analisis penyerapan tenaga kerja.doc
TRANSCRIPT
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA
PADA INDUSTRI PARIWISATA
(SUB SEKTOR PERHOTELAN)
DI SULAWESI SELATAN PERIODE 1990-2009
SKRIPSI
PASKALIA
A11107040
JURUSAN ILMU EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKLUTAS EKONOMI
MAKASSAR
2011
1
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA
PADA INDUSTRI PARIWISATA
(SUB SEKTOR PERHOTELAN)
DI SULAWESI SELATAN PERIODE 1990-2009
Skripsi Sarjana Lengkap
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
OLEH :
PASKALIA
A11107040
Disetujui
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Dr. Paulus Uppun, SE,MA Fitriwati Djam’an, SE,M.Si NIP:19651231 198503 1 015 NIP. 19800821 200501 2 002
Kata Pengantar
2
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya,
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai
pihak mulai dari penelitian sampai penulisan skripsi ini. Oleh karena itu pada
kesempatan yang berbahagia ini disampaikan terima kasih yang setulus-tukusnya
kepada Ayahanda Krisno Sampe dan Almarhum Ibunda Sriwanty Tenrani,
dimana dengan berkah dan doa tulusnya sehingga penulis mendapatkan
kemudahan dalam menyelesaikan tugas- tugas akademik selama menjalani kuliah.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka disamapaikan juga rasa hormat
dan terima kasih kepada Bapak Dr. Paulus Uppun,MA dan Ibu Fitriwati
Djam’an, Msi selaku pembimbing I dan II, atas segala bimbingannya dalam
penyelesaian skripsi ini mulai dari penelitian sampai penulisan.
3
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis juga
menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Kepada Om Frengky sekeluarga, dan seluruh Keluarga besar dari Pihak
Ayahanda dan Ibunda serta kakak dan adik ( Wandi, Ata’, Kenny, dan
Resky) atas perngertian, perhatian, motivasi serta bantuannya.
2. Buat Indra Yosari Tampang allo makasi atas pengertian, perhatian,
motivasi, serta bantuannya selama kuliah,
3. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi beserta dosen-dosen khususnya dosen ilmu
ekonomi yang telah memberi ilmunya sehingga penulis mampu
menyelesaikan studinya.
4. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Prof. Dr.Rahmatiah. SE.,MA Fakultas
Ekonomi Universitas Hasanuddin.
5. Dr. Paulus Uppun,MA selaku Penasehat Akademik penulis selama di
bangku kuliah yang telah banyak memberikan nasehat
6. Seluruh Staf Pegawai pada Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
7. Bapak Pimpinan Badan Pusat Statistik Makassar, beserta seluruh Staf.
8. Bapak Pimpinan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Sulawesi
Selatan
4
9. Seluruh teman- temanku “Soulmate” (Tiwi “si buta”, Sinta “paling
Bureng”, Imha “kapan tingginya”, Rara “bedak mu tebal sekali”, Irna
“ si Sinis”), serta Nurlia “ondel- ondel”, Wahyuni.
10. Buat “PWI” (Widya dan Irha) serta bojie, Downah, Dian makasi atas
dukungannya selama ini.
11. Endriko (richo), dan Mardy terima kasih buat laptop yang sudah diperbaiki.
Kami yakin tulisan ini sangat jauh dari sempurna, sehingga sangat
diperlukan saran dan kritikkan yang konstruktif dari para pembaca, sehingga dapat
bermanfaat bagi kita sekalian khusunya bagi penulis pribadi.
Akhir kata, tidak ada harapan lain dari penulis kecuali pembaca akan dapat
memperoleh manfaat besar dari skripsi ini.
Makassar, November 2011
Paskalia
5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN. ……………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. viii
DAFTAR RUMUS………………………………………………………….. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………............. 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………….............. 4
1.4 Sistematika Penulisan..……………………………………............. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori……………………………………………..................... 7
2.1.1 Industri Pariwisata dan Penyerapan Tenaga Kerja…….. 7
2.1.2 Jenis dan Fungsi Pariwisata………………………….... 11
6
2.1.3 Industri Pariwisata dan Kesempatan Kerja,………….. 14
2.1.4 Penawaran Pariwisata………………………………….. 21
2.1.5 Fungsi Permintaan Perusahaan Akan Tenaga Kerja….. 24
2.2 Kerangka Konseptual ………………………………………………. 27
2.3 Studi Empiris Sebelumnya …………………………………………..29
2.4 Hipotesis…………………………………………………………. 31
BAB III MOTODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data…………………………………………….. 32
3.2 Metode Analisis …...……………………………………………… 32
3.2.1 Pengujian Asumsi Klasik …………………………………….. 33
3.2.2 Analisis Regresi ………………………………….................... 36
3.2.3 Pengujian Hipotesis ……………………………...................... 38
3.3 Batasan Variabel………………………….……………………….. 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Jumlah Hotel di Sulawesi Selatan tahun 1990-2009 43
4.2 Analisis Deskriptif Variabel........................................................... 45
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian………………………………….......... 51
4.4 Pengujian Asumsi Klasik………………………………………… 54
4.4.1 Hasil Uji Multikolinearitas............................................. 55
4.4.2 Hasil Uji Autokolerasi……………………………… 56
4.4.3 Hasil Uji Heteroskedisitas…………………………... 58
4.4.4 Uji Normalitas……………………………………….. 59
7
4.5 Pengujian Hipotesis………………………………………… 64
4.5.1 Uji - F............................................................................. 64
4.5.2 Uji - t ………………………….……………………… 65
4.5.3 Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2)………….. 69
4.6 Pembahasan…………………………………………………… 70
4.6.1 Variabel Wisatawan Domestik ....................................... 70
4.6.2 Variabel Wisatawan Asing ……………......................... 71
4.6.3 Variabel Jumlah Kamar................................................... 73
4.6.4 Variabel Pendapatan Hotel ……………………............... 74
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 76
5.2 Saran …………………………………………………………... 77
DAFTAR PUSTAKA……………..................................................................... x
LAMPIRAN……………………………………………………...…………… xii
8
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi……………………………… 34
Table 4.1.1 Jumlah dan Perkembangan Hotel di Sulawesi Selatan
Tahun 1990-2009 ……………………………….…………… . 42
Table 4.2.2 Perkembangan Jumlah Kamar Hotel di Sulawesi Selatan
Tahun 1990-2009…………………..………………....……... . 44
Table 4.2.1 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang di Serap Langsung
di Bidang Perhotelan di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009…. 45
Table 4.2.2 Perkembangan Jumlah Wisatawan Domestik di
Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009…..……................................ 47
Table 4.2.3 Perkembangan Jumlah Wisatawan Asing di
Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009…………………………… 49
Table 4.2.4 Perkembangan Pendapatan Hotel di Sulawesi Selatan
Tahun 1990-2009 …………………………………………….. . 50
Tabel 4.3.1 Statistik Deskriptif…………………………..………………..... 51
9
Tabel 4.3.2 Statistik Deskriptif dengan Ln..………………..…………….... 54
Tabel 4.4.1 Hasil Uji Multikolinearitas…………..……..…………………. 56
Tabel 4.4.2.1 Klasifikasi Nilai Durbin Watson untuk Autokorelasi..……….. 57
Tabel 4.4.2.2 Hasil Uji Autokorelasi…………..………………………......... 57
Tabel 4.4.4.3 Hasil Uji Normalitas (One Sample Kolmogrof Smirnov Test) 63
Tabel 4.5.1 Hasil Uji F (Anova)…………………………………………… 64
Tabel 4.5.2 Hasil Uji t ………..……………………………………….….. 65
Tabel 4.5.3 Koefisien Determinan (Adjust R2)……………………….….. 70
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.4 Gambar Permintaan Kamar Hotel ………………..………… 22
Gambar 2.1.5 Fungsi Permintaan Tenaga Kerja …………………………… 25
Gambar 2.2.1 Kerangka Pikir………………...……………………………. 29
Gambar 4.4.3.1 Grafik Scatterplot (Uji Heterokedastisitas)…………………. 59
Gambar 4.4.4.1 Grafik Histogram (Uji Normalitas) ………………………… 61
Gambar 4.4.4.2 Grafik Normal Plot………………………………………….. 62
11
DAFTAR RUMUS
Rumus 3.3.1 Uji Durbin Watson (DW).……….……………………….… 35
Rumus 3.2.2 Analisis Regresi Berganda..………………….…………….. 36
Rumus 3.2.3.1 F hitung………………….……….……………………….… 38
Rumus 3.2.3.2 t hitung………………….……….………………….……… 39
Rumus 3.2.3.3 Koefisien Determinan……………………………….……… 40
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor pendukung
pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara- negara berkembang
mempunyai tujuan antara lain untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang
hasilnya secara merata. Menurut Kusumowindo (1981) memberikan pengertian
tenaga kerja sebagai berikut: tenaga kerja adalah jumlah semua penduduk dalam
suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jasa jika ada permintaan
terhadap tenaga kerja meraka, mereka pun berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Dalam undang- undang pokok ketenagakerjaan no.4 tahun 1969
dinyatakan bahwa, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan, baik dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja menurut ketentuan
ini meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja
13
dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaga kerja sendiri
baik tenaga kerja fisik maupun tenaga kerja pikiran. (Soeroto, 1986)
Salah satu usaha untuk meningkatkan kesempatan kerja adalah melalui
pembangunan di sektor industri. Pembangunan di sektor industri merupakan
bagian dari usaha jangka panjang untuk memperbaiki struktur ekonomi yang tidak
seimbang.
Sehubungan dengan upaya pelaksanaan pembangunan secara menyeluruh
dan mengglobal dimana segenap kemampuan modal dan potensi sumber daya
alam dan sumber daya lainnya perlu dimaksimalkan. Hal ini perlu ditunjang oleh
kebijaksanaan dan langkah- langkah yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
yang lebih besar.
Pengembangan kepariwisataan diharapkan menjadi salah satu penghasil
devisa yang diandalkan di luar non migas. Oleh karena itu dalam rangka
pengembangan dunia kepariwisataan, perlu ditingkatkan upaya dalam bentuk
industri kepariwisataan, baik oleh pemerintah, semua jajaran terkait seperti
Departemen Seni dan Budaya, Dinas Pariwisata, dan Perusahaan Swasta yang
bergerak dibidang industri pariwisata. Untuk menunjang upaya tersebut dalam hal
ini melalui kerja sama dikalangan pemerintah dan swasta, maka berbagai
kebijaksanaan seperti promosi, mutu pelayanan, dan mutu obyek wisata melalui
kerja sama sektoral secara terpadu dilaksanakan upaya peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan asing dan domestik dimana dampaknya diharapkan akan
memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha.14
Kesempatan kerja menurut Payaman, (1985) mengemukakan bahwa
besarnya permintaan perusahaan akan tenaga kerja pada dasarnya permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut.
Sulawesi selatan sebagai salah satu daerah pariwisata bahari maupun
pariwisata alam lainnya akan semakin membuka peluang pembangunan sarana
penunjang lainnya, seperti pembangunan hotel, rumah makan, dan pengembangan
transportasi dalam rangka pelayanan kepada para wisatawan. Pembangunan
tersebut diharapkan akan membuka “kesempatan kerja dan kesempatan berusaha
yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat produktivitas dan pendapatan
masyarakat dalam kegiatan perekonomian khususnya pada bidang kepariwisataan.
Pengembangan pariwisata yang diprogramkan baik oleh pemerintah
maupun oleh swasta akan diarahkan kepada usaha untuk meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara karena merupakan sumber devisa yang cukup
signifikan. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah
secara positif mempengaruhi tingkat kesempatan kerja khususnya dibidang
pariwisata. Oleh karena itu sektor patiwisata perlu didukung oleh beberapa
indikator penunjang, baik dibidang transportasi maupun dibidang akomodasi serta
pelayanan. Sehingga volume wisatawan yang berkunjung kedaerah- daerah
khususnya di Sulawesi Selatan semakin meningkat, yang pada akhirnya bermuara
pada penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat pula
mempengaruhi tingkat produktivitas masyarakat dalam kegiatan perekonomian,
khususnya pada bidang industri pariwisata.
15
Sejalan dengan upaya pengembangan pembangunan industri pariwisata
maka pemerintah telah memberikan berbagai kebijaksanaan, antara lain
pemberian visa selama dua bulan untuk wisatawan dari 26 negara pasar wisatawan
yang potensial, pemberian insentif berupa keringanan pada perpajakan dan
retribusi daerah serta kemudahan bagi investor untuk menanamkan modalnya di
Sulawesi Selatan.
Melihat perkembangan sektor pariwisata selama ini di daerah Sulawesi
Selatan yang mampu memberi sumbangan terhadap daerah tersebut, maka dari
sinilah awal persoalan yang terpikirkan yaitu “ Analisis Penyerapan Tenaga
Kerja Pada Industri Pariwisata (Kasus Pada Sub Sektor Perhotelan) di
Sulawesi Selatan Periode 1990-2009” yang terjadi dalam dua puluh tahun
terakhir (1990-2009)
1.2 Masalah Pokok
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
masalah pokok dalam penulisan ini adalah:
Seberapa besar peranan dan pengaruh sektor pariwisata dalam penyerapan tenaga
kerja di Sulawesi Selatan selama tahun 1990-2009
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Ada pun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut
16
1. Untuk mengetahui potensi dan perkembangan penyerapan tenaga kerja
dibidang perhotelan daerah Sulawesi Selatan
2. Untuk mengetahui hubungan antara kunjungan wisatawan dengan
peningkatan tenaga kerja yang diserap dibidang perhotelan pada sektor
pariwisata daerah Sulawesi Selatan
Ada pun manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat menjadi masukkan bagi para penentu kebijakan
dalam merencanakan dan mengarahkan kepariwisataan di masa yang
akan datang.
2. Sebagai bahan informasi bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya mengenai masalah pariwisata dalam penyerapan tenaga
kerja.
3. Sebagai bahan referensi bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih
lanjut mengenai obyek ini.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk lebih mengarahkan penelitian penulis, penelitian ini dibagi
menjadi sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
17
Merupakan bab yang berisi uraian tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Merupakan bab yang berisi uraian secara ringkas teori-teori
yang menjelaskan tentang permasalahan yang akan diteliti.
Dalam hal ini permasalahan yang diuraikan yaitu tinjauan umum
tentang industri pariwisata dan penyerapan tenaga kerja,
tinjauan umum tentang jenis dan fungsi pariwisata, penawaran
pariwisata Fungsi Permintaan Perusahaan Akan Tenaga Kerja,
studi empiris serta kerangka pikir dan hipotesis.
Bab III : Metode Penelitian
Merupakan bab yang berisi penjelasan secara rinci mengenai
semua unsur metode dalam penelitian ini, yaitu penjelasan
mengenai jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,
metode analisis data serta batasan variabel.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Merupakan bab yang berisi analisis dan pembahasan hasil
penelitian berupa perkembangan pembangunan hotel di
Sulawesi selatan, pengaruh jumlah wisatawan dalam penyerapan
tenaga kerja khususnya dalam bidang perhotelan di Sulawesi
selatan.
18
Bab V : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan , keterbatasan
penelitian dan saran yang dapat penulis sampaikan dalam
penulisan skripsi ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Industri Pariwisata dan Penyerapan Tenaga Kerja
Dapat dikatakan bahwa industri memegang peranan penting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara karena melalui pembangunan industri
tersebut dapat diharapkan akan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi dan
pada gilirannya nanti dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara
keseluruhan. Jadi jelasnya pembangunan industri akan dapat menciptakan
kesempatan kerja, yang sekaligus dapat menampung angkatan kerja yang terus-
menerus meningkat setiap tahunnya.
19
Dalam perencanaan penyerapan tenaga kerja, dengan melalui penambahan
modal dalam setiap aktifitas pembangunan akan memberikan dampak positif
terhadap perkembangan penyediaan lapangan kerja yang cukup besar. Penyediaan
lapangan kerja tersebut dapat dilakukan dengan menghasilkan barang dan jasa
dimana kegiatan tersebut memerlukan faktor- faktor produksi sehingga dengan
adanya proses produksi dapat menciptakan lapangan kerja (Suroto, 1980).
Secara umum ada beberapa keuntungan yang diharapkan dapat diperoleh
dalam pengembangan sektor pariwisata antara lain sebagai berikut: peningkatan
pertumbuhan urbanisasi sebagai akibat adanya pembangunan prasarana dan sarana
kepariwisataan dalam suatu wilayah atau daerah tujuan, kegiatan beberapa
industri yang berhubungan dengan pelayanan wisatawan seperti perusahaan
angkutan, akomodasi, perhotelan, restoran, kesenian daerah, perusahaan meubel
dan lain- lain, meningkatkan produk hasil kebudayaan disebabkan meningkatnya
konsumsi oleh para wisatawan, menyebabkan pemerataan pendapatan,
meningkatnya kesempatan kerja dan berusaha, salah satu usaha pemerintah dalam
rangka meningkatkan penghasilan devisa negara, memperluas pasaran barang-
barang yang dihasilkan dalam negeri, pariwisata dapat memulihkan kesehatan
baik jasmani maupun rohani serta dapat menghilangkan prasangka dan kepicikan,
membantu terciptanya saling pengertian antara penduduk yang datang dengan
penduduk negara yang dikunjunginya.
Menurut R.S Darmajadi (Pengantar Pariwisata, 2002) menyatakan bahwa:
Industri pariwisata merupakan rangkuman dari berbagai macam bidang usaha
20
yang secara bersama-sama mengahasilkan produk – produk maupun jasa
pelayanan atau service yang nantinya baik langsung maupun tidak langsung akan
dibutuhkan wisatawan nantinya.
Pengertian industri pariwisata akan lebih jelas bila kita mempelajari dari
jasa atau produk yang dihasilkan atau pelayanan yang diharapkan wisatawan
ketika melakukan perjalanan. Dengan demikian akan terlihat tahap – tahap
wisatawan sebagai konsumen yang memerlukan pelayanan tertentu.
Pengertian pariwisata menurut Youti (1985) menyataan bahwa:
“Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan maksud bukan untuk
berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata- mata
untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk
memenuhi keinginan yang beraneka ragam”
Selanjutnya pengertian pariwisata dikemukakan oleh Pendit (1965)
menyatakan bahwa: “Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
bergeraknya manusia dan benda yang membawa dinamika dalam kehidupan”
Manusia bukan saja merupakan faktor produksi (economic resources)
tetapi juga merupakan sasaran (objectives) dalam pembangunan nasional.
Pemanfaatan SDM secara efektif untuk mengelola kekuatan ekonomi potensial
(SDA) dengan bantuan peralatan modal (dana). Teknologi merupakan sasaran
strategis dalam sub sistem ekonomi yang harus dibina dan dikembangkan.
21
Analisis ekonomi Harros dan Domar mengatakan bahwa, apabila
penduduk bertambah maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bila
pendapatan rill bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja bertambah, maka
output juga harus bertambah untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh dan
bila ada investasi maka pendapatan rill juga harus bertambah untuk mencegah
adanya kapasitas menganggur (Irawan W. Suparmoko).
Sasaran pembangunan dewasa ini adalah meningkatkan pembangunan
industri yang relative padat karya dalam rangka penanggulangan masalah
ketenagakerjaan. Akhir- akhir ini pertambahan angkatan kerja yang berlangsung
jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan menyerap tenaga kerja, ini
dikarenakan semakin berkembangnya sistem padat modal (Priyono
Tjiptoheriyanto, 1982).
Penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor
yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang
relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian
pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan
laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan
laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara
berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja
maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Payaman Simanjuntak,
1985). Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini
22
adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor
perekonomian.
Pariwisata menjadi sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai sektor andalan, karena sebagai sebuah industri, pariwisata banyak
membawa efek (multiplier effect) dalam pembangunan di berbagai sektor serta
diyakini sebagai sebuah industri masa depan yang mampu meningkatkan kualitas
hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Di banyak negara, kepariwisataan
merupakan sektor penting sebagai katalisator perkembangan perekonomian, sebab
industri pariwisata dipercaya dapat meningkatkan devisa negara (foreign
exchanges) dan sekaligus dapat menyedot kesempatan kerja bagi masyarakat
setempat (Yoeti, 1997).
2.1.2 Jenis dan Fungsi Pariwisata
Sesuai potensi alam yang dimiliki suatu negara, maka timbul bermacam-
macam pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan, yang lama-kelamaan
mempunyai ciri tersendiri. Jenis- jenis pariwisata dapat dibedakan menurut letak
geografis yaitu: pariwisata lokal, pariwisata regional, dan pariwisata nasional yang
terdiri dari pariwisata dalam negeri dan pariwisata internasional.
Menurut pengaruhnya terhadap pembayaran yaitu: pariwisata aktif dan
pariwisata pasif. Dikatakan pariwisata aktif karena dengan masuknya wisatawan
asing tersebut, berarti dapat memasukkan devisa bagi negara yang dikunjungi,
yang dengan sendirinya akan memperkuat posisi neraca pembayaran negara
tersebut. Dan disebut pariwisata pasif, karena dilihat dari pemasukkan devisa,
23
kegiatan ini merugikan asal wisatawan, karena uang yang seharusnya
dibelanjakan di dalam negeri dibawa ke luar negeri.
Berdasarkan Instruksi Presiden No. 9/1969 mengenai tujuan pengembangan
pariwisata di Indonesia meliputi tiga aspek pokok yaitu segi sosial, segi ekonomi,
dan segi budaya. Dengan demikian fungsi pariwisata juga mencakup tiga aspek
tersebut. Hal ini seperti dikemukakan oleh Hartono (1974, hal 45) seperti berikut
ini: “Peranan pariwisata dalam pembangunan Negara pada garis besarnya,
berintikan tiga segi yaitu segi ekonomi (sumber devisa dan pajak), segi sosial
(penciptaan kesempatan kerja), dan segi kebudayaan (memperkenalkan
kebudayaan kita pada wisatawan asing)”
Fungsi pariwisata dari segi ekonomi dapat dikemukakan bahwa dari sektor
pariwisata dapat diperoleh devisa, baik berupa pegeluaran para wisatawan asing
maupun sebagai penanam modal dalam industri pariwisata termasuk penerimaan
berupa retribusi bagi wisatawan.
Adapun jumlah penerimaan dari sektor pariwisata ditentukan oleh tiga
faktor utama, yaitu: Jumlah wisatawan yang berkunjung, jumlah pengeluaran
wisatawan, lamanya wisatawan yang menginap
Fungsi sosial yang paling dominan dari sektor pariwisata adalah perluasan
penyerapan tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha
kepariwisataan dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan pariwisata
24
sangat membutuhkan tenaga kerja yang banyak sehingga dapat membantu
mengurangi persoalan pengangguran.
Penciptaan kesempatan kerja secara langsung dapat dikemukakan,
misalnya di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan, obyek wisata, dan kantor
pariwisata pemerintah. Sedangkan penyerapan tenaga kerja tidak langsung, seperti
meningkatnya hasil produksi di bidang pertanian dan kerajinan tangan karena
termotivasi dengan kunjungan wisatawan.
Dalam hal fungsi pariwisata dari segi budaya dapat diartikan sebagai
memperkenalkan dan mendayagunakan kebudayaan Indonesia. Seperti diketahui
bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan milik rakyat sebuah negara yang
merupakan manifestasi dari karya dan kreasi yang spiritual dari manusia yang
membentuk rakyat sebuah negara dan menjadi sasaran utama dari perasaan
keingintahuan dari seseorang yang asing bagi negara tersebut.
Seperti dimaklumi tentang alam Indonesia seperti panorama alam, iklim
tropis, daerah khatulistiwa yang dipadukan dengan aneka ragam koleksi seni
budaya dan tata kehidupan masyarakat yang khas adalah merupakan salah satu
sumber berkembangnya sektor industri pariwisata di Indonesia.
2.1.3 Industri Pariwisata dan Kesempatan Kerja
Berdasarkan penelitian UNDP/ILO (Man Power Survey on Tourist
Development and Tourist Industry in Indonesia 1974), pada tahun 1974 tenaga
kerja dalam sektor pariwisata berjumlah 48.300. Apabila rangkaian tenaga itu
25
dilengkapi tenaga kerja pada industri penunjang pariwisata, seperti perusahaan
kerajinan, dekorasi hotel, toko souvenir dan sebagainya, maka jumlah tenaga kerja
yang diserap makin banyak lagi. Selisi tenaga kerja terampil di bidang pariwisata,
kita juga membutuhkan tenaga ahli kepariwisataan. Tenaga ahli yang memiliki
wawasan luas, baik di bidang perencanaan, pengembangan, maupun pemasaran.
Semuanya itu, baik tenaga- tenaga terampil di industri maupun tenaga- tenaga ahli
tadi harus memiliki sikap yang benar- benar professional (Spilane 1987).
Perkembangan industri pariwisata berpengaruh positif pada perluasan
kesempatan kerja, walaupun khususnya bidang perhotelan bersifat padat karya.
Namun demikian tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki
keterampilan teknis dan manejerial. Untuk itu diperlukan pendidikan kejuruan
yang efektif. Berhubung investasi yang dibutuhkan sangat besar (gedung,
peralatan, tenaga ahli), maka ditinjau dari segi komersial semata- mata tidak
menguntungkan (Spilane, 1987).
Untuk lebih meningkatkan jasa pelayanan dalam pariwisata berbagai
langkah dan kebijaksanaan antara lain dengan melaksanakan penataran,
penyuluhan kepada biro perjalanan, pengusaha restoran dan pendidikan
keterampilan, serta penyegaran- penyegaran untuk pemandu wisata dalam
bertugas. Dengan berbagai langkah kebijaksanaan tersebut diharapkan dapat
dicapai beberapa tujuan sekaligus, yaitu: memperbesar output dan sekaligus
meninggikan mutu, akan dapat bekerja secara produktif, dalam jangka panjang
26
akan dapat tercipta suatu mekanisme antara jenjang karir di perusahaan dan
tingkat pendidikan.
Sebagaimana telah dipaparkan di muka, kebutuhan tenaga kerja industri
pariwisata yang sangat menonjol adalah bidang perhotelan. Selain itu juga yang
paling rumit diatasi. Hal ini disebabkan oleh sifat pekerjaan yang menuntut
paduan pendidikan dan pengalaman.
Jumlah fasilitas hotel dan akomodasi lainnya di propinsi Sulawesi Selatan
dalam kurun waktu 2006 sampai 2009 menunjukkan adanya kenaikan yang cukup
berarti. Pada tahun 2006 jumlah hotel dan akomodasi lainnya yaitu sebanyak 416
buah, pada tahun 2009 meningkat menjadi 509 buah, atau meningkat sebesar
22,41 persen (BPS SulSel, 2009).
Dengan kenaikan jumlah hotel dan akomodasi lainnya selama kurun waktu
tersebut maka perbandingan antara jumlah kamar hotel dan personil maka untuk
kamar dibutuhkan personil baru selama periode 4 tahun yang akan datang. Dari
jumlah tersebut 70 % memerlukan pendidikan khusus (30% sisanya tidak
memerlukan pendidikan khusus). Hal ini berarti bahwa dalam masa lima tahun
mendatang diperlukan untuk 12.054 orang atau rata- rata 2.400 orang pertahunnya
(Hartono, hal 50).
Satu soal lain adalah tenaga pramuwisata. Dari jumlah pemandu yang
sudah ada, masih perlu ditingkatkan mutunya. Berkembangnya berbagai daerah
tujuan wisata di Indonesia menuntut tersedianya pemandu yang bermutu tinggi.
27
Hal ini selain menyangkut masalah kemampuan, juga kelakuan dari para pemandu
tersebut. Peningkatan jumlahnya bukanlah merupakan masalah yang berat untuk
diatasi. Salah satu di antaranya ialah merekrut mahasiswa- mahasiswa terutama
jurusan bahasa asing. Mereka ini dalam waktu singkat dapat diajarkan teknik-
teknik memberikan penerangan dan diadakan ujian- ujuan resmi secara berkala
oleh Dinas Pariwisata di daerah.
Berkembangnya suatu daerah pariwisata suatu daerah tidak hanya
membuka lapangan kerja bagi penduduk setempat, tetapi juga menarik pendatang-
pendatang baru dari luar daerah, justru karena tersedianya lapangan kerja tadi.
Para pendatang itu tidak selalu memiliki sifat dan adat kebiasaan yang sama
dengan penduduk setempat. Perlu diperhatikan juga, bahwa pekerjaan yang
diperlukan di daerah- daerah pariwisata memiliki sifat yang agak khusus pula.
Setidak- tidaknya memerlukan sikap dan keterampilan tertentu yang sering kali
tidak memiliki penduduk setempat. Hal itu dengan sendirinya mendorong pihak
industri untuk memperkerjakan tenaga- tenaga dari luar daerah guna mengisi
kebutuhan mereka. Terutama jenis- jenis pekerjaan manejerial dengan upah lebih
tinggi. Dan hal ini bisa menimbulkan persaingan yang tidak seimbang bagi
penduduk setempat. Terdesaknya penduduk setempat dari jabatan- jabatan
menghasilkan sikap negatif terhadap keberadaan industri yang sangat lambat laun
bisa menjalar menjadi sikap negatif terhadap turis secara keseluruhan (Spilane,
1987).
28
Dalam taraf perkembangannya dewasa ini, industri pariwisata telah
menjadi industri raksasa yang bersifat internasional. Pada tahun 1980 sebanyak
280 juta orang melakukan perjalanan ke luar negeri dengan pengeluaran biaya
sebesar US $ 85 milyar. Sebesar 75 % untuk berwisata. Pada banyak negara maju,
bidang pariwisata sudah dijadikan bidang studi sendiri universitas. Yang diajarkan
tidak hanya keterampilan dan teknis manejemen saja, tetapi mencakup berbagai
cabang ilmu sosial lainnya karena ternyata pariwisata menyentuh hampir segala
aspek kehidupan manusia seperti yang disinggung di atas.
Pariwisata- terutama pariwisata internasional termasuk dalam program
pembangunan nasional di Indonesia dan juga sebagai salah satu sektor
pembangunan ekonomi. Dari pariwisata diharapkan diperoleh devisa, baik dalam
bentuk pengeluaran uang dari para wisatawan di negara kita maupun sebagai
penanaman modal asing dalam industri pariwisata (Soemarjan, 1974 hal 4).
Potensi pariwisata sebagai sumber devisa besar sekali. Menurut beberapa
ahli, pariwisata dewasa ini sudah menjadi bidang usaha atau industri terbesar
ketiga setelah minyak dan perdagangan senjata. Bahkan ada yang mengatakan
bidang usaha terbesar setelah minyak. Menurut catatan World Tourism
Organization (WTO), dalam tahun 1979 sebanyak 270 juta orang melakukan
perjalanan keluar negeri dengan mengeluarkan sebesar US $ 75 milyar. Dalam
tahun 1980, orang yang melakukan perjalanan ke luar negeri meningkat menjadi
280 juta orang (Spilane, 1987).
29
Belanja para wisatawan asing di suatu negara tujuan merupakan
penerimaan valuta asing atau devisa. Semakin besar belanja tersebut akan makin
memperkuat neraca pembayaran Negara tujuan. Dari segi lain, negara dapat
penambahan- penambahan pandapatan dari penerimaan pajak- pajak dari sektor
usaha yang bersangkutan dengan kepariwisataan. Disamping itu belanja
wisatawan itu dapat pula merangsang pertumbuhan sektor ekonomi lain. Industri
hotel yang memerlukan bahan- bahan makanan daging, telur, sayuran, alat- alat
dekorasi, dan sebagainya. Hal ini merangsang tumbuhnya usaha- usaha
peternakan, perkebunan, industri ringan, dekorasi dan lain- lain (Projogo, hal 29)
Wisatawan- wisatawan yang membeli barang seni sebagai cindera mata
akan merangsang kegiatan kreasi seni, sehingga seniman- seniman memerlukan
bahan mentah tertentu untuk ungkapan kreasi seninya yang berupa kayu, cat,
kertas, amplas dan lain- lain. Para pengrajing terangsang pula untuk memproduksi
barang- barangnya lebih banyak lagi. Toko cindera mata tumbuh sebagai penyalur
barang- barang kreasi seni maupun produksi pengrajin. Dapat disimpulkan bahwa
pengembangan pariwisata merangsang tumbuhnya usaha- usaha ekonomi tertentu
yang saling merangkai dan saling menunjang. Dalam teknisinya, hal tersebut
diartikan memberikan dasar- dasar perekonomian suatu negara.
Hubungan- hubungan yang terjalin antara wisatawan dengan masyarakat
yang dikunjunginya sedikit banyak akan menempuh nilai hidup baru dalam arti
memperluas cakrawala pandangan pribadi terhadap nilai- nilai kehidupan lain.
Manusia akan belajar menghargai nilai- nilai orang lain disamping nilai- nilai
30
yang dimilikinya. Dalam hubungan dengan kegiatan wisatawan dalam negeri,
maka orang akan lebih mengenal tanah airnya. Hal ini akan mendorong sikap
tolenransi dalam pergaulan yang merupakan sarana kuat dalam pembangunan
bangsa. Bila dikaitkan dengan hubungannya dengan orang asing, hubungan ini
disamping memperluas nilai pergaulan juga akan memperkuat nilai pribadi sendiri
karena nilai pribadi asli yang ramah merupakan daya tarik yang dihargai orang
asing tersebut. Para wisatawan ingin sesuatu yang lain, yang asli (Prajogo, hal 35).
Dari pertimbangan di atas tampak bahwa pengembangan industri
pariwisata akan memperluas kesempatan kerja. Industri pariwisata merupakan
industri yang sifatnya menyerap kebutuhan tenaga orang tidak hanya
mementingkan mesin- mesin saja. Sebagai industri yang sifatnya pelayanan jasa
maka disamping membutuhkan unsur cepat, mudah, nikmat, juga ramah.
Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang
digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha.
Dalam penyerapan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal.
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan dari sektor
pariwisata :
1) Jumlah wisatawan
31
Secara teoritis (apriori) dalam Ida Austriana, 2005 semakin lama
wisatawan tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang
yang dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan
makan, minum dan penginapan selama tinggal di daerah tersebut. Berbagai
macam kebutuhan wisatawan selama perjalanan wisatanya akan menimbulkan
gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di daerah tujuan wisata. Dengan
adanya kegiatan konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik,
maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh
karena itu, semakin tingginya arus kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor
pariwisata juga akan semakin meningkat.
2) Jumlah kamar (Tingkat Hunian Hotel)
Menurut Dinas Pariwisata hotel merupakan suatu usaha yang
menggunakan bangunan atau sebagian dari padanya yang khusus disediakan,
dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan
fasilitas lainnya dengan pembayaran. Dewasa ini pembangunan hotel-hotel
berkembang dengan pesat, apakah itu pendirian hotel- hotel baru atau pengadaan
kamar- kamar pada hotel- hotel yang ada. Fungsi hotel bukan saja sebagai tempat
menginap untuk tujuan wisata namun juga untuk tujuan lain seperti manjalankan
kegiatan bisnis, mengadakan seminar, atau sekedar untuk mendapatkan
ketenangan. Perhotelan memiliki peran sebagai penggerak pembangunan daerah,
perlu dikembangkan secara baik dan benar sehingga dapat meningkatkan
pendapatan industri, penyerapan tenaga kerja serta perluasan usaha. Hotel
32
merupakan salah satu jenis usaha yang menyiapkan pelayanan jasa bagi
masyarakat dan wisatawan.
Tingkat Hunian Hotel merupakan suatu keadaan sampai sejauh mana
jumlah kamar terjual, jika diperbandingkan dengan seluruh jumlah kamar yang
mampu untuk dijual (Vicky,Hanggara). Dengan tersedianya kamar hotel yang
memadai, para wisatawan tidak segan untuk berkunjung ke suatu daerah, terlebih
jika hotel tersebut nyaman untuk disinggahi. Sehingga mereka akan merasa lebih
aman, nyaman dan betah untuk tinggal lebih lama di daerah tujuan wisata. Oleh
karena itu industri pariwisata terutama kegiatan yang berkaitan dengan
penginapan yaitu hotel, akan memperoleh pendapatan yang semakin banyak
apabila para wisatawan tersebut semakin lama menginap (Badrudin, 2001).
Sehingga juga akan meningkatkan pendapatan atau omzet perhotelan.
2.1.4 Penawaran Pariwisata
Pengertian penawaran dalam pariwisata meliputi semua macam produk
dan pelayanan/jasa yang dihasilkan oleh kelompok perusahaan industri pariwisata
sebagai pemasok, yang ditawarkan baik kepada wisatawan yang datang secara
langsung atau yang membeli melalui Agen Perjalanan (AP) atau Biro Perjalanan
Wisata (BPW) sebagai perantara (Yoeti, 2008). Ada pun harga yang diinginkan
konsumen (wisatawan) akan terbentuknya bila tingkat harga yang diinginkan
sama dengan jumlah kamar yang tersedia seperti ditunjukkan oleh titik E
(equalibrium), yaitu titik perpotongan kurva permintaan AB dan penawaran CD,
seperti tampak pada Gambar 2.2.33
Permintaan Kamar Hotel dalam Ribuan
Gambar 2.1.4 Permintaan Kamar Hotel
Sumber : Yoeti, 2008
Keseimbangan penawaran dan permintaan dikatakan stasioner dalam arti
bahwa sekali harga keseimbangan tercapai, biasanya cenderung untuk tetap dan
tidak berubah selama permintaan dan penawaran tidak berubah. Dengan perkataan
lain, jika tidak ada pergeseran penawaran maupun permintaan, tidak ada yang
mempengaruhi harga akan mengalami perubahan Menurut Spillane (1987),
penawaran pariwisata dapat dibagi menjadi :
34
25
C B160
1007550
E
DA
40
80
120
E
Y
1. Proses produksi industri pariwisata
Kemajuan pengembangan pariwisata sebagai industri ditunjang oleh
bermacam-macam usaha yang perlu, antara lain :
a. Promosi untuk memperkenalkan obyek wisata
b. Transportasi yang lancar
c. Kemudian keimigrasian atau birokrasi
d. Akomodasi yang menjamin penginapan yang nyaman
e. Pemandu wisata yang cakap
f. Penawaran barang dan jasa dengan mutu terjamin dan tarif harga yang wajar
g. Pengisian waktu dengan atraksi-atraksi yang menarik
h. Kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup
2. Penyediaan lapangan kerja
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan kesempatan
kerja. Berkembangnya suatu daerah pariwisata tidak hanya membuka lapangan
kerja bagi penduduk setempat, tetapi juga menarik pendatang-pendatang baru dari
luar daerah justru karena tersedianya lapangan kerja tadi.
3. Penyediaan Infrastruktur
35
Industri pariwisata juga memerlukan prasarana ekonomi, seperti jalan
raya, jembatan, terminal, pelabuhan, lapangan udara. Jelas bahwa hasil
pembangunan fisik bisa ikut mendukung pengembangan pariwisata.
4. Penawaran jasa keuangan
Tata cara hidup yang tradisional dari suatu masyarakat juga merupakan
salah satu sumber yang sangat penting untuk ditawarkan kepada para wisatawan.
Bagaimana kebiasaan hidupnya, adat istiadatnya, semuanya merupakan daya tarik
bagi wisatawan untuk datang ke suatu daerah. Hal ini dapat dijadikan sebagai
event yang dapat dijual oleh pemerintah daerah setempat (Yoeti, 2008).
2.1.5 Fungsi Permintaan Perusahaan Akan Tenaga Kerja
Perusahaan dalam melakukan proses produksi disebabkan oleh satu alasan,
yaitu karena adanya permintaan akan output yang dihasilkannya. Jadi permintaan
akan input akan timbul karena adanya permintaan akan output. Inilah sebabnya
mengapa permintaan input tersebut oleh ahli ekonomi Alfred Marshall sebagai
derived demand atau permintaan turunan. Permintaan akan output sendiri
dianggap sebagai "permintaan asli" karena timbul langsung dari adanya kebutuhan
manusia (Boediono, 1982, 89). Dari teori perilaku produsen diketahui bahwa
36
posisi keuntungan maksimum (posisi keseimbangan) produsen tercapai apabila
memenuhi syarat:
MR = MC ................................................................... (2.1)
Dalam hal ini MR merupakan nilai rupiah produksi marginal yang diperoleh dari
mengalikan harga produk yang berlaku dengan produksi marginal. Sehingga dapat
dibuat persamaan sebagai berikut :
VMP = P.MPTK ........................................................ (2.2)
Jumlah nilai VMP menggambarkan tambahan pendapatan yang diterima oleh
pengusaha bila menambah penggunaan tenaga kerja satu unit lagi. Bila
perusahaan menggunakan garis wage rate sebagai dasar maka tambahan biaya
yang harus dibayar perusahaan adalah sama dengan tingkat upah (W) berfungsi
sebagai MC adalah W , sehingga posisi optimal adalah :
VMP = w ................................................................ (2.3)
Jadi dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah
jumlah karyawan selama MR lebih besar dari pada W, sehingga dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1.5 Fungsi Permintaan Tenaga Kerja
37
Upah
Maksimum Laba
VMPTK
D
W1
W
NA
W2
B
D = MPTK x PO
Kuantitas tenaga kerja
Sumber : Simanjutak, 1985
Keterangan:
Dari gambar diatas, garis DD menggambarkan nilai hasil marjinal
karyawan (VMPTK) untuk setiap kuantitas tenaga kerja. Bila misalnya jumlah
karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA == 100 orang, maka nilai hasil kerja
orang yang ke-100 dinamakan VMPTK nya dan besarnya sama dengan MPTK.P =
W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). oleh sebab
itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru.
Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan
memperkerjakan tenaga kerja hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba
maksimum dan nilai MPTK.P sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan.
Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPTK.P = W .
Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya OB maka akan
mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah pada tingkat yang
berlaku (W), padahal hasil nilai marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang
38
lebih kecil dari pada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah
karyawan yang lebih besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar
dari ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat
membayar upah dibawah W atau pengusaha dapat menaikkan harga jual barang.
Kondisi laba maksimal dapat diperoleh dengan melalui empat persamaan
berikut :
1. MPR = (MPL).(MR)
2. MPR = (MPL).P
3. P. (MPL) = W
4. MPL = −−−−−
Di mana :
MPL = Marginal Product Labour
MR = Marginal Revenue
P = Price
W = Wage
2.2 Kerangka Konseptual
Industri pariwisata merupakan industri yang sifatnya menyerap kebutuhan
tenaga orang dan tidak hanya mementingkan mesin- mesin sebagai industri yang
39
W
P
sifatnya “jasa” (service) maka disamping memerlukan unsure cepat, aman, murah,
mudah, nikmat, dan juga ramah.
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan kesempatan
kerja, walaupun khususnya bidang perhotelan bersifat padat karya. Namun
demikian tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki
keterampilan teknis dan manajerial. Untuk itu diperlukan pendidikan kejuruan
yang efektif. Berhubung investasi yang diperlukan sangat besar (gedung,
peralatan, tenaga ahli) maka ditinjau dari segi komersial semata- mata tidak
menguntungkan.
Adapun kesempatan kerja yang berhubungan langsung di bidang
kepariwisataan yaitu jumlah tenaga kerja yang terdapat pada bidang perhotelan,
restoran, biro perjalanan, pramuwisata, dan tenaga kerja pemerintah yaitu kantor
pariwisata pemerintah. Disamping itu kegiatan pariwisata dapat mendorong
pertumbuhan sektor lain, sehingga perluasan kesempatan kerja akan bertambah
dan akan terbuka lapangan kerja baru di sektor tersebut. Misalnya, peningkatan di
bidang perhotelan yang secara langsung diiringi dengan permintaan akan segala
fasilitas perhotelan yaitu permintaan akan barang- barang kerajinan meubel, hasil-
hasil pertanian, perternakan dan lain- lain, dimana industri tersebut di atas dapat
menciptakan kesempatan kerja secara tidak langsung dalam sektor pariwisata.
Untuk daerah Sulawesi Selatan pertumbuhan kesempatan kerja dari tahun ke
tahun sangat berarti dalam memecahkan masalah kesempatan kerja dari jumlah
angkatan kerja yang terjadi setiap tahun.
40
Dalam kondisi seperti itu kebutuhan wisatawan akan dapat berpengaruh
positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bahkan
peningkatan pendapatan dan devisa daerah. Dalam hal penciptaan lapangan kerja
yang berhubungan langsung kepariwisataan, dapat dilihat pada semakin
bertambahnya jumlah tenaga kerja pada sektor- sektor industri jasa pada
khususnya. Jumlah tenaga kerja pada hotel- hotel, restoran, usaha tour dan travel,
dan lain- lainnya merupakan gambaran bahwa sektor pariwisata di daerah ini telah
membuka lahan tempat bekerja bagi masyarakat.
2.2.1 KERANGKA PIKIR :
2.3 Studi Empiris Sebelumnya
Abdullah (1998), dalam penelitiannya dengan judul “Pariwisata dan
Kesempatan Kerja Di Kabupaten Selayar” hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa potensi sarana dan prasarana pariwisata sebagai penunjang pengembangan
kepariwisataan kabupaten selayar yang tersedia pada saat itu masih belum
41
WISATAWAN ASING
PENYERAPAN TENAGA KERJA
INDUSTRI PARIWISATA
KAMARWISATAWAN DOMESTIK OMSET
memadai dan masih sangat terbatas. Sektor pertanian dan perikanan masih
merupakan mata pencarian utama masyarakat selayar. Sejalan dengan kunjungan
wisatawan yang masih rendah kesempatan kerja yang diserap pada industri wisata
secara langsung terbilang sangat rendah, namun menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun. Hubungan antara kunjungan wisatawan dengan penciptaan
kesempatan kerja sektor pariwisata di Kabupaten Selayar berdasarkan analisa 10
tahun terakhir menampakkan suatu hubungan positif.
A. Tenri Abeng (2001): “Pengaruh Industri Pariwisata Terhadap
Kesempatan Kerja di Makassar”. Mengungkapkan bahwa peran pariwisata dalam
pembangunan nasional di Indonesia mencakup tiga segi yaitu: dari segi ekonomi
yakni sebagai sumber penghasilan devisa dan pendapatan dari segi sosial sebagi
penciptaan kesempatan kerja dari segi budaya yaitu memperkenankan dan
memberdaya gunakan budaya bangsa. Perkembangan pariwisata di Sulawesi
Selatan cukup cerah dengan melihat potensi pariwisata yang ada di daerah ini,
serta adanya kenaikan tiap tahun jumlah arus wisatawan yang berkunjung
kedaerah ini.
Ramli (2003): “Perkembangan Industri dan Penyerapan Tenaga Kerja di
Kabupaten Pangkep Periode 1996-2000”. Untuk mengembangkan sektor industri
dalam keutuhannya dengan kemapuan penyerapan tenaga kerja tentunya tidak
lepas kaitannya dengan seluruh potensi yang ada khususnya terhadap pihak- pihak
yang mempunyai wewenang dalam sektor industri dan ketenagakerjaan, termasuk
partisipasi aktif dari seluruh masyarakat, dalam mengupayakan peningkatan dan
42
pengembangan dari sumber daya manusia. Sehingga pada sektor industri dapat
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan
meningkatkan pendapatan perkapita.
2.4 Hipotesis
Ada pun hipotesis yang dapat diajukan berdasarkan permasalahan diatas
adalah:
Berdasarkan hubungan antara tujuan penelitian serta kerangka pemikiran
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
1) wisatawan domestik berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja
2) wisatawan asing berpengaruh Positif terhadap penyerapan tenaga
kerja
3) jumlah kamar berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja
4) Pendapatan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Setelah menentukan obyek penelitian, maka jenis data yang digunakan
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan (Library
Research) serta laporan dokumentasi.
Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penulisan ini yaitu diperoleh
pada instansi tempat penelitian berdasarkan dokumentasi kepustakaan, litenatur-
litenatur dan laporan lainnya sehubungan dengan perkembangan pariwisata dan
kesempatan kerja di daerah Sulawesi Selatan yang berupa faktor penunjang
industri pariwisata, perkembangan kunjungan wisata, perkembangan tenaga kerja
dan kontribusi sektor pariwisata dalam penciptaan kesempatan kerja.
3.2 Metode Analisis
44
Berdasarkan landasan teori serta untuk mencapai tujuan dalam penelitian
dan hipotesis yang diajukan maka dilakukan pengujian dengan model regresi
linier berganda (Gujarati, 1995), dari model dasar yaitu :
3.2.1 Pengujian Asumsi Klasik
Model regresi yang digunakan dalam menguji hipotesis haruslah
menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Asumsi klasik
regresi meliputi (Imam Ghozali;2002):
a. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi di antara
anggota-anggota dari serangkaian observasi yang berderetan waktu (apabila
datanya time series) atau korelasi antara tempat berdekatan (apabila cross
sectional).
45
Adapun uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya penyimpangan
asumsi klasik ini adalah uji Durbin Watson (D-W stat) dengan rumus sebagai
berikut:
........................................ (3.3.1)
Dimana :
d = nilai D-W stat
= nilai residual dari persamaan regresi pada periode i
= nilai residual dari persamaan regresi pada periode i-1
Kemudian dhitung dibandingkan nilai dtabel pengambilan keputusan ada
tidaknya autokorelasi, didasarkan atas hal berikut ini (Ghazali 2000:61) :
1) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper boud (du) dan (4-du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak terjadi gejala
autokorelasi.
2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower boud (dI),
maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti terjadi
autokorelasi positif.
3) Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dI), maka koefisien autokorelasi
lebih kecildaripada nol, berarti terjadi autokorelasi negative.
46
4) Bila DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dI) atau DW
terletak antara (4-du) dan (4-dI), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Apabila terjadi pelanggaran pada asumsi ini maka tindakan perbaikan
model adalah dengan melakukan transformasi dengan cara mensubtitusi nilai p,
dimana nilai p dihitung berdasarkan nilai d pada model asli. Nilai p=1-(d/2),
dimana nilai d = nilai Durbin Watson.
Tabel 3.2.1.1 Kriteria pengujian Autokorelasi
Null Hipotesis Hasil Estimasi Kesimpulan
H0 0 < dw < dl Tolak
H0 Dl ≤ dw ≤ du Tidak ada kesimpulan
H1 4 – dl<dw<4 Tolak
H1 4 – du ≤ dw ≤ 4 – dl Tidak ada kesimpulan
Tidak ada autokorelasi, baik
positip maupun negatip
Du < dw < 4 – du Diterima
Sumber : Gujarati (1995)
b. Uji Heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedasitas. Metode yang
dapat dipakai untuk mendeteksi gejala heterokedasitas antara lain: metode grafik,
park glejser, rank spearman dan barlett.
47
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mendeteksi gejala
heteroskedasitas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi varabel terikat
(ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedasitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot
antara ZPRED dan SRESID dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan
sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang terletak di
Studentized.
1) Jika ada titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka
mengidentifikasikan telah terjadi heterokedasitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedasitas.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati
normal. Metode yang dapat dipakai untuk normalitas antara lain: analisis grafik
dan analisis statistik.
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik.
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya:
48
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi
memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.2.2 Analisis Regresi
Untuk menemukan pemecahan masalah yang ditemukan dan membuktikan
hipotesis, maka metode analisis yang digunakan adalah model analisis kuantitatif
maupun dengan model analisis kulitatif, sesuai dengan kebutuhan permasalahan
dan hipotesis yang ditampilkan.
Hubungan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Y= f(X1 X2 X3 X4) ………………………………………... (1)
Y= β0. X1b1
.X2b2.X3b3.X4b4+e…...…….…………………... (2)
Dimana:
Y = Jumlah tenaga kerja yang diserap langsung pada bidang perhotelan
X1 = Jumlah wisatawan domestik
X2 = Jumlah wisatawan asing
49
X3 = Jumlah kamar
X4 = Pendapatan
0 = Konstanta
1 2 3 4 = Parameter yang akan diestemasi
e = Bilangan eksponensial
Ln = logaritma natural
µ = error term
Untuk mengestimasi parameter- parameter tersebut maka sebaiknya
persamaan fungsi pada poin (2) di atas dibentuk dalam model linear sehingga
menjadi:
LnY = 0 + 1LnX1 + 2LnX2 + 3LnX3 + 4LnX4 µ …………… (3)
Dimana parameter- parameternya menjelaskan tentang angka elastisitas
masing- masing variable X1, X2, X3, dan X4 terhadap Y.
Untuk menguji masing- masing angka elastisitas tersebut digunakan uji
parsial yakni uji-t (t-test) dan untuk menguji apakah model tersebut di atas cukup
baik atau layak, maka digunakan uji-F (ANOVA).
3.2.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap masing - masing hipotesis yang diajukan dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut : (Gujarati, 1995) Uji Signifikansi 50
(pengaruh nyata) variabel independen (Xi) terhadap variable dependen (Y) baik
secara bersama - sama maupun parsial pada hipotesis 1 (H1) sampai dengan
hipotesis 4 (H4) dilakukan dengan Uji - F (F - test) dan Uji - t (t - test) pada level
5% (α = 0,05).
a. Uji - F
Uji ini digunakan untuk menguji kelayakan model (goodness of fit).
Hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut :
H1 : b1, b2, b3, b4 ≥ 0
Artinya Jika tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka
model yang digunakan dalam kerangka pikir teoritis layak untuk digunakan,
sementara jika tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 atau 5% maka model
yang digunakan dalam kerangka pikir teoritis tidak layak untuk digunakan.
Nilai F-hitung dapat dicari dengan rumus :
………………......... (3.2.3.1)
Jika F-hitung > F-tabel (a, k-1, n-l), maka H0 ditolak; H1 diterima,
ada pengaruh dan
Jika F-hitung < F-tabel (a, k-l, n-k), maka H0 diterima; H1 ditolak,
tidak ada pengaruh.
b. Uji - t
51
Uji Keberartian Koefisien (bi) dilakukan dengan statistik - t. Hal ini
digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variable
independennya. Adapun hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
H1 : bi ≥ 0
Artinya Jika tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka
hipotesis yang diajukan diterima atau dikatakan signifikan, artinya secara
parsial variable bebas (X1 s/d X4) berpengaruh signifikan terhadap variable
dependen (Y) = hipotesis diterima, sementara jika tingkat signifikansi lebih
besar dari 0,05 atau 5% maka hipotesis yang diajukan ditolak atau dikatakan
tidak signifikan, artinya secara parsial variabel bebas (X1 s/d X4) tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y), hipotesis ditolak.
Nilai t-hitung dapat dicari dengan rumus:
………………… (3.2.3.2)
……………………………..(3.12)
Jika t-hitung > t-tabel –t hitung < -t tabel (α, n-k-l), maka H0
ditolak; variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.dan
Jika t-hitung < t-tabel dan –t tabel < -t hitung (α, n-k-l), maka H0
diterima. variabel independen secara individu tak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
52
Digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Nilai R2 terletak antara 0 sampai dengan 1 (0 ≤ R2 ≤ 1).
Tujuan menghitung koefisien determinasi adalah untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Perhitungan nilai koefisien deteminasi ini diformulasikan sebagai berikut:
R2 =……………………..(3.2.3.3)
R2 = Koefisien determinasi majemuk (multiple coeficient of determinant),
yaitu proporsi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel
bebas secara bersama-sama.
ESS = Explained sum of squares, atau jumlah kuadrat yang dijelaskan atau
variabel nilai variabel terikat yang ditaksir di sekitar rata-ratanya.
TSS = Total sum of squares, atau total variabel nilai variabel terikat
sebenarnya di sekitar rata-rata sampelnya.
Bila R2 mendekati 1 (100%), maka hasil perhitungan menunjukkan
bahwa makin baik atau makin tepat garis regresi yang diperoleh. Sebaliknya
jika nilai R2 mendekati 0 maka menunjukkan semakin tidak tepatnya garis
regresi untuk mengukur data observasi.
3.3 Batasan Variabel
53
1. Industri Pariwisata adalah suatu industri yang terdiri dari bermacam-
macam perusahaan yang secara bersama- sama menghasilkan barang dan
jasa berupa produk wisata yang dibutuhkan wisatawan seperti obyek
wisata, fasilitas yang berupa akomodasi dan perhotelan, serta transportasi.
2. Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja
dalam suatu unit usaha, misalnya pada industri pariwisata..
3. Wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya
untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari
kunjungan tersebut.
4. wisatawan asing adalah wisatawan yang berasal adri luar negeri.
5. wisawatan domestik adalah wisatawan yang berasal dari dalam negeri
atau negeri sendiri.
6. jumlah kamar hotel adalah ruang yang disediakan atau di miliki hotel
untuk disediakan sebagai penginapan.
7. Pendapatan adalah merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu.
BAB IV
ANALISIS
4.1 Perkembangan Jumlah Hotel di Sulawesi Selatan tahun 1990-2009
54
Table 4.1.1 Jumlah dan Perkembangan Hotel di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009
Sumber : Badan Pusat Statistik Makassar
Pada tabel 4.1.1 menunjukkan jumlah usaha hotel dan akomodasi lainnya
di Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 1990-2009 menunjukan adanya kenaikan
yang cukup berarti. Sejak tahun 1990 hingga tahun 2009 jumlah kamar hotel di
Sulawesi selatan rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sejak tahun
1999 jumlah hotel/akomodasi lainnya sebanyak 403, pada tahun 2005 meningkat
menjadi 450 buah, atau meningkat sebesar 7,78%. Kenaikan jumlah hotel dan
akomodasi lainnya selama kurun waktu tersebut, tidak dibarengi dengan
peningkatan jumlah tempat tidur. Hal ini disebabkan karena adanya hotel yang
tutup.
55
Tahun Jumlah Hotel (bangunan)
Perkembangan Jumlah Hotel (%)
1990 2221991 225 1,331992 300 8,331993 310 3,231994 333 6,911995 376 11,441996 381 1,311997 388 1,81998 392 1,021999 403 2,722000 403 -2001 404 0,252002 406 0,492003 409 0,732004 415 1,452005 450 7,782006 457 1,532007 466 1,932008 487 4,312009 509 4,32
Pada tabel 4.1.2 kamar yang tersedia yaitu sebanyak 8.013 kamar pada
tahun 1999, pada tahun 2005 menurun menjadi 7.932 kamar, atau turun sebesar
4,11 persen. Penurunan jumlah kamar ini disebabkan oleh keadaan krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia. Setelah terjadi krisis ekonomi kamar yang di huni
kembali mengalami peningkatan sampai pada tahun 2006 sebesar 8616 unit
hingga tahun 2009 jumlah kamar yang di huni terus meningkat tetapi pada dua
tahun tersebut pertumbuhan jumlah kamar yang dihuni mengalami penurunan
sebesar 4,52 % hingga 2,76 %. Hal ini juga dapat disebabkan kurang atau tidak
lengkapnya fasilitas hotel dan strategi promosi yang tidak baik.
Table 4.1.2 Perkembangan Jumlah Kamar Hotel di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009
Tahun Jumlah Kamar(unit)
Perkembangan (%)
1990 4313 -1991 5047 14.541992 5166 2.301993 5299 2.511994 3834 -37.81
56
1995 6270 38.211996 7852 20.151997 7622 -3.021998 8476 10.071999 8013 -5.782000 7981 -0.402001 7888 -1.172002 7927 0.492003 7932 0.062004 8258 3.952005 7932 -4.112006 8616 7.942007 9024 4.522008 9835 8.252009 10114 2.76
Sumber : Badan Pusat Statistik Makassar
4.2 Analisis Deskriptif Variabel
Table 4.2.1 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang di Serap Langsung di Bidang Perhotelan di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009
TahunTenaga Kerja
(Orang)Perkembangan
(%)1990 1768 -1991 1916 7.721992 2256 15.07
57
1993 2508 10.041994 3776 33.581995 3979 5.101996 4091 2.731997 5758 28.951998 4954 -16.221999 5679 12.772000 5103 -11.282001 5663 9.892002 5250 -7.872003 5121 -2.522004 5149 0.542005 5262 2.152006 5049 -4.222007 6513 11.172008 6658 2.182009 7322 9.07
Sumber : Badan Pusat Statistik Makassar
Pada tabel 4.2.1 tahun 1998 dan 1999 jumlah tenaga kerja yang mampu di
serap oleh sektor pada industri pariwisata maksimum hanya sebesar 33,58% dan
jumlah tertinggi hanya sebesar 7322 orang. Secara agregat, data tahun 1997-1999
menunjukkan bahwa pada masa krisis tidak terjadi penurunan jumlah tenaga kerja,
bahkan sebaliknya terjadi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja meskipun dengan
tingkat yang relatif rendah. Pada tahun 1998 ketika krisis ekonomi melanda
Indonesia, Sektor pariwisata khususnya perhotelan di Sulawesi selatan hanya
mampu menyerap tenaga kerja sebesar 4954 orang atau menurun -16.22 %.
Dalam periode tahun 1997-2008 tersebut, terdapat beberapa periode yang
berpotensi memberikan perubahan besar dalam penyerapan tenaga kerja di
perhotelan di Sulawesi selatan , pertama adalah periode tahun 1997-1998 yang
58
ditandai dengan terjadinya krisis keuangan Asia, Sebagaimana diuraikan
sebelumnya, pada saat krisis 1997-1998 telah terjadi PHK besar-besaran namun
pada tahun 1999, penyerapan tenaga kerja justru mengalami peningkatan yang
positif meskipun kecil yaitu sebesar 12,77% kedua adalah periode tahun 2000-
2008 yang relative kurang stabil dimana kembali terjadi krisis global , yang
disertai dengan penurunan jumlah tenaga kerja khususnya periode tahun 2006-
2008 dimana pertumbuhan penyerapan tenaga kerja hanya menurun sekitar -
4,22% hingga 2.18 % meskipun secara angka realnya jumlah tenaga kerja
meningkat hingga mencapai besaran 7322 orang.
Table 4.2.2 Perkembangan Jumlah Wisatawan Domestik di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009
Tahun Wisatawan Domestik(Orang)
Perkembangan(%)
1990 266289 -1991 284091 6.271992 311684 8.851993 336689 7.43
59
1994 351433 4.191995 404858 13.191996 419213 3.421997 414841 -1.051998 147402 -181.431999 259617 43.222000 371662 30.142001 400223 7.142002 487193 17.852003 557776 12.652004 694467 19.682005 783088 11.322006 1120895 30.142007 1212982 7.602008 2032021 40.312009 2715715 25.17
Sumber : Badan Pusat Statistik Makassar
Jika dilihat pada Tabel 4.2.2 dan Tabel 4.2.3 jumlah wisatawan domestik
dan jumlah wisatawan asing yang berkunjung di Sulawesi Selatan mengalami
fluktuasi. Khususnya Pada tahun 1998 jumlah wisatawan domestik yang
berkunjung ke Sulawesi Selatan mengalami penurunan -181.43 persen yaitu
sebesar 147402 orang yang sebelumnya mengalami penurunun tetapi pada tahun
1998 yang mengalami penurunan drastis, sedangkan jumlah wisatawan asing terus
mengalami penurunan sejak tahun 1997 hingga tahun 2000 yang angkanya
mencapai -732.22 atau menurun dari 83954 orang menjadi 10088 orang. Hal ini
disebabkan karena terjadi krisis ekonomi yang melanda semua sub sektor
perekonomian di Indonesia termasuk sub sektor pariwisata. Krisis ekonomi
membuat situasi menjadi tidak kondusif bagi wisatawan yang ingin berwisata di
Indonesia. Propinsi Sulawesi selatan adalah salah satu Propinsi yang terkena
60
dampak krisis tersebut dengan menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung
ke Propinsi Sulawesi selatan. Tahun 2003 hingga tahun 2007 jumlah wisatawan
kembali mengalami fluktuasi yang disebabkan pada tahun 2002 terjadi peristiwa
bom Bali 1 yang mengakibatkan wisatawan mancanegara maupun wisatawan
nusantara merasa takut untuk berpergian melakukan kunjungan wisata di
Propinsi-Propinsi yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW). Sedangkan pada
tahun berikutnya jumlah wisatawan domestik dan asing terus mengalami
peningkatan. Hingga tahun 2009 jumlah wisatawan domestik mencapai jumlah
2715715 orang dan jumlah wisatawan asing sebesar 35712 orang.
Table 4.2.3
61
Tahun Wisatawan Asing(Orang)
Perkembangan(%)
1990 95117 -1991 100077 4.961992 115694 13.501993 152014 23.891994 198536 48.19 1995 243698 18.531996 260094 6.421997 239560 -8.571998 102136 -1.351999 83954 -21.652000 10088 -732.222001 9563 -5.482002 10997 13.042003 12094 9.072004 13197 8.362005 16172 18.402006 22249 27.312007 24531 9.302008 31215 21.412009 35712 12.6
Perkembangan Jumlah Wisatawan Asing di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009
Sumber : Badan Pusat Statistik Makassar
Table 4.2.4 Perkembangan Pendapatan Hotel di Sulawesi Selatan Tahun 1990-2009
TAHUNPendapatan Hotel(Jutaan Rupiah)
PERKEMBANGAN(%)
1990 16206.39 -1991 19692.46 17.701992 22318.2 11.771993 20248.86 -10.221994 27043.56 25.131995 32331.19 16.351996 36076.91 10.381997 37242.95 3.131998 21893.71 -70.111999 32655.69 32.962000 31330.71 -4.232001 76127.67 58.842002 83559.89 8.892003 92985.08 10.132004 100864.4 7.812005 109584.9 7.952006 110543.93 0.862007 164798.7 32.92
62
2008 208707 21.032009 250354.35 16.64
Sumber : Badan Pusat Statistik Makassar
Tabel 4.2.4 menunjukkan bahwa Pendapatan Hotel di Sulawesi Selatan
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun pada tahun 1998 hingga tahun
2000 pendapatan hotel di Sulawesi selatan mengalami penurunan sebesar -
70,11% atau 21893.71 juta rupiah dari pendapatan sebelumnya sebesar 37242.95
juta rupiah. Sementara itu dilihat dari pertumbuhannya, pendapatan hotel di
Sulawesi selatan sempat mengalami penurunan khususnya pada masa-masa krisis
dan masa pemulihan setelah krisis tahun 1998 dan tahun 2008. Rata
pertumbuhan pendapatn hotel berkisar 0,86 % hingga 58,84 %.
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai minimum, maksimum, rata –
rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation) dari masing-masing variable
penelitian. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3.1 di bawah ini.
Tabel 4.3.1 Statistik Deskriptif
Deskriptif Statistik Sebelum Ln
63
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Penyerpan
tenaga kerja20 1768.00 7322.00 4688.7500 1576.37074
Wisnu 20 147402.00 2715715.00 678606.9500 650934.30041
Wisman 20 9563.00 260094.00 88834.9000 86841.96746
Jumlah kamar 20 3834.00 10114.00 7369.9500 1774.08483
Produksi (omset
yang di peroleh
hotel)
20 16206.00 250354.00 74629.6500 67290.67601
Valid N
(listwise)20
Sumber : Data Statistik yang diolah tahun 1990- 2009
Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat bahwa dengan N = 20 waktu amatan,
variabel dependen penyerapan tenaga kerja mempunyai nilai minimum 1768,00
orang dan nilai maksimum 7322,00 orang . Sementara nilai standar deviasi
(standard deviation) sebesar 1576,37074 orang dan nilai rata - rata (mean) sebesar
4688,7500 orang. Nilai rata - rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai
standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan
baik.
64
Dari hasil analisis diatas, jumlah wisatawan domestik memiliki nilai
minimum sebesar mempunyai nilai minimum 147402.00 orang yang terjadi pada
tahun 1990 dan terus meningkat hingga mencapai nilai maksimum sebesar
2715715.00 orang pada tahun 2009. Sementara nilai standar deviasi (standard
deviation) sebesar 650934.30041 orang, dan nilai rata - rata (mean) sebesar
678606.9500 orang. Nilai rata - rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai
standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan
baik.
Variabel independen wisatawan asing mempunyai nilai minimum 9563.00
orang yang terjadi pada tahun 2001 dan nilai maksimum 260094.00 orang pada
tahun 1996. Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) wisatawan asing
sebesar 86841.96746 orang dan nilai rata - rata (mean) sebesar 88834.9000
orang. Nilai rata - rata (mean) wisatawan asing yang lebih besar dibandingkan
nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi
dengan baik.
Variabel independen wisatawan domestik mempunyai nilai minimum
11.90% pada tahun 1998 dan nilai maksimum 14.81% pada tahun 2009.
Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) sebesar 0,72% dan nilai rata
- rata (mean) sebesar 13,13%. Nilai rata - rata (mean) yang lebih besar
dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data
terdistribusi dengan baik. ini berarti selama periode 1990-2009.
65
Dan variabel independen jumlah kamar mempunyai nilai minimum 8.25%
pada tahun 1994 dan nilai maksimum 9.22% pada tahun 2009. Sementara nilai
standar deviasi (standard deviation) sebesar 0,27% dan nilai rata - rata (mean)
sebesar 8.87%. Nilai rata - rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai
standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan
baik.
Dari hasil analisis deskriptif statistik diatas, dapat kita lihat bahwa variabel
jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan,
wisatawan asing, wisatawan domestik, jumlah kamar, dan produksi (omset yang
diperoleh hotel) menimbulkan permasalahan dalam pengolahan data. Oleh karena
itu, dalam pengolahan data ini dibentuk model regresi semi log dengan
mentransformasikan nilai jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung
di bidang perhotelan, wisatawan asing, wisatawan domestik, jumlah kamar, dan
produksi (omset yang diperoleh hotel) ke Logaritma Natural (LN), dan dari
penggunaan Logaritma Natural maka diperoleh hasil seperti tabel 4.4.2 berikut:
Tabel 4.3.2 Statistik Deskriptif
Deskriptif Statistik dengan Ln
66
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Penyerpan tenaga
kerja20 7.48 8.90 8.3824 .41513
Wisnu 20 11.90 14.81 13.1355 .72458
Wisman 20 9.17 12.47 10.8058 1.19971
Jumlah kamar 20 8.25 9.22 8.8727 .27320
Produksi (omset
yang di peroleh
hotel)
20 9.69 12.43 10.8651 .85929
Valid N (listwise) 20
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
4.4 Pengujian Asumsi Klasik
Karena data yang digunakan adalah data sekunder maka untuk
menentukan ketepatan model perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi
klasik yang digunakan yaitu : Multikolonieritas, Heteroskedastisitas, Autokorelasi
dan Uji Normalitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.4.1 Hasil Uji Multikolinearitas
67
Masalah-masalah yang mungkin akan timbul pada penggunaan persamaan
regresi berganda adalah multikolinearitas, yaitu suatu keadaan yang variabel
bebasnya (independen) berkorelasi dengan variabel bebas lainnya atau suatu
variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,
2009).
Sementara melihat besaran korelasi antara variabel independen (dapat
dilihat pada tabel 4.4.1) tampak bahwa hanya variabel wisatawan asing yang
mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel produksi (omset yang diperoleh
hotel) dengan tingkat korelasi 0,917 atau sekitar 92 %. Oleh karena korelasi ini
masih dibawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang
serius.
68
Tabel 4.4.1 Uji Multikolinearitas
Coefficient Correlationsa
Model LnX4 X2 X3 X1
1 Correlations LnProduksi (omset yang di peroleh hotel)
1.000 .613 -.612 -.917
LnWisman.613 1.000 -.127 -.509
LnJumlah
Lnkamar -.612 -.127 1.000 .416
LnWisnu -.917 -.509 .416 1.000
Covariances LnProduksi (omset yang di peroleh hotel)
.050 .008 -.039 -.040
LnWisman .008 .003 -.002 -.006
LnJumlah Lnkamar -.039 -.002 .080 .023
LnWisnu -.040 -.006 .023 .038
a. Dependent Variable: Y : jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
4.4.2 Hasil Uji Autokolerasi
Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi di antara
anggota-anggota dari serangkaian observasi yang berderetan waktu (apabila
datanya time series) atau korelasi antara tempat berdekatan (apabila cross
sectional). Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan
69
ada problem autokorelasi. (Ghozali, 2009). Menurut Muhammad Iqbal Hasan
(2001:290) klaisfikasi nilai d yang dapat digunakan untuk melihat ada atau
tidaknya autokorelasi dalam model regresi.
Tabel 4.4.2.1
Klasifikasi Nilai DW untuk Autokorelasi
Nilai Keterangan
<1,10
1,10 – 1,54
1,55 – 2,45
2,46 – 2,90
>2,91
Ada autokorelasi
Tidak ada kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada kesimpulan
Ada autokorelasi
Sumber: Iqbal Hasan (2001)
Tabel 4.4.2.2 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .904a .817 .768 .19989 1.492
a. Predictors: (Constant), LnX4, LnX2, LnX3, LnX1
b. Dependent Variable: LnYSumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
berdasarkan nilai DW=1.492 (1,10 – 1,54) artinya Tidak ada kesimpulan
.
70
4.4.3 Hasil Uji Heteroskedisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain berbeda maka disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mendeteksi gejala
heteroskedasitas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi varabel terikat
(ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi heteroskedasitas dapat
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
ZPRED dan SRESID dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang terletak di Studentized.
1) Jika ada titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka
mengidentifikasikan telah terjadi heterokedasitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedasitas. Jika ada titik-titik
yang membentuk pola tertentu yang teratur maka mengidentifikasikan telah
terjadi heterokedasitas.
71
Gambar 4.4.3.1 Hasil Uji Heterokedasitas
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
Berdasarkan plot di atas bahwa tidak ada plot yang jelas dan titik-titik
menyebar di atas dan di bawah sumbu Y sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskedisitas.
4.4.4 Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang
baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji
normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik. Normalitas
72
dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari
grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya:
3) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis
diagonal grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi
memenuhi asumsi normalitas.
4) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis
diagonal tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
tidak memenuhi asumsi normalitas.
Berdasarkan tampilan grafik histogram dapat disimpulkan bahwa variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Berdasarkan dari histogram
di atas, menunjukkan pola regresi normal yang memenuhi asumsi normalitas
karena histogram yang ada menyerupai lonceng (mendekati pola distribusi
normal).
73
Gambar 4.4.4.1 Grafik Distribusi Normal Variabel Pengganggu
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
Sedangkan berdasarkan grafik normal plot (dapat dilihat pada gambar 4.4),
dapat dilihat bahwa titik - titik menyebar di sekitar garis diagonal. Hal ini
mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
74
Gambar 4.4.4.2 Grafik Normal Plot
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa model regresi
memenuhi asumsi normalitas data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti garis diagonal tersebut. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis non – parametric Kolmogorof - Smirnov
(K-S) (Ghozali, 2009).
75
Tabel 4.4.4.3 Uji NormalitasOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4
N 20 20 20 20 20
Normal Parametersa Mean 8.3824 13.1355 10.8058 8.8727 10.8651
Std. Deviation .41513 .72458 1.19971 .27320 .85929
Most Extreme Differences Absolute .269 .203 .171 .296 .204
Positive .109 .203 .124 .112 .204
Negative -.269 -.128 -.171 -.296 -.119
Kolmogorov-Smirnov Z 1.202 .908 .766 1.322 .911
Asymp. Sig. (2-tailed) .111 .382 .600 .061 .377
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
Berdasarkan Uji Normalitas menggunakan analisis non – parametric
Kolmogorof - Smirnov (K-S) (dapat dilihat pada gambar 4.5.4.3) diperoleh hasil
bahwa variabel wisatawan domestik, wisatawan asing , jumlah kamar, produksi
(omset yang diperoleh hotel), dan penyerapan tenaga kerja mempunyai tingkat
signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
variabel - variabel tersebut terdistribusi secara normal.
76
4.5 Pengujian Hipotesis
Hasil analisis dan pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.5.1 Uji - F
Berdasarkan Uji - F diperoleh pengaruh secara bersama - sama empat
variabel independen Jumlah wisatawan asing, Jumlah wisatawan domestik,
Jumlah kamar dan pendapatan Hotel terhadap variabel dependen penyerapan
tenaga kerja sebagai berikut.
Tabel 4.5.1 Hasil Uji – F
ANOVA
ModelSum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.675 4 .669 16.738 .000a
Residual .599 15 .040
Total 3.274 19
a. Predictors: (Constant), LnX4, LnX2, LnX3, LnX1
b. Dependent Variable: LnY
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
Berdasarkan Uji - F diperoleh hasil bahwa nilai F hitung sebesar 16,738
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai F hitung > F tabel ( 16,738
> 3,11) dan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat 77
digunakan untuk memprediksi variabel dependen penyerapan tenaga kerja atau
secara bersama - sama variabel independen Jumlah wisatawan domestik, Jumlah
wisatawan asing, Jumlah kamar dan pendapatan Hotel berpengaruh terhadap
variabel dependen penyerapan tenaga kerja.
4.5.2. Uji - t
Sementara itu secara parsial pengaruh dari empat variabel independen
tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 4.5.2 Uji – t
Coefficientsa
Model
Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -.421 2.341 -.180 .860
LnX1 .379 .196 .661 1.931 .073
LnX2 .486 .216 1.248 2.048 .046
LnX3 .771 .282 .507 2.729 .016
LnX4 .553 .224 1.145 2.470 .026
a. Dependent Variable: Penyerapan tenaga kerja
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
78
Dari tabel 4.6.2 dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut :
Y = a0.x1bi.e (b2X2.b3X3.b4X4)
lnY = a + b1lnX1 + b2ln X2 + b3ln X3+ b4lnX4 + µ
LnY = -0.421 + 0,379X1 + 0.086 X2 + 0.771 X3 + 0,553 X4
LnTK = -0,421 +0,379 Wisatawan Domestik + 0.086 wisatawan Asing + 0.771
Jumlah Kamar + 0,553 Jumlah Pendapatan
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas diperoleh koefisien regresi
Jumlah Wisatawan domestik sebesar (+)0,379. Koefisien tersebut
mengindikasikan adanya hubungan positif antara variabel Wisatawan domestik
terhadap penyerapan tenaga kerja, artinya apabila wisatawan domestik (wisnu)
meningkat sebesar 1 %, maka akan meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja
yang diserap langsung di bidang perhotelan sebesar (+)0,379 %, dengan asumsi
wisatawan asing , jumlah kamar dan produksi(omset yang diperoleh hotel) tetap.
Koefisien regresi wisatawan asing sebesar (+)0,086. Koefisien tersebut
mengindikasikan adanya hubungan positif antara variabel wisatawan asing
terhadap penyerapan tenaga kerja, Artinya apa bila wisatawan asing meningkat
sebesar 1 %, maka akan meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja yang 79
diserap langsung di bidang perhotelan sebesar (+)0,086%, dengan asumsi
wisatawan domestik , jumlah kamar dan produksi (omset yang diperoleh hotel)
tetap.
Koefisien regresi jumlah kamar sebesar (+)0,771. Koefisien tersebut
mengindikasikan adanya hubungan positif antara variable jumlah kamar terhadap
penyerapan tenaga kerja, Artinya apa bila jumlah kamar meningkat sebesar 1 %,
maka akan meningkatkankan jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap
langsung di bidang perhotelan sebesar (+)0,771%, dengan asumsi wisatawan
asing , wisatawan domestik dan produksi (omset yang diperoleh hotel) tetap.
Koefisien regresi produksi (omset yang diperoleh hotel) sebesar (+)0,553.
Koefisien tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara variabel
produksi (omset yang diperoleh hotel) terhadap penyerapan tenaga kerja, Artinya
apa bila produksi (omset yang diperoleh hotel) meningkat sebesar 1 %, maka akan
meningkatkankan jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan (+)0,553%, dengan asumsi wisatawan asing , wisatawan
domestik dan jumlah kamar tetap.
Sedangkan nilai konstanta (-) 0,421 berarti, jika wisatawan asing ,
wisatawan domestik, jumlah kamar dan produksi (omset yang diperoleh hotel) di
abaiakan (tetap) maka besarnya jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap
langsung di bidang perhotelan adalah (-) 0,421 atau jumlah penyerapan tenaga
kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan (-) 0,421.
80
Berdasarkan koefisien beta regresi pada tabel 4.6.2 dapat disimpulkan
bahwa variabel jumlah kamar memiliki pengaruh yang paling besar terhadap
jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan
dengan nilai koefisien beta regresi sebesar (+) 0,771, diikuti variabel wisatawan
domestik, wisatawan asing, dan produksi (omset yang diperoleh hotel) dengan
nilai beta regresi berturut - turut sebesar (+) 0,379, (+)0,086, dan (+) 0, 553.
Dari hasil Uji - t dapat dilakukan pembahasan hipotesis yang diajukan
sebagai berikut :
1. Wisatawan domestik berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t hitung sebesar 1.931 dan t
tabelnya 1,753 dengan tingkat signifikansi 0,073. Karena t hitung lebih
besar dari t tabel (1.931 > 1,753) dan tingkat signifikansi sebesar 0,073,
maka secara parsial variabel wisatawan domestik berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan terhadap variabel dependen penyerapan tenaga
kerja. Dengan demikian hipotesis ditolak.
2. Wisatawan asing berpengaruh Positif terhadap penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t hitung sebesar (+)
2,048 dengan tingkat signifikansi 0,046. Karena t hitung lebih besar dari t
tabel (2,048 > 1,753) serta tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan
nilai t hitung bertanda positif, maka secara parsial variabel independen
wisatawan asing berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap variabel
81
dependen penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang
perhotelan. Dengan demikian hipotesis diterima.
3. Jumlah kamar berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t hitung sebesar (+)
2,729 dengan tingkat signifikansi 0,016 Karena t hitung lebih besar dari t
tabel (2,729 > 1,753) serta tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05
sebesar 0,016 dan nilai t hitung bertanda positif, maka secara parsial
variabel independen jumlah kamar berpengaruh positif dan signifikan
terhadap variabel dependen penyerapan tenaga kerja yang diserap
langsung di bidang perhotelan. Dengan demikian hipotesis diterima.
4. Produksi (omset yang di peroleh hotel) berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t hitung sebesar
2,470 dengan tingkat signifikansi 0,026. Karena negatif t hitung lebih
besar dari t tabel ( 2,470 > - 1,753) dan tingkat signifikansi lebih kecil dari
0,05 maka secara parsial variabel independen produksi (omset yang
diperoleh hotel) berpengaruh positif signifikan terhadap variable dependen
penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian hipotesis diterima.
4.5.3 Uji Koefisien Determinan (R2)
Berdasarkan tampilan SPSS model summary diperoleh hasil bahwa nilai
R2 sebesar 0,81 hal ini berarti 81% variasi penyerapan tenaga kerja dapat
dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independen wisatawan domestik,
82
wisatawan asing, jumlah kamar, dan produksi (omset yang diperoleh hotel).
Sedangkan sisanya sebesar 19% dijelaskan oleh sebab - sebab lain diluar model.
Tabel 4.5.3 Adjusted R2
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate
1 .904a .817 .768 .19989
a. Predictors: (Constant), LnProduksi (omset yang di peroleh hotel)Wisman, Jumlah kamar, Wisnu
b. Dependent Variable: Penyerapan tenaga kerja
Sumber : Statistik Statistik yang diolah tahun 1990-2009
4.6 Pembahasan
4.6.1 Variabel Wisatawan Domestik
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
wisatawan domestik selama periode penelitian mempengaruhi penyerapan tenaga
kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan namun tidak signifikan.
Disebabkan wisatawan domestik tidak terlalu meningkatkan pendapatan hotel
karena wisatawan domestik kebanyakan memiliki keluarga di daerah tujuan
wisata tersebut sehingga mereka lebih memilih tinggal bersama keluarga mereka.
Wisatawan domestik yang datang ke Sulawesi selatan, akan tetap mendorong
peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja, tetapi tidak akan berdampak besar
pada bidang perhotelan namun peningkatan penyerapan tenaga kerjanya terdapat
83
pada bidang restoran, travel, dan kerajinan tangan atau karya seni demikian pula
sebaliknya. (wisatawan domestik berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan namun tidak signifikan, maka
hipotesis ditolak).
4.6.2 Variabel Wisatawan Asing
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
wisatawan asing selama periode penelitian mempengaruhi penyerapan tenaga
kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan secara signifikan . Semakin
tinggi jumlah wisatawan asing maka semakin besar jumlah penyerapan tenaga
kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan (Wisatawan asing berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang
perhotelan, diterima).
Jumlah wisatawan asing yang terus mengalami peningkatan akan
meningkatkan kebutuhan wisatawan selama perjalanan wisatanya akan
menimbulkan gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di daerah tujuan
wisata. Semakin banyak jumlah wisatawan tinggal di suatu daerah tujuan wisata,
maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah tujuan wisata
tersebut, paling sedikit untuk keperluan makan, minum dan penginapan selama
tinggal di daerah tersebut. Dengan adanya kegiatan konsumtif dari wisatawan
mancanegara, maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu
daerah. Oleh karena itu, semakin tingginya arus kunjungan wisatawan, maka
84
pendapatan sektor pariwisata juga akan semakin meningkat. Meningkatnya
pendapatan pada sektor pariwisata pada akhirnya akan medorong kemampuan
industri pariwisata khususnya perhotelan untuk meningkatkan penyerapan tenaga
kerja di daerah tersebut.
Rata - rata wisatawan asing pada periode 1990-2009 berada pada kisaran
yang cukup tinggi yakni rata-rata 888.3490, jauh diatas ketentuan minimal.
Tingginya jumlah wisatawan asing mengindikasikan adanya sumber lapangan
kerja baru yang ideal. Pulihnya perekonomian secara berangsur - angsur telah
mendorong optimalisasi kegunaan sumber daya manusia (SDM) melalui
penyerapan tenaga kerja. penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan mengalami peningkatan seiring dengan pulihnya perekonomian
Indonesia.
Di sisi lain pada tahun penelitian 1990-2009, di mana masa setelah krisis
1998 dan tahun 2008 secara institusional, Salah satu dampak krisis adalah
terjadinya pada saat krisis jumlah pendapatan hotel mengalami penurunan
sehingga hotel di Sulawesi selatan melakukan pengurangan karyawan (PHK) yang
cukup tajam akibat besarnya kerugian. Sebagai akibatnya, penyerapan tenaga
kerja berkurang.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ida Austriana (2005) yang menyatakan bahwa semakin tingginya
arus kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor pariwisata juga akan semakin
meningkat. 85
4.6.3 Variabel Jumlah Kamar
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
jumlah kamar selama periode penelitian mempengaruhi penyerapan tenaga kerja
yang diserap langsung di bidang perhotelan secara signifikan. Semakin tinggi
jumlah kamar akan mendorong jumlah produksi (omset yang diperoh hotel).
(Jumlah kamar berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap
langsung di bidang perhotelan, diterima).
Jumlah kamar mencerminkan produksi hotel. Semakin banyak jumlah
kamar maka semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh pihak hotel. Akibat
tingginya jumlah kamar setiap hotel akan lebih berhati - hati (selektif) dalam
menyalurkan penambahan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan adanya potensi
kerugian yang di alami oleh pihak hotel.
pembangunan hotel-hotel berkembang dengan pesat, apakah itu pendirian
hotel- hotel baru atau pengadaan kamar- kamar pada hotel- hotel yang ada. Fungsi
hotel bukan saja sebagai tempat menginap untuk tujuan wisata namun juga untuk
tujuan lain seperti manjalankan kegiatan bisnis, mengadakan seminar, atau
sekedar untuk mendapatkan ketenangan. Perhotelan memiliki peran sebagai
penggerak pembangunan daerah, perlu dikembangkan secara baik dan benar
sehingga dapat meningkatkan pendapatan industri, penyerapan tenaga kerja serta
perluasan usaha. Hotel merupakan salah satu jenis usaha yang menyiapkan
pelayanan jasa bagi masyarakat dan wisatawan.
86
Penurunan jumlah kamar ini disebabkan oleh keadaan krisis ekonomi yang
terjadi di Indonesia. Penurunan dari jumlah kamar ini pun sangat berdampak pada
penyerapan tenaga kerja, sebab jika jumlah kamar mengalami penurunan ini
berarti pendapatan yang diperoleh hotel akan berkurang, untuk menutupi dari
kerugian yang akan didapat oleh pihak hotel maka pihak hotel melakukan
pengurangan karyawan.
Setelah terjadi krisis ekonomi kamar yang di huni kembali mengalami
peningkatan sampai pada tahun 2006. Hal tersebut terlihat dari data yang di
peroleh, pada data table 4.2.2 menunjukan peningkatan di setiap tahunnya.
Hasil ini mendukung teori dari (Badrudin, 2001) Oleh karena itu industri
pariwisata terutama kegiatan yang berkaitan dengan penginapan yaitu hotel, baik
berbintang maupun melati akan memperoleh pendapatan yang semakin banyak
apabila para wisatawan tersebut semakin lama mengeinap. Sehingga juga akan
meningkatkan pendapatan atau omzet perhotelan.
4.7.4 Variabel Pendapatan (omset yang di peroleh hotel)
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
Produksi (omset yang di peroleh hotel) selama periode penelitian mempengaruhi
penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan secara
signifikan. (Produksi (omset yang di peroleh hotel) berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja, diterima). Produksi (omset yang di peroleh hotel)
87
tentunya berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan.
Produksi (omset yang di peroleh hotel) sebagai variabel pendapatan
berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hubungan tersebut terjadi
baik pada seluruh periode, maupun pada periode sebelum dan sesudah krisis. Saat
krisis ekonomi menimpa menunjukkan bahwa Pendapatan Hotel di Sulawesi
Selatan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun pada tahun 1998 hingga
tahun 2000 pendapatan hotel di Sulawesi selatan mengalami penurunan secara
umum.
BAB V88
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan
pada bab IV, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pembahasan atas pengujian hipotesis mengenai pengaruh
wisawatan domestik terhadap jumlah tenaga kerja yang penyerapan tenaga
kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan dapat disimpulkan bahwa
secara parsial variabel wisatawan domestik berpengaruh positif terhadap
variabel penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan,
tetapi tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat signifikansi yang
lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis 1 ditolak.
2. Berdasarkan hasil pembahasan atas pengujian hipotesis mengenai pengaruh
wisawatan asing terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel wisatawan
asing berpengaruh positif terhadap variabel penyerapan tenaga kerja yang
diserap langsung di bidang perhotelan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis 2 diterima.
3. Berdasarkan hasil pembahasan atas pengujian hipotesis mengenai pengaruh
jumlah kamar terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel jumlah
89
kamar berpengaruh positif terhadap variabel penyerapan tenaga kerja yang
diserap langsung di bidang perhotelan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis 3 diterima.
4. Berdasarkan hasil pembahasan atas pengujian hipotesis mengenai produksi
(omset yang di peroleh hotel) terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap
langsung di bidang perhotelan dapat disimpulkan bahwa secara parsial
variabel produksi (omset yang di peroleh hotel) berpengaruh signifikan
terhadap variable penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang
perhotelan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil
dari 0,05, sehingga hipotesis 4 diterima.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini untuk
pihak-pihak yang berkepentingan dimasa mendatang demi pencapaian manfaat
yang optimal, dan pengembangan dari hasil penelitian berikut :
1. Bagi penelitian selanjutnya
Untuk agenda penelitian mendatang dapat dikembangkan penelitian
dengan periode penelitian yang lebih panjang. Dengan demikian mampu
memberikan gambaran kondisi penyaluran penyerapan tenaga kerja yang
diserap langsung di bidang perhotelan secara lebih luas. Diharapkan dapat
meneliti dengan variabel-variabel lain diluar variabel ini agar memperoleh
hasil yang lebih bervariatif yang dapat menggambarkan hal-hal apa saja yang
90
dapat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan.
2. Bagi Pihak Industri Pariwisata
Berdasarkan hasil uji t, Pertumbuhan wisatawan asing berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di
bidang perhotelan. diharapkan dapat meningkat terhadap penyerapan tenaga
kerja karena memberikan devisa yang cukup besar bagi pendapatan negara ini
juga merupakan tujuan utama dari suatu industri pariwisata. Salah satu cara
agar dapat menaikkan jumlah wisatawan asing yakni dapat dilakukan misalnya
dengan memberikan promosi dan objek wisata yang lebih menarik.
Berdasarkan hasil uji t, wisatawan domestik berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang
perhotelan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Abdullah yang menyatakan bahwa wisatawan berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang
perhotelan. Berdasarkan hasil uji t, jumlah kamar berpengaruh positif
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang
perhotelan.
DAFTAR PUSTAKA
91
Abdullah , 1998, “Pariwisata dan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Selayar”,
Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Tidak di Publikasikan.
Abeng. Tenri, 2001, “Pengaruh Industri Pariwisata Terhadap Kesempatan Kerja
di Makassar”, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Tidak di
Publikasikan.
Austriana, Ida. 2005, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah
dari Sektor Pariwisata”. Disertasi Tidak Dipublikasikan, Fakultas
Ekonomi,Universitas Diponegoro.
Biro Pusat Statistik: Sulawesi Selatan dalam Angka (beberapa edisi) BPS,
Makassar.
Boediono, 1982 Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta.
Darmadjati, R.S : Pengantar Pariwisata; Pradya Paramita, 2002.,
Dayan, A :Pengantar Metode Statistik, LP3ES, Jakarta, 1977
Departemen PARTPOSTEL Republik Indonesia: Indonesia Tourism, Postard
Telecomucation, Jakarta : LP3ES, 1984.
Derektorat Jenderal Pariwisata: Pengantar Pariwisata Indonesia, Jakarta, 1985.
Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan: Perhotelan dan Pariwisata, Makassar, 2009.
92
Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan: Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Sulawesi Selatan, Makassar, 2009.
Djojohadi Kusumo, Sumitro: Indonesia Dalam Perkembangannya, Kini dan Masa
Datang, Jakarta: LP3SES, 1984.
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw Hill, New York.
Hartono, Hari: Perkembangan Pariwisata, Kesempatan Kerja dan
Permasalahannya, Prisma No. 1, 1974.
Pendit, Nyoman S: Pariwisata: Sebuah Analisis dan Informasi, Djambatan,
Jakarta, 1965.
Projogo, M.J: Pengantar Pariwisata Indonesia; Jakarta: Direktorat Jenderal
Pariwisata, 1976.
Ramli, 2003, “Perkembangan Industri dan Penyerapan Tenaga Kerja di
Kabupaten Pangkep Periode 1996-2000” ,Skripsi, Universitas
Hasanuddin, Makassar, Tidak di Publikasikan.
Rudi, Badrudin. 2001. “Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah
Istimewa Yogyakarta Melalui Pembangunan Industri Pariwisata”.
Kompak.No. 3. Hal. 1-13
Sagir, Suharsono: Kesempatan Kerja Ketahanan Dalam Pembangunan Manusia
Indonesia Seutuhnya, Bandung, 1982.
Salah, Wahab. 2003. Manajemen Kepariwisataan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
93
Simanjuntak, Payaman.J 1998,” Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Spilane, James DR: Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya; Yogyakarta:
Kanisius, 1987.
Sukirno, Sadono: Ekonomi Pembangunan, Medan: Borta Gorat, 1996.
Sumarjan , Selo: Pariwisata dan Kebudayaan, Prisma No.1, 1974.
Suparmoko (1972),” Penngantar Ekonomi Pembangunan”, BPTE- UGM,
Yogyakarta.
Tjiptoherijanto, Priyono. "Situasi Angkatan Kerja dan Lapangan Kerja Sejak
Sensus 1971". Analisis CSIS Voi. 3,1989.
Undang- undang No.5, Tahun 1974: Pokok Pemerintahan di Daerah, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1984.
Vicky hanggara, 2009, Pengertian Tingkat Hunian Hotel,
(http://vickyhanggara.blog.friendster.com/2009/pengertian-tingkat hunian
hotel/),diakses 2 Maret 2010.
Yoeti, Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Jakarta: Kompas.
Yoeti, Oka A: Pemasaran Pariwisata, Angkasa, Bandung, 1985.
Yoeti, Oka. 1997. Ekowisata : Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup.
Jakarta : P. Pertja.
94
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Penyerpan tenaga
kerja20 1768.00 7322.00 4688.7500 1576.37074
Wisnu 20 147402.00 2715715.00 678606.9500 650934.30041
Wisman 20 9563.00 260094.00 88834.9000 86841.96746
Jumlah kamar 20 3834.00 10114.00 7369.9500 1774.08483
Produksi (omset
yang di peroleh
hotel)
20 16206.00 250354.00 74629.6500 67290.67601
Valid N (listwise) 20
LAMPIRAN
Deskriptif Statistik dengan Ln
95
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum MeanStd.
Deviation
LnY 20 7.48 8.90 8.3824 .41513
LnX1 20 11.90 14.81 13.1355 .72458
LnX2 20 9.17 12.47 10.8058 1.19971
LnX3 20 8.25 9.22 8.8727 .27320
LnX4 20 9.69 12.43 10.8651 .85929
Valid N (listwise)
20
Uji Multikolinearitas
Coefficient Correlationsa
Model LnX4 X2 X3 X1
1 Correlations LnProduksi (omset yang di peroleh hotel)
1.000 .613 -.612 -.917
LnWisman.613 1.000 -.127 -.509
LnJumlah
Lnkamar -.612 -.127 1.000 .416
LnWisnu -.917 -.509 .416 1.000
Covariances LnProduksi (omset yang di peroleh hotel)
.050 .008 -.039 -.040
LnWisman .008 .003 -.002 -.006
LnJumlah Lnkamar -.039 -.002 .080 .023
LnWisnu -.040 -.006 .023 .038
a. Dependent Variable: Y : jumlah penyerapan tenaga kerja yang diserap langsung di bidang perhotelan
Hasil Uji Heterokedasitas
96
Grafik Distribusi Normal Variabel Pengganggu
Grafik Normal Plot
97
Uji NormalitasOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4
N 20 20 20 20 20
Normal Parametersa Mean 8.3824 13.1355 10.8058 8.8727 10.8651
Std. Deviation .41513 .72458 1.19971 .27320 .85929
Most Extreme Differences Absolute .269 .203 .171 .296 .204
Positive .109 .203 .124 .112 .204
Negative -.269 -.128 -.171 -.296 -.119
Kolmogorov-Smirnov Z 1.202 .908 .766 1.322 .911
Asymp. Sig. (2-tailed) .111 .382 .600 .061 .377
a. Test distribution is Normal.
Hasil Uji – F
ANOVA
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.675 4 .669 16.738 .000a
Residual .599 15 .040
Total 3.274 19
a. Predictors: (Constant), LnX4, LnX2, LnX3, LnX1
b. Dependent Variable: LnY
98
Adjusted R2
TahunTenaga Kerja
(Y)
Wisatawan Domestik
(X1)
Wisatawan Asing(X2)
Jumlah Kamar
(X3)
Pendapatan Hotel
(Jutaan Rupiah)(X4)
1990 1768 266289 95117 4313 16206.39
1991 1916 284091 100077 5047 19692.46
1992 2256 311684 115694 5166 22318.2
1993 2508 336689 152014 5299 20248.86
1994 3776 351433 198536 3834 27043.56
1995 3979 404858 243698 6270 32331.19
99
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.BStd.
Error Beta
1 (Constant)
-.421 2.341 -.180 .860
LnX1 .379 .196 .661 1.931 .073
LnX2 .486 .216 1.248 2.048 .046
LnX3 .771 .282 .507 2.729 .016
LnX4 .553 .224 1.145 2.470 .026
a. Dependent Variable: Penyerapan tenaga kerja
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate
1 .904a .817 .768 .19989
a. Predictors: (Constant), LnProduksi (omset yang di peroleh hotel)Wisman, Jumlah kamar, Wisnu
b. Dependent Variable: Penyerapan tenaga kerja
1996 4091 419213 260094 7852 36076.91
1997 5758 414841 239560 7622 37242.95
1998 4954 147402 102136 8476 21893.71
1999 5679 259617 83954 8013 32655.69
2000 5103 371662 10088 7981 31330.71
2001 5663 400223 9563 7888 76127.67
2002 5250 487193 10997 7927 83559.89
2003 5121 557776 12094 7932 92985.08
2004 5149 694467 13197 8258 100864.4
2005 5262 783088 16172 7932 109584.9
2006 5049 1120895 22249 8616 110543.93
2007 6513 1212982 24531 9024 164798.7
2008 6658 2032021 31215 9835 208707
2009 7322 2715715 35712 10114 250354.35
100