anemia adalah penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anemia adalah penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen, biasanya akibat
penurunan massa SDM total dalam sirkulasi sampai dibawah kadar normal. Hal ini tercermin
dalam konsentrasi hematokrit (Ht), Hemoglobin (Hb), dan jumlah eritrosit dalam darah yang
subnormal. Gangguan sel darah merah (SDM) biasanya menyebabkan beberapa bentuk
anemia atau kadang-kadang eritrositosis (yaitu peningkatan jumlah sel darah merah). Dengan
demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik, dan konfirmasi laboraturium.
Anemia terjadi akibat perdarahan atau peningkatan destruksi atau produksi SDM yang
berkurang. Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang
dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada
perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun
pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun
pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan
diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah :
1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2. sakit kepala, dan mudah marah
3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4. Angina pektoris
5. Payah jantung
6. Koma
7. Palpitasi
8. Nafas sesak
9. Letargi/mengantuk
10. Nafsu makan menurun
1
11. Pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-
pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang
dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva
dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah
yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina
(sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan
karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif
sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban
kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2.
Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia, dapat juga timbul gejala
saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini
adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk dapat menegakkan diagnose utama dari sekenario
1.2.2 Menjelaskan fisiologi dan patofisiologi sel-sel yang berkaitan dengan penyakit
yang diderita pasien.
1.2.3 Memahami mekanisme gejala yang ditimbulkan terhadap penyakit tersebut.
1.2.4 Megetahui manfaat dilkakukannya pemeriksaan fisik dan test laboratorium
terhadap diagnosis yang diperoleh.
1.2.5 Mengetahui penatalaksanaan terhadap penyakit tersebut.
1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk dapat menerapkan terapi dan/atau pengobatan yang tepat pada pasien .
1.3.2 Untuk dapat menganalisis penyakit yang berkaitan dengan heme.
1.3.3 Untuk dapat membaca dan mengaitkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan hasil laboratorium dengan diagnosis penyakit.
1.3.4 Untuk dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat dari penyakit yang
didiagnosis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LANDASAN TEORI
Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. Besi
dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul
hemoglobin yang menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut
oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein
menjadi energi (ATP). Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu
molekul yang mirip Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan
berkaitan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang
berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna
merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan
komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine
oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan peroksidase.
Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagin, yaitu yang fungsional dan yang reserve
(simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb),
sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitl adalah hem
enzim dan non hem enzim zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi
fisiologi selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk
kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan
akan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu
terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang
lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai
reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum
tulang. Dan apabila seseorang mengalami defisiensi zat besi menyebabkan kebutuhan akan
eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulang tidak terpenuhi dimana
sum-sum tulang tidak dapat membentuk sel-sel darah merah yang diperlukan oleh tubuh,
keadaan ini disebut dengan anemia defisiensi besi.
3
2.2 SKENARIO2.3 RUMUSAN MASALAH
1. Menentukan diagnosa pembanding skenario tersebut !
2. Menentukan diagnosa skenario tersebut !3. Apa penyebab dari penyakit tersebut?4. Bagaimana patofisiologi dan etimologi dan penatalaksanaan penyakit tersebut ?
2.4 TERMINOLOGI
4
2.5 BAHASAN PERMASALAHAN
2.5.1 Diagnosa banding: anemia defisiensi besi dan talasemia
Keluhan Asam folat Anemia Defisiensi Fe
Lemah + +Vegetarian + -Diet + -Mimisan + -Gusi berdarah + +Memar + +Hematochezia + +Melena + -Hematuria + +Gagal hati + -Sakit kuning + -Tinja berwarna pucat + -Urin gelap + -Merokok + -Minum alkohol + -Hb 6,5 normal NormalMcV 64,6 Tidak normal ↓ Normal ↓McHc 29, 9 Tidak normal ↑Sel sigaret - +Stomatosit + -Ovanosit - +
2.5.2 Diagnosa utama dari sekenario ini adalah ANEMIA DEFISIENSI BESI
Dengan adanya diagnose banding kemudian dilengkapi dengan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium yang ad maka anak tersebut terdiagnosa penyakit
anemia defisiensi besi.
3.1 DEFINISI
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah,artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika
simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut
mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi
yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di
dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal,
keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi.
5
Menurut Evatt, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi
transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara
morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai
penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama
anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.
Patofisiologi Anemia Defisiensi Zat Besi
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan
untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan
oksigenase). Defisiensi zat besitidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga
anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin)
dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas
pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi
heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia
dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303).
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi
dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang
tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi
dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan
kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur
kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah
merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990).
Etiomologi Anemia Defisiensi Besi
Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :
6
1. Asupan zat besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi,
kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi.
Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah
maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan
yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan zat besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena
banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan
yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-
kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
4. Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat
besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui
menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di
dalam usus.
Gejala Klinik
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala
dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya
antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas
pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari
sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala
anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.
7
o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.
Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica,
dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan
seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini,
misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga
memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi
timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit
sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh
defisiensi zat besi.
Akibat Anemia Defisiensi Besi
Akibat-kibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemi gizi besi :
1. Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)
a. Gangguan perkembangan motorikdan koordinasi.
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
c. Gangguan pada psikologis dan perilaku
2. Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit
infeksi
3. Orang dewasa pria dan wanita
a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan.
b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4. Wanita hamil
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
8
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah
Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan anemia :
a) Suplementasi tabet Fe
b) Fortifikasi makanan dengan besi
c) Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan yang
memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
d) Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing.Dalam upaya mencegah dan
menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah
terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat besi dapat meningkatkan
kada Hemoglobin.
e) Pengobatan Anemia Defisiensi Besi. Sejak tahun 1997 pemerintah telah merintis
langkah baru dalam mencegah dan menanggulangi anemia, salah satu pilihannya
adalah mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah terbukti dari berbagai peneltian
bahwa suplemen zat besi dapat meningkatkan hemoglobin.
TERAPI
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti garam
besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya polimaltosa
ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk meningkatkan
penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia defisiensi besi
karena terjadi peningkatan jumlah hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC
merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari bagi remaja
yang menderita anemia. Contoh dari suplemen yang mengandung zat besi dan kandungan
elemen zat besi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Supplement Total iron (mg) Elemental iron (mg)
Ferrous sulfate 324 66
Ferrous gluconate 325 36
9
Feostat chewable 100 33
Feostat liquid 100 33/5 ml
Slow Fe 160 50
Fe 50 extended release 160 50
Ferro-Sequels timed release 50 50
Feosol caplets 50 50
Sumber: Drug facts and comparisons. St. Louis, MO: Facts and Comparisons, 1998
Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Sayangnya,
ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh dan rasa sakit yang
kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini. Tetapi resiko efek samping ini
dapat dikurangi dengan cara kenaikkan dosis secara bertahap, menggunakan zat besi dosis
rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung elemen besi yang rendah, salah
satunya glukonat ferosus. Kompleks polisakarida zat besi seringkali lebih berhasil
dibandingkan dengan garam zat besi, walaupun kenyataannya tablet tersebut mengandung
150 mg elemen zat besi. Campuran vitamin yang mengandung zat besi biasanya harus
dihindari, karena sediaan ini mahal dan mengandung jumblah zat besi yang suboptimal.
Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya sekitar 10
hari. Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi sebagai akibat dari:
a) Diagnosis yang tidak benar.
b) Tidak patuh.
c) Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian.
d) Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik, dll.
e) Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika terjadi, diperlukan penggantian zat besi
parenteral. Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui suntikan im setelah
tes dengan dosis 25 mg untuk reaksi alergi.
10
100 mg dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang
setiap minggu sampai cadangan zat besi terpenuhi. Traktus Z sebaiknya
digunakan pada suntikan untuk mencegah mengembunnya gabungan
tersebut kedalam dermis, yang dapat menghasilkan pewarnaan kulit yang
tidak dapat dihilangkan.
Pemberian secara iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat
menerima suntikan im atau yang memerlukan koreksi defisiensi zat besi
lebih cepat. Pendekatan yang paling nyaman adalah dengan
mengencerkan 500 mg campuran tersebut kedalam 100 ml cairan salin
steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml. Jika tidak terjadi
reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan dalam 2 jam. Pemberian iv
sampai 4 g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan mengalami
artralgia, menggigil dan demam yang tergantung dari dosis yang
diberikan dan dapat berlangsung sampai beberapa hari setelah infus.
Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika perlu, pada semua pasien
dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut secara nyata dipacu oleh penyakit ini. Obat
anti inflamasi non steroid biasanya mengatur gejala tersebut.
Anafilaksis, komplikasi serius penggunaan zat besi-dekstran, jarang muncul. Jika
gejala awal muncul, infus dihentikan dan perbaikan keadaan dengan benadril dan epinefrin
dapat dimulai. Jumlah zat besi yang diperlukan untuk penggantian dapat dihitung dari defisit
massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk mengganti cadangan tubuh.
Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk pasien dengan anemia defisiensi zat besi
yang berat yang mengancam fungsi kardiovaskular atau cerebrovaskular.
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Zat besi di dalam tubuh sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah untuk
tranportasi oksigen dan nutrisi sehingga metabolisme tubuh dapat berlangsung dengan
normal. Namun apabila kebutuhan zat besi tidak terpenuhi akan menyebabkan anemia,
karena tubuh tidak dmemproduksi sel-sel darah merah sehingga metabolisme tubuh
terganggu. Dan kekurangan zat besi di dalam tubuh inilah yang disebut dengan anemia
defisiensi besi.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Putra, Sukman Sukman Tulus. 2006. Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak. Jakarta;Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Price, Sylvia A.2012.Patofisiologi. Jakarta; EGC
3. Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins.2011.Buku Ajar
Patologi. Jakarta;EGC
4. Block, Annemarie W., dkk.2012.Kamus Kedokteran Dorlan.
Jakarta;EGC
5. Trjokroprawira, Askandar. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Universitas
Airlangga; Surabaya
6. Harrison, Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper; PRINSIP-PRINSIP
ILMU PENYAKIT DALAM edisi 13, volume 3; 1919-1921; penerbit buku kedokteran
EGC.
13