anestesi presus.docx

49
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESENTASI KASUS ILMU ANESTESI dan REANIMASI PENDAHULUAN Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di jumpai oleh ahli bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali dilaporkan pada tahun 1500 SM. Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan, kecuali bila ada kontra indikasi bermakna yang menolaknya. Sebagian besar hernia inguinalis terjadi pada pria (90%). Sementara wanita memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk mengalami hernia femoralis. Hernia indirek lebih banyak muncul pada sisi kanan. Alasannya adalah karena testis kiri lebih dulu turun dari retroperitonel ke skrotum dibanding testis kanan, sehingga obliterasi canalis inguinalis kanan terjadi lebih akhir. Pada kasus terjadinya hernia indirek kiri, 50% kasus akan disertai dengan hernia indirek kanan. Dalam kehidupan masyarakat, anggapan terhadap hernia adalah merupakan kelainan yang biasa, karena pada awal terjadinya tidak merasa sakit dan tidak mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari- hari, sehingga dalam perjalanan penyakitnya penderita memerlukan waktu yang cukup untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah konsultasi pun masih cukup waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan. Sebagian penderita menerima tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan inkarserata atau strangulate. Adanya keadaan ini penderita atau keluarga baru menyadari resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas meningkat serta biaya perawatan yang lebih tinggi. RM.01.

Upload: pandu-kharisma-raden-muhammad

Post on 14-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU ANESTESI dan REANIMASI

PENDAHULUAN

Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di jumpai oleh ahli bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali dilaporkan pada tahun 1500 SM. Pada saatini hampirsemua herniadikoreksi denganpembedahan, kecualibilaadakontraindikasibermaknayangmenolaknya. Sebagian besar hernia inguinalis terjadi pada pria (90%). Sementara wanita memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk mengalami hernia femoralis. Hernia indirek lebih banyak muncul pada sisi kanan. Alasannya adalah karena testis kiri lebih dulu turun dari retroperitonel ke skrotum dibanding testis kanan, sehingga obliterasi canalis inguinalis kanan terjadi lebih akhir. Pada kasus terjadinya hernia indirek kiri, 50% kasus akan disertai dengan hernia indirek kanan.Dalam kehidupan masyarakat, anggapan terhadap hernia adalah merupakan kelainan yang biasa, karena pada awal terjadinya tidak merasa sakit dan tidak mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari- hari, sehingga dalam perjalanan penyakitnya penderita memerlukan waktu yang cukup untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah konsultasi pun masih cukup waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan. Sebagian penderita menerima tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan inkarserata atau strangulate. Adanya keadaan ini penderita atau keluarga baru menyadari resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas meningkat serta biaya perawatan yang lebih tinggi.Hernia merupakan keadaan yang lazim terlihat oleh semua dokter, sehingga pengetahuan umum tentang manifestasi klinis, gambaran fisik dan penatalaksaan hernia penting.

PermasalahanMetode dan teknis anestesi apa yang aman dan sebaiknya digunakan pada operasi herniarepair.

ANAMNESISNama : Tn. ARuang : Anggrek

Umur : 32 tahunKelas : III

Nama: Tn. AJenis Kelamin: Laki-lakiTanggal lahir: 19 Juli 1982Umur: 32 tahunNama Istri: Ny. DUmur: 27 tahunPekerjaanSuami: Tidak bekerjaPendidikan Suami: SDAlamat: Wadaslintang 03/01 WonosoboMasuk RS Tanggal: 25 Februari 2015Jam : 16. 25 WIBDiagnosis Masuk: Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponibilis

Dokter Anestesi : dr. Bambang H, Sp.AnCo-asisten: Wiki Lestari, S.KedTanggal : 25 Februari 2015Keluhan Utama: benjolan di lipatan paha kananKeluhan Tambahan: -Riwayat Penyakit Sekarang: Os datang ke RSSH pada tanggal 25 Februari 2015 jam 16.25 WIB dengan keluhan ada benjolan pada lipatan paha kanan. Os mengaku benjolan ini sudah adasejak 3 tahun yang lalu, namun awalnya hanya seukuran kelereng dan 3 bulan SMRS benjolan menjadi sebesar telur ayam, dapat keluar masuk tetapi sangat mengganggu. Pasien tidak mengeluhkan nyeri perut, mual, muntah dan demam. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Benjolan keluar ketika pasien berdiri dan jalan, namun ketika pasien tiduran benjolan dapat masuk. Benjolan tersebut tidak nyeri, lunak dan tidak mengeluarkan cairan. Os mengaku sejak tahun 2010 sampai 2014 bekerja sebagai buruh perkebunan karet di Kalimantan, dan setiap hari sering angkat beban berat.Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat batuk lama : disangkal Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwayat asma : disangkal Riwayat operasi sebelumnya : disangkal Riwayat trauma : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwayat asma : disangkalRiwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan : SosialPasien berada dirumah, tinggal bersama istri dan anak. EkonomiSumber pendapatan keluarga didapat dari hasil jualan warung di rumahnya. Penghasilan yang didapat dirasakan cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Lingkungan Lingkungan rumah dan sekitarnya terjaga kebersihannya.KESAN: Sosial dan ekonomi memadai. Keadaan lingkungan disekitar pasien cukup baik.Anamnesis Sistem Sistem Saraf Pusat: Demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-) Sistem Kardiovaskular: Nyeri dada(-) Sistem Respirasi: Sesak nafas (-),batuk (-), pilek (-) Sistem Gastrointestinal: BAB (+), Nyeri perut (-), Diare(-), muntah (-) Sistem Urogenital: BAK (+),nyeri BAK (-), tanda iritatif(-) Sistem Musculoskeletal: Kaku (-), nyeri otot (-) Sistem Integumentum :Gatal (-), nyeri (-), bengkak (-), kulit kering (-)

PEMERIKSAANJASMANINama : Tn. ARuang : Anggrek

Umur : 32tahunKelas : III

PEMERIKSAAN UMUMKesan umum : baikKesadaran: compos mentisNadi : 76x/menit, cukup, kuat, regulerSuhu badan: 36,6 0C Pernafasan: 18 x/menitTekanan darah:120/80 mmHgBerat badan: 74kgTinggi badan:170 cm

Kulit: turgor cukup, petekiae (-)Kelenjar limfa: pembesaran lnn (-)Otot: tonus normal, klonus (-)Tulang: deformitas (-)Sendi: tidak ada keterbatasan gerak, tidak kaku

Primary survey :A : clearB : spontan, vesikuler +/+, Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 18 x/menitC : N : 76 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 120/80 mmHg, S1S2reguler, bising (-), murmur (-) gallop (-), akral hangatD : GCS E4M6V5

PEMERIKSAAN KHUSUS :KEPALABentuk: normocephal, simetrisMata: sklera ikhterik (-), konjuntiva anemis (-), tidak cekung, Reflek cahaya +/+,pupil isokor, (+/+) 3 mm

Telinga: simetris, serumen (-), tidak ada kelainan bentukHidung: discharge (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)Mulut:bibir tidak kering, faring hiperemis (-),pembesaran tonsil (-)Leher: JVP (-), pembesaran limfonodi (-)THORAXBentuk dada: datar, simetrisJantung Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat.Palpasi: ictus cordis teraba.Perkusi: tidak dilakukan.Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)Paru-paru KananKiri

InspeksiTampak simetris, retraksi subcostalis (-), retraksi supraclavicularis (-), retraksi intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

Tampak simetris, retraksi subcostalis (-), retraksi supraclavicularis (-), retraksi intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

PalpasiKetinggalan gerak (-), deformitas (-)

Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

PerkusiSonor pada seluruh lapangan paru

Sonor pada seluruh lapangan paru

AuskultasiSuara dasar vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)Suara dasar vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)

ABDOMENInspeksi: abdomen simetris kiri dan kanan, datar, jaringan parut (-), striae (-)Palpasi:tidak teraba massa, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)Perkusi :timpani pada keempat kuadran abdomenAuskultasi:bising usus normalEKSTREMITASAkral hangat, CRT 65 tahun) adalah titik lebih dari 60 mg/hari dipakai 30 mg karena ternyata bahwa 30 mg mrp dosis yang tepat dan memberikan terapeutik index yang lebih baik. Semua pasien yang menghadapi pembedahan harus dimonitor secara ketat 4 aspek yakni : monitoring tanda vital, monitoring tanda anestesi, monitoring lapangan operasi, dan monitoring lingkungan operasi.3. PostoperatifPerawatan pasien post operasi dilakukan di RR, setelah dipastikan pasien pulih dari anestesi, keadaan umum, kesadaran, serta vital sign stabil, serta nilai bromage score nya 2 atau kurang dari 2, pasien dipindahkan ke bangsal, dengan anjuran untuk mobilisasi bertahap, makan dan minum jika tidak mual dan muntah serta tetap diawasi vital sign selama 24 jam post operasi.

FOLLOW UPHARITGLSOAP

Kamis26 Februari 2015

05.00Demam(-)Mual (-)Muntah (-)Nyeri kepala (-)Sesak (-)Puasa sejak tadi malamRiw. DM dan HT disangkalHR : 80x/mntRR : 22x/mntS : 36 oCTD: 120/80 mmHg

Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis

Pro Hernia RepairLengkapi inform consentPuasa 8 jam pre opInfus RL 20 tpm

Jumat27 Februari 2015

06.00Demam(-)Mual (-)Muntah (-)Nyeri kepala (-)Sesak (-)flatus (+), BAB (-), BAK (+)Ma/mi (+/+)HR : 86x/mntRR : 20x/mntS : 35,6oCTD:120/80 mmHgPost Hernia Repair a/i Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra

Infus RL liniDiit bebas TKTPBoleh makan minumMobilisasi bertahap mika miki

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI HERNIAHernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dan Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut hernia ingunalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah Hernia oblique yang artinya Kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral Vasa epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan kelainan kongenital meskipun ada yang didapat. KLASIFIKASI HERNIA INGUINALIS1. Hernia menurut letak penonjolannyaa. Hernia inguinalis lateralis/indirekHernia inguinalis indirek disebut juga hernia lateralis karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinlais eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skortalis. Kantong hernia berada di dalam muskulus kremaster terletak anteromedial terhadap vas deferent dan struktur lain dalam tali sperma.b. Hernia inguinalis medialis/direkHernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale. 2. Hernia berdasarkan terjadinyaa. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah ada semenjak pertama kali lahir.b. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak lahir, tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang setelah lahir3. Hernia menurut sifatnya/secara klinika. Hernia reponibilisDisebut begitu jika isi hernia dapat keluar masuk.Usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri.b. Hernia ireponibilisBila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Hernia ini disebut juga hernia akreta dan tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus.c. Hernia inkarserataatau hernia strangulateHernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulate,dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.PENYEBABPenyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi, tetapi diyakini ada tiga penyebab, yaitu:1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang. OverweightMengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badanSering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran kencingAdanya tumor yang mengakibatkan sumbatan ususBatuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema, alergiKehamilanAscites2. Adanya kelemahan jaringan /otot. 3. Tersedianya kantong. MANIFESTASI KLINISGejala dari hernia inguinal adalah:1. Tampak benjolan didaerah lipat paha.2. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau sudah terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangrene.23. Pada hernia strangulasi, dimana aliran darah ke isi hernia terganggu akan timbul rasa tegang, bengkak, panas, memerah pada daerah sekitar benjolan, dan tanda-tanda inflamasi. Selain itu perasaan sakit akan bertambah hebat.4. Bila pasien mengejan atau batuk, maka benjolan hernia akan bertambah besar.5. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya didaerah epigastrium, atau para-umbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium pada waktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.PEMERIKSAAN FISIKSemua hernia mempunyaitigabagianyaitukantong, isi dan bungkusnya. Semua ini tergantung pada letak hernia dan isi kantong hernia (omentum, usus, dll).Omentum teraba relative bersifat plastis dan sedikit noduler.Usus bisa dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti hidrokel, tetapi tidak tembus cahaya.InspeksiPembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia inguinalis lateralis.Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila lihat, penderita disuruh batuk.Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis medialis.PalpasiDapat dilakukan untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai tangan kanan. Caranya: Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit scrotum diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan permukaan volar jari menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk melalui annulus eksternus, dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impulse pada ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba dorongan pada bagian samping jari.PerkusiBila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.AuskultasiTerdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia berupa omentum.Auskultasi juga bisa untuk mengetahuiderajat obstruksi usus.Transluminasi Massa SkrotumJika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut: Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi. Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse :1. Retropubic2. Intra abdominal3. Pre peritoneal 4. Pre peritoneal locule

PENATALAKSANAAN HERNIAPenanganan di IGD Mengurangi hernia. Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri. Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat. Menurunkan tegangan otot abdomen. Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut. Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20 terhadap hernia inguinalis. Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan menimbulkan proses analgesia. Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral (seperti kaki kodok) Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang berlanjutselam proses reduksi penonjolan Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu mengembalikan isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks akan menyebabkan isis hernia keluar dari pintu hernia. Konsul ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali percobaanm Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dam analgetik yang adekuat dan posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selama 20-30 menit. Konsul bedah jika : Reduksi hernia yang tidak berhasil Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada sedikit beberapa kontraindikasi. Penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa pandang umur inkarserasi dan strangulasi hal yang ditakutkan dibandingkan dengan resiko operasinya. Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada pasien geriatri. Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia. Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada hernia maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan dengan panggul dielevasikan dan di beri .analgetik dan obat sedasi untuk merelaxkan otot-otot. Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan tidak ada gejala strangulasi. Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan usus masih hidup, ada tanda-tanda leukositosis. Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna gelap.Indikasi operasi : Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif. pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat (Robaeck-Madsen, Gavrilenko) bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Konservatif : Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari berikutnya. Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam Operatif Anak-anak Herniotomy : Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan pembebasan kantong hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong. Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral Dewasa Herniorrhaphy :Perawatan kantung hernia dan isi herniaPenguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy Ferguson, Halsted / Kirchner, Lotheissen-Mc Vay (Coopers ligament repair), Shouldice, Tension free herniorrhaphy)Berliner repairThe Lichtenstein repairThe Wilkinson TechniqueAbrahamson Nylon Darn RepairLichtenstein Plastic Screen ReinforcementKlasifikasi dan terapi menurut Gilbert tipe I-IVRutkow Mesh-plug hernioplastyRives Prosthetic Mesh RepairStoppa Gerat Prosthetic for Reinforcement of the Visceral Sac Minimally Invasive Surgery (Laparoscopy) TAPP = Trans Abdominal Pre Peritoneal TEP = Total Extra Peritoneal KOMPLIKASI1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis irreponibilis. Ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali benjolan2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat makin banyaknya usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis inkarserata.Hernia inkarserata ini dapat terjadi apabila isi kantong hernia tidak dapat kembali lagi ke rongga abdomen. Organ yang terinkarserasi biasanya usus, yang ditandai dengan gejala obstruksi usus, yang disertai muntah, perut kembung, konstipasi, dan terlihat adanya batas udara-air pada saat foto polos abdomen. Setiap anak dengan gejala obstruksi usus yang tidak jelas sebabnya harus dicurigai hernia inkarseta. Pada anak wanita organ yang sering terinkarserasi adalah ovarium.3. Bila inkarserata dibiarkan, jepitan cincin hernia inguinalis lateralis akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga lama kelamaan akan timbul edema, timbulnya edema menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu, sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu.Apabila aliran darah ke dalam organ berkurang, terjadilah hernia strangulasi, yang menjadi indikasi pasti untuk operasi. Keluhan berupa nyeri hebat, daerah benjolan menjadi merah dan penderita gelisah. Pada keadaan inkarserata dan strangulata, timbul gejala ileus yaitu kembung, muntah dan obstipasi.PROGNOSISPrognosis hernia inguinalis lateralis pada bayi dan anak sangat baik. Insiden terjadinya komplikasi pada anak hanya sekitar 2%. Insiden infeksi pascah bedah mendekati 1%, dan recurent kurang dari 1%. Meningkatnya insiden recurrent ditemukan bila ada riwayat inkarserata atau strangulasi.

TEKHNIK ANESTESI PADA HERNIOREPAIRAnalgesia Blok Subaraknoid Blok subaraknoid ialah blok regional yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid melalui tindakan pungsi lumbal. Blok subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal dan dengan blok epidural dan kaudal disebut dengan anestesi neuraksial. Teknik ini akan menghasilkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motorik (tergantung pada dosis, konsentrasi, dan atau volume anestetik lokal).AnatomiKeberhasilan dalam anestesi spinal memerlukan pengertian yang baik tentang anatomi tulang belakang dan medula spinalis. Kanalis SpinalisKanalis spinalis dibatasi dari foramen magnum sampai ke hiatus sakralis. Batas-batas dari kanalis vertebralis ialah korpus vertebra di anterior, pedikel di lateral, serta prosesus spinosus dan lamina di posterior.

Gambar Anatomi VertebraLigamen InterlaminerTiga ligamen interlaminer menghubungkan prosesus vertebralis yaitu ligamen supraspinosus pada superfisial (menghubungkan apeks prosesus spinosus), ligamen interspinosus (menghubungkan prosesus spinosus pada permukaan horizontalnya), dan ligamentum flavum (menghubungkan tepi kaudal vertebra dengan tepi sefalad lamina dibawahnya. Ligamentum flavum mengandung serabut elastik dan biasanya dikenali dari adanya tahanan saat memasukkan jarum.Medula SpinalisMedula spinalis memiliki panjang yang sama dengan kanalis vertebralis selama kehidupan fetal, dan berujung pada L3 lahir, dan mencapai L1 pada usia 2 tahun hingga dewasa. Konus medularis, radiks saraf lumbalis, sakralis, dan koksigeus berjalan ke arah distal membentuk kauda ekuina. Pada area ini, di bawah dari L2, jarum spinal dimasukkan, karena risiko trauma saraf oleh jarum spinal lebih kecil terjadi.MeningensMedula spinalis dilapisi oleh 3 selaput yaitu dura mater (lapisan fibrous yang berjalan longitudinal melapisi seluruh medula spinalis dan berakhir pada kaudal setinggi S2), araknoid, dan pia mater. Ruang subaraknoid terdapat antara pia mater dan araknoid dan terdapat sepanjang perlekatan pada dura setinggi S2 sampai pada ventrikel serebralis. Pada ruang ini terdapat medula spinalis, saraf, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah yang mensuplai medula spinalis.Cairan serebrospinalis ialah cairan yang tidak berwarna yang mengisi ruang subaraknois. Volume totalnya ialah 100-150 ml, sedangkan volume pada ruang subaraknoid spinal ialah 25-35 ml. Cairan ini diproduksi secara kontinu 450 ml/hari oleh sekresi dan ultrafiltrasi plasma pada pleksus arterial koroideus pada ventrikel lateralis, tertius, dan kuartus. Cairan ini direabsorpsi kembali ke sirkulasi melalui vili araknoideus. Langkah-Langkah Analgesia Regional Blok SpinalPersiapanPada dasarnya, persiapan untuk analgesia spinal seperti pada persiapan untuk anestesia umum. Daerah di sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang belakang atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu, perlu diperhatikan hal-hal seperti informed consent (izin dari pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang laboratorium.Semua pasien yang akan dilakukan teknik anestesi spinal, sebelumnya harus telah terpasang akses intravena dan juga harus terdapat peralatan monitor untuk mengukur tekanan darah, nadi, oksimetri denyut, dan EKG. Disamping itu harus tersedia pula peralatan untuk manajemen jalan nafas. Tekanan darah dan nadi harus diukur sebelum melakukan anestesi. Selain itu harus dipersiapkan pula obat dan jarum yang akan digunakan. Pemilihan obat yang akan digunakan tidak hanya harus disesuaikan dengan prosedur pembedahan tetapi juga harus memperhatikan kondisi pasien. Sedangkan mengenai jarum yang digunakan, terdapat dua kategori yaitu: jarum spinal dengan ujung tajam dan ujung tumpul dengan ukuran antara 16-30 gauge. Jarum Quincke memiliki ujung yang tajam dengan lubang injeksi ada di ujung. Penggunaan jarum dengan ujung tumpul (pencil-point) dan ukuran yang kecil mengurangi insiden terjadinya postdural puncture headache. Jarum Whitacre dan jarum pencil-point lainnya memiliki ujung yang bulat dan lubang injeksi di sisi samping. Jarum Sprotte memiliki lubang injeksi yang memanjang di sisi samping.Posisi pasienAda tiga posisi utama yang sering dilakukan dalam menyuntikan obat anestetik lokal pada anestesi spinal, yaitu lateral dekubitus, duduk, dan pronasi/telungkup.Sebagian besar ahli anestesi memilih posisi lateral dekubitus untuk anestesi spinal. Pasien tidur miring pada salah satu sisi di atas meja operasi dengan membelakangi ahli anestesi. Lutut dan pinggul difleksikan secara maksimal, sedangkan dada dan leher difleksikan mendekat ke arah lutut. Kemudian dibuat garis khayal antar krista iliaka yang biasanya akan memotong columna certebralis setinggi L4-5 atau prosesus spinosus L4.

Gambar. Posisi Lateral Dekubitus.Posisi duduk lebih jarang digunakan dibandingkan dengan posisi lateral dekubitus. Dengan posisi duduk, garis tengah anatomis lebih mudah ditemukan. Posisi ini berguna untuk blok spinal bawah yang diperlukan untuk berbagai tindakan ginekologi dan urologi. Hal ini juga sangat berguna pada pasien yang gemuk. Pasien duduk dengan posisi siku istirahat pada paha atau meja pada tempat tidur atau dengan memeluk bantal. Fleksi tulang belakang akan membuat prosesus spinosus lebih dekat dengan permukaan kulit.Posisi pronasi/telungkup terutama digunakan untuk prosedur anorektal yang menggunakan larutan anestetik hipobarik. Pasien diposisikan dalam posisi jackknife dan selanjutnya dilakukan lumbal punksi., dan setelah itu posisi pasien tidak perlu diubah lagi.Prosedur Prosedur yang dilakukan dalam blok subaraknoid ini antara lain:1. Identifikasi pertama yang dilakukan adalah mencari tanda (landmark) anatomis pada level blok yang diinginkan, yaitu biasanya celah antara L2-3, L3-4, prosesus spinosus L4 atau celah antara L4-5 yang menyilang garis yang menghubungkan tepi atas krista iliaka.2. Kemudian dilakukan desinfeksi lapangan operasi dengan povidone-iodine atau larutan yang mempunyai fungsi yang sama. 3. Setelah itu, larutan antiseptik yang ada pada lokasi suntikan dibersihkan dengan gaas steril untuk menghindari masuknya larutan tersebut ke dalam ruang subarakhnoid, yang dapat menyebabkan terjadinya meningitis kimiawi.4. Infiltrasi dengan lidokain 1%.5. Pendekatan Pendekatan medianPendekatan median paling populer dan paling sering dilakukan. Jika menggunakan jarum penuntun, jarum disuntikkan secara hati-hati sampai ligamentum interspinosum.Jarum diposisikan pada bidang yang sama dengan prosesus spinosus dan dibuat sudut ke arah sefalad menuju ruang interlaminar. Pendekatan Paramedian Pendekatan ini dipilih jika blok subarakhnoid mengalami kesulitan oleh karena pasien tidak mudah untuk diposisikan, misalnya pada artritis berat, kifoskoliosis, atau pada lumbar spine surgery. Lokasi penyuntikan terletak 1,5 cm di sebelah lateral dan sedikit ke arah kaudal (1 cm) bagian inferior prosesus spinosus pada level yang diinginkan.Penyuntikan dilakukan dengan sudut 10-25o dari garis tengah yang diarahkan ke titik seperti pada pendekatan garis tengah.Identifikasi ligamentum flavum dan masuknya ujung jarum ke ruang epidural dengan dirasakan hilangnya tahanan lebih sulit dilakukan dibandingkan pendekatan garis tengah karena pada pendekatan paramedian ini jarum tidak melewati ligamentum interspinosum.6. Penempatan jarumKetika memasukkan jarum, selalu menjaga stilet pada tempatnya. Jika terjadi parestesia terjadi saat memasukkan jarum, segera tarik jarum dan jarum dimasukkan lagi setelah parestesia tidak dirasakan lagi. Masukkan jarum sampai terasa tahanan yang merupakan tanda jarum melewati ligamentum flavum. Saat jarum masuk lebih dalam lagi, kehilangan tahanan saat jarum telah melewati dura.7. Tarik stilet dan pastikan jarum telah masuk ruang subaraknoid dengan melihat adanya aliran bebas cairan serebrospinal pada jarum.8. Pemberian anestesi Injeksi obat secara pelan setelah aspirasi cairan serebrospinal sebelumnya. Ulangi aspirasi pada akhir injeksi untuk memastikan ujung jarum tetap berada pada ruang subaraknoid. Tarik jarum dan posisikan pada posisi yang dikehendaki.Faktor yang Menentukan Level Blok Subaraknoid Terdapat beberapa faktor yang menentukan level blok subaraknoid, yaitu:1. Dosis obatLevel anestesi bervariasi tergantung secara langsung dari dosis obat yang digunakan.2. Volume obatVolume yang lebih besar diberikan akan menyebabkan obat menyebar lebih banyak dalam cairan serebrospinal (terutama pada solusi hiperbarik).3. Turbulensi cairan serebrospinalTurbulensi yang dihasilkan cairan serebrospinal akan dapat menyebabkan obat menyebar lebih banyak dan mencapai level yang lebih tinggi. Turbulensi ini dapat ditimbulkan dari injeksi cepat, aspirasi dan reinjeksi cairan serebrospinal berulang kali, batuk, dan pergerakan pasien berlebih. 4. Barisitas solusi anestetik lokalAgen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hiperbarik), ringan (hipobarik), dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hiperbarik cenderung menyebar kebawah, sementara isobaric tidakdipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari pemakaianagen hiperbarik. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan dextrose. Agen hipobarik pada umumnya tidak digunakan. Beberapa agen anestesi lokal yang digunakan padaanestesi spinal, diantaranya:a. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hiperbarik (heavy). Bupivacaine memiliki durasi kerja 2-3jam.b. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hiperbarik (heavy), dengan durasi 45-90 minutes.Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi kerja.c. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hiperbarik (heavy) samadengan bupivacaine.d. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol, Anethaine,Dikain).e. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hiperbarik (heavy) sama denganlignocaine. Solusi hiperbarikIalah solusi yang mencampurkan obat dengan dekstrose. Alirannya tergantung gravitasi ke semua bagian ruang subaraknoid. Solusi hipobarikIalah campuran obat dengan air steril. Solusi ini mengalir secara lambat ke bagian tertinggi kolumna cairan serebropinalis. Solusi isobarikSolusi ini memiliki keuntungan penyebaran yang dapat diprediksi, tidak tergantung posisi pasien. Peningkatan dosis lebih memiliki efek terhadap durasi anestesi dibandingkan penyebaran dermatom.Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan usia pasien dan luasnya block. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan repair hernia membutuhkan 500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan kompensasi terhadap terjadinya vasodilatasi dan hipotensi maka minimal mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan dilakukan block tinggi, minimal 1000 cc.5. Peningkatan tekanan intraabdominalPeningkatan dari tekanan intraabdominal seperti pada kehamilan, obesitas, ascites, dan tumor abdominal dapat menyebabkan tekanan vena cava inferior meningkat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan volume darah pleksus venosus epidural bersamaan dengan penurunan volume cairan serebrospinalis dalam kolumna vertebralis, yang dapat menyebabkan penyebaran obat yang meningkat. 6. Kurvatura spinalLordosis lumbalis dan kifosis torakal dapat mempengaruhi penyebaran solusi hiperbarik. Obat yang diinjeksi di atas level L3 ketika posisi pasien miring akan menyebar ke arah sefalad dan dibatasi oleh kurvatura torakal pada level T4.Efek Fisiologis dari Analgesia Regional Blok SubaraknoidEfek fisiologis dari penggunaan blok subaraknoid antara lain sebagai berikut.1. Blokade NeuralSerabut saraf C yang lebih kecil, yang membaa impuls otonom, akan diblok dengan lebih mudah daripada serabut motorik dan sensorik yang lebih besar. Sebagai akibatnya, level blokade otonom dapat meluas di atas level blokade sensori setinggi 2-3 segmen. Istilah ini disebut dengan blokade diferensial. Serabut sensori juga lebih mudah diblok daripada serabut motorik yang besar sehingga blokade sensori akan lebih tinggi daripada blokade motorik.2. KardiovaskularHipotensi yang terjadi secara proporsional tergantung pada derajat blokade simpatis. Blokade simpatis menyebabkan terjadinya dilatasi arteri dan vena, sehingga terjadi penurunan resistensi vaskular sistemik. Sebagai akibatnya terjadi penurunan aliran darah vena. Jika blok terjadi dibawah T4, peningkatan aktivitas baroreseptor akan menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis jantung dan vasokonstriksi ekstremitas atas. Sedangkan blok di atas T4 akan menghambat serabut simpatis jantung, terjadi bradikardi, penurunan curah jantung, dan penurunan tekanan darah.3. RespirasiAnestesi spinal pada segmen yang rendah tidak memiliki efek terhadap ventilasi, sedangkan jika blok dilakukan hingga area torak, akan terjadi paralisis otot interkostal.4. Efek VisceralBlokade sakral (S2-4) dapat mengakibatkan atonia vesika urinaria. Sedangkan blokade dari eferen simpatis (T5-L1) akan mengakibatkan peningkatan tonus sfingter yang dapat menimbulkan retensio urin. Kateter urin sebaiknya dipasang jika analgesia diperkirakan digunakan dalam waktu yang lama. Blok simpatis (T5-L1) juga dapat mengakibatkan suatu efek peningkatan motilitas terhadap saluran pencernaan karena dominasi dari tonus parasimfatis.5. Aliran Darah RenalAliran darah urin biasanya tidak terpengaruh oleh karena adanya otoregulasi oleh faktor jaringan lokal, kecuali jika terjadi hipotensi berat. Produksi urin juga tidak terpengaruh.6. NeuroendokrinBlok peridural hingga T5 dapat menghambat komponen saraf yang berperan dalam respon stres, melalui blokade aferen simpatis ke medula adrenal dan blokade simpatis dan somatik yang memediasi nyeri. Aferen vagal yang berasal dari viscera abdomen bagian atas tidak diblok dan dapat merangsang hormon hipotalamus dan pituitari seperti ADH dan ACTH. 7. TermoregulasiHipotermi dapat terjadi akibat vasodilatasi dari ekstremitas bawah.Indikasi dan Kontraindikasi Analgesia Regional Blok Subaraknoid Adapun indikasi dari analgesia regional blok subaraknoid, diantaranya:1. Bedah ekstremitas bawah, panggul, tindakan sekitar rektum, abdomen bawah bedah obstetri dan ginekologi, dan bedah urologi.2. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri, yang biasanya dikombinasi dengan anestesia umum ringan.Sedangkan, kontraindikasinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:1. Kontraindikasi absolut.a. Pasien menolak.b. Infeksi pada tempat suntikan.c. Hipovolemia berat, syok.d. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan.e. Peningkatan tekanan intrakranial.f. Aorta atau mitral stenosis yang berat.g. Fasilitas resusitasi minim.h. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesi.2. Kontraindikasi relatif.a. Infeksi sistemik (sepsis, bakteriemi).b. Infeksi di sekitar tempat suntikan.c. Kelainan neurologis.d. Kelainan psikis.e. Bedah lama.f. Penyakit jantung.g. Hipovolemia ringan.h. Nyeri punggung kronis.i. Deformitas spinal yang berat.Komplikasi Analgesia Regional Blok SpinalAdapun komplikasi yang dapat timbul pada analgesia regional blok spinal, diantaranya:1. Hipotensi, merupakan komplikasi yang sering dari spinal anestesia dan lebih sering pada pasien yang hipovolemik. Pemberian cairan RL intravena 500 1000 ml sebelum melakukan blok akan mengurangi insiden hipotensi. Pemberian cairan ini harus hati-hati pada pasien dengan penurunan fungsi jantung. Oksigen harus tersedia. Ephedrine (5-10 mg IV bolus) atau infus phenylephrine mungkin diperlukan. 2. Bradikardi dapat diakibatkan karena blok serat simpatis jantung dan dapat diatasi dengan atropine IV 0,4-0,8 mg, atau jika berat dan disertai dengan hipotensi dapat diberikan efedrin atau epinefrin.3. Parestesia. Selama penempatan jarum spinal atau injeksi anestesia, dapat terjadi trauma langsung terhadap saraf spinal atau injeksi intraneural4. Perdarahan. Tertusuknya vena epidural saat insersi jarum dapat karena darah atau campuran darah dan CSS. Jika cairan tersebut tidak kembali jernih dengan cepat, maka jarum spinal harus dicabut dan diinsersi ulang.5. Dyspnea sering pada level tinggi spinal anestesia6. Apnea, dapat disebabkan oleh penurunan aliran darah meduler akibat hipotensi berat atau blokade langsung C3-5 (total spinal) yang menghambat nervus phrenikus.7. Mual muntah biasanya akibat hipotensi atau dominansi stimulasi vagal..8. Postdural puncture headache, memburuk jika pasien duduk tegak lurus dan membaik jika pasien berbaring.Dengan meningkatnya severitas dari komplikasi ini, nyeri dapat bersifat sirkumferensial dan dapat disertai dengan tinitus, pandangan yang kabur, dan diplopia. Komplikasi ini biasanya terjadi setelah 24-48 jam setelah operasi.9. Nyeri punggung. Nyeri lokal pada lokasi insersi sering terjadi dan biasanya akan hilang sendiri. Penyebabnya diperkirakan karena mendatarnya lordosis normal lumbar karena relaksasi otot yang mengakibatkan stretching kapsul sendi, ligamen dan otot. Penanganan dengan analgetika.10. Retensi urin. Retensi akan terjadi selama terdapat blokade sensorik dan motorik.11. Gangguan neurologis setelah anestesia spinal jarang terjadi. Hal ini biasanya disebabkan lagsung oleh trauma jarum spinal, toxic karena masuknya bahan kimia, virus atau bakteri, atau iskemik karena gangguan vaskular akibat kompresi hematom ekstradural.12. Infeksi, misalnya meningitis, arakhnoiditid, dan epidural abses. Akan tetapi komplikasi ini jarang terjadi.PENGAWASAN SELAMA DAN SETELAH PEMBEDAHAN Kemajuan dalam bidang mikro-elektronik dan bio-enjinering memungkinkan pengawasan lebih efektif dan dapat mengetahui peringatan awal dari masalah potensial, sehingga dapat dengan cepat mengerjakan hal-hal yang perlu untuk mengembalikan fungsi organ vital sefisiologis mungkin. Pengawasan selama operasi merupakan hal yang bertujuan untuk meniadakan atau mengurangi efek samping dari obat atau tindakan anestesi.Selain itu, dengan melakukan pengawasan yang legeartis juga memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai fungsi organ selama anestesi berlangsung. Pengawasan yang lengkap dan baik meningkatkan mutu pelayanan terhadap penderita, akan tetapi tidak menjamin tidak akan terjadi sesuatu. Perlengkapan dalam pengawasan minimal yaitu meliputi stetoskop, manset tekanan darah, EKG, oksimeter, dan termometer.Sedangkan hal-hal minimal yang harus diawasi antara lain meliputi: tekanan darah, nadi, jantung, keadaan cairan dan suhu tubuh.Pada pengawasan pasca operasi sebenarnya memiliki prinsip-prinsip: Mencegah kekurangan oksigen Memberikan antidotum, apabila ada kemungkinan masih adanya pengaruh obat-obat relaksasi otot Pipa endotrakea masih terpasang apabila dinilai pernapasan masih belum cukup baik Posisi penderita harus diperhatikan misalnya penderita dimiringkan untuk mencegah terjadinya sumbatan oleh lidah atau muntahan Perdarahan selama operasi haru segera diganti terutama apabila perdarahan melebihi 10% Usahakan menjaga temperatur penderita

PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I, disimpulkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada pemeriksaan darah dalam batas normal.Pada kasus ini dipilih teknik anestesi blok subaraknoid ialah karena pembedahan yang dilakukan ialah bedah daerah abdomen bawah yang merupakan salah satu indikasi dilakukannya blok spinal. Di samping itu, pembedahan yang dilakukan juga berlangsung singkat serta tidak ditemukannya kontraindikasi baik absolut maupun relatif untuk dilakukannya blok subaraknoid. Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi lokal yaitu bupivacaine (marcain 0,5%) hiperbarik 12,5 mg pada level L3-4. Obat ini dipilih karena merupakan golongan anestetik lokal amida dengan mula kerja pelan dan durasi kerja yang lama (240-480 menit). Kerja bupivacain adalah dengan menghambat konduksi saraf yang menghantarkan impuls dari saraf sensoris. Kebanyakan obat anestesi lokal tidak memiliki efek samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan. Analgetika yang diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan kesadaran juga tidak menimbulkan ketagihan. Obat yang digunakan ketorolac, merupakan anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis prostaglandin dengan analgesic yang kuat secara perifer atau sentral. Juga memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Ketorolac dapat mengatasi rasa nyeri ringan sampai berat pada kasus emergensi seperti pada pasien ini. Mula kerja efek analgesia ketorolac mungkin sedikit lebih lambat namun lama kerjanya lebih panjang dibanding opioid. Efek analgesianya akan mulai terasa dalam pemberian IV/IM, lama efek analgesic adalah 4-6 jam. Torasic 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan 50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi nafas pada clinicaal trial pemberian ketorolac dosis pakai ketorolac untuk pasien geriatri (> 65 tahun) adalah tidak lebih dari 60 mg/hari,Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti, serta skore bromagenya 2, penderita kemudian dibawa ke bangsal Anggrek untuk dirawat dengan lebih baik.

KESIMPULAN

Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan benjolan pada lipatan paha sebelah kanan. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 tahun SMRS dan bisa keluar masuk. Pada pasien ini dilakukan tindakan bedah hernia repair dengan indikasi untuk mencegah agar tidak terjadi resiko komplikasi yaitu inkaserata ataupun strangulasi. Hernia repair dilakukan pada tanggal 26 Februari 2015. Teknik anestesi yang digunakan adalah anestesi regional dengan spinal anestesi block.Anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subArachnoid. Untuk induksi, diberikan Bupivacain dengan dosis 15 mg. Selama perjalanan anestesi, pasien diberikan analgetik berupa ketorolac sebagai anti nyeri. Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik dan diberikan instruksi pasca operasi, sebagai penanganan jika terjadi efek anestesi yang masih tersisa dengan diawasi vital sign serta tanda-tanda perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

Collins, VI.1996. Fluids and Electrolytes in Physicologic and Pharmachologic Bases of Anesthesia. Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.Latief, Said A, dkk. 2001. Anestesiologi Ed. 2.Jakarta: FKUIMansjoer A, Suprohaita, Ika wardhani W. Setiowulan W. Kapita Selekta Edisi ke-3, Jilid 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2000.313-317Miller RD. Anesthesia. 5thed Churcill Livingstone. Philadelphia 2000.Morgan GE, Michail MS, Murray MJ.Anesthesia for patients with cardiovaskular disease.Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.444-52.Muravchick S. Anesthesia for the elderly. In: Miller RD (ed). Anesthesia 5th ed. Churcill livingstone 2000. Omoigui, Sota. 2012. Obat-Obatan Anestesi Edisi II. Jakarta : EGCSabiston. Hernia dalam Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC. 1994.228-245.Schwartz, Hernia dinding abdomen dalam Intisari prinsip-prinsip Ilmu bedah, edisi VI, Jakarta : EGC, 2000, 509-518.Shew HC, Kimball W. Anesthesia for the elderly and for urologic surgery. In: Hurford WE, Bailin MT, Davison JK, Haspel KL, Rosow CR, Vassallo SA (eds). Clinical anesthesia procedures of the massachusetts general hospital 6th ed. Lippincott Williams and wilkins 2002.Syamsuhidayat, R dan Wim, de Jong. 2008.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGCWallace MC, Haddadin AS.Systemic and pulmonary arterial hypertension. In: Hines RL, Marschall KE, editors. Stoeltings anesthesia and co-existing disease. 5th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008.p.87-102

Diperiksa dan disahkan oleh:

Dokter Pembimbing, Co-Assisten,

(dr. M. Ghozali, Sp.An) (Wiki Lestari, S.Ked)

RM.01.