analisis pragmatik pada cerpen “hana no warutsu …

70
ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI KAWABATA YASUNARI NO SAKUHIN NO “HANA NO WARUTSU” TO IU TENPEN SHOUSETSU NI TAISHITE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang ilmu Sastra Jepang Oleh: LISNA MALAWATI BR SITINJAK 110708012 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: others

Post on 06-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU” KARYA

KAWABATA YASUNARI

KAWABATA YASUNARI NO SAKUHIN NO “HANA NO WARUTSU” TO IU

TENPEN SHOUSETSU NI TAISHITE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh:

LISNA MALAWATI BR SITINJAK

110708012

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Maha Esa yang memberikan berkat dan

kesehatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diselesaikan

sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN

"HANA NO WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik

moril maupun materi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

yakni :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D, selaku ketua Program Studi

Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.

3. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum. Ph.D., selaku dosen pembimbing I, yang telah

banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga. Sabar membimbing penulis

dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. .

4. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Sudi Sastra Jepang dan Bahasa

Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah mendidik

dan mengajarkan berbagai pengetahuan kepada penulis selama duduk dibangku

perkuliahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

6. Bang Joko dan Kak Putri, sebagai Administrasi Program Studi Sastra Jepang

Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu mengurus keperluaan

akademik dan surat-surat penulis.

7. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah

menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

8. Teristimewa kepada kedua orang tuaku terkasih Ayahanda J. Sitinjak dan Ibunda

M. br. Pasaribu, yang selalu dengan penuh kasih sayang, semangat, nasihat serta

doa yang tiada henti-hentinya mendukung penulis, sehingga penulis selalu

terpacu dan termotivasi semangatnya untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada saudara/i penulis, Jisri A.F. Sitinjak, Rahmat S. Sitinjak, Lina F. Sitinjak,

Leni C. Sitinjak, kak Yonce Veronica, S.S, yang selalu mendukung dan

menyemangati penulis dengan doa, motivasi dan canda tawa. Teristimewa

terima kasih kepada abangnda kami tercinta, (Alm) Esron Sitinjak, S.T. semasa

hidupnya selalu memotivasi dan mendukung penulis.

10. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Sastra Jepang terutama Ovita

Septrianti Eftin dan Mediciata Farahdina, Aseng Supriadi Pasaribu, Betrik

Krisna Tarigan, Mike Meliala Sembiring, Fitri Anisa, Mitra Gunawan, Novita

Ester Manulang serta semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima

kasih atas kasih sayang, doa dan semangat serta canda tawa kebersamaan kita

dalam segala keadaan yang tidak hanya dibangku perkuliahaan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi

banyak baik secara langsung maupun tidak langsung, kalian adalah salah satu

motivasi yang menjadi sumber penyemangat bagi penulis. Hanya Allah Sang

Khalik yang dapat membalas kebaikan kalian semua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan

dan menerima kritik serta saran yang membangun dari para pembaca juga pengguna

skripsi ini, sehingga nantinya bermanfaat sepenuhnya. Akhir kata, penulis mengucapkan

banyak terima kasih.

Medan, 02 Agustus 2018

Penulis,

Lisna Malawati Sitinjak

110708012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ........................................... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ............................. 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 12

1.6 Metode Penelitian .......................................................... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN “ HANA

NO WARUTSU “ KONSEP KONFUSIUS, STUDI

PRAGMATIK DAN SEMIOTIK

2.1 Definisi Cerpen .............................................................. 15

2.2 Resensi Cerpen “ Hana no Warutsu “

2.2.1 Tema .................................................................. 17

2.2.2 Alur (Plot) ......................................................... 18

2.2.3 Latar (Setting) .................................................... 21

2.2.4 Penokohan (Perwatakan) ................................... 24

2.2.5 Sudut Pandang ................................................... 25

2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik Sastra

2.3.1 Studi Pragmatik Sastra ....................................... 26

2.3.2 Studi Semiotik Sastra......................................... 28

2.4 Konsep Konfusius ........................................................... 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

v

2.5 Sekilas Tentang Biografi Pengarang ............................... 33

BAB III ANALISIS PRAGMATIK PADA NOVEL “HANA NO

WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI

3.1 Sinopsis Cerita Pendek “Hana no Warutsu” ................... 36

3.2 Analisis Nilai Pragmatik yang terdapat dalam Cerpen “

Hana no Warutsu ” Karya Kawabata Yasunari……….. 36

3.2.1 Kasih Sayang ..................................................... 38

3.2.2 Kebenaran ......................................................... 42

3.2.3 Sopan Santun .................................................... 45

3.2.4 Bijaksana .……………………………………. 48

3.2.5 Dapat Dipercaya …………………………...… 50

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan .................................................................... 53

4.2 Saran............................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan gambaran tentang kehidupan manusia dan aspek-

aspeknya, baik aspek adat-istiadat, pemikiran dan tindakan yang mempengaruhi

sisi-sisi kehidupan manusia, dari gambaran tersebut manusia dapat belajar guna

kebaikan ke depannya. Menurut Horatius dalam Endraswara, (2013:116) sastra

hendaknya memuat dulce (indah) dan utile (berguna). Sastra dimaksud tidak

hanya berpatokan pada kepuasan pengarang ataupun sastrawan semata tetapi lebih

mendominasi kepada fungsi dan manfaatnya bagi para pembaca melalui karya

sastra yang dihasilkan sastrawan, baik berdampak masa kini, masa depan maupun

memperbaiki yang lama untuk kebaikan ke depannya.

Menurut Luxemburg dkk (1989) sastra juga bermanfaat secara rohaniah.

Dengan membaca sastra, kita memperoleh wawasan yang dalam tentang

masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus.

Sejalan dengan pengertian karya sastra adalah dunia kata dan simbol yang

penuh makna juga merupakan fenomena yang banyak mengundang penafsiran

(Endraswara, 2013:5).

Menurut Damono (1984:1), karya sastra diciptakan untuk dinikmati,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan. Karya sastra

berarti menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi

pengaruh terhadap masyarakat. Dengan demikian, karya sastra adalah karangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

2

yang mengandung nilai-nilai kebaikan dan pembelajaran secara tersurat

maupun tersirat serta berguna bagi pembaca atau penikmat karya sastra.

Karya sastra dibagi dua kelompok, yakni karya sastra imajinatif dan

non-imajinatif. Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra yang lebih

menonjolkan sifat khayali, menggunakan bahasa konotatif dan memenuhi

syarat estetika seni. Genre yang termasuk karya sastra imajinatif yaitu puisi,

fiksi atau prosa naratif (novel, cerpen, roman) dan drama. Sedangkan ciri karya

sastra non-imajinatif adalah karya sastra yang lebih banyak unsur faktualnya

daripada khayalinya, cenderung menggunakan bahasa denotatif dan tetap

memenuhi syarat estetika seni. Genre yang termasuk karya sastra non-

imajinatif yaitu esai, kritik, biografi, autobiografi, sejarah, memoir, catatan

harian dan surat-surat.

Pada penelitian ini, peneliti tertarik membahas cerpen “Hana no Warutsu”

karya Kawabata Yasunari yang mengandung nilai nilai positif dan berguna dilihat

dari sudut pandang pendekatan pragmatik. Cerpen ialah sebuah cerita pendek,

tulisan yang menginformasikan cerita atau kisah tentang individu dan seluk-beluk

mereka melalui sebuah konten tulisan pendek. Cerita pendek menurut Turayev

dalam Regina Bernadette adalah bentuk karya sastra naratif, yang menampilkan

cerminan sebuah episode dalam kehidupan seorang tokoh. Secara lebih luas dapat

dikatakan bahwa penulis cerpen menampilkan jumlah tokoh yang terbatas, tidak

ada perkembangan karakter tokoh dan tidak memiliki latar seperti yang terdapat

dalam novel (https://www .scribd.com/doc/155786780/DEFINISI-CERPEN).

Adapun pengertian pendekatan pragmatik dalam sastra yakni pendekatan

yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

3

kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama, dan tujuan lainnya.

Pendekatan ini menitikberatkan kepada kesan pembaca terhadap karya sastra yang

dibacanya. Adapun kesan yang dimaksud yaitu mampu menghibur atau

memberikan kesenangan, mengharukan, memberikan pengajaran, meyakinkan,

dan memberikan informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Endraswara

(2013:117) bahwa karya sastra perlu diteliti tidak saja dari aspek retorik yang

mengakibatkan pembaca tertarik, tetapi pembaca cepat menikmati karya sastra

setelah membacanya.

Cerpen “Hana no Warutsu” karya KAWABATA YASUNARI adalah kisah

penari berbakat bernama Tomoda Hosie yang menari di bawah naungan Lembaga

Penelitian Tari milik Takeuchi. Hosie merasa kemampuannya menari sangat

buruk dalam penampilan terakhirnya di FESTIVAL TARI yang khusus

diselenggarakan Takeuchi untuk menampilkan Hosie dan Suzuko. Hosie

melakukan satu kesalahan gerakan tari yang tidak disadari oleh penonton, rekan

maupun pelatihnya. Hosie bersedih, putus asa dan mau berhenti menari untuk

selamanya saat itu juga meskipun penonton sudah meminta Ankoru. Hal tersebut

ditentang sahabat sekaligus rekan seperjuangannya, Hayakawa Suzuko. Suzuko

menarik dan memaksa Hosie untuk melanjutkan penampilannya. Suzuko

menegaskan pada Hosie bahwa tarian itu seperti hidup, mau atau tidak mau

menari, tapi Hosie pasti menari.Selain itu banyak orang yang bekerja untuk

penampilan mereka, rekan mereka yang lainnya, pelatih, juga penonton yang

gembira melihat penampilan mereka.Seburuk apapun perasaannya, menangis

dalam hati saja tapi harus tertawa juga dan menurut Suzuko kemampuan Hosie

sangat bagus sehingga cocok disandingkan dengan Nanjo. Nanjo adalah salah satu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

4

murid terbaik di Lembaga, yang susah payah dikirim Takeuchi belajar keluar

negeri meski Lembaga dalam kesulitan keuangan dan Takeuchi sendiri rela

berjualan keliling. Takeuchi percaya kemampuan Nanjo kelak bisa

mempertahankan kelangsungan Lembaga Penelitian Tari.Tomoda Hosie adalah

pribadi keras kepala tetapi dia juga orang yang bijaksana. Hosie terlebih dahulu

mendengarkan pendapat orang lain, menyesuaikan dengan keadaan kemudian dia

melakukan keputusannya. Hosie banyak belajar dari orang disekitarnya, seperti

Suzuko yang tulus dan selalu berpikiran positif meskipun hidupnya sulit begitu

juga dengan gurunya Takeuchi yang bertanggung jawab serta Nanjo yang dapat

dipercaya. Hal tersebut menunjukkan karakter tokoh dalam cerpen ini dan

tindakannya yang mempengaruhi pembaca.

Cerpen ini sama dari kebanyakan cerpen Kawabata, mengandung banyak

pelajaran kehidupan yang bernilai positif dan berguna terutama untuk diri peneliti

sendiri. Nilai positif yang didapat peneliti seperti sikap kita dalam menghadapi

suatu masalah, sebaiknya jangan berputus asa ataupun melarikan diri tetapi harus

dihadapi dengan optimis karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Melihat

suatu masalah tidak cukup hanya dari satu sisi tetapi dari sisi lain juga sehingga

kita mengetahui kebenarannya. Menikmati apapun yang kita kerjakan tanpa

memandang wajib atau tidaknya. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan

dan wajib dipertanggung-jawabkan dan balas budi tidak ada batas pembayarannya.

Berdasarkan uraian singkat tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui

lebih dalam mengenai nilai-nilai positif yang terdapat didalam cerpen ini. Untuk

itu peneliti memberi judul “ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN

“HANA NO WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI“.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari,

diketahui terkandung nilai positif yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan

melalui karakteristik tokoh terutama Tomoda Hosie. Dia belajar dari kehidupan

orang-orang disekitarnya yang berbanding terbalik dengan kehidupannya.

Awalnya Hosie bersikap acuh terhadap orang disekitarnya dan menilai sesuatu

dari pandangannya saja. Semua sikap buruk dan cara pandangnya perlahan

berubah karena Hosie mulai memperhatikan orang-orang disekitarnya. Adapun

nilai positif yang didapat pembaca seperti nilai murah hati, kebenaran, sopan

santun, bijaksana dan dapat dipercaya. Nilai tersebut disampaikan pengarang

melalui kata-kata ataupun tindakan para tokoh secara langsung maupun secara

tersirat.

Berdasarkan hal-hal yang penulis jelaskan dan dikaitkan dengan

pendekatan pragmatik dalam menganalisis cerpen, penulis merumuskan

permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu :

1. Nilai-nilai pragmatik apa saja yang terkandung dalam cerita pendek “Hana

no Warutsu” karya Kawabata Yasunari ?

2. Bagaimana nilai-nilai pragmatik yang diungkapkan oleh Kawabata

Yasunari melalui tokoh dalam cerpen “Hana no Warutsu” yang dapat

dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari semua permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam

membatasi masalah. Hal ini bertujuan agar pembahasan yang dilakukan peneliti

tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang diteliti. Peneliti

menggunakan cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari (1940)

dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia yang terdiri dari 64 halaman oleh

Matsuoka Kunio dan Ajip Rosidi, yang diterbitkan pada tahun 2003 oleh penerbit

Djambatan.

Penelitian ini memfokuskan pembahasannya mengenai nilai-nilai

pragmatik seperti nilai-nilai murah hati, kebenaran, sopan santun, bijaksana dan

dapat dipercaya, yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembaca dan

pengungkapan nilai-nilai pragmatik dalam cerpen “Hana no Warutsu”. Peneliti

menggunakan pendekatan pragmatik dan semiotik untuk menganalisis cuplikan

kalimat yang mengandung nilai-nilai pragmatik dan untuk melihat tanda-tanda

indeksikal cerita yang menggambarkan nilai konfusianisme di Jepang.

Agar pembahasan dalam penelitian ini memiliki akurasi data yang jelas,

maka dalam Bab II peneliti akan menjelaskan juga mengenai defenisi cerpen,

resensi cerpen “Hana no Warutsu”, studi pragmatik dan semiotik sastra, konsep

nilai konfusianisme serta sekilas tentang biografi pengarang Kawabata Yasunari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

Sastra adalah pengungkapan diri dari fakta artistik dan imajinatif sebagai

manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium

dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia atau kemanusiaan

(Esten, 1978:9). Karya sastra diciptakan pengarang atau sastrawan untuk

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

(Damono, 1984:1). Menurut Endraswara (2013:5), karya sastra adalah dunia kata

dan simbol yang penuh makna juga merupakan fenomena yang banyak

mengundang penafsiran. Karya sastra bukanlah rumus pasti yang dapat kita

pahami dengan jawaban pasti. Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda

dalam menanggapi sastra karena perbedaan cara berpikir, bertindak, juga

termasuk cara menjalani hidup. Sastra menarik karena diciptakan dari kehidupan

manusia dan untuk kehidupan manusia juga.

Cerpen adalah salah satu karya sastra imajinatif berbentuk prosa naratif.

Menurut Kosasih dkk (2004:431), dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan

tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan,

dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan. Jadi, cerpen memiliki isi

cerita singkat, menarik dan bermanfaat bagi pembaca.

Dalam penelitian sastra tidak ada pendekatan yang lebih penting atau

kurang penting, tergantung tujuan penelitian sastra itu sendiri. Pendekatan yang

diterapkan sesuai dengan konsepnya masing-masing. Menurut Abrams dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

8

Endraswara (2013 : 9) membagi pendekatan penelitian sastra menjadi 4 bagian,

yaitu :

1. Pendekatan Ekspresif, yaitu kajian yang menempatkan karya sastra

sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan pengarang.

2. Pendekatan Objektif, yaitu kajian menitikberatkan pada teks sastra yang

disebut strukturalisme atau instrinsik.

3. Pendekatan Mimetik, yaitu kajian berhubungan dengan kesemestaan

(universe), yang memperhatikan bahwa karya sastra tidak bisa mewakili

kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan

kenyataan.

4. Pendekatan Pragmatik, yaitu kajian penelitian sastra yang berhubungan

dengan resepsi pembaca terhadap teks sastra, memberikan perhatian utama

terhadap peranan pembaca sebagai penyambut karya sastra.

Berdasarkan kajian yang diutarakan Abrams, peneliti menggunakan kajian

ke empat yaitu pendekatan pragmatik untuk menganalisis cerpen “Hana no

Warutsu” karya Kawabata Yasunari.

2. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan pragmatik sastra

sebagai landasan teori dalam menganalisis cerita pendek “Hana no Warutsu”

karya Kawabata Yasunari.Menurut Endraswara (2013:115), Pragmatik sastra

adalah cabang penelitian ilmu sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan

penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Penelitian pragmatik sastra muncul

atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang

karya sastra hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

9

menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja, yaitu sering melupakan

aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya

sastra tersebut.

Menurut Endraswara (2013:117) untuk mengecek penerapan penelitian

pragmatik sastra adalah mana kala titik berat kritik berorientasi pembaca.

Sementara itu menurut Abrams dalam Endraswara (2013:6) berdasarkan teori

pragmatik, karya sastra dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan

tertentu, misalnya nilai-nilai atau ajaran kepada pembaca. Pembaca berperan

penting dalam menentukan nilai suatu karya sastra dan nilai suatu karya sastra

terlihat dari pembaca menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.

Manfaat yang didapat pembaca dari pesan yang disampaikan oleh pengarang

melalui karyanya juga sangat penting karena semakin banyak nilai-nilai, ajaran-

ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik karya sastra tersebut.

Menurut Horatius dalam Art poetica bahwa tujuan penyair ialah berguna

atau memberi nikmat, ataupun sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan

dan menurut Relix Vedika pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang

tidak ubahnya artefak (benda mati), pembacanyalah yang menghidupkan sebagai

proses konkritasi (http://robiramadhanpbsi.blogspot.co.id/2014/12/pendekatan-

pragmatik-a.html). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa sastra

bukan hanya sekedar untuk memperlihatkan bentuk karya sastra, tetapi lebih

kepada pengaruh karya sastra bagi pembaca karya sastra. Pembaca dalam

membaca karya sastra juga bukan hanya melihat sisi keindahan karya sastra, tetapi

nilai positif yang terkandung dalam karya sastra dan manfaatnya bagi pembaca

serta diharapkan dapat diterapkan oleh pembaca dalam kehidupannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

10

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan nilai konfusianisme. Menurut

Sahrul (2016:2) ajaran Konfusius menjadi dasar pembentukan sistem nilai dan

norma-norma sosial dalam kehidupan berkeluarga, berkelompok, berorganisasi,

ber-masyarakat maupun bernegara di Jepang. Ajaran konfusius (Konfusianisme)

masuk ke Jepang pada awal abad ke-6 M dan ajarannya mengutamakan masalah

moral dan pengendalian emosi dalam diri. Ajaran konfusius di Jepang tidak

sepenuhnya diterapkan hanya diambil nilai positifnya saja dan disesuaikan dengan

budaya asli karena Pangeran Shotoku berusaha menyeimbangkan 3 kepercayaan di

Jepang pada waktu itu (556M). Nilai- nilai positif tersebut yaitu Ren/Jin (cinta-

kasih), Yi/Gi (Kebenaran), Li/Rei (Kesusilaan), Zhi/Chi (Bijaksana), dan Xin/Shin

(dapat Dipercaya).

Menurut Konfusius, Ren/Jin merupakan pusat kualitas moral manusia

yaitu intisari dari cinta terhadap sesama dengan mengasihi sesama manusia seperti

diri sendiri atau disebut berhati manusiawi. Ren/Jin yang berarti sikap murah hati,

mencintai sesama dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.Yi/Gi (kebenaran)

diartikan Konfusius sebagai rasa solidaritas, rasa senasib dan sepenanggungan dan

mau membela kebenaran. Pengikut Konfusianisme mempunyai ajaran yang

memberi keyakinan kepada mereka untuk mengatakan yang benar itu benar, dan

yang tidak benar itu tidak benar. Li/Rei (kesusilaan) diartikan Konfusius sebagai

sopan santun, tata krama dan budi pekerti. Zhi/Chi (kebijaksanaan) dari perkataan

Konfusius dalam kitab Lun Gi yaitu: “Bila kita melihat orang bijaksana, kita

harus berusaha menyamainya. Bila kita melihat orang tidak bijaksana kita harus

memeriksa dan melihat kedalam diri kita sendiri”. Ajaran konfusianisme

mengajarkan kita untuk belajar memperbaiki diri kita dari orang lain. Xin/Shin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

11

(dapat Dipercaya) menurut Konfusius mempunyai peran penting dalam kehidupan

manusia, tanpa Xin/Shin seseorang tidak banyak mempunyai arti dalam

masyarakat karena dapat dipercaya artinya seseorang tidak hanya percaya pada

dirinya sendiri tetapi juga dapat dipercaya oleh orang lain

(http://www.academia.edu/9622390/Apakah_ajaran_utama_dalam_konfusianism

e).

Untuk menganalisis dan mengangkat nilai-nilai yang terkandung dalam

cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari, peneliti mengambil

beberapa cuplikan teks yang memiliki makna (tanda) dalam cerpen. Kemudian

untuk melihat makna (tanda) nilai-nilai dan manfaat cerpen tersebut bagi pembaca,

maka peneliti menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik berasal dari kata

Yunani semeion yang berarti “tanda”. Semiotik adalah ilmu yang secara

sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang

dan proses-proses perlambangan, (Luxemburg, 1989 : 44). Tanda-tanda tersebut

akan tampak pada tindak komunikasi manusia lewat bahasa, baik lisan maupun

dan juga bahasa isyarat (Endraswara, 2013:64). Pendekatan semiotik digunakan

peneliti untuk menunjukkan indeksikal adanya nilai konfusianisme yang

diungkapkan dalam bentuk nilai murah hati, kebenaran, sopan santun, bijaksana

dan dapat dipercaya yang disampaikan Kawabata melalui tokoh Tomoda Hosie

dalam cerpen berjudul “Hana no Warutsu” dengan cara mengambil cuplikan-

cuplikan teks yang menggambarkan tokoh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

12

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana telah dikemukakan

maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendiskripsikan nilai – nilai pragmatik yang terkandung dalam

cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik yang diungkapkan oleh

Kawabata Yasunari melalui tokoh dalam cerpen “Hana no Warutsu”

yang dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca.

2. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi diri

peneliti sendiri, masyarakat pembaca dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah

informasi dan pengetahuan mengenai pragmatik sastra dalam karya fiksi

khususnya dalam cerpen “HANA NO WARUTSU” karya Kawabata

Yasunari.

2. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan menambah informasi

tentang nilai – nilai konfusianisme di Jepang, yang sampai saat ini masih

dijadikan pedoman oleh masyarakat Jepang sehingga dapat meningkatkan

apresiasi pembaca terhadap karya-karya sastra, terutama bagi karya sastra

Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

13

3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sastrawan – sastrawan

lainnya sebagai referensi dalam menciptakan karya sastra yang lebih baik

lagi.

1.6 Metode Penelitian

Sebuah penelitian pasti menggunakan metode sebagai media cara untuk

mempermudah dan memperlancar penelitian seorang peneliti dalam mencapai

tujuan. Menurut Siswantoro (2005:55) dikatakan bahwa metode dapat diartikan

sebagai prosedur atau tata cara yang sistematis yang dilakukan seorang peneliti

dalam upaya mencapai tujuan seperti memecahkan masalah atau menguak

kebenaran atas fenomena tertentu.

Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Koentjaraningrat (1976:30) mengatakan bahwa penelitian yang

bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu

individu, keadaan, atau kelompok tertentu.

Dalam mengumpulkan data-data penelitian, teknik yang digunakan adalah

studi kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan data dengan

membaca buku-buku yang berhubungan dengan karya sastra, kritik sastra, buku-

buku panduan analisis pragmatik dalam karya sastra dan tambahan literature

lainnya. Selain memanfaatkan literature yang berupa buku, juga memanfaatkan

teknologi internet untuk mengumpulkan data dari berbagai website yang

berhubungan dengan materi penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

14

Data yang diperoleh peneliti dari studi kepustakaan (Library Research)

dijadikan referensi oleh peneliti dalam menganalisa data untuk mencapai

kesimpulan dan saran sebagai hasil akhir penelitian. Namun yang menjadi sumber

utama dalam penelitian ini adalah cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata

Yasunari. Buku-buku tersebut dibaca dan dicari teori yang berhubungan dengan

penelitian mengenai analisis cerita pedek “Hana no Warutsu” berdasarkan

pendekatan pragmatik sastra.

Maka berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan, langkah-langkah yang

dilakukan peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah :

1. Membaca cerpen terjemahan “Hana no Warutsu” Karya Kawabata

Yasunari dan menentukan masalah.

2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu data

tentang kajian pendekatan pragmatik sastra, semiotik dan teori-teori lain

yang diperlukan dalam melengkapi penelitian ini.

3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data

berdasarkan pendekatan pragmatik dan mendeskripsikan nilai-nilai yang

terkandung dalam cerpen “Hana no Warutsu”.

4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk skripsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN“HANA NO WARUTSU” KARYA

KAWABATA YASUNARI KONSEPKONFUSIUS, STUDI PRAGMATIK DAN

SEMIOTIK

2.1 Definisi Cerpen

Memberikan kesan dominan dan memusatkan hanya pada satu tokoh saja

dalam ceritanya serta tidak ada cerpen yang panjangnya sampai 100 halaman. (Priyanti,

2013:5) Cerita pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan ciri bahasa yang serba

pendek. Baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang

digunakan.

Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian,

peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak

mudah dilupakan (Kosasih dkk, 2004:431). Cerpen dapat dimaknai sebagai sebuah karya

prosa fiksi yang dapat selesai dibaca sekali duduk dan ceritanya membangkitkan efek

tertentu dalam diri pembacanya (Sayuti, 2000:8). Cerpen berarti sebuah karangan pendek

berbentuk prosa yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa yang berisikan

pesan/amanat dan ceritanya relatif singkat sehingga hanya membutuhkan waktu yang

singkat saja untuk membacanya. Berbeda dengan karya sastra lain, yang biasanya sulit

untuk dipahami, cerpen lebih mudah dimengerti karena alurnya juga relatif lebih

sederhana.

Dalam bahasa Inggris cerpen dikenal dengan short story dan merupakan

sebagai karya sastra yang sering dijumpai diberbagai media. Cerpen sangat sesuai dengan

perkembangan zaman sekarang yang serba cepat, karena cerpen mudah untuk dinikmati

dan lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Cerpen sebagai bagian dari sastra memiliki

lima fungsi sastra, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

16

1. Fungsi rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para

penikmat atau pembacanya.

2. Fungsi didaktif, yaitu mengarahkan dan mendidik para penikmat atau

pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung

didalamnya.

3. Fungsi estetis, yaitu memberikan keindahan bagi para penikmat atau para

pembacanya.

4. Fungsi moralitas, yaitu fungsi yang mengandung nilai moral sehingga para

penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik

bagi dirinya.

5. Fungsi relegiusitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan

teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.

Cerpen yang merupakan salah satu dari bagian karya sastra imajinatif

menawarkan keindahan dan mengandung makna yang bermanfaat bagi pembacanya

terutama nilai kehidupan. Menurut Sumardjo (1986: 3) yang dimaksud dengan nilai

kehidupan yang ditawarkan dapat berupa nilai keagamaan, budaya, moral, budi pekerti,

pendidikan maupun nilai sosial. Melalui cerpen yang diciptakan, pengarang berusaha

menyampaikan nilai kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca atau penikmat cerpen.

Cerpen sebagai prosa fiksi juga memiliki nilai guna karena bertujuan

memberikan hiburan dan kepuasan batin serta manfaat bagi pembacanya. Melalui sarana

cerita, pembaca secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai

permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang sehingga prosa fiksi dapat

membuat pembacanya menjadi manusia yang lebih arif dan dapat memanusiakan manusia

(Nurgiyantoro, 1995: 40).

Setiap karya sastra fiksi mempunyai unsur-unsur yang mendukung karya

sastra fiksi tersebut, baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

17

unsur dari luar (unsur ekstrinsik) karya sastra itu yang secara tidak langsung

mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra.

Berdasarkan penjelasan definisi cerpen diatas, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa cerpen yang menjadi objek kajian penelitian penulis adalah cerpen

yang memiliki fungsi moralitas. Dikatakan demikian karena cerpen “Hana no Warutsu”

ini merupakan prosa imajinatif yang tidak hanya memberikan cerita fiktif belaka, namun

melalui pelajaran kehidupan tokoh Tomoda Hosie. Pengarang juga mengangkat cerita

yang mengandung pelajaran bernilai positif serta berguna bagi masyarakat/pembaca.

2.2 Resensi Cerpen “Hana no Warutsu”

Setiap karya sastra fiksi mempunyai unsur-unsur yang mendukung karya fiksi

tersebut, baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun unsur dari luar

(unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya

sastra.

2.2.1 Tema

Menurut Kosasih (2003:223), Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah

cerita. Tema menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia.

Tema sebagai makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian

besar unsurnya dengan cara yang sederhana (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1994:70).

Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita yang bersifat menjiwai

seluruh bagian cerita, namun untuk menemukan tema suatu karya fiksi harus disimpulkan

dari keseluruhan cerita karena dengan sendirinya tema “tersembunyi” dibalik cerita yang

mendukungnya.

Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (1994:74), tema berisikan

penilaian (kembali) suatu moral (mungkin juga pandangan hidup) baik secara langsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

18

maupun „tak langsung, moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud (dan atau bagian)

tema.

Tema selalu berkaitan dengan makna tertentu (pengalaman) kehidupan yang

dapat menyebabkan pembaca mengalami perubahan dalam menyikapi hidup dan

kehidupannya.

Berdasarkan pengertian Tema, cerpen “Hana no Warutsu“ mengangkat tema

pengalaman kehidupan gadis penari yaitu Tomoda Hosie. Awalnya,tarian yang dilakukan

Hosie kosong dan tidak memiliki jiwa kar‟na Hosie tidak suka menari. Dia melakukannya

untuk mengisi waktu luangnya, berbeda dengan rekannya yaitu Hayakawa Suzuko. Hosie

banyak belajar dari orang-orang sekitarnya sehingga secara perlahan sikapnya berubah

menjadi lebih baik dari sebelumnya, begitupun tariannya mengalami kemajuan. Pada

akhirnya tidak hanya kehidupan Hosie yang mengalami perubahan, tarian Hosiepun

menginspirasi rekan-rekannya di Lembaga Tari Takeuchi.

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian dan tiap kejadian

hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton(1965:14) dalam Nurgiyantoro

(1994:113)).

Menurut Kosasih (2003:225) Alur merupakan pola pengembangan cerita yang

terbentuk oleh hubungan sebab akibat.Tahapan-tahapan jalan cerita secara umum, yaitu:

1) Pengenalan situasi cerita (Exposition)

Pengarang memperkenalkan tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh.

2) Pengungkapan peristiwa (Complication)

Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai

masalah, pertentangan ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.

3) Menuju pada adanya konflik (Rising action)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

19

Terjadi peningkatan peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan ataupun

keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran

tokoh.

4) Puncak konflik (Turning point)

Bagian ini disebut juga sebagai klimaks/ puncak cerita yaitu ditentukannya

perubahan nasib beberapa tokohnya.

5) Penyelesaian (Ending)

Akhir cerita yaitu berisi tentang penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami

tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak cerita.

Inti dari sebuah alur ialah konflik karena sebuah cerita sulit terbentuk jika

tanpa konflik atau pertentangan. Menurut Kosasih (2003:226), Konflik merupakan suatu

pertentangan kemudian diangkat kedalam karangan fiksi dan menggerakkan alur cerita

sehingga terbentuk suatu cerpen. Bentuk-bentuk pertentangan ada empat yaitu:

1) Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin)

2) Pertentangan manusia dengan sesamanya

3) Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi,

politik, sosial dan budaya

4) Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.

(Nurgiyantoro, 1995:153), Plot dibedakan berdasarkan kriteria urutan waktu,

yaitu waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi dan urutan

waktu berkaitan dengan logika cerita yang bersangkutan. Plot dibedakan kedalam dua

kategori :

1. Kronologis

Plot lurus, maju (Progresif) yaitu jika peristiwa-peristiwa diceritakan

secara runtut, dimulai dari dari tahap awal (penyituasian, pengenalan,

pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir

(penyelesaian).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

20

2. Tidak kronologis

Plot sorot-balik, mundur, flash-back (regresif) yaitu urutan kejadian

diceritakan tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal,

melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian

tahap awal diceritakan.

Plot campuran (progresif-regresif) yaitu secara keseluruhan berlangsung

progresif/regresif, didalamnya berkali-kali terdapat adegan sorot-balik yang

cukup panjang dan bersifat mendukung tema, tendens penokohan cerpen

tersebut.

Berdasarkan uraian konflik atau pertentangan dan alur tersebut maka cerpen

“Hana no Warutsu” mempunyai pertentangan berupa pertentangan dengan dirinya sendiri,

manusia dan lingkungannya, serta memiliki plot maju (progresif). Tomoda Hosie selalu

merasa kecewa dengan dirinya sendiri karena selalu melakukan kesalahan saat menari,

bahkan saat dia memikirkan ingin menari dengan baik namun pada kenyataannya Hosie

melakukan kesalahan. Salah satu pertentangan Tomoda Hosie yaitu saat Festival Tari

Hayakawa Suzuko-Tomoda yang Pertama, Hosie melakukan kesalahan yaitu tiba-tiba

merubah posisi tubuhnya saat menari, sehingga Suzuko hampir terjatuh di panggung.

Suzuko marah dan menampar Hosie. Hosie marah dan kecewa sehingga dia tidak ingin

menari lagi. Penonton meminta Ankoru tetapi Hosie mengatakan kepada Suzuko bahwa

dia tidak bisa menari dengan wajah kecewa.Hosie juga tidak mau menari karena Hosie

tidak merasa ada keinginan untuk menari. Hosie heran karena penonton gembira padahal

dia menari dengan perasaan buruk. Suzuko memaksa Hosie dan mengatakan bahwa mau

atau tidak mau menari, Hosie tetap menari sama seperti hidup. Pada akhirnya Hosie dan

Suzuko memenuhi Ankoru dengan tampil di tengah-tengah pentas. Suzuko menyemangati

Hosie sambil menari, sedangkan Hosie asyik akan tariannya dan lupa akan dirinya bahkan

menghiraukan perkataan Suzuko. Seusai menari, Hosie mengatakan bahwa dia belum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

21

pernah menari dengan perasaan nikmat, musik dan tari sesuai. Alur cerpen “Hana no

Warutsu” karya Kawabata Yasunari yaitu dimulai dari Tomoda Hosie yang hanya

sekedar menari, sekedar berteman dengan rekannya di Lembaga Tari Takeuchi, dan sibuk

memikirkan bahwa dirinya melakukan kesalahan saat menari. Tomoda Hosie tidak

menyadari bahwa dia mampu membuat iri orang-orang disekitarnya, dan berakhir

Tomoda Hosie tidak hanya merubah sikapnya sekaligus cara pandangnya, tetapi dia juga

melatih tariannya semakin bagus sehingga menginspirasi rekannya.

2.2.3 Latar (Setting)

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216), bahwa latar atau setting

merupakan landas tumpu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.Landas tumpu

yang dimaksud yaitu menyaran pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial.

Karya fiksi seperti sebuah dunia, membutuhkan tokoh,cerita, plot dan juga latar, sebab

tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya memerlukan ruang lingkup, tempat dan

waktu seperti kehidupan manusia di dunia nyata (Nurgiyantoro 1995:216).

1. Latar Tempat

Latar tempat yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya

fiksi. Tempat yang dipergunakan dengan nama tertentu, inisial tertentu dan lokasi

tertentu tanpa nama yang jelas.Menurut kosasih (2003:228), pemilihan latar tidak

hanya didasari oleh unsur-unsur instrinsik cerita tetapi pengarang memberi kesan

menarik kepada pembacanya.

Latar tempat dalam cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari,

adalah :

Tepat pada waktu itu layar pun menyentuh lantai.Begitu ujung layar jatuh

pada lantai panggung, tepuk tangan para penonoton yang tak kunjung berhenti

kian menjauh seperti angin sampai kemudian hening.Penerangan panggung agak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

22

menjadi gelap.Tapi itu persiapan untuk memberikan penerangan yang lebih

gemerlapan pada panggung ketika layar diangkat lagi menyambut tepuk tangan

penonton. Para penari juga mengharapkan hal itu dan mereka berlari-lari

dengan sikap seolah-olah meneruskan tariannya. Di pinggir panggung ada anak-

anak gadis yang menunggu sambil memegang karangan bunga. (Hal. 77, 78)

Bilik rias mereka lebih luas daripada kamar suzuko dan kawan-kawannya.

Para penari itu masing-masing bersiap-siap untuk pulang, ada yang membuka

pakaian, ada yang mandi, ada juga yang sedang berdandan danada juga yang

sedang mencari karangan bunga.(Hal. 90)

“… gedung lembaga kita ini, alat-alat musik atau barang-barang yang

berharga semuanya dijaminkan untuk pinjam uang”.(Hal.91)

... Di sebelah kiri jembatan shinko Nampak laut yang airnya kotor seperti

terusan, dan di depan gudang Mitsubishi, penuh dengan perahu-perahu khas

Jepang. Dan di atas perahu-perahi itu dijemur Koshimaki, tabi, momohiki,

hadajuban dan … (Hal. 95)

Dari cuplikan diatas dapat diketahui latar tempatnya adalah

Panggung ,Gedung Lembaga Tari Takeuchi, dan Yokohama.

2. Latar Waktu

Latar waktu adalah berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.Menurut Kosasih (2003:227) tempat

dan waktu yang dirujuk dalam sebuah cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual

atau bisa pula yang imajiner.

Latar waktu dalam cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari

adalah sebagai berikut :

… mungkin di luar sudah bertiup angin malam permulaan musim panas,

tetapi di dalam bilik rias itu udara masih diliputi wangi penghujung musim semi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

23

karena karangan bunga dan pakaian panggung serta bedak para penari,

sehingga kulitnya yang muda terasa menjadi lembab.

… walaupun begitu menara atap Kantor Pabean berkilau-kilau seperti

pagi permulaan musim panas dan bayangan deretan pepohonan juga masih

memanjang. (Hal. 95)

Dari cuplikan diatas dapat diketahui latar waktunya adalah di penghujung

musim semi dan memasuki musim panas.

3. Latar Sosial

Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial

masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, seperti kebiasaan

hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan

bersikap, termasuk status sosial tokoh yang bersangkutan (Nurgiyantoro,

1998:233-234).

“Di sebelah kiri jembatan itu nampak laut yang airnya kotor seperti

terusan, dan di depan gudang Mitsubishi, penuh dengan perahu-perahu khas

Jepang. Dan di atas perahu-perahu itu dijemur koshimaki, tabi, momohiki,

hadajuban, dan oshime…menimbulkan kesan eksotik kepada pemandangan

pelabuhan yang modern…”(hal.95)

“Mereka tiba di dermaga. Sebuah kapal Inggris jalur Eropa merapat di

dermaga itu dan…”(hal.97)

“Ada juga penjemput yang menaikkan bendera kebangsaan tinggi-tinggi

seperti menyambut prajurit yang habis menunaikan tugas sebagai wajib militer.

Keluarga bangsa Barat berpelukan satu sama lain sambil melambaikan topi. Ada

seorang gadis Jepang yang membaca buku bahasa Barat…Bukan hanya yang

berpakaian bagus dan mewah saja yang datang menjemput orang-orang yang

baru kembali dari negeri Barat, namun ada juga orang kampungan yang

mungkin keluarga kaum imigran. Adajuga…”. (hal.99)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

24

“… dibalik shoji ada pengemis...”(hal.91)

“Tidak apa. Barangkali babuku sudah membawanya pulang”. (hal.94)

“…Tapi rupanya pembantumu tidak mengemas kaca rias…” (hal.94)

“Ketika Suzuko memberikan isyarat dengan wajahnya, Hosie dengan polos

mengangguk dan pergi keluar untuk melepas Takeuchi sampai pintu sambil

mengenakan mantel musim semi…” (hal.90)

Cerpen “Hana no Warutsu” berlatar di Jepang. Jepang dikenal sebagai negara

maju dan sukses dalam diplomasi publik, teknologi, pembangunan, dan ekonomi. Hal

menarik lainnya adalah budaya tradisional di Jepang mampu dipertahankan,

berdampingan dan berkembang dengan budaya modern, semua tidak terlepas dari

karakter masyarakat bangsa Jepang yang tidak hanya dipengaruhi oleh ajaran Shinto dan

Buddha, tetapi juga dipengaruhi oleh ajaran Konfusius. Bangsa Jepang menjaga nilai-nilai

yang baik seperti antara orangtua dengan anak, antara guru dengan murid meskipun

terdapat perbedaan status sosial yang jauh.

2.2.4 Penokohan

Menurut Kosasih (2003:228), penokohan adalah cara pengarang

menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.

Menurut Abrams (via Nurgiyantoro, 2007:165) tokoh cerita adalah orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, ditafsirkan oleh pembaca memiliki

kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam upacara

dan dilakukan dalam tindakan.

Tokoh yang ditampilkan dalam prosa fiksi berkaitan dengan persepsi

pembaca. Pemaknaan dari kepribadian yang dimunculkan oleh tokoh pada dasarnya

pembacalah yang memberi arti semuanya. Menurut Nurgiyantoro (:167) tokoh cerita

merupakan pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja

ingin disampaikan kepada pembaca. Pembaca juga dapat memahami watak tokoh-tokoh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

25

yang dimunculkan melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik tokoh, gambaran

yang diberikan pengarang lewat kehidupan maupun pakaian tokoh, melihat perilaku

tokoh, melihat tokoh menceritakan dirinya sendiri, memahami jalan pikiran tokoh,

melihat tokoh lain membicarakan tokoh yang dimaksud, melihat tokoh berbincang

dengan tokoh lain, melihat reaksi tokoh-tokoh lain terhadap tokoh yang dimaksud dan

reaksi tokoh terhadap tokoh-tokoh lain (Aminuddin dalam Capriella, 2014:24).

Penokohan dalam cerpen “Hana no Warutsu” adalah sebagai berikut:

1. Tomoda Hosie adalah tokoh utama dalam cerpen “Hana no Warutsu”

merupakan seorang penari. Ia memiliki sifat murah hati, sopan, bijaksana,

tulus, dan dapat dipercaya.

2. Hayakawa Suzuko adalah partnermenari Tomoda Hosie,sekaligus menjadi

sahabatnya dari kecil Suzuko dibesarkan dan dirawat oleh Takeuchi.

Suzuko memiliki sifat murah hati, tulus, bakti pada orangtua dan kasih

sayang.

3. Takeuchiadalah pelatih dan pemilik Lembaga Penelitian Tari Takeuchi.

Takeuchi memiliki sifat bertanggung jawab, adil dan memiliki empati yang

tinggi.

4. Nanjo ialah salah satu murid terbaik di Lembaga Tari Penelitian yang

dikirim Takeuchi belajar tari di Amerika. Takeuchi benar-benar berharap

pada kemampuan Nanjo untuk menggantikannya memimpin Lembaga Tari

Penelitian.

2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang (Point of view) berperan penting dalam sebuah cerita. Menurut

Kosasih (2004:229), sudut pandang (point of view) adalah posisi pengarang dalam

membawakan cerita. Posisi tersebut sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

26

1. Sudut pandang orang pertama yaitu pengarang memposisikan dirinya

sebagai tokoh utama yang berbicara dalam cerita dan menggunakan kata

ganti; Aku, Saya, Kita, Kami.

2. Sudut pandang orang ketiga adalah pengarang memposisikan dirinya

sebagai pengamat yaitu seseorang yang berada diluar cerita yang

menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata

gantinya; Ia, Dia, Mereka.

3. Sudut pandang campuran yaitu pengarang menggunakan sudut pandang

orang ketiga dan orang pertama. Pengarang berganti-ganti dari teknik yang

satu ke teknik yang lain, dengan mempertimbangkan kelebihan dan

keterbatasan masing-masing teknik. Pengarang menggunakan sudut

pandang campuran sesuai kemauan dan kreativitas pengarang untuk

mencapai efektivitas penceritaan, memberi kesan dari variasi penceritaan

maupun memberikan cerita secara lebih banyak kepada pembaca.

Dalam cerpen “Hana no Warutsu” sudut pandang pengarang Kawabata

Yasunari adalah sebagai orang ketiga yaitu pengamat.Kawabata Yasunari sebagai

pengarang cerpan “Hana no Warutsu”, menceritakan kisah tokoh utama yaitu Tomoda

Hosie.

2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik Sastra

2.3.1 Studi Pragmatik

Karya sastra berguna bagi sasarannya jika dapat dipahami oleh pembaca, dan

pembaca sebagai penikmat karya sastra memberikan tanggapan tertentu terhadap karya

sastra karena mendapat pengaruh tertentu dari karya sastra tersebut. Menurut Selden

(1985:106-107 via (Siswanto, 2008:92)) karya sastra tidak mempunyai keberadaan nyata

sampai karya sastra itu dibaca. Pembacalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan

untuk menyampaikan pesan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

27

Pembaca sastra adalah pemilih, penerima, penafsir, pemberi dan penyusun

makna karya sastra sehingga menghasilkan nilai-nilai tertentu (Aminuddin via

Siswantoro, 2008:96-97). Peranan pembaca penting dalam memberikan arti terhadap

karya sastra dengan melakukan penelitian sastra. Penelitian sastra perlu dilakukan untuk

memperjelas makna dan fungsi dalam karya sastra, sehingga pembaca tidak hanya

menikmati karya sastra tetapi mendapatkan manfaat. Menurut Soeratno, (via Endraswara

2013:117) manfaat yang ditawarkan dapat berupa pandangan, saran, harapan, dan

langkah-langkah untuk mengubah diri pembaca menjadi lebih “baik”. Kajian penelitian

yang berorentasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca disebut penelitian pragmatik

sastra (Endraswara, 2013:115).

Pendekatan pragmatik yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

teori Horatius. Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius yang senada dengan pendapat

Philip Sidney dalam Endraswara (2013:117) mengatakan bahwa sastra hendaknya

mempunyai fungsi to teach (memberikan ajaran) dan delight (memberikan kenikmatan).

Menurut Pradopo (1990:942), penelitan sastra bertujuan untuk memahami makna karya

sastra sedalam-dalamnya. Plato dalam Hardjana (:1) memandang karya sastra yang baik

yaitu memberikan ajaran moral yang lebih tinggi, memberikan kenikmatan, dan

memberikan ketepatan dalam ujud pengungkapannya. Penelitian pragmatik sastra secara

tidak langsung mengajak pembaca terlibat dalam karya sastra dengan memberikan

tanggapan atas karya sastra, serta mengungkap berbagai hal yang berpengaruh bagi

kehidupan pembaca. Karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang mampu

mencerminkan pesan positif bagi pembacanya (Endraswara, 20013:161).

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan pragmatik dalam karya sastra tidak

hanya berorientasi pada karya sastra pengarang tetapi lebih menitikberatkan pembaca

sebagai penentu sekaligus penerima “guna” (nilai-nilai yang bermanfaat) dalam karya

sastra melalui pengalaman pembaca dan pengaruh karya sastra terhadap pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

28

2.3.2 Studi Semiotik

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam karya

sastra.Semiotik berasal dari kata Yunani: semion yang berarti tanda. Menurut Peirce (via

Nurgiyantoro 1994:41) Sesuatu disebut sebagai tanda jika mewakili sesuatu yang

lain,dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain..

Menurut Pierce dalam Endraswara (2013:65) ada tiga faktor yang menetukan

adanya tanda, yaitu: tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang

terjadi dalam batin penerima tanda. Antara tanda dan yang ditandai ada kaitan

representasi (menghadirkan), kedua tanda tersebut akan melahirkan interpretasi di benak

penerima. Hasil interpretasi tersebut merupakan tanda baru yang diciptakan oleh

penerima pesan. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata,

mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian dan karya

seni yang ada di sekitar kehidupan kita.

Menurut Endraswara (2013:65) sastra merupakan wahana informasi berupa

tanda untuk menerima informasi, menyimpan dan mengalihkan. Karya sastra adalah

sebuah teks yang memuat tanda. Menurut Pierce berdasarkan hubungan antara tanda dan

yang ditandakan, ada tiga jenis tanda yaitu: (1) ikon, yaitu tanda yang secara inheren

memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya, foto dengan orang yang difoto.

(2) indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan yang ditandakan.

Misalnya, asap menandakan adanya api. (3) simbol, yaitu tanda yang memiliki hubungan

makna dengan yang ditandakan bersifat arbriter, sesuai dengan konvensi suatu

lingkungan sosial tertentu. Misalnya, bendera merah sebagai simbol ada kematian.

Semiotik pragmatik, berkaitan dengan asal - usul tanda, kegunaan tanda dalam

penerapan, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikannya. Semiotik pragmatik ini

dalambatas perilaku objek (http://bastraindonesia.blogspot.co.id/2012/11/semiotik-

sastra_24.html).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

29

Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-

simbol kemudian dijelaskan fungsi dan maknanya. Penulis menggunakan kajian semiotik

untuk dapat menjelaskan makna dalam cerpen “Hana no Warutsu”.

2.4 Konsep Konfusianisme

Ajaran konfusianisme merupakan ajaran yang berasal dari seorang filsuf dan

Menteri Dalam Negeri Kerajaan Lu (500-496 SM) pada masa Dinasti Zhou Timur (771-

256 SM) yang bernama Kong Qiu (lahir pada tanggal 27 September 551 SM dan wafat

pada tahun 479 SM), yang dikenal dengan namaKong Fu-zi (Konfusius). Menurut

McArtur dalam Sahrul (2013:52), konfusius dipandang sebagai seorang arif bijaksana

yang sangat terpelajar dan mau berbagi pengetahuan dengan orang lain, juga dikenal

memiliki integritas serta tidak mau mengompromikan niai-nilai yang diyakininya telah

dirusak oleh lingkungannya.

Ajaran konfusius tidak hanya menyebar di China namun sampai juga ke

Jepang ketika wakil-wakil yang dikirim untuk belajar oleh pangeran Shotoku kembali dari

China membawa banyak buku ilmu pengetahuan termasuk buku mengenai ajaran

konfusius pada awal abad ke 6 M. Menurut Mauludi (2016:33) ajaran Konfusius dalam

proses perkembangannya menjadi sebuah sistem pemikiran yang dikembangkan oleh para

murid dan pengikutnya, kemudian disebut dengan Konfusianisme. Konfusianisme

mengutamakan cinta kasih dan sikap hormat pada semua level masyarakat dan

mendukung pendidikan sebagai jalan untuk mengembangkan pikiran dan membina

karakter (McArtur:1 (Mauludi, 2016:28-29)).

Berdasarkan kutipan titah kaisar (Kyougaku Seishi) Meiji 12 pada tahun 1879,

bahwa ajaran konfusius sebagai ilmu moral yang utama supaya masyarakat menjunjung

tinggi nilai-nilai kepercayaan dan nilai-nilai moral, dan menjadikan semua sebagai dasar

sebelum mereka belajar ilmu-ilmu yang lain semakin maju berdasar atas moral dan

masyarakat mampu menempatkan yang terpenting dari unsur-unsur pendidikan (moral

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

30

dan ilmu pengetahuan). Apabila hal ini telah menyebar ke seluruh Jepang, maka akan

muncul jiwa merdeka dalam diri bangsa Jepang, dan tidak akan mempermalukan Jepang

di hadapan dunia ((Matsumoto, 1988:78) via Andi Bangkit Setiawan 2010.pdf). Moral-

moral tersebut didasari pada 5 nilai utama yang disebut juga Lima Kebajikan atau Lima

Sifat Kekekalan (Wu Chang),

(http://kumpulan_tugas_asia_timur_kumpulan_tugas_asitimur.html). Nilai-nilai tersebut,

yaitu :

1. Ren/Jin (Cinta Kasih)

Ren/Jin menjadi salah satu dasar utama konfusianisme yaitu pangkal dari

kebajikan. Ren diterjemahkan Xinzhong Yao dengan berbagai pengertian seperti

kemanusiaan, cinta, kebaikan, belas kasih, kebaikan hati.Terjemahan-terjemahan

tersebut menunjukkan suatu makna yang kaya dan luas. Hsieh Liang-tso seorang

cendekiawan di masa Dinasti Sung, mengartikan ren dengan Chueh yaitu

kesadaran atau kepekaan (Selover (2005:48) via Mauludi 2016:57).

Menurut Rainey dalam Mauludi (2016:57-58) ren meliputi semua

kebajikan moral seperti kejujuran, ketulusan kebijaksanaan, keberanian, empati,

bakti pada orang tua. Dapat dikatakan bahwa konsep ren merupakan pusat

kualitas moral manusia, intisari dari cinta terhadap sesama, perikemanusiaan, hati

nurani, keadilan dan kasih sayang. Aksara tiongkok untuk ren dibentuk dari kata

ren/jin (manusia) dan er/ni (dua) yang artinya hubungan antara manusia

berdasarkan kemanusiaan atau cinta kasih. Cinta kasih yang dimaksud

berdasarkan pada kebaikan dan kebenaran, berarti mencintai kebaikan dan

membenci keburukan. Konfusius mengatakan (Mauludi 2016:60), “Balaslah

kebaikan dengan kebaikan; Balaslah kejahatan dengan kelurusan.”

2. Yi/Gi (Kebenaran)

Dalam pandangan konfusianismeYi/Gi (kebenaran) sangat penting bagi

hidup manusia, bahkan menjadi tujuan yang harus dicapainya. Untuk berpikir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

31

benar diperlukan aturan berpikir, yang disebut logika.Untuk bertindak benar

diperlukan etika.

Menurut konfusius, orang yang berbudi hanya mengerti akan kebenaran

tetapi yang rendah budinya hanya mengerti tentang keuntungan. Fu Yu-lan

berpendapat bahwa Yi/Gi berarti keadaan yang seharusnya terjadi, yang harus

dilakukan oleh manusia dengan pertimbangan moral tanpa syarat ataupun

mengharapkan balasan karena dilakukan sebagai hal yang benar

(Apakah_ajaran_utama_dalam_Konfusianisme.pdf).

Untuk bertindak dengan benar, tepat dan sebagaimana mestinya, konfusius

menekankan pentingnya pengetahuan agar memiliki pengetahuan yang benar,

mengetahui kewajiban dan kebajikan yang harus dilakukan terhadap diri,

keluarga, dan masyarakat. Dalam Konfusianisme dikatakan bahwa kita harus

menjadi orang yang terdidik, bukan karena untuk mendapat pekerjaan tetapi agar

menjadi manusia yang lebih baik.Berdasarkan pendapat konfusius, dengan

belajarlah seseorang dapat mengembangkan pikiran dan karakternya, lalu

melakukan perbuatan yang benar.

3. Li/Rei (Susila)

Konfusius mengemukakan konsep Li/Rei merupakan salah satu unsur

penting yang harus ada dalam pendidikan, dan telah menjadi bagian yang sangat

penting dalam program karakteristik pendidikan konfusius untuk mencapai

harmoni dan keseimbangan antara intelektual dan moral (kesadaran moral/batin

dan praktik ritual/lahir), maka terwujud peserta didik yang memiliki kepribadian

yang seimbang.

Li/Rei memiliki arti yang luas meliputi semua nilai-nilai etika, tata karma,

budi pekerti, kesopanan, norma sosial, dan moral. Dalam konfusianisme

dilukiskan sebagai gabungan antara tingkah laku, ibadah, adat kebiasaan, tata

krama dan sopan santun (Mauludi 2016:95).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

32

4. Zhi/Chi (Kebijaksanaan)

Zhi memiliki arti kearifan atau kebijaksanaan, kecerdasan/ kepandaian.

Kebijaksanaan merupakan proses yang panjang dalam perjalanan hidup manusia.

Konfusius mengatakan,”Kebijaksanaan adalah mengetahui manusia, sementara

mencintai manusia adalah kebajikan”. Socrates menolak di claim sebagai orang

bijak dan memilih disebut sebagai pencari dan pecinta kebijaksanaan karena

kebijaksanaan „tak mengenal batas. Dalam cultural China, sesuai konfusianisme

seseorang disebut memiliki kebijaksanaan bila terlepas dari kebingungan,

ketersesatan, mampu membedakan kebenaran dari kesalahan, rasional dan

menggunakan akal sehat. Menurut Hagen zhi juga berarti mengetahui, memahami

detail dari sesuatu, menghargai nilai sesuatu (Mauludi 2016:105).

5. Xin/Shin (Dapat Dipercaya)

Menurut konfusius Xin/Shin adalah landasan utama dari semua hubungan

manusia di dunia. Ajaran konfusius mengenai konsep Xin/Shin, yaitu: “Seorang

yang tidak layak dipercaya entah apa yang dapat dilakukan? Itu seumpama kereta

besar yang tidak memiliki sepasang gandaran, atau seumpama kereta kecil yang

tidak memiliki sebuah gandaran, entah bagaimana menjalankannya?”.Xin/Shin

terdiri dari gabungan kata Ren/Jin (manusia) dan Yan/Iu (kata/ucapan), yang

berarti manusia bersandar pada kata-katanya sehingga layak dipercaya

(Apakah_ajaran_utama_dalam_Konfusianisme.pdf).

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa konfusianisme merupakan

pengajaran falsafah untuk mempertingkatkan moral kebaikan dan menjaga etika manusia.

Jepang sebagai negara maju pertama di Asia Timur tidak meninggalkan tradisi lama,

termasuk Ajaran konfusianisme yang menjadi jiwa dan karakter Jepang hingga saat ini

karena merupakan salah satu cikal bakal kemajuan Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

33

2.5 Biografi Pengarang

Kawabata Yasunari adalah Sastrawan pertama Jepang, juga orang Asia kedua

yang memperoleh hadiah terhormat Nobel Kesusasteraan pada tahun 1968 setelah

Rabindranath Tagore mendapatnya pada tahun 1913. Akademi Kesusasteraan Sweden

mengatakan bahwa Hadiah Nobel Sastera diberikan pada Kawabata “untuk

kepiawaiannya dalam mengarang dengan kepekaan luar biasa mengungkapkan tradisi

dan inti sari nurani pemikiran masyarakat Jepang”.

Kawabata Yasunari lahir di Osaka pada tanggal 14 Juni 1899.Kawabata

Yasunari lahir dari keluarga dokter yang serba berkecukupan namun beliau sudah

menjadi yatim piatu sejak usia 4 tahun karena kedua orangtuanya meninggal dunia. Pada

usia 7 tahun (September 1906), neneknya meninggal dan satu-satunya saudara

perempuannya yang diasuh oleh bibinyajuga meninggal pada usia 11 tahun, dia bertemu

kakak perempuannya hanya sekali (Juli 1909). Kematian keluarga dekatnya berlanjut,

kakeknya meninggal dunia pada bulan Mei tahun 1914 ketika usiaKawabata 15 tahun.

Kawabata pun tinggal bersama keluarga ibunya (keluarga Kuroda).

Pada bulan Januari 1916 Kawabata Yasunari pindah ke asrama dekat

sekolahnya sehingga tidak perlu naik kereta ke sekolah.Lulus sekolah (SMP) pada Mei

1917 dan pindah ke Tokyo juga melanjutkan sekolah. Pada bulan Juli 1920 Kawabata

lulus sekolah (SMA), juga lulus ujian Universitas Kekaisaran Tokyodi Fakultas Sastra

Inggris dan pada bulan yang sama tahun 1924 ia lulus kuliah.

Kawabata Yasunari mulai berkarya pada usia 15 tahun dan memuat

karangannya dalam majalah-majalah. Kemalangan yang dialaminya mempengaruhi

karya-karyanya.Kesepian, keheningan, dan juga suasana bau maut terkandung dalam

karyanya.Kawabata lebih dikenal sebagai pengarang roman meskipun beliau banyak

menulis cerpen, esai, sandiwara, sajak dan elegi. Sewaktu masih mahasiswa, Kawabata

menghidupkan kembali majalah sastra Universitas Kekaisaran Tokyo, しんしちょう,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

34

新市著 (Arus Pemikiran Baru) yang telah mati lebih dari 4 tahun.Kawabata

menerbitkan cerita pendeknya yang pertama (1921) dalam majalah tersebut dan mendapat

perhatian dari Kikuchi Kan (seorang pengarang roman dan sandiwara yang cukup

terkenal pada tahun 1888-1948).

Pada tahun 1923 Kikuchi Kan menerbitkan majalah Bungei Shunju, dan

Kawabata menjadi salah satu staf redaksinya. Kawabata juga mengenal Yokomitsu Riichi

melalui Kikuchi Kan. Pada tahun 1924, Kawabata dan Yokomitsu bersama dengan

Kataoka Teppei menerbitkan majalah Bungei Jidai yang menjadi wadah kelompok

pengarang muda yang menyebut dirinya Shinkankaku-ha (kaum Persepsionis Baru).

Mereka menjadi orang terkemuka dari gerakan tersebut yang banyak memberikan

harapan dengan sudut pandang baru melalui karya-karya kreatif yang gayanya bersifat

baru pula.

Keharuman nama Kawabata sebagai pengarang mudakian semerbak pada

tahun 1926 atas karyanya Izu no Odoriko (Penari Izu). Pada tahun 1944 Kawabata

mendapat Hadiah Kikuchi Kan untuk karyanya Yuuhi (Matahari Senja) dan pada tahun

1954 ia memperoleh Sastra Noma untuk karyanya Yama no Oto(Suara dari Gunung) dan

hadiah lain untuk romannya Senbazuru(Seribu Burung Bangau). Medali Kebudayaan

dari pemerintah Jepang dianugerahkan kepadanya pada tahun 1961, dan secara anumerta

Kawabata memperoleh tanda jasa Matahari Terbit Kelas Satu dari Kaisar Jenderal

Jepang.

Kawabata terpilih menjadi Ketua PEN Club Jepang pada tahun 1948 dan

ketika organisasi para penyair, penulis roman, penyunting dunia mengadakan kongresnya

yang pertama di Asia yaitu di Tokyo pada tahun 1957. Kawabata sebagai ketua PEN Club

yang menjadi penyelenggara kongres, ia diangkat sebagai Wakil Ketua PEN Club

Internasiaonal dan pergi ke Eropa sebagai utusan PEN Club bertemu dengan para

sastrawan terkenal seperti T.S. Elliot, Francois Mauriac dan lain-lain. Kawabata menjabat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

35

sebagai ketua PEN Club hingga akhir hidupnya.Kawabata meninggal di Zushi Kanagawa

pada tanggal 16 April 1972.

Pada tahun 1948 mulai diterbitkan kumpulan lengkap karyanya Kawabata

Yasunari Zenshu yang baru selesai enam tahun kemudian (1954) sebanyak 16

jilid.Sekarang karya lengkap Kawabata terdiri atas 35 jilid yang masing-masing tebalnya

500-600 halaman, ditambah dengan dua jilid catatan harian dan surat-suratnya.Beberapa

dari karya-karya Kawabata Yasunari, yaitu Izu no Odoriko (1962), Niwari to Odoriko

(1930), Niji (1934), Hana no Warutsu (1936), Yoru no Saikoro (1940), Yuki Guni (1948).

Karya Kawabata Yasunari masih banyak diminati para pembaca, dan masih

dibaca di panggung internasional, bahkan semakin banyak para kiritikus maupun peneliti

sastra yang masih membahas karya-karya Kawabata.Salah satu karya Kawabata yang

dibahas peneliti yaitu Hana no Warutsu (Walsa Bunga) dari buku Penari-Penari Jepang

diterjemahkan oleh Matsuoka Kunio dan Ajib Rosidi, Penerbit Djambatan Cetakan kedua

(2003). Pertama kali dimuat dalam majalah kaizo (1936). Diterbitkan berupa buku

bersama “Niji” dan cerita lain dalam Hana no Warutsu (1936). Diterjemahkan dari

terbitan Shinchosha (1983).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

36

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA PENDEK “HANA NO

WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI

3.1 Sinopsis Cerita Pendek “Hana no Warutsu”

Tomoda Hosie adalah seorang penari di Lembaga Penelitian Tari milik

Takeuchi. Hosie terlahir sebagai putri tunggal dari keluarga yang kaya, bahkan dia

memiliki pembantu dan supir pribadi. Ayah Hosie adalah seorang pengusaha dan

berteman baik dengan almarhum Katsumi seorang pengusaha Pembibitan Ulat Sutra.

Ayah Hosie bahkan berencana membangun kembali usaha Pembibitan Ulat Sutra

Katsumi yang sengaja ditutup oleh anak dan istri Katsumi untuk mempertahankan

kepercayaan orang terhadap bibit Katsumi daripada kelak menjatuhkan nama Katsumi

karena Katsumi sudah meninggal dunia.

Katsumi memiliki seorang putra yang dijodohkan dengan Hosie, ibunya Hosie

menyetujui perjodohan tersebut dan mendukung putra Katsumi untuk menikah dengan

Hosie. Ayah Hosie berbeda dengan ibunya, ayahnya tidak memaksakan kehendaknya

tetapi menyerahkan pilihan pada Hosie dan mendukungnya. Ayah Hosie menegaskan

kepada Hosie bahwa daripada mengatakan tetek-bengek seperti anak-anak yang mudah

sakit, lebih baik berjuang hingga akhir. Hal tersebut berlaku tidak hanya untuk

permasalahan pasangan hidup tetapi juga untuk kehidupan Hosie.

Hosie dan partnernya Suzuko merupakan penari berbakat dan pandai di

Lembaga Tari Takeuchi. Hosie dan suzuko tidak hanya partner menari di panggung

tetapi bersahabat baik juga. Meskipun dari keluarga kaya, Hosie tidak memilih-milih

dalam berteman. Hosie dan Suzuko saling memperhatikan satu sama lain meski sering

terjadi salah paham diantara mereka. Suzuko menjadi murid Takeuchi sejak berumur

empat belas tahun.Takeuchi memperlakukan Suzuko seperti anaknya sendiri bahkan

membiayai Suzuko sekolah ke Sekolah Gadis. Suzuko bukanlah seorang yang egois,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

37

tetap bekerja bersama pembantu di dapur karena Suzuko sadar dia menumpang di rumah

orang dan dia terbiasa memikirkan perasaan orang lain daripada perasaan sendiri.

Takeuchi sebagai pemilik sekaligus yang menaungi Lembaga Penelitian Tari

tempat Hosie menari, tidak hanya memikirkan lembaga tetapi juga perkembangan

kemampuan tari para murid-muridnya. Takeuchi juga membantu murid-muridnya dengan

segenap kemampuannya. Nanjo adalah murid Takeuchi yang dianggapnya seperti anak

kandung sendiri. Tidak hanya Takeuchi bahkan ketika istri Takeuchi masih hidup, istri

Takeuchi lebih menyanyangi Nanjo daripada ibu kandungnya sendiri

Nanjo juga murid berbakat yang menjadi andalan Takeuchi. Kemampuan

Nanjo yang bagus dibidang menari membuat Takeuchi berharap banyak kelak Nanjo

melanjutkan perjuangan Takeuchi memimpin di Lembaga Penelitian Tari. Takeuchi

bahkan mengirim Nanjo belajar ke negeri Barat untuk meningkatkan kemampuan tari dan

pengetahuan Nanjo, meskipun Takeuchi terlilit hutang dan harus berjualan sekaligus

melakukan pertunjukan rombongan keliling. Takeuchi juga berencana akan membuat

pertunjukan khusus untuk menampilkan Nanjo menari sepulang dari Amerika, dan

Takeuchi meminta Hosie sebagai partner Nanjo menari untuk meningkatkan kemampuan

tari Hosie.

3.2 Analisis Pragmatik dalam Cerita Pendek “Hana no Warutsu” karya

Kawabata Yasunari

Untuk dapat mengetahui nilai pragmatik yang terdapat dalam cerpen “Hana

no Warutsu”, maka penulis menganalisis terhadap cuplikan teks cerpen yang diprediksi

mengandung nilai-nilai konfusianisme. Berikut adalah cuplikan teks yang akan dianalisis:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

38

3.2.1 Murah Hati (Ren/Jen)

1. Cuplikan halaman 107

“Bukankah rumah Tomoda-san disekitar sini?”

“Ya, tapi apakah Hosie-san sudah pulang?”

“Bagaimana kita singgah?”

…… Hosie masih bersandar pada pintu bilik Nanjo dan terus berdiri disitu. Ia

berwajah seperti topeng dingin.

Sebentar kemudian terdengar bunyi anak kunci menyentuh kamarnya.

Hosie diam-diam mengundurkan diri. Pintu dibuka orang perlahan-lahan.

Kebetulan tubuh Hosie di belakang pintu itu. Dari pintu seorang wanita

mengulurkan kepala dan melihat-lihat keadaan gang, lalu Nanjo keluar menyusul

wanita itu.

Nanjo memakai tongkat ketiak.

….. Ketika melihat Hosie di situ, Nanjo dan wanita itu tertegun dan

terpaku. Tetapi Nanjo dan Hosie, tidak kenal satu sama lain. Hosie sambil

bersandar pada pintu tidak mau bergerak, dengan kepala tertunduk. Apa boleh

buat, Nanjo berdua terpaksa lewat di depan Hosie. Dengan jarak beberapa

langkah Hosie mengikuti di belakang. Wanita itu menoleh ke belakang…

(Hal.107)

Analisis :

Dari cuplikan di atas adanya tindakan Hosie menunjukkan indeksikal bahwa

Hosie memiliki solidaritas terhadap sesama yaitu kepedulian terhadap sesama. Pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

39

cuplikan tersebut dari komunikasi Suzuko dan sensei-nya terlihat hubungan Hosie dan

sensei-nya dekat. Takeuchi mengajak Suzuko singgah kerumah Hosie. Kedekatan

tersebut juga terlihat dari kepeduliaan Hosie ketika senseinya Takeuchi dikecewakan oleh

salah seorang murid yang diperjuangkannya yaitu Nanjo. Hosie memilih tinggal. Dan

kembali ke bilik kapal Nanjo, menunggu pintu bilik terbuka Karena Hosie begitu yakin

Nanjo bersembunyi di dalam bilik tersebut. Hosie juga tidak tega melihat senseinya yang

sedih karena kecewa tidak bertemu dengan Nanjo.

Hosie yang tersentuh/ simpatik dengan keadaan Taekuchi tidak membuat

Hosie bertindak gegabah. Hosie yang berusaha mencari kepastian tentang kepulangan

Nanjo tidak sia-sia, justru dia mendapat fakta alasan Nanjo bertindak tidak sopan

terhadap senseinya yaitu Nanjo bertongkat ketiak.

Jika dilihat dari nilai konfusianisme, sifat Hosie mengandung nilai

Ren/Jin.Ren/Jin adalah nilai dasar utama ajaran konfusius yang diartikan sebagai

kemanusiaan yaitu hubungan antara manusia dengan manusia berdasarkan cinta kasih

universal yang tulus sesuai kebaikan dan kebenaran.Ujud kemanusiaan dapat diketahui

dalam perilaku keseharian dari ucapan ataupun tindakan seperti sabar, solidaritas terhadap

sesama, tidak egois, menghormati orang lain tanpa syarat, keberanian, empati, bakti pada

orangtua. Terlihat pada cuplikan diatas Hosie ber-empati terhadap Takeuchi sensei atas

perlakuan yang didapat dari murid yang dibanggakan dan diperjuangkannya. Hosie

dengan berani mencari kebenarannya meskipun ia dan Nanjo tidak saling mengenal,

dengan sabar dia menunggu pintu bilik Nanjo terbuka. Dia tidak melakukan tindakan

gegabah meskipun dalam kondisi emosi yang tidak baik. Hosie mampu mengatasi

emosinya, Hosie tetap bersikap hormat terhadap Nanjo meskipun tindakan Nanjo

terhadap Takeuchi sensei salah. Sikap hormat yang dimiliki Hosie yaitu tidak perduli

seberapa besar kekecewaannya tehadap Nanjo, siapa Nanjo dan bagaimana

kepribadiannya, Hosie tetap tidak melakukan tindak kejahatan yang merugikan Nanjo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

40

Nilai positif yang diajarkan melalui tokoh Tomoda Hosie adalah ketika ada

yang melakukan kesalahan, kurang tepat jika kita men-judge orang tersebut apalagi

dengan tidak hormat karena setiap orang memiliki kebenaran masing-masing berdasarkan

hati nuraninya pula. Lebih baik kita mendapati orang yang melakukan kesalahan dan

secara langsung untuk mengetahui yang sebenarnya tanpa bertindak gegabah, karena

setiap orang pantas untuk dihormati tanpa memandang siapa dirinya dan bagaimana

karakter orang tersebut. Jangan membiarkan mereka dengan kesalahannya sekalipun kita

tidak mengenalnya tetapi kita pun harus bersabar untuk mendapatkan kebenaran ataupun

jalan keluar dari setiap masalah. Pentingnya kita bersabar dalam segala hal agar tidak

melukai sesama baik secara fisik maupun perasaan (batin) dan mendahulukan

kepentingan orang lain atas diri sendiri bahkan ketika mereka melakukan kejahatan maka

balaslah dengan kelurusan.

2. Cuplikan halaman 94

“Waktu itu aku tidak mau menari. Ketika mau tampil ke pentas kulihat wajah

ibu di tempat penonton. Ketika itu aku merasa enggan dan tiba-tiba saja langkahku salah,

sehingga aku tak dapat menyelesaikan diri dengan musik.Iringan musik juga kurang baik.”

“oh, ibumu datang?”

“Dia diam-diam saja membawa calon suamiku. Lebih baik ibu jangan

membiarkannya melihat aku menari hampir telanjang.”

Suzuko tercengang dan melihat wajah Hosie.

Analisis :

Dari cuplikan di atas tersebut terlihat tindakan yang dilakukan Hosie

menunjukkan adanya indeksikal pesan moral bakti pada orangtua yaitu menghormati

keputusan orangtuanya yang menjodohkannya dengan Katsumi. Hosie justru tidak ingin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

41

mempermalukan orangtuanya karena ia dilihat menari oleh calon suaminya dengan

pakaian hampir telanjang. Pada cuplikan di atas, tindakan Hosie yang tidak menentang

ataupun berontak terhadap keputusan orangtuanya dan justru ia merasa malu ditonton

oleh calon suaminya menari dengan pakaian terbuka. menunjukkan nilai kasih sayang

dan menghormati orangtua.

Jika dikaitkan dengan nilai konfusianisme, Hosie menerima perjodohan dari

orangtuanya dan tidak mempermalukan orangtuanya termasuk nilai Ren/Jen. Menurut

Konfusius, penting menciptakan hubungan yang kuat, seimbang dan bermakna dalam

keluarga dan semua level masyarakat. Perwujudan paling dasar hubungan sosial di antara

manusia dengan manusia adalah dimulai dari keluarga kemudian orang lain.

Hosie memiliki sifat hormat dan berbakti pada orang tua, karena Hosie juga

berbakti pada orangtuanya dan menghormati orangtuanya. Hal tersebut ditunjukkan pada

cuplikan diatas yaitu Hosie menghormati keputusan orangtuanya yang menjodohkan

dirinya dengan putra pengusaha Pembibitan Ulat Sutra yaitu Katsumi. Hosie tidak

menentang orangtuanya secara frontal, terbukti pada pertunjukan Hosie. Ibunya

membawa tunangan Hosie. Kekesalan Hosie bukan karena tindakan ibunya yang

membawa Katsumi dan juga bukan karena ia tidak menyukai Katsumi tetapi Hosie

merasa enggan bila ditonton oleh Katsumi, sementara itu Hosie menari dengan pakaian

yang menurutnya hampir telanjang. Hosie tetap menghormati ibunya, ia tidak langsung

marah ataupun berontak kepada ibunya. Justru merasa enggan dan berusaha sopan

dihadapan calon suaminya.

Hosie menuruti tindakan orangtuanya dan berusaha menyenangkan

orangtuanya dengan tidak menentang justru berusaha bertindak sopan dihadapan Katsumi.

Tindakan tersebut menunjukkan bakti pada orang tua. Berbakti kepada orangtua

merupakan hal dasar yang paling penting untuk kehidupan sosial. Seseorang yang

terbiasa berbakti pada orangtuanya akan berdampak pada sikapnya dalam kehidupan

sosialnya. Menghormati orang yang lebih tua dan menghargai orang lain. Hal tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

42

juga akan berdampak terhadap lingkungan kerjanya yaitu menghormati atasan dan

mematuhi pimpinan serta memiliki loyalitas.

Sikap positif yang dapat kita pelajari dari Tomoda Hosie yaitu bersikap

Hormat dan berbakti pada orang tua. Tindakan tersebut dapat kita terapkan mulai dari

keluarga sendiri lalu pada orang lain. Kita dapat memulainya dari hal kecil seperti tidak

menentang orangtua kita, memberikan sedikit waktu luang dari kesibukan kita untuk

menemani ataupun membantu orangtua kita melakukan hal-hal rutin yang dilakukan

orang tua kita, misalnya berolah raga ataupu berjalan-jalan sore sambil mendengarkan

cerita mereka.

3.2.2 Kebenaran (Yi/Xhi)

1. Cuplikan halaman 87-89

Ketika itu Takeuchi kembali dari panggung, karena acara untuk malam

itu selesai, setelah tarian Takeuchi sehabis Walsa Bunga. Suzuko berlari

menjemputnya dengan lincah.

“ Terima kasih atas segalanya malam ini.”

Ia menyapu dengan handuk keringat pada leher dan bahu Takeuchi.

Hosie…

“ Sensei, banyak terima kasih.”

“Selamat! Sukses besar segalanya.”

Takeuchi berkata seraya membiarkan tubuhnya dikeringkan oleh

Suzuko. Ia menghapus rias pada wajahnya.

“Semua ini berkat sensei semata,” kata Suzuko sambil menanggalkan

pakaian Takeuchi dan mengeringkan punggung Takeuchi yang telanjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

43

“Suzuko-san! Suzuko-san!”

Hosie memanggil dengan nada tajam. Ia memukul-mukul kaca rias

dengan sikat rias. Tetapi Suzuko pura-pura tidak mendengar dan pergi memeras

handuk di tempat cuci muka, dan mengeringkan dada serta punggung Takeuchi

sambil membicarakan tari malam itu dan lain-lain. Akhirnya ia membersihkan

telapak kaki Takeuchi sampai ujung jarinya dengan memegang kaki Takeuchi

dengan sebelah tangan seakan memeluknya. Lalu dipijitnya buah betis Takeuchi.

Suzuko bertindak gembira dan dari hati yang tulus, karena itu kelihatan

mereka berada dalam hubungan guru dengan murid yang indah. Kelihatan juga

kebaikan hatinya yang jujur. Tak ada sama sekali yang menjengkelkan.

Tetapi perbuatan Suzuko itu agaknya terlalu lazim. Dan ia juga masih

berpakaian panggung dan nampak kulit tubuhnya bagian atas. Orang yang

menyaksikannya akan merasa seolah-olah mengintip laki-laki dan perempuan di

dalam kamar tertutup.

“Suzuko-san!” panggil Hosie sekali lagi. Suaranya yang tajam penuh

dengan kepekaan dan kebencian. Mendadak dia bangkit dan pergi ke luar.

Takeuchi diam-diam mengikutinya dengan pandangan dan berkata:

“ Sudah, sudahlah. Sudah cukup.Terima kasih.”

Ia pergi mencuci muka di tempatnya yang terpasang disudut kamar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

44

Analisis :

Dari cuplikan diatas dapat diketahui adanya komunikasi antara Suzuko dan

Hosie. Dari komunikasi tersebut dapat dilihat bahwa Hosie menentang hal yang

dilakukan Suzuko membantu sensei-nya Takeuchi dalam hal sehari-hari karena kurang

tepat, menolong tanpa mempertimbangkan keadaan.

Dari segi pragmatik dan jika dikaitkan dengan Konfusianisme, tindakan yang

dilakukan Hosie termasuk Yi (Kebenaran). Hal tersebut dapat terlihat bahwa Hosie tidak

hanya seseorang yang peduli namun juga seorang yang rasional sehingga dia dapat

bertindak benar. Benar dimaksud yaitu dia melakukan hal yang menurutnya penting

untuk dilakukan meski apapun yang terjadi dan menjadi keharusan memenuhi dengan

tepat sebagaimana mestinya, dan moral sebagai pertimbangannya.

Dari cuplikan di atas dapat diketahui Hosie menentang tindakan Suzuko

membersihkan dan mengeringkan tubuh juga memijat kaki Takeuchi, bukan karena Hosie

berpikir bahwa Suzuko bermaksud sedang mencari muka di depan Takeuchi. Hosie juga

tidak melarang Suzuko ber-empati dengan membantu Takeuchi termasuk dalam

kehidupan sehari-hari. Hal tersebut wajar dilakukan apalagi dalam hubungan antara guru

dan murid, karena termasuk bakti terhadap orang tua. Hal yang menjadi perhatian Hosie

ialah pandangan orang-orang terkait tindakan Suzuko membantu Takeuchi, tentu dengan

kondisi Suzuko dan Takeuchi masih berpakaian panggung sehingga mereka terlihat

telanjang.Seperti diketahui juga, Takeuchi sudah lama hidup seorang diri karena istrinya

meninggal. Orang-orang akan membicarakannya sesuai dengan yang mereka lihat tanpa

memastikan lebih dahulu mengenai keadaan yang sebenarnya.

Yi dalam Konfusianisme memiliki arti kemampuan merasakan dalam situasi

tertentu, juga hal ataupun tindakan benar dan tepat untuk dilakukan dengan pertimbangan

seperti moral dan kewajiban berdasarkan kebenaran itu sendiri. Bukan karena motif-motif

tertentu berdasarkan hasrat dan kepentingan pribadi atau keuntungan diri sendiri. Hosie

tidak tahan melihat Suzuko, membantu Takeuchi tanpa memikirkan diri sendiri. Hosie

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

45

mengingatkan Suzuko bahwa membantu sesama adalah hal yang baik dan wajar

dilakukan, tetapi membantu sesama juga jangan berlebihan hingga tidak memperhatikan

hal yang pantas ataupun tabu karena berutang budi. Hosie juga etis yaitu Hosie tidak

langsung mempermalukan Suzuko maupun Takeuchi di depan para penari dengan emosi

yang meluap-luap. Hosie memiliki etika, yang menjadi hal utama untuk bertindak benar.

Nilai moral yang diajarkan melalui tokoh Tomoda Hosie adalah bertindak

benar-sesuai dengan seharusnya, yaitu situasi dan kondisi yang bersangkutan. Dalam

bertindak maupun menolong, kita juga perlu mengedepankan etika sehingga oranglain

tidak tersinggung maupun semakin memperumit situasi. Dalam melakukan satu tindakan

baik, jangan sampai kita melalaikan satu tindakan baik lainnya. Akan lebih tepat jika kita

mempertimbangkannya dan jika kita tetap mau melakukan tindakan baik alangkah

baiknya jika kita mempertimbangkan juga bertindak secara cepat dan tepat tanpa

menyalahi nilai moral lingkungan sekitar maupun menyinggung oranglain. Dalam

menegakkan keadilan maupun memperjuangkan nilai-nilai kebaikan maupun kebenaran,

janganlah sampai bertindak anarkis maupun egois tanpa mempertimbangkan hal yang

menjadi pemahaman oranglain. Kebenaran, moral atau nilai-nilai kebaikan yang

diperjuangkan akan benar-benar tercapai jika kita mampu memandang dari setiap sudut

pandang kebaikan setiap orang tanpa memihak maupun menghakimi secara tidak adil.

Dalam menjunjung nilai kebenaran, moral ataupun nilai-nilai kebaikan, tidak ada yang

diuntungkan maupun dirugikan, tetapi mendapat bagiannya masing-masing sesuai dengan

nurani masing-masing pula.

3.2.3 Sopan Santun (Li/Ri)

1. Cuplikan halaman 80-81

Suzuko yang melihat hal itu agak jauh, berkata:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

46

“Kalau kau tak suka bunga itu karena sudah layu kasihkan saja padaku.

Apakah engakau kesal karena saya salah menerima bunga itu?”

Hosie dengan diam-diam saja melemparkan karangan bunga itu. Bunga itu

bisa sampai ditangan Suzuko, …

Tetapi Hosie setelah melemparkan karangan bunga itu segera berlalu

diantara para penari dan duduk di depan gadis kecil yang memberi bunga tersebut.

“Maafkan saya, saya yang salah.Maafkan saya.”

Lalu dengan cepat dia mengangkat dan memeluk gadis kecil itu bersama

dengan karangan bunga di dadanya.

Analisis :

Dari cuplikan sebelumnya dapat dilihat sikap Hosie menunjukkan pentingnya

etika, tata krama, budi pekerti, kesopanan, norma sosial juga moral bukan untuk

keuntungannya ataupun status keluarganya tetapi merupakan bagian dari Ren yaitu

kesadaran moral dan menjadi kebiasaan sehingga ada keseimbangan antara

tindakan/sikap dengan kemurnian hati. Sikap dan tindakan Hosie yang langsung meminta

maaf kepada seorang anak kecil, menunjukkan bahwa setiap orang memiliki hak asasi

yang sama tanpa berat sebelah. Hosie bersikap dan bertindak tidak mengacu berdasarkan

fisik, materi maupun karakter seseorang.

Dari segi pragmatik jika dikaitkan dengan konfusianisme dapat terlihat bahwa

Hosie tidak hanya bermoral namun memiliki kesadaran moral. Pada cuplikan halaman

sebelumnya, Hosie merasa enggan menari karena pakaian panggung Hosie yang hampir

telanjang sehingga menurut Hosie lebih baik jika ibunya tidak membiarkan Katsumi

calon suami Hosie tidak melihat Hosie dengan pakaian tari terbuka. Namun Hosie tetap

tidak mengurangi rasa hormatnya terhadap ibunya meskipun ia kesal dengan tindakan

ibunya, ia tunjukkan dengan tetap menari menyelesaikan festival tari yang diadakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

47

Takeuchi khusus untuk menampilkan Hosie dan Suzuko. Selain hal tersebut Hosie juga

tidak egois, dia tidak malu meminta maaf kepada anak kecil. Hosie justru meminta maaf

sambil memeluk anak kecil yang memberinya bunga. Etika yang ditunjukkan Hosie

bukanlah hanya pencitraan didepan umum.Tindakan Hosie sudah menjadi kepribadiannya

sangatlah berpengaruh baik bagi dirinya sendiri maupun oranglain, termasuk anak kecil

yang melihat tindakan Hosie yang langsung meminta maaf saat melakukan kesalahan

akan menjadi panutan bagi anak kecil tersebut karena anak kecil juga cenderung meniru

tindakan orang yang lebih tua.

Jika dikaitkan dengan Konfusianisme, tindakan-tindakan sederhana yang

dilakukan Hosie menunjukkan indeksikal nilai Li yaitu perilaku yang benar, tradisi dalam

masyarakat, etiket yang baik dan kode moral. Hosie banyak menerapkan sikap baik dalam

keluarganya dan begitu juga sikapnya terhadap sesama dilingkungan sekitarnya. Adapun

kebiasaan baik dan kesadaran moral haruslah berimbang, maka tindakan baik tidak hanya

sekedar dilakukan namun benar-benar hal yang dilakukan dari hati dan kita benar-benar

sadar pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan sekitar kita.

Dari tindakan dan sikap Hosie, kita diajarkan dan diingatkan untuk memulai

tindakan baik haruslah dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar kita,

tanpa unsur paksaan tetapi kesadaran moral kita. Usia terkadang tidak menentukan sikap

dan tindakan kita sematang usia kita. Kedudukan maupun kekayaan yang dimiliki juga

terkadang tidak menunjukkan kebesaran hati kita. Saat kita tersinggung maupun terluka,

egois kita lebih besar dari tubuh kita dan lebih banyak dari kekayaan kita ataupun lebih

tinggi dari kedudukan kita sehingga enggan mengakui kesalahan kita dan dengan rendah

hati meminta maaf.

Kita juga harus membiasakan diri melakukan tindakan benar dengan cara yang

benar yaitu memikirkan hal-hal yang sederhana seperti perasaan orang lain dari pada

keuntungan sendiri karena tanpa memikirkan yang dialami orang lain maka keegoisan

terjadi.Bersikap ramah, tersenyum, menyapa bila bertemu atau berpapasan, menghormati

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

48

orang yang lebih tua dan menyanyangi yang lebih muda dengan tidak merendahkan. Hal

yang paling utama bukanlah mendahulukan dipandang tinggi orang lain tetapi justru

mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya, juga turut serta merasakan hal yang dialami

sesama kita sehingga memberikan pengaruh positif bagi pengembangan diri kita maupun

bagi orang lain.

3.2.4 Bijaksana

1. Cuplikan halaman 140-141

Tiba-tiba saja Takeuchi bangkit, … karena kelihatan olehnya Nanjo berdiri

terlengah di pintu masuk bilik rias. Nanjo menunduk sambil bersandar pada tongkat

ketiaknya. Tubuhnya seakan-akan terjatuh kalau tidak ditopang oleh tongkat ketiak.

….

Diluar dugaan mendadak Hosie bangkit seolah-olah menghalangi Takeuchi

yang hendak melompat lantaran marah.

“Sensei, jangan!”

“Minggir! Makhluk apa seperti ini!’ Takeuchi mendekati Nanjo dan tiba-tiba

menamparnya.

….

Nanjo tanpa sadar mengangkat tongkat ketiak seperti membela diri.

…. Suzuko diam-diam saja menyaksikan sambil bertopang sebelah tangan.

Hosie masuk lagi diantara mereka berdua.

“Sensei, jangan! Tongkat ketiak itu palsu,” kata Hosie membujuk Takeuchi…

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

49

Tongkat itu mengenai bahu Hosie…. Dia terjatuh kearah dada Takeuchi.

Takeuchi dibawa ke rumah sakit karena bagian belakang kepalanya kena benturan keras

dan pula siku tangan kanannya sakit sehingga tidak bisa digerakkan lagi.

….

Lalu dengan segera Hosie kembali ke rumah sakit untuk merawat Takeuchi.

Analisis :

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa Hosie adalah orang yang bijaksana.

Hal tersebut dapat diketahui dari tindakan Hosie yang sigap menengahi antara Takeuchi

yang marah melihat Nanjo datang dengan tongkat ketiak dan menampar Nanjo, sementara

Nanjo berusaha membela diri justru tanpa sadar mengangkat tongkatnya, justru mengenai

Hosie dan menyebabkan Takeuchi terluka.

Jika dikaitkan dengan nilai konfusianisme, maka sikap Hosie termasuk Zhi

yaitu nilai kebijaksanaan. Kebijaksanaan Hosie yaitu berusaha menengahi Takeuchi dan

Nanjo. Tidak ikut-ikutan memperkeruh suasana ataupu berdiam diri menyaksikannya

seperti yang dilakukan Suzuko. Melihat Nanjo yang datang meminta maaf kepada

Takeuchi meskipun beresiko tanpa memikirkan kakinya yang harus ditopang tongkat,

Hosie berusaha membantu memperbaiki hubungan Nanjo dan Takeuchi. Hosie bahkan

merawat takeuchi di rumah sakit meskipun berlatar belakang keluarga kaya, saat yang

lain pergi ikut rombongan tari keliling. Seperti ajaran konfusius yaitu bila melihat seorang

yang bijaksana, berusahalah menyamainya dan bila melihat seorang yang tidak bijaksana,

periksalah dirimu sendiri.

Nilai kebaikan yang didapat penulis dari tokoh Hosie yaitu kita harus mampu

mengendalikan emosi kita dengan berpikiran terbuka dan bersikap jujur. Keadaan yang

sulit ataupun tidak baik harus diperbaiki bukan ikut larut dan semakin terpuruk maupun

memperkeruh. Untuk itu perlu berjiwa besar dalam menerima kesalahan kita dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

50

menerima nasihat maupun saran dari orang-orang disekitar kita yang mengarahkan kita

menjadi pribadi yang bersikap positif. Alangkah lebih baiknya juga jika kita terlebih

dahulu mengoreksi diri kita sendiri saat mendapati kesalahan, dan memperbaiki kesalahan

kita. Begitu juga jika kita melihat oranglain melakukan kesalahan, daripada kita sibuk

membahas kesalahannya alangkah lebih bijak lagi jika kita berusaha belajar dari

kesalahan oranglain. Hidup adalah suatu proses pembelajaran untuk menjadi lebih baik

dari diri kita sendiri bukan dari oranglain. Menemukan jalan keluar dari permasalahan

kita dan mampu memperbaiki kesalahan, untuk itu diperlukan kerendahan hati, mengenali

diri kita sendiri, memahami hal kecil, menghargai tanpa syarat dan tanpa merendahkan

diri sendiri apalagi oranglain dihadapan sesama. Jika kita mampu maka kita akan

membuat keputusan yang tepat.

3.2.5 Dapat Dipercaya

1. Cuplikan halaman 130-131

“saya akan pulang dan berlatih menembakkan pistol saja.”

“Ini mesti dirahasiakan kepada ibumu. Mungkin juga gudang ini pun

akan hidup kembali. Ada tukang-tukang yang dulu bekerja, walaupun disebut

tukang tapi pekerjaannya menjadi pembantu Katsumi, sudah ahli dalam

bidangnya, datang berunding dengan aku karena ingin membangun kembali

perusahaan Penghasil Bibit Ulat Sutra Katsumi. Mereka memang sungguh-

sungguh giat mengadakan penyelidikan karena dulu murid Katsumi, tetapi kurang

pandai berdagang sebagai pengusaha bibit ulat sutra.”

“Jadi ayah yang mengurus semua?”

……

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

51

“Apakah hal itu ada hubungannya dengan cerita itu?”(Hal. 130)

“Cerita itu? Cerita perjodohanmu itu?Engkau jangan bicara yang bukan-bukan.

Yang curiga karena hal seremeh itu sama juga dengan anak yang mudah sakit.

Hanya anak laki-laki Katsumi itu saja yang jatuh cinta padamu. Kasihan dia.

Tapi dia pun bukan orang tolol.”(Hal.130).

“Bagaimana kalau kita mampir sebentar di sini? …

Hosie menggelengkan kepala dengan lemah. Ia berkata sambil melihat wajah

ayahnya:

“Saya harap diputuskan saja cerita itu.”

“Hmh,” ayahnya memandang kepadanya dan dengan sikap mengajak berpisah ia

masuk ke dalam pintu gerbang rumah Katsumi.

Analisis :

Cuplikan diatas terlihat adanya komunikasi antara Hosie dan ayahnya yang

menunjukkan indeksikal bahwa Hosie dapat dipercaya sehingga ayahnya mengatakan

kepada Hosie supaya merahasiakan kepada ibunya bahwa ayah Hosie hendak membuka

kembali usaha Pembibitan Ulat Sutra Katsumi.

Jika dilihat dari Pragmatik dan dikaitkan dengan konfusianisme, Tindakan

Hosie menunjukkan indeksikal adanya nilai Xin yaitu dapat dipercaya. Menurut

konfusius seseorang dengan sifat Xin adalah mereka yang perbuatannya sesuai dengan

perkataannya, sedangkan kepercayaan tidak dapat lahir begitu saja dengan sendirinya

melainkan melalui kebajikan moral seperti ren, yi dan li.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

52

Kepercayaan penting dalam segala hubungan. Untuk membangun kepercayaan

yaitu dengan tidak mengkhianti kepercayaan itu sendiri, kita harus percaya pada diri kita

sendirisehingga kita dapat dipercaya orang lain. Seperti Hosie yang saling percaya

dengan ayahnya, membuat hubungannya dengan ayahnya baik juga. Kepercayaan tidak

tumbuh begitu saja namun saat kepercayaan itu dijaga sebaik-baiknya sehingga memberi

ruang bagi pondasi hubungan semakin kuat. Kepercayaan ayah Hosie membuat Hosie

juga mampu mempercayai dirinya sendiri sehingga Hosie bersifat terbuka dan jujur

terhadap ayahnya. Hosie mempertanyakan mengenai hubungan pekerjaan ayahnya

dengan perjodohannya. Hosie juga meminta ayahnya untuk mengakhiri perjodohan

tersebut. Ayah Hosie juga percaya jika dia jujur kepada Hosie bahwa perjodohan tersebut

tidak berhubungan, maka akan dapat dipercayai oleh putrinya. Ayah Hosie hanya

berusaha menyakinkan Hosie bahwa Katsumi benar-benar jatuh cinta kepada Hosie.

Nilai positif yang peneliti dapat dari tokoh Tomoda Hosie yaitu pentingnya

menepati janji dalam hal kecil sekalipun, dan berusaha membangun kepercayaan

dilandasi kejujuran. Ketika mempercayai seseorang berarti kita sedang membangun

kepercayaan kita terdahap diri kita sendiri. Jika kita tidak dapat mempercayai oranglain

ataupun diri kita sendiri, bagaimana mungkin kita dapat dipercaya oleh oranglain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

53

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Cerita pendek (Cerpen) “Hana no Warutsu” merupakan cerpen imajinatif yang

menceritakan tentang kehidupan penari waltz bernama Tomoda Hosie.

Dalam cerpen “Hana no Warutsu” terdapat beberapa nilai konfusianisme.Nilai

konfusianisme adalah nilai-nilai dasar kehidupan yang mampu menjadi acuan dalam

bersikap, berpikir maupun bertindak dalam segala aspek sosial kita manusia.Nilai

Konfusianisme yang terdapat dalam cerpen “Hana no Warutsu” adalah:

Ren/Ai (Murah Hati) : Jalan utama menuju kebajikan untuk menjadi manusia

yang baik dan berbudi.

Yi/Gi (Kebenaran) : Kemampuan membedakan dan berkomitmen terhadap yang

baik dan benar, menjadi orang yang terdidik sehingga lebih baik kepribadiannya.

Li/Rei (Sopan Santun) : Keseimbangan antara intelektual dan moral, antara

intelegensi dan emosi, antara kognitif dan afektif, kesadaran moral (batin) dan lahiriah

(praktik ritual).

Zhi/Chi (Bijaksana) : Kemampuan membedakan kebenaran dari kesalahan

sehingga terlepas dari kebingungan dan ketersesatan, menggunakan akal sehat secara

rasional.

Xin/Shin (Dapat Dipercaya) : Kemampuan membangun kepercayaan terhadap

diri sendiri sehingga dapat dipercaya orang lain.

Nilai Pragmatik yang paling dominan dalam cerpen “Hana no Warutsu” karya

Kawabata Yasunari adalah kebijaksanaan dan kebenaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

54

2. Karakteristik Tomoda Hosie didalam cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata

Yasunari yang dapat dijadikan cerminan bagi pembaca adalah kasih sayang, kejujuran,

kesopanan, dapat dipercaya dan kebijaksanaannya.

4.2 Saran

Melalui skripsi ini penulis berharap agar minat pembaca menjadi lebih

meningkat terhadap karya sastra, khususnya cerpen.Selain mendapat cerita yang menarik,

juga dapat mengetahui tentang kehidupan ini yang sebelumnya yang belum kita ketahui.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Bahasa.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta : Medpress.

_________________. 2013. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta : CAPS (Center

for Academic Publishing Service).

Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung :

PT.Angkasa

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Kosasih, Engkos. 2004. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusasteraan; Cermat

Berbahasa Indonesia. Bandung : Yrama Widya.

Luxemburg, Van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia

Mauludi, Sahrul. 2016. KONFUSIUS Inspirasi dan Pencerahan untuk Hidup Lebih

Bermakna. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Yasunari, Kawabata. 2003. Penari – penari Jepang. Jakarta : Penerbit Djambatan.

Internet :

http://www.academia.edu/9622390/Apakah_ajaran_utama_dalam_konfusianisme Diakses

26 Oktober 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

http://plato.stanford.edu/entries/japanese-confucian/ Diakses 7 April 2016.

http://robiramadhanpbsi.blogspot.co.id/2014/12/pendekatan-pragmatik-a.html Diakses

18 Oktober 2016.

https://www .scribd.com/doc/155786780/DEFINISI-CERPEN Diakses 7 April 2016.

Jurnal :

Melda Hutabarat 2007 Tokugawa dan Konfusianisme. Diakses 25 September 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA