hana - prosedur diagnosis tmd

12
PROSEDUR DIAGNOSIS TMD Anamnesis Interview (anamnesis) merupakan hal yang paling penting dalam menentukan diagnosis. Pengambilan data dimulai dari keluhan utama pasien dan sindrom yang mengikutinya. Selama melakukan anamnesis, dokter juga harus memperhatikan abnormalitas gerak-gerik pasien (contoh: postur kepala yang lebih ke depan), kebiasaan pergerakan rahang atau wajah, asimetri wajah, dan ekspresi rasa sakit. Sistematika yang direkomendasikan untuk anamnesis: 1. Keluhan utama Keluhan utama dapat terdiri atas satu atau lebih gejala yang menyebabkan ketidaknyamanan ataupun disfungsi yang membawa pasien datang mencari perawatan. Keluhan utama harus sangat diperhatikan karena parameter kesuksesan suatu perawatan ialah mengeliminasi atau mengurangi gejala tersebut. Keluhan utama harus dicatat sesuai dengan kata-kata pasien sendiri. Jika kata-kata tersebut dirasa kurang jelas dan ambigu maka dokter dapat mengulang kalimat pasien dengan kata-kata yang lebih jelas. Untuk memperjelas area yang mengalami rasa sakit, pasien diminta untuk menunjuk daerah yang bersangkutan. Dapat pula digunakan analog pain scale untuk melihat keparahan rasa nyeri yang dirasakan

Upload: hanataniar

Post on 19-Dec-2015

57 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Prosedur Diagnosis Tmd

TRANSCRIPT

PROSEDUR DIAGNOSIS TMDAnamnesisInterview (anamnesis) merupakan hal yang paling penting dalam menentukan diagnosis. Pengambilan data dimulai dari keluhan utama pasien dan sindrom yang mengikutinya. Selama melakukan anamnesis, dokter juga harus memperhatikan abnormalitas gerak-gerik pasien (contoh: postur kepala yang lebih ke depan), kebiasaan pergerakan rahang atau wajah, asimetri wajah, dan ekspresi rasa sakit. Sistematika yang direkomendasikan untuk anamnesis: 1. Keluhan utama Keluhan utama dapat terdiri atas satu atau lebih gejala yang menyebabkan ketidaknyamanan ataupun disfungsi yang membawa pasien datang mencari perawatan. Keluhan utama harus sangat diperhatikan karena parameter kesuksesan suatu perawatan ialah mengeliminasi atau mengurangi gejala tersebut. Keluhan utama harus dicatat sesuai dengan kata-kata pasien sendiri. Jika kata-kata tersebut dirasa kurang jelas dan ambigu maka dokter dapat mengulang kalimat pasien dengan kata-kata yang lebih jelas. Untuk memperjelas area yang mengalami rasa sakit, pasien diminta untuk menunjuk daerah yang bersangkutan. Dapat pula digunakan analog pain scale untuk melihat keparahan rasa nyeri yang dirasakan pasien. 2. Riwayat penyakit yang sedang diderita Gejala yang dialami oleh pasien harus bisa dideskripsikan sedetail mungkin. Masing-masing keluhan utama harus dijabarkan mulai dari kualitas rasa sakit, kapan pasien merasakan sakit, serta faktor yang menurunkan ataupun meningkatkan rasa sakit yang dialami. Kualitas rasa sakit TMD biasanya konstan, tumpul, dan sakit. Sedangkan rasa sakit pada orofasial yang tidak berasal dari mastikatori, kualitas rasa sakitnya seringkali datang tiba-tiba atau terus-menerus disertai dengan sensasi tajam, seperti tertembak, berdenyut, dan terbakar.Pasien juga ditanyai Apakah rasa sakit yang dialami konstan atau tidak, Apakah rasa sakit pernah menghilang?, Kapan rasa sakit paling parah, saat bangun tidur, sebelum makan, saat malam hari, atau sepanjang hari?, Apakah rasa sakit emmburuk saat hari kerja atau hari libur?Gejala TMD biasanya berhubungan dengan kebutuhan fungsional saat kerja ataupun di rumah. Rasa sakit seringkali meningkat saat mengunyah makanan yang keras atau membuka mulut secara lebar. Sebaliknya, rasa sakit pada orofasial yang tidak berasal dari mastikatori biasanya muncul secara spontan dan tidak berhubungan dengan fungsi. 3. Riwayat medis Tahap ini meliputi riwayat terakhir dirawat di rumah sakit, riwayat operasi, alergi, penyakit, kecelakaan, dan medikasi yang diterima oleh pasien baik berkaitan dengan gejala yang dialami maupun karena penyakit lain. Tanda-tanda masalah fisiologis harus diidentifikasi. Selain itu, penggunaan alcohol, pengobatan yang berlebihan, kafein, dan penyalahgunaan obat- obatan juga harus diperiksa karena ada kemungkinan interaksi dengan farmakoterapi yang akan diberikan. 4. Review sistemik Dokter harus memperhatikan pasien secara menyeluruh dan membantumenentukan efek masalah-masalah sistemik terhadap gejala penyakit yang dialami pasien. Apabila didapati hal demikian, maka dibutuhkan konsultasi medis. 5. Riwayat diri dan keluarga Informasi menyangkut pendidikan pasien, pekerjaan, status perkawinan, jumlah annak, dan kesehatan anggota keluarga, termasuk orang tua penting untuk menentukan diagnosis dan manajemen. Status ekonomi juga mungkin mempengaruhi manajemen yang dipilih oleh dokter. 6. Riwayat psikologis Karena tubuh dan psikis sangat erat hubungannya, maka adanya kecemasan, depresi, atau gangguan tidur harus diidentifikasi. Parafungsional atau kebiasaan saat kerja yang mungkin merupakan pencetus penyakit juga harus diperhatikan. 7. Riwayat dental Perawatan dental pasien terakhir juga harus dicatat. Perlu diketahui ada/tidaknya trauma pada gigi geligi, wajah, ataupun tulang rahang. Begitu pula dengan perawatan orthodontic yang sednag dijalani. Jika pasien memiliki protesa, maka perlu diketahui pula lamanya waktu pemakaian protesa tersebut dalam sehari.

Pemeriksaan Klinis Pemeriksana klinis terdiri atas pemeriksaan terhadap seluruh sistem mastikasi. Dilakukan pemeriksaan terhadap kesimetrisan kepala dan leher serta adanya tanda-tanda hipertrofi muscular. Pasien juga harus diperiksa terhadap adanya tanda-tanda kebiasaan buruk seperti clenching. Pemeriksaan otot-otot mastikatori harus dilakukan dengan sistematis. Dilihat ada/tidaknya rasa lunak (tenderness), fasikulasi, spasme, ataupun trigger point.

Pada TMJ juga dilakukan pemeriksaan terhadap adanya tenderness dan suara. Jika didapati hal tersebut, maka perlu dicatat lokasi suara dan tenderness tersebut. Apabila saat membuka mulut pasien merasa satu sisi lebih sakit dibandingkan sisi yang lain, hal itu juga harus diperhatikan. Suara sendi yang paling sering muncul berupa clicking dan crepitus. Beberapa suara apda sendi dapat dengan mudah didengar tanpa instrument apapun, namun pada beberapa kasus, auskultasi dengan stetoskop dibutuhkan untuk mendeteksi suara yang lemah.Jarak pergerakan mandibula saat membuka mulut juga harus diperiksa. Jarak normal pada orang dewasa sekitar 45mm (vertical) dan 10mm (protrusive dan lateral). Pergerakan yang normal lurus dan simetris. Pada beberapa kasus, tenderness pada otot dan sendi dapat menghalangi pembukaan mulut. dokter harus memperhatikan jarak maksimal membuka mulut yang dapat dicapai oleh pasien dengan tekanan jari ringan. Di beberapa kasus pada pasien yang tampaknya mengalami obstruksi mekanis saat membuka mulut, dengan pemberian tekanan yang ringan pasien dapat membuka mulutnya dengan normal. Hal ini menandakan kelainan lebih mengacu pada muscular, buka interkapsular.

Evaluasi gigi geligi juga merupakan hal yang penting. Sumber rasa sakit yang berasal dari gigi harus dihilangkan. Gigi juga harus diperiksa apakah ada faset, mobilitas, dll yang merupakan pertanda bruxism. Gigi yang hilang serta klasifikasi dental dan skeletal juga perlu dicatat. Selain itu, adanya diskrepansi pada saat oklusi sentries dan relasi sentries perlu diperhatikan. Semua info yang didapat dirangkum untuk membantu penegakan diagnosis. Pemeriksaan Radiograf1. PanoramikMerupakan foto radiograf terbaik untuk evaluasi secara keseluruhan pada TMJ. Teknik ini dapat menggambarkan kedua TMJ dalam satu film. Pengambilan foto dapat dilakukan dengan mulut terbuka ataupun tertutup.

2. TomogramsTeknik ini memberikan detail yang lebih baik dari TMJ. Pada teknik ini dapat dilakukan sectioning sendi berdasarkan level condyle dan fossa complex yang berbeda, yang memungkinkan untuk melihat pada potongan medial ataupun lateral. Teknik dapat mengeliminasi bony super-imposition dan overlap, serta menghasilkan gambar anatomi tulang sendi yang jernih.

3. Temporomandibular Joint ArthrographyTeknik merupakan teknik pertama yang memberikan gambaran intraarticular disk. Teknik menggunakan injeksi material kontras ke dalam ruang superior dan inferior dari sendi, yang kemudian dilakukan foto radiograf. Evaluasi dilakukan dengan melihat ruang pada sendi untuk menentukan posisi dan morfologi articular disk. Teknik ini dapat memperlihatkan adanya perforasi dan adesi atau perlekatan disk. Teknik ini jarang digunakan karena terdapat teknik lain yang less-invasive dan lebih advanced.

4. Computed TomographyTeknik ini memberikan kombinasi tomografi dengan perbaikan komputer pada gambaran jaringan keras dan jaringan lunak. Teknik ini dapat memperlihatkan keadan patologis jaringan keras dan jaringan lunak. Gambaran CT adalah yang paling akurat. Pengambilan gambar dapat dilakukan dari prespektif yang berbeda-beda dengan sekali ekspos radiasi.

5. Magnetic Resonance ImagingTeknik ini merupakan teknik yang paling efektif untuk evaluasi jaringan lunak pada TMJ. Teknik ini memberikan gambaran yang excellent pada jaringan lunak intraarticular, hal ini membuat MRI menjadi teknik yang baik untuk melihat posisi dan morfologi disk. Gambaran MRI dapat memperlihatkan fungsi sendi yang dinamis dalam bentuk cinematic, dan memberikan informasi tentang komponen anatomi pada sendi selama berfungsi. Keuntungan dari teknik ini adalah tidak menggunakan radiasi inoizing.

6. Nuclear ImagingNuclear imaging menggunakan injeksi isotope, setelah 3 jam injeksi, dilakukan pengambilan gambar menggunakan gamma camera. Walaupun teknik ini sangat sensitif, informasi yang didapat sulit diintepretasikan.

Evaluasi psikologik Banyak pasien dengan TMD dengan durasi yang lama, berkembang pada chronic pain syndrom behavior. 10%-20% pasien TMD mengalami penyakit psikiatrik. 1/3 dari pasien tersebut menderita depresi pada inisial, sedangkan 2/3 memiliki riwayat episode depresi yang parah. Kelainan psikiatrik menimbulkan komponen somatik melalui kebiasaan parafungsional yang menyebabkan dystonia dan myalgia, dan individu dengan chronic pain biasanya memiliki insiden gangguan kecemasan yang lebih tinggi. Perubahan behavior dapat dilihat dari pertanyaanmengenai limitasi fungsional yang dihasilkan dari gejala pasien. Apabila limitasi fungsional muncul secara parah dibandingkan dengan tanda klinis pasien atau pasien tampak depresi, maka dibutuhkan evaluasi psikologikal lebih lanjut.

Referensi:Hupp, JR dkk. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th Edition. St.Louis : Mosby Elsevier.Pertes, RA. Gross, SG. 1995. Clinical Managenent of Temporomandibular Disorders and Orofacial Pain. Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc.