anestesi spinal

30
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit selamamelakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Tipe anestesi ada 3 macam, yaitu general anestesi (anestesi umum), regional anestesi dan lokal anestesi. Tindakan anestesi dapat disesuaikan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3- L4 atau L4-L5. Prostatektomi adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat jaringan tumor pada prostat. Tipe anestesi yang dapat diberikan pada pasien yang akan dilakukan prostatektomi yaitu regional anestesi (Sub Arachnoid Block). Dalam anestesi yang harus diperhatikan adalah vital sign yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan respirasi .Salah satu tanggung jawab 1

Upload: nyoman-arya-adi-wangsa

Post on 22-Oct-2015

98 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

sa

TRANSCRIPT

Page 1: Anestesi Spinal

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit

selamamelakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang

menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Tipe anestesi ada 3 macam, yaitu general

anestesi (anestesi umum), regional anestesi dan lokal anestesi. Tindakan anestesi

dapat disesuaikan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.Anestesi spinal

(subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat

anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut

juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal

dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang

subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Prostatektomi adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat jaringan

tumor pada prostat. Tipe anestesi yang dapat diberikan pada pasien yang akan

dilakukan prostatektomi yaitu regional anestesi (Sub Arachnoid Block). Dalam

anestesi yang harus diperhatikan adalah vital sign yang meliputi tekanan darah,

denyut nadi, suhu tubuh dan respirasi .Salah satu tanggung jawab utama dari

seorang ahli anestesi respirasi yang adekuat bagi pasien.

Tujuan dari laporan kasus ini adalah menyajikan informasi mengenai

regional anestesi (Sub Arachnoid Block) pada pasien yang akan dilakukan

prostatektomi. Diharapkan dapat memberikan premedikasi yang tepat dan

menangani komplikasi yang bisa terjadi selama operasi pada pasien yang

dilakukan anestesi spinal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1

Page 2: Anestesi Spinal

2.1. Definisi

            Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat

anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut

juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan

bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di

daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5

2.2 Anatomi

Gambar 1. Anatomi Vertebrae Lumbal

Kolumna vertebralis terdiri dari :

7 vertebra servikalis

12 Vertebrae thorakalis

5 Vertebrae lumbal

5 Vertebrae sacral

4 Vertebrae coccygeus

Garis lurus yang menghubungkan kedua krista iliaca tertinggi akan

memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5. Medulla spinalis

diperdarahi oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Untuk

mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus: kulit

2

Page 3: Anestesi Spinal

subkutis lig.supraspinosusm lig.supraspinosum lig.flavum ruang

epudiral duramater ruang subarakhnoid.

Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu durameter,

arakhnoid, dan piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu:

Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara arakhnoid dan

piameter. Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel, saraf spinalis, dan cairan

serebrospinal.

Ruang subdural merupakan suatu ruangan yang batasnya tidak jelas, yaitu

ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arachnoid.

Ruang epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh

durameter dan ligamentum flavum.

Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L1 atau L2

pada orang dewasa. Pada anak-anak medulla spinalis berakhir pada L3.Dibawah

level ini elemen saraf berupa akar-akar saraf yang keluar dari conus medularis

yang sering disebut dengan cauda equine, terendam dalam cairan serebrospinal.

Spinal anestesi biasanya diinjeksikan pada level yang lebih rendah dari L2 untuk

menghindari trauma pada medulla spinalis. Dibawah L2 serabut saraf lebih

mobile, melayang-layang sehingga terhindar dari trauma jarum spinal.Sacus dura,

ruang subarakhnoid dan subdural biasanya mencapai S2 pada dewasa dan sering

sampai S3 pada anak-anak.

2.3.Teknik Anestesi Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis

tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas

meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi

pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan

menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal

adalah sebagai berikut :

1. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.

Beri bantal kepala,selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang

stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah

teraba. Posisi lain adalah duduk.

3

Page 4: Anestesi Spinal

2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan

pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-

3ml.

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,

25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G

dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa 10cc.

Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,

kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum

tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum

(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring

bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor

yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi

menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit

berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi

aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda

yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar

arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat

dimasukan kateter.

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum

dewasa ± 6cm.

2.4 Indikasi dan KontraindikasiAnestesi Spinal

Indikasi

4

Page 5: Anestesi Spinal

Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk

pembedahan ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-

perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah.

Kontraindikasi

Kontraindikasi absolut; pasien menolak, infeksi pada tempat suntikan,

hipovolemia berat, syok, koagulopati/mendapat terapi antikoagulan, tekanan

intrakranial meninggi, fasilitas resusitasi minim, kurang pengalaman/tanpa

didampingi konsultan anestesi.

Kontraindikasi relatif; infeksi sistemik (sepsis, bakteremi), infeksi sekitar

tempat suntikan, kelainan neurologis, kelainan psikis, bedah lama, penyakit

jantung, hipovolemia ringan, nyeri punggung kronis.

2.5Komplikasi dan Penanganan

Komplikasi dini, yaitu:

1. hipotensi

2. blok spinal tinggi /total

3. mual dan muntah

4. penurunan panas tubuh

Komplikasi lanjut, yaitu:

1. Post dural Puncture Headache (PDPH)

2. nyeri punggung (Backache)

3. cauda equine sindrom

4. meningitis

5. retensi urine

6. spinal hematom

7. kehilangan penglihatan pasca operasi

Hipotensi

Paling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan bersifat individual.

Mungkin akan lebih bertahan pada pasien dengan hipovolemia. Biasanya terjadi

5

Page 6: Anestesi Spinal

pada menit ke 20 setelah injeksi obat local anestesi. Derajat hipotensi

berhubungan dengan kecepatan masuknya obat local anestesi ke dalam ruang sub

arakhnoid dan meluasnya blok simpatis.

Hipovolemia

Dapat menyebabkan depresi serius sistem kardiovaskuler selama spinal

anestesi karena pada hipovolemia tekanan darah dipelihara dengan peningkatan

simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi perifer. Merupakan kontraindikasi

relative anestesi spinal, tetapi jika normovolemi dapat dicapai dengan penggantian

volume cairan maka spinal anestesi bias dikerjakan pada pasien hamil. Sensitif

terhadap blockade simpatis dan hipotensi, hal ini karena obstruksi mekanis venous

return sehingga pasien hamil harus ditempatkan pada posisi miring lateral segere

setelah spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava. Pada pasien tua

dengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering terjadi hipotensi dibanding

dengan pasien muda.

Pencegahan

Pemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena sebelum anestesi

spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi atau preloading dengan 1-5 L cairan

elektrolit atau koloid digunakan secara luas untuk mencegah hipotensi.

Terapi

Autotransfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan

pemberian preload

Bradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik

Jika hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan, maka vasopresor

langsung atau tidak langsung dapat diberikan seperti efedrin dengan dosis 5-

10 mg bolus iv

Efedrin merupakan vasopresor tidak langsung, meningkatkan kontraksi otot

jantung (efek sentral) dan vasokonstriktor (efek perifer)

Blokade Total Spinal

6

Page 7: Anestesi Spinal

Total spinal : blockade medulla spinalis smapai ke servikal oleh suatu obat

local anestesi. Factor pencetus : pasien menghejan, dosis obat local anestesi yang

digunakan, posisi pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik. Sesak napas

dan sukar bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi disertai

mual,muntah, precordial discomfort dan gelisah. Apabila blok semakin tinggi

penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika

tidak ditolong akan terjadi henti jantung.

Penanganan

Usahakan jalan napas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan napas lewat

face mask.

Jika depresi pernapasan makin beratperlu segera dilakukan intubasi

endotrakeal dan control ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat.

Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi

henti jantung.

Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah

hipotensi.

Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus

dihindari maka pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin

dan sulfas atropine.

Mual Muntah

Terjadi karena :

Hipotensi.

Adanya aktifitas parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristalyik

usus.

Tarikan nervus dan pleksus khususnya N vagus

Adanya empedu dalam lambungoleh karena relaksasi pylorus dan spincter

ductus biliaris

Factor psikologis

Hipoksia

7

Page 8: Anestesi Spinal

Penanganan

Untuk menangani hipotensi : loading cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid atau

Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv

Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia

Dapat juga diberikan anti emetic

Shivering (penurunan panas tubuh)

Sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas oleh metabolisme

berkurang.

Vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya

hipotermi.

Penanganan

Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas

Post Dural Puncture Headache (PDPH)

Disebabkan adanya kebocoran LCS akibat tindakan penusukan jaringan

spinal yang menyebabkan penurunan tekanan LCS. Akibatnya terjadi

ketidakseimbangan pada volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi

kecepatan produksi. LCS diproduksi oleh pleksus choroideus yang terdapat dalam

system ventrikel sebanyak 20 ml per jam. Kondisi ini akan menyebabkan tarikan

pada struktur intracranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuiluh darah,

saraf, falk serebri dan meningen dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan

LCS sekitar 20 ml. Nyeri akan meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang

bila berbaring, hal ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke

bawah dan saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorak dan akan

melindungi otak sehingga nyeri berkurang.

PDPH ditandai dengan:

Nyeri kepala yang hebat

Pandangan kabur dan diplopia

Mual dan muntah

Penurunan tekanan darah

8

Page 9: Anestesi Spinal

Onset terjadinya adalah 12-48 jam setelah prosedur spinal anestesi

Pencegahan dan Penanganan

Hidrasi dengan cairan yang kuat

Gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum

non cutting pencil point

Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang

Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal durameter

Mobilisasi seawall mungkin

Gunakan pendekatan paramedian

Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya

diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian

cairan intravena maupun oral, oksigenasi adekuat

Pemberian sedasi atau analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg

peroral atau kafein benzoate 500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID

Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembentukan LCS

Jika nyeri kepala menghebat dilakukan prosedur khusus Epidural Blood Patch

a. Baringkan pasien seperti prosedur epidural

b. Ambil darah vena antecubiti 10-15 ml

c. Dilakukan pungsi epidural kemudian masukan darah secara pelan-pelan

d. Pasien diposisikan supine selama 1 jam kemudian boleh melakukan

gerakan dan mobilisasi

e. Selama prosedur pasien tidak boleh batuk dan menghejan

Nyeri punggung

Tusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan ligamentum dapat

menyebabkan nyeri punggung.Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang

menyertai anestesi umum, biasnya bersifat ringan sehingga analgetik post operatif

biasanya bias menutup nyeri ini. Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi

9

Page 10: Anestesi Spinal

dapat menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal anestesi. Rasa

sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan

sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif.Adakalanya spasme otot

paraspinosusmenjadi penyebab.

Penanganan

Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas

pada daerah nyeri dan analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan

benzodiazepine akan sangat berguna.

Cauda Equina Sindrom

Terjadi ketika cauda equine terluka atau tertekan.Tanda-tanda

meliputi.Penyebab adalah traum adan toksisitas. Ketika terjadi injeksi yang

traumatic intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki

LCS, bahan-bahan ini bias menjadi kontaminan sepeti deterjen atau antiseptic atau

bahan pengawet yang berlebihan.

Penanganan

Penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda

equine merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain

menghindari trauma pada cauda equine waktu melakukan penusukan jarum spinal.

Retensi urin

Blockade sentral menyebabkan atonia vesika urinaria sehinggga volume

urine di vesika urinaria jadi banyak.Blockade simpatis eferen (T5-

L1)menyebabkan kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin.Spinal

anestesi menurunkan 5 -10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak

pada pasien hipovolemia.Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat

diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut ototnomik kecil dan

paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar.

Meningitis

10

Page 11: Anestesi Spinal

Munculnya bakteri pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika

penanganan klinis dilakukan dengan baik.Meningitis aseptic mungkin

berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi dan telah dideskripsikan tetapi jarang

terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni local yang

memadai.

Pencegahan

Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang

betul-betul steril

Menggunakan jarum spional sekali pakai

Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik

Spinal hematom

Meski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar

bagi klinis karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologist

yang membahayakan.Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di

medulla spinali.Dapat secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan

neoplastic.Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan

penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik neurologist dan

paraplegi.Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnyameliputi

:

1. mati rasa

2. kelemahan otot

3. kelainan BAB

4. kellainan sfingter kandung kemih

5. sakit pinggang yang berat

faktor resiko : abnormalitas medulla spinalis, kerusakan hemostasis,

kateter spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan vesikuler, penusukan berulang-

ulang.Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera

dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli saraf.Banyak perbaikan neurologist pada

pasien spinal hematomyang segera mendapatkan dekompresi pembedahan

(laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.

11

Page 12: Anestesi Spinal

2.6 Obat Anestesi Spinal

Berat jenis cairan serebrospinal (CSS/LCS) pada suhu 37C ialah 1.003 –

1.008. anestetik lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS/LCS disebut

isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari pada CSS/LCS

disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari pada

CSS/LCS disebut hipobarik.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan yaitu jenis hiperbarik

diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.

BUPIVACAINE

            Bupivacaine merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai

berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride.

Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih

kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af

Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara komersial bupivakain

tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat

sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia

selama persalinan dan pasca bedah.

Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun

hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi

abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan

konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain

hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-

22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah

kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan

bila dibandingkan dengan lidokain.Salah satu sifat yang paling disukai dari

bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya

yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga

mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai

kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri

12

Page 13: Anestesi Spinal

pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2

jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat

berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi

kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25

– 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah.

Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan.

Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 –

0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg.

Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.

EPHEDRIN

Ephedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang

secara alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin mempunyai

gugus OH pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan dalam “efek secara

langsung” pada sel efektor.

Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, α1, α2.Efek pada

α1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase.Efek pada

α1 dan α2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat.Efek α1

berupa takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena

efek peningkatan TD.Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui

pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis

(pemberian efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat akan

menimbulkan efek yang makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang

dapat dilepas, efek yang menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek

perifernya. Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik.

Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik

dan mendesak NE keluar.Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin

tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama.Tekanan sistolik meningkat juga

biasanya tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar.Peningkatan tekanan

darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi

jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut

jantung mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan

13

Page 14: Anestesi Spinal

tekanan darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah

koroner, otak dan otot rangka meningkat.Berbeda dengan Epinefrin, penurunan

tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita

Nama : Tn. AM

Umur : 83 tahun

14

Page 15: Anestesi Spinal

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Lr. Tembok Batu, 11 ULU, Palembang

Pemeriksaan : 5 Februari 2013

II. Anamnesis

Alloanamnesis

Keluhan Utama : sulit buang air kecil.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Penderita datang ke poli bedah RS Muhammadiyah Palembang dalam

keadaan sadar, mengeluhsulit buang air kecil.Keluhan demam tidak ada,

batuk dan pilek tidak ada. Riwayat penyakit dahulu; asma (-), hipertensi (-),

diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), batuk pilek (-), penyakit paru-paru

(-), alergi obat / makanan (-), demam (-), merokok (+) terakhir merokok + 3

bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Penderitatidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

Penderita belum pernah berobat sebelumnya.

III. Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Keadaan umum : Tampak Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 86x/menit

Respirasi : 22x/menit

15

Page 16: Anestesi Spinal

Temperatur : 37°C

Berat badan : 58 kg

Status General :

Kepala : Normocephali

Muka : Simetris,

Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

Leher : Kaku kuduk (-)

Pembesaran kelenjar limfe -/-

Pembesaran kelenjar parotis -/-

Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax : Cor : S1/S2 jelas, reguler, Murmur (–), Gallop (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-), sianosis (-)

IV. Diagnosis

Hiperplasia Prostat

V. Kesimpulan

A: clear, malampati 1

B: spontan, RR22x/m, ves +/+

C: TD120/70mmHg, N86x/m, reguler

D: E4M6V5

Status fisik ASA I

Assestment: rencana regional anestesi menggunakan teknik sub arachnoid block (SAB)

16

Page 17: Anestesi Spinal

Saran : informed consent

VI. Penatalaksanaan Anestesi

Premedikasi : Ondansetron 8mg/4ml; 1 ampl

Induksi : Bupivacaine HCl 5mg/ml; 3ml

Pemeliharaan : O23ltr/mnt

Obat-obatan :Asam Traneksamat 500mg/5ml; 2 ampul, Ketorolac30

mg/ml; 1 ampul, Ephedrin HCl, Pethidin 100mg/2ml; ½ ampl,

Midazolam5mg/5ml; 0,75 ml

Cairan: RL 500cc 2 kolf, Gelofusine 500cc 1 kolf

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis hiperplasia prostat akan dilakukan

prostatektomi dengan status fisik ASA I.

1. Pre operasi

Informed consent

17

Page 18: Anestesi Spinal

Memberitahu dan meminta persetujuan pasien bahwa akan dilakukan

tindakan anestesi spinal untuk menghilangkan rasa sakit saat operasi

berlangsung dan juga memberi tahu pasien kalau tidak dapat

menggerakkan kakinya selama 2-3 jam setelah dibius. Penggunaan

regional anestesi adalah untuk kenyamanan pasien pada saat dilakukan

prostatektomi.

Pasien duduk di meja operasi dengan kepala menunduk sambil memeluk

bantal agar prosessus spinosus L4-L5 mudah teraba.

Mempersiapkan dan pasang alat monitoring tekanan darah, nadi dan

oksimetri denyut (pulse oximeter) untuk monitoring selama operasi

berlangsung.

Disuntikkan Ondansetron 8mg/ 4ml; 1 ampul intravena untuk mencegah

mual muntah selama operasi berlangsung.

Persiapkan jarum spinal 27G, spuit 3cc dan BupivacainHCl 5mg/ml;

3mluntuk memblok saraf spinal. Sebelumnya dilakukan aseptik pada

regio L4-L5 dengan betadine untuk mencegah infeksi.

Setelah dilakukan anestesi spinal, baringkan pasien dan kepala diberi

bantalan. Kemudian dilanjutkan pemberian oksigen 3ltr/m menggunakan

nasal kanul sebagai pemeliharaan anestesi.

2. Durante op.Pasien diberikan:

Lama operasi 1 ½ jam (90 menit). Monitoring vital sign yaitu denyut

jantung, tekanan darahdan SpO2 selama operasi.

Asam Traneksamat sebagai antifibrinolitik untuk profilaksis dan

mengatasi perdarahan selama operasi.

Ketorolac sebagai analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien

post operatif.

Ephedrin sebagai vasokontriktor untuk mengatasi hipotensi.

Midazolam dan Pethidin sebagai penenang dan analgesik untuk

mengatasi menggigil.

Cairan yang diberikan yaitu RL 2 kolf dan gelofusine 1 kolf.

Maintenance : 58 kg x 2 ml/KgBB/jam = 116 ml/jam

18

Page 19: Anestesi Spinal

Puasa : 8 jam x 116 ml/jam = 928 ml

IWL : 8 ml/Kg x 58 Kg = 464 ml

1 jam awal = (½ x P) + M + IWL

= (1/2 x 928 ml) + 116 ml + 464 ml

= 464 ml + 580 ml

= 1.044 ml

2 & 3 jam selanjutnya = (1/4 x P) + M + IWL

= (1/4 x 928 ml) + 116 ml + 464 ml

= 232 + 580

= 812 ml

Total cairan = 1044 ml + (1/2 jam x 812 ml)

dibutuhkan = 1044 ml + 406 ml

= 1.450 ml (3 kolf)

3. Post Operasi

Pasien dibawa ke ruangan pemulihan dimana layaknya pasien dilakukan

monitoring terhadap Bromage skor, berupa gerakan ekstremitas bawah.

Bila pasien mampu menggerakkan tungkai bawah secara penuh nilainya

0, bila pasien hanya mampu menekuk lutut dan tak bisa mengangkat kaki

nilainya 1, bila pasien tidak mampu menekuk lutut dan hanya mampu

menekuk pergelangan kaki nilainya 2, bila pasien tidak mampu

menggerakkan kakinya secara penuh nilainya 3.

Pasien diperbolehkan untuk keluar dari ruang pemulihan dan dirawat di

sal bedah.

BAB V

KESIMPULAN

Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat

anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut

juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan

19

Page 20: Anestesi Spinal

bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di

daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Anestesi spinal membutuhkan pemilihan kasus yang selektif. Dengan

memperhatikan indikasi dan kontraindikasinya. Ada pula komplikasi yang biasa

terjadi selama operasi berlangsung. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring

berkala dan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi komplikasi yang terjadi.

Dengan manajemen perioperatif yang benar terhadap penderitayang akan

menjalani pembedahan, diharapkan bisa menurunkan ataumeminimalkan angka

morbiditas maupun mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nishida,T & Smith,M,P. 2007. Spinal, Epidural & Caudal Anesthesia in Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital. 7th edition. LWW.

20

Page 21: Anestesi Spinal

2. Kleinman,W & Mikhail,M,S. 2006. Regional Anesthesia & Pain Management, Spinal, Epidural & Caudal Blocks in Clinical Anesthesiology. 4th edition. A Lange Medical Book.

3. Latief,S,A & Suryadi,K,A. 2001. Analgesia Regional dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

4. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-Hill Companies. 2006 : 98.

5. Boulton Thomas dan Blogg Colin E. 1994. Anestesiologi. EGC : Jakarta.6. Bromage Scale in www.frca.co.uk/article, diunduh pada tanggal 13/2/20137. Bromage Score in www.rch.org.au, diunduh pada tanggal 13/2/2013.

21