kewarganegaraan mempunyai kaitan dengan pengembangan pribadi para siswa dan pengembangan kehidupan politik dan sosial masyarakat tingkat lokal, nasional dan internasional. Pada tingkat personal, Pendidikan kewarganegaraan adalah menitikberatkan pada pengintegrasian ke dalam masyarakat. hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menanggulangi penghalang-penghalang struktural ke arah persamaan: menentang rasisme dan sexisme dalam institusi-institusi, sebagai contoh pada tingkat sosial dan politis adalah sekitar menciptakan suatu tatanan sosial yang dapat membantu menyediakan kenyamanan tanpa penindasan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

A CONTINUUM OF CITIZENSHIP EDUCATIONKerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship is conceptualised and contested along a continuum, which range from a minimal to a maximal interpretation (McLaughliin, 1992). Minimal: Thin, Exclusive, Elitist, Civics education, Formal, Content led, Knowledge based, Didactic transmission, Easier to achieve, and measure in practice. Maximal: Thick, Inclusive, Activist, Citizenship education, Participative, Process led, Values based, Interactive interpretation, More difficult to achieve, and measure in practice. (Kerr, 1999:14) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd

KOMENTAR

Pendidikan Kewarganegaraan minimal, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat o