anestetik inhalasi dan intravena

14
1. Anestetik Inhalasi a. Farmakokinetika Kedalaman anestesi ditentukan dari kadar anestetik di dalam sistem syaraf pusat. Kecepatan mencapai kadar di dalam jaringan otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) tergantung pada berbagai faktor farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan distribusi anestetika. Faktor – faktor ini menetukan perbedaan kecepatan transfer anestetika inhalasi dari paru – paru ke dalam darah dan dari darah ke otak serta jaringan – jaringan lain. Faktor ini pula nantinya akan mempengaruhi kecepatan pemulihan dari keadaan anestesia. Kecepatan suatu anestetika mencapai otak tergantung pada sifat kelarutan dari anestetika tersebut, kadarnya dalam udara yang dihirup, kecepatan ventilasi paru, aliran darah ke paru, dan perbedaan konsentrasi anestetika antara darah arteri dan campuran darah vena (tekanan parsial) (Trevor, 2002). b.Farmakodinamika Anestetika inhalasi secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sasaran utama dari berbagai anestetika umum ini adalah reseptor GABAA-kanal klorida, yaitu suatu mediator utama dari transmisi sinaps inhibitorik. Reseptor tersebut merupakan susunan pentametrik dari lima protein yang berasal dari beberapa subkelas polipeptida (Trevor, 2002). c.Anastetik Gas

Upload: eka-rizki-febriyanti

Post on 27-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

anastetik

TRANSCRIPT

Page 1: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

1. Anestetik Inhalasi

a. Farmakokinetika

Kedalaman anestesi ditentukan dari kadar anestetik di dalam sistem syaraf pusat.

Kecepatan mencapai kadar di dalam jaringan otak yang efektif (kecepatan induksi

anestesi) tergantung pada berbagai faktor farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan

dan distribusi anestetika. Faktor – faktor ini menetukan perbedaan kecepatan transfer

anestetika inhalasi dari paru – paru ke dalam darah dan dari darah ke otak serta jaringan –

jaringan lain. Faktor ini pula nantinya akan mempengaruhi kecepatan pemulihan dari

keadaan anestesia. Kecepatan suatu anestetika mencapai otak tergantung pada sifat

kelarutan dari anestetika tersebut, kadarnya dalam udara yang dihirup, kecepatan ventilasi

paru, aliran darah ke paru, dan perbedaan konsentrasi anestetika antara darah arteri dan

campuran darah vena (tekanan parsial) (Trevor, 2002).

b. Farmakodinamika

Anestetika inhalasi secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron

berbagai area di dalam otak. Sasaran utama dari berbagai anestetika umum ini adalah

reseptor GABAA-kanal klorida, yaitu suatu mediator utama dari transmisi sinaps

inhibitorik. Reseptor tersebut merupakan susunan pentametrik dari lima protein yang

berasal dari beberapa subkelas polipeptida (Trevor, 2002).

c. Anastetik Gas

Anastesi gas umumnya dapat memiliki potensi yang rendah sehingga hanya

digunakan untuk induksi dan operasi yang ringan. Anastesi gas tidaklah mudah larut di

dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan

antara efek anastesia dan efek letal cukup besar. Obat anastetik gas ini dapat dibagi

menjadi nitrogen monoksida dan siklopropan (S & Elysabeth, 2007).

1) Nitrogen monoksida

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa dan lebih berat dari udara. Nitrogen monoksida biasanya disimpan dalam

bentuk cairan bertekanan tinggi dalam tabung baja. Tekanan penguapan pada suhu

kamar yaitu kerang lebih 50 atmosfer. Anestetik ini selalu digunakan dalam

campuran dengan oksigen. Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, diekskresi

dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui kulit. Gas ini tidak

Page 2: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

mudah terbakar tetapi dapat dikombinasikan dengan zat anastetik yang mudah

terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan misalnya campuran eter dan nitrogen

monoksida (S & Elysabeth, 2007).

Potensi anatetik nitrogen monoksida kurang kuat tetapi stadium induksi dilewati

dengan cepat karena kelarutannya yang buruk dalam darah. Perbandingan nitrogen

monoksida dan oksigen yaitu 85:15 pada stadium induksi dapat dilewati dengan

cepat. Untuk mempertahankan anatesia biasanya digunakan perbandingan nitrogen

monoksida dan oksigen sebesar 70:30 tetapi bila digunakan nitrogen monoksida 65%

tanpa medikasi preanastetik penderita tidak dapat mencapai stadium eksitasi.

Relaksasi otot kurang baik sehingga untuk mendapatkan relaksasi yang cukup sering

ditambahkan obat pelumpuh otot (S & Elysabeth, 2007).

Nitrogen monoksida mempunyai efek analgesic yang baik dengan inhalasi 20%

nitrogen monoksida dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar

optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum yaitu kurang lebih 35%. Gas

ini sering digunakan pada partus yaitu dengan pemberian 100%. Nitrogen monoksida

pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan

kontraksi dan 100% oksigen pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya

hipoksia (S & Elysabeth, 2007).

Kadar nitrogen monoksida 80% hanya sedikit mendepresi kontraktilitas otot

jantung sehingga peredaran darah tidak terganggu. Efek pada pernapasan belum

diselidiki secara mendalam, dikatakan induksi dengan pentotal dan inhalasi nitrogen

monoksida menyebabkan berkurangnya responspernapasan terhadap karbon dioksda.

Pada anastesia yang lama, nitrogen monoksidadapat menyebabkan mual, muntah dan

lambat sadar. Gejala sisa hanya terjadi bila ada hipoksia atau alkalosis karena

hiperventilasi (S & Elysabeth, 2007).

2)Siklopropan

Siklopropan merupakan anastetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna,

lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas

ini mudah terbakar dan meledak sehingga digunakan dengan close method.

Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat

yaitu sekitar 2-3 menit. Stadium pembedahan tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-

Page 3: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dicapai

dengan kadar 20-35% volume dan tingkat 4 dicapai dengan kadar 35-50% volume.

Sedangkan pemberian dengan kadar 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa

hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang terkadang timbul maka

diberikan pentotal secara intravena sebelum inhalasi siklopropan (S & Elysabeth,

2007).

Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan

tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anastetik

terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu

fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistol atrium, ritme atrioventrikular dan ritme

begimi. Pemberian atropine IV dapat menimbulkan ekstrasistol ventrikel karena efek

katekolamin menjadi lebih dominan (S & Elysabeth, 2007).

Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi

perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap

sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul rasa mual, muntah dan

delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melali paru. Hanya 0,5%

dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk karbon dioksida dan air.

Siklopropan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek

analgesic digunakan 1-2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapai induksi

siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen sedangkan untuk dosis penunjang

digunakan 10-20% (S & Elysabeth, 2007).

d. Obat Anestesia yang mudah menguap

1) Dietil Eter

Diketahui selama beabad-abad karena penggunannya dahulu sebagai anestesi

pembedahan. Hal tersebut diketahui pada abad ke-8 oleh filsafat Arab, Jabri Ibnu

Hayyam atau mungkin oleh Raymond Lully, pada abad ke 13, seorang ahli kimia Eropa.

Tetapi, dietil eter baru pertama kali diketahui pada abad ke-16 oleh Valerius Cordus dan

Paracelcius (Anonim, 2009).

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran

yang bersifat reversibel. Status anestesi umum pada dasarnya mencakup analgesia,

amnesia, hilangnya kesadaran, terhambatnya refleks sensoris dan otonomik, serta dalam

Page 4: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

banyak kasus relaksasi otot. Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus

otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Hanya eter yang memiliki trias

anestesia (analgesia, hipnosis, dan relaksasi otot). Karena anestesi modern saat ini

menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan

perbagai macam obat. Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,

isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu.

Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant) (Trevor,

2002).

Eter yang terpenting adalah etil eter yang dalam kehidupan sehari-hari maupun

dalam perdagangan disebut eter. Kegunaan utama eter adalah sebagai pelarut dan obat

bius (anestesi) pada operasi. Etil eter adalah obat bius yang diberikan melalui pernapasan,

seperti halnya kloroform atau siklopropana. Eter merupakan cairan tidak berwarna,

mudah menguap, berbau khas mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, dan

dapat terurai oleh udara serta cahaya. Salah satu sifat eter mudah terurai oleh udara dan

cahaya hal tersebut berkaitan dengan konsentrasi anestesi dalam udara. Konsentrasi

anestesika inhalasi yang dihirup mempunyai efek langsung pada tekanan di dalam darah

arteri. Menurut hukum fick, meningkatnya konsentrasi anestesi yang dihirup akan

meningkatkan kecepatan induksi anestesi dengan jalan meningkatkan kecepatan transfer

di dalam darah (Trevor, 2002).

Eter bisa menimbulkan efek samping diantaranya menyebabkan iritasi saluran napas,

merangsang sekresi kelenjar bronkus, menekan krontraktilitas otot jantung, mual dan

muntah. Penggunaan eter pada sistem semi tertutup dalam kombinasi dengan oksigen

atau N2O tidak dianjurkan pada pembedahan dengan tindakan kauriterisasi sebab ada

bahaya timbul ledakan, dan bila api mencapai paru pasien akan mati akibat jaringan yang

terbakar atau paru-parunya pecah (S & Elysabeth, 2007).

2) Chloroform

Nama lainnya yaitu trichloromathane, methane tricloride, tricloroform, methy

trichloride, dan formyl trichloride atau dengan formula molekulnya adalah CHCl3.

Chloroform sanagt baik dan cepat diabsorbsi, dimetabolis, dan dieliminasi oleh hewan

mamalia ataupun manusia baik melalui oral, inhalation, atau dermal exposure. Pada

manusia dosis tunggal cloroform secara oral adalah 0,5 dan 50-52% dapat diserap oleh

Page 5: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

tubuh dan melalui proses metabolisme diubah menjadi karbondioksida. Level puncak

dalam darah adalah hingga 1,5 jam dan memiliki waktu paruh 13 sampai dengan 90

menit. Chloroform dosis tunggal secara inhalasi adalah 5mg dan terserap dlaam tubuh

hingga 80% (Watts, 2004).

Secara umum, kloroform memunculkan gejala-gejala yang sama keracunan pada

manusia seperti di laboratorium hewan. Kloroform digunakan di masa lalu untuk

menginduksi (besar exposure 24-73 g/m3 udara) dan pada anstesi medis (besar exposure

12-48 g/m3 udara). Namun, praktek ini dihentikan karena menyebabkan kematian karena

pernapasan, aritmia jantung, dan gagal jantung. Pemberian chloroform dapat

menyebabkan anestesi, mual, histeris, muntah, ikterik, koma hepatikum, dan kerusakan

hati. Pada autopsi ditemukan hati nekrosis dan degenari sel. Selain itu ditemukan juga

renal tubular necrosisi hingga menimbulkan gagal ginjal (Watts, 2004).

3) Alkohol

Merupakan preparat yang paling cepat menimbulkan efek anestesi pada

praktikum dibandingkan dengan kloroform dan eter. Alkohol merupakan depresan

sistem saraf pusat. Pada kadar dalam darah yang tinggi alkohol menyebabkan koma,

depresi pernapasan dan kematian. Alkohol mempengaruhi sejumlah besar protein

membran yang berperan dalam tranduksi sinyal, termasuk reseptor-reseptor

neurotransmiter berbagai amine, asam amino dan opioid, enzim-enzim seperti Na/k

ATPase dan beberapa kanal ion Ca2+. Pada jantung akan mempengaruhi

kontraktilitas miolkard, sedangkan pada otot polos akan menyebabkan vasodilatasi

dan relaksasi langsung otot polos yang disebabkan oleh metabolitnya, yaitu

asetildehid. Efek farmakodinamik tersebutlah yang kemungkinan menyebabkan

alkohol lebih cepat menimbulkan efek anestesi (Watts, 2004).

Penggunaan alkohol akan berpengaruh pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler

dan gastrointestinal terutama pada penggunaan kronik. Pengaruh alkohol pada sistem

gastrointestinal yaitu dapat menyebabkan kerusakan hati, dapat meningkatkan sekresi

lambung dan pankreas serta merubah rintangan mukosa, sehingga akan meningkatkan

risiko terjadinya gastritis dan pankreatitis. Pengaruh pada sistem saraf yaitu akan

menyebabkan neurotoksisitas dan dapat terjadi defisit neurologi dan merusak

ketajaman visus. Pada sistem kardiovaskuler alkohol akan menyebabkan

Page 6: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

kardiomiopati dan menghambat proliferasi semua elemen seluler di dalam sumsum

tulang, serta mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit (Watts, 2004).

2. Anestetik intravena

Anestetik intravena banyak digunakan sebagai adjuvant bagi anestetik inhalasi maupun

sebagai anestetik tunggal karena tidak diperlukan peralatan yang rumit dalam

penggunaannya. Tujuan pemberian anestesi intravena adalah : (1) induksi anesthesia, (2)

induksi dan pemeliharaan anestesia pada tindak bedah singkat, (3) menambah efek

hipnosis pada anesthesia atau analgesia lokal, dan (4) menimbulkan sedasi pada tindak

medik (S & Elysabeth, 2007).

Anestesia intravena ideal adalah yang (1) cepat menghasilkan hipnosis, (2) memiliki efek

analgesia, (3) menimbulkan amnesia pasca-anestesia, (4) dampak buruknya mudah

dihilangkan oleh antagonisnya, (5) cepat dieliminasi oleh tubuh, (6) tidak atau sedikit

mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskular, dan (7) pengaruh farmakokinetiknya

tidak bergantung pada disfungsi organ (S & Elysabeth, 2007).

a. Barbiturat

Seperti anestesi inhalasi, barbiturat dapat menghilangkan kesadaran dengan cara

memfasilitasi pengikatan GABA-mimetik dengan langsung merangsang kanal

klorida. Barbiturat yang digunakan untuk anestesia ialah yang termasuk barbiturat

kerja sangat singkat, yaitu tiopental, metoheksital, dan tiamilal yang diberikan secara

infus (S & Elysabeth, 2007).

Pada penyuntika tiopental, mula-mula timbul hiperalgesia diikuti analgesia bila

dosis terus ditingkatkan, tetapi barbiturat bukan merupakan analgesik yang kuat.

Pasien yang mendapatkan tiopental kadang menggigil pascabedah karena pemulihan

suhu tubuh setelah anestesia. Hipotensi postural juga kadang terjadi (S & Elysabeth,

2007).

b. Ketamin

Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif

aman. Ketamin mempunyai sifat anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat

anelgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral.

Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonus sedikit

meninggi (S & Elysabeth, 2007).

Page 7: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15

detik pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesia

disosiatif. Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil,

salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot.

Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahap sampai 40 menit,

sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam. Pada masa pemulihan, dapat terjadi

emergence phenomenon yang merupakan kelainan psikis berupa disorientasi, ilusi

sensoris, ilusi perseptif dan mimpi buruk. Kejadian fenomena ini dapat dikurangi

dengan pemberian diazepam 0,2-0,3 mg/kgBB 5 menitsebelum pemberian ketamin

(S & Elysabeth, 2007).

Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-5 mg/kgBB IM. Stadium

depresi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anatesia dapat diberikan

dosis 25-100 mg/kgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit (S &

Elysabeth, 2007).

c. Droperidol dan Fentanil

Fentanil dan droperidol tersedia dalam kombinasi tetap yang mengantuk fentanil

sitrat 0,05 mg per mL, untuk digunakan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik

dan anestesia neuroleptik. Doperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada

pasien yang dengan anastesia umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna (S &

Elysabeth, 2007).

Droperidol mula kerjanya lambat (10-15 menit) dengan masa kerja panjang,

sebaliknya fentanil mula kerjanya cepat (2 menit) dan masa kerjanya pendek, maka

sebenarnya dapat dilakukan pemberian secara terpisah. Caranya, induksi dimulai

dengan dosis tunggal properidol (0,15 mg/kgBB), 6-8 menit kemudian diberi fentanil

(0,002-0,003 mg/kgBB) yang dapat diulang setiap 6-8 menit (S & Elysabeth, 2007).

Efek samping droperidol berupa perangsangan ekstrapiramidal dan gerak otot

spontan dapat terjadi walaupun lama setelas anatesia di hentikan, tetapi efek samping

ini bersifat swasirna dan dapat diatasi dengan atropin (S & Elysabeth, 2007).

d. Diazepam

Obat ini dapat menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai

nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Obat ini juga tidak

Page 8: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuskular dan efek

analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada

anestesia regional, endoskopi, dan prosedur dental, serta untuk induksi anestesia pada

penderita penyakit kardiovaskular (S & Elysabeth, 2007).

Diazepam IV segera didistribusikan ke otak tetapi efeknya baru tampak setelah

beberapa menit. Kadarnya segera turun karena ada redistribusi, tetapi sedasi sering

muncul lagi setelah 6-8 jam akibat adanya penyerapan ulang diazepam yang dibuang

melalui empedu. Masa paruh diazepam memanjang dengan meningkatnya usia, kira-

kira 20 jam pada usia 20 tahun, dan kira-kira pada 90 jam pada usian 80 tahun (S &

Elysabeth, 2007).

Dosis diazepam untuk induksi ialah 0,1-0,5 mg/kgBB. Pada orang sehat dosis

diazepam 0,2 mg/kgBB sebagai medikasi pra-anastetik yang dibiarkan bersama

narkotik analgesik sudah menyebabkan tidur. Pada pasien dengan resiko tinggi hanya

dibutuhkan 0,1-0,2 mg/kgBB. Untuk menimbulkan sedasi, penambahan 2,5 mg

diazepam tiap 30 detik diberikan sampai pasien tidur ringan atau terjadi nistagmus,

ptosis, atau gangguan bicara. Umumnya diburuhkan 5-30 mg untuk sedasi ini (S &

Elysabeth, 2007).

Page 9: Anestetik Inhalasi Dan Intravena

Anonim. 2009. History of Anesthesia. http://www.docstoc.com/docs/7804135/History-of-

anesthesia/ . Diakses tanggal : 2 1 Maret 2011.

S, Z. D., & Elysabeth. 2007. Anastetik Umum. In Farmakologi dan Terapi (pp. 122-138).

Jakarta: FK UI.

Trevor, Anthony J & Paul F. White. 2002. Dalam : Farmakologi Dasar dan Klinik Bertram G.

Katzung Buku 2. Edisi delapan. Jakarta : Salemba Medika.

Watts, Petter. 2004. Chloroform. United Nations Environment Programme, the International

Labour Organization, and the World Health Organization, and produced within the

framework of the Inter-Organization Programme for the Sound Management of Chemicals.

WHO: Geneva