anneke pesik komposisi media regenerasi yang sesuai untuk kalus transforman dan nontransforman....
TRANSCRIPT
PENYISIPAN GEN FITASE (pBINPI-II EC) KE KALUS TEBU
(Saccharum off ic inarum L.) DENGAN BANTUAN
Agrobacterium tumefaciens GV2260 DAN REGENERASINYA
ANNEKE PESIK
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2005
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul: “Penyisipan Gen
Fitase (pBINPI-II EC) ke Kalus Tebu (Saccharum officinarum L.) dengan
Bantuan Agrobacterium tumefaciens GV2260 dan Regenerasinya” adalah
benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program
sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Penelitian ini didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman
(Bundesministerium für Bildung und Forschung Germany, BMBF) melalui
kerjasama bilateral Indonesia-Jerman untuk konstruksi tebu transgenik dan proyek
Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID), dengan peneliti utama Dr.
Ir. Dwi Andreas Santosa, MS. Sebagian pendanaan juga diperoleh dari
Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) Bogor.
Bogor, September 2005
ANNEKE PESIK
NRP: P055010121/BTK
ABSTRAK
ANNEKE PESIK. Penyisipan Gen Fitase (pBINPI-II EC) ke Kalus Tebu(Saccharum officinarum L.) dengan Bantuan Agrobacterium tumefaciens GV2260dan Regenerasinya. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA danSUDARSONO.
Rekayasa genetik digunakan untuk meningkatkan karakter tebu yang padaumumnya memiliki fertilitas rendah dan polihibrid. Kami melaporkan introduksigen fitase yang berasal dari bakteri ke dalam genom beberapa kultivar kalus tebumelalui Agrobacterium tumefaciens GV2260. Penelitian ini bertujuan untukmendapatkan komposisi media regenerasi yang sesuai untuk kalus transformandan nontransforman. Eksplan meristem dan kalus dari tebu kultivar PA 117, PSJT94-33, dan PS 851 digunakan dalam uji regenerasi dan transformasi. Komposisimedia regenerasi yang baik untuk menginduksi tunas, daun, dan akar dari duakultivar PA 117 dan PSJT 94-33 berturut-turut adalah media R10 (yaitu mediaMS yang ditambahkan 2 mg/L + 57 mg/L dalapon) dan media R4 (yaitu mediaMS yang ditambahkan 1 mg/L IAA dan 57 mg/L dalapon). Regenerasi kalustransforman PSJT 94-33 mampu menghasilkan tunas dan daun. Sedangkan duakultivar transforman lain, yaitu PA 117 dan PS 851 (dalam media MS denganpenambahan 2 mg/L IAA dan 59 mg/L dalapon yang dimodifikasi (denganpenambahan glukosa 1%, 2.5 mg/L asam sitrat dan 2 mg/L asam askosbat) hanyamenghasilkan tunas. Reaksi PCR untuk amplifikasi gen fitase dari kalustransforman menunjukkan hasil positif. Dengan demikian, kalus transformandapat terus ditumbuhkan menjadi tanaman transgenik yang lengkap.
Kata kunci: kultivar tebu, transformasi gen fitase, Agrobacterium tumefaciens,IAA, dalapon
ABSTRACT
ANNEKE PESIK. Insertion of Phytase Gene (pBINPI-II EC) into Callus ofSugarcane (Saccharum officinarum L.) by Agrobacterium tumefaciens GV2260and Its Regeneration. Under the direction of DWI ANDREAS SANTOSA andSUDARSONO.
Genetic engineering can be used to improve the characteristic of sugarcanewhich much of them are infertile and polyhybrid. We report introducing ofphytase gene derived from bacteria into the genome of several cultivar ofsugarcane callus via Agrobacterium tumefaciens GV2260. This research werealso conducted to find out the composition of regeneration media suitable forboth nontransformant and transformant calli. Meristematic explants and calliof sugarcane var. PA 117, PSJT 94-33, and PS 851 were used for regenerationand transformation experiment. The best composition of regeneration media toinduced buds, leaves, and roots of both var. PA 117 and PSJT 94-33 are R10(MS media suplemented with IAA 2 mg/L + dalapon 57 mg/L) and R4 (MSmedia suplemented with IAA 1 mg/L + dalapon 57 mg/L), respectively.Regeneration of transformant calli of PSJT 94-33 produced buds and leaves.Another two transformant cultivar PA 117 and PS 851 (in MS media with IAA2 mg/L + dalapon 59 mg/L modified by adding glucose 1%, citric acid 2.5mg/L and ascorbic acid 2.5 mg/L) were only became bud. Positive result werealso revealed by using polimerase chain reaction of phytase gene ontotransformant calli. Therefore, transformant calli can be established intotransgenic plants.
Key words: sugarcane cultivar, transformation phytase gene, Agrobacteriumtumefaciens, IAA, dalapon
© Hak cipta milik Anneke Pesik, tahun 2005Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dariInstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
apapun, baik cetak, foto kopi, mikrofilm, dan sebagainya.
PENYISIPAN GEN FITASE (pBINPI-II EC) KE KALUS TEBU
(Saccharum off ic inarum L.) DENGAN BANTUAN
Agrobacterium tumefaciens GV2260 DAN REGENERASINYA
ANNEKE PESIK
Tesissebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains padaProgram Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2005
Judul Tesis : Penyisipan Gen Fitase (pBINPI-II EC) ke Kalus Tebu(Saccharum officinarum L.) dengan Bantuan Agrobacteriumtumefaciens GV2260 dan Regenerasinya
Nama : Anneke PesikNomor Pokok : P055010121Program Studi : Bioteknologi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MScKetua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Bioteknologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Muhammad Jusuf, DEA Prof. Dr. Ir. Hj. Syafrida Manuwoto, MSc
Tanggal Ujian: 14 September 2005 Tanggal Lulus: …………………
PRAKATA
Segala hormat dan puji dinaikkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat kasih karuniaNya yang berlimpah dan tak berkesudahan ini, penulis telah
menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Penyisipan Gen
Fitase (pBINPI-II EC) ke Kalus Tebu (Saccharum officinarum L.) dengan
Bantuan Agrobacterium tumefaciens GV2260 dan Regenerasinya”.
Dengan penuh kerendahan hati, kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS, Prof. Dr. Ir. Sudarsono,
MSc, dan Dr. Ir. Utut Widyastuti, serta Dr. Ir. Agus Purwito, MSc, yang dengan
sabar dan tak henti-hentinya telah memberikan banyak pengarahan dan saran
selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan pula kepada:
1. Kepala Lab. Mikrobiologi & Bioteknologi Lingkungan PPLH, dan Lab.
Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Direktur
PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor, yang telah mengizinkan penelitian ini
berlangsung. Kepala Lab. Kultur Jaringan PT. Pabrik Gula Rajawali Nusantara
Indonesia II di Cirebon yang telah memberikan bahan eksplan dan kalus tebu.
2. Bapak, Ibu, Suami, saudara kakak-beradik sepupu, dan keponakan atas
dukungan doa dan materil yang diberikan bagi penulis.
3. Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman (BMBF), Proyek RAPID, ICBB
Bogor, dan Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) Jakarta atas bantuan
dana sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat berlangsung.
4. Rekan-rekan kerja di Lab. MBL PPLH, Lab. Bioteknologi Tanaman Fakultas
Pertanian IPB, dan Lab. PT Saraswanti Indo Genetech, atas dukungan dan
kebersamaan.
5. Teman-teman Bioteknologi 2001 dan kepada semua pihak yang tidak
disebutkan satu-persatu atas bantuan dan dorongannya kepada penulis selama
studi sampai dengan penulisan tesis ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Namun penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kepentingan semua pihak.
Bogor, September 2005
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 1 Agustus 1978sebagai anak tunggal dari ayah Herling Pesik dan ibu Hetty Waworga (†).
Pendidikan Sarjana Pertanian ditempuh di Fakultas Pertanian, Jurusan Hamadan Penyakit Tanaman, Universitas Sam Ratulangi, Manado, dan lulus pada tahun2001.
Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister diProgram Studi Bioteknologi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xDAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
Perbaikan Genetik Tebu ........................................................................ 4Kultur Jaringan Tanaman Tebu ............................................................. 5Gen Fitase ............................................................................................. 10Konstruksi Vektor pBINPI-II EC ......................................................... 11Transformasi dengan Bantuan Agrobakterium ..................................... 14Analisis Tanaman Transgenik ............................................................... 15
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 17
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 17Metode Penelitian ................................................................................. 17
Kultur jaringan tanaman tebu .......................................................... 17Transformasi tebu dengan gen fitase ............................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 23
Kultur Jaringan Tanaman Tebu ............................................................. 23Transformasi Tebu dengan Gen Fitase ................................................. 34
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 39
Simpulan ............................................................................................... 39Saran ...................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40LAMPIRAN ................................................................................................ 44
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Empat metode transformasi gen fitase pada eksplan tebu ................. 34
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Konstruksi kaset gen fitase appA dalam vektor pBINPI-II EC ......... 13
2 Inisiasi dan proliferasi kalus .............................................................. 23
3 Grafik rataan jumlah tunas tebu kultivar PA 117 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 ............................................................... 24
4 Grafik rataan jumlah daun tebu kultivar PA 117 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 ............................................................. 25
5 Hasil optimasi media regenerasi tebu kultivar PA 117 sampaidengan minggu ke-4 ........................................................................... 26
6 Grafik rataan jumlah akar tebu kultivar PA 117 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 pada media regenerasi R10 .................. 27
7 Hasil induksi akar tebu kultivar PA 117 pada media regenerasiR10 ..................................................................................................... 27
8 Grafik rataan jumlah tunas tebu kultivar PSJT 94-33 yangterbentuk sampai dengan minggu ke-4 .............................................. 28
9 Grafik rataan jumlah daun tebu kultivar PSJT 94-33 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 .............................................................. 29
10 Hasil optimasi media regenerasi tebu kultivar PSJT 94-33 sampaidengan minggu ke-4 ........................................................................... 30
11 Grafik rataan jumlah akar tebu kultivar PSJT 94-33 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 117 pada media regenerasi R4 .............. 30
12 Hasil induksi akar tebu kultivar PSJT 94-33 pada mediaregenerasi R10 .................................................................................... 31
13 Regenerasi tebu transforman PSJT 94-33, PA 117, dan PS 851 ......... 32
14 Grafik rataan tunas transforman kultivar PA 117 pada mediaregenerasi R10 .................................................................................... 33
15 Grafik rataan tunas dan daun yang terbentuk dari regenerasi kalustransforman kultivar PSJT 94-33 pada media regenerasi R4 ............. 33
16 Grafik rataan tunas transforman yang terbentuk dari regenerasi kalustransforman kultivar PS 851 pada media regenerasi Modifikasi P3GI ...... 34
17 Kalus tebu transforman yang dihasilkan dari beberapa metodetransformasi ........................................................................................ 37
18 Hasil PCR gen fitase dari kalus transforman yang berumur 4 minggusetelah transformasi ............................................................................. 38
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Komposisi media MS untuk induksi kalus dan regenerasi
planlet yang telah dimodifikasi .......................................................... 44
2 Peta plasmid pBINPI-II EC ................................................................ 45
3 Komposisi media transformasi metode Enriquez-Obregón et al (1997) 45
4 Komposisi media transformasi metode Minarsih (2003) ................... 45
5 Komposisi media transformasi metode Santosa et al (2004) ............. 46
6 Komposisi media transformasi metode Modifikasi ........................... 46
7 Analisis data statistik ......................................................................... 47
L A M P I R A N
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi gula nasional meningkat seiring dengan pertambahan penduduk
Indonesia. Swasembada gula makin menurun karena industri gula dalam negeri
tidak dapat memenuhi kebutuhan nasional. Tanaman tebu (Saccharum officinarum
L.) sebagai bahan baku pembuatan gula adalah komoditi utama yang harus
mampu berperan terhadap permasalahan kebutuhan gula.
Penyebab utama turunnya produksi tebu karena mutu bibit yang buruk.
Petani tidak mengganti bibitnya dengan kultivar yang lebih baik, karena tidak
memiliki daya beli. Kebanyakan petani menerapkan sistem keprasan. Sistem
tersebut mempertahankan tunas baru pada pangkal tanaman setelah penebangan
untuk berproduksi lagi. Cara ini beresiko terhadap penyakit busuk batang yang
dapat menurunkan produksi hingga 30%. Produktivitas lahan juga berkurang
akibat tidak efisiennya pemakaian pupuk fosfat (Hidayat 2002).
Pertanaman tebu yang bergeser dari lahan basah ke kering juga
menyebabkan rendahnya efisiensi produksi gula. Oleh karena, lahan kering lebih
banyak membutuhkan pupuk fosfat yang memerlukan biaya tinggi. Luas areal
pertanaman tebu pada masa tanam 2002/2003 sebesar 351.472 ha yang terdiri dari
lahan sawah sebesar 105.412 ha (30%) dan lahan kering (tegalan) mencapai
245.960 ha (70%), yang tersebar di Jawa seluas 121.738 ha dan di luar Jawa
124.222 ha (Hadi & Sutrisno 2003).
Setiap tahun terjadi peningkatan kebutuhan gula nasional yang cukup nyata.
Peningkatan kebutuhan gula ini ternyata tidak diimbangi oleh peningkatan
produksinya. Terjadi produksi dari 2,091 juta ton pada tahun 1996 menjadi 1,725
juta ton pada 2001 (P3GI 1997; Erwidodo 2002). Untuk memenuhi kebutuhan
gula, pemerintah melakukan impor gula yang beberapa tahun terakhir ini telah
terjadi peningkatan impor. Impor gula meningkat dari 1,233 juta ton pada tahun
1998 menjadi 1,475 juta ton pada tahun 2001 (Erwidodo 2002). Deperindag
merealisasikan impor gula selama tahun 2003 dan 2004 sebesar 0,731 juta ton
sebagai tambahan dengan stok gula lokal (KCM 2005).
2
Pemuliaan tanaman perkebunan, termasuk tebu menggunakan metode
konvensional dengan penyilangan menghadapi dua kendala utama. Kendala
pertama adalah terbatasnya sumberdaya genetik yang secara seksual kompatibel
dengan tanaman tebu induknya. Kendala kedua adalah siklus pemuliaan dengan
metode ini dianggap terlalu lama (Minarsih 2003).
Menurut Hartatik (2000) peningkatan produksi gula secara menyeluruh
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan teknik budidaya, mengatur pola
“tebang muat angkut”, meningkatkan efisiensi pabrik gula, dan menggunakan
kultivar unggul baru. Usaha untuk mendapatkan kultivar tebu yang unggul
terutama ditujukan untuk perbaikan kuantitas (bobot tebu per hektar) dan kualitas
(rendemen gula). Usaha tersebut dilakukan dengan perbaikan genetik tanaman,
salah satunya melalui rekayasa genetik yang terbukti manfaatnya dalam
memperbaiki sifat tanaman. Contohnya teknik transformasi gen dengan bantuan
agrobakterium yang merupakan cara alternatif untuk memperoleh tanaman dengan
sifat yang diinginkan.
Keberhasilan perakitan kultivar tebu yang unggul ditentukan oleh berbagai
faktor, antara lain adanya teknik transformasi dan regenerasi yang sesuai,
konstruksi gen pembawa sifat unggul yang berfungsi dengan baik, dan karakter
agronomis klon tanaman dan kemudahan teknis (Minarsih 1999).
Menurut Santosa (2002), salah satu upaya meningkatkan produktivitas tebu
unggul dilakukan dengan transformasi gen fitase dari bakteri tanah sehingga
meningkatkan ketersediaan fosfat ke dalam jaringan maupun sekitar perakaran,
meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat sehingga sedikit membutuhkan pupuk
fosfat, meningkatkan jumlah klorofil dan laju fotosintesis. Ekspresi gen fitase di
jaringan tebu diharapkan juga meningkatkan mutu daun tebu untuk pakan ternak.
Gen fitase dipilih untuk disisipkan ke dalam tanaman tebu karena gen ini
menghasilkan enzim yang dapat merombak senyawa fitat yaitu senyawa organik
yang menyimpan unsur fosfat di dalam sel tanaman. Perombakan fosfat organik
dalam sel tanaman memberikan pengaruh positif pada proses pembentukan
klorofil sehingga meningkatkan fotosintesis dan metabolisme tanaman tebu. Di
samping itu, fitase dapat meningkatkan ketersediaan mineral-mineral lainnya,
3
seperti kalsium, magnesium dan kalium di dalam jaringan tanaman sehingga dapat
mengurangi kebutuhan pupuk.
Vektor gen fitase untuk penyisipan ke dalam genom tanaman tebu telah
dikonstruksi sebagai plasmid pBINPI-II EC. Plasmid pBINPI-II EC merupakan
hasil konstruksi dan modifikasi melalui penelitian bersama antara Federal
Research Centre for Nutrition, Centre for Molecular Biology Germany dan
Fakultas Pertanian IPB. Plasmid pBINPI-II EC memiliki beberapa kelebihan, di
antaranya mempunyai jumlah salinan yang banyak dalam Escherichia coli, dan
mempunyai ori sehingga dapat bereplikasi pada E. coli dan Agrobacterium
tumefaciens, serta membawa gen penyeleksi antibiotik nptII yang menyandikan
enzim neomisin fosfotransferase yang tahan terhadap kanamisin.
Keberhasilan teknik transformasi genetik sangat dipengaruhi oleh
kemampuan regenerasi yang baik dari eksplan yang digunakan untuk menjadi
planlet yang utuh. Dalam hal ini teknik kultur jaringan sangat berperan penting
untuk mendapatkan planlet atau tanaman transgenik yang diinginkan. Misalnya
dengan memperhatikan berbagai faktor pendukung seperti media tumbuh, zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang seimbang, dan kondisi lingkungan kultur. Bahan
eksplan dan genotipe tanaman juga merupakan faktor penting dalam menentukan
regenerasi suatu eksplan (Trigiano & Dennis 2000).
Dengan demikian aplikasi bioteknologi untuk tanaman tebu berperan
penting dalam meningkatkan produktivitas tebu unggul, mengurangi biaya untuk
pemupukan dan menambah nilai tanaman tebu sebagai pakan ternak.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan media yang optimum untuk regenerasi tanaman tebu.
2. Menyisipkan gen fitase yang berada dalam kaset pBINPI-II EC ke dalam
genom kalus tebu melalui bantuan Agrobacterium tumefaciens GV2260 serta
regenerasi kalus transformannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Perbaikan Genetik Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan
bernilai ekonomi tinggi karena selain menghasilkan gula juga mendukung
berbagai industri lain. Tanaman tebu dapat tumbuh pada daerah tropis dan
subtropis di seluruh dunia. Tebu pertama kali diketahui berasal dari daratan Indo-
Gangetic India. Tebu termasuk genus Saccharum dari salah satu anggota
kelompok Andropogoneae, famili Graminae. Dalam genus Saccharum ada tiga
spesies yang dibudidayakan (S. officinarum L., S. barberi Jesw. dan S. sinense
Roxb) dan dua spesies liar (S. robustum Brandes dan Jeswier ex Grassl, dan S.
spontaneum L.) (Naik 2001).
Diketahui tanaman tebu merupakan bahan baku pembuatan gula pasir di
samping berperan juga sebagai bahan baku dalam bidang industri seperti asam
amino, asam organik dan bahan pangan. Beberapa industri gula mampu
menghasilkan berbagai senyawa kimia tertentu seperti furfural, dextran, alkohol
yang sangat tergantung pada tanaman ini (Enriquez-Obregón et al. 1997). Selain
itu produk gula dapat dikembangkan menjadi bahan nutrisi pakan ternak,
prosesing bahan makanan, pembuatan kertas dan sebagai sumber energi bahan
bakar (Patrau 1989). Menurut Nonato et al. (2001) di Brazil tebu dikembangkan
sebagai salah satu sumber energi penting (produksi etanol) serta untuk produksi
bioplastik.
Perbaikan genetik pada tanaman tebu telah lama dilakukan dan belum
menunjukkan hasil yang berarti, sehingga memasukkan gen tertentu dengan
transformasi genetik merupakan salah satu cara penting untuk manipulasi genetik
secara langsung pada tanaman. Transfer gen pada tanaman akan menghasilkan
tanaman transgenik. Istilah transgenik dalam pengertian luas dipakai untuk
tanaman yang memiliki gen asing yang berfungsi dan terintergrasi ke dalam
genom tanaman (Uchimiya et al. 1989).
Pada awalnya gen yang banyak dipakai dalam transformasi tanaman adalah
gen-gen reporter. Fungsinya lebih banyak untuk pengembangan teknik transfor-
masi itu sendiri atau mempelajari sekuen-sekuen pengendali dalam mempelajari
5
ekspresi suatu gen di dalam sel tanaman. Perkembangannya kemudian dilakukan
transfer gen yang mengendalikan karakter-karakter yang bernilai ekonomis
sejalan dengan ketersediaan klon-klon gen tersebut. Beberapa faktor yang
berperan dalam menghasilkan tanaman transgenik antara lain metode yang efisien
dalam kloning gen, ketersediaan konstruksi gen-gen baru, teknik transformasi,
regenerasi tanaman, sistem vektor yang terus dikembangkan dan promotor yang
spesifik untuk ekspresi gen pada organ tertentu (Aswidinoor 1995).
Teknik transformasi genetik tanaman tebu pertama kali dilakukan oleh
Hauptmann et al. (1986) menggunakan penanda seleksi gen CAT (chloramphe-
nicol-acetyltransferase) yang berasal dari promotor CaMV 35S untuk mendapat-
kan tanaman tebu yang tahan virus. Bower dan Birch (1992) menggunakan
partikel bombardment untuk suspensi sel dan kalus embriogenik dengan
memasukkan gen neomycin phosphotransferase. Gallo dan Irvine (1993) mem-
pelajari faktor fisik dan biologi yang berpengaruh terhadap ekspresi gen GUS
secara transien pada tebu menggunakan teknik penembakan partikel. Hingga saat
ini telah dilakukan penelitian tebu transgenik dengan sifat tertentu antara lain
tahan terhadap insektisida dan beberapa herbisida yang lain, dan tahan terhadap
serangan penyakit busuk batang (Arencibia et al. 1997). Wall dan Birch (1997)
berhasil melakukan karakterisasi gen ketahanan albicidin dan ekspresinya pada
tanaman tebu transgenik untuk ketahanan penyakit bercak daun. Pada tahun yang
sama transformasi genetik tebu dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens
menggunakan antioksidan berhasil dilakukan oleh Enriquez-Obregón et al.
(1997). Pada tahun 1998, Arencibia et al. melaporkan protokol yang efisien untuk
transformasi tebu melalui A. tumefaciens EHA 101. Selain itu, Minarsih (2003)
telah melakukan penelitian transformasi gen P5CS ke dalam sel tanaman tebu
secara efektif dan efisien tanpa mengurangi kemampuan regenerasi dan ekspresi
sel. Penelitian ini menghasilkan tanaman tebu dengan sifat toleransi terhadap
kondisi kering.
Kultur Jaringan Tanaman Tebu
Teknik kultur jaringan adalah suatu metode mengisolasi bagian tanaman
seperti protoplas, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, kemudian menumbuh-
6
kan dalam media buatan dengan kondisi aseptik dan lingkungan yang terkendali,
sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman baru (Gunawan 1992). Menurut Suryowinoto
(1991), kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman utuh yang mempunyai sifat seperti induknya. Ada empat aplikasi metode
kultur jaringan dalam bidang pertanian, di antaranya adalah: 1) untuk produksi
bahan-bahan fermentasi, 2) perbaikan sifat tanaman, 3) memelihara plasma
nutfah, dan 4) pelipatgandaan hasil klon dari seleksi kultivar.
Dalam usaha peningkatan produktivitas tanaman tebu secara cepat pada
tingkat petani awalnya digunakan teknik kultur jaringan tapi saat ini telah
berkembang sebagai sarana pendukung program perbaikan sifat tanaman,
misalnya mendapatkan sifat ketahanan penyakit, stres lingkungan atau perbaikan
genetik lainnya.
Penelitian kultur jaringan tanaman tebu pertama kali dilakukan oleh Nickell
di Hawai tahun 1961 dan dilanjutkan pada tahun 1977 oleh Heinz et al yang
menjadi perintis teknik kultur jaringan tebu pertama di dunia, mereka berhasil
mendapatkan planlet utuh yang berkembang dari kultur kalus dan menunjukkan
variasi yang luas pada jumlah kromosom juga beberapa karakter penting dari
tanaman tebu. Sejak saat itu berkembanglah teknik kultur jaringan tebu ini ke
beberapa negara di dunia (Naik 2001).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik kultur jaringan
tanaman tebu, yaitu: 1) komposisi media tumbuh, 2) bahan eksplan, 3) zat
pengatur tumbuh tanaman, dan 4) kondisi lingkungan kultur.
Media tumbuh
Penggunaan teknik kultur jaringan tebu dibuat untuk mengamati
pertumbuhan dan reorganisasinya. Dalam media tumbuh tanaman terdiri dari 95%
air, nutrisi makro dan nutrisi mikro, vitamin serta gula. Nutrisi makro biasanya
dibutuhkan dalam jumlah banyak sedangkan nutrisi mikro dalam jumlah sedikit.
Vitamin merupakan komponen enzim atau kofaktor esensial untuk fungsi
metabolik, yang dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan berperan penting
dalam pertumbuhan tanaman. Gula juga merupakan zat penting dari nutrisi media
esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan kultur (Trigiano & Dennis 2000).
7
Media yang umum dipakai untuk memelihara pertumbuhan kultur sel atau
jaringan tebu adalah variasi dari media White atau media Murashige dan Skoog
(MS). Menurut Heinz et al. (1977), media White lebih baik untuk mendorong per-
tumbuhan kalus tapi tidak untuk totipotensinya sedangkan media MS lebih unggul
dari media White dalam menginduksi diferensiasi kalus dan perkembangan
selanjutnya. Murashige (1978) menekankan perlunya perimbangan tertentu dalam
pemberian campuran garam-garam mineral, gula, vitamin dan ZPT. Naik (2001)
menjelaskan nutrisi yang esensial terdiri dari garam anorganik dan sumber karbon
(energi), vitamin, dan hormon tanaman serta bahan lain seperti nitrogen organik
yang mengandung asam organik dan substansinya. Media kultur tersebut dapat
ditambah dengan bahan-bahan seperti air kelapa, ekstrak khamir, sari buah tomat
dan ekstrak malt. Ekstrak malt atau khamir lebih cocok untuk pertumbuhan kultur
suspensi tebu dibandingkan dengan air kelapa. Sebagai sumber energi, sukrosa
dan glukosa dapat dipilih di antara jenis gula yang ada karena pada tahap-tahap
permulaan, eksplan baru tumbuh membentuk kalus yang belum mengadakan
fotosintesis atau cara hidupnya belum autotrofik (Pierik 1987). Liu (1981)
menyebutkan bahwa untuk menstimulasi pembentukan kalus lebih baik digunakan
air kelapa dan mio-inositol yang ditambahkan pada media MS. Namun menurut
Apriyanti (1990) bahwa pertumbuhan kalus menjadi planlet lebih baik dalam
media dengan air kelapa dari pada ekstrak malt. Pierik (1987) menyatakan bahwa
berhasil tidaknya suatu media untuk menumbuhkan eksplan menjadi kalus
embriogenik atau planlet yang utuh tergantung pada genotip atau sifat eksplan itu
sendiri dan interaksi antara faktor luar dan komponen medianya.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) pada tahun 1999 telah
berhasil mengembangkan media MS yang dimodifikasi untuk perbanyakan
tanaman tebu secara cepat melalui teknik kultur jaringan. Induksi kalus tanaman
tebu, digunakan media MS-I yaitu media dasar yang dimodifikasi dengan vitamin
dan ditambah 3 mg/L 2,4-D. Untuk diferensiasi kalus menjadi planlet digunakan
media MS-II dengan media dasar MS yang telah dimodifikasi dan ditambahkan
zat pengatur tumbuh IAA dan dalapon. Komposisi lengkap media MS-I dan MS-II
disajikan dalam Lampiran 1.
8
Bahan eksplan
Dalam kultur jaringan tanaman tebu untuk mempercepat penampilan sifat
totipotensi sangat dianjurkan menggunakan eksplan sebagai bahan tanam yaitu
organ atau jaringan muda yang masih dalam keadaan meristematis. Pierik (1987)
menyatakan bahwa meristem adalah sekelompok sel-sel yang mempunyai sifat
selalu membelah, sel-selnya kecil dengan dinding tipis dan penuh plasma. Dalam
tanaman ada suatu zone atau daerah yang secara permanen bersifat embriogenik.
Penggunaan eksplan dari jaringan muda lebih berhasil daripada jaringan tua,
hal ini disebabkan jaringan muda lebih responsif terhadap hormon tumbuh pada
media. Menurut Gunawan (1992), eksplan sebaiknya diambil dari bagian-bagian
tanaman yang belum banyak mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi
seperti meristem batang dan akar, meristem kambium, meristem interkalar,
meristem daun dan fellogen. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
pemilihan eksplan yaitu sumber eksplan, ukuran dan umur fisiologi.
Bahan eksplan dari kultivar tebu yang berumur 3-4 bulan dan bebas penyakit
sering dipakai dalam penelitian kultur jaringan tebu, dengan memperhatikan cara
sterilisasinya karena permukaan bagian eksplan umumnya mengandung sejumlah
mikroba kontaminan sehingga sterilisasi permukaan perlu dilakukan sebelum
ditanam pada media (Naik, 2001).
Blanco et al. (1999) menggunakan bagian daun yang masih hijau sebagai
sumber eksplan yang dipotong 3–5 mm. Minarsih (2003), untuk inisiasi kalus
jaringan meristem yang belum mengalami diferensiasi menggunakan eksplan
meristem daun atau jaringan muda yang masih menggulung.
Zat Pengatur Tumbuh tanaman (ZPT)
Zat pengatur tumbuh tanaman merupakan senyawa terpenting dalam kultur
jaringan tebu karena zat-zat endogen dan eksogennya berperan langsung terutama
dalam pembelahan dan pertumbuhan sel untuk pembentukan kalus maupun rege-
nerasi tanaman. ZPT dibutuhkan dalam konsentrasi yang rendah sekitar 0,001-10
µM. ZPT yang sering digunakan yaitu auksin dan sitokinin untuk diferensiasi
menjadi bertunas atau berakar atau regenerasi bagian tanaman terutama dari
eksplan yang tumbuh menjadi kalus dan berdiferensiasi menjadi bertunas dan
9
berakar baik pada media cair maupun media padat (Trigiano & Dennis 2000).
Kelompok auksin menyebabkan perpanjangan sel, pembelahan sel, pembentukan
akar samping, menghambat pembentukan tunas aksilar. Kelompok sitokinin dapat
memacu pertumbuhan sel bila dipakai bersama auksin, dalam konsentrasi 1-10
mg/L dapat menghindari pembentukan tunas samping sehingga menurunkan
dominansi pertumbuhan apikal, menghambat pertumbuhan akar (Sastrowijono
1991).
Auksin dapat menginduksi diferensiasi pembentukan kalus dan pembelahansel secara cepat. Heinz et al. (1977) menggunakan 2,4-D 3 mg/L untuk induksikalus dengan penambahan air kelapa dan mio-inositol. Modifikasi media MSdengan kinetin 1 mg/L, NAA (naphtahlene acetic acid) 1 mg/L dan kaseinhidrolisat 400 mg/L memberikan hasil yang baik untuk diferensiasi planlet darikalus. Ahloowalia dan Maretzki (1983) berhasil mendapatkan kalus yang bersifatembriogenik dengan menggunakan medium MS ditambah 2,4-D 3 mg/L dan airkelapa 10%. Irvine et al. (1983) telah mencoba 79 macam bahan kimia untukmenginduksi pembentukan kalus tebu, yang diketahui efektif adalah 2,4-D,picloram dan dicamba dengan konsentrasi 2–20 mg/L. Falco et al. (1996) berhasilmelakukan inisiasi kultur suspensi sel dengan media MS cair ditambah 2,4-D 3mg/L, air kelapa 5% dan kasein hidrolisat 500 mg/L. Perbandingan pengaruhbeberapa auksin seperti picloram, dicamba dan 2,4-D untuk induksi kalus jugadilakukan oleh Blanco et al. (1999) dengan media dasar MS, hasilnya picloram8,2 µM, dicamba 22,6 µM dan 2,4-D 4,5 µM yang optimum untuk pembentukankalus embriogenik dan embriogenesis somatik pada tanaman tebu kultivar CP5243. Minarsih (2003) berhasil mendapatkan kalus dari jaringan parenkimatisyang belum mengalami diferensiasi dengan media MS ditambah air kelapa 10%,sukrosa 30 g/L dan 2,4-D 3 mg/L.
Kondisi lingkungan kultur
Keberhasilan teknik kultur jaringan tidak lepas dari kondisi lingkungan
kulturnya, yaitu cahaya, suhu dan kelembaban ruang kultur. Adanya cahaya dalam
ruang kultur dapat memperbaiki pertumbuhan kultur terutama dalam pembentuk-
an klorofil dan pertumbuhan normal. Pengaruh cahaya dibedakan atas masa
periodisitas, kualitas dan intensitas cahaya (Minarsih 2003). Kondisi lingkungan
kultur yang ideal pada suhu 25 ± 2 oC dilengkapi dengan cahaya lampu flouresens
10
5000–10000 lux, kelembaban relatif ruang inkubasi diatur sekitar 70–80%, bila
kurang dari 50% maka media yang disimpan akan cepat mengering sedangkan
kelembaban yang terlalu tinggi meningkatkan kontaminan seperti jamur dan
bakteri (Sugiyarta 1991). Arencibia et al. (1992) menggunakan lingkungan kultur
untuk inkubasi kalus transgenik pada suhu 25 oC di bawah cahaya selama 16 jam
dengan intensitas cahaya 2000 lux. Menurut Naik (2001), regenerasi tanaman tebu
dari kultur meristem apikal dapat dilakukan pada suhu 20-26 oC dengan waktu
cahaya 16 jam 5000-8000 lux.
Gen Fitase
Fitase (mio-inositol heksakisfosfat fosfohidrolase) merupakan suatu fosfo-
monoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi ortofosfat
anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah. Pada kondisi
tertentu bahkan menjadi fosfat dan mio-inositol bebas. Menurut IUPAC-IUB, ada
dua jenis enzim fitase yaitu:
a. 3-fitase (EC 3.1.3.8) yang mengkatalisis reaksi: mio-inositol heksakisfosfat +
H2O → mio-inositol-1,2,4,5,6-pentakisfosfat + Pi
b. 6-fitase (EC 3.1.3.26) yang mengkatalisis reaksi: mio-inositol heksakisfosfat +
H2O → mio-inositol-1,2,3,4,5-pentakisfosfat + Pi
Jenis 3-fitase umumnya terdapat pada mikroba, sedangkan 6-fitase
umumnya terdapat pada biji-bijian. Greiner et al. (1993) menjelaskan bahwa 6-
fitase ditemukan pula pada Escherichia coli. Sumber fitase bervariasi mulai dari
berbagai jenis mikroba seperti jamur dari genus Aspergillus (A. ficuum, A. oryzae,
A. carbonarius dan A. niger), ragi (Saccharomyces cerevisiae, Schwanniomyces
castellii) dan bakteri (Klebsiella aerogenes, Streptococcus bovis, Bacillus subtilis,
E. coli) hingga jaringan hewan mammalia atau usus halus (Gargova & Sariyska
2003).
Eechout dan de Paepe (1994) melaporkan adanya fitase dalam bahan
makanan yang berasal dari tumbuhan seperti gandum, gandum hitam, barley,
jagung, padi dan hasil sampingan. Akan tetapi, menurut Lolas dan Markakis
(1977) enzim fitase tidak stabil dalam bahan makanan sehingga tidak dapat
diharapkan sebagai sumber enzim fitase. Distribusi enzim fitase dalam tanaman
11
tidak seimbang dengan kandungan fitatnya dan ada kemungkinan aktivitas enzim
fitase dihambat oleh kandungan fitatnya yang tinggi.
Fitase juga merupakan enzim yang banyak digunakan sebagai bahan
tambahan pada pakan ternak, yang dapat mengkatalisis pembebasan fosfat dari
asam fitat yang menghasilkan mio-inositol, mio-inositol penta, tetra, tri, di dan
monofosfat. Enzim ini sangat penting karena secara alami fosfor dalam pakan
mengandung bentuk fitat yang tidak dapat dihidrolisis dalam sistem pencernaan
tanpa tambahan enzim atau mikrobia mammalia yang menghasilkan fitase yang
dapat digunakan sebagai probiotik (Purwadaria 2002).
Gen fitase dipilih untuk disisipkan ke dalam tanaman tebu karena gen ini
menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat yaitu senyawa organik
yang menyimpan unsur fosfat di dalam sel tanaman. Unsur fosfat yang tersimpan
dalam fitat ini tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Namun jika senyawa fitat
dihidrolisis akan menghasilkan ester yang berfosfat rendah dan melepaskan unsur
fosfat anorganik. Gen fitase diharapkan dapat membuat tebu lebih efisien
memanfaatkan fosfat, yang sebelumnya terikat dalam wujud senyawa organik di
dalam jaringan tanaman dan tanah. Di dalam tanah senyawa fosfat organik
mencapai hampir 50% yang seluruhnya tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Fosfat anorganik yang tersedia di dalam sel tanaman memberikan pengaruh positif
pada proses pembentukan klorofil sehingga meningkatkan fotosintensis dan
metabolisme tanaman tebu. Hasil fotosintesis ini disimpan menjadi gula tebu yang
kadarnya disebut rendemen. Di samping itu, fitase juga meningkatkan
ketersediaan mineral-mineral lainnya, seperti kalsium, magnesium dan kalium di
dalam jaringan tanaman sehingga tanaman dapat mengurangi kebutuhan pupuk
(Santosa 2002).
Konstruksi Vektor pBINPI-II EC
Vektor adalah molekul DNA yang diperlukan untuk membawa dan
memperbanyak fragmen DNA yang dibawanya. Saat konstruksi DNA rekom-
binan, vektor sirkuler harus dipotong terlebih dahulu dengan enzim pemotong.
Dengan demikian fragmen DNA dimungkinkan untuk diklon ke dalamnya. Ada
tiga syarat yang memungkinkan kloning dilakukan yaitu: 1) memiliki beberapa
12
cara transformasi DNA ke dalam sel; 2) vektor harus mampu bereplikasi dalam
sel inangnya (umumnya E. coli, Agrobacterium dan khamir) meskipun beberapa
vektor kloning dapat terintegrasi ke dalam sel mamalia; dan 3) integrasi gen dapat
dideteksi pada media seleksi (Freifelder 1987; Kleinsmith & Kish 1995).
Beberapa jenis vektor dapat digunakan sebagai vektor rekombinan di
antaranya adalah plasmid, virus, dan cosmid. Pertama, plasmid yaitu molekul
DNA berbentuk sirkuler yang mampu bereplikasi dalam sitoplasma bakteri secara
bebas. Plasmid juga membawa gen-gen ketahanan terhadap antibiotik yang
berguna sebagai penyeleksi sel-sel bakteri yang mengandung plasmid
rekombinan. Kedua, virus biasanya berasal dari bacteriofage λ, DNA yang dapat
disisipkan sekitar 15 kb. Vektor rekombinan bakteriofage ini dapat ditransformasi
ke dalam sel bakteri. Ketiga, cosmid yaitu DNA plasmid yang juga memiliki
vektor kloning λ. Cosmid memiliki satu atau lebih gen penyeleksi antibiotik dan
membawa sisi cos dari λ. DNA sisipan yang dapat diklon ke dalamnya berukuran
relatif besar (40-45 kb). Terakhir, shuttle vector ialah molekul DNA yang mampu
bereplikasi di dalam dua jenis sel berbeda atau lebih. Beberapa jenis shuttle vector
yang banyak digunakan ialah molekul DNA yang mampu bereplikasi dalam
sitoplasma bakteri atau khamir (Kleinsmith & Kish 1995).
Menurut Sambrook (2001), plasmid yang dijadikan vektor harus berukuran
kecil. Ukuran kecil memungkinkan untuk disisipi fragmen DNA asing yang besar,
mudah dikenali dengan peta restriksi, menghasilkan jumlah salinan relatif lebih
banyak dibandingkan dengan plasmid berukuran besar. Brown (1996)
menyarankan agar ukuran plasmid tidak lebih dari 10 kb. Semakin besar ukuran
molekul, semakin sulit dilakukan pemurnian dan manipulasi DNA.
Plasmid dapat dibedakan berdasarkan sifat utama yang dikode oleh gen-gen
di dalamnya, yaitu 1) Plasmid F atau plasmid fertilitas yaitu hanya membawa gen
tra yang berfungsi untuk melakukan transfer plasmid secara konjugasi; 2) Plasmid
R atau plasmid ketahanan yang membawa gen ketahanan bagi sel inang terhadap
satu atau lebih gen antibakteri; 3) Plasmid Col yang mengkode kolkisin yaitu
protein yang mampu membunuh bakteri lain (Freifelder 1987) sedangkan Brown
(1996) menambahkan dua klasifikasi lainnya, yaitu 4) Plasmid degradatif, yang
memungkinkan bakteri melakukan metabolisme tidak biasa; 5) Plasmid virulensi,
13
menyebabkan patogenesis pada bakteri inang, misalnya plasmid Ti pada
Agrobacterium. Plasmid Ti dapat menyebabkan penyakit crown gall pada
tanaman dikotil. Rekombinasi DNA saat ini banyak menggunakan plasmid alami
yang dimodifikasi. Plasmid tersebut telah ditambah atau dikurangi gen-gen
tertentunya dengan tujuan memudahkan rekombinasi. Dalam penelitian digunakan
konstruksi gen kaset (Gambar 1) dalam plasmid pBINPI-II EC berukuran 11.810
bp (Lampiran 2). Plasmid pBINPI-II EC merupakan plasmid hasil konstruksi dan
modifikasi yang dapat digunakan sebagai vektor bagi tanaman tebu. Plasmid ini
memiliki signal peptide. Signal peptide merupakan suatu segmen yang terdiri dari
15–30 asam amino pada ujung N protein yang memungkinkan protein
disekresikan melalui membran sel.
CaMV 35S SP phytase gene appA of E. coli900 bp OCS nptII (Kan r )
EcoRI Asp718 BamHI/BglII SalI HindIII
Gambar 1. Konstruksi kaset gen fitase appA dalam vektor pBINPI-II EC.Keterangan: CaMV 35S: promotor dari virus Cauliflower mosaik35S, SP: proteinase inhibitor II signal peptide, OCS: oktopin sintase(enhancer). Tanda panah menunjukkan situs enzim-enzim restriksiyang penting (Santosa et al. in press). Peta plasmid pBINPI-II ECdisajikan dalam Lampiran 2.
Plasmid pBINPI-II EC membawa gen penyeleksi antibiotik nptII yang
menyandikan enzim neomysin phosphotransferase (kanamisin). Kanamisin ber-
guna sebagai penyeleksi di tingkat bakteri. Antibiotik ini tergolong amino-
glikosida yang memiliki target ribosom bakteri. Golongan aminoglikosida dapat
mengikat sub unit kecil ribosom (30S) bakteri. Akibat pengikatan ini, penempelan
sub unit besar ribosom (50S) menjadi terhalang sehingga protein tidak dapat
ditranslasi. Bakteri yang membawa plasmid dengan penyeleksi kanamisin,
menyebabkan enzim yang disandikannya aktif dan mampu memecah kanamisin
sehingga bakteri menjadi resisten (Salyers & Whitt 1994).
Plasmid pBINPI-II EC dilengkapi dengan sekuen T-DNA, yaitu untaian
DNA yang akan ditransfer ke dalam sel tanaman. Susunan gen-gen yang berada
dalam T-DNA mulai dari batas kiri ke batas kanan ialah: 1) promotor Cauliflower
Mosaic Virus 35S (CaMV 35S), 2) gen appA of E. coli dengan ukuran 900 bp
yang mengandung gen fitase, dan 3) memiliki 10 sisi unik enzim restriksi. Sisi
14
unik tersebut merupakan suatu segmen pada plasmid yang besarnya antara
puluhan hingga ratusan pasang basa sebagai sekuen pengenal enzim restriksi.
Sekuen pengenal ini tidak terdapat di bagian lain pada molekul plasmid. DNA
sisipan biasanya diklon ke dalam sisi unik (Brown 1996).
Transformasi dengan Bantuan Agrobakterium
Agrobacterium tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat Gram negatif
yang hidup alami di tanah dan banyak menyebabkan penyakit crown gall pada
tanaman dikotil. Kemampuan untuk menyebabkan penyakit ini ada hubungannya
dengan gen penginduksi tumor (tumor inducing / Ti) dalam sel bakteri
(Beijersbergen dan Hooykaas 1993; Sheng & Citovsky 1996; Hiei et al. 1997).
Terdapat tiga komponen utama pada agrobakterium yang berperan dalam
transfer DNA ke dalam sel tanaman (Sheng & Citovsky 1996). Komponen
pertama ialah daerah T-DNA yaitu fragmen yang ditransfer ke sel tanaman. T-
DNA terletak pada plasmid Ti (200 kb) dari agrobakterium yang diapit oleh
sekuen berulang DNA (25 kb) sebagai batas T-DNA. Komponen kedua ialah
daerah virulence (vir) yang berukuran 35 kb dalam plasmid Ti. Sedangkan
menurut Beijersbergen dan Hooykaas (1993) gen vir berukuran sekitar 40 kb,
letaknya bersebelahan dengan batas kiri T-DNA. Gen-gen vir ini terbagi atas 7
yaitu vir A, B, C, D, E, G, dan vir H. Gen vir mensintesis protein virulensi yang
berperan menginduksi terjadinya transfer dan integrasi T-DNA ke dalam tanaman.
Empat gen vir yang paling penting mensintesis protein virulensi ini ialah vir A, B,
D dan G. Jika ada induser, vir A dan G yang terekspresi mampu mengaktifkan
operon vir lainnya. Induser tersebut antara lain monosiklik fenolik acetosyringone
dan monosakarida seperti glukosa dan galaktosa (Beijersbergen dan Hooykaas
1993). Selain induser, kondisi pH juga mempengaruhi kondisi gen vir. pH
optimum untuk gen vir berkisar antara 5-5,8 (Hiei et al 1997). Senyawa fenolik
dan monosakarida terbentuk pada saat tanaman dikotil luka dan mengeluarkan
getah. Proses tersebut jarang terjadi pada tanaman monokotil, sehingga saat ko-
kultivasi tanaman monokotil perlu dikondisikan. Penyesuaian kondisi dapat
berupa penambahan fenolik, monosakarida dan pengaturan pH (Hiei et al. 1994).
Komponen ketiga adalah gen chromosomal virulence (chv) yang terdiri atas chvA,
15
chvB, pscA (atau exoC) dan att. Gen-gen tersebut terletak di kromosom
agrobakterium dan berfungsi untuk pelekatan bakteri ke dalam sel tanaman
dengan membentuk senyawa protein β-1,2-glukan (Beijersbergen dan Hooykaas
1993).
Berdasarkan sifat alamiah agrobakterium tersebut, pada dasawarsa terakhir
ini telah diupayakan pemindahan gen komersial untuk tanaman monokotil dengan
cara menyisipkan gen tersebut ke daerah T-DNA.
Penyisipan T-DNA ke dalam plasmid Ti yang besar (200 kb) menghadapi
masalah utama yaitu besarnya ukuran pTi sehingga menyulitkan dalam manipulasi
dan menentukan tempat pemotongan yang khas pada plasmid Ti. Secara umum
ada dua macam strategi menyisipkan DNA yaitu sistem vektor kointegrasi dan
vektor ganda (Cramer & Radin 1990).
Walkerpeach dan Velten (1994) berpendapat bahwa syarat dari vektor ko-
integrasi adalah 1) mempunyai tempat yang tepat untuk menyisipkan fragmen
DNA, 2) memiliki gen penyeleksi antibiotik yang aktif pada E. coli maupun
agrobakterium, 3) memiliki gen penanda untuk tanaman dan 4) memiliki ori yang
berfungsi di E. coli tapi tidak di agrobakterium. Sistem vektor ganda (biner)
membutuhkan 2 plasmid di dalam agrobakterium yaitu 1) plasmid vektor yang
mengandung fragmen DNA, dan 2) plasmid penolong (helper) Ti yang
menyediakan gen vir sebagai fasilitator transfer gen ke sel tanaman. Kedua
plasmid dapat bereplikasi pada agrobakterium.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa umumnya vektor yang
digunakan untuk transformasi tanaman dikotil maupun monokotil adalah vektor
ganda. Dengan menggunakan vektor penyisipan gen (kloning) menjadi lebih
mudah, karena vektor yang mengandung batas T-DNA berukuran lebih kecil dari
plasmid Ti yang sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil memungkinkan lebih
banyak penyisipan gen pada sisi unik enzim restriksi (Slamet-Loedin 1994).
Analisis Tanaman Transgenik
Analisis tanaman transgenik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain visual, histokimia dan molekuler. Pengamatan secara visual dilakukan jika T-
DNA yang terintegrasi memiliki gen pelapor seperti gfp. Pengamatan dapat
16
dilakukan mulai fase kalus hingga tanaman dewasa, dengan tidak merusak
jaringan atau sel.
Integrasi gen sisipan pada kalus atau planlet hasil transformasi dapat
dianalisa secara molekuler menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction) yaitu amplifikasi fragmen spesifik dari DNA total genom. Keuntungan
teknik ini antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada
tahap dini dan teknik isolasi DNA sederhana. Amplifikasi DNA terjadi karena
adanya enzim polimerase yang dihasilkan oleh bakteri termofilik Thermus
aquaticus. Hal-hal yang menentukan keberhasilan amplifikasi antara lain adalah
desain primer dan suhu yang digunakan selama proses PCR. Sekuen primer yang
tepat memungkinkan amplifikasi hanya terjadi tepat pada fragmen spesifik.
Primer harus bersifat komplemen terhadap DNA target. Semakin pendek ukuran
primer (8-mer) maka semakin tidak spesifik fragmen yang dihasilkan. Sebaliknya
semakin panjang primer (20-mer) akan semakin spesifik fragmen yang dihasilkan.
Ukuran primer yang lebih besar dari 30-mer sangat jarang digunakan. DNA target
yang diamplifikasi hendaknya tidak lebih dari 3 kb, karena ukuran ideal untuk
PCR ini kurang dari 1 kb (Brown 1996).
Selama amplifikasi dalam setiap siklus terjadi tiga perubahan suhu. Tahap
pertama DNA didenaturasi, umumnya pada suhu 94 oC. Saat denaturasi, DNA
yang semula utas ganda terurai menjadi utas tunggal karena ikatan hidrogennya
lepas. Tahap kedua suhu diturunkan sehingga memungkinkan primer menempel
(annealing) pada DNA cetakan. Tahap ketiga terjadi pemanjangan DNA
(sintesis), biasanya pada suhu 72 oC sehingga memungkinkan enzim DNA poli-
merase bekerja.
Menurut Brown (1996), optimasi suhu annealing sangat penting agar primer
menempel pada DNA cetakan. Suhu annealing diduga berdasarkan suhu melting
Tm antara primer dengan DNA cetakan. Suhu annealing biasanya lebih rendah 1–
2 oC dari suhu melting. Dengan memperhatikan jumlah dan jenis basa dalam
primer yang akan digunakan nilai Tm dapat ditentukan dengan rumus berikut:
Tm = (4[G+C]) + (2[A+T]) oC.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB dari bulan Februari
2003, Laboratorium Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian IPB dari bulan
Juni 2004, dan Laboratorium Molekuler PT. Saraswanti Indo Genetech di Bogor
dari bulan Januari 2005 hingga bulan Mei 2005.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu: 1) Kultur jaringan tanaman tebu, dan 2)
Transformasi tebu dengan gen fitase.
1. Kultur jaringan tanaman tebu
Sterilisasi dan penanaman eksplan
Eksplan tebu kultivar PA 117 dan PSJT 94-33 berasal dari daun muda dan
sehat yang masih menggulung berumur 4–6 bulan. Pucuk tebu dipotong 20 cm di
atas jaringan meristem. Secara aseptik, pucuk tebu dicelupkan ke dalam alkohol
70% lalu dibakar di atas api bunsen. Lapisan pucuk daun dibuka dan dibuang,
diulang sebanyak tiga kali atau sampai kelihatan warna merah muda pada pucuk
tebu. Media MS-I disiapkan lebih dahulu melalui sterilisasi dengan autoklaf 121oC selama 10 menit pada tekanan 1,5 atm. Selanjutnya untuk induksi kalus, bagian
pucuk dipotong sepanjang 2–3 mm sebanyak 12 potong kemudian ditanam pada
media MS-I (RNI 1999). Setiap petridis diisi 5-6 potong kemudian diinkubasi
dalam ruang gelap bersuhu ±22 oC. Selama 1 bulan dapat diperoleh kalus dari
jaringan parenkimatis yang mempunyai struktur kompak dan mampu berproli-
ferasi. Untuk mempertahankan kalus dalam status embriogenik maka setiap 2-3
minggu kalus disubkulturkan pada media yang sama. Kalus embriogenik di-
regenerasikan menjadi planlet pada media MS-II (P3GI 1999). Khusus untuk tebu
kultivar PS 851 diberikan oleh RNI Cirebon dalam bentuk kalus sehingga siap
digunakan untuk transformasi.
Regenerasi tanaman tebu
Ada dua tahap regenerasi tebu, yaitu: 1) optimasi media regenerasi kalus PA
117 dan PSJT 94-33; dan 2) regenerasi kalus transforman PSJT 94-33 pBINPI-II
18
EC dan PA 117 pBINPI-II EC pada media optimasi regenerasi, dan regenerasi
kalus transforman PS 851 pBINPI-II EC pada media Modifikasi P3GI.
Tahap pertama, sebanyak enambelas perlakuan optimasi media regenerasi
kalus PA 117 dan PSJT 94-33 adalah kombinasi media yang terdiri dari media
dasar MS-II (P3GI 1999) dengan penambahan zat pengatur tumbuh IAA (β-
indoleacetic acid) dan dalapon (2,2-dichloropropionic acid). Secara berurutan,
perlakuan tersebut diberi prelabel R dan angka perbandingan dalam kurung
menunjukan kombinasi IAA dan dalapon (mg/L). Label R1 (1:55), R2 (1:57), R3
(1:59), R4 (1:61), R5 (1,5:55), R6 (1,5:57), R7 (1,5:59), R8 (1,5:61), R9 (2:55),
R10 (2:57), R11 (2:59), R12 (2:61), R13 (2,5:55), R14 (2,5:57), R15 (2,5:59),
dan R16 (2,5:61). Kultur ditumbuhkan pada kondisi terang dengan suhu 22 oC.
Setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali, pengamatan jumlah tunas dan daun
dilakukan selama 4 minggu. Pada minggu berikutnya, kultur dipindahkan ke
media cair yang sesuai dengan media optimum berdasarkan respon kultivar.
Sebelum dipindahkan, bagian basalnya dipotong untuk induksi akar. Jumlah akar
diamati selama 4 minggu.
Tahap kedua, regenerasi kalus transforman PA 117 pBINPI-II EC dan PSJT
94-33 pBINPI-II EC pada media optimasi regenerasi dilakukan berdasarkan hasil
pada tahap pertama. Perbedaan respon kultivar terhadap kombinasi media
mengakibatkan regenerasi kalus transforman kedua kultivar tersebut mengguna-
kan media yang berbeda pula. Di bagian lain, regenerasi kalus transforman PS 851
pBINPI-II EC pada media Modifikasi (2 mg/L IAA + 59 mg/L dalapon)
menggunakan media dengan penambahan glukosa 1%, asam sitrat dan asam
askorbat masing-masing 2,5 mg/L (P3GI 1999).
Analisis data penelitian disusun menggunakan Rancangan Petak Terbagi (split
plot experiment) dan Rancangan Acak Lengkap. Perhitungan statistik
menggunakan SAS v8.2 Statistics Software (SAS Institute, NC-USA) dengan
prosedur General Linier Model. Uji lanjut signifikansi menggunakan uji beda
nyata jujur (BNJ/Tukey) dengan α 5% (Steel & Torrie 1993).
Optimasi media regenerasi kalus PA 117 dan PSJT 94-33 dilakukan meng-
gunakan Rancangan Faktorial Petak Terbagi dengan 10 ulangan. Pengamatan
variabel respon terjadi berulang selama empat minggu, sehingga koreksi karena
19
faktor pengamatan berulang adalah rancangan petak terbagi. Model rancangan
petak terbagi adalah:
Yijk = µ + ρk + αi + δik + βj + (αβ)ij + εijk
µ : Nilai rataan umum
ρk : Pengaruh kelompok (ulangan) ke-k (k = 1-10)
αi : Pengaruh perlakuan, yaitu kombinasi IAA dan dalapon pada media
regenerasi
δik : Galat a, interaksi kelompok dan perlakuan.
βj : Pengaruh minggu pengamatan media regenerasi ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
(αβ)ij: Pengaruh interaksi antara minggu dan perlakuan pada media
regenerasi.
εijk : Galat percobaan (b)
Yijk : Nilai pengamatan
Analisis statistik regenerasi kalus transforman PA 117 dan PSJT 94-33 pada
media hasil optimasi dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan
10 ulangan dan waktu pengamatan 4 minggu. Rancangan yang sama digunakan
pada hasil regenerasi kalus transforman PS 851 dalam media Modifikasi P3GI.
Variabel respon yang dianalisis adalah jumlah tunas, daun dan akar yang
terbentuk. Model rancangan acak lengkap adalah:
Yij = µ + αi + εij
µ : Nilai rataan umum
αi : Pengaruh minggu ke-i (i = 1, 2, 3, 4)
εij : Galat percobaan pada minggu ke-i ulangan ke-j (j = 1-10)
Yij : Nilai pengamatan
2. Transformasi tebu dengan gen fitase
Bagian ini terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) transformasi kalus tebu dengan
bantuan A. tumefaciens GV2260 pBINPI-II EC; 2) isolasi DNA genom total; dan
3) analisis gen fitase dengan PCR.
Transformasi kalus tebu dengan bantuan A. tumefaciens GV2260 pBINPI-II EC
Percobaan transformasi dilakukan menggunakan empat metode yaitu: 1)
metode Enriquez-Obregón et al. (1997); 2) metode Minarsih (2003); 3) metode
20
Santosa et al. (2004); dan 4) metode Modifikasi yang merupakan modifikasi
antara metode Minarsih (2003) dan metode Santosa et al. (2004).
Metode pertama, eksplan berasal dari jaringan meristem pucuk daun tebu.
Sebelum kokultivasi eksplan diberi antioksidan (L-sistein 40 mg/L; asam askorbat
15 mg/L; perak nitrat 2 mg/L). Kultur A. tumefaciens ditumbuhkan pada media
Luria Broth (tripton 10 g/L, ekstrak yeast 5 g/L, NaCl 5 g/L, sukrosa 5 g/L, dan
H2O sampai tera) yang mengandung rifampisin 100 mg/L sampai diperoleh OD620
(optical density) = 0,6 kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada 5000 rpm.
Pelet yang didapatkan dicuci dengan MS cair yang ditambah dengan antioksidan.
Kokultivasi selama 10 menit dan selanjutnya eksplan dipindahkan pada media
MS-I yang ditambah dengan antioksidan, dan kemudian ditutup dengan kertas
saring untuk mengurangi infeksi agrobakterium. Kokultur ini dilakukan selama 3
hari kemudian dicuci dengan aquades steril dan cefotaxime 500 mg/L. Setelah
pencucian, eksplan ditanam pada media MS-I padat yang mengandung kanamisin
50 mg/L dan cefotaxime 500 mg/L selama 10 hari. Pucuk daun yang tidak
ditumbuhi oleh agrobakterium dipindahkan pada media seleksi MS-I yang
mengandung kanamisin 100 mg/L. Komposisi media metode ini disajikan dalam
Lampiran 3.
Kedua, metode Minarsih (2003) hampir sama dengan metode yang dilakukan
oleh Enriquez-Obregón et al. (1997). Namun eksplan yang digunakan adalah
eksplan kalus dan densitas kultur A. tumefaciens untuk kokultivasi yaitu OD620 =
0,6 dengan pengenceran sepuluh kalinya. Komposisi media metode ini disajikan
dalam Lampiran 4.
Ketiga, metode Santosa et al. (2004), kalus tebu dimasukkan ke dalam 2 mL
eppendorf dan diinokulasi dengan 0,5 mL kultur suspensi A. tumefaciens (OD578 =
0,2), dibiarkan 5–10 menit pada suhu ruang. Kemudian, kalus dikeringkan dengan
kertas saring steril untuk mengurangi cairan suspensi bakteri. Kalus yang telah
dikeringkan tadi dimasukkan ke dalam 30 mL media MS yang mengandung 0,5
g/L kasein hidrolisat, 100 mg/L asetosiringon dan 50 mg/L kanamisin, inkubasi
dengan kondisi gelap pada 28 oC sambil dishaking 60 rpm selama 2 hari, jika ada
pertumbuhan agrobakterium media diganti dengan media baru. Setelah ko-
kultivasi kalus dicuci dengan air steril sebanyak 2 kali lalu dikeringkan pada
21
kertas saring steril, kemudian kalus dipindahkan pada ke media MS cair sebanyak
25 mL yang mengandung 0,5 g/L kasein hidrolisat, cefotaxime 1000 mg/L dan
inkubasi pada kondisi gelap 28 oC sambil dishaking pada 60 rpm selama 2 jam.
Perlakuan diulang kembali. Kalus ditransfer ke dalam 30 mL media MS yang
mengandung 0,5 mg/L kasein hidrolisat, 500 mg/L cefotaxime, lalu diinkubasi
dengan kondisi gelap pada 28 oC sambil dishaking 60 rpm selama 2 hari. Jika ada
pertumbuhan agrobakterium media diganti dengan media baru. Kemudian
dipindahkan pada media MS yang mengandung 0,5 mg/L kasein hidrolisat, 500
mg/L cefotaxime, 100 mg/L kanamisin dan diinkubasi selama seminggu untuk
memastikan tidak ada pertumbuhan bakteri. Setelah seminggu kalus dikeringkan
lagi dengan kertas saring steril dan dipindahkan ke media MS padat yang mengan-
dung 500 mg/L cefotaxime, 100 mg/L kanamisin, dengan kondisi gelap 28 oC
selama 2 minggu atau lebih untuk memastikan tidak ada pertumbuhan
agrobakterium. Selanjutnya, kalus ditanam pada media MS-I dengan kanamisin
100 mg/L untuk mendapatkan struktur yang kompak dan mampu berproliferasi.
Komposisi media metode ini disajikan dalam Lampiran 5.
Keempat, metode Modifikasi (Minarsih 2003 dan Santosa et al. 2004) yang
dilakukan adalah memodifikasi perlakuan pasca pencucian A. tumefaciens selama
dua jam yang dilakukan oleh Santosa et al. (2004) kemudian tidak dipindahkan
pada perlakuan inkubasi media cair selama satu minggu melainkan langsung
dipindahkan pada media padat yang mengandung cefotaxime 500 mg/L (Minarsih
2003). Komposisi media metode ini disajikan dalam Lampiran 6.
Isolasi DNA genom total
DNA total diisolasi dari kalus yang berumur 4 minggu setelah transformasi
pada kultivar PA 117, PSJT 94-33, dan PS 851 dengan metode DNeasy Plant
Mini Kit (Qiagen). Setelah preparasi kit isolasi, sebanyak 100 mg sampel digerus
menggunakan nitrogen cair dalam mortar untuk menghancurkan dinding sel
menjadi bubuk. Segera setelah sampel berbentuk bubuk dilanjutkan menurut
petunjuk kit isolasi.
Analisis gen fitase dengan PCR
DNA genom total digunakan untuk amplifikasi gen dengan teknik PCR
(Sambrook & Russel 2001). Primer yang digunakan adalah primer spesifik untuk
22
gen fitase EC1: 5’–CAGGCTCTATCCGCTAATCG–3’ dan EC3: 5’–
GGCGCGGTGGGGCAATAATC–3’ yang setiap reaksi diatur sebagai berikut;
pre-start 95 oC selama 10 menit, denaturasi pada 95 oC selama 30 detik, annealing
pada 50 oC selama 30 detik dan sintesis pada 72 oC selama 1 menit, dan stop 72oC selama 5 menit. Jumlah setiap campuran reaksi sebanyak 20 µL yang terdiri
dari 10 µL Master Mix, 1 µL [0,5 µM/µL] masing-masing primer spesifik untuk
gen fitase, 1 µL DNA [0,5 µg/mL] dari tanaman transforman dan kontrol dan 7
µL ddH2O. Reaksi dijalankan sebanyak 40 siklus setelah pre-start menggunakan
mesin PCR Eppendorf Mastercycler Personal. Kontrol negatif (tanpa DNA
cetakan) selalu digunakan tiap kali mengerjakan PCR. Selanjutnya DNA hasil
amplifikasi dimasukkan dalam sumur pada gel agarose 2% (b/v). Elektroforesis
dijalankan selama 30 menit pada 100 volt dalam bufer 1x TAE (4.84 g Tris-base;
0.186 g Na2EDTA; 1,142 ml asam asetat glasial; 1 L dH2O) pada perangkat
elektroforesis mini submarine. Kemudian gel direndam dalam ethidium bromida
10 µg/mL selama 10 menit lalu dibilas dengan dH2O. Gel dilihat pada GelDoc
2000 (Biorad, Richmond, CA-USA) dan didokumentasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur Jaringan Tanaman Tebu
Sterilisasi dan penanaman eksplan
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) tebu dalam kultur jaringan ditujukan
untuk memperoleh kalus embriogenik steril. Kalus ini akan digunakan untuk
mendapatkan media yang optimum dalam regenerasi tanaman tebu, dan untuk
transformasi gen fitase ke dalam genom tebu melalui A. tumefaciens GV2260.
Cara sterilisasi yang dipakai dalam percobaan ini berturut-turut adalah dengan
pencelupan alkohol 70%, pembakaran di atas nyala api spiritus, dan pengambilan
eksplan yang agak jauh dari pucuk apikal sehingga eksplan menjadi steril, segar
dan dapat tumbuh dengan baik dalam media MS-I (RNI 1999).
Kalus yang diinduksi dari eksplan daun menggulung (jaringan meristem)
mulai terbentuk setelah 4 minggu pada media kultur MS-I. Berdasarkan
teksturnya kalus yang dihasilkan bersifat kompak, viabel atau kombinasi antara
keduanya. Umumnya tingkat viabilitas mengikuti tingkat konsentrasi auksin yang
digunakan dan dalam percobaan ini auksin yang dipakai yaitu 2,4-D dengan
konsentrasi 3 mg/L mampu membentuk kalus yang kompak. Warna kalus
beragam mulai dari putih dan putih kekuningan. Inisisasi kalus dan hasil
proliferasinya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Inisiasi dan proliferasi kalus. a) Eksplan jaringan meristem b) Inisiasikalus c) Hasil proliferasi setelah 4 minggu.
a b
c
24
Regenerasi tanaman tebu kultivar PA 117 dan PSJT 94-33
Regenerasi tanaman tebu nontransforman kultivar PA 117 dan PSJT 94-33
bertujuan untuk mendapatkan media yang optimum untuk induksi tunas, daun,
dan akar. Media yang digunakan adalah MS yang ditambahkan dengan zat
pengatur tumbuh IAA dan dalapon dalam beberapa kombinasi konsentrasi.
Induksi tunas dan daun dilakukan pada media padat. Jumlah tunas dan daun yang
tumbuh sampai dengan minggu ke-4 dari kultivar PA 117 dapat dilihat berturut-
turut pada Gambar 3 dan 4. Hasil optimasi media regenerasi untuk induksi tunas
dan daun dapat dilihat pada Gambar 5. Sedangkan induksi akar dilakukan pada
media cair dengan waktu pengamatan sampai dengan minggu ke-4. Jumlah akar
yang terbentuk ditampilkan dalam Gambar 6.
Gambar 3. Grafik rataan jumlah tunas tebu kultivar PA 117 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4.
Pada Gambar 3, media yang optimum untuk regenerasi tebu kultivar PA 117
adalah R10 dengan kombinasi IAA 2 mg/L + dalapon 57 mg/L. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan IAA dan dalapon berpengaruh nyata terhadap
induksi jumlah tunas. Media regenerasi R10 hingga minggu ke-4 merupakan
komposisi media yang menghasilkan jumlah tunas terbanyak (27 tunas) bila
dibandingkan dengan R9 (23 tunas) yang komposisi IAA sama, namun komposisi
dalaponnya lebih rendah. Hal ini tidak berarti bahwa IAA tidak diperlukan,
karena perbandingan konsentrasi IAA dan dalapon tetap diperlukan untuk
menginduksi tunas secara optimum.
25
Gambar 4. Grafik rataan jumlah daun tebu kultivar PA 117 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4.
Variasi penambahan dalapon berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah
daun kultivar PA 117 yang diamati sampai dengan minggu ke-4. Media regenerasi
R10 merupakan komposisi media yang menghasilkan jumlah daun terbanyak (32
daun) dibandingkan dengan media regenerasi R9 (25 daun). Hasil ini
menunjukkan bahwa konsentrasi dalapon yang optimum adalah sama, baik untuk
induksi daun maupun tunas.
26
R1 R2 R3 R4
R5 R6 R7 R8
R9 R10 R11 R12
R13 R14 R15 R16
Gambar 5. Hasil optimasi media regenerasi tanaman tebu kultivar PA 117sampai dengan minggu ke-4. Nomor gambar adalah tanaman hasilregenerasi berdasarkan kombinasi media yang ditambahkanIAA:dalapon [mg/L]. Secara berurut dari nomor R1 = 1:55; R2 =1:57; R3 = 1:59; R4 = 1:61; R5 = 1,5:55; R6 = 1,5:57 mg/L; R7 =1,5:59; R8 = 1,5:61; R9 = 2:55; R10 = 2:57; R11 = 2:59; R12 =2:61; R13 = 2,5:55; R14 = 2,5:57; R15 = 2,5:59; dan R16 = 2,5:61.Optimasi media regenerasi terbaik terlihat pada gambar bernomorR10.
27
Gambar 6. Grafik rataan jumlah akar tebu kultivar PA 117 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 pada media regenerasi R10.
Rata-rata jumlah akar yang terbentuk pada kultivar PA 117 yang diamati
sampai dengan minggu ke-4 dapat dilihat pada Gambar 6. Pada minggu pertama
induksi akar langsung terbentuk walaupun jumlahnya masih sedikit. Jumlah akar
terbanyak berada pada minggu ke-4 ini berarti bahwa media induksi akar yang
digunakan yaitu media cair dengan komposisi IAA 2 mg/L, dalapon 57 mg/L
mampu menginduksi akar kultivar PA 117. Media cair yang digunakan sangat
efektif untuk induksi akar sehingga akar yang terbentuk sangat kuat dan kokoh
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil induksi akar tebu kultivar PA 117 pada media regenerasi R10.
28
Kedua jenis zat pengatur tumbuh yaitu IAA dan dalapon berperan sangat
penting dalam regenerasi kalus menjadi planlet. IAA termasuk dalam kelompok
auksin alamiah yang banyak terdapat pada tanaman. Sedangkan dalapon secara
komersial termasuk dalam kelompok herbisida. Penambahan IAA dan dalapon
dalam regenerasi kalus tanaman tebu kultivar PA 117 terbukti mampu meng-
induksi tunas, daun, dan akar. Konsentrasi kedua zat pengatur tumbuh adalah
sebanyak 2 mg/L IAA, dan 57 mg/L dalapon.
Gambar 8. Grafik rataan jumlah tunas tebu kultivar PSJT 94-33 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4.
Berbeda dengan PA 117, pada Gambar 8, terlihat jelas bahwa media yang
optimum untuk induksi tunas kultivar PSJT 94-33 adalah R4 (IAA 1 mg/L,
dalapon 61 mg/L), dibandingkan dengan R3 yang jumlah IAAnya sama. Ini
menunjukkan bahwa konsentrasi dalapon berpengaruh nyata terhadap induksi
tunas kultivar PSJT 94-33 namun tidak berarti konsentrasi IAA tidak
berpengaruh. Diduga jumlah IAA yang tersedia secara endogen mampu
berinteraksi dengan dalapon sehingga dengan konsentrasi IAA 1 mg/L mampu
menginduksi tunas.
29
Gambar 9. Grafik rataan jumlah daun tebu kultivar PSJT 94-33 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4.
Dari gambar di atas terlihat bahwa kombinasi media R4 (IAA 1 mg/L,
dalapon 61 mg/L) merupakan media yang optimum untuk pembentukan daun
kultivar PSJT 94-33 dibanding dengan kombinasi media yang lain. Konsentrasi
IAA 1 mg/L tidak hanya menginduksi tunas tapi juga mampu berperan dalam
pembentukan daun. Ini menunjukkan bahwa kombinasi media R4 terbukti dapat
menginduksi tunas dan daun kultivar PSJT 94-33. Hasil optimasi berbagai
kombinasi media regenerasi dapat dilihat pada Gambar 10.
30
Gambar 10. Hasil optimasi media regenerasi tanaman tebu kultivar PSJT 94-33sampai dengan minggu ke-4. Keterangan nomor sama seperti yangdijelaskan dalam Gambar 5. Untuk nomor R13-R16 tidak disajikankarena kalus tidak mampu tumbuh. Optimasi media terbaik tampakpada gambar bernomor R4.
Gambar 11. Grafik rataan jumlah akar tebu kultivar PSJT 94-33 yang terbentuksampai dengan minggu ke-4 pada media regenerasi R4.
R1 R2 R3 R4
R5 R6 R7 R8
R9 R10 R11 R12
31
Jumlah akar kultivar PSJT 94-33 yang terbentuk pada media cair dengan
kombinasi IAA 1 mg/L, dalapon 61 mg/L sangat nyata pada minggu pengamatan
yang ke-4. Pada minggu pertama pembentukan akar sangat sedikit dan masih
sangat lemah dibandingkan dengan minggu keempat yang struktur akarnya lebih
kokoh, seperti ditunjukan pada Gambar 12.
Gambar 12. Hasil induksi akar tebu kultivar PSJT 94-33 pada media regenerasiR4.
Secara menyeluruh, regenerasi tanaman tebu kultivar PA 117 dan PSJT 94-
33 dengan kombinasi IAA dan dalapon berhasil dilakukan dengan baik. Respon
regenerasi yang optimum antar kedua kultivar berbeda pada kombinasi kedua zat
pengatur tumbuh yang digunakan. Dari laporan penelitian yang ada ternyata untuk
pertumbuhan dan perkembangan kultur jaringan diperlukan komposisi atau
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang berbeda untuk satu kultivar dengan kultivar
lain dari suatu jenis tanaman (Wattimena 1992).
Regenerasi kalus transforman
Hasil regenerasi kalus transforman kultivar PA 117, PSJT 94-33, dan PS 851
menunjukkan respons yang berbeda. Kultivar PSJT 94-33 pada media regenerasi
R4 (IAA 1 mg/L dan dalapon 61 mg/L) dapat menginduksi tunas dan daun.
Sedangkan kultivar PA 117 yang ditanam pada media regenerasi R10 (IAA 1,5
mg/L dan dalapon 57 mg/L) dan PS 851 pada media regenerasi P3GI modifikasi
(IAA 2 mg/L dan dalapon 59 mg/L) hanya mampu menginduksi tunas dengan
struktur yang lemah, seperti terlihat pada Gambar 13. Hal ini diduga karena kalus
hasil transformasi memiliki kemampuan regenerasi yang rendah akibat berbagai
32
perlakuan pada saat transformasi. Selain itu, respon masing-masing kultivar
terhadap zat pengatur tumbuh pada media regenerasi juga berbeda karena genotip
sumber jaringan atau organ yang digunakan (Wattimena et al. 1992).
Gambar 13. Regenerasi tebu transforman PA 117, PSJT 94-33, dan PS 851.
Rendahnya hasil regenerasi kalus transforman menjadi tanaman hijau sangat
berbeda dengan kalus nontransforman. Chung (1992) dan Chen (1983)
menyatakan proporsi tanaman hijau dan albino tersebut selain tergantung pada
genotipa tanaman juga pada kondisi kultur, misalnya suhu inkubasi. Dari studi
molekuler, gen inti maupun sitoplasmik dan interaksinya mungkin mempengaruhi
produksi tanaman albino.
Rataan tunas transforman kultivar PA 117 yang terbentuk selama
pengamatan sampai dengan minggu keempat disajikan dalam Gambar 14. Sejak
minggu pertama, telah terbentuk tunas meskipun dalam jumlah sangat sedikit
dengan struktur yang lemah. Struktur tunas yang kokoh mulai terbentuk pada
minggu keempat. Hal ini diduga karena kemampuan regenerasi kalus transforman
yang berkurang akibat sub kultur yang dilakukan.
Rataan tunas dan daun hasil regenerasi kalus transforman kultivar PSJT 94-
33 disajikan dalam Gambar 15. Pada minggu pertama, tunas sudah dapat
dibentuk, sedangkan daun belum terbentuk. Namun pada perkembangan minggu-
minggu berikutnya, jumlah tunas dan daun hampir sebanding, yaitu dapat
mencapai rata-rata 12. Rata-rata regenerasi kalus transforman yang dapat
membentuk tunas dan daun masih sangat kurang dibandingkan dengan rata-rata
regenerasi kalus nontransforman.
33
Gambar 14. Grafik rataan jumlah tunas transforman kultivar PA 117 pada mediaregenerasi R10.
Gambar 15. Grafik rataan jumlah tunas dan daun yang terbentuk dari regenerasikalus transforman kultivar PSJT 94-33 pada media regenerasi R4.
Rataan tunas transforman pada kultivar PS 851 yang ditanam pada mediaregenerasi Modifikasi P3GI (IAA 2 mg/L dan dalapon 59 mg/L) ditampilkan padaGambar 16. Pada minggu pertama, tidak ada tunas yang terbentuk. Tunasterbentuk pada minggu kedua dengan struktur yang sangat lemah. Akan tetapisampai dengan minggu keempat struktur tunas masih lemah sehingga tidakmampu membentuk daun. Diduga karena adanya perlakuan transformasi yangmenimbulkan stress pada kalus sehingga kemampuan regenerasi berkurang.
34
Gambar 16. Grafik rataan tunas transforman yang terbentuk dari regenerasi kalustransforman kultivar PS 851 pada media regenerasi Modifikasi P3GI.
Transformasi Tebu dengan Gen Fitase
Transformasi tanaman tebu dengan gen fitase dilakukan menggunakan empat
metode transformasi, yaitu: Metode Enriquez-Obregón et al. (1997), metode
Minarsih (2003), metode Santosa et al. (2004) dan metode Modifikasi dari metode
Minarsih (2003) dan Santosa et al. (2004). Transformasi gen fitase ke dalam
genom tebu menggunakan eksplan jaringan meristem dan kalus. Keempat metode
transformasi dan hasil transformasinya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Empat metode transformasi gen fitase pada eksplan tebu
Metode Transformasi Kultivar KeteranganEnriquez-Obregón et al(1997)
PSJT 94-33CB 6979BR 194
Sumber eksplan pucuk daun tebu(jaringan meristem), kontaminasiA.tumefaciens 100%, jaringan rusak.
Minarsih (2003) BR 194PA 183
Sumber eksplan kalus, kontaminasiA.tumefaciens 10%, lolos mediaseleksi 50%.
Santosa et al (2004) PSJT 94-33PA 183
Sumber eksplan kalus, kontaminasiA.tumefaciens 50%, lolos mediaseleksi 80%.
Modifikasi PA117PSJT 94-33PS 851
Sumber eksplan kalus, kontaminasiA.tumefaciens 10%, lolos mediaseleksi 80%.
35
Pada metode Enriquez-Obregón (1997), eksplan yang digunakan adalah
jaringan meristem dari tiga kultivar tanaman tebu (PSJT 94-33, CB 6979 dan BR
194). Pada tahapan setelah kokultivasi eksplan dengan A. tumefaciens terjadi
kontaminasi agrobakterium pada semua eksplan. Usaha untuk menghilangkan
kontaminan dilakukan pencucian dengan aquades dan media MS-I yang
mengandung cefotaxime 500–750 mg/L secara berulang-ulang, tetapi kontaminan
tidak dapat dihilangkan. Pengaruh selanjutnya karena pencucian berulang-ulang
tersebut, maka eksplan jaringan meristem mengalami kerusakan yang
mengakibatkan daya tumbuhnya berkurang.
Metode kedua yang dilakukan yaitu metode Minarsih (2003). Tahapan kerja
metode ini hampir sama dengan metode Enriquez-Obregón (1997) perbedaannya
pada sumber eksplan yang digunakan yaitu kalus dan adanya pengenceran kultur
A. tumefaciens sebelum kokultivasi. Hasil transformasi pada media seleksi dengan
metode ini disajikan pada Gambar 17a dan b. Pada tahapan kerja yang dilakukan,
kontaminan agrobakterium dapat dihilangkan dengan pencucian menggunakan
media MS-I yang mengandung cefotaxime 500 mg/L dan kalus sebagai
eksplannya tidak mudah rusak karena struktur kalusnya lebih kompak
dibandingkan dengan eksplan pada metode yang pertama. Pengenceran kultur A.
tumefaciens yang dilakukan sebelum kokultivasi menyebabkan makin kecilnya
kemungkinan gen fitase masuk ke dalam genom tanaman, hal ini nampak pada
kalus transforman yang dapat tumbuh di media seleksi sekitar 50%.
Metode transformasi menurut Santosa et al (2004), kultur A. tumefaciens
diencerkan sampai OD = 0,2 dan pencucian kalus transforman dilakukan beberapa
tahap. Pertama, pencucian kalus menggunakan media MS-I yang mengandung
cefotaxime 1000 mg/L selama 2 jam dengan cara dishaking agar dapat
menghambat pertumbuhan sel A. tumefaciens. Kedua, setelah dishaking selama 2
jam, kalus diinkubasi dengan media MS-I yang mengandung cefotaxime 500
mg/L selama dua hari untuk memastikan bahwa kalus tidak tumbuh bakteri. Pada
metode ini kalus diyakini tidak terkontaminasi lagi jika masa inkubasi selama satu
minggu tidak ada pertumbuhan A. tumefaciens, hasil transformasi disajikan pada
Gambar 17c dan d. Keberhasilan metode transformasi ini sangat tinggi, hal ini
ditunjukkan oleh Santosa et al (2004) yang berhasil mendapatkan kalus
36
transforman yang bebas dari kontaminan bakteri sebesar 100%. Akan tetapi
metode ini memiliki kendala yaitu pada saat pencucian dengan cara dishaking bila
tidak dilakukan secara hati–hati dapat menyebabkan over growth population yang
penanganannya akan lebih sulit. Pada penelitian yang dilakukan, kontaminan A.
tumefaciens masih tinggi sekitar 50% hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan
kultur yang mempengaruhi pertumbuhan A. tumefaciens. Optical Density (OD) A.
tumefaciens yang diinkubasi selama tujuh jam OD578 = 1,9. Sedangkan Santosa et
al (2004) mendapatkan OD578 = 0,5 untuk inkubasi selama tujuh jam. Hal ini
menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan, jumlah sel yang ditumbuhkan dan
kecepatan agitasi pada masing–masing kondisi kultur berbeda. Dengan demikian
metode ini dapat dipakai dengan mempertimbangkan OD dari kultur A.
tumefaciens yang akan digunakan pada saat kokultivasi.
Metode yang keempat yaitu metode Modifikasi dari metode Minarsih (2003)
dan Santosa et al. (2004). Modifikasi yang dilakukan yaitu pada tahap setelah
pencucian kalus dengan media MS-I yang mengandung cefotaxime 1000 mg/L
selama dua jam pada rotary shaker, kalus tidak lagi di inkubasi selama dua hari
pada media yang sama tapi langsung dipindahkan ke media MS-I padat yang
mengandung cefotaxime 500 mg/L. Dengan cara demikian dapat menghilangkan
kontaminasi A. tumefaciens yang tumbuh berlebihan karena kalus transforman
langsung dipindahkan dari media cair ke media padat. Metode ini berhasil
dilakukan sehingga kalus transforman kultivar PA 117, PSJT 94-33, dan PS 851
tidak terjadi kontaminasi setelah pencucian dengan media cair MS-I yang
ditambah dengan cefotaxime 1000 mg/L. Hasil kalus yang dapat tumbuh di media
seleksi dapat dilihat pada Gambar 17e-g.
37
Gambar 17. Kalus tebu transforman yang dihasilkan dari beberapa metodetransformasi. Keterangan: a & b = Minarsih pada kultivar BR 194 &PA 183; c & d = Santosa pada kultivar PSJT 94-33 & PA 183; e, f &g = Modifikasi pada kultivar PSJT 94-33, PA 117 & PS 851.
a b
c d
e f
g
38
Analisis Gen Fitase dengan PCR
Verifikasi introduksi gen fitase ke dalam genom tanaman tebu hanya dapat
dilakukan pada kalus. Hal ini disebabkan karena kesulitan untuk meregenerasikan
kalus transforman menjadi planlet utuh. Setelah isolasi DNA dilakukan, analisis
gen fitase dilakukan amplifikasi gen fitase dengan teknik PCR menggunakan
primer EC1 dan EC3 berhasil dilakukan. Pada Gambar 18 ditampilkan hasil
elektroforesis produk PCR gen fitase.
Gambar 18. Hasil PCR gen fitase dari kalus transforman yang berumur 4 minggusetelah transformasi. Keterangan: M = Marker 100 bp InvitrogenTM, K+= Kontrol positif pBINPI-II EC, 1 = Kultivar PSJT 94-33, 2 = KultivarPA117, 3 = Kultivar PS 851, 4 = Kultivar PS 851 (negatif), 5 = KultivarPA117 (negatif), K─ = Kontrol negatif, tanpa DNA cetakan.
Pada Gambar 18 di atas menunjukkan bahwa ketiga kalus transforman
terbukti memiliki gen fitase dengan ukuran fragmen hasil amplifikasi kurang lebih
900 bp (sumur gel 1-3). Beberapa kalus lain yang diuji hasilnya negatif (sumur gel
4 dan 5) mungkin disebabkan oleh kualitas hasil isolasi DNA, antara lain karena
jumlah kalus sedikit sehingga DNA yang dihasilkan terlalu sedikit.
2072 bp1500
900 600
100
M K+ 1 2 3 4 5 K-
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan penelitian ini adalah:
1. Optimasi media regenerasi untuk kultivar PA 117 dan PSJT 94-33 berbeda.
Media regenerasi untuk induksi tunas, daun, dan akar dari kalus kultivar PA
117, dan untuk induksi tunas dan akar kalus kultivar PSJT 94-33 berturut-turut
adalah R10 (IAA 2 mg/L, dalapon 57 mg/L) dan R4 (IAA 1 mg/L, dalapon 57
mg/L).
2. Regenerasi kalus transforman tiga kultivar PA 117, PSJT 94-33, dan PS 851
berbeda. Kalus kultivar PSJT 94-33 pada media R4 mampu membentuk tunas
dan daun, sedangkan kultivar PA 117 (pada media R10) dan PS 851 (pada
media Modifikasi P3GI) hanya membentuk tunas.
3. Metode transformasi terbaik yang digunakan adalah metode Santosa dan
Modifikasi.
4. Uji keberadaan gen fitase dalam kalus transforman berhasil diamplifikasi
menggunakan primer spesifik dengan ukuran fragmen hasil PCR sebesar ±
900 bp.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang optimasi media regenerasi
kalus transforman untuk mendapatkan planlet. Untuk selanjutnya, pengujian
stabilitas dan ekspresi gen fitase dalam tanaman transforman dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahloowalia BS, Maretzki A. 1983. Plant regeneration via somatic embryogenesisin sugarcane. Plant Cell Reports 2:19-20.
Apriyanti A. 1990. Percobaan sterilisasi jaringan tebu (Saccharum officinarum L.)var. F 154. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Arencibia A, et al. 1997. Transgenic sugarcane plants resistant to stem-borerattack. Mol Breed 3:247-255.
Arencibia A, et al. 1998. An efficient protocol for sugarcane (Saccharum spp.)transformation mediated by Agrobacterium tumefaciens. Transgenic Res7:213-222.
Aswidinoor H. 1995. Transformasi gen: sumber baru keragamaan genetik dalampemuliaan tanaman. Zuriat 6:56-67.
Beijersbergen A, Hooykaas PJL. 1993. Transkingdom promiscuty similaritiesbetween T-DNA transfer by A. tumefaciens and bacteria conjugation.[disertation]. pp 9-26.
Blanco MA, Magdalena SN, Ramiro C, Nadina N. 1999. Storage protein in sugarcane: aninteresting exception in monocots. Plant Cell Tissue Organ Cult 59:217-218.
Bower R, Birch RG. 1992. Transgenic sugarcane plants via microprojectilebombardment. Plant J 2:409-416.
Brown TA. 1996. Gene cloning: an introduction. Chapman & Hall.
Chen Y. 1983. Cell And Tissue Culture Techniques for Cereal CropImprovement. Proceedings of a Workshop Cosponsored by the Institute ofGenetics, Academia Sinica and the International Rice Institute. China: Sci. Pr.pp 11-26.
Chung GS. 1992. Anther culture for rice improvement in Korea. In: Zheng K,Murashige T (Eds.). Anther culture for rice breeders. Seminar and training forrice anther culture at Hangzhou, China. pp 8-37.
Cramer CL, Radin DN. 1990. Molecular biology of plants. In: Nakas JP,Hagedorn C (Eds.). Biotechnology of Plant Microbes Interaction. New York:McGraw-Hill. pp 1-49.
Eechout W, de Paepe M. 1994. Total phosphorus, phytate-phosphorus and phytaseactivity in plant foodstuff. Feed Sci Tech 47:19-29.
Enriquez-Obregón GA, Vázquez-Padrón RI, Prieto-Samsónov DL, Pérez M,Selman-Housein G. 1997. Genetic transformation of sugarcane byAgrobacterium tumefaciens using antioxidant compounds. Biotechnol Aplle14:169-174.
41
Erwidodo. 2002. Getting sugar policy right. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.Brief Policy 1-7.
Falco MC, Neto AT, Mendes BMJ, Arias FJZ. 1996. Histological characterizationof in vitro regeneration of Saccharum sp. R Bras Fisiol Veg 8:93-97.
Freifelder D. 1987. Molecular Biology. Boston: Jones and Bartlett Pubs. Inc.
Gallo MM, Irvine JE. 1993. Physical and biological factors affecting transientGUS expression in sugarcane following particle bombardment. Plant Physiol102 Suppl 165.
Gargova S, Sariyska M. 2003. Effect of culture conditions on the biosynthesis ofAspergillus niger phytase and acid phosphatase. Enzyme Microbial Tech32:231-235
Greiner R, Konietzny U, Jany KD. 1993. Purification and characterization of twophytases from Escherichia coli. Arch Biochem Biophys 303:107-113.
Gunawan LW. 1992. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Bogor: Institut PertanianBogor, Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Hadi S, Sutrisno. 2003. Ikhtisar angka perusahaan pada masa giling tahun 2003.Pasuruan: P3GI.
Hartatik S. 2000. Studi genetik plasma nutfah tebu (Saccharum spp) berdasarkanpenanda morfologi, agronomi dan isozim [disertasi]. Bogor: Institut PertanianBogor.
Hauptmann et al. 1986. Expression of electroporated DNA in gramineousmonocots and dicotyledonous species. Int Congr Plant Tissue Cell Cult. 16Meet 18.
Heinz DJ, Krishnamurthi M, Nickell LG, Maretzki A. 1977. In: Reinert J, BajajYPS (Eds.). Applied and fundamental aspects of plant cell, tissue and organculture. Berlin: Springer.
Hidayat D. 29 Sep 2002. Tawaran manis tebu transgenik. Tempo:11 (kolom 1-5).
Hiei Y, Otha S, Komari T, Kumashiro T. 1994. Efficient transformation of rice(Oryza sativa L.) mediated by Agrobacterium and sequence analysis of theboundaries of the T-DNA. Plant J 6:271–282.
Hiei Y, Komari T, Kubo T. 1997. Transformation of rice mediated by Agro-bacterium tumefaciens. Plant Mol Biol 35:205–218.
[HKTI] Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. 1999. Permasalahan produksi dantataniaga gula di akhir abad XX. Gula Indonesia XXIV:7-11.
Irvine JE, Fitch C, Moore PH. 1983. The induction of callus in sugarcane tissuecultures by selected chemicals. Plant Cell Tissue Organ Cult 2:141-149.
42
Kleinsmith LJ, Kish VM. 1995. Principles of cell and molecular biology. NewYork: Harper Coliins College Pubs.
[KCM] Kompas Cyber Media. 2005. Menperindag siap dipanggil polisi.http://www.kompas.co.id. [15 Agustus 2005].
Liu MC. 1981. In vitro methods applied to sugarcane improvement. In: ThorpeTA (Eds.). Plant Tissue Culture Methods and Application in Agriculture. NewYork: Academic Pr. p 23.
Lolas MG, Markakis G. 1977. The phytase of nary beans (Phaseolus vulgaris).J Food Sci 42:1094–1101.
Minarsih H. 1999. Transformasi melalui Agrobacterium pada tanaman monokotildan prospeknya pada tanaman tebu. Bul P3GI 151:13-23.
Minarsih H. 2003. Rekayasa genetik tebu (Saccharum officinarum L.) untuktoleransi kekeringan. [laporan riset]. Riset Unggulan Terpadu VIII BidangBioteknologi. Kementerian Riset dan Teknologi RI Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia.
Murashige T. 1978. In: Frontiers of plant tissue culture. Thorpe TA, (Eds.).Canada: University of Calgary, Calgary.
Naik GR. 2001. Sugarcane biotechnology. Enfield NH: Science Pub.
Nonato RV, Mantelatto PE, Rossel CEV. 2001. Integrated production of bio-degradable plastic, sugar and ethanol. App Microbiol Biotechnol 57:1-5.
[P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 1997. Data produksi gulatahun giling 1997. Pasuruan.
[P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 1999. Petunjuk pembuatanmedia untuk kultur jaringan tebu. Pasuruan.
Patrau JM. 1989. By-products of the cane sugar industry: an introduction to theirindustrial utilization. Sugar Series 11. Amsterdam: Elsevier Science.
Pierik RLM. 1987. In vitro culture of higher plants. Dordrecht: Martinus NijhoffPubs.
Purwadaria T. 2002. Application of hydrolityc enzymes to improve the quality offeed. Third International Training Course on Advances in Molecular BiologyTechniques to Assess Microbial Diversity, Bogor 17-27 Sep 2002.
[RNI] Rajawali Nusantara Indonesia. 1999. Metode kultur jaringan. Puslitagro,PT Pabrik Gula RNI II. Cirebon.
Salyers AA, Whitt DD. 1994. Bacterial pathogenesis molecular approach.Washington: ASM Pr.
43
Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular cloning. A laboratory manual. Ed ke-3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr.
Santosa DA. 24 Sep 2002. IPB meneliti tebu transgenik. Kompas:11 (kolom 1-5).
Santosa DA, Hendroko R, Farouk A, Greiner R. 2004. A rapid and high efficientmethod for transformation of sugarcane callus. Mol Biotech 28:113-119.
Santosa DA, Hendroko R, Farouk A, Greiner R. Agrobacterium-mediatedtransformation of sugarcane (Saccharum officinarum L.) with bacterialphytase gene. Sugar Cane International. In press.
Sastrowijono S. 1991. Aspek fisiologis dalam mikropropagasi tebu. Di dalam:Diktat pelatihan penanganan mikropropagasi tanaman tebu, Pasuruan 4-9 Feb1991. Pasuruan: P3GI.
Sheng J, Citovsky V. 1996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: havevirulence proteins will travel. Plant Cell 8:1699-1710.
Slamet-Loedin IH. 1994. Transformasi genetik beberapa tanaman: beberapa aspekpenting. Hayati 1:66-67.
Soeponohardjo. 1997. Produktivitas gula Indonesia vs dunia. Majalah GulaIndonesia XXII:51-53.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan pendekatan statistika: suatu pendekatanbiometrika. Jakarta: PT. Gramedia.
Sugiyarta E. 1991. Persyaratan laboratorium dan penetapan media pada teknikkultur jaringan tebu. Di dalam: Diktat pelatihan penanganan mikropropagasitanaman tebu, Pasuruan 4-9 Feb 1991. Pasuruan: P3GI.
Suryowinoto M. 1991. Budidaya jaringan terobosan bermanfaat dalam biotekno-logi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Fakultas Biologi.
Trigiano RN, Dennis JG. 2000. Plant tissue culture concepts and laboratoryexercises. Ed ke-2. Florida: CRC Pr., Boca Raton.
Uchimiya H, Handa T, Brar DS. 1989. Transgenic plant. J Biotechnol 12:1-20.
Walkerpeach CR, Velten J. 1994. Agrobacterium mediated gene transfer to plantcells: cointegrated and binary vector system. Plant Mol Biol 12:1-19.
Wall MK, Birch RG. 1997. Genes for albicidin biosynthesis and at least 69 kb inthe genome of Xanthomonas albilineans. Lett Appl Microbial 24:256-260.
Wattimena et al. 1992. Bioteknologi tanaman. Bogor: Pusat Antar UniversitasBioteknologi Institut Pertanian Bogor.
44
Lampiran 1. Komposisi media MS untuk induksi kalus dan regenerasi planlet
yang telah dimodifikasi.
Induksi Kalus1 Regenerasi Plantlet2
PersenyawaanMS-I mg/L MS-II mg/L MS-R mg/L
A. NH4NO3 1650 1650 1650B. KNO3 1900 1900 1900C. CaCl2.2H2O 440 440 440D. H3BO4 6.2 6.2 6.2
KH2PO4 170 170 170CoCl2.6H2O 0.025 0.025 0.025KI 0.83 0.83 0.83Na2Mo4.2H2O 0.25 0.25 0.25
E. MgSO4.7H2O 370 370 370ZnSO4.7H2O 8.6 8.6 8.6
F. Na2EDTA 37.3 37.3 37.3FeSO4.2H2O 27.8 27.8 27.8
G. Glycine 2Thiamine HCl 0.1 0.1 0.1Pyrodoxine HCl 0.5 0.5 0.5Niacin 0.5Biotine 0.4 0.4
Mio-inositol 1 1 1Air kelapa* 100 100Sukrosa 30000 30000 45000Agar 8000Gelrite 2500 25002,4-D 3Kinetin 0,1IAA 2000 2000Dalapon 50000 50000Keterangan: 1 = Bersumber dari RNI 1999 2 = Bersumber dari P3GI 1999 * = mL/L
45
Lampiran 2. Peta plasmid pBINPI-II EC.
Lampiran 3. Komposisi media transformasi metode Enrique
Media Komposisi
MS MS salts; 1 mg/L asam nikotinat; 0,mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-sukrosa
MS Induksi Kalus MS salts; 1 mg/L asam nikotinat; 0,mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-500 mg/L kasein hidrolisat; 5 mg/
MS-AO MS induksi kalus ditambah dengan 40 mg/L sistein; 2 mg/L perak nit
MS Seleksi MS salts; 1 mg/L asam nikotinat; 0,mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-mg/L 2,4-D dan 100 mg/L kanam
Lampiran 4. Komposisi media transformasi metode Mi
Media Komposisi
MS MS (RNI 1999)
MS Induksi Kalus MS 3 mg/L 2,4-D
MS ko-kultivasi MS (RNI 1999), 100 mg/L asetosir
MS Seleksi MS; 100 mg/L kanamisin
Keterangan:CaMV 35S: promotor dari virusCauliflower mosaik 35S, SP:proteinase inhibitor II signal peptide,appA: gen fitase dari E. coli, OCS:oktopin sintase (enhancer) (Santosa etal. in press).
z-Obregón et al (1997).
8 mg/L vitamin B1; 0,5inositol dan 20 g/L
8 mg/L vitamin B1; 0,5inositol; 20 g/L sukrosa;L 2,4-D15 mg/L asam askorbat;rat8 mg/L vitamin B1; 0,5inositol; 20g/L sukrosa; 5isin
narsih (2003)
ingon
46
Lampiran 5. Komposisi media transformasi metode Santosa et al. (2004).
Media Komposisi
MS MS salts; 1 mg/L asam nikotinat; 0,8 mg/L vitamin B1; 0,5mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-inositol dan 20 g/Lsukrosa
MS Induksi Kalus MS salts; 1 mg/L asam nikotinat; 0,8 mg/L vitamin B1; 0,5mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-inositol; 20 g/Lsukrosa; 500 mg/L kasein hidrolisat; 3 mg/L 2,4-D
MS-AO MS induksi kalus ditambah dengan 15 mg/L asamaskorbat; 40 mg/L sistein; 2 mg/L perak nitrat
MS Seleksi MS salts; 1 mg/L asam nikotinat; 0,8 mg/L vitamin B1; 0,5mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-inositol; 20g/Lsukrosa; 3 mg/L 2,4-D dan 100 mg/L kanamisin
Lampiran 6. Komposisi media transformasi metode Modifikasi.
Media KomposisiMS MS; 1 mg/L asam nikotinat; 0,8 mg/L vitamin B1; 0,5
mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-inositol dan 20 g/Lsukrosa
MS Induksi Kalus MS; 1 mg/L asam nikotinat; 0,8 mg/L vitamin B1; 0,5mg/L vitamin B6; 100 mg/L mio-inositol; 20 g/Lsukrosa; 3 mg/L 2,4-D
MS-AO MS induksi kalus ditambah dengan 15 mg/L asamaskorbat; 40 mg/L sistein; 2 mg/L perak nitrat
MS Seleksi MS; 3 mg/L 2,4-D; 20 g/L sukrosa; 100 mg/L kanamisin
47
Lampiran 7. Analisis data statistik. Sebagian data mentah, statistik diskriptif, dan uji lanjut tidakdisajikan atas pertimbangan tataletak.
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values
MINGGU 4 1 2 3 4 PRLK 16 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 BLOK 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Number of observations in data set = 600
Dependent Variable: JTPA117 Jumlah tunas tebu kultivar PA 117
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
BLOK 9 44.62666667 4.95851852 2.24 0.0191PRLK 15 6196.07083333 413.07138889 55.41 0.0001PRLK*BLOK(a) 135 1006.48166667 7.45541975 3.36 0.0001MINGGU 3 17910.47291667 5970.15763889 2693.64 0.0001MINGGU*PRLK 41 1853.25208333 45.20127033 20.39 0.0001Error(b) 396 877.69166667 2.21639310Corrected Total 599 25871.46000000
R-Square C.V. Root MSE JTPA117 Mean 0.966075 19.77099 1.48875555 7.53000000
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values
MINGGU 5 1 2 3 4 PRLK 16 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 BLOK 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Number of observations in data set = 560
Dependent Variable: JDPA117 Jumlah daun tebu kultivar PA 117
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
BLOK 9 454.93035714 50.54781746 9.95 0.0001PRLK 15 6268.79687500 417.91979167 15.36 0.0001PRLK*BLOK(a) 135 3673.06130952 27.20786155 5.35 0.0001MINGGU 3 25311.73020833 8437.24340278 1660.59 0.0001MINGGU*PRLK 37 768.07812500 20.75886824 4.09 0.0001Error(b) 360 1829.10833333 5.08085648Corrected Total 559 35641.05535714
R-Square C.V. Root MSE JDPA117 Mean 0.948680 19.67091 2.25407553 11.45892857
48
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values
MINGGU 4 1 2 3 4 PRLK 16 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 BLOK 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Number of observations in data set = 440
Dependent Variable: JTPSJT Jumlah tunas tebu kultivar PSJT 94-33
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
BLOK 9 86.13863636 9.57095960 5.14 0.0001PRLK 11 6148.84166667 558.98560606 90.13 0.0001PRLK*BLOK(a) 99 614.01136364 6.20213499 3.33 0.0001MINGGU 3 22326.52083333 7442.17361111 3996.17 0.0001MINGGU*PRLK 29 656.12916667 22.62514368 12.15 0.0001Error(b) 288 536.35000000 1.86232639Corrected Total 439 27576.79772727
R-Square C.V. Root MSE JTPSJT Mean 0.980551 12.75664 1.36467080 10.69772727
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values
MINGGU 4 1 2 3 4 PRLK 16 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 BLOK 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Number of observations in data set = 400
Dependent Variable: JDPSJT Jumlah daun tebu kultivar PSJT 94-33
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
BLOK 9 38.59000000 4.28777778 4.52 0.0001PRLK 11 11607.11145833 1055.19195076 154.26 0.0001PRLK*BLOK(a) 99 677.18500000 6.84025253 7.21 0.0001MINGGU 3 20589.06979167 6863.02326389 7229.52 0.0001MINGGU*PRLK 25 637.95520833 25.51820833 26.88 0.0001Error(b) 252 239.22500000 0.94930556Corrected Total 399 26617.44000000
R-Square C.V. Root MSE JDPSJT Mean 0.991012 8.413844 0.97432313 11.58000000
49
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values MINGGU 4 1 2 3 4
Number of observations in data set = 40
Dependent Variable: JAPA117 Jumlah akar kultivar PA 117
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
MINGGU 3 3667.27500000 1222.42500000 737.14 0.0001Error 36 59.70000000 1.65833333Corrected Total 39 3726.97500000
R-Square C.V. Root MSE JAPA117 Mean 0.983982 7.144316 1.28776292 18.02500000
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values MINGGU 4 1 2 3 4
Number of observations in data set = 40
Dependent Variable: JAPSJT Jumlah akar kultivar PSJT 94-33
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
MINGGU 3 3512.60000000 1170.86666667 422.36 0.0001Error 36 99.80000000 2.77222222Corrected Total 39 3612.40000000
R-Square C.V. Root MSE JAPSJT Mean 0.972373 8.626939 1.66499917 19.30000000
50
Data Mentah Jumlah Tunas, Daun & Akar dari kalus transforman
OBS MINGGU ULG JTPSJT_T JDPSJT_T JTPA117T JTPS851T
1 1 1 1 0 0 0 2 1 2 1 0 1 0 3 1 3 2 0 1 0 4 1 4 1 0 2 0 5 1 5 0 0 2 0 6 1 6 1 0 1 0 7 1 7 1 0 1 0 8 1 8 2 0 1 0 9 1 9 1 0 0 0 10 1 10 1 0 0 0 11 2 1 3 3 3 1 12 2 2 4 4 6 3 13 2 3 3 3 5 2 14 2 4 4 3 7 2 15 2 5 2 4 6 2 16 2 6 5 5 5 3 17 2 7 4 4 6 3 18 2 8 3 4 5 2 19 2 9 3 3 3 2 20 2 10 4 5 3 3 21 3 1 7 7 7 4 22 3 2 8 8 10 5 23 3 3 6 8 10 7 24 3 4 7 7 11 5 25 3 5 5 9 10 7 26 3 6 8 10 11 8 27 3 7 7 8 10 5 28 3 8 6 7 12 7 29 3 9 7 7 9 6 30 3 10 8 8 10 9 31 4 1 13 13 11 8 32 4 2 14 12 16 9 33 4 3 11 13 15 10 34 4 4 13 11 16 10 35 4 5 10 15 17 10 36 4 6 13 16 17 12 37 4 7 12 12 14 9 38 4 8 10 13 19 10 39 4 9 11 10 16 10 40 4 10 14 14 15 15
Keterangan: jtpsjt_t = Jumlah tunas kultivar PSJT 94-33 transforman pd media R4 jdpsjt_t = Jumlah daun kultivar PSJT 94-33 transforman pd media R4 jtpa117t = Jumlah tunas kultivar PA 117 transforman pd media R10 jtps851t = Jumlah tunas kultivar PS 851 transforman pd media Modifikasi P3GI
51
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values MINGGU 4 1 2 3 4
Number of observations in data set = 40
Dependent Variable: JTPSJT_T Jumlah tunas kultivar PSJT 94-33 transforman pd media R4
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
MINGGU 3 682.40000000 227.46666667 208.90 0.0001Error 36 39.20000000 1.08888889Corrected Total 39 721.60000000
R-Square C.V. Root MSE JTPSJT_T Mean 0.945676 17.68641 1.04349839 5.90000000
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values MINGGU 4 1 2 3 4
Number of observations in data set = 40
Dependent Variable: JDPSJT_T Jumlah daun kultivar PSJT 94-33 transforman pd media R4
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
MINGGU 3 919.70000000 306.56666667 254.29 0.0001Error 36 43.40000000 1.20555556Corrected Total 39 963.10000000
R-Square C.V. Root MSE JDPSJT_T Mean 0.954937 17.85330 1.09797794 6.15000000
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values MINGGU 4 1 2 3 4
Number of observations in data set = 40
Dependent Variable: JTPA117T Jumlah tunas kultivar PA 117 transforman pd media R10
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
MINGGU 3 1216.90000000 405.63333333 182.08 0.0001Error 36 80.20000000 2.22777778Corrected Total 39 1297.10000000
R-Square C.V. Root MSE JTPA117T Mean 0.938170 19.01368 1.49257421 7.85000000
52
General Linear Models Procedure Class Level Information
Class Levels Values MINGGU 4 1 2 3 4
Number of observations in data set = 40
Dependent Variable: JTPS851T Jumlah tunas kultivar PS 851 transforman pd media Modifikasi P3GI
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
MINGGU 3 617.67500000 205.89166667 122.92 0.0001Error 36 60.30000000 1.67500000Corrected Total 39 677.97500000
R-Square C.V. Root MSE JTPS851T Mean 0.911059 27.39086 1.29421791 4.72500000