analisis protein
TRANSCRIPT
REVIEW MATERI
ANALISA MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
Analisis Protein
Oleh
Dina Mustika Rini(111710101002)
TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER2012
ANALISIS PROTEIN
Kandungan protein dalam bahan pangan bervariasi dalam jumlah maupun jenisnya.
Bahan pangan mengandung protein tinggi:
- Hewani (telur, daging, susu dan ikan)
- Leguminosa (kacang-kacangan)
- Serealia ( beras, gandum, jagung)
Protein merupakan sumber gizi utama yaiyu sumber asam amino.terdapat 8 dari 20
jenis asam amino penyusun protein yang merupakan zat nutrisi esensial yang diperlukan
tubuh yaitu lisin, triptofan, fenilalanin, metionin, treunin, leusin, isoleusin, dan valin.
Protein juga memberikan sifat fungsional yang penting dalam membentuk
karakteristik produk pangan.
Kandungan protein dari beberapa bahan pangan.
Bahan Pangan
Hewani
Kandungan
Protein (% basis
basah)
Bahan Pangan
Nabati
Kandungan
Protein (% basis
basah)
Daging sapi 18,5 Beras 7,9
Daging ayam 23,1 Tepung gandum 13,7
Telur 12,5 Tepung maizena 6,9
Ikan Tuna 26,5 Pati jagung 0,3
Susu Segar 3,3 Apel 0,2
Susu skim
(kering)
36,2 Kentang 2,0
Keju cheddar 24,9 Kacang kedelai 36,5
Yoghurt 5,3 Tahu 15,8
Protein merupakan molekul polipetida berukuran besar yang disusun oleh lebih dari
100 buah asam amino yang berikatan satu sama lain secara kovalen dan dalam urutan yang
khas yang disebut ikatan peptida. Umumnya terdapat 20 jenis asam amino yang menyusun
struktur protein. Yang membedakan antara satu protein dengan protein lainnya adalah urutan
dan jumlah asam amino yang menyusun protein.
Ciri khas asam amino yang menyusun protein adalah gugus karboksil (-COOH) yang
bersifat asam dan gugus amino (-NH3) yang bersifat basa yang diikat pada atom karbon yang
sama. Gugus karboksil ini dapat bermuatan negatif, gugus amino dapat bermuatan positif
tergantung pada pH medium.
Perbedaan asam amino yang satu dengan yang lainnya adalah gugus R yang bervariasi
dalam struktur, ukuran, muatan listrik dan kelarutan dalam air. Asam amino ini dibagi
menjadi 4 golongan berdasarkan gugus R-nya, antara lain sebagai berikut:
1. Golongan dengan gugus R non polardan hidrofobik
2. Golongan dengan gugus R polar tidak bermuatan
3. Golongan dengan gugus R polar bermuatan negatif (asam)
4. Golongan dengan gugus R polar ermuatan positif (basa)
Penggolongan asam amino berdasarkan polaritas kandungan gugus R (pada pH 7)
Gugus R Asam Amino
Non polar Alanin, isoleusin, leusin, metionin, valin,
glisin
Polar tapi tidak bermuatan Asparagin, sistein, glutamin, serin,
treonin, prolin
Bermuatan negatif Asam aspartat, asam glutamat
Bermuatan positif Arginin, histidin, lisin
Berikut adalah salah satu gambar struktur asam amino.
Kadar protein pada bahan dan produk pangan dan hasil pertanian dapat ditentukan
dengan berbagai jenis metode analisis. Metode analisis protein yang sering digunakan akan
dijelaskan sebagai berikut.
1. Analisis Protein Kasar (Metode Kjeldahl)
Metode Kjeldahl merupakan metode penetapan kadar prtein kasar (crude protein).
Untuk menentukan kandungan protein dalam bahan pangan (analisis proksimat). Metode
ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total dalam contoh/sampel. Kandungan
protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap
nitrogen untuk contoh yang dianalisis.
Penentuan protein pada metode Kjeldahl didasarkan pada asumsi bahwa kandungan
nitrogen dalam protein sekitar 16% karena unsur nitrogen bukan hanya berasal dari
protein. Nitrogen yang dijumpai pada komponen non protei seperti asam amino bebas,
peptida berukuran kecil, asam nukleat, fosfolipid, gula amin, porfirin, beberapa vitamin,
alkaloid, asam urat, urea, ion amonium. Unsur nitrogen yang terukur pada analisis protein
metode Kjeldahl tidak hanya pada protein pada bahan, sebagian kecil dari komponen-
komponen non protein yang mengandung nitrogen. Untuk mengubah dari kadar nitrogen
ke dalam kadar protein digunakan angka faktor konversi 100/16 atau 6,25. Sedangkan
beberapa jenis bahan pangan faktor konversi yang digunakan berbeda.
Berikut adalah tabel faktor konversi dari beberapa jenis bahan pangan.
Jenis Pangan X (%N dalam protein) Faktor konversi/F (100/X)
Campuran 16,00 6,25
Daging 16,00 6,25
Maizena 16,00 6,25
Roti, gandum, makaroni,
bakmi
16,00 6,25
Susu dan produk susu 15,66 6,38
Tepung 17,54 6,70
Telur 14,97 6,68
Gelatin 18,02 5,55
Kedelai 17,51 5,71
Beras 16,81 5,95
Kacang tanah 18,32 5,46
Metode Kjeldahl dapat digunakan untuk analisis protein semua jenis bahan pangan.
Prosedur penetapan tidak membutuhkan biaya mahal dan hasilnya cukup akurat. Metode
resmi yang diakui AOAC (The Association of Official Analytical Chemists) international.
Kelemahan metode ini adalah metode ini mengukur bukan hanya nitrogen pada protein,
tetapi juga nitrogen dari non protein.
N (contoh) + H2SO4 (NH4)2SO4
Pemanasan
Katalis
Penetapan kadar protein kasar dengan metode Kjeldahl dibagi tiga tahap, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Tahap penghancuran (Digestion)
Pada tahap ini dilakukan dengan menambahkan asam kuat (asam sulfat) dan
dilakukan proses pemanasan. Tahap penghancuran ini membebaskan nitrogen dari
contoh. Pada tahap ini ditambahkan katalis untuk mempercepat proses penghancuran
hingga sempurna. Katalis tersebut dapat berupa merkuri oksida (HgO) atau campuran
tembaga (Cu) dan titanium (Ti) dioksida. Selain itu ditambahkan pula pottasium sulfat
untuk meningkatkan titik didih asam sulfat agar proses digesti lebih cepat.
Pada proses penghancuran ini nitrogen bereaksi dengan asam sulfat
membentuk amonium sulfat. Reaksi yang terjadi selama proses penghancuran ini
adalah:
b. Tahap Netralisasi dan Distilasi
Setelah proses penghancuran selanjutnya adalah tahap neutralisasi. Larutan
yang mengandung amonium sulfat diperlakukan dengan penamahan alkali (NaOH)
pekat untuk menetralkan asam sulfat. Adanya larutan NaOH pekat mengakibatkan
amonium sulfat dipecah menjadi gas amoniak.
Pada proses distilasi, gas amoniak diuapkan dan ditangkap oleh asam borat
(H3BO3) membentuk NH4H2BO3. Berikut adalah persamaan reaksinya.
(NH4)2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O + 2NH3
2NH3 + 2H3BO3 2NH4H2BO3
c. Tahap Titrasi
Senyawa NH4H2BO3 dititrasi menggunakan asam klorida (HCl) encer (0,02 N)
sehingga asam borat terlepas kembali dan terbentuk amonium klorida. Reaksi yang
terjadi selama proses titrasi adalah sebagai berikut.
2 NH4H2BO3 + 2HCl 2NH4Cl + 2H3BO3
Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas
NH3 yang dibebaskan dari proses distilasi. Pinsip stoikiometri diperoleh kesetaraan:
1 mol HCl = 1 mol N = 14 gram N
Prosedur kerja yang dilakukan dalam analisis protein metode Kjeldahl ini adalah
sebagai berikut.
a. Tahap penghancuran (Digestion)
1) Timbang sejumlah contoh (100-200 mg) ke dalam labu Kjeldahl.
2) Tambahkan1,0 ± 0,1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2 ± 0,1 ml H2SO4.
3) Tambahkan 2-3 butir batu didih. Didihkan contoh selama 1-1,5 jam dengan
kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan jernih, lalu dinginkan.
b. Tahap Distilasi
1) Tambahkan sejumlah kecil air distilata secara perlahan lewat dinding labu dan
goyang pelan agar kristal yang terbentuk larut kembali.
2) Pindahkan isi labu ke dalam alat distilasi dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air
distilata.
3) Pindahkan air cucian ke labu distilata dan tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH
– 5% Na2SO3.
4) Letakkan erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes
indikator metilen red-metilen blue di bawah kondensor. Ujung ndensor harus
terendam di bawah larutan H3BO3.
5) Lakukan distilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml distilat.
c. Tahap Titrasi
i. Standardisasi Larutan HCl 0,02 N
1) Pipet 25 ml larutan HCl 0,02 N ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu tambahkan
2-3 tetes indikator phenoftalein 1%.
2) Titrasi larutan HCl 0,02 N dengan NaOH 0,02 N yang telah distandardisasi.
3) Catat volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi hingga warna larutan
berubah menjadi merah muda.
4) Hitung normalitas larutan HCl dengan rumus sebagai berikut:
N HCl = (ml NaOH ) ×(N NaOH )
ml HCl
ii. Titrasi distilat dengan HCl 0,02 N standar
1) Encerkan distilat dalam erlenmeyer hingga kira-kira 50 ml.
2) Titrasi dengan HCl 0,02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menjad
abu-abu.
3) Catat volume HCl N terstandar yang diperlukan untuk titrasi.
d. Penetapan Blanko
1) Dengan prosedur yang sama dengan contoh, lakukan analisis untuk blanki (tanpa
contoh).
2) Catat volume HCl 0,02 N standar yang digunakan untuk titrasi blanko.
e. Perhitungan
%N = (ml HCl contoh−ml HCl blanko ) × N HCl× 14,007
mg contoh× 100
Kadar protein (g/100g bb) = %N x Faktor konversi
Kadar protein (g/100g bk) = kadar protein(bb)
(100−kadar air ( bb ))×100
2. Metode Biuret
Metode ini merupakan analisis protein terlarut. Metode ini didasarkan pada prinsip
bahwa senyawa yang mengandung ikatan peptida (-CO-NH-) dapat membentuk
kompleks berwarna biru ungu dengan garam Cu dalam larutan alkali (dalam suasana
basa). Seluruh protein mengandung ikatan peptida. Oleh karena itu metode biuret
merupakan salah satu metode terbaik untuk menentukan kandungan larutan protein.
Metode ini sangat sederhana, cepat, dan murah. Namun dalam menentukan protein
secara kuantitatif dan memerlukan jumlah protein relatif besar kisaran 1-20 mg.
Prinsip penetapan protein metode ini, ikatan peptida dari protein akan bereaksi dengan
ion Cu2+ membentuk komplek berwarna ungu. Intensitas warna ungu berbanding
langsung dengan konsentrasi protein. Semakin meningkat intensitas warnanya
konsentrasi protein semakin besar. Intensitas warna ungu diukur absorbansnya dengan
spektofotometer pada λ = 540 nm). Nilai absorbans tidak tergantung pada jenis protein
karena seluruh protein mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama per satuan berat.
Sedikit senyawa yang menganggu reaksi misalnya urea yang mengandung gugus –CO-
NH- dan gula pereduksi sedikit akan bereaksi dengan ion Cu2+.
Analisis protein menggunakan metode biuret (AOAC 935.11 yang dimodifikasi)
adalah sebagai berikut.
a. Pereaksi
1) Pereaksi buret: mengandung CuCO4.5H2O, Na-K-tartarat, NaOH, KI.
2) Larutan protein standar: bovine serum albumin digunakan untuk membuat kurva
standar.
b. Persiapan contoh
1) Contoh untuk analisis harus berbentuk cairan. Sedangkan sampel dalam bentuk
padat harus dibuat dalam bentuk larutan terlebih dahulu.
2) Contoh yang diperlukan berkisar 1-10 mg protein per ml.
3) Contoh padat dicairkan dengan menghancurkan dalam waring blender dengan
penambahan air. Hancuran disaring lalu disentrifugasi sehingga terbentuk
supernatan yang digunakan dalam penngukuran (protein yang terukur adalah
protein terlarut).
4) Contoh cair dilakuka pengenceran
5) Bila larutan contoh keruh atau mengandung komponen pengganggu (seperti
glukosa) maka perlu perlakuan menghilangkan komponen. Ekstrak hasil dari
waring blender lalu didistribusikan dalam tabung reaksi, tambahkan trichloro
acetic acid (TCA) 10% sehingga protein terdenaturasi (menggumpal). Lakukan
sentrifugasi dan protein mengendap. Selanjutnya supernatan dibuang, endapan
dicuci dengan etil eter untuk menghilangkan TCA. Lakukan sentrifugasi,
keringkan endapan, endapan kering dilarutkan dalam air dan dicampur merata.
Protein akan larut sempurna pada saat penambahan larutan Biuret pada penetapan
contoh.
c. Pembuatan kurva standar
1) Membuat beberapa konsentrasi larutan bovine srum albumin yang diketahui
konsentrasinya. Penetapan contoh dengan preaiksi Biuret dan diukur pada
spektofotometer λ = 540 nm.
2) Kurva standar dibuat dnegan memplotkan konsentrasi larutan bovine pada sumbu
x dan absorbans pada sumbu y. Sehingga membentuk persamaan linier y=a+bx
(regresi linier), y adalah nilai absorbans, x adalah konsentrasi larutan protein
BSA, dimana a adalah titik potong pada sumbu y, dan b adalah kemiringan garis.
d. Penetapan contoh
1) Larutan contoh didistribusikan dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi
biuret.
2) Disimpan pada suhu 370C (10 menit) atau suhu kamar 30 menit) hingga terbentuk
warna ungu sempurna.
3) Absorbans diukur menggunakan spektrofotometer pada λ = 540 nm.
e. Perhitungan
1) Kandungan protein contoh ditentukan dengan kurva standar BSA.
2) Nilai y pada persamaan linier disubtitusi dengan nilai absorbans untuk contoh,
sehingga iperoleh nilai x yang menunjukkan konsentrasi protein contoh.
3. Metode Lowry
Pada metode inireaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam
fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptophan (residu protein) yang
terdapat dalam protein akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk terutama
dari hasil reduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat. Pereaksi fenol, Folin, Lawry, Folin-
Ciacalieau merupakan pereaksi kompleks yang berisi fosfomolibdat dan fosfotungstat.
Sensitivitas metode ini 10-200 µg protein. Metode ini lebih sensitif daripada metode
Biuret.
Senyawa fenolik juga dapat membentuk warna biru dengan metode Lowry sehingga
dapat mengganggu pengukuran. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan cara
mengendapkan protein dengan TCA, sehingga supernatan mengandung senyawa fnolik
dihilangkn. Lalu protein yang mengendap dianalisis.
Pada metode ini menggunakan 3 macam pereaksi yaitu:
a. Pereaksi tembaga sulfat: mengandung CuSO4.5H2O2, kalium, tartrat, Na2CO3,
NaOH.
b. Pereaksi Folin-Ciocalteau
c. Larutan protein standar: bovine serum albumin.
Dalam mempersiapkan contoh dilakukan sebagaimana yang dilakukan pada metode
Biuret. Sedangkan penetapan contoh, larutan contoh didistribusikan dalam tabung reaksi
dan ditambahkan pereaksi tembaga sulfat, didiamkan 10 menit, dan ditambahkan
pereaksi Folin Ciocalteau lalu didiamkan 1 jam hingga warna biru terbentuk. Intensitas
warna biru diukur absorbans menggunakan spektrofotometer pada λ = 700 nm.
Perhitungan pada metode ini, kandungan protein contoh ditentukan dengan kurva
standar BSA. Nilai y pada persamaan linier disubtitusi dengan nilai absorbans untuk
contoh sehingga diperoleh nilai x yang menunjukkan konsentrasi contoh.
4. Metode pengikatan zat warna (Dye Binding)
Pada metode ini penetapan protein terjadi secara tidak langsung. Zat warna yang
digunakan adalah Amido Black dan Orange G. Metode ini sesuai untuk analisis contoh
bentuk cair seperti susu.
Prinsip penetapan metode ini didasarkan pada kemampuan gugus polar protein yang
bermuatan ion berlawanan mengikat zat warna dan membentuk kompleks tidak larut.
Kompeks tidak larut dipisahkan dengan cara sentrifuse atau penyaringan intensitas warna
zat warna yang tidak terikat dengan protein diukur absorbansnya dengan
spektofotometer. Intensitas warna Amino Black diukur pada 615 nm dan Orange G pada
485 nm. Semakin rendah intensitas warna dari supernatan, maka semakin banyak zat
warna yang terikat oleh protein, semakin tinggi pula kandungan protein dalam contoh.
Peetapan konsentrasi prtein dalam metode ini ditentukan berdasarkan kurva standar
yang menyatakan hubungan antara absorbans zat warna dengan kadar protein (yang
ditetapkan dengan metode Kjeldahl). Nilai y (absorbans) pada persamaan linier yang
diperoleh disubtitusi dengan nilai absorbans untuk contoh, sehingga diperoleh nilai x
(konsentrasi protein contoh).
5. Metode titrasi formal
Metode ini digunakan untuk analisis protein pada susu. Pengerjaannya cepat dan
sederhana, tapi senderug protein lebih rendah terutama pada protein susu. Prinsip
penetapan metode ini, formaldehida (metanal) ditambahkan ke dalam susu (yang sudah
dinetralkan). Formaldehida ini bereaksi dengan gugus amino (residu asam amino) seperti
lisisn. Hal ini terjadi konversi gugus –NH2 menjadi gugus –N=CH2 sehingga kehilangan
sifat asam dan meningkatkan keasaman protein.
Peningkatan keasaman protein diukur secara titrasi denga sodium hidroksida dengan
fenolftalein sebagai indikaor. Titik akhir titrasi dilihat dari pembentukan warna pink.
Peningkatan keasaman protein berkolerasi dengan konsentrasi protein. Konsentrasi
protein ditentukan dengan rumus.
%Protein = T x 0,17
T = ml NaOH yang diperlukan untuk menetralkan keasaman proteindari 100 ml susu.
6.