analisis persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan

94
ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO) DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI Oleh SELLY RACHMALIA H 24066005 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Upload: vuonghanh

Post on 17-Jan-2017

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL

TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO)

DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA

PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI

Oleh

SELLY RACHMALIA

H 24066005

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

RINGKASAN

SELLY RACHMALIA. H24066005. Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-faktor Produktivitas Kerja pada PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, Cabang Purbaleunyi. Dibawah bimbingan SITI RAHMAWATI

Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring dengan

peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan yang ada. Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah satunya akibat pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik sebesar 9% per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan hanya sebesar 0.01% per tahun, kondisi ini menjadi pemicu terjadinya masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol menjadi sebuah jawaban terhadap tingginya kebutuhan pengembangan jaringan jalan meskipun dalam kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan sebagai pengembang sekaligus operator jalan tol di Indonesia yang memiliki sembilan Cabang, salah satunya adalah Cabang Purbaleunyi. Karakteristik Cabang Purbaleunyi adalah masalah antrian pajang pada gerbang tol. Untuk mengatasi masalah antrian tersebut maka dibuat Gardu Toll Otomatis (GTO), yang merupakan ide kreatif dari Gugus Kendali Mutu Pasteur. GKM Pasteur merupakan salah satu kelompok unit kerja yang ada di Cabang Purbaleunyi pada Gerbang Tol Pasteur. Perusahaan menganggap GTO dapat memberikan dampak positif bagi karyawan operasional. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan antara lain (1) Mengetahui penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, (2) Menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, (3) Menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh antara lain penyusunan kebijakan pelaksanaan GTO yang dilakukan oleh GKM Pasteur sudah dilaksanakan dengan baik melalui pendekatan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan PDCA dilakukan perusahaan dalam kegiatan manajemen dan operasional perusahaan dalam rangka penerapan manajemen mutu. Menurut persepsi karyawan operasional pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sudah berjalan dengan baik dan berpengaruh signifikan. Hal ini, dibuktikan dengan produktivitas GTO yang mampu melayani pengguna jalan tol dengan waktu transaksi menjadi 3 detik. Menurut persepsi karyawan operasional, faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sudah berjalan dengan baik.

ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL

TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO)

DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA

PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SELLY RACHMALIA

H 24066005

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

ii

ii

Judul Skripsi : Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan

Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-Faktor Produktivitas

Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

Nama : Selly Rachmalia

NIM : H 24066005

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

(Dra. Siti Rahmawati, M.Pd)

NIP 19591231 198601 2 003

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc)

NIP 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus:

iii

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Mei 1984. Penulis merupakan

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Syaiful Rachman SE dan

Ibu Hj. Melly Amalia.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Handayani

pada tahun 1990, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Mardi Yuana Cibinong. Pada

tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Negeri 1 Cibinong dan melanjutkan di Sekolah Menengah Umum PGRI Cibinong

Bogor dan masuk pada program IPA pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis

diterima melalui jalur reguler di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi

Diploma III Inventarisasi dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan, Fakultas

Pertanian. Pada tahun 2006, penulis kemudian melanjutkan studi ke jenjang

Sarjana pada Program Alih Jenis Sarjana Manajemen, Departemen Manajemen,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

iv

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada Penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Persepsi

Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan

Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,

disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat Sarjana Ekonomi

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu juga

dengan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

Bogor, Januari 2011

Penulis

v

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai

pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik

secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai selesainya

skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan

kepada Penulis.

2. Prof. Dr. Ir. WH Limbong, MS, dan ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku

dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk menguji Penulis dan

memberikan masukan-masukan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Segenap jajaran, Staf dan Karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi, yang telah mengijinkan Penulis untuk melaksanakan kegiatan

penelitian dan atas kesediannya dalam mengisi kuesioner penelitian.

4. Orang tua tercinta dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan doa

bagi Penulis.

5. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc sebagai Ketua Departemen Manajemen

beserta Dosen dan Staf Administrasi yang telah membantu kelancaran Penulis

dalam penyusunan skrisi ini.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

vi

vi

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP .................................................................. iii

KATA PENGANTAR .............................................................. iv

UCAPAN TERIMAKASIH .................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................. vi

DAFTAR TABEL .................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ x

I. PENDAHULUAN .............................................................

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 1.5. Batasan Penelitian ................................................................

1

1

4 5 5 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................

2.1. Gardu Tol Otomatis ………................................................... 2.2. Konsep Produktivitas Kerja .................................................

2.2.1 Faktor Produktivitas Kerja ......................................... 2.2.2 Peningkatan Produktivitas Kerja ................................. 2.2.3 Karakteristik Pegawai Produktif . ..............................

2.3. Konsep Gugus Kendali Mutu ..................................... 2.3.1 Ciri Gugus Kendali Mutu .......................................... 2.3.2 Langkah Aktual Pembentukan GKM ........................ 2.3.3 Mekanisme Kerja GKM ............................................ 2.3.4 Penilaian Kinerja GKM ............................................. 2.3.5 Manfaat Gugus Kendali Mutu ...................................

2.4. Tinjauan Studi Terdahulu .....................................................

7

7 7 7 8 9 10 10 11 12 14 14 15

III. METODE PENELITIAN …….........................................

3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................ 3.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 3.3. Metode Penentuan Sampel ................................................. 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................ 3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................

3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ……............... 3.5.2 Analisis Persepsi ................................................. 3.5.3 Uji F ……………………………..……………... 3.5.4 Uji t …………………………………………….

17

17 19 19 20 22 24 26 28 29

vii

vii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................

4.1. Gambaran Umum PT Jasa Marga (Persero) Tbk .......... 4.2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ...... 4.3. Gugus Kendali Mutu Pasteur ........................................

4.3.1 Proses Kegiatan Kerja GKM Pasteur ................. 4.3.2 Pendekatan PDCA untuk Menghasilkan GTO …

4.4. Karakteristik Karyawan Operasional ............................ 4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa

Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ................... 4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap

Pelaksanaan GTO ……………………………... 4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap

Faktor-faktor Produktivitas Kerja …………….. 4.6. Uji F dan uji t ……….................................................... 4.7. Implikasi manejerial ..………………….......................

30

30 31 37 38 40 48

51

51

59 67 69

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................

1. Kesimpulan .................................................................... 2. Saran ...............................................................................

71

71 71

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 73

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ 79

viii

viii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk ………………………………………..

2

2. Ciri-ciri Umum Gugus Kendali Mutu …………………… 11 3. Skala Likert ................................................................ 20 4. Hasil Uji Reliabilitas Pelaksanaan GTO dan Faktor-

faktor Produktivitas Kerja …………………………...

26 5. Posisi Keputusan Penilaian …………………………. 27 6. Data Karyawan PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi …. 33 7. Aksesibilitas Standar Pelayanan Minimum ................ 38 8. Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol .................. 41 9. Perbandingan Rata-rata Kendaraan Gardu Masuk dan

Keluar pada Shift 1 ..............................................

42 10. Koefisien Korelasi Penyebab Dominan ...................... 43 11. Perbandingan Faktor Penyebab Kinerja Gardu ........... 45 12. Pengaruh Kesalahan Pelaporan dan Kerusakan Alat .. 47 13. Karakteristik Karyawan Operasional .......................... 48 14. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan

GTO …………………………….……..…………….

52 15. Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME

Tersangkut CSD ........................................................ 53 16. Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD

Rusak ..........................................................................

56 17. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan

Jumlah Gardu..............................................................

57 18. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada

Kebijakan Membangun Gardu Baru ...........................

59 19. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktor-

faktor Produktivitas Kerja ...…………………………

60 20. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan

Kerja ...........................................................................

62 21. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan

Kerja.........

62 22. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Etika

Kerja ............................................................................

64 23. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kesejahteraan

Kerja .............................................................................

65 24.

25. 26.

Persepsi Karyawan Operasional terhadap Lingkungan Kerja ............................................................................. Uji F ………………………………………………... Uji t …………………………………………………

67 68 68

ix

ix

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................. 19 2. Struktur Organisasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi ................................................................ 33

3. Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur ..... 42 4. Peralatan pada Gardu transaksi, Gardu Tandem,

Gardu Tol Otomatis ………………………………...

47 5. Contacless Smart Dispenser, Kartu Tanda Masuk,

Automatic Line Banner ……………………………... 56

x

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuesioner Penelitian ………………………………….. 78 2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas …………………….. 81 3. Diagram Sebab Akibat Kinerja Gardu Belum Optimal.. 82 4. Rencana dan Pelaksanaan Perbaikan …………………. 83 5. Alur Proses Transaksi Sebelum dan Sesudah Perbaikan

pada Gardu Masuk dan Keluar ……………….............. 84

1

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring

dengan peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan

kapasitas jalan yang ada. 1Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah

satunya akibat pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik

sebesar 9% per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan

hanya sebesar 0,01% per tahun, kondisi ini menjadi pemicu terjadinya

masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol menjadi sebuah jawaban terhadap

tingginya kebutuhan pengembangan jaringan jalan meskipun ditengah

kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. Pembangunan infrastruktur

jalan tol telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong dan

menggerakkan perekonomian nasional, yang manfaatnya telah banyak

dirasakan bagi masyarakat luas.

Kondisi mobilitas masyarakat yang tinggi saat ini, keberadaan jalan

tol tentunya tidak dapat dipisahkan dari keseharian masyarakat. Masyarakat

memanfaatkan keberadaan jalan tol sebagai jalan alternatif untuk

mempersingkat jarak tempuh perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.

Jalan tol merupakan jalan umum yang menjadi bagian dari sistem jaringan

jalan nasional untuk kendaraan beroda empat atau lebih dan penggunanya

akan diwajibkan membayar tarif tol. Besarnya tarif tol yang dibayar oleh

pengguna jalan tol disesuaikan dengan jarak lintasan (asal gerbang tol

sampai keluar gerbang tol) dan golongan kendaraannya.

PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporatama) Tbk atau disingkat

PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) yang berperan sebagai pengembang sekaligus operator

jalan tol di Indonesia. Sejak awal berdiri pada tahun 1978, PT Jasa Marga

(Persero) Tbk tetap menjadi market leader operator jalan tol yang

menguasai 80% dari seluruh jalan tol yang ada di Indonesia.

1 Frans S Sunito, Dirut PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Berita Jalan Tol No.103 Hal: 6. April, 2010. Jakarta.

2

2

Delapan belas konsesi (hak pengusahaan) jalan tol sepanjang 648 km

telah dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk sampai dengan akhir periode

2009, tiga belas konsesi diantaranya telah beroperasi sepanjang 496 km

yang pengelolaannya dikelola oleh sembilan cabang dan satu anak

perusahaan yaitu, PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Tabel 1). Sementara

lima ruas tol lainnya menjadi bagian anak perusahaan yang merupakan

proyek kerja sama antara PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan Pemerintah

Provinsi daerah setempat dan juga pihak ketiga lainnya.

Tabel 1. Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk

Menyediakan jalan tol dan memberikan pelayanan terbaik bagi

masyarakat menjadi bentuk komitmen yang kuat bagi PT Jasa Marga

(Persero) Tbk sebagai pelopor industri jalan tol di Indonesia. Komitmen

tersebut sekaligus akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha dalam

jangka panjang yang selaras dengan visi dan misi perusahaan. Pelayanan

transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam pelayanan jalan tol,

akan tetapi karena kondisi arus lalu lintas yang meningkat menjadi

penghambat terciptanya kelancaran bertransaksi pada gerbang tol, sehingga

menyebabkan antrian panjang di gerbang tol yang sulit untuk dihindari.

Pelayanan transaksi jalan tol harus dilakukan sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditentukan PT Jasa Marga (Persero)

Tbk Cabang Purbaleunyi.

No. Ruas Jalan Tol Awal Beroperasi

Panjang Tol (Km)

Kantor Cabang

1 Jagorawi 1978 46 Jagorawi

(Jakarta-Bogor-Ciawi) 2 Jakarta-Cikampek 1988 72 Jakarta-Cikampek 3 Jakarta-Tanggerang 1984 28

Jakarta-Tanggerang 4 Ulujami-Pondok Aren 2001 5,5 5 Dalam Kota Jakarta 1988 25

Cawang-Tomang-Cengkareng 6 Prof. Dr. Ir. Soedjatmo 1984 14,3

7 Padaleunyi

(Padalarang-Cileunyi) 1990 63,9

Purbaleunyi (Purwakarta-Bandung-Cileunyi)

8 Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang)

2003 58,5

9 Surabaya-Gempol 1986 39,5 Surabaya-Gempol 10 Semarang 1983 35,2 Semarang

11 Belmera 1986 34 Belmera

(Belawan-Medan-Tanjung Morawa) 12 Palikanci 1997 28,8 Palikanci

Sumber: Laporan Tahunan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (2009)

3

3

Masalah antrian panjang menjadi karakteristik pada PT Jasa Marga

(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, karena semenjak dioperasikannya jalan

tol Cipularang yang menghubungkan ruas tol antara Cabang Jakarta-

Cikampek dengan Cabang Purbaleunyi kepadatan arus lalu lintas kendaraan

terus terjadi. Waktu tempuh yang singkat dan kenyamanan Kota Bandung

menjadi alasan bagi masyarakat untuk datang berwisata, sehingga puncak

kepadatan arus lalu lintas selalu terjadi menjelang akhir pekan atau pada

saat hari libur nasional. Kepadatan arus lalu lintas tersebut menjadi faktor

penghambat proses transaksi jalan tol. Inovasi sistem transaksi dengan

menggunakan Gardu Tol Otomatis, diharapkan menjadi solusi untuk

mengatasi masalah antrian pada saat bertransaksi, khususnya pada gerbang

tol masuk. Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan gardu pelayanan

transaksi tol tanpa adanya petugas pengumpul tol yang melayani. Cara

penggunaannya cukup dengan menekan tombol pada GTO maka KTM

(Kartu Tanda Masuk) akan keluar. Keberadaan GTO dapat digunakan juga

untuk sistem pembayaran secara elektronik (Electronic Toll Collection)

yang bekerjasama dengan Bank Mandiri.

Menyadari segala keberhasilan yang telah diraih perusahaan selama

ini ditentukan oleh kualitas dan dedikasi karyawan, maka karyawan menjadi

sebuah asset berharga sekaligus mitra kerja bagi perusahaan. Pemberdayaan

karyawan melalui program pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang, sebagai upaya

kesiapan mereka menghadapi segala tantangan yang akan terjadi.

Pemberdayaan karyawan yang ada melalui pemanfaatan teknologi menjadi

prioritas perusahaan dibandingkan merekrut karyawan baru. Pemanfaatan

teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan

salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa pelayanan jalan tol.

Pemanfaatan teknologi terkadang menimbulkan persepsi yang berbeda

mengenai nilai kemanusiaan bagi karyawan, namun hal tersebut perlu

ditinjau kembali, karena melalui pemanfaatan dan pemberdayaan sumber

daya manusia secara optimal akan meningkatkan produktivitas kerja

karyawan sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

4

4

1.2. Perumusan Masalah

PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak

dalam bidang jasa pelayanan jalan tol, dimana kualitas menjadi prioritas

utama, salah satunya melalui pelayanan transaksi jalan tol. Akan tetapi

kelancaran pelayanan transaksi sering menghadapi kendala seperti, volume

kendaraan yang padat dan minimnya gardu transaksi ataupun petugas

pengumpul tol yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu transaksi.

Masalah tersebut menjadi kendala yang harus dihadapi oleh PT Jasa Marga

(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi khususnya pada Gerbang Tol Pasteur,

sehingga muncul ide untuk membuat Gardu Tol Otomatis (GTO). Ide ini

merupakan ide kreatif dari GKM Pasteur yang ada pada unit kerja Gerbang

Tol Pasteur. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan kelompok kerja

karyawan, dimana seluruh karyawan secara sukarela dan berpartisipasi

dalam menyelesaikan kegiatan yang berhubungan erat dengan perusahaan.

Pelaksanakan GKM diharapkan akan membuat karyawan merasa dihargai

serta diakui keberadaannya, sehingga terciptanya lingkungan kerja yang

kondusif pada perusahaan.

Pelaksanaan konsep Gardu Tol Otomatis (GTO) pertama kali

dilaksanakan pada Gerbang Tol Pasteur yang dianggap telah efektif

keberadaannya, selanjutnya diaplikasikan pada seluruh gerbang tol yang ada

di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Bagi perusahaan

pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dinilai telah berbasis kemanusiaan,

karena GTO dapat meringankan pekerjaan karyawan operasional (petugas

pengumpul tol) untuk melayani pengguna jalan tol pada saat lalu lintas

kendaraan sedang padat, serta dapat memperbaiki mutu kesehatan dari para

petugas pengumpul tol. Efisiensi karyawan operasional dilakukan

perusahaan hanya pada petugas pengumpul tol outsourching saja, karena

selama ini jumlah petugas pengumpul yang ada sangat terbatas, namun

perusahaan tidak ada memberikan kebijakan untuk menambah karyawan

operasional baru. Sehingga diharapkan keberadaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan meningkatkan

produktivitas kerja karyawan operasional.

5

5

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya

sebagai berikut:

1. Bagaimana penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi?

2. Bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu

Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi?

3. Bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor

produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.

2. Mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu

Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi.

3. Mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor

produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk

melakukan penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan program

pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas

kerja karyawan operasional.

2. Bagi umum, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

6

6

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi, yang berlokasi di Plaza Tol Pasteur Jalan Dr. Djundjunan

nomor 257 Bandung, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan selama tiga

bulan yaitu pada bulan September 2009 sampai dengan November 2009. PT

Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dipilih sebagai tempat

penelitian oleh penulis, dikarenakan Cabang Purbaleunyi merupakan cabang

perusahaan yang pertama kali melaksanakan sistem Gardu Tol Otomatis

(GTO) pada seluruh gerbang tol dan selanjutnya pelaksanaan Gardu Tol

Otomatis diterapkan juga pada cabang lainnya. Penelitian ini menganalisa

bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol

Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional

itu sendiri.

Karyawan operasional merupakan karyawan yang secara langsung

mengetahui teknis di lapangan mengenai arus lalu lintas jalan tol, khususnya

pada proses transaksi pada gerbang tol. Indikator faktor-faktor produktivitas

kerja karyawan yang terdapat pada perusahaan yaitu, kemauan kerja,

kemampuan kerja, etika kerja, kesejahteraan karyawan dan lingkungan

kerja. Pada penelitian ini, penulis hanya mempelajari hasil kerja yang

dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam merumuskan

permasalahan masalah hingga menghasilkan ide kreatif konsep Gardu Tol

Otomatis (GTO).

7

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gardu Tol Otomatis (GTO)

Gardu Tol Otomatis (GTO) adalah gardu tanpa petugas dimana

pemakai jalan melaksanakan transaksi dan mengambil KTME (Kartu Tanda

Masuk Elektronik) dan mengidentifikasi Badge atau kartu dinas sendiri.

KTME merupakan alat tanda bukti masuk jalan tol pada sistem tertutup,

yang menunjukan identitas jenis kendaraan dan asal gerbang tol yang

merupakan informasi dalam penentuan tarif di gardu keluar (Gugus Kendali

Mutu Pasteur, 2007).

2.2. Konsep Produktivitas Kerja

Secara umum produktivitas kerja diartikan sebagai hubungan hasil

nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang

sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif dengan

perbandingan antara hasil masukan (tenaga kerja) dan keluaran yang diukur

dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Sinungan, 2008).

Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007), produktivitas kerja

adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu.

Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, peralatan dan

waktu. Output meliputi produksi, produk, penjualan, pendapatan, pangsa

pasar, dan kerusakan produk.

Umar (2005) menyatakan bahwa produktivitas kerja adalah

perbandingan hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang

digunakan (input). Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas

yang mengarah pada pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas,

kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi lain adalah efisiensi yang berkaitan

dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya.

2.2.1 Faktor Produktivitas Kerja

Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi

produktivitas kerja karyawan dikelompokan menjadi tiga yaitu:

8

8

1. Kualitas dan kemampuan karyawan dapat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan

kemampuan fisik pekerja yang bersangkutan.

2. Sarana pendukung, dikelompokan menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana

dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan

kesehatan kerja serta lingkungan kerja.

b. Kesejahteraan pekerja yang tercermin dalam sistem pengupahan

dan jaminan sosial, jaminan kelangsungan kerja.

3. Supra sarana, dapat mendukung peningkatan produktivitas kerja

karyawan antara lain kebijakan pemerintah, hubungan pengusaha

dan pekerja, kemampuan manajemen dan perusahaan.

Produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dapat

dilihat dari kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai

dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang

dapat memenuhi kebutuhan minimum, jaminan sosial yang memadai

dan hubungan kerja yang harmonis (Sinungan, 2008).

2.2.2 Peningkatan Produktivitas Kerja

Langkah untuk meningkatkan produktivitas kerja menurut

Sinungan (2008), adalah sebagai berikut:

1. Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia

terletak pada kemampuan individu, sikap individu dalam bekerja,

serta manajemen maupun organisasi kerja. Persyaratan individu

untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi, yaitu:

a. Tingkat pendidikan dan keahlian, teknologi dan hasil produksi,

kondisi kerja, kesehatan, kemampuan fisik dan mental.

b. Sikap (terhadap tugas) serta teman dalam satu organisasi.

2. Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk memperoleh

jumlah produksi yang besar.

3. Penggunaan jumlah sumber daya yang lebih besar untuk

memperoleh jumlah produksi yang jauh lebih besar lagi.

9

9

Terdapat enam elemen untuk meningkatkan produktivitas kerja

menurut Soemarsono (2004) yaitu:

1. Dukungan dari manajemen puncak yang dilakukan dengan berbagai

cara yang menggambarkan dukungan terhadap program.

2. Dukungan struktur sangat diperlukan. Standar organisasi dibuat

untuk mendukung peningkatan produktivitas.

3. Menciptakan corporate yang climate yang kondusif. Iklim yang

kondusif sangat penting terhadap peningkatan produktivitas.

Upaya yang dilakukan untuk menciptakan iklim kondusif yaitu dengan

menciptakan perhatian terhadap para karyawan bahwa manajemen

sedang mendorong peningkatan produktivitas, manajemen harus

melakukan komunikasi untuk menyakinkan karyawan agar dapat

memahami tujuan perusahaan, perusahaan meminta para karyawan

untuk meningkatkan keterlibatan mereka terhadap perusahaan

sekaligus. Kontribusi karyawan tersebut akan mendapatkan reward

system yang sesuai dari perusahaan.

4. Perusahaan harus membuat metode pengukuran produktivitas kerja

dan menetapakan tujuan-tujuan yang realistis.

5. Mencari teknik-teknik baru untuk meningkatkan produktivitas.

6. Implementasi program produktivitas harus dijadwalkan, karena hal

ini penting menyangkut penggunaan resources.

2.2.3 Karakteristik Pegawai Produktif

Menurut Nasution (2005) upaya peningkatan produktivitas

perusahaan harus dimulai dari tingkat individu itu sendiri, dimana setiap

individu yang produktif memiliki karakteristik, yaitu:

1. Selalu mencari gagasan dan cara penyelesaiannya.

2. Selalu memberi saran untuk perbaikan secara sukarela.

3. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien.

4. Selalu melakukan perencanaan beserta jadwal waktu penyelesaian.

5. Bersikap positif terhadap pekerjaannya.

6. Berperilaku sebagai anggota kelompok yang baik.

7. Memotivasi diri sendiri melalui dorongan dari dalam.

10

10

8. Memahami pekerjaan orang lain yang lebih baik.

9. Mendengarkan ide orang lain yang lebih baik.

10. Terbinanya hubungan yang baik antar pribadi.

11. Menyadari dan memperhatikan masalah pemborosan dan biaya.

12. Mempunyai tingkat kehadiran yang baik.

13. Mampu melampaui standar yang telah ditetapkan.

14. Mempelajari sesuatu yang baru dengan cepat.

15. Tidak mengeluh dalam bekerja.

2.3. Konsep Gugus Kendali Mutu (GKM)

Gugus Kendali Mutu menurut Sinungan (2008) adalah sekelompok

orang (biasanya terdiri dari tiga sampai dengan delapan orang) yang

memiliki pekerjaan sejenis untuk membahas dan menyelesaikan persoalan

kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus menerus

dengan mempergunakan teknik kendali mutu. Ketua kelompok biasanya

dijabat secara bergantian di antara anggota kelompok. Kegiatan Gugus

Kendali Mutu merupakan bagian dari kegiatan Pengendalian Mutu Terpadu.

Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu

atau produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga

diandaikan bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai,

kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam

pemecahan persoalan pekerjaan (Crocker et al., 2004).

Hasibuan (2002) menyatakan Gugus Kendali Mutu merupakan

kelompok kecil dari lingkup kerja yang secara sukarela melakukan kegiatan

pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan cara

menggunakan teknik-teknik quality control.

2.3.1 Ciri Gugus Kendali Mutu

Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan mekanisme formal dan

dilembagakan yang bertujuan untuk mencari solusi dengan memberikan

tekanan pada partisipasi dan kreativitas antar karyawan. Hal ini berarti,

Gugus memberikan kebaikan organisasi sehingga GKM harus terus

bekerja dan tidak tergantung pada proses produksi (Crocker et al.,

2004). Ciri-ciri umum GKM dapat dilihat pada Tabel 2.

11

11

Tabel 2. Ciri-ciri Umum Gugus Kendali Mutu

Tujuan 1. Meningkatkan komunikasi. 2. Mencari dan memecahkan masalah.

Organisasi

1. Terdiri dari seorang kepala dengan 8 sampai 10 karyawan yang berasal dari satu bidang pekerjaan.

2. Memiliki seorang koordinator dan satu atau lebih fasilitator yang bekerja erat dengan Gugus.

Pemilihan anggota Gugus

1. Partisipasi anggota dalam gugus bersifat sukarela. 2. Partisipasi ketua Gugus bersifat bebas.

Ruang lingkup persoalan yang dianalisis oleh

Gugus

1. Gugus memilih sendiri persoalan yang akan dibahasnya. 2. Gugus didorong untuk memilih persoalan yang berasal dari

bidang pekerjaannya sendiri. 3. Persoalan tidak terbatas pada mutu, tetapi mencakup

produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan, dan lainnya.

Latihan Latihan formal teknik pemecahan masalah menjadi bagian dari pertemuan Gugus.

Pertemuan Dilakukan selama satu jam per minggu

Penghargaan bagi kegiatan Gugus

1. Tidak ada penghargaan dalam bentuk uang. 2. Penghargaan yang paling efektif adalah kepuasan anggota

Gugus karena solusi yang mereka sumbangkan. Sumber: Crocker et al. (2004)

2.3.2 Langkah Aktual Pembentukan GKM

Crocker et al. (2004) memaparkan secara ringkas langkah aktual

dalam proses pelaksanaan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang meliputi:

1. Meminta bantuan konsultan dari luar. Hal ini merupakan keputusan

berdasarkan pertimbangan dari departemen pengembangan

organisasi untuk menggunakan konsultan dari luar dalam membantu

pelaksanaan GKM.

2. Memperoleh komitmen, sebelum memperoleh komitmen dari pihak

utama yang terkait, maka perlu dilakukan langkah-langkah yaitu:

a. Mengadakan seminar konsep Gugus Kendali Mutu untuk

memperkenalkan kepada anggota manajemen senior.

b. Manajer senior membuat keputusan mengenai konsep GKM.

c. Mengadakan seminar untuk manajemen menengah dan anggota

aktif serikat buruh.

d. Para manajer menengah dan pimpinan serikat buruh membuat

analisis masalah, menentukan manfaat dan kerugiannya, berperan

aktif mendukung proses pelaksanaan.

12

12

3. Membentuk struktur Gugus

a. Manajer senior memberitahukan kepada karyawan untuk terus

melanjutkan program GKM.

b. Pembentukan panitia pengarah, yang anggota panitia pengarah

dipilih dari berbagai departemen dan tingkatan.

c. Pemilihan fasilitator oleh panitia pengarah.

4. Menempatkan program dalam tempat yang tepat

a. Panitia pengarah dan konsultan membuat pedoman program.

b. Fasilitator mengadakan pertemuan untuk menginformasikan

tentang GKM dan proses kendali mutu untuk anggota Gugus.

c. Fasilitator mengadakan pertemuan informal dengan karyawan

untuk memberikan penjelasan mengenai konsep GKM.

d. Fasilitator, panitia pengarah, dan konsultan dari luar membuat

perencanaan awal untuk mengidentifikasi masalah.

e. Fasilitator dan panitia pengawas memilih pemimpin tim untuk

membuat program latihan bagi para pemimpin dan anggota tim.

f. Fasilitator membuat program latihan dan membantu ketua tim

dalam membuat materi Gugus untuk pertemuan selanjutnya.

2.3.3 Mekanisme Kerja Gugus Kendali Mutu

Gugus Kendali Mutu menangani berbagai macam masalah

melalui beberapa tahapan. Masalah tersebut satu demi satu ditangani

melalui tahapan yang berkelanjutan (Chandra et al., 1991), yaitu:

1. Pengumpulan masalah

Dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka

prioritas diberikan pada setiap masalah sesuai dengan kriteria yang

telah disusun secara berkesinambungan.

2. Pemilihan masalah

Anggota Gugus dapat memilih satu masalah sesuai dengan prioritas.

Setiap orang boleh mengajukan masalah pada Gugus, namun

prioritas diputuskan oleh Gugus. Pemilihan masalah biasanya

digunakan pendekatan Trisula yang meliputi:

13

13

a. Menghindari semua masalah yang tidak berhubungan dengan

tujuan unit.

b. Menghindari masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria

operasi yang telah ditentukan oleh Gugus.

c. Menggunakan Teknik Delphi yang telah direvisi untuk

menentukan persoalan yang paling unik. Teknik Delphi adalah

suatu prosedur yang dipengaruhi dalam penelitian dua atau lebih

alternatif.

3. Analisis masalah

Setiap masalah memiliki pengaruh, sehingga perlu diidentifikasi

penyebab utama. Pada tahap ini, Gugus bertukar pikiran untuk

menemukan hubungan sebab-akibat. Ada dua metode utama untuk

membuat analisis sebab-akibat, yaitu: (1) diagram sebab-akibat

(diagram Ishikawa atau Fishbone) dan (2) analisis proses atau

diagram arus. Pada diagram Ishikawa terdapat empat bidang

kelemahan yang meliputi: material (bahan), equipment (peralatan),

methods (metode), dan people (manusia). Analisis masalah

didasarkan pada fakta, bukan perasaan dan penilaian subjektif.

Gugus menggunakan sejumlah alat pengumpul data, yaitu dengan

menggunakan checklist atau checksheet, grafik garis, batang, atau

lingkaran maupun histogram dan diagram pencar, membuat analisis

pareto, melakukan sampling dan analisis statistik.

4. Pemecahan masalah

Kondisi lingkungan yang nyaman akan menghasilkan solusi pilihan

pemecahan masalah yang optimum. Secara umum, pemecahan

masalah yang paling tepat adalah orang yang terlibat langsung dalam

tempat kerja itu sendiri dan menjadi solusi paling layak untuk

diberikan.

5. Presentasi manajemen

Anggota Gugus mempresentasikan pemecahan masalah didepan

manajer sekitar 20 menit dengan menyoroti pengamatan yang telah

dilakukan serta menjelaskan manfaat dari rekomendasinya tersebut.

14

14

Presentasi merupakan puncak kegiatan dari usaha Gugus yang

menggambarkan kebanggaan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan

yang menghadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat

kuat. Selain membentuk anggota GKM untuk menjual ide-idenya

pada manajemen, presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi

anggota Gugus yang potensial. Hal ini berarti, filosofi pengendalian

mutu tersebar di seluruh organisasi

6. Implementasi, Peninjauan ulang dan Tindak lanjut

Anggota Gugus membuat jadwal pelaksanaan makalah setelah

mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen. Meninjau ulang

kembali hasil yang diperoleh untuk mengambil langkah selanjutnya

apabila dibutuhkan. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab

Gugus yang berkelanjutan.

2.3.4 Penilaian Kinerja Gugus Kendali Mutu

Penilaian Gugus menurut Crocker et al. (2004) memerlukan tiga

jenis pengukuran, yaitu ukuran produktivitas obyektif, ukuran sikap

subyektif mengenai pengaruh Gugus terhadap organisasi dan analisa

proses intern yang berlangsung dalam Gugus. Pengukuran produktivitas

mencakup mutu, scrap, kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana,

peralatan, keamanan kerja dan kecelakaan, perawatan dan waktu

kosong. Sikap dan pergaulan meliputi kepercayaan timbal-balik,

komunikasi, hubungan atasan dan bawahan, bolos kerja, keluhan kerja,

penggunaan keterampilan, keanggotaan Gugus, kepuasan pribadi, jenis

dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses Gugus mencakup

struktur, pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan.

2.3.5 Manfaat Gugus Kendali Mutu

Pelaksanaan kegiatan Gugus Kendali Mutu pada perusahaan dapat

memberikan manfaat bagi karyawan (Chandra et al., 1991), yaitu:

1. Pembuatan tujuan kelompok dilakukan untuk menciptakan semangat

untuk bekerja sama.

2. Anggota kelompok memiliki peranan dan mengkoordinasikan

peranan mereka masing-masing dengan lebih baik.

15

15

3. Komunikasi antara manjemen dan buruh meningkat, begitu juga

komunikasi diantara para pekerja sendiri.

4. Para pekerja dapat memperoleh keterampilan, pengetahuan baru

serta mengembangkan semangat kerja sama lebih tinggi.

5. Kelompok mengambil inisiatif sendiri dan melakukan tugas

pemecahan persoalan yang seharusnya dilakukan oleh manajeman.

6. Adanya hubungan yang semakin dekat antar para pekerja dan

manajemen di perusahaan.

7. Menciptakan kerja sama antar para pekerja.

8. Adanya kepuasan bagi setiap pekerja.

9. Meningkatkan motivasi kerja.

10. Menumbuhkan keyakinan atau kepercayaan diri.

11. Adanya pengembangan kepemimpinan antara para pekerja.

12. Adanya dorongan kreativitas antar pekerja.

13. Terjadinya peningkatan sistem dan prosedur pekerjaan.

Menurut Hasibuan (2002), manfaat Gugus Kendali Mutu (GKM)

bagi manajemen perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Dapat menangkap persoalan yang sebenarnya dengan lebih cepat.

2. Lebih banyak tekanan yang diberikan pada tahap perencanaan.

3. Cara berfikir yang berorientasi pada proses akan mendapatkan

dorongan kuat untuk bekerja.

4. Orang memusatkan perhatian pada permodalan yang lebih penting.

5. Setiap orang ikut ambil bagian dalam membina sistem baru.

2.4. Tinjauan Studi Terdahulu

Jauhary (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh

Disiplin Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Karyawan (Studi Kasus:

PT. Behaestex, Gresik). Berdasarkan hasil penelitiannya, karyawan laki-

laki, usia 31-40 tahun, berpendidikan SMA atau sederajat serta telah bekerja

selama 11-15 tahun mampu menaati waktu dengan baik sehingga menjadi

faktor utama terciptanya produktivitas kerja. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan analisis korelasi dan regresi berganda.

16

16

Maharani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh

Penerapan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinas

Pendidikan Kabupaten Ciamis. Berdasarkan hasil penelitiannya,

disimpulkan bahwa disiplin kerja pegawai sangat tinggi yang ditandai

dengan tingkat kehadiran yang rendah. Sedangkan prestasi kerja pegawai

terkategori baik. Peneliti menganalisis penelitiannya menggunakan analisis

regresi berganda.

Riestiany (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

Pengaruh Efektifitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus pada

Plant 11 PT Indocement Tunggal Perkasa, Tbk). Berdasarkan hasil

penelitiannya, tingkat produktivitas kerja karyawan P-11 selalu berada

diatas standar yang telah ditetapkan dan tingkat produktivitasnya cenderung

meningkat. Peneliti menganalisis besarnya pengaruh menggunakan metode

analisis regresi berganda.

17

17

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Keberhasilan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai pelopor dan

sekaligus market leader dalam bisnis jalan tol di Indonesia menjadi tujuan

perusahaan. Keberhasilan atas prestasi tersebut menjadikan perusahaan terus

berupaya meningkatkan kualitasnya. Hal ini dibuktikan perusahaan dengan

melakukan perubahan identitas menuju sebuah perbaikan yang telah dimulai

pada tahun 2007 lalu. Perubahan identitas tersebut tentunya bukan hanya

sebagai sebuah slogan semata, akan tetapi harus disertai dengan tindakan

yang nyata. Sejalan dengan identitas baru tersebut, maka dibutuhkan suatu

langkah strategis berupa sebuah visi dan misi perusahaan. Visi dan misi

menjadi aturan dalam organisasi untuk mewujudkan tujuan perusahaan.

Pelayanan transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam

pelayanan jalan tol. Sehingga peningkatan pelayanan lalu lintas melalui

kelancaran bertransaksi di gardu tol sesuai sasaran mutu perlu dilakukan

perusahaan untuk memenuhi keinginan pengguna jalan tol. Pelaksanaan

kegiatan pengendalian operasional melalui pelayanan transaksi pada setiap

gerbang tol menjadi tanggung jawab bagian Pengumpul Tol. Untuk

meningkatkan pelayanan transaksi di gardu tol pada PT Jasa Marga

(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, maka dibuat Gardu Tol Otomatis

(GTO). Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan gardu pelayanan transaksi

jalan tol tanpa ada petugas pengumpul tol yang melayani. Gardu Tol

Otomatis (GTO merupakan ide murni dari kelompok Gugus Kendali Mutu

(GKM) Pasteur.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penyusunan

kebijakan yang dilakukan oleh GKM Pasteur dalam pelaksanaan GTO,

menganalisis persepsi karyawan operasional yaitu petugas pengumpul tol

terhadap pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan

operasional. Faktor penyebab dominan terbentuknya Gardu Tol Otomatis

(GTO) berdasarkan analisis yang telah dilakukan GKM Pasteur adalah (1)

Contacless Smartcard Dispenser (CSD) rusak, yaitu alat untuk menulis

18

18

golongan, gerbang asal kendaraan di gardu masuk, (2) Kartu Tanda Masuk

Elektronik (KTME) tersangkut pada CSD, yaitu alat tanda bukti masuk jalan

tol pada sistem tertutup yang menunjukan identitas jenis kendaraan dan asal

gerbang tol yang menjadi informasi dalam penentuan tarif pada gardu

keluar, (3) Keterbatasan jumlah gardu, (4) Tidak ada kebijakan menambah

gardu yang rusak. Sedangkan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan

operasional dipengaruhi oleh (1) Kemauan kerja, (2) Kemampuan kerja, (3)

Etika kerja, (4) Kesejahteraan karyawan dan (5) Lingkungan kerja.

Sehingga hasil analisis deskriptif dari persepsi karyawan operasional

terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis dan faktor-faktor produktivitas

kerja, dapat memberikan masukan positif bagi perusahaan dalam upaya

peningkatan mutu dan layanan bertransaksi bagi pengguna jalan tol sesuai

dengan sasaran mutu perusahaan yaitu lancar, aman, dan nyaman.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

Peningkatan pelayanan lalu lintas melalui kelancaran bertransaksi pada gardu tol

sesuai dengan sasaran mutu

Pembentukan GKM Pasteur

Ide Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

Analisis deskriptif persepsi karyawan operasional terhadap GTO dan

faktor-faktor produktivitas kerja

Gardu Tol Otomatis (GTO): 1. Contacless Smartcard Dispenser

Rusak 2. KTME tersangkut pada CSD 3. Keterbatasan jumlah gardu 4. Tidak ada kebijakan menambah

gardu yang rusak

Faktor-faktor Produktivitas Kerja: 1. Kemauan kerja 2. Kemampuan kerja 3. Etika kerja 4. Kesejahteraan kerja 5. Lingkungan kerja

Persepsi Karyawan Operasional

19

19

3.2. Jenis Data dan Sumber Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi

menjadi data primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun

kuantitatif. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama

baik dari individu ataupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil

kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data

primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak

pengumpul data primer maupun pihak lain seperti dalam bentuk tabel

ataupun diagram. Sumber data primer berupa data langsung yang diterima

pengumpul data, sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen

perusahaan, buku, dan media elektronik yang terkait dengan penelitian.

3.3. Metode Penentuan Sampel

Penentuan jumlah sampel atau responden merupakan hal yang penting

dalam suatu penelitian, karena dibutuhkan sampel yang mewakili

karakteristik dari populasi penelitian yang diwakilinya. Menurut Umar

(2005), populasi merupakan sekumpulan satuan analisis yang terdapat

didalamnya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sampel adalah

bagian dari populasi yang dipilih untuk dilibatkan dalam penelitian, melalui

sampel diharapkan peneliti mengetahui informasi mengenai populasi.

Metode pengambilan sampel yang diterapkan adalah secara

convenience sampling, dimana metode ini paling murah dan cepat dilakukan

karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang akan

mereka temui. Ada beberapa macam yang dapat digunakan untuk

menentukan jumlah sampel dari suatu populasi, salah satunya adalah dengan

rumus slovin sebagai berikut:

� = �1 + � �� … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (1)

� = 1601 + 160 (0,1)� = 60 karyawan operasional

Keterangan:

20

20

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e = Persentase ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang

masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya nilai persentase

ketidaktelitian sebesar 10%.

Populasi yang diambil dalam penelitian ini yaitu karyawan operasional

pengumpul tol pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi yang

berjumlah 160 karyawan, dengan rumus slovin didapatkan sampel sebesar

60 karyawan operasional.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur sistematis dan standar untuk

memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Secara umum metode

pengumpulan data yang digunakan antara lain:

1. Metode pengamatan atau observasi, merupakan pengambilan data dengan

cara pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek

yang diteliti. Pengamatan harus dilakukan secara sistematis dan berkaitan

dengan tujuan penelitian. Pengamatan langsung terbagi menjadi dua,

yaitu pengamatan tidak berstruktur dan pengamatan berstruktur.

Pengamatan tidak terstruktur dilakukan peneliti tanpa mengetahui aspek-

aspek dari kegiatan yang ingin diamati relevan dengan tujuan

penelitiannya, sedangkan pada pengamatan berstruktur berbanding

terbalik dengan pengamatan tidak terstruktur. Pengamatan berstruktur

memiliki keunggulan yaitu isi pengamatan lebih sempit dan sistematis

sehingga peneliti dapat melakukan kontrol yang sesuai dengan keperluan

untuk menguji hipotesis dan memecahkan masalah penelitian.

2. Metode penggunaan pertanyaan, yaitu proses untuk memperoleh

keterangan melalui tanya jawab secara langsung maupun tidak langsung

untuk tujuan penelitian. Metode penggunaan pertanyaan secara langsung

(wawancara) merupakan proses interaksi antara pewawancara dan

responden dengan bertatap muka secara langsung. Pewawancara harus

mampu memperoleh keterangan yang lengkap dari responden untuk

21

21

mendukung tujuan penelitian. Hal ini dinilai efektif apabila pernyataan

yang diberikan terarah dengan baik. Wawancara dilakukan dengan

karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi, khususnya pada Bagian Pengumpul Tol dan Bagian Sumber

Daya Manusia. Sedangkan metode penggunaan pertanyaan secara tidak

langsung yaitu pengisian kuesioner. Kuesioner merupakan cara untuk

mengumpulkan data yang terdiri dari pernyataan logis berhubungan

dengan masalah penelitian. Pada setiap pernyataan yang terdapat dalam

kuesioner merupakan jawaban-jawaban yang memiliki makna dalam

menguji hipotesis untuk diuji. Penyebaran kuesioner pada penelitian ini

dilakukan kepada 60 orang responden yang merupakan karyawan

operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.

Kuesioner pada penelitian ini, dapat dilihat pada Lampiran 1. Kuesioner

dalam penelitian ini terdiri menjadi dua bagian yaitu:

a. Bagian data responden dari karyawan operasional yang meliputi

karakteristik demografi dan keadaan umum responden secara umum,

yang meliputi jenis kelamin karyawan, usia karyawan, tingkat

pendidikan terakhir karyawan, status kepegawaian karyawan dan masa

kerja karyawan.

b. Bagian pernyataan sikap yang dirasakan oleh responden terhadap

beberapa pertanyaan yang diajukan terkait dengan pelaksanaan Gardu

Tol Otomatis (GTO) berjumlah 15 pernyataan dan sebanyak 20

pernyataan yang diajukan berkaitan dengan faktor-faktor produktivitas

kerja karyawan operasional.

Langkah untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan Gardu Tol

Otomatis (GTO), peneliti melakukan pengamatan langsung keberadaaan

Gardu Tol Otomatis dan mencari informasi yang lengkap dari Gugus

Kendali Mutu (GKM) Pasteur. Sedangkan untuk mendapatkan informasi

mengenai faktor-faktor produktivitas kerja karyawan yang ada di PT Jasa

Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, peneliti melakukan

identifikasi awal terhadap sejumlah faktor-faktor produktivitas kerja

berdasarkan teori dan kemudian didiskusikan dengan pihak perusahaan.

22

22

Pernyataan yang diberikan kepada 60 responden, merupakan bentuk

pernyataan tertutup, dimana alternatif jawaban telah disediakan dalam

kuesioner.

3. Metode kepustakaan, merupakan tahapan persiapan untuk mencari serta

melengkapi untuk mendukung tujuan penelitian seperti data tinjauan

pustaka dan profil perusahaan. Tahapan selanjutnya adalah tahapan

pelaksanaan sebagai pelengkap sumber data karyawan pada perusahaan.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS 15.0 dari data

hasil kuesioner yang diperoleh selama penelitian. Pengolahan data kuesioner

dilakukan untuk mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap

pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas

kerja. Adapun tahapan kerja untuk pengolahan data dari kuesioner untuk

menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dan

faktor-faktor produktivitas kerja adalah:

1. Memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan

bobot tertentu pada setiap jawaban dengan menggunakan Skala Likert.

Skala likert menurut Umar (2005) yaitu skala yang berhubungan dengan

pertanyaan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Nilai skor yang

terdapat pada Skala likert merupakan nilai numerial yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5,

dimana setiap skor memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai skor dari

Skala likert pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Skala Likert

Tingkatan Skor Jawaban

Sangat Setuju/Sangat Sering/Sangat Bersedia/Sangat Puas 5 (A)

Setuju/Sering/Bersedia/Puas 4 (B)

Cukup Setuju/Cukup Sering/Cukup Bersedia/Cukup Puas 3 (C)

Kurang Setuju/Kadang-kadang/Kurang Bersedia/Kurang Puas 2 (D)

Tidak Setuju/Jarang/Tidak Bersedia/Tidak Puas 1 (E)

Sumber: Umar, 2005

23

23

Langkah untuk membuat Skala likert, yaitu sebagai berikut:

a. Mengumpulkan sejumlah pernyataan sesuai dengan sikap yang akan

diukur dan dapat diidentifikasikan dengan jelas.

b. Memberikan pernyataan-pernyataan tersebut kepada responden

untuk diisi dengan benar.

c. Respon dari responden terhadap setiap pertanyataan yang diajukan,

kemudian dijumlahkan dengan angka-angka dari setiap pernyataan.

d. Mencari pernyataan yang tidak dapat dipakai dalam penelitian

dengan acuan sebagai berikut:

1) Pernyataan yang tidak diisi dengan lengkap oleh responden.

2) Pernyataan yang secara totalnya respoden tidak menunjukkan

korelasi yang substansial dengan nilai totalnya.

e. Pernyataan-pernyataan hasil saringan akhir akan membentuk Skala

likert yang dapat dipakai untuk mengukur skala sikap serta menjadi

kuesioner baru untuk pengumpulan data berikutnya. Jawaban setiap

instrumen yang menggunakan Skala likert mempunyai gradasi dari

sangat positif sampai sangat negatif.

2. Memindahkan data dari lembar kuesioner ke lembar tabulasi dan

kemudidian menghitung nilai total dari masing-masing variabel dengan

menggunakan program SPSS 15.0.

3. Jawaban responden yang telah diberi bobot, kemudian dijumlahkan

untuk dijadikan skor penilaian terhadap variabel-variabel yang diteliti.

Adapun skor diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dengan

persentase jawaban.

Metode analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan

kuantitatif. Data kuesioner yang diperoleh, kemudian ditabulasikan dan diolah

secara sistematis untuk merumuskan suatu metode yang optimal dalam

penilaian karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero)

Tbk Cabang Purbaleunyi.

24

24

3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2005), Uji validitas dan Uji reliabilitas

dilakukan agar dalam memberikan kesimpulan penelitian, nantinya

tidak akan menimbulkan kekeliruan, serta tidak memberikan gambaran

yang jauh berbeda dengan keadaaan yang sebenarnya. Hasil penelitian

yang valid adalah jika terdapat kesesuaian antar data yang dikumpulkan

dengan data sebenarnya.

Uji validitas menunjukkan sampai dimana ketepatan dan

kecermatan alat ukur tersebut dalam melakukan fungsi ukurnya.

Langkah-langkah dalam melakukan Uji validitas kuesioner, yaitu:

1) Mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur,

yaitu dengan cara:

a. Mencari definisi, konsep dan literatur. Jika sekiranya sudah ada

rumusan yang cukup rasional, maka rumusan tersebut dapat

langsung dipakai, tetapi bila rumusan tersebut belum

operasional, maka peneliti harus merumuskannya kembali.

b. Jika dalam literatur tidak diperoleh definisi atau rumusan konsep

yang akan diukur, peneliti harus mendiskusikan dengan para ahli

lain. Pendapat para ahli ini kemudian disarikan ke dalam bentuk

rumusan yang operasional.

c. Menanyakan langsung kepada calon responden mengenai aspek-

aspek yang menyusun pertanyaan yang operasional.

2) Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden.

Jumlah responden minimal 30 orang, karena distribusi nilai akan

lebih mendekati normal dengan asumsi kurva normal.

3) Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

4) Menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan

total skor setiap pertanyaan dengan rumus Pearson Product

Moment Corelation, yaitu:

r�� = � ∑ � ! ∑ � ∑ "� ∑ �#! (∑$�)# $ "� ∑ #! (∑$ )# $ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (&)

25

25

Keterangan:

rxy = Korelasi antar X dan Y

n = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pernyataan

Y = Jumlah skor

5) Membandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka

kritik tabel korelasi nilai r. Bila nilai rhitung lebih besar dari nilai

rtabel, maka pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid.

Hasil data kuesioner yang dilakukan pada penelitian ini, diolah

dengan bantuan program Microsoft Excell 2007 dan program SPSS

15.0. Hasil uji validitas terhadap 60 responden, menghasilkan semua

nilai rhitung lebih besar nilai rtabel yaitu lebih besar dari 0,349. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil uji validitas terhadap 60 responden dapat

dinyatakan valid atau sah untuk dijadikan data dalam proses penelitian

berikutnya. Taraf kesalahan yang digunakan yaitu sebesar 5% (0,361).

Hasil uji validitas data kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2.

Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi

suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu

instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur

suatu objek atau responden. Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya

reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Untuk mengukur reliabilitas alat

ukur digunakan teknik Alpha cronbach sebagai berikut:

r'' = ( kk − 1 * +1 − ∑ σ�

σ-# . ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (/)

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan

∑σ2 = Jumlah ragam butir

σ I2 = Jumlah ragam total

26

26

Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki

nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,05 atau tingkat kepercayaan

sebesar 95%, nilai rtabel yang diperoleh yaitu sebesar 0,349. Hasil

perhitungan 60 responden terhadap pelaksanaan GTO dihasilkan nilai

alpha sebesar 0,751 dan nilai alpha yang dihasilkan terhadap faktor-

faktor produktivitas kerja sebesar 0,695. Berdasarkan hasil kuesioner

penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa

kuesioner yang telah disebarkan sudah reliable, sehingga kuesioner

dapat diandalkan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Hasil

perhitungan uji reliabilitas penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Pelaksanaan GTO dan Faktor-faktor Produktivitas Kerja

3.5.2 Analisis Persepsi

Analisis persepsi dilakukan dengan mengelompokkan jawaban

responden masing-masing dengan kriteria skala 1 sampai 5. Cara

perhitungan skor rataan adalah sebagai berikut:

0 = ∑ 12 . 42 ∑ 12 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (5)

Keterangan:

X = Bobot skor rataanoti

fi = Frekuensi pada kategori ke-i

wi = Bobot untuk kategori ke-i (1 sampai dengan 5)

Hasil nilai skor rataan kemudian ditentukan skala tiap

komponen dengan menggunakan rumus rentang skala (1-5). Nilai skor

rataan yang didapat adalah sebesar 0,8. Hal ini didapatkan dari hasil

perhitungan rumus sebagai berikut:

Reliability Statistics

,695 20

Cronbach'sAlpha N of Items

Reliability Statistics

,751 15

Cronbach'sAlpha N of Items

Uji reliabilitas GTO Uji reliabilitas Faktor-faktor produktivitas kerja

27

27

67 = ( 8 − 1 )8 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (9)

R7 = ( 5 − 1 )5 = 0,8

Keterangan:

Rs = Rentang skala

m = Jumlah alternatif jawaban tiap item

Nilai skor rataan yang dihasilkan dari perkalian antara bobot nilai

jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden,

kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor

rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang

skala yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Posisi Keputusan Penilaian Skor Ratan Keterangan

1,00 – 1,80 Sangat Tidak Setuju, Sangat Tidak Sering, Sangat Tidak Sanggup, Sangat Tidak Mampu, Sangat Tidak Sesuai

1,80 – 2,60 Tidak Setuju, Tidak Sering, Tidak Sanggup, Tidak Mampu, Tidak Sesuai

2,60 – 3,40 Cukup Setuju, Cukup Sering, Cukup Sanggup, Cukup Mampu, Cukup Sesuai

3,40 – 4,20 Setuju, Sering, Sanggup, Mampu, Sesuai

4,20 – 5,00 Sangat Setuju, Sangat Sering, Sangat Sanggup, Sangat Mampu, Sangat Sesuai

Sumber: Umar, 2005

Interpretasi untuk setiap posisi tersebut adalah apabila nilai skor

rataan yang dihasilkan berada pada rentang 1,0 sampai 1,8 maka

pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor

produktivitas kerja dikatakan sangat tidak baik. Nilai skor rataan yang

dihasilkan berada pada rentang 1,8 sampai 2,6 maka pelaksanaan

GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan tidak baik. Nilai

skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 2,6 sampai 3,4 maka

pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan

cukup baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 3,4

sampai 4,2 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas

kerja dikatakan baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada

28

28

rentang 4,2 sampai 5,0 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor

produktivitas kerja dikatakan sangat baik.

3.5.3 Uji F

Uji F digunakan untuk menguji secara serentak apakah setiap

variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

Menurut Sugiyono (2005) rumus yang digunakan Uji F adalah:

F = R� k⁄(1 − $R�)$ (n − k − 1)⁄ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (?)

Keterangan:

R = Koefisien korelasi ganda

k = Jumlah variabel independen

n = Jumlah anggota contoh

Taraf nyata (α) yang digunakan 5 %

Hipotesis yang digunakan adalah:

Ho : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor

produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan

operasional.

H1 : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor

produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan

operasional.

Pengambilan keputusan dengan Uji F dilakukan apabila suatu

faktor X akan mempengaruhi Y secara bersama-sama yang dapat

dilihat dari nilai Fhitung. Jika nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel,

maka minimal ada satu X yang mempengaruhi Y. Sedangkan jika nilai

Fhitung lebih kecil dari Ftabel, maka dipastikan tidak ada satu pun X yang

mempengaruhi Y. Keputusan diambil dengan ketentuan sebagai

berikut:

Tolak Ho : Jika nilai F hitung > nilai F tabel

Terima H1 : Jika nilai F hitung < nilai F tabel

29

29

3.5.4 Uji t

Uji t digunakan untuk menguji konstanta dari setiap variabel

independen. Hal ini berarti bahwa Uji t dapat mengetahui apakah

peubah bebas secara individu mempunyai pengaruh yang berarti

terhadap peubah respon (Sugiyono, 2005). Rumus yang digunakan

untuk mencari nilai thitung adalah:

tA-BC�D E b-Sb- ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (H)

Keterangan:

bt = Koefisien regresi masing-masing variabel

Sbi = Simpangan baku dari bi

SIE JKL∑ MKN (∑ O)#

P ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (Q)

Hipotesis yang digunakan adalah:

Ho : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor

produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan

operasional.

H1 : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor

produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan

operasional.

Pengambilan keputusan dengan Uji t, dilakukan apabila suatu

faktor X akan mempengaruhi Y, jika nilai thitung lebih besar dari nilai

ttabel atau nilai probabilitas hitung lebih kecil dari α (α = 5%). Pengaruh

disini berarti bahwa terjadi penolakan terhadap H0. Sedangkan

sebaliknya apabila nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel atau nilai

probabilitas hitung lebih besar dari α (α = 5%), yang menunjukkan

faktor X tidak memiliki pengaruh terhadap faktor Y. Keputusan

hipotesis diambil dengan ketentuan sebagai berikut:

Tolak Ho : Jika nilai t hitung > nilai t tabel atau nilai P value < α

Terima H1 : Jika nilai t hitung < nilai t tabel atau nilai P value > α

30

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum PT Jasa Marga (Persero) Tbk

Jasa Marga berdiri dengan nama PT Jasa Marga (Indonesia Highway

Corporation) berdasarkan Akta No. 1 pada tanggal 1 Maret 1978, kemudian

berubah menjadi PT Jasa Marga (Persero) berdasarkan Akta Nomor 187

pada tanggal 19 Mei 1981 di hadapan notaris Kartini Muljadi, SH. Pendirian

Jasa Marga telah sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969, tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun

1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang,

Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jasa Marga

(Persero) dan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1978 tentang Penyertaan

Modal Negara Republik Indonesia dalam Pendirian Perusahaan Jasa Marga

(Persero) di bidang Pengelolaan, Pemeliharaan dan Pengadaan Jaringan

Jalan Tol serta Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 90/KMK 06/1978 tanggal 27 Februari 1978 tentang Penetapan

Modal Perusahaan Perseroan PT Jasa Marga (Persero) di bidang jalan tol.

Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan berdasarkan Akta

Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 27 (12 September 2007) yang dibuat di

hadapan Notaris Poerbaningsih Adi Warsito, SH oleh karena Perseroan akan

mengembangkan skala usaha melalui Penawaran Umum Perdana Saham

kepada masyarakat, sehingga nama Perseroan diubah menjadi “Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporatama) Tbk”

atau disingkat PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Pada tanggal 12 November

2007, perusahaan telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia

untuk menjadi perusahaan terbuka, dimana pemerintah melepaskan 30%

sahamnya kepada masyarakat.

Perubahan PT Jasa Marga sebagai perusahaan terbuka diharapkan

dapat terus menjadikan perusahaan sebagai leader dalam industri jalan tol di

Indonesia. Sepanjang berdirinya hingga saat ini PT Jasa Marga (Persero)

Tbk telah memiliki sembilan cabang dan satu anak perusahaan yang telah

mengoperasikan ruas tolnya di seluruh Indonesia.

31

31

Visi PT Jasa Marga (Persero) Tbk yaitu, Menjadi perusahaan modern

dalam bidang pengembangan dan pengoperasian jalan tol, menjadi

pemimpin dalam industri jalan tol dengan mengoperasikan mayoritas jalan

tol di Indonesia, serta memiliki daya saing yang tinggi di tingkat nasional

dan regional. Sedangkan Misi perusahaan yaitu, Menambah panjang jalan

tol secara berkelanjutan, sehingga perusahaan menguasai paling sedikit 50%

panjang tol di Indonesia dan usaha terkait yang lainnya, dengan

memaksimalkan pemanfaatan potensi keuangan perusahaan dan

meningkatkan mutu serta efisiensi jasa pelayanan jalan tol melalui

penggunaan teknologi yang optimal dan penerapan kaidah-kaidah

manajemen perusahaan modern dengan tata kelola yang baik.

4.2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

Cabang Purbaleunyi merupakan salah satu cabang dari sembilan

cabang yang dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk, yang menghubungkan

ruas tol antara Purwakarta, Bandung dan Cileunyi. Perkembangan Cabang

Purbaleunyi diawali dengan pembangunan jalan tol Padaleunyi (Padalarang-

Cileunyi) pada tahun 1990 yang menghubungkan Padalarang menuju

Cileunyi sepanjang 63,9 km dan dilanjutkan pembangunan tol Cipularang

(2003) yang melintasi Cikampek menuju Padalarang sepanjang 58,5 km.

Keberadaan Tol Cipularang membuat waktu tempuh perjalanan dari Jakarta

menuju Bandung ataupun sebaliknya menjadi lebih cepat, yaitu sekitar dua

jam dari waktu tempuh semula empat jam melalui Puncak atau Purwakarta.

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi memiliki sembilan

Gerbang tol yaitu, (1) Sadang Jatiluhur, (2) Padalarang, (3) Pasteur,

(4) Pasir Koja, (5) Kopo, (6) M. Toha, (7) Buah Batu, (8) Cileunyi dan

(9) Baros. Kesembilan gerbang tol tersebut dioperasikan dengan sistem

transaksi tertutup, yaitu sistem transaksi pengumpul tol dimana pengguna

jalan tol diwajibkan membayar tarif tol pada gerbang tol keluar sesuai

dengan asal gerbang tol masuk dan jenis golongan kendaraan. Fasilitas

operasional yang dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

terdiri atas tujuh simpang susun, 20 jembatan perlintasan kendaraan dan 25

jembatan penyeberangan orang.

32

32

Struktur organisasi merupakan suatu kerangka dasar dalam

manajemen perusahaan yang menunjukan adanya hubungan antara berbagai

perusahaan, tanggung jawab, wewenang serta tugas kepada unit-unit

organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dan

merupakan alat manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

perusahaan. Struktur organisasi pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi, merupakan cabang dengan tipe A sesuai dengan Surat

Keputusan Direksi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Nomor: 92/KPTS/2006

Tanggal 29 Juni 2006 (Gambar 2). Rincian mengenai jumlah karyawan yang

terdapat pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dapat

dilihat pada Tabel 6.

Gambar 2. Struktur Organisasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

Kepala Cabang

Kabang Tol

Kopo

Kabang Tol

Moh. Toha

Kabang Tol

Pasir Koja

Kabang Tol

Bh. Batu

Kabang Tol

Pasteur

Kabang Tol

Padalarang

Kabang Tol Sadang & Jatiluhur

Kabang Tol

Cileunyi

Kabang Tol

Baros

Ka. Sub. Bag. Logistik

Ka. Sub. Bag.

Umum

Ka. Sub. Bag. SDM

Ka. Bag. SDM & Umum

Ka. Sub. Bag. PU

Ka. Bag. Pengumpul Tol

Ka. Sub. Bag. Pengawas.

Pengendalian & Evaluasi PT

Ka. Bag. Pelayanan

Lalin &Kamtib

Ka. Sub. Bag. Pelayanan & Keselamatan

Lalin

Ka. Sub. Bag. Kamtib

Ka. Sub. Bag. Manaj. Lalin

Ka. Sub. Bag. Pengawas,

Pengendalian & Pemeliharaan

Ka. Sub. Bag. Program

Pemeliharaan

Ka. Bag. Pemeliharaa

Ka. Sub. Bag. Akutansi & Perpajakan

Ka. Sub. Bag. Anggaran

Ka. Bag. Keuangan

33

33

Tabel 6. Jumlah Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.

Karyawan Cabang Purbaleunyi Jumlah karyawan

Kepala Cabang 1

Bagian SDM 12 Bagian Umum 9

Bagian Keuangan 13

Bagian Logistik 9

Bagian Pengumpul Tol 286

Bagian Lalin & Kamtib 127

Bagian Pemeliharaan 117

Bagian PU dan PKBL 5

Karyawan Outsourching 14

Jumlah 593 Sumber: PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi (2010)

Tugas dan wewenang jabatan fungsional dari struktur organisasi pada

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi adalah sebagai berikut:

1. Kepala Cabang

Fungsi pokok dari Kepala Cabang yaitu melakukan kegiatan operasional

Cabang yang meliputi pengelolaan sumber daya manusia beserta sarana

pendukungnya, operasional pengumpul tol, perencanaan, pembangunan,

pelayanan serta pemeliharaan jalan tol. Kepala Cabang membawahi

beberapa bagian yaitu, Kepala Bagian SDM dan Umum, Kepala Bagian

Keuangan, Kepala Bagian Pengumpulan Tol, Kepala Bagian Pelayanan

Lalu Lintas dan Keamanan Ketertiban, serta Kepala Bagian

Pemeliharaan.

2. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia dan Umum

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengelolaan SDM,

ketatausahaan, pengadaan barang atau jasa, pengembangan usaha serta

pembinaan usaha kecil dan koperasi di lingkungan Cabang. Kepala

Bagian SDM membawahi:

a. Sub Bagian Sumber Daya Manusia

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan fungsi administrasi

kepegawaian dan pengembangan SDM serta hubungan masyarakat di

Cabang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

34

34

b. Sub Bagian Umum

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan ketatausahaan dan

kerumahtanggaan Cabang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

c. Sub Bagian Logistik

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan berupa pengadaan

barang atau jasa dan administrasi barang, tanah dan bangunan Cabang.

d. Sub Bagian Pengembangan Usaha

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengembangan

usaha yang berkaitan dengan penyelenggaraan usaha jalan tol serta

pembinaan usaha kecil dan koperasi yang berlokasi disekitar Cabang.

3. Kepala Bagian Keuangan

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan dalam bidang

keuangan dan akuntansi untuk mendukung kelancaran operasional sesuai

dengan pelaksanaan, peraturan dengan tingkat kewenangan yang telah

ditetapkan. Kepala Bagian Keuangan membawahi:

a. Sub Bagian Akuntansi dan Perpajakan

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pembukuan

transaksi keuangan beserta perhitungan pajak sesuai dengan pedoman

akuntansi yang telah ditetapkan serta menyusun laporan keuangan.

b. Sub Bagian Anggaran

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan penyusunan dan

pengendalian rencana kerja dan anggaran tahunan Cabang serta

pengelolaan dana operasi atau kerja Cabang sesuai dengan pedoman

atau tata laksana dan tingkat kewenangan yang telah ditetapkan.

4. Kepala Bagian Pengumpul Tol

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengendalian

operasional pengumpulan tol sesuai prosedur operasional yang telah

ditetapkan. Kepala Bagian Pengumpul Tol membawahi:

a. Kepala Gerbang Tol

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengaturan dan

pengendalian operasional pengumpulan tol di gerbang sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan.

35

35

Kepala Gerbang Tol membawahi Kepala Shift Pengumpulan Tol

(KSPT). KSPT merupakan petugas shift operasi gerbang tol yang

mengatur pelayanan dan pengendalian di gerbang tol sesuai shift kerja

petugas pengumpul tol. Petugas pengumpul tol merupakan petugas

shift operasional gerbang tol yang secara langsung menangani

transaksi tol dengan pemakai jalan. Petugas pengumpul tol yang ada

pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terdiri dari

karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Minimnya petugas

pengumpul tol, menyebabkan pihak manajemen melakukan

penambahan karyawan dengan outsourcing.

b. Sub Bagian Pengawas Pengendalian dan Evaluasi Pengumpulan Tol

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengumpulan tol,

pemantauan dan evaluasi data hasil operasional pengumpulan tol di

gerbang-gerbang tol serta penyediaan dan pemeliharaan sarana

pengumpul tol sesuai dengan prosedur operasional yang telah

ditetapkan.

5. Kepala Bagian Pelayanan Lalu Lintas dan Keamanan Ketertiban

Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan,

pengaturan, keamanan dan ketertiban serta pengendalian lalu lintas di

seluruh wilayah operasional jalan tol, penyusunan usulan Standard

Operation Prosedur (SOP), menajemen dan rekayasa teknis lalu lintas

dalam rangka penanganan gangguan perjalanan, pengaturan lalu lintas,

pengelolaan informasi dan komunikasi dengan menggunakan sumber

daya yang ada, serta memperhatikan Standar Pelayanan Minimum (SPM)

jalan tol yang telah ditentukan. Kepala Bagian Pelayanan Lalu Lintas dan

Keamanan Ketertiban membawahi:

a. Sub Bagian Manajemen Lalu Lintas

Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan penyusunan

SOP program pengaturan lalu lintas yang meliputi keamanan lalu

lintas, sistem perambuan, sistem pelayanan lalu lintas, sistem

keamanan dan ketertiban, sistem informasi dan komunikasi, serta

kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan lalu lintas dengan

36

36

melakukan analisa dan evaluasi volume lalu lintas, data kecelakaan

lalu lintas, standar kebutuhan sarana operasional pelayanan lalu lintas,

serta standar pelayanan minimal jalan tol.

b. Sub Bagian Keamanan dan Ketertiban

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengamanan asset

perusahaan di Cabang meliputi tanah, jalan, bangunan, dan sarana

pelengkap peralatan dan asset lainnya.

c. Sub Bagian Pelayanan dan Keselamatan Lalu Lintas

Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan,

pengaturan dan keselamatan berlalu lintas di jalan tol. Keselamatan

berlalu lintas di jalan tol meliputi penanganan gangguan, hambatan

perjalanan, kecelakaan, penderekan, serta informasi dan komunikasi

termasuk prosedur pengoperasian kendaraan patroli, kendaraan dan

peralatan rescue, kendaraan ambulans dan peralatan medis, kendaraan

derek, pengelolaan dan pengoperasian sentral komunikasi, serta sarana

peralatan pendukung lainnya.

6. Kepala Bagian Pemeliharaan

Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pemeliharaan jalan tol,

bangunan dan sarana pelengkap lainnya serta elektronik dan kelistrikan

untuk mendukung operasional di Cabang.

a. Sub Bagian Program Pemeliharaan

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan inspeksi,

perencanaan, persiapan pemeliharaan prasarana operasi jalan tol dan

jalan penghubung, bagian-bagian jalan tol, perlengkapan jalan tol,

bangunan pelengkap jalan tol dan sarana penunjang pengoperasian

jalan tol.

b. Sub Bagian Pengawas Pengendalian dan Pemeliharaan

Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan evaluasi dan

menyusun Standard Operation Prosedur (SOP) pemeliharaan,

membuat laporan triwulan, semesteran, dan tahunan seluruh aktivitas

pemeliharaan serta pengendalian pelaksanaan pemeliharaan prasarana

operasional jalan tol.

37

37

4.3. Gugus Kendali Mutu Pasteur

Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur merupakan kelompok kerja yang

berada pada sub unit operasional pengumpul tol di Gerbang tol Pasteur pada

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Pembentukan GKM

Pasteur dilakukan pada tanggal 10 Juni 2005 yang terdiri dari enam anggota

kelompok yaitu fasilitator (Kepala Gerbang Tol Pasteur), ketua (Kepala

Shift Pengumpul Tol 1), sekretaris (Kepala Shift Pengumpul Tol 2) dan tiga

orang anggota GKM yang merupakan Petugas Pengumpul Tol. Keberadaan

kelompok Gugus Kendali Mutu pada Cabang Purbaleunyi terdapat di setiap

unit Gerbang Tol. Hal ini dilakukan, dalam rangka menerapkan sistem mutu

yang sesuai dengan standar ISO 9001:2000 dalam setiap proses kegiatan

manajemen maupun kegiatan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk

Cabang Purbaleunyi. Upaya untuk mendukung komitmen tersebut, maka PT

Jasa Marga (Persero) Tbk menetapkan kebijakan mutu sebagai berikut:

1. Mengusahakan jasa pelayanan yang bermutu tinggi untuk memenuhi

kelancaran, keamanan dan kenyamanan pelanggan.

2. Mendorong seluruh karyawan untuk selalu meningkatkan keterampilan

dan keahlian, selalu bertanggung jawab dan tertib dalam menjalankan

tugas melayani pelanggan.

3. Menyempurnakan sistem dan lingkungan kerja yang kondusif secara

terus menerus ke arah yang telah efektif dan efisien untuk mendukung

tercapainya mutu pelayanan.

Pembentukan GKM Pasteur dilakukan sebagai upaya untuk

meningkatkan pelayanan gerbang tol sesuai dengan Sasaran mutu yang telah

ditetapkan sekaligus menjadi tolok ukur untuk menciptakan kondisi lancar,

aman dan nyaman. Pelayanan transaksi di gerbang tol menjadi jasa utama

jalan tol yang perlu diperhatikan untuk memenuhi keinginan pengguna jalan

tol akan pelayanan yang prima, selain pelayanan konstruksi dan pelayanan

informasi. Pelayanan konstruksi meliputi konstruksi jalan dan kelengkapan

jalan yang di awasi oleh bagian Pemeliharaan dan Pelayanan Lalu Lintas,

sedangkan pelayanan informasi meliputi sentral komunikasi dan pelayanan

informasi terhadap para pengguna jalan baik berupa keluhan maupun

38

38

informasi. Aksesibilitas pengaturan pelaksanaan transaksi jalan tol harus

dicapai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dilakukan PT

Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Aksesibilitas Standar Pelayanan Minimum (SPM)

Proses pekerjaan pengumpul tol di gardu, yaitu:

2. Gardu masuk: pengumpul tol mengoperasikan gardu, pengumpul tol

melakukan transaksi menyerahkan KTM, pelanggan mengambil KTM

dan pelanggan meninggalkan area transaksi dengan puas.

3. Gardu keluar: pengumpul tol mengoperasikan gardu, pelanggan

menyerahkan Kartu Tanda Masuk (KTM) dan uang pembayaran,

pengumpul tol melakukan transaksi dengan menerima KTM dan uang

pembayaran, tanda terima transaksi yang diserahkan ke pelanggan dan

pelanggan meninggalkan area transaksi dengan puas.

4.3.1 Proses Kegiatan Kerja GKM Pasteur

Proses kegiatan GKM Pasteur dalam merespon keluhan pengguna

jalan tol mengenai antrian panjang kendaraan pada saat menuju Gerbang

Tol Pasteur untuk bertransaksi, mulai dilakukan pada bulan September

2007 sampai dengan April 2008. Gerbang Tol Pasteur merupakan

gerbang tol yang paling padat dilalui oleh kendaraan, khususnya pada

saat menjelang hari libur. Para anggota GKM Pasteur berkumpul untuk

membahas dan mengidentifikasi masalah keluhan pengguna jalan dan

selanjutnya mencari solusi terbaik.

Aksesibilitas

Strategi Tolak Ukur Penanggung Jawab

Waktu Transaksi a. Gardu Masuk (100 %) b. Gardu Keluar (100 %)

≤ 7 detik/kendaraan ≤ 11 detik/kendaraan

KepalaGerbang Tol / Kepala Shift Pengumpul Tol

Kapasitas Pelayanan a. Gardu Masuk (100 %) b. Gardu Keluar (100 %)

≤ 500 kendaraan/jam ≤ 300 kendaraan/jam

KBT/KSPT

Antrian Per jam a. Gardu Masuk (100 %) b. Gardu Keluar (100 %)

100 meter/30 detik 100 meter/60 detik

KBT/KSPT

Sumber: GKM Pasteur (2008)

39

39

Lama pertemuan yang dilakukan oleh Gugus yaitu tiga hingga

lima jam dalam seminggu dan total pertemuan sebanyak 26 pertemuan

atau persentase tingkat kehadiran Gugus sebesar 96%. Berdasarkan data

Corective and Preventive Action Request (CPAR) yang didapatkan dari

Manajemen Representatif (MR) diperoleh tiga kali keluhan masalah

antrian dari pengguna jalan tol. Data CPAR merupakan data permohonan

tindakan dan pencegahan yang dilakukan pada unit kerja dari Manajemen

Representatif. Manajemen Representatif kemudian menginstruksikan

kepada unit penanggung jawab yaitu Gugus Kendali Mutu Pasteur untuk

menganalisa masalah dan menindak lanjuti masalah dengan batas waktu

penyelesaian tertentu.

Langkah selanjutnya GKM Pasteur melakukan observasi dan rekap

data (rekaman data transaksi dan data lalu lintas per jam) mengenai

masalah antrian yang dikeluhkan oleh pelanggan di Gerbang Tol Pasteur.

Tahapan penyelesaian masalah yang dilakukan Gugus Kendali Mutu

Pasteur melalui pendekatan PDCA, yaitu:

1. P (Plan) yaitu langkah awal pelaksanaan pengendalian mutu dengan

membuat perencanaan atau alur proses, merumuskan prosedur dan

membuat ketentuan yang akan dibutuhkan. Langkah Gugus Kendali

Mutu Pasteur pada pendekatan ini, yaitu dengan cara menentukan

tema dan judul, menganalisa penyebab, menguji serta menentukan

penyebab dominan.

2. D (Do) yaitu langkah kedua untuk melakukan kegiatan pemeriksaan

terhadap rincian prosedur agar dapat dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Langkah GKM Pasteur pada pendekatan ini,

yaitu dengan membuat perencanaan dan melakukan perbaikan.

3. C (Check) yaitu langkah untuk memeriksa hasil kegiatan Gugus

secara berkesinambungan terhadap penerapan dan prosedur yang

sudah dilaksanakan. Langkah Gugus Kendali Mutu Pasteur pada

pendekatan ini dengan cara meneliti hasil, apakah hasil tersebut perlu

diperbaiki atau dapat dilanjutkan.

40

40

4. A (Action) yaitu langkah perbaikan terhadap hasil kegiatan Gugus

untuk segera dapat diimplementasikan. Langkah Gugus Kendali Mutu

Pasteur pada pendekatan ini dengan membuat standar baru dan

mengumpulkan data baru serta menentukan rencana selanjutnya.

4.3.2 Pendekatan PDCA untuk Menghasilkan Gardu Tol Otomatis

Upaya yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur untuk

mencari solusi peningkatan pelayanan gerbang tol yang sesuai dengan

Sasaran mutu dilakukan melalui pendekatan konsep PDCA (Plan, Do,

Check, Action). Pendekatan PDCA dipilih serta dijadikan konsep dasar

bagi Gugus Kendali Mutu Pasteur untuk melakukan perbaikan masalah

yang terjadi dan mencari solusi yang terbaik untuk peningkatan mutu.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM)

Pasteur dalam menghasilkan Gardu Tol Otomatis (GTO), dengan

pendekatan konsep PDCA yaitu:

1. Menentukan tema dan judul

Penentuan tema merupakan langkah awal Gugus Kendali Mutu

(GKM) Pasteur untuk menentukan pokok masalah. Sebelum

menentukan pokok masalah, dibutuhkan data survey keluhan pemakai

jalan serta data frekuensi antrian pada gardu tol. Untuk mendapatkan

data survey mengenai keluhan pemakai jalan, Gugus melakukan

survey kepada pengguna jalan tol di rest area Gerbang tol Pasteur.

Data hasil survey yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur (Tabel

8), terlihat sebanyak 46 persen dari 65 responden merasa tidak puas

terhadap antrian panjang di Gerbang tol Pasteur. Sedangkan data

frekuensi antrian pada gardu masuk diperoleh Gugus Kendali Mutu

Pasteur dengan observasi langsung terhadap antrian kendaraan yang

dihitung dari batas patok melebihi batas antrian 100 meter selama 30

menit. Selanjutnya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur

menyimpulkan dan memilih tema yaitu Mengurangi keluhan

pelanggan tentang antrian yang panjang di Gerbang tol Pasteur

terutama pada saat hari libur atau akhir pekan, yang dimulai pada

pukul 13.00-19.00 WIB (Gambar 3).

Gambar 3.

Tabel 8.

No. (Hasil Survey GKM PASTEUR)

1 Antrian

2 Pelayanan

3 Sikap

4 Lain-

Sumber: GKM Pasteur (2007)

Judul yang ditentukan oleh Gugus Kendali Mutu Pasteur yaitu

Optimalisasi kinerja gardu operasional Gerbang tol Pasteur minimum

175% selama 21 minggu, artinya Gugus mengharapkan waktu

transaksi gardu masuk tidak melebihi 4 detik dari waktu

Pelayanan Minimum)

175% (7/4 gardu masuk dikalikan 100%). Penentuan judul tersebut

merupakan upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam

meningkatkan produktivitas gardu masuk tanpa mengurangi kinerja

gardu keluar, tan

material transaksi (kartu transaksi) dan juga tanpa penambahan jumlah

petugas tol (pultol).

41

Gambar 3. Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur

Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol Permasalahan

(Hasil Survey GKM PASTEUR) Jumlah Responden

Antrian panjang di gerbang tol 30

Pelayanan gerbang tol kurang baik 16

Sikap petugas kurang simpatik 15

-lain 4

Jumlah 65

Sumber: GKM Pasteur (2007)

Judul yang ditentukan oleh Gugus Kendali Mutu Pasteur yaitu

Optimalisasi kinerja gardu operasional Gerbang tol Pasteur minimum

175% selama 21 minggu, artinya Gugus mengharapkan waktu

transaksi gardu masuk tidak melebihi 4 detik dari waktu

yanan Minimum), sehingga kinerja gardu masuk diharapkan

175% (7/4 gardu masuk dikalikan 100%). Penentuan judul tersebut

merupakan upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam

meningkatkan produktivitas gardu masuk tanpa mengurangi kinerja

gardu keluar, tanpa menambah mesin (peralatan), tanpa mengubah

material transaksi (kartu transaksi) dan juga tanpa penambahan jumlah

petugas tol (pultol).

41

Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur

Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol

Jumlah Responden Presentase

46 %

25 %

23 %

6 %

100 %

Judul yang ditentukan oleh Gugus Kendali Mutu Pasteur yaitu

Optimalisasi kinerja gardu operasional Gerbang tol Pasteur minimum

175% selama 21 minggu, artinya Gugus mengharapkan waktu

transaksi gardu masuk tidak melebihi 4 detik dari waktu SPM (Standar

sehingga kinerja gardu masuk diharapkan

175% (7/4 gardu masuk dikalikan 100%). Penentuan judul tersebut

merupakan upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam

meningkatkan produktivitas gardu masuk tanpa mengurangi kinerja

pa menambah mesin (peralatan), tanpa mengubah

material transaksi (kartu transaksi) dan juga tanpa penambahan jumlah

42

42

Karakteristik gardu pada Gerbang tol Pasteur yaitu jumlah gardu

keluar lebih banyak dari gardu masuk pada setiap harinya, yaitu 6

gardu keluar dan 3 gardu masuk. Hal tersebut merupakan instruksi

Kepala Gerbang Tol Pasteur, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 9. Jadwal petugas pengumpul tol terbagi menjadi tiga shift yaitu

Shift 1 (jam kerja operasional yaitu 06.00-14.00), Shift 2 (14.00-

22.00) dan Shift 3 (22.00-06.00).

Tabel 9. Perbandingan Rata-rata Kendaraan Gardu Masuk dan Keluar pada Shift 1

September 2007

Gardu Masuk

(kendaraan)

Gardu Keluar

September 2007

Gardu Masuk

(kendaraan)

Gardu Keluar

17 3.011 1.525 24 1.652 853 18 3.525 1.797 25 3.032 1.664 19 3.308 1.832 26 2.903 1.531 20 2.113 1873 27 2.867 1.475 21 3.354 1.891 28 3.053 1.587 22 3.509 1.874 29 2.811 1.546 23 3.568 1.940 30 2.697 1.990

Sumber: GKM Pasteur (2007)

2. Analisa penyebab

Analisa penyebab dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur

dengan cara mengeluarkan ide pikiran mereka (brainstorming) untuk

mencari penyebab dari kinerja gardu operasional yang belum optimal.

Hasil brainstorming tersebut berhasil diinventarisasi oleh GKM

Pasteur sebanyak 19 penyebab dan dipilih empat penyebab paling

dominan dari belum optimalnya gardu operasional dengan cara

membuat diagram sebab-akibat (Relation Diagram). Gambaran

mengenai diagram sebab akibat yang dilakukan oleh GKM Pasteur

dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut empat penyebab dominan

gardu operasional belum optimal yaitu;

a. Kartu Tanda Masuk Elektronik tersangkut pada Contacless

Smartcard Dispenser. KTME merupakan alat tanda bukti masuk

jalan tol pada sistem tertutup yang menunjukkan identitas jenis

kendaraan dan asal gerbang tol yang merupakan informasi dalam

penentuan tarif pada saat di gardu keluar.

43

43

b. Contacless Smartcard Dispenser rusak. CSD merupakan alat untuk

menulis golongan, gerbang asal kendaraan di gardu masuk.

c. Keterbatasan jumlah gardu.

d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru.

3. Uji hipotesa dan Menetapkan penyebab dominan

Uji hipotesa dilakukan GKM Pasteur terhadap keempat faktor

penyebab dominan dari kinerja gardu operasional yang belum optimal,

sehingga mengakibatkan antrian panjang (Tabel 10). Berdasarkan

hasil uji hipotesa yang dilakukan Gugus, terlihat bahwa keempat

penyebab dominan tersebut memiliki koefisien korelasi yang

dominan, sehingga Gugus menetapkan untuk melakukan perbaikan.

Hasil uji hipotesa disimpulkan bahwa:

a. Semakin banyak jumlah KTME yang tidak keluar, maka semakin

lama waktu bertransaksi yang dibutuhkan dengan korelasi positif

sebesar r = 0,87.

b. Semakin lama pengumpul tol memperbaiki card reader akibat CSD

rusak, maka akan semakin lama waktu transaksi yang dibutuhkan

untuk menunggu perbaikan, dengan korelasi positif (r = 0,88).

c. Semakin sedikit jumlah gardu yang dioperasikan akibat jumlah

gardu yang terbatas, maka akan semakin sedikit jumlah kendaraan

yang dilayani dengan korelasi positif sebesar r = 0,86

d. Semakin sedikit jumlah gardu operasional akibat tidak adanya

kebijakan membangun gardu baru, maka semakin besar terjadinya

frekuensi antrian dengan korelasi negatif sebesar r = 0,82.

Tabel 10. Koefisien Korelasi Penyebab Dominan

No. Penyebab Dominan Koefisien korelasi

Nilai r Persentase Derajat

1 CSD rusak r.1 0,880 26% 92

2 KTME tersangkut pada CSD

r.2 0,870 25% 91

3 Keterbatasan jumlah gardu

r.3 0,860 25% 90

4 Tidak ada kebijakan membangun gardu baru

r.4 0,820 24% 86

Jumlah 3,43 100% 360

Sumber: GKM Pasteur (2007)

44

44

4. Membuat rencana dan Melaksanakan perbaikan

Rencana perbaikan yang dilakukan oleh GKM Pasteur yaitu

dengan analisis penyebab dominan dari kinerja gardu operasional

yang belum optimal melalui pendekatan 5W+H questions yaitu why,

what, where, when, who dan how (Lampiran 4). Langkah selanjutnya

setelah membuat rencana, Gugus melaksanakan rencana perbaikan

tersebut dan melakukan monitoring hasil uji coba.

5. Meneliti hasil

Pada langkah ini GKM Pasteur meneliti hasil perbaikan yang

telah dilakukan dengan cara membandingan keempat penyebab

dominan tersebut dan menganalisa peningkatan produktivitas hasil

transaksi yang dibandingkan terhadap tema yang sudah ditentukan,

yaitu Mengurangi keluhan pelanggan tentang antrian di Gerbang tol

Pasteur terutama pada saat hari libur atau akhir pekan. Berdasarkan

hasil analisa yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur dengan

membandingkan sebelum dan sesudah perbaikan keempat faktor

penyebab dominan (Tabel 11), maka disimpulkan sebagai berikut:

a. Sesudah perbaikan, Kartu Tanda Masuk Elektronik yang tersangkut

pada Contacless Smartcard Dispenser (CSD) akibat tidak adanya

penyortiran khusus dapat berkurang hingga 92,3%.

b. Sesudah perbaikan, CSD yang sering rusak akibat sinar matahari,

sudah tidak terjadi lagi dengan keberhasilan 100%.

c. Sesudah perbaikan, penyebab tidak ada kebijakan membangun

gardu baru menjadikan Gugus berhasil menambah jumlah gardu

tanpa penambahan petugas yang semula 3 gardu menjadi 5 gardu

operasional (2 gardu berpetugas dan 3 gardu tanpa petugas). Hal ini

berarti, pencapaian hingga 166,7% telah dilakukan Gugus untuk

penambahan jumlah gardu.

d. Sesudah perbaikan, keterbatasan jumlah gardu keluar dapat

bertambah menjadi 8 gardu yang beroperasi dengan pencapaian

Gugus sebesar 133,3% .

45

45

Tabel 11. Perbandingan Faktor Penyebab Kinerja Gardu

No. Perbandingan Penyebab Frekuensi Perbaikan

Pencapaian Sebelum Sesudah

1 KTME tersangkut pada CSD 39 3 92,3 %

2 CSD rusak 52 0 100 %

3 Keterbatasan Jumlah gardu 6 8 133,3 %

4 Tidak ada kebijakan membangun gardu baru

3 5 166,7 %

Sumber: GKM Pasteur (2007)

Hasil analisa Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur terhadap

gardu yang sudah dimodifikasi pada Gerbang tol Pasteur, terlihat

produktifitas hasil transaksi gardu sesudah perbaikan menunjukkan

bahwa tingkat produktifitas gardu GTO mampu mempercepat

transaksi dari waktu Standar Pelayanan Minimum (SPM) selama 7

detik, menjadi rata-rata 3 atau tingkat keberhasilan mencapai 230%.

Perbandingan antrian sebelum dan sesudah perbaikan yang

dijadikan tema Gugus untuk mengurangi keluhan pelanggan tentang

antrian yang panjang di Gerbang tol Pasteur terutama pada saat hari

libur atau akhir pekan, dapat berhasil berkurang dengan tingkat

pencapaian 85%. Dampak positif dari keberadaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh GKM Pasteur

adalah:

1. Nilai tambah yang diperoleh akibat optimalisasi gardu yaitu

efisiensi biaya untuk sumber daya manusia atau tidak ada

penambahan petugas.

2. Mengurangi biaya untuk petugas karyawan kontrak waktu terbatas.

3. Meringankan pekerjaan, meskipun saat lalu lintas padat.

4. Memperbaiki mutu kesehatan kerja petugas.

5. Mampu memberikan pelayanan yang optimal selama 24 jam.

6. Petugas dapat beristirahat dalam kondisi gardu tetap terbuka.

6. Membuat standar baru

Pengujian melalui standar prosedur operasional, standar hasil

serta melakukan penggantian nama GTO merupakan langkah yang

dilakukan GKM Pasteur untuk membuat standar baru.

46

46

Pengujian dengan standar prosedur operasional meliputi standar

prosedur distribusi dan penyortiran Kartu Tanda Masuk Elektronik

(KTME), standar prosedur transaksi di gardu keluar dengan sistem

gardu tandem dan standar prosedur pelayanan transaksi kendaraan di

Gardu Tol Otomatis (GTO) yang diperuntukan untuk kendaraan

umum ataupun karyawan yang memiliki Bagde atau kartu Dinas untuk

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Gardu tandem

merupakan gardu yang berdiri sejajar atau berurutan kebelakang

dengan jumlah gardu satu atau lebih yang digunakan untuk melakukan

transaksi tol (Gambar 4). Setelah Gugus membuat standar prosedur

operasional maka langkah selanjutnya adalah membuat standar hasil

baru yang meliputi:

a. Tidak ada KTME dalam kondisi repair atau reject pada magazine.

Magazine atau stecker merupakan tempat penyimpanan KTME

pada gardu masuk maupun gardu keluar.

b. Transaksi di gardu GTO adalah 3 detik pada kondisi lancar.

c. Kondisi gardu operasional pada kondisi normal yaitu gardu masuk

terdiri dari 2 Gardu Berpetugas Transaksi (GPT) dan 3 gardu GTO,

sedangkan gardu keluar yang beroperasi sebanyak 6 gardu.

d. Kondisi operasional pada kondisi lalu lintas padat yaitu gardu

masuk terdiri dari 2 Gardu Berpetugas Transaksi (GPT) dan 3

gardu operasi GTO, sedangkan gardu keluar terdiri dari 7 gardu

utama dan 2 gardu tandem

Gambar 4. Peralatan pada Gardu Transaksi, Gardu Tandem, Gardu Tol Otomatis

47

47

Hasil pengujian yang telah dilakukan Gugus maka sesuai

dengan fungsi dan cara kerja gardu yang bekerja secara otomatis.

Untuk lebih jelasnya perbandingan gardu masuk sebelum dan sesudah

perbaikan dapat di lihat pada Lampiran 5. Gugus Kendali Mutu

Pasteur menarik kesimpulan bahwa kepanjangan dari GTO yang

sebelumnya adalah Gardu Tanpa Orang, kemudian berubah menjadi

Gardu Tol Otomatis (GTO). Perubahan nama tersebut kemudian

disetujui oleh Kepala Cabang PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi, dan menginstruksikan untuk menerapkan Gardu Tol

Otomatis pada gerbang tol lainnya yaitu Gerbang Tol Baros, Cileunyi,

Pasir Koja dan Padalarang Timur.

7. Mengumpulkan data baru dan Menentukan rencana selanjutnya

Pada langkah ini Gugus mengukur frekuensi persoalan dari

kesalahan pelaporan dan kerusakan alat transaksi, mengukur biaya

terhadap persoalan, mengukur waktu yang digunakan terhadap

persoalan, mengukur kerugian pelanggan terhadap persoalan. Hasil

penelitian GKM Pasteur tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

Kesalahan pelaporan memiliki frekuensi lebih besar dibandingkan

kerusakan alat yaitu sebanyak 72 kali kejadian, sehingga

menyebabkan kerugian biaya bagi perusahaan sebesar Rp 864.000.

Sedangkan kerusakan alat transaksi menimbulkan kerugian waktu

transaksi sebesar 720 menit dan mengakibatkan kerugian terhadap

pelanggan karena adanya waktu tunggu transaksi. Rencana GKM

Pasteur selanjutnya adalah mengurangi kerusakan alat transaksi.

Tabel 12. Pengaruh Kesalahan Pelaporan dan Kerusakan Alat

No. Kerugian Kesalahan Pelaporan

Kerusakan Alat

Jumlah

1 Frekuensi persoalan 72 60 132

2 Biaya yang timbul (Rupiah) 864.000 420.000 1.284.000

3 Waktu bagi Gerbang Tol Pasteur (menit)

504 720 1.224

4 Waktu bagi pelanggan (menit) 0 720 720

Sumber: GKM Pasteur (2008)

48

48

4.4. Karakteristik Karyawan Operasional

Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 60 orang

responden yang merupakan karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero)

Tbk Cabang Purbaleunyi. Karakteristik karyawan dilihat berdasarkan jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status kepegawaian dan masa

kerja karyawan. Karakteristik karyawan operasional secara rinci dijabarkan

pada Tabel 13.

PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi pada dasarnya tidak

membatasi gender dalam mempekerjakan karyawan, namun untuk pekerjaan

operasional khususnya pelaksana lapangan, perusahaan lebih banyak

mempekerjakan karyawan berjenis kelamin laki-laki. Hal ini karena,

karyawan yang berjenis kelamin laki-laki dinilai lebih mampu bekerja pada

bagian operasional yang bersifat teknis di lapangan, sedangkan penempatan

karyawan yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak pada bagian

administrasi. Komposisi karyawan operasional menurut jenis kelamin

didominasi oleh karyawan laki-laki sebanyak 50 karyawan (83%) dan

karyawan perempuan sebanyak 10 karyawan (17%).

Tabel 13. Karakteristik Karyawan Operasional

Karakteristik Karyawan Jumlah (orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 50 83

Perempuan 10 17

Usia

≤ 30 Tahun 10 17

31-45 Tahun 37 61

≥ 46 Tahun 13 22

Pendidikan

Terakhir

SLTA 32 53

D3 20 33

S1 7 12

S2 1 2

Masa Kerja

≤ 2 Tahun 1 2

3-5 Tahun 7 12

6-10 Tahun 12 20

≥ 11 Tahun 40 66

49

49

Produktivitas karyawan dapat ditentukan berdasarkan tingkat usia,

karena usia mempengaruhi kemampuan karyawan dalam menyerap

pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Secara

umum, rentang usia 25-55 tahun merupakan masa produktif bekerja untuk

berkerja dan berkarya. Usia yang ditetapkan pada karyawan operasional

Cabang Purbaleunyi berkisar antara 18-56 tahun. Kelompok usia karyawan

operasional dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

sebanyak 10 karyawan (17%) berusia ≤ 30 tahun, 37 karyawan (61%)

berusia 31-45 tahun dan 13 karyawan (22%) berusia ≥ 46 tahun. Jumlah

karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi didominasi pada kelompok usia 31-45 tahun, karena karyawan

operasional telah merasakan kenyamanan dalam bekerja sehingga mereka

lebih memilih situasi yang tidak beresiko seperti mencari pekerjaan atau

memilih usaha baru lainnya.

Pendidikan terakhir karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero)

Tbk Cabang Purbaleunyi terbagi menjadi empat kelompok yaitu sebesar

53% atau 32 karyawan berpendidikan SLTA, 33% (20 karyawan) tingkat

pendidikan jenjang Diploma (D3), 12% (7 karyawan) tingkat pendidikan

sarjana (S1) dan 2% (1 karyawan) dengan tingkat pendidikan pasca sarjana

(S2). Berdasarkan Tabel 13, tingkat pendidikan terakhir karyawan

operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi didominasi

oleh karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA. Hal ini disebabkan pada

tahun 80-an merupakan awal berdirinya PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang

mensyaratkan penerimaan karyawan baru di bagian operasional minimal

setingkat SLTA, namun bukan berarti mereka yang berpendidikan SLTA

tidak mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Sebagai asset yang

berharga, perusahaan memberdayakan karyawan melalui pendidikan dan

pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang

sebagai upaya mempersiapkan berbagai tantangan yang ada di industri jalan

tol. Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan,

keterampilan, sikap dan jenis program (organisasi dan perusahaan,

keterampilan teknis dan pendukung, kepemimpinan dan manajemen,

50

50

pengembangan pribadi). Pada dasarnya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk lebih

menitikberatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

karyawan yang sudah ada daripada harus merekrut karyawan baru, dengan

memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kinerja mereka. Awal tahun

2000, penerimaan karyawan baru untuk posisi operasional minimal D3 atau

S1, kondisi ini diharapkan perusahaan dapat menghasilkan tenaga kerja

yang lebih produktif dan kreatif untuk membangun perusahaan.

Masa kerja karyawan menggambarkan bagaimana tolak ukur

karyawan dalam memahami keberadaan perusahaan tempat mereka bekerja.

Karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

sebagian besar mereka telah bekerja diatas 11 tahun. Hal ini berarti sebagian

karyawan telah memiliki pengalaman kerja yang lama dan terbiasa

melakukan pekerjaannya, sehingga jumlah kesalahan yang dilakukan relatif

kecil. Faktor kenyamanan yaitu kesejahteraan karyawan dan lingkungan

kerja yang kondusif menjadi alasan utama karyawan operasional mampu

bertahan untuk bekerja selama ≥ 11 tahun. Bagi seluruh karyawan tetap,

program kesejahteraan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sudah memenuhi

standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Program kesejahteraan tersebut

meliputi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), fasilitas kesehatan,

program pensiun, tunjangan pajak, Tunjangan Hari Raya (THR)

Keagamaan, tunjangan cuti, jaminan asuransi kecelakaan tinggi (khusus

Petugas Operasional), santunan kematian, seragam dinas, fasilitas pinjaman,

pendidikan, perumahan atau kendaraan, mobil dinas, pelatihan dan

pengembangan, pencegahan polusi kerja (khusus petugas pengumpul tol),

jasa produksi sesuai kinerja pegawai serta fasilitas olah raga, kesenian,

keagamaan dan rekreasi. Pengadaan program pensiun bagi karyawan tetap

yang dikelola oleh Dana Pensiun Jasa Marga diatur dalam keputusan

Direksi No. 76 KPTS/2004 tentang Regulasi dan Pensiun Perseroan. Syarat

usia pensiun karyawan adalah 56 tahun, dengan pengecualian usia 45 tahun

untuk program pensiun yang dipercepat. Jumlah manfaat pensiun yang

diterima dihitung berdasarkan penghasilan dasar pensiun dan masa bakti

karyawan selama bekerja.

51

51

4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

Pemanfaatan teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis

(GTO) merupakan salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa

pelayanan yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi. Pemanfaatan teknologi yang optimal dengan dukungan

pemberdayaan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan

produktivitas kerja karyawan yang pada akhirnya memberikan value added

bagi perusahaan serta menghapus persepsi yang mengatakan bahwa

pemanfaatan teknologi dapat mengabaikan nilai kemanusiaan bagi

karyawan. Analisis persepsi dilakukan untuk mengetahui penaksiran atau

penentuan nilai, kualitas, atau status karyawan operasional yang operasional

yang berhubungan dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan

faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional pada PT Jasa Marga

(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Para karyawan operasional sebelumnya

diberikan kuesioner yang berisi beberapa pernyataan mengenai GTO dan

faktor-faktor produktivitas kerja karyawan.

4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan GTO

Persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk

Cabang Purbaleunyi terhadap pengaruh pelaksanaan Gardu Tol

Otomatis (GTO), dilakukan untuk mengetahui bagaimana penilaian

karyawan terhadap pelaksanaan kinerja gardu operasional sebelum

pelaksanaan GTO yang berkaitan dengan kelancaran arus lalu lintas

kendaraan pada saat bertransaksi di gerbang tol. Hasil persepsi

karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dapat dilihat pada

Tabel 14.

a. KTME tersangkut pada CSD

Persepsi karyawan operasional terhadap Kartu Tanda Masuk

Elektronik yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser

dapat dilihat pada Tabel 15. Menurut karyawan operasional,

penutupan gardu pernah dilakukan sebelum pelaksanaan GTO,

akibat KTME yang tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,52).

52

52

Tabel 14. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

Pernyataan

Skor Nilai Skor

Rataan

Keterangan STS = 1 TS = 2 CS = 3 S = 4 SS = 5

n % n % n % n % n %

a.

KT

ME

te

rsa

ngku

t CS

D

Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan

30 50,0 28 46,67 2 333 3,52 Setuju

Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) masih sering tersangkut pada CSD

4 6,66 41 68,34 15 25,0 3,18 Cukup Setuju

Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pemakai jalan tol

1 1,67 11 18,34 46 76,66 2 3,33 3,08 Setuju

b.

Ke

rusa

kan

CS

D

GTO telah berfungsi dengan baik, tanpa perlu diawasi

10 16,67 32 53,33 17 28,33 1 1,67 3,14

Cukup Setuju

Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol

15 25,0 36 60,0 9 15,0 3,90 Setuju

Contacless Smart Dispenser (CSD) sering mengalami gangguan

1 1,67 42 70,0 17 28,33 3,26 Cukup Setuju

Badge Dinas selalu terbaca dengan baik oleh Contact Smartcard Terminal (CST)

1 1,67 21 35,0 38 63,33

3,61 Setuju

c. K

ete

rbat

asa

n ju

mla

h ga

rdu

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk

27 45,0 30 50,0 3 5,0 3,60 Setuju

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar

28 46,67 24 40,0 8 13,33 2,66

Cukup Setuju

Keberadaan GTO membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi

19 31,67 33 55,0 8 13,33 3,81 Setuju

Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah gardu

9 15,0 21 35,0 26 43,34 4 6,66 3,41 Setuju

Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol

1 1,67 16 26,66 37 61,67 6 10,0 3,79 Setuju

d. T

idak

ada

keb

ijaka

n

m

em

bang

un

gard

u

Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar

2 3,33 31 51,67 25 41,67 2 3,33 3,43 Sangat Setuju

Pembangunan GTO baru selain untuk golongan kendaraan I

7 11,67 46 76,66 7 11,67 3,99 Setuju

GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern

5 8,33 31 51,67 24 40,0 4,31

Sangat Setuju

Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar

2 3,33 31 51,67 25 41,67 2 3,33 3,43 Sangat Setuju

Jumlah Skor Rataan 3,65 Setuju

53

53

Tabel 15. Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME Tersangkut CSD

CSD merupakan alat untuk menulis golongan dan gerbang asal

kendaraan pada gardu masuk. Artinya, sebelum pelaksanaan GTO,

penutupan gardu pernah dilakukan pada saat volume kendaraan

sedang padat yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu.

Menurut karyawan operasional, KTME masih cukup sering

tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,18). Artinya sebelum

pelaksanaan GTO, KTME cukup sering tersangkut pada CSD, akibat

kondisi KTME yang sudah rusak namun masih tetap digunakan. Hal

ini terjadi karena tidak adanya prosedur pemeriksaan secara khusus.

Upaya yang dilakukan Gugus untuk mengatasi masalah

tersebut, maka dilakukan sistem penyortiran dan distribusi Kartu

Tanda Masuk Elektronik (KTME) serta melakukan perawatan dan

pemeriksaan KTME secara rutin oleh petugas pengumpul tol. Sistem

penyortiran KTME terdiri kedalam tiga kategori yaitu ready, repair

dan reject. Ciri kategori KTME Ready yaitu kartu dalam kondisi

fisik tidak terkelupas, tidak sobek, kartu tidak patah, permukaannya

rata, tidak ada kotoran yang menempel dan nomer serial lengkap.

Ciri kategori KTME Repair yaitu kartu dalam kondisi kotor,

terkelupas, nomer seri tidak lengkap dan gambar cover kartu yang

tidak jelas dan perlu diperbaiki. Ciri kategori Reject yaitu kartu tidak

dapat terbaca oleh Contactless Smartcard Dispenser (CSD),

permukaan kartu tidak rata dan kartu patah. Untuk lebih jelasnya,

gambaran KTME, CSD dan ALB dapat dilihat pada Gambar 5.

Faktor Skor Rataan Keterangan

a. K

TM

E te

rsan

gku

t p

ada

CS

D

Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan

3,52 Setuju

Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) masih sering tersangkut pada CSD

3,18 Cukup Sering

Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pemakai jalan tol

3,80 Setuju

Jumlah 3,50 Setuju

54

54

Gambar 5. Contactless Smartcard Dispenser, Kartu Tanda Masuk Elektronik, Automatic Line Banner

Persepsi karyawan operasional dengan skor rataan sebesar

3,80 menyatakan bahwa Automatic Line Banner (ALB) akan selalu

terbuka secara otomatis bersamaan dengan Kartu Tanda Masuk

Elektronik yang diambil oleh pemakai jalan tol. Artinya, apabila

KTME mengalami gangguan secara otomatis ALB tidak dapat

membuka sendiri, sehingga hal ini yang mengakibatkan antrian

panjang kendaraan pada gardu. ALB merupakan alat yang berfungsi

untuk membuka lajur ketika transaksi pada gardu masuk dimulai dan

menutup lajur saat kendaraan melewatinya. Secara umum dapat

disimpulkan bahwa, keberadaan Gardu Tol Otomatis menurut

karyawan operasional telah membantu mengatasi masalah antrian

kendaraan di gardu, akibat Kartu Tanda Masuk Elektronik sering

yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser (CSD)

dengan jumlah skor rataan sebesar 3,50.

b. CSD rusak

Persepsi karyawan operasional terhadap kerusakan pada CSD

dapat dilihat pada Tabel 16. Menurut karyawan operasional, Gardu

Tol Otomatis (GTO) sudah cukup berfungsi dengan baik tanpa perlu

diawasi (skor rataan sebesar 3,24). Artinya, karyawan operasional

menilai pengawasan terhadap GTO masih perlu dilakukan, meskipun

sesuai dengan fungsi GTO yang bekerja secara otomatis tanpa perlu

diawasi oleh petugas pengumpul tol. Pengawasan dilakukan, untuk

menghindari apabila terjadi kerusakan pada GTO yang dapat

55

55

menyebabkan terganggunya transaksi tol dan antrian kendaraan.

Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO dapat dengan

mudah digunakan pemakai jalan tol (skor rataan sebesar 3,90).

Artinya, karyawan operasional berpendapat bahwa pengguna jalan

tol saat ini sudah paham akan kinerja Gardu Tol Otomatis yang

dinilai lebih cepat dan praktis.

Sebelum pelaksanaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan

operasional CSD cukup sering mengalami gangguan akibat terlalu

sering terkena sinar matahari (skor rataan sebesar 3,26). Artinya,

keberadaan GTO cukup membantu mengatasi CSD yang rusak.

Kerusakan pada Contactless Smartcard Dispenser terjadi akibat

CSD sering tertimpa sinar matahari, sehingga card reader yang tidak

dapat berfungsi dengan baik untuk membaca dan mengeluarkan

Kartu Tanda Masuk Elektronik. Akibat kejadian tersebut, berdampak

pada antrian yang panjang pada gerbang tol. Solusi yang dilakukan

Gugus untuk CSD rusak akibat terkena sinar matahari, maka dibuat

penutup CSD dan menyiapkan Contactless Smartcard Terminal

(CST) untuk mengatasi apabila CSD rusak karena penyebab lain.

CST merupakan alat pembaca kartu identitas dinas (Bagde) bagi

karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,

khususnya Kepala shift dan Pengumpul tol.

Kartu Dinas atau Badge Dinas, menurut karyawan operasional

selalu terbaca dengan baik oleh CST (skor rataan sebesar 3.61).

Setelah pelaksanaan GTO, Contactless Smartcard Terminal dapat

membaca Badge Dinas dengan baik, sehingga CST dapat mengatasi

apabila CSD mengalami kerusakan. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa, karyawan operasional setuju dengan keberadaan Gardu Tol

Otomatis yang dapat mengatasi masalah kerusakan CSD, dengan

jumlah skor rataan sebesar 3,47. Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) dinilai penting, karena kerusakan pada Contactless

Smartcard Dispenser (CSD) membutuhkan waktu yang lama untuk

melakukan perbaikan, sehingga mengakibatkan antrian di gardu.

56

56

Tabel 16. Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD Rusak

d. Keterbatasan jumlah gardu

Permasalahan jumlah gardu yang terbatas berkaitan erat

dengan tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, sehingga

perlu mengoptimalisasi pemanfaatan gardu operasional yang ada.

Persepsi karyawan operasional terhadap keterbatasan jumlah gardu

dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut karyawan operasional,

keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) mengurangi antrian lalu

lintas pada gardu masuk (skor rataan 3,60). Artinya, karyawan

menilai setuju bahwa pelaksanaan GTO mampu mempercepat

transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum yang

ditetapkan yaitu selama tujuh detik, menjadi rata-rata tiga detik.

Keberadaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan

operasional dapat mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar

(skor rataan sebesar 2,66). Artinya pelaksanaan GTO mampu

mempercepat transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum

yang ditetapkan yaitu selama 11 detik, menjadi rata-rata 7 detik.

Menurut karyawan operasional, keberadaan Gardu Tol Otomatis

membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai

pelayanan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,81). Artinya, keluhan

pelanggan terhadap antrian panjang pada gardu tol telah diatasi

dengan keberadaan GTO yang dapat mempercepat proses transaksi.

Keberadaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional

menjadi solusi terhadap keterbatasan jumlah gardu yaitu dengan skor

rataan 3,41.

Faktor Skor Rataan Keterangan

b.

CS

D r

usa

k

GTO sudah berfungsi dengan baik, tanpa perlu diawasi

3,14 Cukup Setuju

Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol

3,90 Setuju

Contacless Smart Dispenser (CSD) sering mengalami gangguan 3,26

Cukup Sering

Badge Dinas selalu terbaca dengan baik oleh Contact Smartcard Terminal (CST)

3,61 Setuju

Jumlah 3,47 Setuju

57

57

Tabel 17. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan Jumlah Gardu

Keberadaan GTO menurut karyawan operasional menjadi

solusi keterbatasan petugas pengumpul tol (skor rataan sebesar 3,79),

karena selama ini kebutuhan akan petugas pengumpul tol di PT Jasa

Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih kurang, sehingga

perusahaan lebih memilih untuk melakukan outsourching petugas

pengumpul tol. Hal ini dilakukan perusahaan, karena tidak adanya

kebijakan menambah petugas pengumpul tol, serta keterbatasan

biaya untuk merekrut karyawan baru. Secara umum dapat

disimpulkan bahwa, menurut karyawan operasional keberadaan

Gardu Tol Otomatis (GTO) menjadi solusi terbatasnya jumlah gardu

(jumlah skor rataan sebesar 3,45). Selain Gardu Tol Otomatis

(GTO), solusi lain untuk mengoptimalisasi gardu operasional yaitu

dengan membangun GTO gardu tandem. Gardu tandem merupakan

gardu transaksi tol yang dibangun berdiri sejajar berurutan

kebelakang satu atau lebih. Gardu tandem tersebut dibuat agar

pelayanan transaksi menjadi lebih cepat sehingga mengurangi

penumpukan kendaraan di depan gardu. Upaya Gugus Kendali Mutu

(GKM) Pasteur menghadapi keterbatasan jumlah gardu melalui

pengoperasian Gardu Tol Otomatis dan GTO gardu tandem, yang

tentunya memiliki pengaruh terhadap kelancaran pelayanan transaksi

jalan tol.

Faktor Skor Rataan Keterangan

c.

Ket

erb

atas

an ju

nla

h g

ard

u

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk

3,60 Setuju

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar

2,66 Cukup setuju

Keberadaan GTO membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi

3,81 Setuju

Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah gardu

3,41 Setuju

Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol

3,79 Setuju

Jumlah 3,45 Setuju

58

58

d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru

Kebijakan menambah gardu tol baru merupakan suatu

kebijakan yang berbiaya besar, karena penambahan gardu tol berarti

menambah lahan baru untuk gardu tol tersebut, menambah bangunan

gardu tol, peralatan baru, sumber daya manusia, dan cukup banyak

biaya yang terkait lainnya. Kedala utama yang dihadapi PT Jasa

Marga (Persero) Tbk dalam memperluas jaringan jalan tol adalah

permasalahan lahan. Kondisi lahan yang sangat terbatas terutama

pada daerah perkotaan, selain itu masih sulitnya masalah

pembebasan lahan karena harga lahan yang mahal, menjadi

penambahan gardu tol baru sulit untuk terealisasikan.

Persepsi karyawan operasional mengenai tidak adanya

kebijakan membangun gardu baru dapat dilihat pada Tabel 18.

Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO perlu diterapkan

juga pada gardu keluar dengan optimalisasi gardu operasional keluar

yang ada, seperti penggunaan e-toll payment (skor rataan sebesar

3,43). Penggunaan e-toll payments dapat mempermudah dan

mempercepat transaksi bagi pengguna jalan dan juga pengumpul tol

karena keterbatasan uang kembali untuk pengguna jalan tol.

Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), menurut karyawan

operasional dapat dilakukan selain untuk golongan kendaraan I (skor

rataan sebesar 3,99). Golongan kendaraan I yang dimaksud adalah

kendaraan pribadi jenis sedan atau minibus, sedangkan Golongan

kendaraan II, III, IV dan V yaitu truk dan container atau kendaraan

sejenis lainnya. Kendaraan diluar Golongan I yang menggunakan

jalan tol Cabang Purbaleunyi cukup banyak, hal ini berdampak

antrian panjang khususnya pada saat weekend. Keberadaan GTO,

menurut karyawan operasional dapat dimodifikasi kembali agar lebih

modern (skor rataan sebesar 4,31). Modifikasi gardu operasional

dengan konsep GTO menjadi solusi yang optimal ditengah kondisi

tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, namun GTO yang

ada di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih semi

59

59

otomatis yaitu pengguna jalan tol harus menekan tombol yang ada di

Gardu Tol Otomatis (GTO) untuk mendapatkan Kartu Tanda Masuk

(KTM). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan mekanisme GTO

agar pengguna tidak perlu menekan tombol saat akan mengambil

Kartu Tanda Masuk (KTM) dengan memodifikasi mesin TCT agar

dapat dioperasikan secara otomatis. Toll Collector Terminal (TCT)

merupakan peralatan yang berfungsi untuk membantu petugas

pengumpul tol dalam melakukan transaksi tol. Secara umum dapat

disimpulkan, bahwa karyawan operasional sudah setuju untuk

mencari solusi lain dari tidak adanya kebijakan membangun gardu

baru (jumlah skor rataan 3,91).

Tabel 18. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada Kebijakan Membangun Gardu Baru

4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor

produktivitas kerja menunjukkan bagaimana penilaian karyawan

terhadap produktivitas kerja diri mereka sendiri dalam menjalankan

pekerjaan mereka sehari-hari di perusahaan. Faktor-faktor produktivitas

kerja dapat dilihat berdasarkan faktor kemauan kerja, kemampuan kerja,

etika kerja, kesejahteraan kerja dan lingkungan kerja karyawan. Hasil

persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi terhadap faktor-faktor produktivitas kerja mereka dapat

dilihat pada Tabel 19.

Faktor Skor Rataan Keterangan

c. T

idak

ad

a ke

bija

kan

m

emb

angu

n g

ard

u b

aru

Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar

3,43 Setuju

Pembangunan GTO baru selain untuk golongan kendaraan I

3,99 Setuju

GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern

4,31 Setuju

Jumlah 3,91 Setuju

60

60

Tabel 19. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja

Pernyataan Skor Nilai

Skor Rataan

Keterangan STS = 1 TS = 2 CS = 3 S = 4 SS = 5 n % n % n % n % n %

a.

Ke

mau

an k

erja

Bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang dilakukan

3 5,0 46 76,66 11 18,34 4,13 Bersedia

Memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan

7 11,67 44 73,33 9 15,0 4,03 Bersedia

Mematuhi segala peraturan kerja yang ada

11 18,34 33 55,0 16 26,66 4,08 Bersedia

Selalu bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi

1 1,67 16 26,66 31 51,67 12 20,0 3,90 Sanggup

b.

Ke

ma

mpu

an k

erja

Tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan tepat waktu

20 33,33 30 50,0 10 16,67 3,83 Sanggup

Pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik

18 30,0 33 55,0 9 15,0 3,85 Setuju

Hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan selalu diberikan

8 13,33 31 51,67 21 35,0 4,22 Sangat Setuju

Sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan pokok

2 3,33 18 30,0 38 63,34 2 3,33 3,33 Cukup Setuju

c. E

tika

kerja

Selalu bekerja dengan berpakaian rapih dan sopan

2 3,33 34 56,67 24 40,0 4,37 Sangat

Sanggup

Mampu bekerjasama dengan orang lain

2 3,33 40 66,67 18 30,0 4,27 Sangat Mampu

Memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja

3 5,0 33 35,0 24 40,0 4,35 Sangat Mampu

Selalu menjaga sikap dan perilaku

1 1,67 44 73,33 15 25,0 4,23 Sangat Mampu

d.

Ke

seja

hte

raan

Gaji yang didapat sesuai dengan pekerjaan

1 1,67 44 73,33 15 25,0 3,23 Cukup Setuju

Karyawan berhak mendapatkan bonus atas prestasi

10 16,67 22 36,66 28 46,67 4,30 Sangat Setuju

Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan

15 25,0 39 65,0 6 10,0 3,85 Setuju

Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan perusahaan

15 25,0 36 60,0 9 15,0 3,90 Setuju

e.

Ling

kung

an k

erja

Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif membantu saya untuk terus bekerja lebih semangat

2 3,33 24 40,0 34 56,67 4,53 Sangat Setuju

Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi

17 28,33 29 48,34 14 23,33 3,95 Setuju

Keberadaan GTO membantu meringankan pekerjaan

7 11,67 21 35,0 17 28,33 15 25,0 3,67 Setuju

Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO

24 40,0 31 51,67 5 8,33 3,68 Setuju

Jumlah Skor Rataan 3,98 Setuju

61

61

a. Kemauan kerja

Keberhasilan suatu perusahaan tidak akan pernah lepas dari

unsur karyawan, karena karyawan merupakan asset terpenting bagi

perusahaan dalam menjalankan usahnaya. Penting bagi perusahaan

untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan para

karyawannya demi tercapainya tujuan perusahaan, karena pada

dasarnya manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kemauan

kerja adalah keadaan emosi yang mendorong seseorang untuk

melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya.

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor kemauan kerja

dapat dilihat pada Tabel 20. Menurut karyawan operasional, mereka

bersedia untuk bekerja dengan bersungguh-sungguh atas pekerjaan

yang dilakukan (skor rataan sebesar 4,13). Artinya, setiap pekerjaan

dan segala bentuk tugas yang diterima karyawan, akan dikerjakan

dengan baik oleh karyawan. operasional Karyawan operasional

bersedia untuk bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya

(skor rataan sebesar 4,03). Artinya, segala tugas dan pekerjaan yang

diterima oleh karyawan operasional akan dilaksanakan dengan penuh

rasa tanggung jawab.

Karyawan operasional bersedia mematuhi segala peraturan

kerja yang ada (skor rataan sebesar 4,08). Artinya, segala peraturan

kerja yang sudah ditetapkan di perusahaan, maka karyawan

operasional siap untuk melaksanakannya, serta menerima segala

bentuk konsekuensinya apabila melanggar peraturan. Karyawan

operasional selalu sanggup bertanggung jawab untuk ikut menjaga

dan memelihara peralatan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,89).

Artinya, mereka merasa memiliki tanggung jawab sebagai petugas

pengumpul tol, dimana seluruh peralatan transaksi di gardu selalu

dijaga dan pelihara untuk mendukung peningkatan pelayanan

transaksi. Secara umum karyawan operasional sudah memiliki

kemauan kerja yang dinilai baik (jumlah skor rataan sebesar 4,03).

62

62

Tabel 20. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan Kerja

b. Kemampuan kerja

Kemampuan kerja adalah kapabilitas atau kebisaan, kebolehan,

dan keahlian karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan

tertentu yang menjadi wewenang serta tanggung jawabnya.

Kemampuan kerja yang menjadi sebuah penilaian terkini bagi

karyawan atas hasil kerja mereka untuk tercapainya tujuan

perusahaan. Aspek kemampuan kerja karyawan dapat dilihat

berdasarkan tingkat pengetahuan, keterampilan serta pengalaman

kerja karyawan yang dimiliki. Persepsi karyawan operasional

terhadap faktor kemampuan kerja dapat dilihat pada Tabel 21.

Karyawan operasional merasa sanggup menyelesaikan tugasnya

dengan tepat waktu (skor rataan sebesar 3,83). Artinya, mereka

mampu mengerjakan tugas dengan baik dan menyelesaikan tugas

tersebut sesuai dengan target waktu yang ditentukan.

Tabel 21. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan Kerja

Faktor Skor Rataan Keterangan

a. K

emau

an k

erja

Bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang dilakukan

4,13 Bersedia

Memiliki rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan

4,03 Bersedia

Mematuhi segala peraturan kerja yang ada 4.,8 Bersedia

Selalu bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi

3,89 Sanggup

Jumlah 4,03 Baik

Faktor Skor Rataan Keterangan

b.

Kem

ampu

an k

erja

Tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan tepat waktu

3,83 Sanggup

Pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik

3,85 Setuju

Hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan selalu diberikan

4,21 Sangat Setuju

Sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan pokok

3,64 Sering

Jumlah 3,88 Baik

63

63

Karyawan operasional merasa pekerjaan yang dilakukan telah

berjalan dengan baik (skor rataan sebesar 3,85). Artinya, pekerjaan

yang diterima karyawan operasional dapat dikerjakan dengan baik

meskipun terdapat beberapa kendala, namun karyawan mampu

mengatasinya. Menurut karyawan operasional, mereka sangat

bersedia memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan (skor

rataan sebesar 4,21). Artinya, dalam bekerja karyawan akan

berorientasi pada hasil yang terbaik bagi perusahaan, sehingga untuk

hasil kerja tersebut karyawan akan mendapatkan penghargaan atau

kompensasi yang layak dari perusahaan.

Karyawan operasional merasa sering meminta bantuan kepada

rekan kerja dalam menyelesaikan tugas pokoknya (skor rataan 3,64).

Dalam hal ini, bantuan yang diterima karyawan dari rekan kerja

mereka yaitu dalam bentuk bertukar pikiran bukan berarti karyawan

operasional tidak bertanggung jawab atas pekerjaan dan tugas yang

diberikan, karena setiap pekerjaan yang diterima karyawan harus

dilakukan dengan hasil yang terbaik. Sehingga dapat disimpulkan

secara umum, bahwa karyawan operasional memiliki kemampuan

kerja yang dinilai baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,88.

c. Etika kerja

Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem

nilai dan prisip moral yang merupakan pedoman bagi seluruh

karyawan baik sebagai atasan maupun bawahan dalam melaksanakan

tugas pekerjaannya pada perusahaan. Karyawan harus memiliki

prinsip-prinsip melaksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi serta

tujuan perusahaan.

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor etika kerja dapat

dilihat pada Tabel 22. Karyawan operasional, mereka sangat

sanggup untuk bekerja dengan berpakaian rapih dan sopan (skor

rataan sebesar 4,36). Artinya, karyawan operasional menyadari

bahwa PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang

bergerak dalam bidang jasa pelayanan, sehingga mereka dituntut

64

64

untuk berpakaian rapih dan sopan, sebagai usaha untuk mendukung

mutu pelayanan dalam segala aspeknya. Karyawan operasional

merasa sangat mampu bekerjasama dengan orang lain (skor rataan

sebesar 4,76). Artinya, hubungan kerja antar karyawan operasional

dapat terjalin dengan baik, sehingga karyawan mampu bekerjasama

dengan karyawan lainnya. Karyawan operasional, mereka sangat

memiliki hubungan yang baik dengan kerja (skor rataan sebesar

4,35). Artinya, karyawan operasional merasa hubungan yang sangat

baik dengan rekan kerja membuat mereka nyaman dalam bekerja.

Karyawan operasional, merasa sangat mampu menjaga sikap dan

perilaku mereka dalam bekerja (skor rataan sebesar 4,23). Artinya,

karyawan operasional sangat menyadari apabila pola sikap dan

perilaku mereka dapat dijaga dengan baik, maka akan tercipta

hubungan kerja yang harmonis antar karyawan. Secara umum dapat

disimpulkan, bahwa etika kerja yang dimiliki karyawan operasional

sudah berjalan sangat baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 4,24

Tabel 22. Persepsi Karyawan Operasiomal terhadap Etika Kerja

d. Kesejahteraan kerja

Kesejahteraan karyawan merupakan bentuk usaha yang

dilakukan perusahaan untuk mempertahankan dan memperbaiki

kondisi fisik dan mental karyawan dalam bekerja agar produktivitas

mereka dapat meningkat. Program kesejahteraan karyawan yang harus

disusun berdasarkan peraturan legal, berasaskan keadilan dan

kelayakan serta berpedoman kepada kemampuan perusahaan.

Kesejahteraan yang diberikan akan sangat berarti dan bermanfaat

untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta

Faktor Skor Rataan Keterangan

c. E

tika

Ker

ja

Selalu bekerja dengan berpakaian rapi dan sopan

4,36 Sangat Setuju

Mampu bekerjasama dengan orang lain 4,76 Sangat Mampu

Memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja

4,35 Sangat Setuju

Selalu menjaga sikap dan perilaku 4,23 Sangat Setuju

Jumlah 4,42 Sangat baik

65

65

keluarganya. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor

kesejahteraan karyawan dapat dilihat pada Tabel 23. Menurut

karyawan opersional, gaji yang diterima oleh mereka dinilai cukup

sesuai dengan pekerjaan (skor rataan sebesar 3,25). Artinya, karyawan

opersional merasa gaji yang diterima saat ini sebagai petugas

pengumpul tol dirasa cukup, namun tidak menutupi keinginan

karyawan untuk mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan hasil kerja

mereka. Karyawan opersional merasa sangat puas karena berhak

mendapatkan bonus atas prestasi kerja dengan skor rataan sebesar

4,29. Artinya, karyawan opersional sudah merasa sangat puas dengan

bonus atas prestasi kerja mereka selama ini. Prestasi kerja yang

diperoleh karyawan opersional tentunya bukan hal yang mudah, tanpa

ada kemauan dan kerja keras mereka.

Tabel 23. Persepsi Karyawan Opersional terhadap Kesejahteraan Kerja

Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menurut

karyawan operasional menjadi perhatian perusahaan (skor rataan

sebesar 3,85). Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan

perusahaan dinilai sudah sesuai (skor rataan sebesar 3,85). Artinya,

selama ini perusahaan sudah memberikan perhatian terhadap aspek

kesehatan, kemanan dan keselamatan kerja dengan memberikan

asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa. Hal ini dilakukan perusahaan,

mengingat pekerjaan petugas pengumpul tol sangat berat dan penuh

resiko.

Faktor Skor Rataan Keterangan

d.

Kes

ejah

tera

an k

erja

Gaji yang didapat sesuai dengan pekerjaan 3,25 Cukup Sesuai

Karyawan berhak mendapatkan bonus atas prestasi kerja

4,29 Sangat Setuju

Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan

3,85 Baik

Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan perusahaan

3,90 Sesuai

Jumlah 3,82 Baik

66

66

Asuransi keluarga bagi karyawan juga mendapat perhatian

perusahaan. Sehingga berbagai bentuk asuransi perlindungan yang

diterima karyawan dari perusahaan, diharapkan menjadikan karyawan

operasional akan merasa selalu dihargai, merasa aman dan lebih

semangat untuk terus bekerja dalam melayani pelanggan jalan tol.

Secara umum, kesejahteraan kerja bagi karyawan operasional yang

diberikan perusahaan saat ini sudah berjalan dengan baik, dengan

jumlah skor rataan sebesar 3,82.

e. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah suatu kondisi yang sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan karyawan untuk mempengaruhi dirinya

dalam menjalankan tugas-tugas yang diterima. Lingkungan kerja

dalam suatu perusahaan menjadi sangat penting untuk diperhatikan

manajemen. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai

apabila karyawan dapat melaksanakan segala kegiatan secara optimal,

sehat, aman dan nyaman.

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor lingkungan kerja

dapat dilihat pada Tabel 24. Kondisi lingkungan yang nyaman dan

kondusif membantu karyawan operasional untuk terus bekerja lebih

semangat (skor rataan sebesar 4,53). Artinya, perusahaan sudah

membuat kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi

karyawan operasional, sehingga karyawan lebih semangat dalam

bekerja dan membantu mereka untuk berfikir kreatif dalam

mengembangkan perusahaan. Menurut karyawan operasional,

perusahaan dinilai cukup memberikan kesempatan kepada karyawan

yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi (skor

rataan sebesar 3,11). Artinya pada kondisi yang ada saat ini,

perusahaan belum cukup memberikan kesempatan tersebut kepada

karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Purbaleunyi yang berprestasi, hal ini dikarenakan seluruh keputusan

manajemen ada pada kantor pusat yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

67

67

Keberadaan Gardu Tol Otomatis pada cabang Purbaleunyi,

dinilai karyawan operasional dapat membantu meringankan pekerjaan

mereka (skor rataan sebesar 3,66). Tantangan untuk bekerja lebih baik

lagi timbul seiring dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (skor

rataan sebesar 3,68). Artinya karyawan merasa sejak pelaksanaan

Gardu Tol Otomatis, pekerjaan mereka dapat lebih ringan sehingga

memotivasi mereka untuk bersedia menerima tantangan bekerja lebih

baik lagi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, faktor lingkungan

kerja telah membuat karyawan operasional merasa dapat bekerja

dengan lebih baik (jumlah skor rataan sebesar 3,75).

Tabel 24. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Lingkungan Kerja

4.6. Uji F dan Uji t

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara

serentak atau bersamaan akan berpengaruh terhadap variabel dependen pada

model regresi sederhana yang dibangun. Variabel dependen yang dimaksud

adalah karyawan operasional, sedangkan variabel independen atau variabel

bebasnya adalah pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja.

Berdasarkan hasil Uji F yang telah dilakukan (Tabel 25), maka diperoleh

nilai Fhitung sebesar 11,776 dengan nilai probabilitas 0,001 lebih kecil dari

0,05 atau taraf nyata sebesar 5%, artinya terdapat pengaruh signifikan yang

kuat antara persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dan

faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Perseo) Tbk Cabang

Purbaleunyi.

Faktor Skor Rataan Keterangan

e. L

ing

kun

gan

Kondisi lingkungan yang nyaman dan kondusif membantu saya untuk terus bekerja lebih semangat

4,53 Sangat Setuju

Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi

3,11 Cukup Setuju

Keberadaan GTO membantu meringankan pekerjaan

3,66 Setuju

Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO

3,68 Bersedia

Jumlah 3,75 Baik

68

68

Tabel 25. Uji F

Uji t berguna untuk menguji signifikasi regresi β, apakah variabel

independen memiliki pengaruh yang nyata atau tidak. Kriteria pengujian

yang digunakan untuk menerima atau menolak Hipotesis harus dilakukan

dengan ketentuan sebagai berikut:

Ho: Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas

kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional.

H1: Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas

kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional.

Hasil uji hipotesis pada taraf nyata yaitu 0,05 atau signifikasi t < 0,05

maka dapat dijelaskan bahwa, pelaksanaan GTO dan faktor-faktor

produktivitas kerja berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional.

Pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas memiliki derajat bebas

(db) sebesar 58, dengan thitung yang diperoleh sebesar 3,432 dan beta (β)

sebesar 0,474, signifikasi sebesar 0,001 (Tabel 26). Tingkat signifikasi pada

penelitian ini adalah (α) 5% atau 0,05, ternyata nilai p (0,000) lebih besar

dari α (0,05), dengan demikian hipotesis (H1) dapat diterima sedangkan

hipotesis (H0) dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini telah dapat diterima kebenarannya.

Tabel 26. Uji t

ANOVAb

,544 1 ,544 11,776 ,001a

2,677 58 ,046

3,220 59

Regression

Residual

Total

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), GTOa.

Dependent Variable: PRODb.

Coefficientsa

2,202 ,521 4,230 ,000

,474 ,138 ,411 3,432 ,001

(Constant)

GTO

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: PRODa.

69

69

4.7. Implikasi Manajerial

Antrian yang panjang saat memasuki jalan tol merupakan salah satu

kondisi yang membuat tidak nyaman dan mengganggu kelancaran aktifitas

perjalanan bagi pemakai jalan tol. Hal ini terjadi akibat penanganan

transaksi pada gardu tol masih dilakukan secara konvensional yang

memakan waktu cukup lama dalam setiap transaksinya, selain itu

keterbatasan jumlah gardu yang mengakibatkan daya tampung untuk antrian

kendaraan yang kurang memadai. Gardu Tol Otomatis menjadi solusi

optimal dilakukan perusahaan untuk perbaikan waktu pelayanan gerbang

dengan mempertimbangkan biaya pembangunan gardu dan penghematan

yang terjadi akibat berkurangnya waktu antrian. Keberadaan GTO tanpa

adanya petugas pengumpul tol, dinilai telah berbasis kemanusiaan,

mengingat karyawan operasional merupakan bagian terpenting sebagai salah

satu asset perusahaan untuk mendukung mutu pelayanan transaksi jalan tol

sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditetapkan, maka

faktor-faktor produktivitas menjadi hal penting untuk terus diperhatikan

oleh perusahaan. Faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional

yang perlu menjadi perhatian perusahaan yaitu kemauan kerja, kemampuan

kerja, etika kerja, kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja perusahaan.

Berikut penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan PT Jasa

Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, antara lain sebagai berikut:

1. Sosialisasi kepada pengguna jalan tol tentang pelaksanaan Gardu Tol

Otomatis (GTO) masih perlu ditingkatkan, karena moderenisasi gardu

transaksi ini dinilai mampu mempercepat pelayanan transaksi jalan tol

dan mengurangi penggunaan uang kembalian. Untuk mendukung

pelayanan transaksi tol dengan GTO maka digunakan e-toll card

(electronic toll card). Penggunaan e-toll card payment pada PT Jasa

Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih sangat kurang,

mengingat pelaksanaan Gardu Tol Otomatis pertama kali dilaksanakan

pada Cabang Purbaleunyi. Oleh karenanya, sosialisasi pada media cetak

maupun elektronik, reklame di sepanjang jalan tol Cabang Purbaleunyi

mengenai pelaksanaan GTO dan e-toll card payment perlu dilakukan.

70

70

2. Dibutuhkan satu atau dua petugas pengumpul tol yang terus menjaga

Gardu Tol Otomatis, meskipun GTO dapat bekerja tanpa perlu diawasi.

Hal ini penting, karena kemungkinan terjadi kerusakan pada GTO secara

mendadak disaat arus lalu lintas kendaraan menuju gerbang tol sedang

padat dapat mengakibatkan penumpukkan dan antrian yang panjang.

3. Pelatihan dan keterampilan tambahan bagi petugas pengumpul tol,

khususnya dalam bidang arus lalu lintas dan transaksi, serta pelatihan di

berbagai bidang lainnya seperti kepemimpinan dan motivasi, kursus

bahasa maupun komputer perlu dilakukan untuk menambah softskill

mereka. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja

mereka dan upaya perusahaan untuk menghadapi persaingan bisnis jalan

tol di masa yang akan datang.

4. Kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) di setiap unit kerja yang

membahas berbagai permasalahan terkait dengan mutu pelayanan jalan

tol perlu terus ditingkatkan. Keberadaan Gugus Kendali Mutu pada PT

Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih sedikit, mengingat

berbagai macam permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan jalan

tol masih sering terjadi untuk solusi perbaikan..

71

71

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan, sebagai

berikut:

a. Penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang

dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga

(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, telah dinilai baik dan berjalan sesuai

dengan pendekatan konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan

konsep PDCA dilakukan dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu

dalam setiap proses kegiatan kerja manajemen maupun kegiatan

operasional perusahaan.

b. Persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

(GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,

dinyatakan sudah berjalan dengan baik dan memiliki pengaruh signifikan

sebesar 11,776. Hal ini telah dibuktikan dengan semakin singkatnya waktu

pelayanan transaksi pada gardu tol yang awal prosesnya berlangsung

selama 7 detik, saat ini menjadi 3 detik per kendaraannya.

c. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja

dinyatakan telah berpengaruh signifikan sebesar 11,776 dengan hipotesis

yaitu faktor-faktor produktivitas kerja berpengaruh nyata terhadap

karyawan operasional yaitu sebesar 3,432.

2. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam rangka membangun perusahaan

menjadi lebih berkembang antara lain sebagai berikut:

a. Pembangunan Gardu Tol Otomatis dengan sistem gardu tandem perlu

dilakukan mengingat keterbatasan jumlah gardu akibat tidak adanya

kebijakan untuk membangun gardu baru. Hal ini bisa dijadikan solusi

untuk mengurangi kepadatan antrian pada gardu transaksi, mengingat

volume kendaraan yang tidak sesuai dengan kapasitas gardu.

72

72

b. Kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) disetiap unit kerja harus dilakukan

untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi di

perusahaan, sehingga memberikan kesempatan untuk karyawan

berkreatifitas dalam mengeluarkan buah pikiran mereka dalam mendukung

value added bagi perusahaan serta meningkatkan produktivitas kerja

karyawan.

73

73

DAFTAR PUSTAKA

Chandra., et al. 1991. Gugus Kendali Mutu. PT Pustaka Binama Pressindo, Jakarta.

Crocker., et al. ,2004. GKM Pedoman, Partisipasi dan Produktivitas. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Gugus Kendali Mutu Pasteur. 2008. Optimalisasi Gardu Tol Otomatis. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, Bandung.

Hasibuan, M.S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Iswanto, Y. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Terbuka, Jakarta.

Jauhary, F. 2008. Analisis Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Karyawan (Studi Kasus: PT Behaestex, Gresik). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maharani, I.R. 2008. Pengaruh Penerapan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja

Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mangkuprawira, S dan Hubeis, V.A. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Bogor.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor.

Pasteur, GKM. 2007. Optimalisasi Kinerja Gardu Operasional Gerbang Tol Minimum 175% Selama 21 Minggu. Bandung.

Ravianto. 1990. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang: Apa yang harus dilakukan Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Riestiany, R. 2008. Analisis Pengaruh Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada Plant 11 PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk).

Sedarmayati, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Mandar Maju, Bandung.

Simanjuntak, P.J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit FE UI. Jakarta.

Sinungan, M. 2008. Produktivitas: Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara, Jakarta.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.

74

74

Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS. Andi. Yogyakarta.

Sumarsono, S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha ilmu. Yogyakarta.

Timpe, A, D. 1999. The Art and Science of Business Management Productivity, Kend Publishing, New York.

Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Uyanto, S. 2004. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Jasa Marga. 2008. Laporan Akhir Tahun 2009: http://www.jasamarga.com (23 Agustus 2010).

75

75

76

76

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr/Sdri Kuesioner ini digunakan dalam rangka pengumpulan data sebagai bahan

penelitian tugas akhir Selly Rachmalia (H24066005) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-faktor Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Hasil dari penelitian ini nantinya akan memberikan masukan bagi pihak manajemen dalam mengelola sumber daya manusia.

Mengingat arti penting kuesioner ini, maka saya mengharapkan kesedian Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk menjawab secara jujur sesuai dengan kondisi yang dirasakan. Kuesioner ini tidak berpengaruh apapun dan dijamin kerahasiaannya. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat melakukan pengisian kuesioner dengan bantuan petunjuk pengisian yang telah tertera dibawah ini.

Atas segala bantuan dan masukannya terimakasih.

BAGIAN I. IDENTITAS RESPONDEN PETUNJUK: Isilah pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda checklist (√) pada salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. 1. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan 2. Usia : ....... Tahun 3. Pendidikan : ( ) SD ( ) SLTP

Terakhir ( ) SMU/ Sederajat ( ) Perguruan Tinggi 4. Status Pernikahan : ( ) Belum menikah ( ) Menikah 5. Masa kerja : ........... Tahun 6. Unit Kerja/Bagian : ………………...................................................

BAGIAN II PETUNJUK: 1. Isilah pernyataan dengan cara memberikan tanda checklist (√) pada pilihan

yang dianggap paling sesuai dengan kondisi atau keadaan yang Bapak/Ibu/Sdr/Sdri rasakan selama pelaksanaan sistem GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas kerja.

2. Diharapkan semua pernyataan dapat diisi sesuai keadaan sebenarnya.

Keterangan jawaban pernyataan:

SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

77

77

Bagian I. Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis)

No. Pernyataan Jawaban

SS S CS TS STS

1 Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan.

2 KTME masih sering tersangkut pada CSD.

3

Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pengguna jalan tol.

4 GTO telah berfungsi dengan baik, tanpa perlu diawasi.

5 Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol.

6 CSD (Contactless Smart Dispenser) sering mengalami gangguan.

7 Bagde Dinas selalu terbaca dengan baik oleh Contact Smartcard Terminal (CST).

8 Pelaksanaan GTO perlu diterapkan pada gardu keluar.

9 Pembangunan GTO baru selain untuk golongan kendaraan I.

10 GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern.

11 Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk.

12 Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar.

13

Keberadaan GTO membantu mengurangi keluhan masyarakat mengenai pelayanan transaksi.

14 Keberadaan GTO menjadi solusi jumlah gardu yang terbatas.

15 Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah petugas pengumpul tol.

78

78

Bagian II. Faktor-faktor Produktivitas Kerja Karyawan Operasional

No. Pernyataan Jawaban

SS S CS TS STS

1 Saya selalu bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang saya lakukan.

2 Saya memiliki rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang saya lakukan.

3 Saya selalu mematuhi segala peraturan kerja yang ada.

4 Saya selalu bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan transaksi.

5 Tugas yang dikerjakan saya dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

6 Pekerjaan yang dilaksanakan saya dapat berjalan dengan baik.

7 Hasil yang terbaik bagi perusahaan selalu saya usahakan.

8 Saya sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam mengerjakan pekerjaan pokok saya.

9 Saya selalu bekerja dengan rapi dan sopan. 10 Saya mampu bekerjasama dengan orang lain.

11 Saya memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja.

12 Saya selalu berusaha menjaga sikap dan prilaku saya.

13 Gaji yang saya dapat sesuai dengan pekerjaan saya.

14 Karyawan berhak mendapatkan bonus atas prestasi yang dikerjakan.

15 Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan.

16 Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan oleh perusahaan.

17 Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, membantu saya untuk dapat terus bekerja lebih semangat.

18 Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

19 Keberadaan GTO membantu meringankan pekerjaan saya.

20 Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO.

79

79

Lampiran 2. Uji Validitas Kuesioner

Uji Validitas Variabel Gardu Tol Otomatis (ttabel = 0,349)

Pernyataan Validitas Keterangan GTO 1 0,672 Valid

GTO 2 0,572 Valid

GTO 3 0,511 Valid

GTO 4 0,643 Valid

GTO 5 0,599 Valid

GTO 6 0,671 Valid

GTO 7 0,726 Valid

GTO 8 0,659 Valid

GTO 9 0,533 Valid

GTO 10 0,676 Valid

GTO 11 0,722 Valid

GTO 12 0,608 Valid

GTO 13 0,735 Valid

GTO 14 0,624 Valid

GTO 15 0,530 Valid

Uji Validitas Faktor-faktor Produktivitas Kerja (ttabel = 0,349)

Pernyataan Validitas Keterangan Prod 1 0,767 Valid Prod 2 0,734 Valid

Prod 3 0,791 Valid

Prod 4 0,504 Valid

Prod 5 0,552 Valid

Prod 6 0,604 Valid

Prod 7 0,532 Valid

Prod 8 0,761 Valid

Prod 9 0,679 Valid

Prod 10 0,669 Valid

Prod 11 0,608 Valid

Prod 12 0,771 Valid

Prod 13 0,404 Valid

Prod 14 0,350 Valid

Prod 15 0,445 Valid

Prod 16 0,687 Valid

Prod 17 0,630 Valid

Prod 18 0,448 Valid

Prod 19 0,531 Valid

Prod 20 0,541 Valid

80

80

Lampiran 3. Diagram Sebab Akibat Kinerja dari Gardu belum Optimal

81

81

Lampiran 4. Perencanaan dan Pelaksanaan Perbaikan

No. Penyebab Dominan Why What Where When

1 CSD rusak - Agar card reader terus berfungsi membaca KTME

- Agar tidak terjadi antrian - Agar pelayanan transaksi

lebih cepat

Mencegah CSD rusak akibat terkena sinar matahari

Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur

1s.d 16 Januari 2007

2 KTME tersangkut di CSD

- Agar dispenser dapat mengeluarkan KTME

- Agar transaksi tidak sering terhenti

- Agar tidak terjadi penumpukan kendaraan didepan gardu

- Mencegah KTME rusak masih digunakan

- Mengupayakan prosedur pemeriksaan

Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur

8 s.d 22 Januari 2007

3 Jumlah gardu yang terbatas

- Agar tidak terjadi penumpukan kendaraan di depan gardu

- Agar pelayanan transaksi lebih cepat

- Agar jumlah petugas yang ada mampu menangani volume lalu lintas

Mengoptimalkan operasional gardu yang terbatas

Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur

15 s.d 28 Januari 2007

4 Tidak ada kebijakan membangun gardu baru

Supaya dengan jumlah gardu yang ada dapat dioperasikan dengan lebih optimal

Membuat sistem operasional gardu yang baru

Lajur masuk dan lajur keluar Gerbang Tol Pasteur

1 Januari s.d 10

Februari 2007

No. Who How How Much

1 Tri K - Membuat penutup CSD supaya tidak tembus sinar matahari - Menyiapkan CST untuk mengantisipasi bila terjadi CSD

rusak karena penyebab lalu lintas

100%

2 Afriza - Membuat penyortiran dan distribusi KTME - Membuat sistem perawatan dan pemeriksaan rutin KTME

100%

3 Sri S - Memasang gardu tandem - Mengoperasikan gardu tandem di belakang gardu 02

sebanyak 1 s.d 2 gardu - Melaksanakan 2 s.d 3 transaksi secara serentak

100%

4 Jumyati - Memodifikasi mesin TCT agar dapat dioperasikan secara semi otomatis (dengan petugas minimal) dengan cara merubah sistem transaksi yang semula petugas memberikan KTME menjadi pemakaian jalan mengambil sendiri

- Mensosialisasikan sistem sistem baru kepada pengguna jalan, berupa: pemasangan spanduk, rambu-rambu, petunjuk pengoperasian

100%

82

82

Lampiran 5. Alur Proses Transaksi Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada Gardu Masuk

Alur Proses Transaksi Kendaraan di Gardu Masuk (Entrance) Setelah Perbaikan

Kendaraan Masuk

Transaksi di Gardu

Kendaraan Keluar

Tombol di Tekan oleh Pemakai

Jalan

4. ALB Terbuka, Kendaraan lewat, setelah melewati LC, ALB menutup kembali

2. KTM-E keluar dari CSD

1. a. Tekan Tombol (kendaraan umum)

b. Sentuhan Badge

Dinas

3. Ambil KTM-E dari drive CSD

6. ALB Terbuka,Kendaraan lewat, setelah melewati LC,

ALB menutup kembali

4. KTM-E keluar dari CSD

5. Berikan KTM-E ke Pemakai Jalan

3. Tekan Tombol ‘CASH’ untuk Pengesahan

2. Tekan Golongan Kendaraan

1. Identifikasi Jenis Kendaraan

Alur Proses Transaksi Kendaraan Umum di Gardu Masuk (Entrance) Sebelum Perbaikan

Kendaraan Masuk

Transaksi di Gardu

Kendaraan Keluar

Tombol di Tekan oleh

Petugas Pul-Tol