analisis retorika politik pilpres jokowi jk
TRANSCRIPT
ANALISIS RETORIKA POLITIK
PARA KANDIDAT CALON PRESIDEN RI
(Studi Kasus Prabowo dan Jokowi dalam PILPRES 2014)
Oleh: Ahmad Hamzah dan Desy Irmayanti
Indonesia adalah negara besar, berbudaya besar, terdiri atas berbagai suku bangsa
dan agama. Tidak mudah mengatur negara sebesar ini. Masyarakat sering dihujani
pertanyaan-pertanyaan siapa yang layak menjadi presiden di tahun 2014 ini. Masyarakat
kini makin kritis dan informatif. Mereka sudah mengantongkan nama pilihannya yang
akan dipilih. Mengingat kembali hasil perolehan suara pemilihan calon presiden 2014-
2019 yang mengerucut pada dua pasangan Prabowo-Hatta dengan Jokowi-JK.
Ketika Jokowi menjabat sebagai Walikota Solo, beliau memang dikenal merakyat,
tidak elitis, bersih dari korupsi dan prestasi-prestasi beliau sudah terdengar di kuping
masyarakat Jakarta, inilah salah satu penyebab Jokowi mengapa beliau menjadi
pemenang. Begitu pula saat Jokowi menjadi gubernur DKI Jakarta, gaya blusukan
langsung ke warga menjadi tren kerjanya.
Di sisi lain pada rival Jokowi JK, Prabowo mengumbar segala kinerja-kinerja yang
begitu mengesankan dan menyebarkan janji-janji baru untuk memperoleh simpati
maupun dukungan dari masyarakat. Kedua pasangan tersebut mempersiapkan strategi-
strategi baru yang telah dipersiapkan oleh timsesnya masing-masing. Prabowo dan
Jokowi masing-masing memiliki integritas dan karakteristik yang berbeda. Keduanya
memiliki modal investasi sosial di bidang yang berbeda. Jokowi memiliki investasi sosial
menjadi kepala daerah, yakni walikota Solo dan gubernur DKI Jakarta, sementara
Prabowo pernah aktif di TNI sejak muda sehingga jaringan nasional maupun
internasional cukup banyak.
Di mata masyarakat, Prabowo gagal memancing perhatian dengan janji politik yang
kurang realistis. Di antara janji-jani tersebut adalah Pada musim kampanye Pemilu
Legislatif hingga awal pencalonannya sebagai Capres 2014, Prabowo berkali-kali
mengatakan bila jadi Presiden dirinya akan menasionalisasikan perusahaan-perusahaan
asing, menyiapkan Dana Desa Rp 1 M pertahun. Prabowo juga mengindentifikasikan
dirinya sebagai Penerus Bung Karno yang anti asing dan anti kebijakan-kebijakan
Amerika. Prabowo juga mengkampanyekan akan membangun Ekonomi Kerakyatan dan
mengkritik Ekonomi Kapitalis seperti yang digunakan Tim Ekonomi Presiden SBY.
Bahkan jauh-jauh hari sebelumnya sudah tidak terhitung berkali-kali Prabowo mengkritik
sistim Ekonomi yang dipakai pemerintahan SBY.
Tetapi kemudian faktanya adalah tentang ekonomi kerakyatan dan kritikannya
terhadap SBY tidak sinkron dengan langkahnya kemudian untuk menjadikan Hatta
Rajasa sebagai cawapres, sementara Hatta Radjasa adalah Menko Perekonomian dari
Pemerintahan SBY. Begitu juga dengan kampanye Prabowo tentang Nasionalisasi Aset
Perusahaan asing yang dilakukan pada Forum FKPPI dan Pepabri langsung diralat
seketika oleh Prabowo setelah mendapat kritikan SBY. Prabowo mengatakan media telah
salah tanggap/salah kutip kampanyenya tentang Nasionalisasi Aset Asing. Begitulah
janji-janji Prabowo selama Kampanye Pemilu Legislatif. Prabowo hadir mencalonkan
presiden 2014, namun citra Prabowo pada saat itu kian menurun, ditambah lagi dengan
beberapa peristiwa yang menyangkut dirinya, misalnya kasus HAM saat penculikan
mahasiswa tragedi 98.
Sementara itu, Jokowi memiliki banyak prestasi saat menjadi Gubernur kota Solo
dan masyarakat pun juga bisa menilai. Jokowi hadir sebagai sosok pribadi yang santun,
tidak elitis, dan merakyat. Strategi Jokowi-JK bersifat inovatif yang membuat banyak
simpati masyarakat. Seperti halnya langsung turuk ke kampung, makan di warteg, jalan-
jalan ke pasar, serta berinteraksi langsung dengan masyarakat. Ditambah lagi
pencitraannya sangat kuat, yang sasaran utamanya adalah masyarakat menengah ke
bawah. Tidak ada berita cacat di media mengenai Jokowi-JK. Pasangan Jokowi-JK
sedikit terbantu oleh isu SARA, agama dan juga etnis digunakan timses Prabowo-Hatta
sebagai alat “name calling” untuk menjatuhkan Jokowi. Tapi dengan isu tersebut
membuktikan bahwa masyarakat kita pada umumnya lebih melihat seorang figur yang
menghasilkan Jokowi memenangkan PILPRES.
Keduanya memiliki perbedaan dalam segi retorika politik. Retorika sangat
berpengaruh dalam kampanye, karena di dalam pidato kampanye tersimpan propaganda
memiliki daya pengaruh yang kuat dalam merayu politik. Retorika tersebut menggunakan
suara berintonasi yang bagus, gerak tubuh yang meyakinkan, serta menggunakan kata-
kata persuasif.
Mengenai retorika dari Prabowo dan Jokowi, Prabowo menggunakan strategi
kampanye dengan membentuk retorika politik. Gaya komunikasi Prabowo yang elegan,
intonasi dari setiap suara yang beliau keluarkan semua terstruktur dan dibentuk.
Pada saat debat politik kandidat PILPRES, Prabowo terlihat sangat terstruktur,
busana maupun setiap tampilannya. Busana Prabowo-Hatta sendiri menggunakan
seragam putih yang serasi, yang terkesan “betawi banget” lain halnya dengan Jokowi-JK
yang beda busana.
Citra Prabowo di mata masyarakat sudah tidak bisa dipungkiri lagi, kian hari makin
menurun. Terutama di kalangan media, Prabowo sedikit terlihat agak sombong. Maka
dari itu, Prabowo selalu dikabarkan berita-berita negatif mengenai dirinya dan
masyarakat sendiri sekarang sudah bisa menilainya. Prabowo termasuk tipe orator
kategori Noble Selves, yaitu orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim
lebih hebat dan sulit untuk dikritik.
Perlu diketahui bahwa ada tiga tipe orator dalam retorika politik, yaitu: (1) Noble
Selves: Orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dari pada
yang lain, sulit dikritik. (2) Rhetorically Reflector: Orang yang tidak punya pendirian
yang teguh, hanya menjadi cerminan orang lain. (3) Rhetorically Sensitive: Orang yang
adaptif, cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Tipe retorika Prabowo adalah masuk dari kategori ekstemporer. Yaitu dipersiapkan
terlebih dahulu berupa outline dan pokok-pokok penunjang pembahasan, Jenis pidato
inilah yang paling baik dan paling sering digunakan para juru pidato. Komunikator hanya
mengatur gagasan yang ada di dalam pemikirannya sesuai dengan pedoman yang telah
ditulis yakni garis-garis besar atau pokok-pokok pembicaraannya. Prabowo lebih unggul
dalam retorika, terlebih dalam forum. Tapi masyarakat memilih lebih melihat figur, siapa
yang lebih mereka kenal.
Sedangkan Jokowi lebih merakyat dan menjadikan media massa yang menjadi alat
kampanye terselubung, dia makan di warteg agar terlihat dekat dengan rakyat, berdialog
dengan warga sekitar dan tentunya menjadi perhatian media massa, gaya ngomongnya
pun santai, terlihat seperti dekat dengan warga. Timses dari Jokowi sendiri mengaku
tidak sulit untuk membentuk Karakter dari Jokowi, karena Jokowi sendiri tampil apa
adanya. Jokowi memakai strategi kampanyenya pada saat menjadi walikota Solo.
Sasaran kampanye utama Jokowi memang masyarakat kelas menengah ke bawah.
Karena masyarakat itu sndiri jarang mengakses berita-berita, mereka lebih menyukai
mengakses berita gosip dan menonton sinetron. Maka dari itu Jokowi berkampanye turun
langsung ke kampung, gang demi gang yang ia telusuri. Karena pada saat kegiatan ini
berlangsung akan dimuat di media, dan masyarakat menengah ke atas bisa melihat
Jokowi dari berita online maupun media. Jokowi termasuk dalam orator yang retorically
sensitive. Jokowi bukan orang Jakarta, tapi bisa cepat beradaptasi dengan suasana
Jakarta. Kalau forum debat memang beliau menggunakan bahasa keseharian dan tidak
berteori dan menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami oleh semua
masyarakat. Kampanye Jokowi sendiri dia jual program pastinya, bukan janji, dan sangat
menarik. Jokowi juga mengumbar prestasi dia sebagai wali Solo dan menjadi salah satu
Gubernur terbaik. Jokowi sangat inovatif, dia selalu membuat hal-hal yang berbeda untuk
menarik simpati rakyat dengan isu perubahannya.
Melihat dari pidato Jokowi, beliau masuk dalam kategori Impromptu, (pidato yang
bersifat mendadak) yaitu pidato yang diucapkan secara spontan tanpa ada persiapan
sebelumnya dan hanya mengandalakan pengalaman dan wawasan. Dalam metode ini,
pembicara menggunakan cara spontanitas (improvisasi). Biasanya, metode ini digunakan
untuk pidato yang sifatnya mendadak dan disajikan menurut kebutuhan saat itu.
Kelebihan impromptu adalah bahasa yang digunakan singkat, sehingga tidak
membosankan dan pembicara bebas dalam memilih topik bahasan tetapi tepat sesuai
acara. Sedangkan kelemahannya adalah terkadang meteri yang disampaikan tidak urut
dan sistematis, kemungkinan ada hal-hal yang terlupa karena sifatnya mendadak tanpa
persiapan.
Dari paparan analisis yang tersebut di atas, disimpulkan ada beberapa gaya retorika
kedua kandidat calon presiden yang mencolok dilihat dari bahasa verbal (pemilihan kata)
maupun nonverbal (mimik wajah, gerak tubuh, dan lain sebagainya :
1. Retorika politik Prabowo elitis (entah itu ilmiah atau dibentuk oleh tim suksesnya).
Dalam beberapa kesempatan Prabowo selalu tampil elegan dan berbicara dengan
teratur dan rapih yang selalu mengatasnamakan pekerjaan dia sebagai purnawirawan.
Sedangkan Jokowi lebih merakyat dan menjadikan media massa yang menjadi alat
kampanye terselubung, dia makan di warteg agar terlihat dekat dengan rakyat,
berdialog dengan warga sekitar dan tentunya menjadi perhatian media massa, gaya
ngomong pun santai, terlihat ndeso dan merakyat banget.
2. Retorika Jokowi cenderung lebih sederhana dari pada Prabowo yang condong lebih
birokrat dan baku, target Jokowi lebih kepada massa golongan menengah ke bawah
dari pada Prabowo yang targetnya ke elit. Kelas menengah ke bawah cenderung lebih
menyukai tata bahasa yang santai dan sederhana. Strategi keduanya juga berbeda,
kedua strategi politik mereka makin kuat dan realis.
3. Jokowi jika dilihat dari background etnisitas tidak diraguin lagi, jelas-jelas dia orang
Jawa. Orang Jawa itu memang dikenal lembut, santun dalam bertutur kata, Jokowi
memenuhi kriteria tersebut. Beliau bisa termasuk dalam orator yang retorically
sensitive. Jokowi bukan orang Jakarta, tapi bisa cepat beradaptasi dengan suasana
Jakarta. Kalau forum debat memang beliau kurang, berbicara agak lemah, tapi beliau
lebih match berada di lapangan, terjun langsung dengan gayanya yang “down to earth”
dan tokoh yang populis. Dibandingkan dengan Prabowo yang lebih unggul dalam
retorika, terlebuh dalam forum. Tapi masyarakat memilih lebih melihat figur, siapa
yang lebih mereka kenal. Pendekatan Jokowi ke warga dan gaya berbicara yang lugu
mungkin yang lebih bisa diterima di tengah masyarakat Jakarta
4. Jika dilihat dari kampanye Jokowi sendiri, dia jual program pastinya, bukan janji, itu
sangat menarik. Melihat retorika Jokowi, dia low culture yang sesuai dengan target
pemilih dia. Kalau Prabowo sok akademis, solusif dan tebar janji, tidak ada bedanya
dengan calon lain pada umumnya. Setiap Prabowo kampanye maupun acara debat
politik, busana yang dia kenakan mencerminkan kalau dia adalah betawi banget atau
cinta Jakarta, padahal kita selediki dengan kinerja dia selama ini tidak sebanding
dengan apa yang pernah dia ucap.
5. Jokowi tidak ketinggalan untuk mengumbar prestasinya sebagai wali Solo dan
menjadi salah satu Gubernur terbaik. Diangkatnya dia menjadi capres oleh PDIP, salah
satu alasannya adalah dianggap sukses membangun kota Solo dan gubernur DKI
Jakarta. Jadi mereka ingin menularkan kesuksesan Solo. Marketing politiknya adalah
langsung terjun ke rakyat. Turun dari gang ke gang, keliling kampung, dan membuat
pencitraan kalau antara dirinya dan rakyat tidak ada jarak.
6. Gaya retorika Jokowi mirip dengan gaya komunikasi Obama, jokowi mencoba
menggaet anak muda sebagai agent of change. Jokowi menyerang rivalnya dengan
cara pelan tapi pasti. Ketika Jokowi berpidato, gaya retorikanya menarik seperti
Obama. bahasanya sederhana, menggunakan bahasa keseharian, dan membuat
masyarakat urban bisa lebih menerima keberadaannya dibandingkan dengan sang rival
Prabowo. Personalitas Prabowo bentukan politikus kelas atas yang penuh retorika,
bukan kepribadian dengan kacamata kelas bawah. Sedangkan Jokowi simbol rakyat
jelata.
7. Jokowi merupakan sosok pemimpin yang sederhana yang diidamkan oleh rakyat.
Citranya dimedia sudah terlalu baik ketika masih menjabat Walikota Solo dan
gubernur DKI Jakarta. Jokowi Tipe pemimpin yang memiliki jiwa retorically sensitive
yang cepat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Prabowo pemimpin yang
dikenal memang sudah jauh dari media yang membuat citranya kian memperburuk di
kalangan masyarakat. Prabowo termasuk kategori Noble Selves, orang yang
menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dan sulit untuk dikeritik.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2011. Komuniasi Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Saputra Wahidin. 2010. Retorika Monologika: Kiat dan Tips Praktis Menjadi Mubaligh.
Bogor: Titian Nusa Press
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti
Heryanto, Gun. 2011. Dinamika Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Lasswell Visitama