angkutan massal perkotaan berbasis jalan raya

13
1 ANGKUTAN MASSAL PERKOTAAN BERBASIS JALAN RAYA (Bus Rapid Transit) OLEH : IR. ZAINAL ABIDIN, MT Angkutan umum memiliki arti yang sangat penting bagi penduduk suatu kota yang sedang berkembang dengan pesat untuk bisa secara efektif memberikan akses bagi barang dan jasa. Penemuan BRT menjadi salah satu mekanisme yang paling efektif bagi percepatan sistem angkutan umum yang bisa menjangkau keseluruhan jaringan secara cepat dengan kualitas pelayanan yang tinggi. Konsep BRT sangat potensial untuk secara besar-besaran merubah cara transportasi di perkotaan. Sampai saat ini “Full BRT System” telah diselenggarakan di beberapa Negara berkembang seperti Bogotá (Colombia), Curitiba (Brazil), Goiânia (Brazil), Jakarta (Indonesia), dan Quito (Ecuador). Di Negara-negara maju “Full BRT System” diselenggarakan di Brisbane (Australia), Ottawa (Canada), dan Rouen (France). Secara keseluruhan tidak kurang dari 40 kota di enam benua telah menyelenggarakan system “BRT”, dan lebih banyak lagi yang sedang direncanakan maupun dibangun. Sistem angkutan massal yang umum dipergunakan di perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Bus Rapid Transit (BRT) –Teknologi berbasis Bis, pada umumnya beroperasi pada jalur khusus yang sebidang dengan permukaan jalan yang ada, pada kondisi tertentu (mis persimpangan atau pusat kota) yang diperlukan pemisahan elevasi, BRT dilewatkan terowongan atau jembatan khusus. 2. Light Rail Transit (LRT) –Teknologi berbasis Rel-Listrik, pada umumnya beroperasi menggunakan kendaraan rel tunggal atau kereta listrik pendek di jalur rel khusus sebidang dengan permukaan tanah dengan konektor listrik di atas kendaraan. Jenis lain dari LRT adalah Tram System, pada umumnya dengan ukuran kendaraan yang lebih kecil dan beroperasi di jalur jalan raya tanpa pemisahann dengan lalu-lintas lainnya. 3. Underground Metro –Teknologi berbasis kereta api (heavy rail) beroperasi pada jalur di bawah permukaan tanah atau terowongan. 4. Elevated rail transit –Teknologi berbasis kereta api (heavy rail) beroperasi pada jalur di atas permukaan tanah atau jalan layang. 5. Suburban rail –Teknologi berbasis kereta api yang beroperasi pada jalur khusus di permukaan tanah atau di atas permukaan tanah; pada umumnya melayani pernumpang dari pinggiran kota ke kota. 6. Personal Rapid Transit (PRT) –Teknologi berbasis rel atau roda, mengangkut penumpang dengan kendaraan berfasilitas AVG (automatic guided vehicles) yang beroperasi pada jalur khusus. BRT merupakan sistem transportasi berbasis Bis berkualitas tinggi yang bisa bisa melayanai perjalanan di perkotaan secara cepat, nyaman Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya

Upload: allzaby

Post on 25-Jun-2015

299 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

1

ANGKUTAN MASSAL PERKOTAAN BERBASIS JALAN RAYA(Bus Rapid Transit)

OLEH :IR. ZAINAL ABIDIN, MT

Angkutan umum memiliki arti yang sangat penting bagi penduduk suatu kota yang sedang berkembang dengan pesat untuk bisa secara efektif memberikan akses bagi barang dan jasa. Penemuan BRT menjadi salah satu mekanisme yang paling efektif bagi percepatan sistem angkutan umum yang bisa menjangkau keseluruhan jaringan secara cepat dengan kualitas pelayanan yang tinggi. Konsep BRT sangat potensial untuk secara besar-besaran merubah cara transportasi di perkotaan.

Sampai saat ini “Full BRT System” telah diselenggarakan di beberapa Negara berkembang seperti Bogotá (Colombia), Curitiba (Brazil), Goiânia (Brazil), Jakarta (Indonesia), dan Quito (Ecuador). Di Negara-negara maju “Full BRT System” diselenggarakan di Brisbane (Australia), Ottawa (Canada), dan Rouen (France). Secara keseluruhan tidak kurang dari 40 kota di enam benua telah menyelenggarakan system “BRT”, dan lebih banyak lagi yang sedang direncanakan maupun dibangun.

Sistem angkutan massal yang umum dipergunakan di perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Bus Rapid Transit (BRT) –Teknologi berbasis Bis, pada umumnya beroperasi pada jalur khusus yang sebidang dengan permukaan jalan yang ada, pada kondisi tertentu (mis persimpangan atau pusat kota) yang diperlukan pemisahan elevasi, BRT dilewatkan terowongan atau jembatan khusus.

2. Light Rail Transit (LRT) –Teknologi berbasis Rel-Listrik, pada umumnya beroperasi menggunakan kendaraan rel tunggal atau kereta listrik pendek di jalur rel khusus sebidang dengan permukaan tanah dengan konektor listrik di atas kendaraan. Jenis lain dari LRT adalah Tram System, pada umumnya dengan ukuran kendaraan yang lebih kecil dan beroperasi di jalur jalan raya tanpa pemisahann dengan lalu-lintas lainnya.

3. Underground Metro –Teknologi berbasis kereta api (heavy rail) beroperasi pada jalur di bawah permukaan tanah atau terowongan.

4. Elevated rail transit –Teknologi berbasis kereta api (heavy rail) beroperasi pada jalur di atas permukaan tanah atau jalan layang.

5. Suburban rail –Teknologi berbasis kereta api yang beroperasi pada jalur khusus di permukaan tanah atau di atas permukaan tanah; pada umumnya melayani pernumpang dari pinggiran kota ke kota.

6. Personal Rapid Transit (PRT) –Teknologi berbasis rel atau roda, mengangkut penumpang dengan kendaraan berfasilitas AVG (automatic guided vehicles) yang beroperasi pada jalur khusus.

BRT merupakan sistem transportasi berbasis Bis berkualitas tinggi yang bisa bisa melayanai perjalanan di perkotaan secara cepat, nyaman dan biaya yang sangat efektif dengan melalui infrastruktur jalan yang terpisah, dengan pengoperasian yang cepat dan terjadual, dan dengan pelayanan yang sangat bagus.

Berbagai nama digunakan dalam penerapan konsep BRT di berbagai negara, diantaranya : High-Capacity Bus Systems, High-Quality Bus Systems, Metro-Bus, Surface Metro, Express Bus Systems, dan Busway Systems.

Dalam hal kinerja dan kenyamanan, BRT sebanding dengan sistem transportasi modern berbasis Rel, tetapi dengan biaya yang berbeda. Sistem BRT secara umum memerlukan biaya 4 sampai 20 kali lebih kecil dari pada Light Rail Transit (LRT), 10 sampai 100 kali lebih kecil dari sistem Metro. Konsep BRT didasarkan pada beberapa hal yaitu infrastruktur berkualitas, pengoperasian yang efisien, pengelolaan dan kelembagan yang efektif dan transparan, teknologi canggih dan pemasaran maupun pelayanan sempurna.

Perbedaan utama antara BRT dengan sistem transportasi perkotaan berbasis rel adalah bahwa BRT memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada harga yang sebagian besar warga kota mampu

Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya

Page 2: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

2

membayarnya. Oleh karenanya, saat ini konsep BRT dilihat oleh sebagian besar kota sebagai solusi bagi transportasi dengan biaya yang paling efektif.

Pada umumnya sistem BRT terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut :

1. Infrastruktur Jalur bis yang terpisah pada umumnya terletak di tengah-tengah bagian jalan (median); Terdiri dari jaringan rute atau koridor yang terintegrasi; Memiliki tempat pemberhentian yang nyaman, aman dan terlindung dari gangguan cuaca; Tempat pemberhentian memiliki pintu yang sebidang dengan lantai Bis; Memiliki tempat pemberhentian yang terintegrasi antara jalur utama, jalur feeder dan layanan

system transportasi lainnya; Meningkatkan ruang publik

2. Pengoperasian Terjadual dengan pelayanan yang relative cepat antara daerah asal dan tujuan utama; Memiliki kapasitas besar untuk penumpang sepanjang koridor; Naik & turun penumpang secara cepat; Tarif dilakukan sebelum penumpang naik; Sistem tariff terintegrasi unutuk semua rute, koridor dan feeder;

3. Manajemen, Kelembagaan dan Keuangan Pembatasan terhadap operator dengan perbaikan struktur administrasi dan bisnis; Seluruh kegiatan penagadaan operator dilakukan melalui proses pelelangan yang kompetitif dan

transparan; Manajemen yang efisien akan meminimalkan pemberian subsidi bagi sektor publik; Pengoperasian dan pengumpulan tarif dilakukan oleh sistem manajemen yang terpisah; Kontrol kualitas dilakukan oleh lembaga independent

4. Penggunaan Teknologi Teknologi kendaraan beremisi rendah; Teknologi kendaraan berkebisingan rendah; Teknologi kendaraan dengan pengumpul tiket otomatis; Sistem manajemen menggunakan pusat pengendali dengan menggunakan Intelligent

Transportation Systems (ITS), misalnya yang mampu mengenali lokasi kendaraan secara otomatis;

Menggunakan sistem prioritas pada simpang atau jembatan layang. 5. Pemasaran dan Pelayanan

Distinctive marketing identity for system Memberikan pelayanan yang mampu memuaskan keinginan pengguna; Kemudahan akses antara sistem BRT dengan pilihan moda transportasi lain (misalnya pejalan

kaki, sepeda, taxi, angkot, mobil pribadi, dsb) Kemudahan akses bagi pengguna dengan keterbatasan fisik sperti penyandang cacat, anak-anak

dan orang tua; Tersedia informasi yang jelas di stasion atau kendaraan yang meliputi peta rute, rambu dan

informasi terkini lainnya.

“FULL BRT” DAN “STANDARD BRT”

Banyaknya variasi dalam pengoperasian sistem BRT, menjadikan sangat sulit memberikan satu devinisi mengenai sistem BRT. Oleh karenanya yang paling memungkinkan adalah memberikan batasan kualitas minimal yang harus dipenuhi.

Bagan di bawah ini memberikan gambaran rangkuman spektrum kualitas penyelenggaraan sistem BRT :

Page 3: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

3

Dari spektrum tersebut terlihat bahwa konsep “Full BRT” merupakan peringkat tertinggi dalam pengoperasian sistem BRT dengan karakteristik minimal sebagai berikut :

Memiliki jalur khusus terpisah di sebagian besar sistem utama; Sistem jaringan terintegrasi; Memiliki stasiun yang nyaman, aman dan terlindung dari cuaca; Lantai stasiun sejajar dengan lantai kendaraan; Beberapa stasiun khusus mengintegrasikan jalur utama dengan jalur feeder dan sistem transportasi

yang lain; Sistem penarikan dan verifikasi tarif dilakukan sebelum naik kendaraan; Sistem tarif terintegrasi untuk seluruh koridor dan sistem feeder; Pembatasan terhadap operator dengan perbaikan struktur administrasi dan bisnis; Distinctive marketing identity for system

Berdasarkan kriteria di atas, maka sampai dengan Juni 2006 ini hanya ada dua kota yaitu Bogota (Columbia) dan Curitiba (Brasil) yang bisa dikategorikan sebagai “Full BRT system”.

Beberapa faktor lokal akan sangat mempengaruhi pengoperasian BRT. Faktor-faktor tersebut antara lain : budaya local, kepadatan penduduk, distribusi perjalanan, iklim, geografis, topografis, ketersediaan sumber dana, kapasitas dan pengetahuan tenaga teknis local, kelembagaan yang ada dan yang paling menentukan adalah kemauan politik untuk melaksanakan sistem dengan kualitas tinggi (BRT).

Meskipun demikian banyak kota yang telah menerapkan sistem BRT yang mendekati kriteria ideal tersebut di atas. Tujuan minimal yang hendak dicapai adalah untuk memperbaiki waktu dengan meninggalkan beberapa performa standar BRT.

PROSES PERENCANAAN BRT

Perencanaan BRT sangat tergantung dari kondisi setempat. Pada umumnya perencanaan tersebut merupakan kombinasi dari pertimbangan-pertimbangan rasional dan anjuran untuk penyelesaian suatu masalah. Di sisi lain kemauan politik pemerintah merupakan hal yang paling penting dalam rencana penyelenggaraan BRT.

Seringkali suatu studi kelayakan awal sangat dianjurkan sebagai alat untuk memberikan gambaran kepada masyarakat dan pihak pengambil kebijakan bagaimana BRT bisa menjadi pilihan di kota, selanjutnya studi kelayakan diperlukan untuk melakukan analisa lebih lanjut mengenai kelayakan pilihan terhadap BRT.

Idealnya rencana BRT merupakan hasil dari suatu perencanaan transportasi makro (masterplan transportasi) yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan kota.

Perencanaan transportasi harus dimulai dengan analisa terhadap kondisi eksisting dan proyeksi demand di seluruh koridor, dan selanjutnya diberikan analisa terhadap alternatif untuk melayani perjalanan dengan sebesar-besarnya keuntungan dan biaya sekecilnya dengan sumber daya yang tersedia. Keseluruhan proses tersebut harus melibatkan partisipasi seluruh stakeholder.

Page 4: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

4

1. RENCANA PROYEK- I de proyek - Komitmen Politik- Penjabaran Visi

2. PILIHAN TEKNOLOGI- Pengenalan berbagai pilihan sarana - Kriteria pemilihan- Penentuan keputusan

3. PENTAHAPAN PROYEK- Landasan hukum - Penyusunan Tim

4. ANALISA DEMAND- Pengumpulan data - Pemilihan sistem- Analisa dengan metoda cepat- Analisa dengan pemodelan

5. SOSIALISASI- Analisa stakeholder- Operator angkutan eksisting- Lembaga masyarakat- Partisipasi masyarakat

6. PEMILIHAN KORIDOR- I dentifikasi koridor- Analisa koridor- Pemilihan jalur- Membandingkan jaringan

7. PENGOPERASIAN I- Sistem terbuka atau tertutup- Pilihan-pilihan pelayanan- Desain rute

8. PENGOPERASIAN II- Kapasitas koridor- Kecepatan rencana- Persimpangan

9. PELAYANAN PENUMPANG- J umlah jam pengoperasian- Petunjuk rambu dan peta- Profesionalisme- Keselamatan dan keamanan

10. INFRASTRUKTUR- J alur Bis, terminal, halte, depo dll- Pengintegrasian- Utilitas, lansekap

11. PENGINTEGRASIAN- Pejalankaki, sepeda, taxi, dll- Perencanaan tataruang

12. TEKNOLOGI- Teknologi kendaraan- Pengumpulan tarif- I TS

13. STRUKTUR

PERUSAHAAN- Transformasi preusahaan yang ada- Hubungan antar stake holder

14. KELEMBAGAAN- Pilihan pengaturan- Bentuk kelembagaan- Rencana penyusunan

15. BIAYA PENGOPERASIAN- Rincian biaya operasional- Pendistribusian pendapatan- Tarif

16. BIAYA INFRASTRUKTUR- Rincian biaya infrastruktur- Biaya pembebasan lahan/bangunan

17. PEMBIAYAAN- Pilihan pembiayaan- Pembiayaan oleh masyarakat- Pembiayaan oleh swasta

18. PEMASARAN- Penamaan sistem- Logo dan slogan- Strategi kampanye

19. ANALISA DAMPAK- Dampak lalu-lintas- Dampak ekonomi, lingkungan, sosial, perkotaan

20. RENCANA PELAKSANAAN- Pilihan pembiayaan- Pembiayaan oleh masyarakat- Pembiayaan oleh swasta

I. PERSIAPAN PROYEK

II. PERENCANAAN

III. RENCANA USAHA

IV. EVALUASI DAMPAK

V. PELAKSANAAN

Gambar 2.2 : PROSES PERENCANAAN BRT

Proses perencanaan BRT pada umumnya bisa diselesaikan dalam waktu 12 sampai 18 bulan. Rangkuman proses perencanaan BRT1 secara lengkap disajikan di bawah ini.

Pada rangkuman gambar 2 diidentifikasikan lima aktivitas utama proses penyelenggaraan BRT, yaitu :

1. Tahap persiapan proyek;

2. Tahap perencanaan sistem;

3. Tahap perencanaan usaha;

4. Tahap analisa dampak; dan,

5. Tahap pelaksanaan.

Bagaimanapun, proses perencanaan BRT merupakan suatu proses berulang. Selain dari itu juga ada suatu interaksi diantara tahapan yang berbeda dan beberapa aktivitas sangat tergantung dari aktivitas

1 ITDP BRT Planning Guide

Gambar : Bagan PROSES PERENCANAAN BRT

Page 5: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

5

lainnya. Sebagai contoh, analisa finansial harus mengikuti hasil perencanaan infrastruktur dan pemilihan teknologi, dan penentuan rute membawa dampak pada pemilihan desain jalur Bis.

Beberapa skenario berbeda mungkin bisa dicoba untuk mendapatkan suatu hasil yang optimal. Meskipun demikian terlalu banyak alternatip akan mengakibatkan pemborosan waktu dan biaya perencanaan yang pada akhirnya akan menunda pelaksanaan penyelenggaraan BRT.

1. Tahan Persiapan ProyekTahapan persiapan proyek diawali dengan tahapan pra-studi kelayakan yang meliputi kegiatan-

kegiatan sebagai berikut : Identifikasi koridor utama angkutan umum; Kajian studi-studi angkutan umum dan profil kebutuhan angkutan umum; Estimasi kasar potensi keuntungan dari sistem angkutan umum baru (pengaruh terhadap lalu-

lintas, ekonomi, lingkungan, sosial, dan bentuk perkotaan); Studi banding ke penyelenggara BRT di kota-kota lain; Membuat simulasi model untuk memperlihat bagaimana penerapan sistem baru.

Tahapan ini pada dasarnya hanya menyampaikan ide perbaikan angkutan umum kepada pihak pengambil keputusan.

Tahap selanjutnya adalah studi kelayakan yang memberikan kajian secara lebih detail mengenai beberapa hal sebagai berikut :

Perkiraan besarnya proyek (mis : panjang koridor); Proyeksi jumlah penumpang yang menggunakan sistem; Perkiraan biaya; Perkiraan keuntungan ekonomi (penghematan waktu, penghematan penggunaan bahan bakar,

pengurangan emisi, peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan, dsb)

2. Tahap Perencanaan SistemTahapan perencanaan sistem meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:

Analisa Kebutuhan (Demand analysis)

Profil kebutuhan perjalanan (transport demand) harian Kota merupakan dasar dari desain sistem BRT. Pemahaman terhadap besarnya kebutuhan penumpang dan lokasi naik-turun penumpang sepanjang koridor sangat dibutuhkan oleh perencana dalam mensinergikan antara rencana sistem dan kebutuhan penumpang.

Ada dua metoda yang bisa dipergunakan untuk mengestimasi kebutuhan penumpang yaitu : 1.) Metoda Penghitungan Cepat (Quick assessment method); 2.) Metoda Pemodelan (Assessment with a full transportation model).

Metoda penghitungan cepat merupakan metoda untuk estimasi secara kasar dalam waktu yang relatif pendek. Dalam hal ini penghitungan lalu-lintas dikombinasikan dengan naik-turun angkutan umum. Pada umumnya perkiraan kasar kebutuhan angkutan umum diperoleh dari penumpang angkutan umum yang ada ditambah dengan penumpang baru dari angkutan pribadi ( mis : 10 % ). Meskipun demikian, sebuah kota untuk kebutuhan perencanaan yang lebih besar memerlukan penghitungan kebutuhan angkutan umum berdasarkan metoda pemodelan.

Pemilihan Koridor (Corridor selection)

Pemilihan koridor pada umumnya didasarkan kepada banyak faktor, antara lain kebutuhan penumpang, jaringan angkutan umum, karakteristik jalan, kemudahan pelaksanaan, biaya, pertimbangan politis dan aspek sosial.

Sebagai tahap awal proyek biasanya dipilih koridor dengan asal dan tujuan yang paling diminati, karena pemilihan koridor yang kurang diminati akan beresiko kegagalan.

InfrastrukturBanyak faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam melakukan perencanaan infrastruktur.

Diantara faktor-faktor tersebut antara lain : biaya, fungsi, kondisi iklim, estetika, dan budaya.Desain infrastruktur harus meliputi keseluruhan komponen sistem yaitu :

Jalur bis (busways), Pemberhentian (stations), Perpindahan rute (intermediate transfer stations),

Page 6: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

6

Pemberhentian Akhir (terminals), Depo (depots), Pusat Pengendalian (control centres), Pengontrol lalu-lintas (traffic control signals), integration facilities, Fasilitas umum (public utilities), dan Lansekap (landscaping).

Desain fisik dari sistem akan mengikuti karakteristik operasional dan pelayanan yang ditentukan. Sistem BRT paling sederhana membutuh lebar jalur minimal 3,5 m, dengan lebar Halte 2,5 sampai 5,00 m. Sehingga kebutuhan total untuk sistem BRT paling sederhana adalah 10 sampai 13 m. Sedangkan sistem BRT dengan jalur menyiap (express service) membutuhkan paling tidak 20 m untuk jalur BRT saja. Sehingga untuk kawasan dengan lebar jalan terbatas misalnya di pusat kota memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus, misalnya menggunakan jalur median, pelebaran jalan, jalan khusus BRT, jembatan layang atau bercampur dengan lalu-lintas lainnya.

Pemilihan material aspal atau beton sebagai bahan konstruksi jalur bis akan menentukan kinerja dan biaya pemeliharaan untuk jangka panjang. Pada umumnya, material beton dipilih untuk lokasi-lokasi pemberhentian.

Tempat-tempat pemberhentian harus didesain tidak hanya berdasarkan pertimbangan fungsional saja tetapi juga pertimbangan kenyamanan dan pelayanan penumpang. Profil banyak sistem BRT sangat ditentukan oleh desain kreatif arsitektur dari Tempat Pemberhentiannya.

Terminal harus memiliki ukuran yang cukup untuk melayani perpindahan penumpang dari “feeder” ke jalur utama dan sebaliknya. Demikian juga, areal depo harus direncanakan untuk bisa melayani kebutuhan Bis untuk pengisian bahan bakar, pembersihan, perawatan dan perbaikan juga parkir.

Pusat pengendalian (control centre) akan mengikuti sistem pengendalian yang mengatur waktu pelayanan penumpang dan bila terjadi hal-hal darurat dalam pengoperasian.

Pengintegrasian terhadap Sistem PerkotaanSistem BRT merupakan bagian dari sistem perkotaan secara keseluruhan. Sistem BRT akan

sangat efektif apabila terintegrasi secara penuh dengan keseluruhan pilihan moda transportasi yang ada.Hakekat sistem BRT tidaklah hanya berhenti sampai di Tempat Pemberhentian, akan tetapi lebih

luas dari itu yaitu mengantarkan penumpang di tujuan akhir perjalanannya. Jika pemumpang tidak memperoleh kenyamanan atau kemudahan menuju Tempat Pemberhentian, penumpang akan enggan menggunakan BRT.

Tahap awal untuk memperoleh sistem BRT yang efektif adalah menyediakan akses yang baik menuju sistem BRT. Diantara bentuk akses tersebut adalah fasilitas pejalan kaki yang berkualitas dengan ciri-ciri sebagai berikut : berhubungan langsung dengan sistem, memiliki estetika, kemudahan bergerak, kemudahan informasi, keselamatan dan keamanan. Pada umumnya penumpang lebih menyukai fasilitas pejalan kaki sebidang dibandingkan dengan jembatan penyeberangan atau terowongan.

Pengintegrasian sistem BRT juga bisa dilakukan terhadap moda angkutan Mikrolet, Taxi atau kendaraan tak bermotor, misalnya Sepeda atau Becak.

Perencanaan Teknik DetailPerencanaan teknik dimulai jika salah satu komponen sistem BRT sudah ditentukan. Setiap

bagian sistem BRT memerlukan perlakuan desain berbeda. Pada umumnya dipergunakan perangkat lunak desain untuk efisiensi sumber daya dan hasil desain yang lebih akurat.

Selanjutnya hasil desain teknis akan dipergunakan sebagai dasar bagi proses pelelangan infrastruktur.

3. Perencanaan UsahaMenemukan keseimbangan yang benar antara sektor publik dan sektor swasta adalah tujuan

jangka panjang yang hendak dicapai dengan penerapan sistem BRT. Perencanaan usaha ditujukan untuk merencanakan hubungan antara sektor publik dan sektor

swasta dalam bentuk kontrak. Suatu perencanaan detail tentang biaya operasional akan sangat membantu dalam memperkirakan demand penumpang dan tingkat tarif yang bisa dihasilkan sistem tanpa harus membutuhkan subsidi. Tujuan utama perencanaan usaha adalah mengupayakan insentif bagi operator sektor swasta sebagai motivasi agar memberikan pelayanan yang sesuai standar BRT.

Dalam banyak kasus, pembentukan lembaga baru sebagai perencana dan pelaksana sangat efektif dalam membentuk sistem angkutan yang baru. Selain itu pembentukan lembaga baru juga akan memutus mata rantai permasalahan dan keterbatasan dari sistem lama.

Page 7: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

7

Sistem BRT disebut sebagai yang terbaik dengan kualitas pelayanan tinggi bukan hanya karena sarana dan prasarana (Bis, Tempat Pemberhentian, Jalur Bis dan infrastruktur lainnya), akan tetapi dikarenakan BRT memberikan sesuatu yang baru dalam cara mengelola dan mengatur angkutan umum.

Investasi infrastruktur oleh Pemerintah merupakan salah satu cara untuk bernegosiasi dengan Operator agar memberikan palayanan yang lebih baik. Pelayanan Bis secara tradisional biasanya dilakukan oleh satu perusahaan secara monopoli atau oleh ribuan orang yang secara individual sebagai operator. Di dalamnya tidak terdapat suatu sistem pengelolaan yang bisa memberikan pelayanan yang berkualitas dan bebas dari subsidi.

Banyak pengalaman mengindikasikan bahwa pengaturan pada sektor publik dan swasta bisa memberika hasil yang optimal kepada operator maupun pengguna angkutan umum. Suatu sistem pengoperasian yang dihasilkan dari pemberian konsesi melalui tender yang kompetitif (competitively-tendered concessions) akan menghasilkan suatu sistem yang memberikan keuntungan dan pelayanan kepada pengguna secara benar.

Pada umumnya sistem pembayaran kepada operator adalah dengan pembayaran jumlah kilometer yang dijalani (paid by the number of kilometres travelled) dari pada dengan jumlah penumpang. Operator akan memperoleh pembayaran dan juga pengurangan tergantung kepada kinerja dari pelayanannya. Sistem ini kan memungkinkan Operator berkonsentrasi penuh kepada kualitas pelayanannya.

Di negara-negara yang sedang berkembang, sistem BRT seharusnya direncanakan dengan tanpa subsidi dalam pengoperasiannya. Dengan pemahaman yang hati-hati terhadap komponen biaya operasional dan penghasilan yang diharapkan dari tingkat harga tiket yang terjangkau, suatu rumusan biaya akan bisa disusun untuk menguntungkan semua pihak.

Rencana Pendanaan

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun sistem BRT akan diketahui setelah proses rencana detail fisik diperoleh. Tidak seperti sistem-sistem angkutan umum lainnya, sistem BRT layak dan mampu dikembangkan di banyak kota. Dengan alasan besarnya biaya, beberapa kota menjajaki kemungkinan pembiayaan dari pihak luar.

Rencana Pemasaran

Salah satu faktor penting yang harus diputuskan di dalam pembangunan sistem adalah menentukan nama dan penampilan sistem. Suatu strategi promosi yang tepat akan sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi masyarakat terhadap BRT, tingkat kepercayaan dan jumlah penumpang.

4. Tahap Analisa Dampak

Tahapan analisa dampak meliputi analisa terhapap dampak ekonomi, lalu-lintas, lingkungan, sosial, dan pembangunan perkotaan. Analisa tersebut harus dilakukan secara akurat, karena hasilnya akan dipergunakan oleh pengambil kebijakan untuk menentukan pembangunan sistem secara keseluruhan. Selanjutnya, pada saat sistem telah beroperasi perlu ditindak lanjuti dengan perencanaan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja sistem dan sumbangannya terhadap perbaikan kawasan perkotaan secara keseluruhan.

5. Tahap Pelaksanaan

Setelah proses perencanaan selesai maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pembangunan seluruh komponen sistem. Karena tujuan utama proses perencanaan BRT tidak hanya menghasilkan sebuah rencana, lebih dari itu adalah untuk menghasilkan suatu sistem yang benar-benar terbangun.

Untuk mempersiapkan proses pembangunan, suatu rencana pelaksanaan yang berisikan target waktu, jadual pelaksanaan, prosedur kontrak harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.

SISTEM PENGOPERASIAN BRT

Desain pengoperasian BRT tergantung dari kualitas pelayanan yang hendak diberikan dan keberlanjutan pembiayaannya. Sebagai pengembangan, untuk suatu struktur pengembangan usaha pada umumnya mendefinisikan sistem BRT menjadi Sistem Tertutup (Closed System) dan Sistem Terbuka (Open System).

Page 8: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

8

Di dalam sistem tertutup (closed system), dilakukan pembatasan terhadap jumlah operator dan jumlah kendaraan yang ada dalam suatu koridor (mis : Bogota, Curitiba dan Jakarta). Sedangkan pada sistem terbuka, pada umumnya mengijinkan operator eksisting untuk beroperasi (mis : Kunming dan Taipe). Dari penerapan kedua sistem tersebut menunjukkan bahwa sistem terbuka menunjukkan kinerja di bawah sistem tertutup.

Pendefinisian yang lain adalah berdasarkan sistem pengoperaisannya yaitu “Trunkfeeder system” dan “Direct services system”. Di dalam sistem “trunk-feeder” jenis kendaraan lebih kecil melayani wilayah dengan kepadatan lebih rendah sedangkan jenis kendaraan lebih besar melayani jalur utama. Sistem ini memerlukan terminal transfer, walaupun pada kenyataannya sistem ini memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Di sisi lain, sistem “direct services” pada umumnya menggunakan satu jenis kendaraan untuk menghubungkan wilayah pemukiman dengan kawasan perdagangan di dalam kota. Sistem ini mengurangi kebutuhan transfer, akan tetapi berpotensi meningkatkan biaya operasional.

Karakteristik yang menjadi ciri yang membedakannya dengan sistem Bis konvensional adalah Kapasitas dan Kecapatan. Sistem BRT berkapasitas tinggi dapat melayani tidak kurang dari 42,000 penumpang per jam per arah (Bogotá’s TransMilenio). Sistem BRT standar tanpa jalur untuk mendahului mampu melayani tidak kurang dari 13,000 penumpang per jam per arah. Kebanyakan sistem BRT mampu mencapai kecepatan 23 hingga 30 kilometer per jam. Kecepatan yang lebih tinggi bisa dicapai tergantung dari karakteristik rencana operasional, termasuk di dalamnya jumlah jalur pada pemberhentian, adanya jenis Bis yang hanya berhenti di tempat-tempat tertentu, rangkaian Bis dengan banyak pintu, lantai pemberhentian yang sejajar dengan lantai Bis, dan jarak pemeberhentian yang optimal.

Table di bawah ini memberikan perbandingan kapasitas puncak sistem BRT dibandingakna dengan sistem angkutan massal lainnya di beberapa kota.

Kapasitas Puncak Beberapa Sistem Angkutan Massal

Koridor JenisJumlah Penumpang

(Penumpang/jam/arah)Hong Kong Subway Metro 80,000São Paulo Line 1 Metro 60,000Mexico City Line B Metro 39,300Santiago La Moneda Metro 36,000London Victoria Line Metro 25,000Buenos Aires Line D Metro 20,000Bogotá TransMilenio BRT 42,000São Paulo 9 de julho BRT 34,910Recife Caxangá BRT 29,800Porto Alegre Assis Brasil BRT 28,000Belo Horizonte Cristiano Machado BRT 21,100Curitiba Eixo Sul BRT 10,640Jakarta, Indonesia BRT 12,000Manila MRT-3 Elevated rail 26,000Bangkok SkyTrain Elevated rail 22,000Kuala Lumpur Monorail Monorail 3,000Tunis LRT 13,400

Pada umumnya titik “bottleneck” pada sistem BRT terjadi di tempat pemberhentian. Suatu mekanisme untuk mengurai kemacetan di tempat pemberhentian dan mempercepat waktu penumpang naik dan turun akan sangat mempengaruhi kecepatan dan kapasitas sistem secara keseluruhan.

CONTOH SUKSES PENYELENGGARAAN BRT

Banyak Kota telah berhasil mengimplementasikan sistem BRT sebagai alternatif penyelesaian permasalahan angkutan umum. Berikut ini beberapa kota yang telah sukses menyelenggarakan sistem BRT.

Benua Negara KotaAsia China Beijing

Indonesia JakartaKorea Selatan Seoul

Eropa Perancis Paris (Mobilien)

Page 9: Angkutan Massal Perkotaan Berbasis Jalan Raya

9

Amerika Latin dan Karibia Brazil Curitiba, Porto Alegre (EPTC), São Paulo(Interligado)

Chile Santiago (Transantiago)Colombia Bogotá (TransMilenio)Ecuador Quito (Trolé, Ecovía, Central Norte)Mexico León (Optibus SIT), Mexico City

(Metrobús)Amerika Utara Amerika Serikat Boston (Silver Line)

Ukuran sukses penyelenggaraan sistem BRT di beberapa kota tersebut bisa dilihat dari penyelenggaran sistem angkutan massal perkotaan secara keseluruhan sebelum dan setelah sistem BRT dipergunakan. Sebelum sistem BRT dipergunakan, di kota-kota tersebut sistem angkutan umum dikelola dengan sangat tidak efisien, pelayanan buruk dan secara umum memberikan sumbangsih pada buruknya sistem perkotaan.

Hal tersebut berubah dengan sangat nyata sejak sistem BRT dipergunakan, angkutan umum menjadi sangat manusiawi, efisien dan sistem perkotaan secara umum menjadi sangat tertata.

DAFTAR PUSTAKA

Robertson, Douglas, Hummer, Joseph and Nelson, Donna, (1994), Manual of Transportation Engineering Studies, Prentice Hall, Inc, New Jersey 07632.

Wright, Lioyd and Hook, Walter, (2006), Bus Rapid Transit Planning Guide, 3rd edition, The William and Flora Hewlett Foundation Global Environment Facility / United Nations Environment Programme Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenzarbeit (GTZ) GmbH, New York.