analisis_diagenesis_batuan_karbonat_deng.pdf
TRANSCRIPT
i
ANALISIS DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DENGAN METODE
PETROGRAFI STUDI KASUS BATUGAMPING WONOSARI
DI DESA MONGGOL, KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATEN
GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SEMINAR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan akademik tingkat sarjana padaJurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi MineralInstitut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Disusun Oleh:
LARIKIANSYAH
111.10.1043
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA
2015
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Larikiansyah
NIM : 111.10.1043
Program Studi : Teknik Geologi
Jurusan : Teknik Geologi
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal seminar :
Judul : Analisis Diagenesis Batuan Karbonat Dengan Metode
Petrografi Studi Kasus Batugamping Wonosari di Desa
Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Pembimbing : Arie Noor Rakhman, S. T., M. T.
Adalah benar-benar hasil karya saya. Seminar ini tidak terdapat
keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil
dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol
yang saya akui, seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan
pengakuan kepada penulis aslinya.
Apabila kemudian hari saya terbukti melakukan tindakan menyalin atau
meniru orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Yogyakarta, 14 November 2014
LarikiansyahNIM 111.10.1043
iv
INTISARI
ANALISIS DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DENGAN METODEPETROGRAFI STUDI KASUS BATUGAMPING WONOSARI DESA
MONGGOL, KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATENGUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh :Larikiansyah111.10.1043
Pembimbing :Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.
NIK.08.0576.648E
Daerah penelitian terletak di daerah Desa Monggol, Kecamatan Saptosari,Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewah Yogyakarta. Secara geografis Posisidareah penelitian terletak pada 110o32’15” – 110o32’21” BT dan 08o03’28” –08o03’50” LS dengan luas daerah penelitian adalah sebesar 1km2 (1km x 1km).
Geomorfologi lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst.Perbukitan karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping.Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut.
Stratigrafi Formasi Wonosari yang ada pada daerah penelitian satuanbatugamping klastik. Batugamping daerah penelitian tersusun oleh 5 asosiasifasies, yaitu fasies alga – foraminefera mudstone, fasies alga – foramineferawackestone, fasies alga – foraminifera packstone, fasies alga floatstone dan fasiesbatugamping kristalin.
Proses – proses diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian FormasiWonosari yaitu micritisasi microbial, kompaksi, sementasi dan neomorfisme yangmenandakan bahwa Formasi Wonosari pernah pada lingkungan diagenesis marinephreatic, burial, meteoric phreatic dan meteoric vadose.
Kata kunci : Formasi Wonosari, Fasies Batugamping, Diagenesis Batugamping
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, Rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Proposal seminar dengan judul: “ANALISIS DIAGENESIS BATUAN
KARBONAT DENGAN METODE PETROGRAFI STUDI KASUS
BATUGAMPING WONOSARI DESA MONGGOL, KECAMATAN
SAPTOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA”.
Dengan tulus hati penulis menghaturkan terima kasih atas motivasi,
bimbingan, dan saran yang diberikan selama penyusunan seminar ini kepada :
1. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing seminar
yang memberi saran, masukan, dan semangat.
2. Ir. Miftahussalam,M.T. selaku dosen wali yang sealu memberi arahan
dalam akademik.
3. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan dan bantuan
baik moril maupun materil.
4. Kepada temen-temen keluarga besar GAIA yang selalu memberikan
masukan dalam penyusunan seminar.
Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca, semoga apa yang ada
dalam seminar ini dapat membantu memenuhi kebutuhan kita akan informasi
tentang lingkungan diagenesis batuan karbonat.
Yogyakarta, 14 November 2014
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ILMIAH ................................. iii
INTISARI .................................................................................................... iv
PRAKATA.................................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
I.1. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
I.2. Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2
I.3. Batasan Masalah............................................................................. 2
I.4. Lokasi Penelitian ............................................................................ 2
I.5. Manfaat Seminar ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5
II.1. Litostratigrafi Regional .................................................................5
II.2. Pergertian Batuan Karbonat ..........................................................9
II.3. Klasifikasi Batuan Karbonat .........................................................10
II.3.1. Menurut Dunham ( 1962 ) ..................................................10
II.3.2. Menurut Embry dan Klovan ( 1971 )..................................11
II.4. Diagenesis Batuan Karbonat .........................................................12
II.4.1. Proses dan produk diagenesis .............................................13
II.4.2. Lingkungan diagenesis........................................................18
vii
BAB III PEMBAHASAN ...........................................................................21
III.1. Litostratigrafi Lokasi Penelitian ..................................................21
III.2. Batuan Daerah Penelitian ............................................................22
III.3. Produk Diagenesis Batuan Karbonat Daerah Panelitian .............29
III.4. Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari.....32
III.5. Sejarah Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari ............33
BAB IV KESIMPULAN..............................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2014).........................................3
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian (Surono dkk, 1992)............9
Gambar 3. Klasifikasi batuan karbonat Dunham (1962) ...............................11
Gambar 4. Klasifikasi batuan karbonat Embry dan Klovan (1971 )..............12
Gambar 5. Produk Diagenesis Mikritisasi microbial (Amrullah, 2011)........14
Gambar 6. Produk diagenesis pelarutan (Amrullah, 2011)............................15
Gambar 7. Produk diagenesis sementasi (Amrullah, 2011)...........................15
Gambar 8. Produk diagenesis neomorfisme (Amrullah, 2011) ......................16
Gambar 9. Produk diagensis dolomitisasi (Amrullah, 2011).........................17
Gambar 10. Produk diagensis kompaksi (Amrullah, 2011)...........................17
Gambar 11. Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wrigth (1990) ...................18
Gambar 12. Bukit kecil batugamping lokasi penelitian (Penulis, 2015)........21
Gambar 13. Lokasi Pengamatan I (Penulis, 2015).........................................22
Gambar 14. Singkapan batuan karbonat fasias Packstone (Penulis, 2015) ...23
Gambar 15. Singkapan batuan karbonat fasies floatstone (Penulis, 2015) ....24
Gambar 16. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone (Penulis, 2015) .24
Gambar 17. Lokasi Pengamatan II (Penulis, 2015) .......................................25
Gambar 18. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone (Penulis, 2015) .26
Gambar 19. Singkapan batuan karbonat fasies packstone (Penulis, 2015)....27
Gambar 20. Lokasi Pengamatan III (Penulis, 2015) ......................................27
Gambar 21. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone.(Penulis, 2015) .28
Gambar 22. Singkapan batuan fasies batugamping kristalin (Penulis, 2015) 29
ix
Gambar 23. LP II Sampel 1 micritisasi microbial pada fosil foraminefera(Penulis, 2015) ............................................................................30
Gambar 24. LP I Sampel 1terlihatnya Stylolites padasayatan petrogrfi(Penulis, 2015) ............................................................................30
Gambar 25. LP I Sampel 2 terlihatnya semen blocky pada sayatanpetrografi (Penulis, 2015)............................................................31
Gambar 26. LP III Sampel 2 dimana terjadinya perubahan ukuranmatrik menjda microspar yang berukuran lebih besarneomorfisme (Penulis, 2015).......................................................32
Gambar 27. Skema perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi padadaerah penelitian (Tucker dan Wright, 1990) .............................34
1
BAB IPENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Daerah penelitian, batuan karbonat merupakan Formasi Wonosari yang
tersingkap dengan cukup baik dan menarik untuk diteliti. Para peneliti
sebelumnya menggambarkan Formasi Wonosari sebagai suatu formasi berumur
Miosen Tengah hingga Pliosen yang disusun oleh litologi batuan karbonat. Batuan
karbonat terdiri dari batugamping klastik dan batugamping terumbu dengan
sisipan yaitu napal dan tuf (Surono dkk., 1992). Keberadaan litologi batuan
karbonat berupa batugamping klastik merupakan suatu fenomena geologi yang
khas dan menarik dan sehingga dijadikan sebagai objek penelitian dalam tugas
seminar. Perkembangan batugamping klastik yang sangat sensitif terhadap
perubahan keadaan geologi akan memberikan informasi yang sangat baik
mengenai sejarah geologi.
Proses diagenesis dapat disebabkan oleh proses fisika, kimia, dan biologi.
Perubahan sedimen akibat aktifitas organik merupakan proses awal diagenesis.
Kompaksi merupakan proses fisika yang terjadi setelah material sedimen
mengalami penimbunan dan berlanjut terus sampai ke tempat yang lebih dalam.
Proses sementasi merupakan proses kimia yang dapat terjadi pada awal proses
diagenesis dan terus berlanjut pada waktu material sedimen mengalami
penimbunan dan pengangkatan (Tuker, 1990).
1
2
Penulis berharap dengan dilakukan penelitian di daerah tersebut, penulis
memberikan informasi geologi daerah Gunungkidul dan sekitarnya mengenai
diagenesis yang terjadi pada batugamping Formasi Wonosari.
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan seminar ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat kurikulum di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral di
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Tujuan dari seminar dengan menggunakan data lapangan dan petrografi
untuk analisis diagenesis batuan karbonat, pengklasifikasian (penamaan),
penafsiran lingkungan diagenesis, mengetahui proses – proses diagenesis yang
terjadi pada batuan karbonat, dan aspek – aspek lainnya yang berhubungan
dengan batuan karbonat.
I.3. Batasan Masalah
Pembatasan masalah penulis membatasi masalah sebagai berukut :
1. Analisis diagenesis dengan pendekatan model Tucker dan Wright (1990).
2. Objek yang diteliti batuan karbonat dengan metode petrografi.
3. Lokasi analisis diagenesis batuan karbonat Desa Monggol, Kecamatan
Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3
I.4. Lokasi Penelitian
Daerah peneliatian berada ke arah selatan kota Yogyakarta , terletak pada
daerah Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimawa Yogyakarta. Posisi geografis dareah penelitian terletak pada 110o32’15”
– 110o32’21” BT dan 08o03’28” – 08o03’50” LS.
Luas daerah penelitian adalah sebesar 1km2 (1km x 1km) dapat dicapai
dalam waktu +/- 1 jam dengan menggunakan kendaran bermotor roda dua
maupun roda empat, namun ada beberapa daerah yang hanya dapat dijangkau
dengan cara berjalan kaki.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2014)
3
I.4. Lokasi Penelitian
Daerah peneliatian berada ke arah selatan kota Yogyakarta , terletak pada
daerah Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimawa Yogyakarta. Posisi geografis dareah penelitian terletak pada 110o32’15”
– 110o32’21” BT dan 08o03’28” – 08o03’50” LS.
Luas daerah penelitian adalah sebesar 1km2 (1km x 1km) dapat dicapai
dalam waktu +/- 1 jam dengan menggunakan kendaran bermotor roda dua
maupun roda empat, namun ada beberapa daerah yang hanya dapat dijangkau
dengan cara berjalan kaki.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2014)
3
I.4. Lokasi Penelitian
Daerah peneliatian berada ke arah selatan kota Yogyakarta , terletak pada
daerah Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimawa Yogyakarta. Posisi geografis dareah penelitian terletak pada 110o32’15”
– 110o32’21” BT dan 08o03’28” – 08o03’50” LS.
Luas daerah penelitian adalah sebesar 1km2 (1km x 1km) dapat dicapai
dalam waktu +/- 1 jam dengan menggunakan kendaran bermotor roda dua
maupun roda empat, namun ada beberapa daerah yang hanya dapat dijangkau
dengan cara berjalan kaki.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2014)
4
I.5. Manfaat Seminar
Penulis mengambil judul seminar Analisis Diagenesis Batuan Karbonat
Dengan Metode Petrografi Studi Kasus Batugamping Wonosari Desa Monggol,
Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
dengan harapan dapat memberikan manfaat :
1. Informasi dan tulisan mengenai diagenesis batuan karbonat dengan pendekatan
model Tucker dan wright (1990).
2. Mengetahui proses – proses diagenesis dan lingkungan diagenesa batugamping
di Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II.1. Litostratigrafi Regional
Lokasi penelitian batuan karbonat Formasi wonosari termasuk kedalam
penamaan satuan litostratigrafi pegunungan Selatan yang telah banyak
dikemukakan oleh beberapa peneliti. Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan telah
diteliti antara lain oleh (Surono dkk, 1992).
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di
Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini
di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta
lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran
dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di
G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120
meter.
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan
kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah
berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan
aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung
dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas
lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
5
6
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan
serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga
dasit. Bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg,
Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran
lava bantal (Bronto dan Mulyaningsih, 2001). Penyebaran lateral Formasi
Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah
Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian
tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian
G. Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460
meter.
4. Formasi Nglanggran
Lokasi formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir.
Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran
lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang
mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari
andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Bagian tengah formasi ini, yaitu
pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk
lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
gunungapi epiklastik dan tuf yang berlapis baik.
7
5. Formasi Sambipitu
Lokasi formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-
Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar
di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung,
namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan
Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di
bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi
batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung
bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung
bahan karbonat. Formasi dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta
meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini
diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan
Selatan pada waktu itu (Bronto dan Mulyaningsih, 2001).
6. Formasi Oyo
Lokasi formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah
terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai
oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang
dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo
tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter
dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir,
8
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi
Oyo.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh (Surono dkk, 1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung
yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya
sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi
ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang
alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan
formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian
bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari
dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang
terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan
sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah,
diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini
adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah
laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk,
1992).
8. Formasi Kepek
Lokasi formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat
Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat
Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan
batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
9
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian (Surono dkk, 1992) tanda merah sebagaipenunjuk asosiasi satuan batuan Formasi Wonosari
II.2. Pengertian Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi
dominan terdiri dari garam – garam karbonat, sedang dalam prakteknya secara
umum meliputi batugamping dan dolomit. Proses pembetukannya dapat terjadi
secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun
biokimia, dimana dalam proses tersebut organisme turut berperan dan dapat pula
terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik
yang kemudian diendapkan pada tempat lain (Koesoemadinata, 1985).
9
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian (Surono dkk, 1992) tanda merah sebagaipenunjuk asosiasi satuan batuan Formasi Wonosari
II.2. Pengertian Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi
dominan terdiri dari garam – garam karbonat, sedang dalam prakteknya secara
umum meliputi batugamping dan dolomit. Proses pembetukannya dapat terjadi
secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun
biokimia, dimana dalam proses tersebut organisme turut berperan dan dapat pula
terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik
yang kemudian diendapkan pada tempat lain (Koesoemadinata, 1985).
9
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian (Surono dkk, 1992) tanda merah sebagaipenunjuk asosiasi satuan batuan Formasi Wonosari
II.2. Pengertian Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi
dominan terdiri dari garam – garam karbonat, sedang dalam prakteknya secara
umum meliputi batugamping dan dolomit. Proses pembetukannya dapat terjadi
secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun
biokimia, dimana dalam proses tersebut organisme turut berperan dan dapat pula
terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik
yang kemudian diendapkan pada tempat lain (Koesoemadinata, 1985).
10
Selain itu pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses dari batuan
karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi,
dimana kalsit berubah menjadi dolomit). Seluruh proses pembentukan batuan
karbonat tersebut terjadi pada lingkungan air laut, sehinnga praktis bebas dari
detritus asal darat.
II.3.Klasifikasi Batuan Karbonat
II.3.1. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962)
Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari
batugamping, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek
yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil.
Dasar yang dipakai oleh Dunham (1962) untuk menentukan tingkat energi
adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan
terbentuk pada energi rendah karena Dunham (1962) beranggapan lumpur
karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang sebaliknya batuan
dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga
hanya komponen butiran yang dapat mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam matrik
lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut mengandung
butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. lain halnya bila antar
butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone. Packstone
mempunyai tekstur grain- supported dan biasanya memiliki matriks mud.
Dunham (1962) memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan fabrik
yang mengindikasikan asal-usul komponen- komponennya yang direkatkan
11
bersama selama proses deposisi (misalnya pengendapan lingkungan
terumbu).
Gambar 3. Klasifikasi batuan karbonat (Dunham 1962)
II.3.2. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971).
Modifikasi klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping
menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan
allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen
penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan
Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham tetapi tidak terperinci. Dunham
hanya memakainya sebagai dasar klasifikasi batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone)
sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga
kelompok yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas
11
bersama selama proses deposisi (misalnya pengendapan lingkungan
terumbu).
Gambar 3. Klasifikasi batuan karbonat (Dunham 1962)
II.3.2. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971).
Modifikasi klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping
menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan
allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen
penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan
Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham tetapi tidak terperinci. Dunham
hanya memakainya sebagai dasar klasifikasi batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone)
sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga
kelompok yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas
11
bersama selama proses deposisi (misalnya pengendapan lingkungan
terumbu).
Gambar 3. Klasifikasi batuan karbonat (Dunham 1962)
II.3.2. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971).
Modifikasi klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping
menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan
allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen
penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan
Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham tetapi tidak terperinci. Dunham
hanya memakainya sebagai dasar klasifikasi batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone)
sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga
kelompok yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas
12
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu
juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen
berukuran lebih besar dari 2 cm >10 %. Nama yang mereka berikan adalah
rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported
(Klasifikasi Embry & Klovan 1971).
Gambar 4. Klasifikasi batuan karbonat (Embry dan Klovan 1971 )
II.4. Diagenesis Batuan Karbonat
Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada
suatu batuan meliputi proses kimia maupun fisika, namun perubahan ini bukan
yang disebabkan oleh perubahan suhu maupun tekanan (metamorfisme) (Scholle
dan (Ulmer – Scholle, 2003 dalam Flugel, 2004).
Beberapa hal yang mengontrol proses diagenesis diantaranya, yaitu :
12
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu
juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen
berukuran lebih besar dari 2 cm >10 %. Nama yang mereka berikan adalah
rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported
(Klasifikasi Embry & Klovan 1971).
Gambar 4. Klasifikasi batuan karbonat (Embry dan Klovan 1971 )
II.4. Diagenesis Batuan Karbonat
Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada
suatu batuan meliputi proses kimia maupun fisika, namun perubahan ini bukan
yang disebabkan oleh perubahan suhu maupun tekanan (metamorfisme) (Scholle
dan (Ulmer – Scholle, 2003 dalam Flugel, 2004).
Beberapa hal yang mengontrol proses diagenesis diantaranya, yaitu :
12
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu
juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen
berukuran lebih besar dari 2 cm >10 %. Nama yang mereka berikan adalah
rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported
(Klasifikasi Embry & Klovan 1971).
Gambar 4. Klasifikasi batuan karbonat (Embry dan Klovan 1971 )
II.4. Diagenesis Batuan Karbonat
Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada
suatu batuan meliputi proses kimia maupun fisika, namun perubahan ini bukan
yang disebabkan oleh perubahan suhu maupun tekanan (metamorfisme) (Scholle
dan (Ulmer – Scholle, 2003 dalam Flugel, 2004).
Beberapa hal yang mengontrol proses diagenesis diantaranya, yaitu :
13
1. Komposisi dan mineralogi dari sedimen asal.
2. Komposisi dari cairan pori serta kecepatan cairan fluida.
3. Faktor sejarah geologi sedimen asal, seperti pengangkatan dan perubahan muka
air laut mempengaruhi proses diagenesis. Proses diagenesis tahap awal dimulai
bila batuan terangakat ke permukaan.
4. Iklim, pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan
terbatas dibandingkan dengan porositas primer yang terawetkan. Sebaliknya
pada iklim dingin, umumnya sangat sedikit sekali porositas primer yang
terhidar dari proses sementasi, tetapi porositas sekunder seperti moldic dan vug
berkembang secara signifikan.
II.4.1. Proses dan produk diagenesis
Enam proses utama yang terdapat dalam proses diagenesis, yaitu :
pelarutan, sementasi, neomorfisme, dolomitisasi, mikritisasi mikrobial dan
kompaksi. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, tekanan,
temperatur, stabilitas mineral, kondisi kesetimbangan, rate of water influx, waktu
dan kontrol struktur. Tiga proses utama dalam proses diagenesis adalah, pelarutan
(dissolution), sementasi dan penggatian (replacement). Setiap proses ini dicirikan
oleh kenampakan berbeda – beda yang menginterpretasikan kondisi pembetukan
batuan karbonat. Berikut adalah proses yang terjadi dalam proses diagenesis :
1. Mikritisasi Mikrobial
Proses ini terjadi di lingkungan laut, yang terbentuk oleh adanya, aktivitas
pemboran butiran oleh endolithic algae, fungi dan bakteri di sekitar skeletal
kemudian lubang yang terbentuk diisi dengan sedimen berbutir halus atau
14
semen yang micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang.
Aktivitas organisme tersebut sangat aktif, maka akan dihasilkan cangkang yang
sepenuhnya termikritisasi. Proses ini merupakan proses yang peting umumnya
terjadi dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active merine
phreatic zone (Longman, 1980).
Gambar 5. Produk Diagenesis Mikritisasi microbial (Amrullah, 2011)
2. Pelarutan
Proses pelarutan diketahui dengan adanya mineral yang tidak stabil larut dan
membentuk mineral lain yang stabil pada lingkungan yang baru, hal ini terjadi
adanya perbedaan lingkungan diagenesis. Proses pelarutan dapat terjadi pada
freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980).
14
semen yang micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang.
Aktivitas organisme tersebut sangat aktif, maka akan dihasilkan cangkang yang
sepenuhnya termikritisasi. Proses ini merupakan proses yang peting umumnya
terjadi dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active merine
phreatic zone (Longman, 1980).
Gambar 5. Produk Diagenesis Mikritisasi microbial (Amrullah, 2011)
2. Pelarutan
Proses pelarutan diketahui dengan adanya mineral yang tidak stabil larut dan
membentuk mineral lain yang stabil pada lingkungan yang baru, hal ini terjadi
adanya perbedaan lingkungan diagenesis. Proses pelarutan dapat terjadi pada
freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980).
14
semen yang micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang.
Aktivitas organisme tersebut sangat aktif, maka akan dihasilkan cangkang yang
sepenuhnya termikritisasi. Proses ini merupakan proses yang peting umumnya
terjadi dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active merine
phreatic zone (Longman, 1980).
Gambar 5. Produk Diagenesis Mikritisasi microbial (Amrullah, 2011)
2. Pelarutan
Proses pelarutan diketahui dengan adanya mineral yang tidak stabil larut dan
membentuk mineral lain yang stabil pada lingkungan yang baru, hal ini terjadi
adanya perbedaan lingkungan diagenesis. Proses pelarutan dapat terjadi pada
freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980).
15
Gambar 6. Produk diagenesis pelarutan (Amrullah, 2011)
3. Sementasi
Proses sementasi merupakan proses diagenesis utama dalam sedimen karbonat
terjadi pada waktu air pori yang sudah jenuh sewaktu fase semen dan tidak ada
faktor kinetik yang bisa menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan
sirkulasi air tawar ataupun air laut yang besar sekali. Lingkungan diagenesis
ditunjukkan oleh adanya mineralogi dan fabric semen yang berbeda – beda
tergantung pada komposisi air pori, kecepatan suplai karbonat dan presipitasi.
Gambar 7. Produk diagenesis sementasi (Amrullah, 2011)
15
Gambar 6. Produk diagenesis pelarutan (Amrullah, 2011)
3. Sementasi
Proses sementasi merupakan proses diagenesis utama dalam sedimen karbonat
terjadi pada waktu air pori yang sudah jenuh sewaktu fase semen dan tidak ada
faktor kinetik yang bisa menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan
sirkulasi air tawar ataupun air laut yang besar sekali. Lingkungan diagenesis
ditunjukkan oleh adanya mineralogi dan fabric semen yang berbeda – beda
tergantung pada komposisi air pori, kecepatan suplai karbonat dan presipitasi.
Gambar 7. Produk diagenesis sementasi (Amrullah, 2011)
15
Gambar 6. Produk diagenesis pelarutan (Amrullah, 2011)
3. Sementasi
Proses sementasi merupakan proses diagenesis utama dalam sedimen karbonat
terjadi pada waktu air pori yang sudah jenuh sewaktu fase semen dan tidak ada
faktor kinetik yang bisa menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan
sirkulasi air tawar ataupun air laut yang besar sekali. Lingkungan diagenesis
ditunjukkan oleh adanya mineralogi dan fabric semen yang berbeda – beda
tergantung pada komposisi air pori, kecepatan suplai karbonat dan presipitasi.
Gambar 7. Produk diagenesis sementasi (Amrullah, 2011)
16
4. Neomorfisme
Neomorfisme adalah proses penggatian dan rekristalisasi dimana terjadi
perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur
karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggatian cangkang
aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1990). Proses ini dapat
terjadi pada awal sedimentasi freshwater phreatic dan deep burial.
Gambar 8. Produk diagenesis neomorfisme (Amrullah, 2011)
5. Dolomitisasi
Dolomitisasi adalah proses penggatian mineral kalsit menjadi dolomit yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor –
faktor yang mempercepet presipitasi dolomit adalah besarnya perbandingan
Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan CO2, tingginya temperatur dan pH,
rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar silinitas serta pengaruh material
organik. Proses dolomitisasi bisa berubah replacement melalui proses
presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat terjadi pada lingkungan mixing
zone dan deep burial (Morrow. 1982)
16
4. Neomorfisme
Neomorfisme adalah proses penggatian dan rekristalisasi dimana terjadi
perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur
karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggatian cangkang
aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1990). Proses ini dapat
terjadi pada awal sedimentasi freshwater phreatic dan deep burial.
Gambar 8. Produk diagenesis neomorfisme (Amrullah, 2011)
5. Dolomitisasi
Dolomitisasi adalah proses penggatian mineral kalsit menjadi dolomit yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor –
faktor yang mempercepet presipitasi dolomit adalah besarnya perbandingan
Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan CO2, tingginya temperatur dan pH,
rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar silinitas serta pengaruh material
organik. Proses dolomitisasi bisa berubah replacement melalui proses
presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat terjadi pada lingkungan mixing
zone dan deep burial (Morrow. 1982)
16
4. Neomorfisme
Neomorfisme adalah proses penggatian dan rekristalisasi dimana terjadi
perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur
karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggatian cangkang
aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1990). Proses ini dapat
terjadi pada awal sedimentasi freshwater phreatic dan deep burial.
Gambar 8. Produk diagenesis neomorfisme (Amrullah, 2011)
5. Dolomitisasi
Dolomitisasi adalah proses penggatian mineral kalsit menjadi dolomit yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor –
faktor yang mempercepet presipitasi dolomit adalah besarnya perbandingan
Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan CO2, tingginya temperatur dan pH,
rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar silinitas serta pengaruh material
organik. Proses dolomitisasi bisa berubah replacement melalui proses
presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat terjadi pada lingkungan mixing
zone dan deep burial (Morrow. 1982)
17
Gambar 9. Produk diagensis dolomitisasi (Amrullah, 2011)
6. Kompaksi
Menurut Tucker Dan Wrigth (1990) proses kompaksi dibagi 2 macam, yaitu :
1. Kompaksi mekanik yang terjadi pada saat pembebanan semakin besar yang
menyebabkan terjadinya retakan dalam butiran, butir saling berdekatan,
porositas berkurang.
2. Kompaksi kimia, terjadi ketika antara butir bersentuhan sehingga
mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak
concavo-convex
Gambar 10. Produk diagensis kompaksi (Amrullah, 2011)
17
Gambar 9. Produk diagensis dolomitisasi (Amrullah, 2011)
6. Kompaksi
Menurut Tucker Dan Wrigth (1990) proses kompaksi dibagi 2 macam, yaitu :
1. Kompaksi mekanik yang terjadi pada saat pembebanan semakin besar yang
menyebabkan terjadinya retakan dalam butiran, butir saling berdekatan,
porositas berkurang.
2. Kompaksi kimia, terjadi ketika antara butir bersentuhan sehingga
mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak
concavo-convex
Gambar 10. Produk diagensis kompaksi (Amrullah, 2011)
17
Gambar 9. Produk diagensis dolomitisasi (Amrullah, 2011)
6. Kompaksi
Menurut Tucker Dan Wrigth (1990) proses kompaksi dibagi 2 macam, yaitu :
1. Kompaksi mekanik yang terjadi pada saat pembebanan semakin besar yang
menyebabkan terjadinya retakan dalam butiran, butir saling berdekatan,
porositas berkurang.
2. Kompaksi kimia, terjadi ketika antara butir bersentuhan sehingga
mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak
concavo-convex
Gambar 10. Produk diagensis kompaksi (Amrullah, 2011)
18
II.4.2. Lingkungan diagenesis
Lingkungan diagenesis merupakan daerah dimana pola diagenesis yang
sama muncul, lingkungan diagenesis tidak ada kaitannya dengan lingkungan
pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu.
Gambar 11. Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wright (1990)
. Mempelajari produk-produk diagenesis yang hadir pada lingkungan
tertentu merupakan kunci penting untuk memprediksi kecenderungan porositas
pada batuan karbonat. menurut (Longman, 1980 dalam Tucker dan wright, 1990)
membagi lima lingkungan diagenesis (Gambar 11), yaitu :
1. Zona marine phreatic
Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua roga porinya
terisi oleh air laut yang normal. Umumnya karbonat diendapakan dan memulai
sejarah diagenesisnya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat
di bagi menjadi dua, yaitu lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air
sedikit, dicirikan oleh kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat.
18
II.4.2. Lingkungan diagenesis
Lingkungan diagenesis merupakan daerah dimana pola diagenesis yang
sama muncul, lingkungan diagenesis tidak ada kaitannya dengan lingkungan
pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu.
Gambar 11. Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wright (1990)
. Mempelajari produk-produk diagenesis yang hadir pada lingkungan
tertentu merupakan kunci penting untuk memprediksi kecenderungan porositas
pada batuan karbonat. menurut (Longman, 1980 dalam Tucker dan wright, 1990)
membagi lima lingkungan diagenesis (Gambar 11), yaitu :
1. Zona marine phreatic
Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua roga porinya
terisi oleh air laut yang normal. Umumnya karbonat diendapakan dan memulai
sejarah diagenesisnya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat
di bagi menjadi dua, yaitu lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air
sedikit, dicirikan oleh kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat.
18
II.4.2. Lingkungan diagenesis
Lingkungan diagenesis merupakan daerah dimana pola diagenesis yang
sama muncul, lingkungan diagenesis tidak ada kaitannya dengan lingkungan
pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu.
Gambar 11. Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wright (1990)
. Mempelajari produk-produk diagenesis yang hadir pada lingkungan
tertentu merupakan kunci penting untuk memprediksi kecenderungan porositas
pada batuan karbonat. menurut (Longman, 1980 dalam Tucker dan wright, 1990)
membagi lima lingkungan diagenesis (Gambar 11), yaitu :
1. Zona marine phreatic
Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua roga porinya
terisi oleh air laut yang normal. Umumnya karbonat diendapakan dan memulai
sejarah diagenesisnya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat
di bagi menjadi dua, yaitu lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air
sedikit, dicirikan oleh kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat.
19
Lingkungan kedua berupa lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air
yang baik dimana tingkat sementasi intergranular dan mengisi ronga lebih
intensif. Semen aragonit berserabut dan Mg kalsit merupakan ciri lain dari
lingkungan ini.
2. Zona mixing
Zona mixing merupakan percampuran lingkungan freshwater phreatic dan
freshwater vadose dengan karakteristik adanya air payau dan bersifat diam.
Seluruh ronga yang semua terisi air laut akan mulai tergantikan oleh air tawar.
Dolomitisasi merupakan salah satu penciri lingkungan ini jika salinitas air
sekitarnya rendah. Selinitas tinggi akan terbentuk Mg kalsit yang menjarum.
3. Zona meteoric phreatic
Zona ini terletak di bawah zona meteoric vadose dan zona mixing. Semua
ruang pori batuan diisi air meteorik yang mengandung material karbonat hasil
pelarutan dengan kadar yang bervariasi. Lingkungan ini dicirikan dengan
proses pencucian, neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi
kalsit secara intensif.
4. Zona meteoric vadose
Zona meteoric vadose terletak di bawah permukaan dan di atas muka air tanah
yang menyebabkan rongga pada batuan terisi oleh udara dan air meteorik.
Proses utama yang terjadi di lingkungan ini beruapa pelarutan yang
menghasilakan porositas sekunder vug dan saturasi yang membentuk semen
pendant dan maniskus akibat air yang jenuh kalsit maupun penguapan CO2
20
5. Zona burial
Lingkungan ini dicirikan adanya proses kompaksi baik kompaksi mekanik
maupun kimia. Menurut Longmen (1980), lingkungan ini dicirikan oleh semen
kalsit atau dolomit kasar yang bersifat ferroan dengan tekstur poikilotopik,
terjadinya grain failure, stylolite dan dissolution seam.
21
BAB IIIPEMBAHASAAN
III. 1. Litostratigrafi Lokasi Penelitian
Litostratigrafi lokasi penelitian berdasarkan pengamatan dilapangan dan
studi literatur termasuk ke dalam Formasi Wonosari dengan litologi batugamping
klastik. Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan pertrografi litologi di lokasi
penelitian berupa batugamping Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga –
Foraminefera Packstone, Fasies Alga - Foraminefera Wackestone, Facies Alga
Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin (Embry dan Kloven,
1971). Lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst. Hal ini didasarkan
atas hasil pengamatan disekitar lokasi penelitian dan studi literatur. Perbukitan
karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping (Gambar
12). Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut.
Gambar 12. Bukit kecil batugamping lokasi penelitian (Penulis, 2015)
21
21
BAB IIIPEMBAHASAAN
III. 1. Litostratigrafi Lokasi Penelitian
Litostratigrafi lokasi penelitian berdasarkan pengamatan dilapangan dan
studi literatur termasuk ke dalam Formasi Wonosari dengan litologi batugamping
klastik. Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan pertrografi litologi di lokasi
penelitian berupa batugamping Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga –
Foraminefera Packstone, Fasies Alga - Foraminefera Wackestone, Facies Alga
Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin (Embry dan Kloven,
1971). Lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst. Hal ini didasarkan
atas hasil pengamatan disekitar lokasi penelitian dan studi literatur. Perbukitan
karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping (Gambar
12). Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut.
Gambar 12. Bukit kecil batugamping lokasi penelitian (Penulis, 2015)
21
21
BAB IIIPEMBAHASAAN
III. 1. Litostratigrafi Lokasi Penelitian
Litostratigrafi lokasi penelitian berdasarkan pengamatan dilapangan dan
studi literatur termasuk ke dalam Formasi Wonosari dengan litologi batugamping
klastik. Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan pertrografi litologi di lokasi
penelitian berupa batugamping Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga –
Foraminefera Packstone, Fasies Alga - Foraminefera Wackestone, Facies Alga
Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin (Embry dan Kloven,
1971). Lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst. Hal ini didasarkan
atas hasil pengamatan disekitar lokasi penelitian dan studi literatur. Perbukitan
karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping (Gambar
12). Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut.
Gambar 12. Bukit kecil batugamping lokasi penelitian (Penulis, 2015)
21
22
III. 2. Batuan Daerah Penelitian
Berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan dan sayatan petrografi pada
batuan karbonat daerah penelitian maka di simpulkan bahwa batuan karbonat
daerah penelitian, yaitu :
a. Fasies Alga Floatstone
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone
c. Fasies Alga - Foraminefera Wackestone
d. Facies Alga – Foraminefera Mudstone
e. Fasies Batugamping Kristalin
Lokasi Penelitian I
Pada LP I desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’28”, BT
110o32’15” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 10,4 m singkapan
mempunyai slope 19o dan memiliki kedudukan N 160o E/3o. Pada LP I singakapan
tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga –
Foraminefera Packstone dan Fasies Alga - Foraminefera Wackestone.
Gambar 13. Lokasi Pengamatan I (Penulis, 2015)
22
III. 2. Batuan Daerah Penelitian
Berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan dan sayatan petrografi pada
batuan karbonat daerah penelitian maka di simpulkan bahwa batuan karbonat
daerah penelitian, yaitu :
a. Fasies Alga Floatstone
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone
c. Fasies Alga - Foraminefera Wackestone
d. Facies Alga – Foraminefera Mudstone
e. Fasies Batugamping Kristalin
Lokasi Penelitian I
Pada LP I desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’28”, BT
110o32’15” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 10,4 m singkapan
mempunyai slope 19o dan memiliki kedudukan N 160o E/3o. Pada LP I singakapan
tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga –
Foraminefera Packstone dan Fasies Alga - Foraminefera Wackestone.
Gambar 13. Lokasi Pengamatan I (Penulis, 2015)
22
III. 2. Batuan Daerah Penelitian
Berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan dan sayatan petrografi pada
batuan karbonat daerah penelitian maka di simpulkan bahwa batuan karbonat
daerah penelitian, yaitu :
a. Fasies Alga Floatstone
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone
c. Fasies Alga - Foraminefera Wackestone
d. Facies Alga – Foraminefera Mudstone
e. Fasies Batugamping Kristalin
Lokasi Penelitian I
Pada LP I desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’28”, BT
110o32’15” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 10,4 m singkapan
mempunyai slope 19o dan memiliki kedudukan N 160o E/3o. Pada LP I singakapan
tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga –
Foraminefera Packstone dan Fasies Alga - Foraminefera Wackestone.
Gambar 13. Lokasi Pengamatan I (Penulis, 2015)
23
a. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP I/ Sempel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya
mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan terlihat fasies
packstone yang terdapat memiliki kerakteristik Foraminefera besar dan
pecahan alga, matrik berupa biomicrit, semen kalsit.
Gambar 14. Singkapan batuan karbonat fasias Packstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan karbonat packstone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites dan Red alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga Floatstone LP I/ Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen pada umumnya
mengambang dalam metrik berupa pecaha cangkang, lumpur karbonat
umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan terlihat fasies
floatstone yang terdapat memiliki kerakteristik pecahan green alga yang
memiliki Mg-kalsit, adanya Stylolites, matrik biomicrit dan semen kalsit
23
a. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP I/ Sempel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya
mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan terlihat fasies
packstone yang terdapat memiliki kerakteristik Foraminefera besar dan
pecahan alga, matrik berupa biomicrit, semen kalsit.
Gambar 14. Singkapan batuan karbonat fasias Packstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan karbonat packstone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites dan Red alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga Floatstone LP I/ Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen pada umumnya
mengambang dalam metrik berupa pecaha cangkang, lumpur karbonat
umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan terlihat fasies
floatstone yang terdapat memiliki kerakteristik pecahan green alga yang
memiliki Mg-kalsit, adanya Stylolites, matrik biomicrit dan semen kalsit
23
a. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP I/ Sempel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya
mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan terlihat fasies
packstone yang terdapat memiliki kerakteristik Foraminefera besar dan
pecahan alga, matrik berupa biomicrit, semen kalsit.
Gambar 14. Singkapan batuan karbonat fasias Packstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan karbonat packstone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites dan Red alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga Floatstone LP I/ Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen pada umumnya
mengambang dalam metrik berupa pecaha cangkang, lumpur karbonat
umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan terlihat fasies
floatstone yang terdapat memiliki kerakteristik pecahan green alga yang
memiliki Mg-kalsit, adanya Stylolites, matrik biomicrit dan semen kalsit
24
Gambar 15. Singkapan batuan karbonat fasies floatstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies floatstone, terlihat adanya green alga(Kiri). (Penulis, 2015)
c. Fasies Foraminefera Wackestone LP I/ Sampel 3
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang
dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat
umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 3 batuan terlihat fasies
Wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera
Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 16. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
24
Gambar 15. Singkapan batuan karbonat fasies floatstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies floatstone, terlihat adanya green alga(Kiri). (Penulis, 2015)
c. Fasies Foraminefera Wackestone LP I/ Sampel 3
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang
dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat
umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 3 batuan terlihat fasies
Wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera
Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 16. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
24
Gambar 15. Singkapan batuan karbonat fasies floatstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies floatstone, terlihat adanya green alga(Kiri). (Penulis, 2015)
c. Fasies Foraminefera Wackestone LP I/ Sampel 3
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang
dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat
umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 3 batuan terlihat fasies
Wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera
Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 16. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
25
Lokasi Penelitian II
Pada LP II desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’47”, BT
110o32’20” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 4,4 m singkapan
mempunyai slope 13o dan memiliki kedudukan N 133o E/3o. Pada LP II
singakapan batugamping tingkat pelapukan relatif tinggi, warna gelap pada
singkapan sangat dominan dan tersusun dari beberapa litologi Fasies
Foraminefera Wackestone dan Fasies Alga - Foraminefera Packstone.
Gambar 17. Lokasi Pengamatan II (Penulis, 2015)
a. Fasies Foraminefera Wackestone LP II/Sampel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang
dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat
umumnya berwarna terang. Pada singkapan sampel 1 batuan karbonat memiliki
tingkat pelapukan relatif tinggi dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan
dan terlihat seperti berlapis.
25
Lokasi Penelitian II
Pada LP II desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’47”, BT
110o32’20” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 4,4 m singkapan
mempunyai slope 13o dan memiliki kedudukan N 133o E/3o. Pada LP II
singakapan batugamping tingkat pelapukan relatif tinggi, warna gelap pada
singkapan sangat dominan dan tersusun dari beberapa litologi Fasies
Foraminefera Wackestone dan Fasies Alga - Foraminefera Packstone.
Gambar 17. Lokasi Pengamatan II (Penulis, 2015)
a. Fasies Foraminefera Wackestone LP II/Sampel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang
dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat
umumnya berwarna terang. Pada singkapan sampel 1 batuan karbonat memiliki
tingkat pelapukan relatif tinggi dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan
dan terlihat seperti berlapis.
25
Lokasi Penelitian II
Pada LP II desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’47”, BT
110o32’20” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 4,4 m singkapan
mempunyai slope 13o dan memiliki kedudukan N 133o E/3o. Pada LP II
singakapan batugamping tingkat pelapukan relatif tinggi, warna gelap pada
singkapan sangat dominan dan tersusun dari beberapa litologi Fasies
Foraminefera Wackestone dan Fasies Alga - Foraminefera Packstone.
Gambar 17. Lokasi Pengamatan II (Penulis, 2015)
a. Fasies Foraminefera Wackestone LP II/Sampel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang
dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat
umumnya berwarna terang. Pada singkapan sampel 1 batuan karbonat memiliki
tingkat pelapukan relatif tinggi dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan
dan terlihat seperti berlapis.
26
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat
fasies wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera
Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 18. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP II/Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya
mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Pada
singkapan sampel 2 batuan karbonat memiliki tingkat pelapukan relatif tinggi
dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan dan terlihat seperti berlapis
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan karbonat terlihat
fasies packstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera dan
pecahan green alga yang mengandung Mg- Kalsit, matrik berupa biomicrit,
semen kalsit.
26
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat
fasies wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera
Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 18. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP II/Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya
mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Pada
singkapan sampel 2 batuan karbonat memiliki tingkat pelapukan relatif tinggi
dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan dan terlihat seperti berlapis
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan karbonat terlihat
fasies packstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera dan
pecahan green alga yang mengandung Mg- Kalsit, matrik berupa biomicrit,
semen kalsit.
26
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat
fasies wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera
Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 18. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanyaforaminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP II/Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki
sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya
mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Pada
singkapan sampel 2 batuan karbonat memiliki tingkat pelapukan relatif tinggi
dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan dan terlihat seperti berlapis
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan karbonat terlihat
fasies packstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera dan
pecahan green alga yang mengandung Mg- Kalsit, matrik berupa biomicrit,
semen kalsit.
27
Gambar 19. Singkapan batuan karbonat fasies packstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies packstone, terlihat adanyaforaminefera dan Green Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
Lokasi Pengamatan III
Pada LP III desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’50”, BT
110o32’221” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 5,2 m singkapan
mempunyai slope 9o. Pada LP III singakapan batugamping berwarna putih,
adanya pengotor akibat pelarutan yang masuk ke dalam rongga – rongga batuan
batugamping tersebut dan tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga -
Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin.
Gambar 20. Lokasi Pengamatan III (Penulis, 2015)
27
Gambar 19. Singkapan batuan karbonat fasies packstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies packstone, terlihat adanyaforaminefera dan Green Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
Lokasi Pengamatan III
Pada LP III desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’50”, BT
110o32’221” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 5,2 m singkapan
mempunyai slope 9o. Pada LP III singakapan batugamping berwarna putih,
adanya pengotor akibat pelarutan yang masuk ke dalam rongga – rongga batuan
batugamping tersebut dan tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga -
Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin.
Gambar 20. Lokasi Pengamatan III (Penulis, 2015)
27
Gambar 19. Singkapan batuan karbonat fasies packstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies packstone, terlihat adanyaforaminefera dan Green Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
Lokasi Pengamatan III
Pada LP III desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’50”, BT
110o32’221” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 5,2 m singkapan
mempunyai slope 9o. Pada LP III singakapan batugamping berwarna putih,
adanya pengotor akibat pelarutan yang masuk ke dalam rongga – rongga batuan
batugamping tersebut dan tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga -
Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin.
Gambar 20. Lokasi Pengamatan III (Penulis, 2015)
28
a. Fasies Alga – Foraminefera Mudstone LPIII/Sampel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik - sedang dengan kemas tertutup dan fragmen umumnya mengambang dalam
matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat
fasies mudstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik Foraminefera dan
pecahan red alga, matrik berupa micrit, semen kalsit.
Gambar 21. Singkapan batuan karbonat fasies Mudstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies mudstone, terlihat adanyaforaminefera dan Red Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Batugamping Kristalin LPIII/Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies batugamping kristalin yang terdapat
pada daerah penelitain desa monggol yang ditemukan berwarna cerah, sangat
kompak dan tersusun dari kristal karbonat seluruhnya.
Pada sayatan petrografi fasies batugamping kristalin terdiri dari mineral
dolomit tapi pada sayatan petrografi tidak diberikan larutan alizerin red untuk
mengindentifikasi dolomit tersebut, tekstur kristalin dengan sortasi baik kemas
tertutup dan metrik dari micrit sampai microspar.
28
a. Fasies Alga – Foraminefera Mudstone LPIII/Sampel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik - sedang dengan kemas tertutup dan fragmen umumnya mengambang dalam
matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat
fasies mudstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik Foraminefera dan
pecahan red alga, matrik berupa micrit, semen kalsit.
Gambar 21. Singkapan batuan karbonat fasies Mudstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies mudstone, terlihat adanyaforaminefera dan Red Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Batugamping Kristalin LPIII/Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies batugamping kristalin yang terdapat
pada daerah penelitain desa monggol yang ditemukan berwarna cerah, sangat
kompak dan tersusun dari kristal karbonat seluruhnya.
Pada sayatan petrografi fasies batugamping kristalin terdiri dari mineral
dolomit tapi pada sayatan petrografi tidak diberikan larutan alizerin red untuk
mengindentifikasi dolomit tersebut, tekstur kristalin dengan sortasi baik kemas
tertutup dan metrik dari micrit sampai microspar.
28
a. Fasies Alga – Foraminefera Mudstone LPIII/Sampel 1
Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi
baik - sedang dengan kemas tertutup dan fragmen umumnya mengambang dalam
matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang.
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat
fasies mudstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik Foraminefera dan
pecahan red alga, matrik berupa micrit, semen kalsit.
Gambar 21. Singkapan batuan karbonat fasies Mudstone. Foto diambil mengadap arahbarat (Kanan). Sayatan batuan fasies mudstone, terlihat adanyaforaminefera dan Red Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Batugamping Kristalin LPIII/Sampel 2
Analisis secara dilapangan pada fasies batugamping kristalin yang terdapat
pada daerah penelitain desa monggol yang ditemukan berwarna cerah, sangat
kompak dan tersusun dari kristal karbonat seluruhnya.
Pada sayatan petrografi fasies batugamping kristalin terdiri dari mineral
dolomit tapi pada sayatan petrografi tidak diberikan larutan alizerin red untuk
mengindentifikasi dolomit tersebut, tekstur kristalin dengan sortasi baik kemas
tertutup dan metrik dari micrit sampai microspar.
29
Gambar 22. Singkapan batuan fasies batugamping kristalin. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies batugamping kristalin, terlihatadanya perubahan ukuran butiran menjadi kristal - kristal (Kiri). (Penulis,2015)
III.3. Produk Diagenesis Batuan Karbonat Daerah Panelitian
Berdasarkan hasil pengamatan sayatan petrografi dari contoh batugamping
bisa diketahui produk diagenesis yang terdapat pada batugamping Formasi
Wonosari yaitu :
a. Micritisasi microbial
b. Kompaksi
c. Sementasi
d. Neomorfisme
a. Micritisasi microbial
Micrtisasi microbial merupakan produk diagenesis yang terbentuk pada
tahap awal yaitu di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini
hampir tedapat pada semua sayatan petrografi batuan karbonat dimana pada
butiran fosil oleh selaput yang terbuat dari macrit. Selaput berfungsi melindungi
cangkang fosil tersebut sehingga lebih tahap terhadap pelarutan.
29
Gambar 22. Singkapan batuan fasies batugamping kristalin. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies batugamping kristalin, terlihatadanya perubahan ukuran butiran menjadi kristal - kristal (Kiri). (Penulis,2015)
III.3. Produk Diagenesis Batuan Karbonat Daerah Panelitian
Berdasarkan hasil pengamatan sayatan petrografi dari contoh batugamping
bisa diketahui produk diagenesis yang terdapat pada batugamping Formasi
Wonosari yaitu :
a. Micritisasi microbial
b. Kompaksi
c. Sementasi
d. Neomorfisme
a. Micritisasi microbial
Micrtisasi microbial merupakan produk diagenesis yang terbentuk pada
tahap awal yaitu di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini
hampir tedapat pada semua sayatan petrografi batuan karbonat dimana pada
butiran fosil oleh selaput yang terbuat dari macrit. Selaput berfungsi melindungi
cangkang fosil tersebut sehingga lebih tahap terhadap pelarutan.
29
Gambar 22. Singkapan batuan fasies batugamping kristalin. Foto diambil mengadaparah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies batugamping kristalin, terlihatadanya perubahan ukuran butiran menjadi kristal - kristal (Kiri). (Penulis,2015)
III.3. Produk Diagenesis Batuan Karbonat Daerah Panelitian
Berdasarkan hasil pengamatan sayatan petrografi dari contoh batugamping
bisa diketahui produk diagenesis yang terdapat pada batugamping Formasi
Wonosari yaitu :
a. Micritisasi microbial
b. Kompaksi
c. Sementasi
d. Neomorfisme
a. Micritisasi microbial
Micrtisasi microbial merupakan produk diagenesis yang terbentuk pada
tahap awal yaitu di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini
hampir tedapat pada semua sayatan petrografi batuan karbonat dimana pada
butiran fosil oleh selaput yang terbuat dari macrit. Selaput berfungsi melindungi
cangkang fosil tersebut sehingga lebih tahap terhadap pelarutan.
30
Gambar 23. LP II/Sempel 1 micritisasi microbial pada fosil foraminefera (Penulis, 2015)
b. Kompaksi
Produk diagenesis ini disebabkan akibat adanya gejalah kompaksi kimia
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pembebenan menyebabkan antara
butir bersentuhan dan larut sehingga menghasilkan Stylolites.
Gambar 24. LP I Sampel 1terlihatnya Stylolites pada sayatan petrogrfi (Penulis, 2015)
30
Gambar 23. LP II/Sempel 1 micritisasi microbial pada fosil foraminefera (Penulis, 2015)
b. Kompaksi
Produk diagenesis ini disebabkan akibat adanya gejalah kompaksi kimia
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pembebenan menyebabkan antara
butir bersentuhan dan larut sehingga menghasilkan Stylolites.
Gambar 24. LP I Sampel 1terlihatnya Stylolites pada sayatan petrogrfi (Penulis, 2015)
30
Gambar 23. LP II/Sempel 1 micritisasi microbial pada fosil foraminefera (Penulis, 2015)
b. Kompaksi
Produk diagenesis ini disebabkan akibat adanya gejalah kompaksi kimia
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pembebenan menyebabkan antara
butir bersentuhan dan larut sehingga menghasilkan Stylolites.
Gambar 24. LP I Sampel 1terlihatnya Stylolites pada sayatan petrogrfi (Penulis, 2015)
31
c. Sementasi
Produk diagenesis ini menujukan jenis semen yang terbentuk pada sayatan
petrografi. Jenis semen pada analisis sayatan petrografi blocky berkomposisi kalsit
dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Gambar 25. LP I/Sampel 2 terlihatnya semen blocky pada sayatan petrografi (Penulis,2015)
d. Neomorfisme
Dari hasil pengamatan sayatan petrografi, yang dihasilkan oleh proses ini
adalah aggrading neomorphism yaitu rekristalisasi micrit menjadi kristal – kristal
berukuran menjadi besar yaitu microspar. Kristal – kristal yang terbentuk
memiliki kenampakan yang lebih keruh microspar hal ini disebabkan karena
kristal – kristal tersebut berasal dari rekristalisasi micrit dari lumpur karbonat.
Tucker dan Wright (1990) menyatankan bahwa neomorfisme terjadi pada
lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan meteoric vadose.
31
c. Sementasi
Produk diagenesis ini menujukan jenis semen yang terbentuk pada sayatan
petrografi. Jenis semen pada analisis sayatan petrografi blocky berkomposisi kalsit
dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Gambar 25. LP I/Sampel 2 terlihatnya semen blocky pada sayatan petrografi (Penulis,2015)
d. Neomorfisme
Dari hasil pengamatan sayatan petrografi, yang dihasilkan oleh proses ini
adalah aggrading neomorphism yaitu rekristalisasi micrit menjadi kristal – kristal
berukuran menjadi besar yaitu microspar. Kristal – kristal yang terbentuk
memiliki kenampakan yang lebih keruh microspar hal ini disebabkan karena
kristal – kristal tersebut berasal dari rekristalisasi micrit dari lumpur karbonat.
Tucker dan Wright (1990) menyatankan bahwa neomorfisme terjadi pada
lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan meteoric vadose.
31
c. Sementasi
Produk diagenesis ini menujukan jenis semen yang terbentuk pada sayatan
petrografi. Jenis semen pada analisis sayatan petrografi blocky berkomposisi kalsit
dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Gambar 25. LP I/Sampel 2 terlihatnya semen blocky pada sayatan petrografi (Penulis,2015)
d. Neomorfisme
Dari hasil pengamatan sayatan petrografi, yang dihasilkan oleh proses ini
adalah aggrading neomorphism yaitu rekristalisasi micrit menjadi kristal – kristal
berukuran menjadi besar yaitu microspar. Kristal – kristal yang terbentuk
memiliki kenampakan yang lebih keruh microspar hal ini disebabkan karena
kristal – kristal tersebut berasal dari rekristalisasi micrit dari lumpur karbonat.
Tucker dan Wright (1990) menyatankan bahwa neomorfisme terjadi pada
lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan meteoric vadose.
32
Gambar 26. LP III/ Sampel 2 dimana terjadinya perubahan ukuran matrik menjadimicrospar yang berukuran lebih besar neomorfisme (Penulis, 2015)
III.4. Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari
Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis baik dari observasi
lapangan pada singkapan maupun pada analisis sayatan petrografi dapat
diinterpretasikan lingkungan diagenesis yang dilalui oleh batugamping Formasi
Wonosari, meliputi lingkungan marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan
meteori vadose.
Selaput micrit akibat organisme pembor (micritisai microbial) pada
foraminefera dan alga salah satu penciri lingkungan diagenesis marine phreatic.
Lingkungan diagenesis burial dicirikan oleh adanya stylolites dan rekahan pada
butiran yang merupakan hasil dari kompaksi kimia. Kehadiran semen jenis blocky
komposisi kalsit menunjukan lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Neomorfisme micrit menjadi microspar menujukan lingkungan diagenesis
meteoric vadose.
32
Gambar 26. LP III/ Sampel 2 dimana terjadinya perubahan ukuran matrik menjadimicrospar yang berukuran lebih besar neomorfisme (Penulis, 2015)
III.4. Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari
Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis baik dari observasi
lapangan pada singkapan maupun pada analisis sayatan petrografi dapat
diinterpretasikan lingkungan diagenesis yang dilalui oleh batugamping Formasi
Wonosari, meliputi lingkungan marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan
meteori vadose.
Selaput micrit akibat organisme pembor (micritisai microbial) pada
foraminefera dan alga salah satu penciri lingkungan diagenesis marine phreatic.
Lingkungan diagenesis burial dicirikan oleh adanya stylolites dan rekahan pada
butiran yang merupakan hasil dari kompaksi kimia. Kehadiran semen jenis blocky
komposisi kalsit menunjukan lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Neomorfisme micrit menjadi microspar menujukan lingkungan diagenesis
meteoric vadose.
32
Gambar 26. LP III/ Sampel 2 dimana terjadinya perubahan ukuran matrik menjadimicrospar yang berukuran lebih besar neomorfisme (Penulis, 2015)
III.4. Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari
Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis baik dari observasi
lapangan pada singkapan maupun pada analisis sayatan petrografi dapat
diinterpretasikan lingkungan diagenesis yang dilalui oleh batugamping Formasi
Wonosari, meliputi lingkungan marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan
meteori vadose.
Selaput micrit akibat organisme pembor (micritisai microbial) pada
foraminefera dan alga salah satu penciri lingkungan diagenesis marine phreatic.
Lingkungan diagenesis burial dicirikan oleh adanya stylolites dan rekahan pada
butiran yang merupakan hasil dari kompaksi kimia. Kehadiran semen jenis blocky
komposisi kalsit menunjukan lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Neomorfisme micrit menjadi microspar menujukan lingkungan diagenesis
meteoric vadose.
33
III.5. Sejarah Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari
Perjalanan diagenesis batugamping yang terjadi pada Formasi Wonosari di
daerah penelitian yaitu lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, meteoric
phreatic dan meteoric vadose. Menganalisis produk – produk diagenesis yang
teramati, diperkirakan sejarah lingkungan diagenesis dimulai dari lingkungan
marine phreatic. Produk diagenesis ini yang ditandai oleh melimpahnya
micritisasi microbial yang menghasilkan selaput micrit pada cangkang
foraminefera, kemudian tejadi pengendapan satuan batuan yang lebih mudah
menyebabkan satuan batugamping memasuki lingkungan burial yang ditandai
dengan kehadiran stylolites.
Setelah itu lingkungan diagenesis batugamping pada daerah penelitian
mengalami perubahan menjadi meteoric phreatic hal ini ditandai oleh
terbentuknya semen kalsit blocky, kemudian akibat proses tektonik menyebabkan
terangkatnya batugamping Formasi Wonosari di daerah penelitian menujukan
lingkungan meteoric vadose yang di tandai adanya proses aggrading
neomorphism dimana micrit menjadi microspar.
Skema perubahan lingkungan diagenesis batugamping Formasi Wonosari
di daerah penelitian bisa diinterpretasikan seperti gambar dibawah ini.
1. Marine phreatic2. Burial3. Meteoric phreatic4. Meteoric vadose
34
Gambar 27. Skema perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian(Tucker dan Wright, 1990)
Berdasarkan waktu terjadinya diagenesis maka proses diagenesis pada
daerah penelitian meliputi (a) tahap eogenetik terjadi dekat permukaan, (b) tahap
mesogenetik yaitu diagenesis pada lingkungan burial, dan (c) tahap telogenetik
yang terjadi setelah pengangkatan (Chquette dan Pray, 1970 dalam Flugel, 2004).
Sejarah perkembang diagenesis batuan daerah penelitian dikontrol struktur
geologi berdasarkan studi literatur diketahui bahwa deformasi di daerah
Gunungkidul dipengaruhi oleh gaya utara – selatan yang terjadi pada kala Miosen
Tengah dan Pleistosen (Surono dkk, 1992). Proses diagenesis dapat dikontrol oleh
komposisi dan mineralogi dari sedimen asal, komposisi dari cairan pori serta
kecepetan fluida, faktor sejarah geologi sedimen asal dan iklim.
35
BAB IVKESIMPULAN
Berdasarkan analisis – analisis yang telah dilakukan, maka penulis
menarik kesimpulan bahwa :
1. Geomorfologi lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst.
Perbukitan karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil
batugamping. Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk
kerucut.
2. Stratigrafi formasi Wonosari yang ada pada daerah penelitian satuan
batugamping klastik.
3. Dengan metode petrografi batugamping daerah penelitian tersusun oleh 5
asosiasi fasies, yaitu fasies alga – foraminefera mudstone, fasies alga –
foraminefera wackestone, fasies alga – foraminifera packstone, fasies alga
floatstone dan fasies batugamping kristalin.
4. Analisis diagenesis dengan pendekatan model Tucker dan Wright (1990).
Proses – proses diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian Formasi
Wonosari yaitu micritisasi microbial, kompaksi, sementasi dan
neomorfisme yang menandakan bahwa Formasi Wonosari pernah pada
lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan
meteoric vadose.
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. 2011. Geologi dan Studi Diagenesis Batugamping FormasiTendenhantu Daerah Gunung Antu dan Sekitarnya, Desa TanjungMangkalihat Kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur ProvinsiKalimatan Timur. Skripsi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Bronto, S. dan Mulyaningsih, S., 2001. Volcanostratigraphic development fromTertiary to Quaternary: A case study at Opak River, Watuadeg-Berbah,Yogyakarta.
Dunham, R. J. 1962. Classifcation of Carbonate Rocks According to DepositionalTexture. The America Association of Petroleum Geologists Bulletin.
Embry, A. F. And Kloven, J. E., 1971, A late Devonia reef trect on northeasternBank Island Northwest Territories. Bulletin Canadania PetroleumGeologists.
Flugel, E., 2004. Microfacies of Carbonat Rock. Springer, Inc, New York.Koesoemadinata, R.P., 1985, Prinsip – Prinsip Sedimentasi, Dapartemen
Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.Longman, M. W. 1980. Carbonat Diagenetic Texture From Nearsurface
Diagenetic Environment. Buletin AAPG.Morrow, D. W., 1982. Diagenesis 2 : Dolomite, Part 2. The Geological
Association of Canada.Sorono dkk., 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.Tucker, M.E dan Wright, V.P., 1990. Carbonat Sedimentology. London,
Blackwell Scientifie Publications.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. 2011. Geologi dan Studi Diagenesis Batugamping FormasiTendenhantu Daerah Gunung Antu dan Sekitarnya, Desa TanjungMangkalihat Kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur ProvinsiKalimatan Timur. Skripsi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Bronto, S. dan Mulyaningsih, S., 2001. Volcanostratigraphic development fromTertiary to Quaternary: A case study at Opak River, Watuadeg-Berbah,Yogyakarta.
Dunham, R. J. 1962. Classifcation of Carbonate Rocks According to DepositionalTexture. The America Association of Petroleum Geologists Bulletin.
Embry, A. F. And Kloven, J. E., 1971, A late Devonia reef trect on northeasternBank Island Northwest Territories. Bulletin Canadania PetroleumGeologists.
Flugel, E., 2004. Microfacies of Carbonat Rock. Springer, Inc, New York.Koesoemadinata, R.P., 1985, Prinsip – Prinsip Sedimentasi, Dapartemen
Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.Longman, M. W. 1980. Carbonat Diagenetic Texture From Nearsurface
Diagenetic Environment. Buletin AAPG.Morrow, D. W., 1982. Diagenesis 2 : Dolomite, Part 2. The Geological
Association of Canada.Sorono dkk., 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.Tucker, M.E dan Wright, V.P., 1990. Carbonat Sedimentology. London,
Blackwell Scientifie Publications.
ANALISIS SAYATAN
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud-grain danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Packstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, matrik supporteddan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga Floatstone (Klasifikasi Embrydan Kloven, 1971)
ANALISIS SAYATAN
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud-grain danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Packstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, matrik supporteddan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga Floatstone (Klasifikasi Embrydan Kloven, 1971)
ANALISIS SAYATAN
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud-grain danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Packstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, matrik supporteddan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga Floatstone (Klasifikasi Embrydan Kloven, 1971)
Nomor Sayatan : Sampel 3/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud – grainsupported dan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan Foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Foraminefera Wackestone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud – grainsupported dan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan Foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Foraminefera Wackestone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 3/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud – grainsupported dan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan Foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Foraminefera Wackestone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud – grainsupported dan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan Foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Foraminefera Wackestone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 3/LP IPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud – grainsupported dan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan Foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Foraminefera Wackestone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud – grainsupported dan fragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan Foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Foraminefera Wackestone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud-grain danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Packstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IIIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud supported danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Mudstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud-grain danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Packstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IIIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud supported danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Mudstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud-grain danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Biomicrit : Tidak berwarna,berukuran > 0,02mm, hadir meratadalam sayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Packstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 1/LP IIIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping klastik,berwarna krem, mud supported danfragmen skeletel.Komponen Penyusun :Fosil : Tidak berwarna ataukecoklatan, relief sedang, sebagaibesar dalam kondisi utuh, berupapecahan alga dan foraminifera.Micrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Penamaan Petrografis :Alga – Foraminefera Mudstone(Klasifikasi Embry dan Kloven,1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IIIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping Non -klastik, berwarna krem, Mikrit –Microspar.Komponen PenyusunMicrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Microspsr : Warna keruh,berukuran > 0,02mm, sebagiandalam sayatan.Penamaan Petrografis :Batugamping Kristalin.
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IIIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping Non -klastik, berwarna krem, Mikrit –Microspar.Komponen PenyusunMicrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Microspsr : Warna keruh,berukuran > 0,02mm, sebagiandalam sayatan.Penamaan Petrografis :Batugamping Kristalin.
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP IIIPebesaran : 40xPosisi : Nikol SejajarPemerian Petrografi : Sayatanpetrografi Batugamping Non -klastik, berwarna krem, Mikrit –Microspar.Komponen PenyusunMicrit : Tidak berwarna, berukuran< 0,02mm, hadir merata dalamsayatan.Microspsr : Warna keruh,berukuran > 0,02mm, sebagiandalam sayatan.Penamaan Petrografis :Batugamping Kristalin.