analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA
(Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)
Oleh:
Dhanang Eka Putra
A 14104664
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
DHANANG EKA PUTRA. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku kulit
pada PT Mastrotto Indonesia (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat) di
bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO
Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para
produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau,
domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah
hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta
Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo,
Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya);
sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan
Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar
dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan
yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk
memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya
sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga”
yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara
manual atau dengan tangan.
Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri
perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun
2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS
dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar
AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan
berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat
aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor
bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.
Tujuan Penelitian adalah Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia
telah melakukan pengendalian persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga
diperoleh biaya pemesanan dan penyimpanan yang minimum dan Menyusun
alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan yang lebih
baik.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, Bogor, Jawa
Barat. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain, data produksi dan
penjualan, sumber bahan baku, data pemakaian bahan baku, waktu tunggu
pembelian bahan baku, harga bahan baku, biaya-biaya persediaan, gambaran
umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan, dan struktur
organisasi dan target produksi PT. Mastrotto Indonesia. Bahan baku yang
digunakan adalah grain dan split.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis perbandingan terhadap bahan
baku grain dan split dengan kriteria biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan
biaya persediaan. Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP
memiliki keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang
konsisten dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu
tanpa persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui
sebelumnya.
Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku,
karena perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga
apabila terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga,
terjadi kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok,
akan menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di
perusahaan akan terganggu.
Metode EOQ memiliki keunggulan dalam hal mempermudah
manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali
pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam
tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini,
persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan
pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat
persediaannya.
Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat
pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400
untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk
grain dan Rp 29.010.000 untuk split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan
pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan
teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan
sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split,
sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp
1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan
tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang
terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-.
Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan
dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya,
dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada
biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan
persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga
teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan
bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan
dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA
(Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Dhanang Eka Putra
A 14104664
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kulit pada PT
Mastrotto Indonesia, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa
Barat.
Nama : Dhanang Eka Putra
NRP : A 14104664
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, MEc
NIP. 130 350 044
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT
MASTROTTO INDONESIA, KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR, JAWA
BARAT. BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH
PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG MENYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, 26 Mei 2008
Dhanang Eka Putra
NRP. A14104664
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan
Ponidi dan Suprihatin. Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 10 Desember 1983,
masa pendidikan penulis dimulai dari TK di Umbulsari, Jember, Jawa Timur pada
tahun 1988. Pada tahun 1989 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SDN no 22
Skph Spv Manisraya, Sintang Kalimantan Barat sampai tahun 1995. Pada tahun
1995-1998, penulis memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2
Tempunak, Sintang Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 1998-2001, penulis
melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 2 Sintang.
Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi Institut
Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman
dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Segala puji bagi ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skrupsi ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Nabi dan Rosul paling mulia Muhammas SAW beserta keluarga dan
sahabatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengendalian persediaan bahan
baku yang efisien, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang
minimum dengan jumlah yang optimal, dan memberikan alternatif model
pengendalian persediaan bahan baku bagi PT Mastrotto Indonesia, sehingga dapat
meminimumkan biaya persediaan bahan baku. Tak ada gading yang tak retak,
penulisan skripsi ini belum sempurna. Penulis menyadari bahwa kajian ini masih
harus diperluas untuk menjadikannya lebih sempurna. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama yang terlibat dalam pengendalian
persediaan bahan baku kulit PT Mastrotto Indonesia.
Bogor, 26 Mei 2008
Dhanang Eka Putra
NRP. A14104664
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil Alamin.....
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, Penulis
menghaturkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain :
1. Keluargaku tersayang : Bapak, Ibu dan adikku Fredy atas kasih sayang, doa,
dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis baik moril dan materi.
2. Ir. Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
sabar memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti baik sebelum,
sesudah dan selama penyusunan skripsi.
3. M. Firdaus Phd selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan
masukannya.
4. Rahmat SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan
saran dan masukannya.
5. Ibu Christina EP yang telah memberikan kesempatan dan dukungan penuh
kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT Mastrotto Indonesia.
6. Mas Rojikin, Mbak Anita, Sari, Siti, Hera, Dini dan Frida yang telah membantu
dan memberikan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian.
7. Pak Irul, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis,
berupa ruang gerak diantara kerja dan melakukan penelitian.
8. Temen-temen kerja di PT Mastrotto Indonesia, khususnya di bagian Stampa
atas semangat dan kekompakannya.
9. Desman Manurung yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar
penulis.
10. Keluargaku di Bogor : Pakde Minto, Bude, Rohma dan Tyas atas dukungan dan
dorongan semangatnya.
11. Temen-temen seperjuangan di Ekstensi MAB, IPB angkatan XII
12. Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3 Tujuan ................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Definisi Persediaan ............................................................................. 5
2.1.1 Klasifikasi Persediaan ............................................................... 6
2.1.2 Biaya-biaya Persediaan ............................................................. 7
2.1.3 Pengendalian Persediaan ........................................................... 8
2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos ...................................................... 9
2.3 Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System) ................... 9
2.4 Istilah-istilah Dalam Industri Penyamakan kulit .................................. 10
2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi ........................................................................... 14
2.6 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 15
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 17
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 17
3.1.1 Klasifikasi Persediaan ............................................................ 17
3.1.2 Fungsi-fungsi Persediaan ....................................................... 18
3.1.3 Material Requirement Planning (MRP ................................... 19
3.1.3.1 Teknik Lot for Lot ..................................................... 20
3.1.3.2 EOQ Model............................................................... 21
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 27
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 30
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 30
4.2 Pengumpulan data ............................................................................... 30
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 31
4.3.1 Biaya-Biaya yang Relevan ..................................................... 32
4.3.2 Asumsi-Asumsi yang Digunakan ........................................... 33
ii
4.4 Model Material Requirement Planning (MRP) .................................... 34
4.4.1 Teknik Lot for Lot.................................................................. 35
4.4.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) .......................... 36
4.5 Pembatasan Variabel Analisis ............................................................. 38
4.6 Analisis Perbandingan Biaya .............................................................. 38
BAB V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .................................................. 37
5.2 Visi dan Misi Perusahaan........................................................................ 38
5.3 Struktut Organisasi.................................................................................. 38
5.4 Sumberdaya Manusia .............................................................................. 38
5.5 Skala Industri .......................................................................................... 39
5.6 Perencanaan dan Pengadaan Bahan Baku............................................... 40
5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku ............ 42
5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku ............................................................... 44
5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan ........................................................ 45
5.10 Proses Produksi ...................................................................................... 47
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Klasifikasi Bahan Baku ........................................................................... 50
6.2 Biaya Persediaan ..................................................................................... 51
6.3 Pemakaian Bahan Baku .......................................................................... 54
6.4 Waktu Tenggang Pengadaan Bahan Baku .............................................. 55
6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku ...................................... 56
6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada
PT Mastrotto Indonesia ................................................................ 59
6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split .......................... 61
6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP).......................... 62
6.5.3.1 Teknik Lot For Lot (LFL) ............................................... 63
6.5.3.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)....................... 65
6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan ..................................... 67
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 70
7.2 Saran 71
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 72
LAMPIRAN............................................................................................................ 74
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia ................................ 1
2. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007 .......................... 2
3. Format Rencana MRP ......... ..................................................................................... 33
4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007 ..................................... 45
5. Harga bahan baku kulit sapi tahun 2007 ................................................................ 50
6. Komponen biaya pemesanan per pesanan bahan baku
grain dan split, tahun 2007 ........................................................................... 51
7. Komponen Opportunity cost Grain, tahun 2007 .................................................. 52
8. Komponen Opportunity cost Split, tahun 2007 .................................................... 53
9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan
Tahun 2007 ................................................................................................... 54
10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, tahun 2007 ............................................. 55
11. Waktu tenggang pengadaan grain dan split, tahun 2007 ....................................... 56
12. Perkembangan persediaan bahan baku grain, tahun 2007 ..................................... 57
13. Perkembangan persediaan bahan baku split, tahun 2007 ....................................... 58
14. Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan
metode perusahaan, tahun 2007 ............................................................................ 60
15. Perhitungan Biaya Persediaan grain Tahun 2007 .................................................. 61
16. Perhitungan Biaya Persediaan split Tahun 2007 ................................................... 62
17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan
Metode LFL ........................................................................................................... 64
18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split
dengan teknik LFL ................................................................................................ 65
19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan
Metode EOQ .......................................................................................................... 65
20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split
dengan teknik EOQ ............................................................................................... 66
21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia ............................ 67
22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia.............................. 68
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan ........................................ 21
2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi ............................. 24
3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan
Pemesanan kembali ............................................................................................... 25
4. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................................... 28
5. Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku
PT Mastrotto Indonesia ......................................................................................... 41
6. Perkembangan Pembelian Bahan Baku ................................................................. 45
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia........................................................... 74
2. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split
dengan teknik LFL .................................................................................................. 76
3. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split
dengan teknik EOQ ................................................................................................. 80
1
I. PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para
produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau,
domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah
hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta
Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo,
Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya);
sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan
Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar
dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan
yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk
memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya
sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga”
yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara
manual atau dengan tangan.
Tabel 1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia Tahun 1998-
2006
Tahun
Jumlah Perusahaan
Penyamakan
Menengah-Besar
Jumlah Penyamakan
Rumahan
1998 112 400 2000 76 252 2002 46 136 2004 55 200 2006 67 240
Sumber: Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia 2007 (APKI)
Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi industri penyamakan kulit
nasional adalah minimnya suplai bahan baku dari dalam negeri, menyusul tidak
berkembangnya industri pendukung. Akibat tidak tersedianya bahan baku di
dalam negeri, pelaku industri kemudian melakukan impor agar proses produksi
2
tetap bisa berjalan. Sudah bisa dipastikan, dengan menggunakan bahan baku
impor, produk manufaktur Indonesia menjadi tidak kompetitif, baik di pasar
domestik maupun ekspor, karena adanya biaya tambahan, transportasi lebih lama,
serta proses importasi yang lama. Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri
perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun
2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS
dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar
AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan
berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat
aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor
bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.1
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007
Tahun Ekspor (juta US $) Pertumbuhan (%)
2002 68,5 -
2003 70,3 2.62
2004 79,5 13.09
2005 102,8 29.31
2006 139,6 35.80
2007 135,9* -
* Periode Januari – September 2007
Sumber : Badan pusat Statistik,2007
I.2. Perumusan Masalah
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dari mulai tahun 1997 dan
sampai saat ini terus berlanjut, membuat para manajemen pada perusahaan-
perusahaan bekerja keras untuk dapat bertahan. Banyak perusahaan yang berhasil
bertahan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan efisiensi disegala bidang,
antara lain melakukan diversifikasi produk, brand extension dan salah satunya
ialah dengan optimalisasi persediaan bahan baku.
PT. Mastrotto Indonesia bergerak dalam pengolahan kulit untuk
kebutuhan industri otomotif (jok mobil) dan furnitur. Bahan baku utamanya antara
lain grain dan split. Perusahaan ini memiliki persediaan dengan kuantitas yang
besar. Kuantitas yang besar akan mengakibatkan jumlah investasi dan modal yang
1 Industri Kulit Bangkit Lagi. http://www. pikiranrakyat.com
3
besar terutama biaya di gudang. Perusahaan sendiri telah melakukan pengendalian
bahan bakunya untuk menghindari investasi atau opportunity cost yang terlalu
besar. Salah satunya dengan melaksanakan pengendalian persediaan bahan
bakunya dengan tenaga ahli spesialis PPIC (Production Planning and Inventory
Control), yang secara khusus bertugas dalam perencanaan produksi dan
pengendalian persediaan. Biaya penyimpanan dan pemesanan juga menjadi
pertimbangan yang cukup penting bagi perusahaan dalam pengendalian bahan
bakunya.
Permasalahan manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi PT.
Mastrotto Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan penyamakan
kulit lainnya, yaitu mengenai penyediaan bahan baku. Bahan baku kulit sapi yang
digunakan yaitu grain dan split, kesemuanya menggunakan bahan baku impor.
Meskipun pemasok kedua bahan baku tersebut dapat diandalkan, artinya proses
pengiriman barang jarang sekali terlambat dan jumlah pesanan yang diantar selalu
sama dengan jumlah yang dipesan. Namun, PT. Mastrotto Indonesia harus tetap
senantiasa memperhatikan biaya persediaan, karena harga barang yang relatif
mahal dan jumlahnya yang sangat besar akan sangat berpengaruh pada kelancaran
pengadaan bahan baku impor dan proses produksi akibat dari biaya persediaan
yang tinggi.
Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku harus benar-benar
dilakukan dengan tepat dan cermat, mengingat biaya-biaya yang ditimbulkan
sebagai akibat adanya aktivitas persediaan. Jika sistem pengendalian yang
diterapkan kurang tepat dapat mengakibatkan pemborosan dan tingginya biaya
persediaan yang dikeluarkan. Oleh karena itu, upaya perusahaan dalam penentuan
kapan pemesanan, berapa kuantitas bahan baku yang dibutuhkan dan berapa
persediaan bahan baku yang harus ada selama produksi berjalan perlu
mendapatkan perhatian yang utama, untuk menuju suatu konsep pengendalian
persediaan yang efektif dan efisien dengan biaya persediaan minimum.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan perusahaan ?
4
2. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini
dilakukan perusahaan ?
3. Apakah ada alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang
optimal bagi perusahaan dalam rangka mencapai biaya minimum ?
I.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia telah melakukan pengendalian
persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga diperoleh biaya
pemesanan dan penyimpanan yang minimum.
2. Menyusun alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi
perusahaan yang lebih baik.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk
mengaplikasikan ilmu secara langsung yang diperoleh selama kuliah.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan dan
sumber pemikiran baru dibidang produksi perusahaan menyangkut dalam
kebijakan persediaan bahan baku yang optimal.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persediaan
2.1.1 Definisi Persediaan
Pengertian persediaan menurut Kusuma (2001) adalah barang yang
disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat
berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses,
barang dalam proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual.
Sedangkan menurut Indrajit dan Pranoto (2003) pengertian dari
persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan
tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan dicatat
dalam buku perusahaan. Setiap perusahaan selalu mengadakan persediaan, karena
tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko perusahaan
yang pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang
memerlukan barang hasil produksi. Akibatnya pelanggan dapat berpindah ke
perusahaan lain yang memproduksi barang sejenis. Keadaan seperti ini harus
dihindari oleh setiap perusahaan, jika perusahaan tidak ingin kehilangan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, persediaan ini sangat penting
artinya bagi setiap perusahaan, terutama yang menghasilkan barang (Assauri,
1999).
Menurut Handoko (2000) persediaan adalah segala sesuatu atau
sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap
pemenuhan permintaan. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial
yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada
aspek ini (20 persen sampai 60 persen). Jumlah investasi yang sedemikian besar
ini menjanjikan dilemma sendiri bagi perusahaan. Apabila persediaan dilebihkan
maka akan mengakibatkan biaya penyimpanan . selain itu modal yang diperlukan
juga akan bertambah, dimana semestinya modal tersebut dapat diinvestasikan
pada sector lain yang lebih menguntungkan (opportunity cost). Sebaliknya bila
persediaan dikurangi, suatu ketika bisa mengalami stock out (kehabisan barang).
Bila perusahaan tidak memiliki persediaan yang mencukupi, biaya pengadaan
6
darurat akan lebih mahal. Dampak lain, mungkin kosongnya barang di pasaran
dapat membuat konsumen kecewa dan lari ke merek lain.
Menurut Russel dan Taylor (2003) pengertian dari persediaan adalah
berbagai stock barang-barang yang disimpan oleh organisasi untuk memenuhi
permintaan pelanggan internal maupun eksternal. Sebenarnya semua perusahaan
selalu memelihara berbagai macam persediaan. Sebagian besar orang beranggapan
bahwa persediaan hanyalah berupa produk akhir yang menunggu untuk dijual
kepada konsumen, padahal produk jadi hanyalah satu bentuk dari persediaan.
Rangkuti (2002) berpendapat bahwa persediaan merupakan salah satu
unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh,
diubahn kemudian dijual kembali. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan
baku sampai barang jadi berguna untuk :
1. menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang;
2. menghilangkan risiko barang yang rusak;
3. mempertahankan stabilitas operasi perusahaan;
4. mencapai penggunaan mesin yang optimal;
5. memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen.
2.1.2. Biaya-biaya Persediaan
Menurut Rangkuti (2002), untuk pengambilan keputusan penentuan
besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus
dipertimbangkan :
a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)
Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas
persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas
bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi.
Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan ialah :
1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingain
ruangan, dan sebagainya).
2. Biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatif pendapatan atas
dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
7
3. Biaya keusangan
4. Biaya penghitungan fisik
5. Biaya asuransi persediaan
6. Biaya pajak persediaan
7. Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan
8. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya
Biaya-biaya tersebut diatas merupakan variabel apabila bervariasi dengan
tingkat persediaan. Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel,
tetapi tetap. Maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya
penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya
atau harga barang. Untuk perusahaan-perusahaan manufakturing biasanya, biaya
penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.
b. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs)
Biaya-biaya ini meliputi :
1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
2. Upah
3. Biaya telepon
4. Pengeluaran surat-menyurat
5. Biaya pengepakan dan penimbangan
6. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
7. Biaya pengiriman ke gudang
8. Biaya utang lancar dan sebagainya.
Pada umumnya, biaya perpesanan (diluar biaya bahan dan potongan
kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila
semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per
periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya
pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
8
c. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost.
Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri
“dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up
costs) untuk memproduksi komponen tertentu.
Biaya-biaya ini terdiri dari :
1. Biaya mesin-mesin menganggur
2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung
3. Biaya penjadwalan
4. Biaya ekspedisi dan sebagainya
Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama dengan
biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)
Adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya
permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah
sebagai berikut :
1. Kehilangan penjualan
2. Kehilangan pelanggan
3. Biaya pemesanan khusus
4. Biaya ekspedisi
5. Selisih harga
6. Terganggunya operasi
7. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.
Biaya kekurangan bahan baku sulit diukur dalam pabrik, terutama karena
kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan
secara objektif.
2.1.3 Pengendalian Persediaan
Menurut Kusuma (2004), terdapat beberapa keadaan yang memerlukan
perhatian lebih, misalkan jika besaran yang digunakan dalam rencana jumlah
persediaan ideal berubah maka solusi optimalnya juga berubah. Selanjutnya perlu
dibahas penerapan konsep pengendalian persediaan dalam kegiatan actual
perusahaan.
9
2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos
Model perencanaan persediaan dikembangkan dengan didasarkan atas
ongkos yang relatif tetap. Perlu diperhatikan perubahan elemen ongkos terhadap
jumlah pesanan maupun produksi ekonomis. Karena EOQ/EPQ berbanding lurus
dengan akar D (kebutuhan) dan O (ongkos pesan/setup), jika terjadi peningkatan
kebutuhan atau ongkos pesan, maka EOQ/EPQ ikut naik; dan demikian pula
sebaiknya. Karena EOQ/EPQ berbanding terbalik dengan akar biaya modal,
ongkos kirim dan harga bahan, jika terjadi kenaikan biaya modal, ongkos simpan
maupun harga bahan maka akan menurunkan jumlah EOQ/EPQ.
Perubahan harga menjadikan jumlah pesanan bahan atau produksi
komponen berubah. Untuk itu diperlukan suatu alat pemantau sehingga perubahan
harga dapat diikuti segera dengan perubahan EOQ/EPQ. Dalam hal besaran yang
cepat berubah, misalnya harga bahan, beberapa ahli menyarankan untuk
menggunakan analisis sensitivitas. Pada kondisi ini ditetapkan batas perubahan
harga bahan yang harus diikuti oleh tindakan. Jika perubahan harga bahan belum
melampaui ambang batas maka tidak dilakukan tindakan apa-apa. Penyesuaian
baru dilakukan jika perubahan harga bahan telah melewati ambang batas.
2.3 Sistem Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System)
Sistem persediaan tepat waktu (JIT) digunakan jika perusahaan hanya
memproduksi atas dasar permintaan tanpa memanfaatkan tersedianya persediaan
dan tanpa menanggung biaya persediaan. Setiap operasi hanya memproduksi
untuk memenuhi permintaan dari operasi berikutnya. Produksi tidak akan terjadi
sebelum ada tanda dari proses selanjutnya yang menunjukkan permintaan
produksi. Just-in-Time merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan
(storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah
nilai (non-value added activities). Syarat penggunaan JIT adalah adanya rencana
kapasitas yang seragam, teknologi, pengendalian kualitas atas sumber bahan baku
(pemasok), mengurang waktu set up dan pemasok lokal yang dekat (Assauri,
1993).
10
2.4 Istilah-istilah dalam industri penyamakan kulit
Ada banyak istilah yang dipergunakan dalam industri penyamakan kulit
diantaranya adalah :
1. Aniline
Bahan celup transparan yang digunakan untuk kulit yang bagus, yang akan
menyebar ke seluruh bagian kulit yang me-nimbulkan penetrasi yang bagus ke
dalam kulit.
2. Aniline Leather
Kulit yang telah dicelup hanya dengan bahan celup aniline transparan.
3. Buffing
Proses pengamplasan yang menghaluskan tonjolan ataupun lubang tanpa
mempengaruhi karakter alami dari kulit.
4. Chemical Tan
Proses penyamakan dengan alum atau chrome.
5. Chrome
Bahan kimia penyamak yang sangat bagus.
6. Cowhide
Kulit mentah dari seekor sapi dewasa antara 45-60 kaki persegi.
7. Degreasing
Proses membuang lemak dan minyak dari kulit mentah.
8. Dehair
Proses membuang bulu dari kulit mentah menggunakan bahan kimia alkali.
9. Deliming
Proses merendam kulit untuk netralisasi alkali dengan meng-gunakan bahan
acid lemah.
10. Drum Dyeing (Vat Dyeing)
Untuk menjamin penetrasi bahan celup secara penuh, kulit dimasukkan ke
dalam bahan celup dan diputar-balik di dalam drum baja.
11. Dubbin
Suatu bahan campuran lemak dan minyak yang digunakan untuk
menghaluskan kulit.
11
12. Embossing
Corak kulit luar buatan manusia yang bersifat permanen, ditambahkan melalui
proses pemanasan dan tekanan terhadap kulit mentah bagian luar yang
diperbaiki. Suatu proses dengan stamping yang akan memperbaiki tekstur
kulit luar yg dirubah oleh proses buffing.
13. Finishing
Suatu proses yang terjadi setelah pencelupan pertama seperti embossing atau
buffing. Sebagai tambahan, untuk membuat kulit lebih tahan lama, bahan
pewarna dapat diterapkan untuk menahan pengikisan selain untuk pengayaan
warna. Proses ini biasanya memerlukan tiga atau empat pengerjaan coating.
Semakin jadi suatu kulit maka akan semakin kaku. Kulit yang dicelup dengan
aniline atau vat akan lebih lembut dibanding kulit jadi, meskipun ini bisa
diatasi dengan proses milling. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kelembutan termasuk kualitas tannin dan aniline yang digunakan. Pengerjaan
paska-penyamakan seperti : dyeing, rolling, pressing, lackuering, antiquing,
waxing, buffing, embossing, glazing, waterproofing, or flame proofing.
14. Fleshing
Juga disebut sebagai trimming atau siding, adalah metode pembuangan lemak,
daging serta tulang muda dari kulit mentah sebagai persiapan untuk
penyamakan. Alat-alat yang digunakan seperti pisau dan fleshing beam.
15. Flesh Side
Bagian dari kulit mentah yang sebelumnya menempel dengan kerangka
hewan.
16. Full Aniline
Kulit jadi yang telah dicelup dengan aniline tak punya zat warna, sehingga
tanda-tanda alami tetap terpelihara.
17. Furs
Kulit mentah yang disamak tanpa membuang rambut atau bulu.
18. Glazing
Juga disebut Top Coating. Penggunaan resin polyurethane yang transparan
sebagai lapisan pelindung untuk kulit yang membuat kulit menjadi sangat
mengkilap.
12
19. Grain
Bagian luar dari kulit. Pori-pori dan corak kerutan yang khas dari kulit. Bisa
alami juga bisa diemboss.
20. Hide
Kulit keseluruhan dari sapi atau hewan besar lainnya.
21. Kip
Kulit dari anak sapi atau sapi kecil.
22. Milling
Kulit yang disamak diputarbalikkan di dalam drum menggunakan panas dan
air untuk menghaluskan grain.
23. Mineral Tanned
Kulit yang disamak dengan sejumlah bahan mineral, utamanya chrome garam,
alumunium dan zirconium.
24. Neck Wrinkles
Kerutan alami di kulit bagian leher dan bahu.
25. Nude Finish
Kulit yang dicelup vat tapi memiliki sedikit atau tanpa bahan finish pelindung.
26. Pelt
Kulit dengan bulu yang masih belum disamak.
27. Pickling
Proses yang menggunakan garam dan asam untuk mengawetkan kulit mentah
hingga enam bulan.
28. Pure Aniline
Kulit yang menerima pewarnaan hanya dari bahan celup.
29. Rawhide
Kulit mentah yang sudah dicabuti bulunya dan dibersihkan yang belum
disamak.
30. Semi Aniline
Kulit yang sedikit ditingkatkan dan dicelup aniline yang ditutup dengan suatu
lapisan yang nyata untuk menjamin konsistensi warna dan memberikan
perlindungan terhadap noda.
13
31. Skinning
Proses pengulitan hewan mati.
32. Slicking Out
Proses mengikis permukaan kulit untuk membuang sisa air dan minyak dan
membuang kerutan.
33. Snuff
Pengamplasan secara halus terhadap permukaan kulit.
34. Splitting Shaving Process
Setelah kulit mentah disamak dan sisa-sisa embun dibuang, kulit dimasukkan
ke dalam mesin yang memotong kulit menjadi bagian top grain dan lapisan
split. Setelah splitting, kulit diletakkan di mesin lain untuk meratakan
ketebalannya.
35. Sulfuric Acid
Bahan yang digunakan untuk pickling dan tanning.
36. Tannic Acid
Bahan active yang terdapat dalam intisari sayuran yang digunakan untuk
mengubah kulit mentah (hide dan skin) menjadi kulit (leather).
37. Tanning
Seni pembuatan leather dari kulit mentah yang sesungguhnya pengawetan hide
dan penyiapan untuk menyerap bahan celupan. Hal ini dapat dilakukan
melalui proses kimia di dalam vat atau drum yang besar.
38. Tanning agents
Kulit masa ini disamak dengan chromium sulphate yang mudah larut. Bahan
sintetis serta bahan sayuran dari tumbuhan dan pepohonan juga mungkin
digunakan sebagai kombinasi.
39. Top Coat
Resin yang digunakan kepada kulit sebagai lapisan untuk membuat kulit
sangat mengkilap.
40. Top Grain
Ketika suatu kulit dibelah, Top Grain adalah lapisan paling atas atau lapisan
sel berambut dari kulit yang memiliki grain yang alami. Dapat diperbaiki
dengan pengamplasan atau buffing dan dilindungi dengan top coating.
14
2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi
Berbagai macam kulit hewan baik sapi, kerbau, kambing dan domba pada
dasarnya dapat dibuat menjadi kulit-kulit dibawah ini.
1. Full Grain/Full Top Grain Leather
Dikatakan demikian bila tidak diratakan atau tidak dihaluskan pada bagian
atasnya. Jadi ketika bagian luar kulit secara utuh masih alami dipertahankan
selama proses penyamakan dinamakan Full Grain Leather.
2. Corrected Grain Leather
Kulit yang memiliki permukaan tambahan/buatan yang diemboss ke dalamnya
setelah dihaluskan lebih bagian luar kulit yang kurang bagus.
3. Nappa Leather
Mulanya hanya kulit domba yang dinamakan Nappa. Tetapi belakangan ini
kata ‘Nappa’ menjadi istilah kulit lain yang berarti ‘lembut’ seperti kulit sapi
Nappa.
4. Patched Leather
Setelah kulit disamak, dicelup dan melalui proses akhir (finishing) sesuai
keinginan, pengrajin yang terlatih kemudian memilih kulit yang cocok dalam
warna dan teksturnya. Masing-masing lembaran kulit kemudian dipotong
dengan tanganke dalam ukuran yang berbeda-beda, lalu dijahit ke dalam
corak-corak berbentuk mosaik menjadi produk akhir yang berbeda dari
lainnya.
5. Patent Leather
Ketika kulit sapi dikerjakan dengan bahan akhir yang protektif seperti cat
acrylic atau bahan tahan air untuk memproduksi hasil akhir yang sangat
mengkilap.
6. Nubuck Leather
Kulit aniline penuh yang telah dihaluskan/diratakan untuk menciptakan bintik
(naps). Nubuck termasuk Top Grain Leather sehingga tak bisa dikategorikan
sebagai Split atau Suede. Permukaan kulit aniline Nubuck disikat untuk
menciptakan tekstur seperti beludru, sehingga seringkali dikira suede. Suede
adalah bagian dalam dari potongan kulit, sedangkan Nubuck adalah efek yang
timbul dari pengerjaan di bagian luar kulit.
15
7. Suede Leather
Ketika kulit difinish melalui penghalusan dengan roda emory untuk
menciptakan suatu permukaan yang berbintik (naps). Suede terbuat dari lapisan
yang dipisahkan dari bagian top grain suatu kulit.
8. Pull-up Leather
Kulit yang memperlihatkan efek warna meretak bila kulit ditarik ketat. Kulit ini
menggunakan bahan celup full aniline, dan sebagai tambahan memiliki sejenis
minyak dan/atau wax aplikasi, yang menyebabkan warna menjadi terlihat lebih
muda ketika kulit ditarik.
2.6 Penelitian Terdahulu
Analisis tentang pengendalian persediaan bahan baku telah banyak
dilakukan. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan menigkatkan
optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimisasi biaya persediaan.
Suprehatin (2002), melakukan penelitian tentang sistem pengadaan dan
persediaan bahan baku rotan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode
MRP terdiri dari teknik LFL, EOQ dan teknik PPB. Berdasarkan perbandingan
pengendalian persediaan antara metode perusahaan dengan ketiga teknik tersebut,
diperoleh hasil bahwa metode perusahaaan relatif lebih besar mengeluarkan biaya
persediaannya dibandingkan dengan ketiga metyode MRP tersebut. Secara
keseluruhan berdasarkan analisis perbandingan dan analisis penghematan antar
metode MRP, teknik PPB bisa direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian
persediaan bahan baku bagi perusahaan.
Kurniasari (2000), melakukan penelitian di PT Indricipta Aditama yang
bergerak dibidang usaha produksi sepatu kulit, menganalisis system pengendalian
bahan baku menggunakan MRP derngan tiga teknik yaitu LFL, EOQ dan PPB.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini dengan penerapan metode MRP pada
perusahaan dapat menghemat jumlah dan biaya pembelian serta pemesanannya.
Dari hasil perbandingan teknik yang digunakan, total biaya persediaan yang dapat
dihemat adalah 74% dengan menggunakan teknik LFL, 49,2 % dengan EOQ dan
69% dengan teknik PPB.
16
Widyastuti (2001), melakukan penelitian tentang system pengendalian
persediaan bahan baku susu kental manis di PT Indolakto, Sukabumi memperoleh
hasil bahwa system pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh
perusahaan selama ini berdasarkan pengalaman pada masa lampau dimana
perusahaan belum menggunakan metode yang khusus seperti EOQ, MRP atau
Just in Time (JIT), salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal ini
adalah dengan control stock untuk masing-masing bahan baku. Penelitian ini
memperoleh bahwa frequensi pemesanan yang optimal menurut metode EOQ
adalah 85 kali, gula 72 kali dan Milk Powder 21 kali. persediaan pengaman yang
ditetapkan oleh perusahaan juga melebihi persediaan pengaman yang optimal,
sehingga biaya penyimpanan tidak optimal.
Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa tidak ada
yang selalu menjadi metode terbaik, karena metode terbaik tersebut dapat
diketahui dengan cara membandingkan antar metode-metode, sehingga akhirnya
diketahui metode yang tepat bagi perusahaan, tergantung situasi dan kondisi
perusahaan.
Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah dari jenis bahan baku
yang digunakan, jenis produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya sama, tetapi
tergantung dari kondisi perusahaan, selain dipengaruhi oleh kapasitas produksinya
juga kebijaksanaan manajemen dalam menjalankan perusahaannya, sehingga
metode dengan teknik LFL dan EOQ hasilnya tidak mutlak selalu sama.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu kerangka yang berisi teori-teori
yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas. Teori-teori yang dibahas
dalam bab ini adalah mengenai klasifikasi persediaan, fungsi-fungsi bahan baku
serta model-model dalam pengendalian persediaan bahan baku.
3.1.1 Teori Permintaan
Menurut Sukirno (2005) menerangkan bahwa teori permintaan
menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga.
Permintaan individu atau suatu perusahaan terhadap suatu barang ditentukan oleh
banyak faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah :
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut
3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat
5. Cita rasa masyarakat
6. Jumlah penduduk
7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang
Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang
terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Tetapi, dengan asumsi yang
dinyatakan ini, tidaklah berarti mengabaikan faktor-faktor yang lain. Tetap
diperlukan analisis bagaimana permintaan suatu barang dipengaruhi oleh
berbagai faktor lainnya, diantaranya adalah peramalan permintaan untuk masa
yang akan datang.
18
P S
D2
D1
Q1 Q2 Q
Gambar 1. Kurva Peningkatan Permintaan Konsumen
Ketika penjualan produk dari suatu perusahaan meningkat, maka hal
tersebut mencerminkan bahwa meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen.
Sehingga merupakan peluang bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan
konsumen tersebut. Hal ini menyebabkan perusahaan harus memiliki persediaan
produk di gudang dan melakukan perencanaan kebutuhan produk tepat waktu.
Tetapi, seperti di tunjukkan pada gambar 1 di atas, perusahaan harus cermat untuk
menyediakan persediaan tersebut, agar jangan sampai terlalu banyak
(menimbulkan biaya tambahan) dan jangan terlalu sedikit (pelayanan konsumen
terganggu) termasuk didalamnya adanya persediaan untuk mengantisipasi apabila
terjadinya excess demand.
3.1.2 Klasifikasi Persediaan
Menurut Indrajit dan Pranoto (2003) barang persediaan dapat dibagi atas
beberapa jenis atau klasifikasi. Sekurang-kurangnya ada enam klasifikasi utama,
yaitu
1. Bahan baku (raw material)
Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi,
sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan.
P1
P2
Kuantitas
Ha r g a
19
2. Barang setengah jadi (semi finished product)
Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian
akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang
dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain.
3. Barang jadi (finished product)
Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil
utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual.
4. Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts)
Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi
menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang
digunakan. Seringkali barang persediaan jenis ini disebut juga barang
pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, atau MRO materials (maintenance,
repair and operation).
5. Barang untuk proyek (work in progress)
Barang-barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek
baru.
6. Barang dagangan (commodities)
Barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang
menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.
Sedangkan menurut Handoko (2000), persediaan mempunyai beberapa jenis, yaitu
1. Persediaan bahan mentah (raw materials)
Persediaan barang-barang berwujud seperti baja, karet, kayu dan komponen-
komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah
dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan
atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi
selanjutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (phurcased parts components)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)
Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi
20
tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process)
Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian
dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi
masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods)
Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam
pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
3.1.2 Fungsi-fungsi persediaan
Fungsi persediaan sangat penting bagi perusahaan karena persediaan
dapat menjadi jalan keluar untuk menghindari penyerahan barang yang tidak tepat
waktu, yang bisa saja disebabkab oleh kejadian tak terduga pada produksi dan
estimasi permintaan pasar yang tidak akurat. Menurut Rangkuti (2002) fungsi-
fungsi dari persediaan adalah :
1. Fungsi “Decoupling”
Fungsi ini merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat
memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier, persediaan
bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung
pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan
barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-
proses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi
diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para
pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut
fluctuacion stock.
2. Fungsi “Economic Lot Sizing”
Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan
pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan
sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam
21
kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena
besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya).
3. Fungsi Antisipasi
Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu,
yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan
persediaan musiman (seasional inventories).
Di samping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian
jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu.
Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan
pengaman (safety stock/ inventories).
3.1.3 Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan
dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa
tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk
sejumlah produk yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan
memerlukan waktu ancang-ancang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa
banyak komponen yang harus dipesan untuk produk yang akan dibuat.
Sistem pengendalian yang lebih sesuai untuk jenis-jenis barang yang
menggambarkan permintaan yang tidak bebas adalah sistem rencana kebutuhan
material (MRP) (Buffa dan Sarin, 1996). Berbeda dengan sistem persediaan
tradisional yang mencoba untuk menyediakan persediaan setiap saat, sistem MRP
merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat
dibutuhkan. MRP banyak memiliki kelebihan dalam menangani barang-barang
dengan permintaan terikat, yaitu (Heizer dan Render, 1993):
1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan
2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
4. Respon lebih cepat terhadap perubahan pasar
22
5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada
pelanggan
Banyak teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem
MRP, berikut akan dibahas beberapa diantaranya :
3.1.3.1 Teknik Lot for Lot
Dalam teknik ini, perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan
tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut.
Pesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi
persediaan yang ada di tangan pada periode-periode awal dan diharapkan pesanan
akan diterima pada saat barang tersebut dibutuhkan. Karena model ini hanya
memesan sebesar yang dibutuhkan, maka pada periode-periode berikutnya setelah
persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada di tangan, sehingga
kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang kemudian dipesan
dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya (Buffa dan Sarin, 1996).
Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan persediaan
yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat
mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan
tetap seperti ukuran konteiner tetap dan prosedur-prosedur standar lainnya
(seperti potongan pembelian dan jaminan kontinuitas pasokan bahan baku)
karena kuantitas yang dibeli dalam jumlah kecil disesuaikan dengan kebutuhan
bersihnya setiap periode.
3.1.3.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ Model)
Teknik Economic Order Quantity (EOQ) secara intuitif menarik
karena meminimumkan biaya inkremental berkaitan dengan pengisian kembali
sediaan.
a. Model EOQ Dasar (Basic EOQ Model)
Model EOQ ini relatif mudah digunakan, tetapi memiliki beberapa asumsi.
Asumsi yang sangat penting adalah (Heizer, J. dan B. Render, 1993):
1. Permintaan rata-rata bersifat kontinu dan konstan.
2. Waktu tenggang pasokan (suplai) konstan.
23
3. Setiap mata sediaan bersifat independen.
4. Harga beli dan parameter biaya pemesanan dan biaya penyimpanan konstan.
5. Jumlah pemesanan, EOQ sama dengan jumlah yang dikirim (delivery
quantities).
Gambar 1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan
Sumber : Heizer , J. dan B. Render, 1993.
Keterangan Gambar :
Q : Jumlah per pesanan
Q* : Jumlah pemesanan optimum per pesanan
D : Permintaan dalam unit untuk pemesanan
S : Biaya pemesanan per pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan
total biaya persediaan. Dengan asumsi-asumsi tersebut di atas, biaya yang
signifikan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain
adalah konstan, sehingga dengan meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan
penyimpanan dapat berarti meminimumkan biaya total.
Biaya pemesanan
(DS/Q)
Kuantitas Pemesanan
Biaya
Kuantitas pemesanan optimal (Q*)
Biaya total minimum
Biaya persediaan
Biaya penyimpanan (QH/2)
24
Pada Gambar 1, titik kuantitas pemesanan optimum (Q ) terjadi pada saat
kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan (DS/Q =
QH/2), sehingga
Q*= HDS /)2(
b. Model EOQ dengan Pengisian Tidak Sesaat, Production Order Quantity
Dalam model persediaan yang telah dibahas di atas, sebelumnya kita
selalu mengasumsikan bahwa seluruh pemesanan persediaan diterima dalam satu
waktu. Perusahaan bisa saja menerima persediaan tersebut melebihi periode waktu
yang telah ditentukan.
Oleh karena model ini lebih cocok untuk lingkungan produksi, maka
sering dinamakan model kuantitas pemesanan produksi. Model ini berguna ketika
perkembangan persediaan terus meningkat dan asumsi-asumsi EOQ tradisional
valid.
Dengan menggunakan simbol-simbol di bawah ini. kita dapat
mendeterminasi biaya penyimpanan persediaan selama produksi berjalan :
Q : Jumlah per pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
p : rata-rata produksi per bulan
d : rata-rata permintaan per bulan, atau tingkat penggunaan
t : Lama waktu produksi berjalan (Hari)
1. Biaya penyimpanan persediaan tahunan = tingkat persediaan rata-rata x H
2. Tingkat persediaan rata-rata = tingkat persediaan maksimum/2
3. Tingkat persediaan maksimum = total produksi selama produksi berjalan –
total yang digunakan selama produksi berjalan = Pt -Dt
25
Karena Q = total produksi = pt, dan t = Q/p. Maka,
Tingkat persediaan maksimum = p [Q/p] - d [Q/p] = 0
= Q-/p)Q = 0
= Q[l-/p]
4. Biaya penyimpanan persediaan = tingkat persediaan maksimum x H/2
= Q/ 2[ l -d /p ]H
Q * p dapat digunakan untuk menentukan pemesanan optimum atau kuantitas
produksi ketika persediaan diproduksi.
dimana : Q*p = ( )[ ]pdHDS /1/2 −
Gambar 2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi.
Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.
c. Model EOQ dengan Pemesanan Kembali (EOQ Back Order Inventory)
Asumsi dasar dari model ini adalah sama dengan model-model
sebelumnya, tambahan adalah penjualan tidak akan hilang karena adanya
kekurangan bahan baku. Beberapa variabel yang bisa digunakan ialah :
Persediaan maksimum
Permintaan
waktu
t
26
Q : Kuantitas per pesanan
D : Permintaan dalam unit
H : Biaya penyimpanan per unit per unit per tahun
S : Biaya pemesanan per pesanan
B : Biaya "back-ordering" per unit per tahun
b : Unit yang ada setelah pesanan kembali terpenuhi
Q-b : Jumlah pemesanan kembali {back-ordering)
Kita bisa menggunakan kalkulus untuk menentukan Q* dan b*
Q* = Jumlah pesanan optimum dalam unit
= [ ] )()(/2 bBBHHDS +
= Unit yang ada setelah pemesanan kembali
= [ ][ ]HHBHDS )(/2 +
atau b* = Q [B/(B+H)]
Sehingga Q*- b = Jumlah optimum pesanan kembali dalam unit
= Q* - Q* [B/(B+H)]
Gambar 3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan Pemesanan kembali
Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.
Persediaan di tangan maksimum
Pemesanan Kembali
maksimum
Tingkat Persediaan (unit)
27
Keterangan gambar :
Q : Kuantitas pesanan dalam unit
b : Kuantitas yang ada setelah pesanan kembali
d. Model EOQ dengan Potongan Kuantitas (EOQ, Quantity Discount Model)
Potongan kuantitas merupakan pengurangan harga untuk barang yang
dibeli dalam jumlah besar. Pesanan untuk kuatitas dengan potongan harga terbesar
tidak selalu meminimumkan biaya, sebab pada saat potongan kuantitas
meningkat, biaya produk menurun, tetapi penyimpanan meningkat.
Model-model EOQ di atas yang lebih logis diterapkan ialah model EOQ
dengan Potongan Kuantitas, karena pada umumnya dengan pembelian yang besar,
perusahaan seringkali memperoleh potongan kuantitas dari pemasok.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka operasional penelitian diawali dengan melihat permasalahan
yang terjadi di perusahaan, kemudian mengidentifikasi kondisi perusahaan yang
berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku. Untuk mengetahui
bagaimana kebijakan yang ditetapkan perusahaan sehubungan dengan pembelian
bahan baku dan rencana produksi pada periode tertentu. Beberapa hal yang terkait
dalam pembelian yaitu jenis dan asal bahan baku, kualitas, volume pemakaian,
waktu tunggu serta biaya persediaan yang meliputi biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan. Kedua biaya ini dipilih karena merupakan biaya yang dominan
pada sebagian besar perusahaan terutama yang bergerak dibidang
manufaktur/pabrik. Dengan data-data yang telah disebutkan di atas dapat
dianalisis pengendalian persediaan bahan baku.
Pada analisis persediaan bahan baku kulit didasarkan pada dua golongan
besar bahan baku, yaitu grain dan split. Grain adalah Bagian luar dari kulit sapi
dan split adalah bagian dalam dari kulit. Selanjutnya untuk mengetahui apakah
sistem persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan sudah optimal atau
belum dengan biaya persediaan yang minimum, maka dilakukan analisis
28
pengendalian persediaan bahan baku kulit dengan metode yang digunakan
perusahaan dan metode yang digunakan dalam penelitian, yaitu : Lot for Lot dan
EOQ
Metode ini cocok digunakan untuk tipe permintaan terikat, selain itu juga
metode ini mampu menghindari adanya pemborosan pembelian bahan baku secara
berlebihan dan menghindari kekurangan persediaan, yang ada pada akhirnya
memperlancar stabilitas kegiatan produksi perusahaan. Setelah diperoleh hasil dari
ketiga metode MRP, kemudian dibandingkan dengan metode yang digunakan
perusahaan. Analisis perbandingan meliputi perbandingan antar metode pada tiap
jenis bahan baku kulit dan pada keseluruhan bahan baku kulit. Perbandingan antar
ketiga metode bertujuan untuk memperoleh tingkat persediaan bahan baku yang
optimal dengan biaya persediaan yang minimum.
Selanjutnya dilakukan analisis penghematan dengan menghitung selisih
antara nilai pada metode alternatif dengan nilai metode perusahaan, kemudian
hasilnya dibandingkan dengan nilai pada metode perusahaan,. Berdasarkan hasil
analisis perbandingan dan analisis penghematan tersebut, kemudian ditentukan
metode terbaik untuk direkomendasikan pada perusahaan sebagai alternatif sistem
pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. Secara ringkas alur kerangka
pemikiran opersional persediaan bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.
29
30
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, yang terletak di
Jalan Lintang Raya Kav IV dan V, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa
perusahaan ini merupakan salah satu produsen kulit terbesar di dunia dan
memiliki persediaan bahan baku dengan kuantitas yang sangat besar.
Pengumpulan data ini sendiri dilaksanakan pada bulan Januari 2008 sampai
Maret 2008
4.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder. Data
primer didapatkan melalui suatu pengamatan langsung dan wawancara terhadap
bagian-bagian tertentu di perusahaan yang terkait dengan penelitian guna
mendapatkan data yang dibutuhkan, seperti Manajer HRD, Manajer produksi,
Staff administrasi serta para Leader-leader di lapangan. Sementara itu data
sekunder didapatkan dari laporan-laporan manajemen perusahaan terutama dari
bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) diantaranya adalah
laporan bulanan dan laporan tahunan perusahaan.
Laporan ini mengandung data kebutuhan bahan baku selama periode
tertentu, data pemesanan yang mencakup frekuensi dan tenggang waktu
pemesanan, biaya-biaya persediaan, dan data-data yang lainnya. Selain itu, data
sekunder juga dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain seperti literatur, hasil
penelitian terdahulu, bahan pustaka, maupun dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
instansi yang terkait.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :
1. Data produksi dan penjualan
2. Sumber bahan baku
3. Data pemakaian bahan baku
4. Waktu tunggu pembelian bahan baku
31
5. Harga bahan baku
6. Biaya-biaya persediaan
7. Gambaran umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan,
dan struktur organisasi
8. Target produksi PT. Mastrotto Indonesia
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh mengenai sistem pengolahan bahan baku akan
dianalisis secara kuantitatif dan kemudian akan diuraikan dalam bentuk
deskriptif. Dalam melakukan analisis, data yang diperoleh akan ditabulasikan
dan diolah secara matematis dengan menggunakan kalkulator dan program
komputer. Data yang diperoleh dari hasil analisis tersebut lalu dibandingkan
untuk mencari suatu alternatif metode yang tepat untuk diterapkan pada
perusahaan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Dalam menganalisis pengendalian persediaan, maka langkah awal yang
ditempuh yaitu mengidentifikasi kondisi perusahaan dalam melakukan
manajemen pengendalian persediaan bahan bakunya. Selain itu, kebijakan-
kebijakan perusahaan untuk produksi dan pembelian bahan baku patut diketahui.
Cara pemesanan dan besar pesanan selama ini juga harus dipertimbangkan. Perlu
juga diketahui bagaimana kondisi pesanan pembelian antara perusahaan dan
pemasok, kapasitas penyimpanan yang tersedia dan proses pencatatan bahan baku
yang dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah penentuan bahan baku pokok perusahaan yng
akan sangat berguna dalam analisis pengendalian bahan baku. Hal ini dikarenakan
dengan melakukan pengendalian persediaan atas bahan baku pokok akan berarti
melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar.
32
4.4 Asumsi-Asumsi yang Digunakan
1. Besarnya bahan baku yang dipesan tersebut dapat memenuhi kebutuhan
produksi sesuai kriteria yang diharapkan.
2. Analisis kuantitatif pada penelitian ini tidak memperhitungkan
persediaan pengaman.
4.5 Analisis Kuantitatif Persediaan Bahan Baku
4.5.1 Biaya-Biaya Persediaan
Analisis yang dilakukan melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung
dalam persediaan. Sebelumnya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen-
komponen biaya persediaan yang terjadi. Biaya persediaan yang dimaksud
meliputi biaya persediaan bahan baku dan biaya penyimpanan bahan baku.
Adapun biaya pemesanan bahan baku adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan-bahan dari
penjual, termasuk semua biaya administrasi penempatan dan penerimaan order,
biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faksimili, surat menyurat), biaya
pengangkutan dan bongkar muat dan biaya pemeriksaan. Biaya pemesanan
setahun dihitung dengan cara :
TC = F x C
dimana : TC : Biaya pemesanan setahun
F : Banyak pesanan selama setahun
C : Biaya pemesanan per pesanan
Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang berkenaan dengan
diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan rata-rata persediaan yang
33
terdapat di gudang. Komponen biaya penyimpanan yaitu biaya gudang, upah, dan
gaji pengawas dan karyawan gudang, biaya peralatan penanganan bahan di
gudang (listrik dan air), biaya administrasi gudang, biaya asuransi atas persediaan
yang dimiliki, pajak atas investasi dalam persediaan tersebut.
Biaya penyimpanan setahun dihitung dengan cara :
Th =∑=
12
1i
tHi
dengan : tHi = Qri x h
Qri = (Qawi + Qaki) / 2
tHi = [(Qawi + Qaki) / 2] x h
dimana : Th : Biaya penyimpanan setahun
tHi : Biaya penyimpanan per bulan
Qri : Tingkat persediaan rata-rata bulan i
h : Biaya penyimpanan / unit / bulan
Qawi : Tingkat persediaan awal bulan i
Qaki : Tingkat persediaan akhir bulan i
Volume pemakaian bahan baku menunjukkan besar permintaan bahan
baku, yang termasuk salah satu variabel penentu dalam penentuan kuantitas
pesanan optimal. Seluruh data tersebut didasarkan atas catatan-catatan historis
perusahaan dan pendugaan berdasarkan informasi-informasi yang relevan.
4.5.2 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengendalian
persediaan MRP yang termasuk ke dalam sistem rencana kebutuhan bahan.
Teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot pada sistem MRP
34
diantaranya adalah teknik Lot for Lot dan teknik EOQ. Dalam model MRP
digunakan format seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Format Rencana MRP
Uraian Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kebutuhan Kotor (Kg)
Proyeksi Persediaan di Tangan (Kg)
Kebutuhan Bersih (Kg)
Rencana Penerimaan Pesanan (Kg)
Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg)
Sumber : Buffa, S. Eldwood, 1996
Langkah pertama adalah menentukan kebutuhan kotor bahan baku.
Kebutuhan kotor ini adalah rencana pemakaian bahan baku perusahaan yang
telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan persediaan pengaman {safety
stock). Sedangkan proyeksi persediaan di tangan adalah perkiraan persediaan
awal yang ada di tangan dalam suatu periode. Jika tidak terdapat kebutuhan bersih
dan tidak terdapat rencana penerimaan pesanan pada periode adalah proyeksi
persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode
sebelumnya.
Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi
oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi
persediaan di tangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor untuk
periode tersebut maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut.
Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk
suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan kotor untuk periode tersebut, maka
35
kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah kebutuhan kotor dikurangi jumlah
penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan periode tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan rencana penerimaan pesanan adalah
besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu perode. Besamya
ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot {lot sizing technique).
Adapun yang dimaksud dengan rencana pelaksanaan pesanan adalah besar
pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan
diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pelaksaan pesanan
besarnya sama dengan rencana penerimaan pesanan, hanya saja periode
pelaksanaan adalah sebesar waktu ancang-ancang sebelum rencana penerimaan
pesanan. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir meninggalkan
persediaan dan kemudian tingkat persediaan diisi dengan barang yang dipesan.
4.5.2.1 Teknik Lot for Lot
Dalam Teknik Lot for Lot, perusahaan memesan tepat sebesar yang
dibutuhkan. Perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih
dahulu apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup
besar, sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai
diperkirakan persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan
baku perusahaan selama waktu ancang-ancang dan tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya.
Dengan pelaksanaan teknik ini, maka proyeksi persediaan di tangan
untuk periode-periode dimana sudah terdapat dan rencana penerimaan pesanan
pada periode sebelumnya dapat ditekan sampai sebesar nol.
36
4.5.2.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ)
Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan persediaan
yang meminimumkan biaya (penyimpanan dan pemesanan). Ukuran lot yang
dapat meminimumkan biaya persediaan dapat dicari dengan rumus :
EOQ = H
RC2
dimana : R : Permintaan yang diperkirakan tiap periode
C : Biaya pemesanan per pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per periode
EOQ : Optimum order sizing
Dengan teknik EOQ dapat diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal,
maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for Lot,
besar pesanan adalah sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat
dengan kebutuhan bersih.
Biaya-biaya yang diperlukan dalam teknik ini yaitu biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain adalah konstan, sehingga dengan
meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan berarti juga
meminimumkan biaya total. Jika persediaan awal cukup besar, maka perusahaan
tidak melakukan rencana penerimaan bahan baku sampai persediaan awal
tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan
direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati
kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya.
37
4.6 Definisi Operasional
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut :
1. Bahan baku, yaitu bahan yang menjadi bagian dari produk jadi dan mempunyai
proporsi terbesar dalam memproduksi suatu produk jadi. Bahan baku yang
diteliti adalah Grain dan Split dan dihitung dengan satuan square feet (Sqf).
2. Persediaan, yaitu sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan atau sumberdaya yang digunakan untuk masa
yang akan dating. Persediaan yang dianalisis adalah jumlah persediaan selama
satu tahun produksi yaitu selama Januari – Desember 2007.
3. Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang timbul karena adanya investasi
persediaan dan besarnya dipengaruhi oleh kuantitas persediaan yang dipegang.
Untuk itu, biaya-biaya yang tidak berubah seiring dengan perubahan kuantitas
persediaan tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan, biaya penyimpanan
dihitung dalam satuan rupiah (Rp).
4. Biaya pemesanan, yaitu biaya yang terkait langsung dengan frequensi
pemesanan yang dilakukan perusahaan.
5. Waktu tunggu, yaitu tenggang waktu antara pemesanan bahan baku sampai
bahan baku tersebut diterima oleh perusahaan. Dihitung dalam satuan hari
6. Harga bahan baku, yaitu harga rata-rata bahan baku perbulan berdasarkan
pemesanan yang dilakukan perusahaan. Harga bahan baku kulit dihitung dalam
satuan rupiah (Rp).
38
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Mastrotto Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang
penyamakan kulit, khususnya memproduksi kulit untuk kebutuhan industri
otomotif dan furnitur. PT. Mastrotto Indonesia akan mengembangkan produk
yang hasilnya untuk kebutuhan bahan baku industri sepatu, langkah itu dilakukan
untuk ikut serta dalam upaya mempercepat proses pemulihan perekonomian di
Indonesia.
PT Mastrotto Indonesia adalah perusahaan modal asing yang diresmikan
pada 11 Agustus 2004, beralamat di Jl. Lintang Raya Kav. F4-F5, Kawasan
Industri Sentul Bogor, Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Pendiri dan pemegang
saham terbesar adalah Grup Mastrotto. Dalam kegiatannya, Mastrotto Indonesia
mengolah ulang lanjutan dari bahan crust yang didatangkan dari Grup Mastrotto
menjadi kulit jadi.
Sebagai pemegang saham terbesar, grup Mastrotto yang mulai didirikan
tahun 1958 di Italia merupakan perusahaan kulit terkemuka di dunia. Hingga kini,
perusahaan ini telah mempekerjakan sekitar 1.600 pegawai dengan turn over 400
juta Euro per tahun. Merek ”Mastrotto” juga sudah dikenal dunia dan telah
terdaftar secara internasional. Sejak tahun berinvestasi di Indonesia, nilai
ekspornya mencapai 40 juta dollar AS. Kemudian, tahun kedua meningkat
menjadi 70 juta dollar AS. Tahun 2007, Mastrotto berhasil meningkatkan nilai
ekspor menjadi sekitar 110 juta dollar AS.
Namun pada tahun 2007, PT Mastrotto Indonesia sempat terganjal oleh
permasalahan hak paten, produsen kulit ini digugat oleh pemegang hak paten dari
Malaysia. pada tahun 2003 merek dan logo Mastrotto sudah dipatenkan di
Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Indonesia oleh perusahaan Indonesia
bernama PT Mastrotto Lestari yang kemudian menjadi PT Louis Scheweizer.
akibat kasus ini pihak, pihak mastrotto yang memiliki merek ini sejak berdirinya,
kini justru dijadikan tersangka oleh kepolisian. Tetapi, masalah ini akhirnya
terselesaikan dengan PT Mastrotto Indonesia sebagai pemenang.
39
5.2 Visi dan misi perusahaan
Adapun visi dari PT Mastrotto Indonesia adalah menjadi perusahaan
besar di bidang penyamakan kulit dengan menghasilkan kulit yang berkualitas
tinggi. Adapun misi PT Mastrotto Indonesia adalah pengiriman pesanan dengan
cepat untuk membantu para konsumen membuat perencanaan yang tepat dari segi
waktu dan biaya yang efisien, sehingga hal tersebut akan menjadikan para
konsumen akan merasa bahwa PT Mastrotto Indonesia adalah bagian dari mereka,
dan membantu untuk ikut serta dalam upaya mempercepat proses pemulihan
perekonomian di Indonesia dengan menyerap tenaga-tenaga kerja Indonesia,
sehingga mengurangi pengangguran.
5.3 Struktur Organisasi dan Tugas-tugasnya
PT Mastrotto Indonesia dipimpin oleh seorang General Manager (GM)
yang bertanggung jawab atas penentuan kebijaksanaan perusahaan dan berwenang
dalam pengambilan keputusan secara umum serta bertanggung jawab terhadap
pemegang saham. General Manager membawahi delapan departemen, yaitu :
1. Departemen Human Resource and Development (HRD)
2. Departemen Information and Technology (IT)
3. Departemen Sales and Marketing
4. Departemen Finance and Accounting
5. Departemen General Affair (GA)
6. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)
5.4 Sumberdaya Manusia
Untuk mencapai visi dan misinya, PT Mastrotto Indonesia senantiasa
melakukan pembinaan dab pengembangan sumberdaya manusia guna
meningkatkan kompetensi masing-masing individu untuk menciptakan
keunggulan dalam persaingan usaha. Oleh karena itu, seluruh bagian organisasi
harus mau bekerjasama dan saling mendukung demi kemajuan perusahaan.
40
Ketenagakerjaan
Karyawan di PT Mastrotto Indonesia berjumlah sekitar 424 orang, yang
sebagian besar merupakan karyawan bagian pabrik. Karyawan bekerja delapan
jam perhari, dengan lima hari kerja dalam seminggu yaitu hari senin sampai
jum’at, jam kerja dimulai 08.00-17.00 dengan waktu istirahat 1 jam. Bagi
karyawan bagian produksi, dengan enam hari kerja dari senin sampai sabtu. Jam
kerja digilir menurut shift, yaitu :
1. Shift 1 dari pukul 06.00-14.00
2. Shift II dari pukul 14.00-22.00
3. Shift III dari pukul 22.00-06.00
Pada setiap Shift disediakan waktu istirahat 1 jam, gaji karyawan
diberikan pada setiap akhir bulan, sedangkan upah lembur dan uang makan
diberikan setiap akhir minggu. PT Mastrotto Indonesia juga memperhatikan hal-
hal yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan, antara lain meliputi jaminan
perawatan kesehatan, pemberian seragam kerja, asuransi sosial tenaga kerja, dan
cuti karyawan.
5.5 Skala Industri
Badan pusat statistik (2002), Mengklasifikasikan skala industri
berdasarkan tenaga kerja yang dimiliki suatu industri. Skala industri tersebut
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu :
1. Industri Besar
Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih
2. Industri Sedang
Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 20-99 orang
3. Industri Kecil
Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 5-19 orang
4 Industri Kerajinan Rumah Tangga
Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 1-4 orang
Berdasarkan jumlah tenaga kerja tersebut, maka PT Mastrotto Indonesia
dapat digolongkan sebagai industri besar karena jumlah yang dimiliki perusahaan
sebesar 424 orang.
41
5.6 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku
Perencanaan bahan baku adalah menentukan jumlah bahan baku yang
diperlukan untuk produksi mendatang. Perencanaan pengadaan bahan baku ini
dilakukan oleh Production Planning and Inventory Control (PPIC) berdasarkan
atas skedul rencana roduksi yang telah direncanakan. dalam membuat skedul
rencana produksi didasarkan atas beberapa hal, yaitu Supply Order (SO) yang
dibuat oleh Marketing Department, kapasitas produksi dan keterbatasan produk
akhir (finished goods) yang ada di warehouse department.
SO merupakan permintaan produk dari Marketing Department yang
berisikan tentang jenis produk dan periode pengambilan produk akhir yang
dikeluarkan setiap ada pemesanan oleh konsumen. perencanaan pengadaan bahan
baku ini diawali dari bagian pemasaran mengirimkan pesanan ke bagian raw
material, kemudian PPIC membuat rencana produksi dengan sebelumnya
menghitung kebutuhan bahan baku dan pemesanan jika bahan baku di gudang
mengalami kekurangan maka melakukan pemesanan ke bagian (purchasing)
pembelian. Bagian produksi melaksanakan perencanaan produksi yang sudah
dibuat PPIC. Sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku terhadap permintaan
produk, perusahaan memiliki persediaan untuk tiga bulan.
Bagian pemasaran akan mengajukan data produk dalam bentuk purchase
request (PR), PR tersebut berisi tentang jenis barang, jumlah barang yang akan
dipesan dan jadwal pengiriman. Sebelum PR tersebut dilanjutkan ke bagian lain,
terlebih dahulu dilakukan evaluasi kebutuhan material, jika sudah pasti dilaporkan
ke manajer PPIC untuk di tandatangani dan diolah lebih lanjut. Data dari PPIC ini
disebut weekly production order (WPO), dimana biasanya dilaporkan ke bagian
raw material disebut juga bagian prepare. Selanjutnya bagian raw material
memeriksa persediaan bahan baku digudang. jika persediaan tersebut tidak
memenuhi total kebutuhan produksi maka, menurut kebijakan perusahaan, maka
bagian raw material membuat PR untuk dilaporkan ke bagian purchasing. Setelah
PR tersebut diolah kemudian dilaporkan ke manajer pusat untuk mendapat
persetujuan order. Setelah didapat persetujuan, PO (Purchasing Order) dapat
dibuat dan diberikan kepada pemasok (supplier).
42
Pemasok akan mengirimkan barang pesanan disesuaikan dengan waktu
tenggang pengadaan bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan. Kedatangan
bahan baku diterima oleh bagian gudang dan QC (Quality Control) untuk
dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan kuantitas yang dipesan. Jika memenuhi
kriteria QC, maka, dibuatkan SR (Stock Received). Selanjutnya bagian gudang,
akan melakukan penyimpanan dan melaporkan bukti penerimaan barang ke
bagian keuangan. Setelah semuanya berkas disetujui maka, bagian gudang akan
mempersiapkan bahan baku sesuai dengan permintaan untuk dilakukan proses
produksi. Secara lebih rinci proses perencanaan dan penerimaan bahan baku dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 5. Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia
43
5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku
5.7.1 Prosedur Pembelian Bahan Baku
Pembelian bahan baku dilakukan jika suatu perusahaan tidak
memproduksi sendiri bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk.
Prosedur pembelian merupakan cara-cara pembelian bahan baku yang dijalankan
oleh suatu perusahaan. Kegiatan pembelian bahan baku oleh PT Mastrotto
Indonesia dilakukan oleh bagian purchasing. Berdasarkan data dari bagian gudang
berupa permintaan pembelian (purchase request) jika barang yang hendak dibeli
tersebut merupakan barang impor, maka harus berkoordinasi dengan pihak Impor
Department.
Secara keseluruhan bahan baku yang digunakan oleh PT Mastrotto
Indonesia diperoleh dari pemasok luar negeri, ada sekitar 24 suplier aktif hingga
saat ini. Kriteria yang digunakan dalam menentukan pemasok adalah harga yang
ditawarkan harus bersaing, ketersediaan barang, kualitas yang harus sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, pengiriman tepat waktu (delivery time), serta
mudah dihubungi dan tanggap untuk menerima komplain. Setelah lembaran PR
diubah menjadi lembaran PO (Purchasing Order), pemasok mengirimkan barang
yang dipesan dan diterima oleh petugas warehouse, beserta surat jalan (pick slip)
dan copy PO.
Secara umum prosedur pembelian bahan baku yang dilakukan PT
Mastrotto Indonesia pada prinsipnya sama, yaitu :
1. Perusahaan menempatkan order kepada pemasok yang mempunyai
spesifikasi sesuai kriteria bahan baku yang dibutuhkan (kualitas, kuantitas)
2. Jika pemasok bersedia memenuhi permintaan perusahaan, selanjutnya
dilakukan negosiasi harga antara pihak perusahaan (bagian pembelian)
dengan pihak pemasok.
3. Jika telah terjadi kesepakatan baik itu mengenai harga, kuantitas, kualitas,
cara pembayaran maupun kapan tersedianya bahan baku, maka perusahaan
mengajukan Purchase Order (PO) yang antara lain berisi spesifikasi bahan
baku, harga, jumlah dan delivery
4. Perusahaan menerima copy PO ke pemasok, selanjutnya pemasok mengirim
dokumen impor ke perusahaan
44
5. Perusahaan mengurus izin impor pemasukan barang ke bea cukai untuk
memperoleh Delivery Order (DO)
6. Perusahaan menyerahkan DO dan Bill of Landing atau BILL kepada
maskapai pelayaran untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan
7. Barang diterima oleh perusahaan dan pihak pemasok melaporkan bahan baku
yang dibawa kepada bagian gudang. Selanjutnya bagian gudang dan QC
memeriksa bahan baku yang diterima sesuai dengan perjanjian yang ditulis
pada PO
8. Bagian gudang melaporkan hasil perhitungan bahan baku yang diterima dari
pemasok kepada bagian administrasi pabrik berupa laporan penerimaan
bahan baku.
9. Pembayaran dilakukan oleh bagian administrasi pabrik yang sebelumnya
telah menerima sejumlah uang yang akan dibayarkan ke pemasok dari bagian
keuangan
5.7.2 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
terhadap baik atau tidaknya produk yang dihasilkan. Bahan baku dengan mutu
yang baik dan jumlah yang proporsional akan menghasilkan produk yang
bermutu. Penerimaan bahan baku Grain dan Split oleh perusahaan harus melewati
proses pemeriksaan oleh bagian gudang dan QC, agar bahan baku yang masuk
sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas perusahaan yang telah ditetapkan
agar mutu bahan tersebut tetap baik hingga pemakaiannya.
Bagian QC yang bekerjasama dengan bagian gudang melakukan
pengawasan terhadap mutu. Bahan baku yang masuk akan diterima oleh petugas
gudang untuk memeriksa kelengkapan dokumen pengiriman bahan dan
menghubungi bagian QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang
masuk.
Bahan baku yang telah diterima kemudian dibongkar dan dianalisis
secara fisik, jika bahan bakunya tidak memenuhi persyaratan perusahaan, maka
ada dua alternatif yang dilakukan, pertama ialah dikembalikan ke pemasok dan
kedua ialah tetap diterima asalkan harga bahan baku tersebut diturunkan.
45
Dikarenakan semua bahan baku berasal dari impor, maka biasanya alternatif
kedua sering menjadi kesepakatan kedua belah pihak.
5.7.3 Penyimpanan Bahan Baku
Barang-barang yang masuk diterima dan diperiksa oleh bagian
penerimaan akan disimpan di gudang. Bagian penyimpanan bertugas memasukkan
stock ke dalam gudang bahan baku dan mengeluarkannya serta menjaga agar tidak
terjadi kerusakan selama penyimpanan.
Setiap hari bagian penyimpanan melakukan pemasukan data ke
komputer untuk mengetahui jumlah barang yang keluar, maka dapat diketahui sisa
barang yang ada di gudang. Jika stock menipis, maka bagian penyimpanan akan
mengeluarkan purchase order.
Bagian penyimpanan juga bertanggung jawab atas kebersihan ruang
penyimpanan. Dalam penyimpanan dan pengeluaran barang diterapkan sistem
FIFO (First in First Out)
5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku
Tujuan pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku kulit bagi
perusahaan adalah untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku (stock out),
karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan atau adanya
keterlambatan penerimaan bahan baku, akan menghambat jalannya produksi.
Sedangkan tujuan akhir dari adanya persediaan tersebut adalah untuk memenuhi
target sebesar 6.000.000 sqf per bulan nya.
Pada Tabel 4. PT Mastotto Indonesia selama tahun 2007 membeli bahan
baku grain sebanyak 248.126.100 sqf dan Split sebanyak 52.119.750 sqf,
Perusahaan melakukan pembelian bahan baku Grain rata-rata per bulannya
20.677.175 sqf, sedangkan Split rata-rata per bulannya 4.343.313 sqf. Pembelian
bahan baku Grain tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada bulan November, Juli
dan April yaitu berturut-turut sebesar 45.144.600 sqf, 36.922.050 sqf dan
31.087.850 sqf. Sedangkan untuk bahan baku Split dengan pembelian terbesar
adalah pada bulan November, Agustus dan Juli yaitu berturut-turut sebesar
12.967.600 sqf, 7.084.300 sqf dan 5.854.350 sqf.
46
Tabel 4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007
Bulan Jenis Bahan Baku
Grain Split
Januari 3.791.500 1.863.850
Februari 19.737.200 2.428.800
Maret 15.259.150 3.966.400
April 31.087.850 2.100.650
Mei 26.834.500 1.909.550
Juni 14.231.700 4.360.250
Juli 36.922.050 5.854.350
Agustus 19.590.600 7.084.300
September 14.397.550 1.852.050
Oktober 13.942.650 4.649.250
November 45.144.600 12.967.600
Desember 7.186.750 3.082.700
Total 248.126.100 52.119.750
Rata-rata 20.677.175 4.343.313
Sumber : Bagian PPIC, PT MI, 2007
Sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku, perusahaan menyimpan persediaan
bahan baku untuk tiga bulan. Hal ini bertujuan sebagai antisipasi kebutuhan bahan
baku selama waktu tunggu (tiga bulan) sampai periode pemesanan berikutnya.
Berdasarkan Gambar 5, pembelian bahan baku grain dan split selama satu tahun
mengalami pembelian yang fluktuatif, terkadang hal ini disebabkan karena terjadi
jumlah pesanan yang besar sedangkan persediaan bahan baku menipis.
Gambar 6. Perkembangan Pembelian Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia, Tahun 2007
47
5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan
PT Mastrotto Indonesia mengolah ulang lanjutan dari bahan crust yang
didatangkan dari Grup Mastrotto menjadi kulit jadi, untuk kebutuhan industri
otomotif (jok mobil) dan furniture. Bahan baku utamanya antara lain grain dan
split.
Beberapa produk PT Mastrotto Indonesia tersebut selain dipasarkan secara
nasional juga dipasarkan internasional ke beberapa kawasan seperti Amerika
Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia timur, Asia Tenggara,
Timur Tengah, Afrika, dan Kepulanan Oceania. Beberapa produk dari PT
Mastrotto Indonesia adalah sebagai berikut :
1. CLEAR – Grain
Kegunaan : Bahan untuk alas kaki
2. CARUS SUPER PERLÉ – Grain
Kegunaan : Bahan baku alas kaki
3. MANHATTAN – Grain
Kegunaan : Bahan baku alas kaki
4. RIACE – Grain
Kegunaan : Barang-barang yang dari kulit (jok, sofa)
5. SNOWBUT SOFT – Grain
Kegunaan : Bahan baku untuk alas kaki
6. TREASURE SUPER – Grain
Kegunaan : Semua produk kulit
7. Mediterranean - Finished grain
Kegunaan : Boat (perahu)
8. Highway - Mercedes pattern
Kegunaan : otomotif
9. Airone - Finished grain
Kegunaan : furnitur
10. CAPOEIRA – Split
kegunaan : alas kaki
11. COSMOPOLITAN – Split
48
12. Bag Nuvola - Corrected grain
Kegunaan : barang-barang dari kulit
13 Bugatti - Half Grain
Kegunaan : furnitur
14 EQUESTRIAN L - Full Grain Kegunaan : Garmen
15 AUDI NAPPA GLATT SOUL
Kegunaan : otomotif
Produk-produk di atas adalah contoh dari beberapa produk yang dihasilkan
oleh PT Mastrotto Indonesia, Sejak tahun berinvestasi di Indonesia, nilai
ekspornya mencapai 40 juta dollar AS. Kemudian, tahun kedua meningkat
menjadi 70 juta dollar AS. Tahun 2007, Mastrotto berencana meningkatkan nilai
ekspor menjadi 110 juta dollar AS.
5.10 Proses Produksi
Di dalam PT Mastrotto Indonesia, proses produksinya mengkombinasikan
antara teknologi yang canggih, pengalaman dan profesionalisme. Dengan target
produksi sekitar 6 juta square feet per bulan, kulit sapi mentah diubah menjadi
potongan-potongan kulit yang berwarna-warni, dan siap untuk dijadikan bahan
baku sepatu, jaket, tas, tempat tidur, sofa dan barang-barang lainnya yang
disesuaikan pembuat kulit untuk kebutuhan manusia.
Berikut ini adalah fase-fase utama dalam suatu proses produksi yang
menggambarkan alur produksi yang kompleks, yang mana telah mengalami
kemajuan dari riset dan teknologi :
1. SOAKING
Proses mencuci kulit mentah dengan air, bertujuan untuk menghilangkan
kotoran dan kerutan pada kulit sapi
2. PRESSING
Proses untuk menghilangkan kelebihan air dan menjadikan kulit lembut
3. SPLITTING
Proses mekanik ini untuk memisahkan antara Grain dan Split
49
4. SHAVING
Proses untuk memberikan ketebalan yang seragam bagi kulit
5. TRIMMING
Kulit dipotong, dipilih dan dipisahkan dengan bagian kulit yang tidak dapat
digunakan
6. DYEING Di dalam drum, kulit mengalami suatu perawatan khusus untuk memperoleh
pemeliharaan, kehalusan warna yang diperlukan. Ini adalah tahap yang
terpenting, suatu campuran seni dan teknologi
7. DRYING Tempat pengeringan kulit adalah suatu sistem ruang hampa terdiri dari plat
baja yang menghisap ke luar air melalui tekanan ruang hampa
8. CHAIN
Kulit digantung ke suatu rantai untuk mendapatkan kondisi suhu-kamar.
9. STACKING
Kulit diperhalus dan dilemaskan melalui mesin yang beroperasi dengan cara
seperti memukul
10. BUFFING
Ini adalah suatu tahap untuk memisahkan warna dengan kulit dengan cara
permukaan kulit di ampelas kertas khusus.
11. DRY MILLING
Kulit lebih lanjut dikurangi kelembabannya melalui sistem mekanis
diguncang dalam drum
12. SPRAYING
Proses pewarnaan kulit sesuai dengan kebutuhan
13. STAMPA
Proses pemberian embos atau motif
14. FINISHING
Kulit dibuat agar warna terlihat terang seperti penampilan yang diinginkan
15. IRONING
Tahap ini digunakan untuk memberi kulit terang yang diperlukan
50
16. TRIMMING
Operasi ini dilakukan untuk memberi seragam dan penampilan tepat terhadap
produk jadi
17. LABORATORY
Physical-Chemical Test dilaksanakan menurut pesanan dan spesifikasi
peraturan internasional
18. SELECTION
Kulit secara hati-hati diperiksa dan terpilih menurut mutu, penampilan permukaan dan ketebalan
19. MEASURING
Kulit diukur dengan instrumen ketepatan elektronik, kemudian dikemas
untuk memenuhi pesanan dan dikirimkan ke pelanggan
20. FINISHED PRODUCT WAREHOUSE
Adalah area di mana material yang sudah siap dikirim (finish) disimpan
dalam sebuah tempat khusus seperti gudang
51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Klasifikasi Bahan Baku
PT Mastrotto Indonesia sebagai perusahaan manufaktur penghasil kulit
samakan membutuhkan bahan baku kulit sapi untuk menghasilkan berbagai jenis
produk. Produk yang dihasilkan adalah bahan baku untuk perusahaan lain
diberbagai bidang, antara lain untuk perusahaan otomotif, perusahaan garmen,
kapal pesiar (perahu), footwear (alas kaki), furnitur dan perusahaan-perusahaan
yang membutuhkan bahan baku dari kulit jadi.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan kulit samakan adalah grain dan
split. Grain adalah bagian luar dari kulit, mempunyai pori-pori dan corak kerutan
yang khas dari kulit. Sedangkan split adalah bagian dalam dari kulit, kedua bahan
tersebut dipisahkan melalui suatu proses dengan menggunakan mesin yang
disebut splitting.
Grain dan split yang digunakan selama ini terpaksa harus mengimpor
dari negara luar, karena ketidaktersediaan kedua bahan baku tersebut di dalam
negeri, PT Mastrotto Indonesia memperoleh bahan baku tersebut dari Mastrotto
Italia dan Mastrotto Brasil, selain itu ada beberapa pemasok atau suplier yang
masih aktif hingga sekarang.
Akibatnya penentuan harga grain dan split ini mengikuti kurs dollar
terhadap nilai tukar mata uang rupiah. Harga ini didasarkan pada harga Cost
Insurance Freigth (CIF), dimana semua biaya pengiriman dari negara asal bahan
baku sudah termasuk di dalam harga beli di pelabuhan importir atau harga beli
dari pemasok. Dengan demikian, perusahaan hanya mengeluarkan biaya
pengangkutan dari pelabuhan ke gudang perusahaan. Harga rata-rata dari kedua
bahan baku tersebut selama tahun 2007 dapat dilihat dari tabel 5.
Tabel 5. Harga Bahan Baku Kulit Sapi Tahun 2007
Jenis Bahan Baku Harga (per sqf) Grain Rp 10.216 Split Rp 5.893
Sumber : Bagian Purchasing, PT MI 2007
52
6.2 Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah biaya yang terjadi akibat perusahaan melakukan
persediaan atas bahan baku grain dan split, Biaya persediaan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya
persediaan timbul berdasarkan atas catatan historis perusahaan dan berdasarkan
informasi yang relevan.
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akibat
adanya pemesanan bahan baku. Total biaya pemesanan merupakan hasil perkalian
antara biaya pemesanan per pesanan dengan banyaknya pemesanan yang
dilakukan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan per pesanan pada PT
Mastrotto Indonesia terdiri dari Administrasi, komunikasi dan transportasi. Secara
terperinci biaya pemesanan per pesanan dari grain dan split adalah pada tabel 6
sebagai berikut :
Tabel 6. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Bahan Baku Grain dan
Split, Tahun 2007
Jenis Biaya Biaya pemesanan Per
Pesanan (Rp/pesanan)
Persentase
(%)
Administrasi 250.000 21.5 Komunikasi 235.400 20.3 Transportasi 675.000 58.2 TOTAL 1.160.400 100
Sumber : Bagian impor, 2007 Berdasarkan Tabel 6, bahwa total biaya pemesanan per pesanan terbesar
bahan baku yang paling besar adalah pada biaya transportasi yaitu sebesar Rp
675.000 atau sebesar 58.2 persen dari total biaya pemesanan. Sedangkan untuk
biaya administrasi sebesar Rp 250.000 atau 21.5 persen dari total, dan biaya
komunikasi sebesar Rp 235.400 atau 20.3 persen dari total biaya pesanan untuk
satu kali pesan.
Komponen biaya penyimpanan PT Mastrotto Indonesia meliputi biaya
opportunity cost, biaya gaji pegawai gudang, biaya gudang dan penyusutan serta
biaya Asuransi persediaan. opportunity cost adalah biaya yang terjadi karena
kehilangan pendapatan berupa bunga bank yang seharusnya diperoleh oleh
perusahaan karena uang yang ada digunakan untuk membeli persediaan.
opportunity cost yang dibebankan perusahaan selama tahun 2007 ditentukan oleh
53
tingkat suku bunga rata-rata investasi di bank, berdasarkan data dari Bank
Indonesia besar suku bunga rata-rata investasi antara bulan Januari 2007 sampai
Desember 2007 sebesar 8.64 persen dengan harga rata-rata pembelian grain dan
split masing-masing adalah Rp 10.216 / sqf dan Rp 5.893 / sqf.
Tabel 7. Komponen Opportunity Cost Grain, Tahun 2007 Bulan Persediaan rata-rata
(sqt) Suku bunga (%)
Nilai penyimpanan Opportunity cost (Rp)
Januari 13.241.286 9,55 11.687.585.280
Februari 20.153.086 9,25 17.788.371.260
Maret 34.975.861 9,00 30.871.877.410
April 54.365.486 9,00 47.986.370.350
Mei 78.828.061 8,80 67.731.641.980
Juni 95.264.186 8,56 84.086.115.050
Juli 116.846.886 8,31 103.136.352.800
Agustus 140.314.886 8,25 123.850.674.000
September 152.816.736 8,25 134.885.587.000
Oktober 163.515.711 8,25 144.329.169.900
November 189.297.211 8,25 167.085.530.600
Desember 211.410.311 8,25 186.603.932.500
Total/tahun 1.271.029.707 103,68 1.120.043.208.000
Nilai Rp/sqf 881.21
Berdasarkan tabel 7 bahwa komponen opportunity cost termasuk biaya
yang relevan dalam perhitungan biaya penyimpanan. Pada bahan baku grain
sebesar Rp 1.120.043.208.000 /tahun, dan split sebesar Rp 99.920.003.340 /tahun.
Perbedaan nilai opportunity cost kedua bahan baku ini disebabkan oleh beberapa
hal yaitu harga rata-rata per sqf grain (Rp 10.216) dan per sqf split (Rp 5.893)
serta jumlah persediaan kedua bahan baku setiap bulannya. Biaya penyimpanan
ini diperoleh dari perkalian jumlah persediaan bahan baku tiap bulan dengan harga
bahan baku per square feet dan nilai suku bunga pada tahun 2007, yaitu sebesar
103,68 persen dibagi dalam periode bulan.
54
Tabel 8. Komponen Opportunity cost Split, Tahun 2007 Bulan Persediaan rata-rata
(sqt) Suku bunga (%)
Nilai penyimpanan Opportunity cost (Rp)
Januari 444.470 9,55 226.304.211,7
Februari 333.877.5 9,25 169.995.465,3
Maret 4.837.835 9,00 2.463.208.847
April 7.230.020 9,00 3.681.202.279
Mei 8.273.260 8,80 4.212.373.350
Juni 10.566.560 8,56 5.380.018.970
Juli 14.978.600 8,31 7.626.432.079
Agustus 20.667.745 8,25 10.523.089.840
September 24.444.540 8,25 12.446.064.650
Oktober 27.082.810 8,25 13.789.353.540
November 35.251.835 8,25 17.948.655.100
Desember 42.579.125 8,25 21.679.382.910
Total/tahun 198.238.955 103,68 99.920.003.340
Nilai Rp/sqf 504.04
Pada Tabel 7 dan 8, biaya opportunity cost untuk grain terendah adalah
pada bulan Januari dengan nilai sebesar (Rp 11.687.585.280) dan tertinggi adalah
pada bulan Desember dengan nilai sebesar (Rp 186.603.932.500). Hal yang sama
dengan opportunity cost untuk split terendah adalah pada bulan Januari dengan
nilai sebesar (Rp 169.995.465,3) dan tertinggi adalah pada bulan Desember
dengan nilai sebesar (Rp 21.679.382.910). Biaya opportunity cost timbul karena
adanya investasi persediaan bahan baku yang sangat dipengaruhi oleh harga per
sqf bahan baku dan tingkat suku bunga Bank Indonesia.
Tabel 9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan Tahun
2007
Jenis Biaya Biaya Penyimpanan Grain dan Split
Per tahun
(Rp/sqf)
Per Bulan
(Rp/sqf)
Per Minggu
(Rp/sqf)
Opportunity cost 692,63 57,72 14,43
Gaji pegawai gudang 23,52 1,96 0,49
Biaya gudang dan Penyusutan 5,64 0,47 0,12
Asuransi Persediaan 27.82 2.32 0.59
Total 749,61 62,47 15,62
55
Berdasarkan pada Tabel 9, dapat dilihat biaya penyimpanan pada tahun
2007, perusahaan mengeluarkan biaya sebesar Rp 749,61 / sqf per tahun, dimana
biaya opportunity cost merupakan komponen terbesar yaitu sebesar Rp 692,63 /
sqf per tahun, kemudian disusul masing-masing oleh asuransi persediaan, gaji
pegawai gudang dan biaya gudang dan penyusutan.
6.3 Pemakaian bahan baku
Cara pemakaian bahan baku yang ada digudang PT Mastrotto Indonesia
memakai sistem FIFO (First in First out), dimana bahan baku yang pertama kali
masuk adalah bahan baku yang pertama kali akan digunakan terlebih dahulu.
Pemakaian bahan baku PT Mastrotto Indonesia secara umum berfluktuasi setiap
bulannya.
Pada Tabel 10, pemakaian bahan baku bulanan rata-rata sebesar
4.174.237,50 sqf untuk grain sedangkan untuk split sebesar 713.666,67 sqf.
Jumlah tersebut diketahui dari departemen marketing berdasarkan pesanan dari
pelanggan, pada akhirnya PPIC membuat rencana produksi (production plan)
dengan terlebih dahulu disesuaikan ketersediaan bahan baku di gudang dan
besarnya kapasitas produksi perusahaan
Tabel 10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, Tahun 2007 Bulan Hari kerja Jenis bahan baku
Grain Split Januari 24 7.472.900 1.417.280 Februari 24 2.232.200 - Maret 26 3.118. 600 483.840 April 23 4.449.150 798.840 Mei 25 4.548.050 1.124.880 Juni 26 3.645.900 558.320 Juli 26 4.342.450 832.200 Agustus 25 5.234.200 728.160 September 26 3.750.250 654.600 Oktober 20 3.192.000 570.160 November 26 4.332.250 708.640 Desember 25 3.772.900 687.080 Total/tahun 296 50.090.850 8.564.000
Rata-rata 24,67 4.174.237,50 713.666,67
Sumber :PPIC. PT MI
Tingkat pemakaian bahan baku grain dan split dapat dilihat bahwa
pemakaian terbesar untuk kedua bahan baku tersebut adalah terjadi pada grain
56
bulan Januari, yaitu sebesar 7.472.900 sqf dan hal yang sama terjadi untuk split
adalah juga pada bulan Januari sebesar 1.417.280 sqf. Sedangkan pemakaian
bahan baku terendah grain dan split terjadi pada bulan Februari, masing-masing
sebesar 3.118. 600 sqf dan split tidak diproduksi sama sekali.
Peningkatan jumlah pemakaian bahan baku mengidentifikasikan bahwa
adanya kenaikan jumlah permintaan produk. Jumlah permintaan meningkat
merupakan salah satu indikasi bahwa kepuasan konsumen terpenuhi. Adanya
perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku menyebabkan
timbulnya persediaan bahan baku bagi perusahaan. persediaan bahan baku yang
dilakukan perusahaan bervariasi per bulannya tergantung pada besarnya tingkat
pembelian dan pemakaian. Perusahaan memiliki kriteria tertentu dalam
menetapkan pemakaian dan pembelian yang disesuaikan dengan kontrak
konsumen.
6.4 Waktu Tenggang Pengadaan bahan baku
Perhitungan waktu tunggu (lead time) merupakan waktu yang
dibutuhkan sejak bahan baku tersebut dipesan sampai bahan baku datang ke
pabrik. Waktu tunggu dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian kedatangan
bahan baku, sehingga perusahaan terhindar dari keterlambatan dalam penerimaan
yang mengakibatkan kekurangan bahan baku.
Berdasarkan hasil wawancara dengan PPIC dan bagian pembelian,
diperoleh keterangan mengenai waktu tunggu rata-rata pengadaan persediaan
bahan baku grain dan split. Secara umum dibagi atas dua tahap yaitu PO
(purchase order) dan lead time suppplier. Berdasarkan Tabel 11, perencanaan
waktu tunggu grain dan split sama, dikarenakan dalam satu kali pesan kedua
bahan tersebut menjadi satu paket pesanan, tenggang waktu untuk keduanya
dimulai dari PO ke pemasok adalah selama tiga bulan atau 90 hari.
Tabel 11. Waktu Tenggang Pengadaan Grain dan Split, Tahun 2007 uraian Bahan Baku Grain &Split
Hari Minggu PO lead time 5 0.72 Lead time supplier 85 12.14 Total 90 12.86
Sumber: PPIC. PT MI
57
Perencanaan pemesanan kedua bahan baku impor tersebut, dilakukan
bagian pembelian ke pemasok membutuhkan waktu yang lama, yaitu sekitar tiga
bulan (90 hari). Hal ini disebabkan adanya beberapa kegiatan yang dilakukan,
yaitu antara lain kegiatan penawaran baik melalui telepon ataupun melalui email,
sampai disetujuinya suatu PO antara kedua belah pihak.
6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Bahan baku sangat penting untuk kelancaran proses produksi, agar bahan
baku selalu tersedia dengan biaya minimum, perusahaan harus melakukan
pengendalian terhadap persediaan bahan baku. Selain untuk menjaga ketersediaan
bahan baku, pengendalian persediaan bahan baku juga bertujuan untuk
meminimumkan biaya total perusahaan.
Pada penelitian ini akan dibahas pengendalian persediaan bahan baku
yang digunakan oleh PT Mastrotto Indonesia dan Material Requirement Planning
(MRP) dengan beberapa teknik ukuran lot, yaitu teknik Lot for Lot (LFL) dan
teknik Economic Order Quantity (EOQ) sesuai dengan kondisi perusahaan.
Timbulnya persediaan bahan baku di perusahaan biasanya disebabkan
oleh adanya perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku,
sehingga persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan bervariasi setiap
bulannya, tergantung dari besarnya jumlah pembelian dan pemakaian. Perusahaan
memiliki kriteria tertentu dalam menetapkan pemakaian dan pembelian yang
disesuaikan dengan target penjualan per bulan yang telah direncanakan
sebelumnya dan rencana kebutuhan untuk produksi. Perkembangan persediaan
bahan baku grain PT Mastrotto Indonesia selama tahun 2007 tersaji dalam tabel
12 di bawah ini.
58
Tabel 12. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Grain, Tahun 2007
Bulan Pembelian
(sqf)
Persediaan
awal (sqf)
Pemakaian
(sqf)
Persediaan
akhir (sqf)
Persediaan
rata-rata (sqf)
Januari 3.791.500 15.081.986 7.472.900 11.400.586 13.241.286
Februari 19.737.200 11.400.586 2.232.200 28.905.586 20.153.086
Maret 15.259.150 28.905.586 3.118. 600 41.046.136 34.975.861
April 31.087.850 41.046.136 4.449.150 67.684.836 54.365.486
Mei 26.834.500 67.684.836 4.548.050 89.971.286 78.828.061
Juni 14.231.700 89.971.286 3.645.900 100.557.086 95.264.186
Juli 36.922.050 100.557.086 4.342.450 133.136.686 116.846.886
Agustus 19.590.600 133.136.686 5.234.200 147.493.086 140.314.886
September 14.397.550 147.493.086 3.750.250 158.140.386 152.816.736
Oktober 13.942.650 158.140.386 3.192.000 168.891.036 163.515.711
November 45.144.600 168.891.036 4.332.250 209.703.386 189.297.211
Desember 7.186.750 209.703.386 3.772.900 213.117.236 211.410.311
Total 248.126.100 1.172.012.082 50.090.850 1.370.047.332 1.271.029.707
Rata-rata 20.677.175 97.667.674 4.174.237,50 114.170.611 105.919.142,3
Sumber : PPIC, PT MI 2007
Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa persediaan awal bulan Januari
2007 merupakan persediaan akhir bulan Desember 2006, begitu pula dengan
bulan-bulan sebelumnya, persediaan akhir bulan sebelumnya merupakan
persediaan awal bulan berikutnya. Sedangkan persediaan akhir setiap bulan adalah
pembelian ditambah dengan persediaan awal dikurangi dengan pemakaian pada
bulan tersebut.
Jumlah persediaan awal dan persediaan akhir bahan baku grain secara
total memiliki nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya pemakaian
bahan baku dengan jumlah tertentu, misalkan pada awal Januari, perusahaan
mempunyai persediaan awal sebanyak 15.081.986 sqf, kemudian berkurang
karena adanya pemakaian sebanyak 7.472.900 sqf, setelah melakukan pembelian
sebanyak 3.791.500 sqf, sehingga perusahaan mempunyai persediaan akhir
sebanyak 11.400.586 sqf, dan begitu seterusnya, untuk Perkembangan persediaan
bahan baku split PT Mastrotto Indonesia selama tahun 2007 tersaji dalam tabel 13
di bawah ini.
59
Tabel 13. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Split, Tahun 2007
Bulan Pembelian
(sqf)
Persediaan
awal (sqf)
Pemakaian
(sqf)
Persediaan
akhir (sqf)
Persediaan
rata-rata (sqf)
Januari 1.863.850 221.185 1.417.280 667.755 444.470
Februari 2.428.800 667.755 - 3.096.555 333.877.5
Maret 3.966.400 3.096.555 483.840 6.579.115 4.837.835
April 2.100.650 6.579.115 798.840 7.880.925 7.230.020
Mei 1.909.550 7.880.925 1.124.880 8.665.595 8.273.260
Juni 4.360.250 8.665.595 558.320 12.467.525 10.566.560
Juli 5.854.350 12.467.525 832.200 17.489.675 14.978.600
Agustus 7.084.300 17.489.675 728.160 23.845.815 20.667.745
September 1.852.050 23.845.815 654.600 25.043.265 24.444.540
Oktober 4.649.250 25.043.265 570.160 29.122.355 27.082.810
November 12.967.600 29.122.355 708.640 41.381.315 35.251.835
Desember 3.082.700 41.381.315 687.080 43.776.935 42.579.125
Total 52.119.750 176.461.080 8.564.000 220.016.830 198.238.955
Rata-rata 4.343.313 14.705.090 713.666,67 18.334.736 16.519.912,92
Sumber : PPIC, PT MI 2007
Pada Tabel 13, awal tahun 2007 perusahaan mempunyai persediaan awal
sebesar 221.185 sqf yang adalah persediaan akhir tahun 2006, pada bulan Februari
sama sekali tidak ada pemakaian untuk bahan split, hal itu dikarenakan tidak
adanya pesanan dari para pelanggan. Kemudian memasuki bulan November,
perusahaan meningkatkan pembelian bahan split sebanyak 12.967.600 sqf, hal itu
guna mengantisipasi melonjaknya permintaan bahan kulit (menjelang hari raya,
natal dan tahun baru).
Jumlah persediaan rata-rata grain lebih banyak dibandingkan dengan
split, hal itu disebabkan oleh pemesanan rata-rata grain lebih tinggi sebanyak
20.677.175 sqf dan split hanya sebanyak 4.343.313 sqf. Hal ini disebabkan karena
bahan grain lebih disukai oleh konsumen, dan banyak dibutuhkan oleh industri-
industri yang berhubungan dengan kulit.
60
6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada PT Mastrotto
Indonesia
Sistem pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dimulai
dengan perencanaan produksi dari bagian marketing dan menghitung kebutuhan
bahan baku yang telah ditetapkan sebelumnya oleh bagian PPIC. Bagian PPIC
(Production Planning and Inventory Control) beserta semua bagian yang terkait
dalam proses produksi mengadakan rapat koordinasi untuk menyusun rencana
produksi agar kegiatan proses produksi dapat berjalan dengan lancar.
Di dalam rencana produksi berisi mengenai seberapa besar kebutuhan
bahan baku setiap bulannya sesuai dengan spesifikasi dari target penjualan selama
satu tahun ke depan. setelah diketahui kebutuhan rata-rata bahan baku untuk
produksi sebulan, kemudian bagian gudang dan prepare mengecek dan
menghitung persediaan bahan baku yang ada, sehingga diketahui kebutuhan bahan
baku yang harus dipesan untuk kebutuhan produksi selama satu bulan ditambah
dengan persediaan untuk antisipasi (Anticipation Stock) untuk tiga bulan ke depan.
Pengawasan persediaan bahan baku dilakukan satu minggu sekali oleh
PPIC dan bagian prepare, untuk mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan
dalam proses produksi berikutnya, kemudian untuk mengetahui apakah ada
kekurangan bahan atau tidak. Selama tahun 2007 PT Mastrotto Indonesia
melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan yang telah dihitung oleh PPIC dan
prepare, Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan metode perusahaan,
tahun 2007 tersaji pada tabel 14 di bawah ini.
61
Tabel 14. Frequensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode
Perusahaan, Tahun 2007
Bulan Bahan baku Grain Bahan baku Split
Frek
(kali)
Kuantitas (sqf) Frek
(kali)
Kuantitas (sqf)
Januari 3 3.791.500 2 1.863.850
Februari 14 19.737.200 4 2.428.800
Maret 10 15.259.150 4 3.966.400
April 22 31.087.850 2 2.100.650
Mei 20 26.834.500 2 1.909.550
Juni 10 14.231.700 3 4.360.250
Juli 31 36.922.050 6 5.854.350
Agustus 13 19.590.600 7 7.084.300
September 11 14.397.550 2 1.852.050
Oktober 10 13.942.650 4 4.649.250
November 24 45.144.600 8 12.967.600
Desember 4 7.186.750 2 3.082.700
Total 172 248.126.100 46 52.119.750
Rata-rata 14 20.677.175 4 4.343.313
Sumber: PPIC, PT MI 2007
Berdasarkan Tabel 14, frekuensi pemesanan bahan baku grain sebanyak
172 kali, sedangkan untuk split hanya sebanyak 46 kali. Sehingga setiap bulannya
perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku, seringnya melakukan
pemesanan tersebut dikarenakan perusahaan membutuhkan banyak bahan baku
untuk mengejar target produksi.
Perbedaaan jumlah frekuensi pemesanan dan penggunaannya,
menyebabkan kuantitas pemesanan berbeda pula. Kuantitas pesanan untuk bahan
baku grain sepanjang tahun 2007 adalah sebanyak 248.126.100 sqf, sedangkan
untuk bahan baku split sebanyak 52.119.750 sqf. Tinggi rendahnya kuantitas
pesanan bahan baku sangat berpengaruh terhadap biaya pembelian yang
merupakan perkalian dari kuantitas bahan baku yang dibeli dengan harga per
square feet nya.
62
6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split
Biaya pemesanan bahan baku per bulan diperoleh dari hasil antara biaya
pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan grain da split tiap
bulannya. Adapun rincian biaya persediaan bahan baku grain PT Mastrotto
Indonesia tiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Perhitungan Biaya Persediaan Grain Tahun 2007
Bulan Pembelian
(sqf)
Frek.
peme
sanan
Persediaan
rata-rata
(sqf)
Biaya
pemesanan
(Rp)
Biaya
Penyimpanan
(Rp)
Biaya
Persediaan
(Rp)
Januari 3.791.500 3 13.241.286 3.481.200 827.183.136,4 830.664.336,4
Februari 19.737.200 14 20.153.086 16.245.600 1.258.963.282 1.275.208.882
Maret 15.259.150 10 34.975.861 11.604.000 2.184.942.037 2.196.546.037
April 31.087.850 22 54.365.486 25.528.800 3.396.211.910 3.421.740.710
Mei 26.834.500 20 78.828.061 23.208.000 4.924.388.971 4.947.596.971
Juni 14.231.700 10 95.264.186 11.604.000 5.951.153.699 5.962.757.699
Juli 36.922.050 31 116.846.886 35.972.400 7.299.424.968 7.335.397.368
Agustus 19.590.600 13 140.314.886 15.085.200 8.765.470.928 8.780.556.128
September 14.397.550 11 152.816.736 12.764.400 9.546.461.498 9.559.225.898
Oktober 13.942.650 10 163.515.711 11.604.000 10.214.826.470 10.226.430.470
November 45.144.600 24 189.297.211 27.849.600 11.825.396.770 11.853.246.370
Desember 7.186.750 4 211.410.311 4.641.600 13.206.802.130 13.211.443.730
Total 248.126.100 172 1.271.029.707 199.948.800 79.401.225.800 79.600.814.600
Pada Tabel 15, biaya pemesanan bahan baku diperoleh dari hasil antara
biaya pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan grain tiap
bulannya, biaya pemesanan pada tahun 2007 sebesar Rp 199.948.800,-.
Sedangkan biaya penyimpanan diperoleh dari hasil perkalian antara biaya
penyimpanan per bulan dengan persediaan rata-rata tiap bulannya, besarnya biaya
penyimpanan grain pada tahun 2007 sebesar Rp 79.401.225.800,-. Untuk biaya
persediaan grain per bulan diperoleh dari hasil penjumlahan antara biaya
pemesanan grain tiap bulan dengan biaya persediaan grain per bulannya, dan total
biaya persediaan grain sepanjang tahun 2007 adalah sebesar Rp 79.600.814.600,-.
Rincian biaya persediaan bahan baku split PT Mastrotto Indonesia tiap bulannya
dapat dilihat pada Tabel 16.
63
Tabel 16. Perhitungan Biaya Persediaan Split Tahun 2007
Bulan Pembelian
(sqf)
Frek.
peme
sanan
Persediaan
rata-rata
(sqf)
Biaya
pemesanan
(Rp)
Biaya
Penyimpanan
(Rp)
Biaya
Persediaan
(Rp)
Januari 1.863.850 2 444.470 2.320.800 27.766.040,9 30.086.840,9
Februari 2.428.800 4 333.877.5 4.641.600 20.857.327,43 25.498.927,43
Maret 3.966.400 4 4.837.835 4.641.600 302.219.552,5 306.861.152,5
April 2.100.650 2 7.230.020 2.320.800 451.659.349,4 453.980.149,4
Mei 1.909.550 2 8.273.260 2.320.800 516.830.552,2 519.151.352,2
Juni 4.360.250 3 10.566.560 3.481.200 660.093.003,2 663.574.203,2
Juli 5.854.350 6 14.978.600 6.962.400 935.713.142 942.675.542
Agustus 7.084.300 7 20.667.745 8.122.800 1.291.114.030 1.299.236.830
September 1.852.050 2 24.444.540 2.320.800 1.527.050.414 1.529.371.214
Oktober 4.649.250 4 27.082.810 4.641.600 1.691.863.141 1.696.504.741
November 12.967.600 8 35.251.835 9.283.200 2.202.182.132 2.211.465.332
Desember 3.082.700 2 42.579.125 2.320.800 2.659.917.939 2.662.238.739
Total 52.119.750 46 198.238.955 53.378.400 12.287.266.620 12.340.645.020
Pada Tabel 16, diketahui bahwa Biaya pemesanan split tahun 2007
adalah sebesar Rp 53.378.400,- dengan biaya pemesanan tertinggi terjadi pada
bulan November yaitu sebesar Rp 9.283.200,-. Sedangkan pada biaya
penyimpanan split tahun 2007 adalah sebesar Rp 12.287.266.620,- dengan biaya
tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar Rp 2.659.917.939,-. Sehingga untuk
biaya persediaan total dari split ini sebesar Rp 12.340.645.020,- dengan biaya
tertinggi juga terjadi pada bulan Desember sebesar Rp 2.662.238.739,-. Pada
bulan Desember rata-rata produksi meningkat dikarenakan untuk menyambut hari
raya, Natal dan Tahun baru.
6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan
dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa
tahapan/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah
produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan
dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan
berapa banyak pesanan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan
64
dibuat. Dalam penggunaan MRP, ada beberapa teknik yang dapat digunakan,
dalam penelitian ini akan menggunakan tiga teknik diantaranya yaitu teknik Lot
for Lot (LFL) dan teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Kuntitas produksi tidak sama untuk setiap periodenya, oleh karena itu
perusahaan perlu mendukung dengan menerapkan metode MRP, sebagai alternatif
sistem pengendalian persediaan bahan baku. Langkah pertama yang harus
dilakukan ialah penetapan kebutuhan kotor dari masing-masing jenis bahan baku
sesuai dengan penjadwalan produksi yang telah dibuat. Jika persediaan di tangan
masih ada, maka persediaan dihabiskan terlebih dahulu, kemudian ditentukan
kebutuhan bersih yang merupakan hasil pengurangan dari kebutuhan kotor dengan
penerimaan terjadwal dan persediaan di tangan.
6.5.3.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL)
Sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan metode MRP teknik
LFL adalah dengan melakukan pemesanan tepat sebesar kebutuhan bersih dan
sesuai dengan tenggang waktu masing-masing persediaan. Kebutuhan persediaan
bahan baku diharapkan dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat
sehingga dapat dihilangkan adanya persediaan di gudang. Hal ini dapat
mengurangi biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Selama tahun 2006, frekuensi pemesanan untuk setiap jenis bahan baku
dengan menggunakan metode ini berbeda dengan metode perusahaan, pembelian
bahan baku Grain ferkuensi pemesanannya yaitu sebesar 34 kali dan split
sebanyak 44 kal, sesuai dengan kebutuhan bersih tiap minggunya, hasil dari
teknik LFL ini terlihat dari tabel 17.
65
Tabel 17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode LFL
Bulan Bahan Baku Grain Bahan Baku Split
Frek (kali) Kuantitas Frek (kali) Kuantitas
Januari - - 3 1.062.960
Februari - - 1 120.960
Maret - - 4 562.580
April 3 3.327.876,5 4 880.320
Mei 4 4.322.512,5 4 983.240
Juni 4 3.820.037,5 4 626.790
Juli 4 4.565.387,5 4 806.190
Agustus 4 4.863.212,5 4 709.770
September 4 3.610.687,5 4 633.490
Oktober 4 3.477.062,5 4 604.780
November 4 4.192.412,5 4 703.250
Desember 3 2.829.675 3 515.310
Total 34 35.008.864 44 8.209.640
Rata-rata 2,83 2.917 3,67 684.136,7
Berdasarkan Tabel 17, kuantitas pesanan bervariasi setiap bulannya,
disesuaikan dengan kebutuhan bersih setiap minggu dalam satu bulan. Kuantitas
pesanan tertinggi bahan baku grain terjadi pada bulan Agustus sebesar
4.863.212,5 sqf, sedangkan pada split kuantitas tertinggi terjadi pada bulan
Januari sebesar 1.062.960 sqf. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari
pelanggan yang bersifat musiman.
Teknik Lot for Lot ini jika dibandingkan dengan metode perusahaan
memiliki kuantitas pemesanan yang lebih rendah dibanding dengan metode
perusahaan. Hal ini disebabkan karena teknik LFL bersifat mengurangi biaya
penyimpanan dan berusaha untuk melakukan pemesanan tepat sesuai dengan
kebutuhan bersihnya. Total biaya pemesanan bahan baku grain dan split dengan
metode ini sebesar masing-masing Rp 39.453.600,- dan Rp 51.040.000., untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan Tabel 18.
66
Tabel 18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan Teknik LFL
Bahan Baku Frekuensi Biaya
Pemesanan (Rp)
Biaya
Penyimpanan
(Rp)
Biaya
Persediaan
(Rp)
Grain 34 39.453.600 2.187.003.734 2.226.457.334
Split 44 51.040.000 543.307.524,7 594.347.524,7
Berdasarkan Tabel 18, biaya penyimpanan tertinggi pada grain sebesar
Rp 2.187.003.734,-, sedangkan pada split sebesar Rp 543.307.524,7,-. Biaya
penyimpanan LFL lebih rendah dari metode perusahaan.
6.5.3.2 Metode MRP Teknik EOQ
Model pengendalian persediaan bahan baku dengan metode MRP teknik
Economic Order Quantity (EOQ) melakukan pemesanan sebesar kelipatan dari
EOQ terdekat yang lebih besar dari kebutuhan bersih. Berdasarkan perhitungan
dengan rumus EOQ diperoleh besarnya kuantitas ekonomis untuk ukuran lot
(pesanan) tiap jenis bahan baku. Nilai EOQ merupakan kuantitas optimal dalam
melakukan pemesanan.
Tabel 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode EOQ Bulan Bahan Baku Grain Bahan Baku Split
Frek (kali) Kuantitas Frek (kali) Kuantitas
Januari - - 3 976.971,9
Februari - - 1 325.657,3
Maret - - 1 325.657,3
April 3 3.544.167,15 3 976.971,9
Mei 4 4.725.556,2 3 976.971,9
Juni 3 3.544.167,15 2 651.314,6
Juli 4 4.725.556,2 2 651.314,6
Agustus 4 4.725.556,2 3 976.971,9
September 4 4.725.556,2 2 651.314,6
Oktober 3 3.544.167,15 1 325.657,3
November 4 4.725.556,2 3 976.971,9
Desember 2 2.362.778,1 1 325.657,3
Total 30 36.623.061 25 8.141.432,5
Rata-rata 2,83 3.051.921,8 6,25 678.452,7
67
Berdasarkan Tabel 19, Kuantitas pesanan tertinggi bahan baku grain
terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus, September dan November sebesar
4.725.556,2 sqf, sedangkan pada split kuantitas tertinggi terjadi pada bulan
Januari, April, Mei, Agustus dan November sebesar 976.971,9 sqf. Hal ini
disebabkan adanya permintaan dari pelanggan yang bersifat musiman.
Teknik EOQ ini jika dibandingkan dengan metode perusahaan juga
memiliki kuantitas pemesanan yang lebih rendah dibanding dengan metode
perusahaan. Hal ini disebabkan karena teknik EOQ merupakan kuantitas optimal
dalam melakukan pemesanan. Total biaya pemesanan bahan baku grain dan split
dengan metode ini sebesar masing-masing Rp 34.812.000,- dan Rp 29.010.000.,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan Teknik
EOQ
Bahan Baku Frekuensi Biaya
Pemesanan
(Rp)
Biaya
Penyimpanan
(Rp)
Biaya
Persediaan
(Rp)
Grain 30 34.812.000 1.184.754.217 1.219.566.217
Split 25 29.010.000 155.551.393,2 184.561.393,2
Total biaya persediaan dengan menggunakan metode MRP tenik EOQ
pada grain sebesar Rp 1.219.566.217,- lebih kecil jika dibandingkan metode MRP
dengan teknik LFL pada grain sebesar Rp 2.226.457.334,-. Sedangkan untuk split
teknik EOQ juga menghasilkan biaya persediaan yang lebih kecil yaitu sebesar Rp
184.561.393,2,- dibandingkan dengan teknik LFL sebesar Rp 594.347.524,7,-.
Penerapan metode EOQ menghasilkan frekuensi pemesanan yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan teknik LFL dan metode perusahaan, yaitu sebanyak 30 kali
untuk grain dan 25 kali untuk split.
Berdasarkan Tabel 20, biaya penyimpanan tertinggi pada grain sebesar
Rp 1.184.754.217,-, sedangkan pada split sebesar Rp 155.551.393,2,-. Biaya
penyimpanan EOQ lebih rendah dari teknik LFL dan metode perusahaan. Hal ini
karena jumlah persediaan di tangan lebih besar akibat pemesanan kuantitas
ekonomi.
68
6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan bahan baku grain dan split menjadi sangat
penting karena menjadi bagian terbesar dari pengeluaran untuk biaya pengedalian
persediaan bahan baku. Jika pengeluaran untuk pengedalian persediaan grain dan
split minimum maka biaya pengendalian persediaan bahan baku secara
keseluruhan dapat ditakan. Perbandingan biaya persediaan grain dan split dapat
dilihat pada Tabel 21
Tabel 21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia
Metode Frek.
Pemesanan
(kali)
Biaya
Pemesanan
(Rp)
Biaya
Penyimpanan
(Rp)
Biaya
Persediaan
(Rp)
Metode
Perusahaan
172 199.948.800 79.401.225.800 79.600.814.600
Metode MRP
teknik LFL
34 39.453.600 2.187.003.734 2.226.457.334
Metode MRP
teknik EOQ
30 34.812.000 1.184.754.217 1.219.566.217
Pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan 172 kali yang
dilakukan perusahaan merupakan yang tertinggi, karena perusahaan melakukan
pemesanan setiap minggunya, sedangkan pada metode MRP teknik LFL sebanyak
34 kali, pemesanan dilakukan pada saat stok persediaan habis dan jumlah
pemesanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan bersih grain tanpa memperhatikan
persediaan cadangan yang harus disimpan perusahaan. Pada metode MRP teknik
EOQ frekuensi pemesanan sebanyak 30 kali, dikarenakan jumlah persediaan
ditangan lebih besar akibat dari pemesanan kuantitas ekonomi.
69
Tabel 22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia
Metode Frek. Pemesanan (kali)
Biaya Pemesanan (Rp)
Biaya Penyimpanan (Rp)
Biaya Persediaan (Rp)
Metode Perusahaan
46 53.378.400 12.287.266.620 12.340.645.020
Metode MRP teknik LFL
44 51.040.000 543.307.524,7 594.347.524,7
Metode MRP teknik EOQ
25 29.010.000 155.551.393,2 184.561.393,2
Pada Tabel 22, dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan 46 kali yang
dilakukan perusahaan merupakan yang tertinggi, karena perusahaan melakukan
pemesanan setiap minggunya, sedangkan pada metode MRP teknik LFL sebanyak
44 kali, pemesanan dilakukan pada saat stok persediaan habis dan jumlah
pemesanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan bersih grain tanpa memperhatikan
persediaan cadangan yang harus disimpan perusahaan. Pada metode MRP teknik
EOQ frekuensi pemesanan sebanyak 25 kali, dikarenakan jumlah persediaan
ditangan lebih besar akibat dari pemesanan kuantitas ekonomi.
Biaya pemesanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp
199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400 untuk split, dan terendah terdapat
pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk grain dan Rp 29.010.000 untuk
split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan pada teknik EOQ lebih rendah
dibandingkan dengan metode perusahaan dan teknik LFL. Biaya penyimpanan
tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain
dan Rp 12.287.266.620 untuk split, sedangkan biaya penyimpanan terendah
terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 1.184.754.217 untuk grain dan Rp
155.551.393,2 untuk split. Begitupun pula dengan biaya persediaan tertinggi pada
metode perusahaan sedangkan yang terendah adalah pada teknik EOQ. Hal ini
disebabkan oleh jumlah persediaan pada teknik EOQ lebih sedikit, akibat
kuantitas pemesanan ekonomis.
Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP memiliki
keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang konsisten
dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu tanpa
persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui sebelumnya.
70
Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku, karena
perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga apabila
terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga, terjadi
kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok, akan
menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di perusahaan
akan terganggu.
Metode EOQ memiliki keunggulan dalam hal mempermudah
manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali
pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam
tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini,
persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan
pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat
persediaannya.
Metode MRP dengan teknik EOQ dinilai paling dapat diterapkan dan
sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini. Perhitungan atas teknik ini terbukti
telah menghasilkan biaya persediaan yang paling rendah dibandingkan teknik LFL
ataupun perusahaan.
Besar biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang relatif tidak
berbeda jauh dan variasi kebutuhan bahan baku per minggu perusahaan yang
eragam menyebabkan teknik ini dapat memberikan ukuran lot pemesanan yang
optimal dan dapat meminimumkan biaya persediaan. disamping itu, teknik juga
menyediakan persediaan yang cukup untuk berjaga-jaga apabila suatu waktu
perusahaan dihadapkan pada masalah kekurangan bahan baku.
71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Persediaan bahan baku pada PT Mastrotto Indonesia berfungsi sebagai
anticipation stock, dimana persediaan bahan baku diadakan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman serta
untuk mengantisipasi ketidakpastian dari pemasok. Pengendalian persediaan
bahan baku pada PT Mastrotto Indonesia dilakukan dengan menerapkan FIFO
(First in First out) dimana bahan baku yang pertama kali masuk adalah yang
pertama kali diproduksi dan sejumlah bahan baku akan ditambahkan agar jumlah
persediaan tetap berada pada tingkat persediaan yang telah ditentukan. Tingkat
persediaan bahan baku perusahaan adalah sebesar kebutuhan tiga bulan produksi.
Rata-rata dari persediaan perusahaan selama periode pengamatan (Januari 2007-
Desember 2007) adalah sebesar 105.919.142,3 sqf untuk bahan grain dan
12.340.645.020 sqf untuk bahan split.
Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat
pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400
untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk
grain dan Rp 29.010.000 untuk split. Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan
pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan
teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan
sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split,
sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp
1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan
tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang
terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-.
Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan
dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya,
dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada
biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan
72
persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga
teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan
bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan
dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri.
8.2 Saran
Berdasarkan penjelasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan,
maka ada beberapa hal yang disarankan, yaitu :
1. Perusahaan perlu memperhatikan keakuratan kebutuhan bahan baku sesuai
dengan spesifikasi yang ditentukan. Dengan begitu perusahaan dapat
memperoleh jumlah produk jadi sesuai dengan target penjualan yang telah
ditentukan.
2. Metode MRP teknik EOQ merupakan teknik yang dapat direkomendasikan
ke perusahaan sebagai alat untuk pengendalian persediaan, dengan harapan
metode ini dapat menghemat biaya persediaan dan biaya pembelian bahan
baku, sehingga biaya tersebut dapat dialokasikan ke unit biaya lainnya.
Seperti biaya pengembangan produk dan peningkatan kualitas untuk
meningkatkan daya saing produk di pasaran nasional ataupun internasional.
3. Diperlukan pelatihan khusus untuk bagian perencanaan persediaan, karena
pelaksanaan metode MRP teknik EOQ membutuhkan keahlian dan ketelitian
dalam menghitung. Selain itu, dibutuhkan keakuratan peramalan permintaan
produk dengan memperhatikan pola permintaan (musiman) produk kulit
samakan (grain dan split).
4. Fakta dari data aktual sebesar 248.126.100 sqf total pembelian grain tahun
2007 dan 52.119.750 sqf untuk split, sedangkan pemakiannya hanya
sebanyak 50.090.850 sqf untuk grain dan 8.564.000 sqf untuk split
menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara jumlah yang
diproduksi dengan jumlah yang dibeli. Sehingga perusahaan perlu
menghitung lagi jumlah persediaan optimal demi menghemat biaya
opportunity cost yang besar dari penumpukan bahan baku tersebut, untuk
mengefisiensikan biaya persediaan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta
Buffa, E.S, dan R.K. Sarin, 1996. Manajemen Operasi & Produksi Modern.
Binarupa Aksara. Jakarta Handoko, T. H. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1.
BPFE. Yogyakarta Hatiarsih, R. 2007. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Bubuk
Pada PT Australia Indonesian Milk Industries (PT AIMI). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Indrajit, E.R dan Pranoto, R. 2003. Manajemen Persediaan. Edisi 1. PT Grasindo.
Jakarta Kurniasari. 2000. Analisis Persediaan Bahan Baku Kulit di PT Indricipta Aditama
Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Kusuma. 2004. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi 1. Penerbit ANDI.
Yogyakarta Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan. Aplikasi di Bidang Bisnis. Edisi 2. PT
Rafa Grafindo Persada. Jakarta Russel, R. S. dan Taylor, B. W. 2003. Operation Management. Prentice Hall, New
Jersey Sukirno, S. 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi 3. PT Rafa Grafindo
Persada. Jakarta Suprehatin. 2002. Kajian Pengendalian Persediaan Rotan Sebagai Bahan Baku
Furniture Pada PT Kudus Istana Furnitur Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Widyastuti, A. 2001. Sistem pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Kental
Manis (Studi Kasus di PT Indolakto, Sukabumi). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia
General Manager
Departemen HRD Departemen SALES &
MARKETING Departemen PPIC Bagian Umum Departemen IT Departemen Keuanagan
Production
Supervisor
Bagian Impor-
Ekspor
Lampiran 2. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot
Bahan Baku : Grain
Persediaan Awal = 15.081.986 sqf Tenggang Waktu = 90 hari
Jenis Komponen Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kebutuhan Kotor (sqf) 1.868.225 1.868.225 1.868.225 1.868.225 558.050 558.050 558.050 558.050 779.650 779.650 779.650
Persediaan di Tangan (sqf) 13.213.761 11.345.536 9.477.311 7.609.086 7.051.036 6.492.986 5.934.936 5.376.886 4.597.236 3.817.586 3.037.936
Kebutuhan Bersih (sqf)
Rencana Penerimaan Pesanan
Rencana Pelaksanaan Pesanan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kebutuhan Kotor (sqf) 779.650 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475
Persediaan di Tangan (sqf) 2.258.286 1.145.998,5 33.711
Kebutuhan Bersih (sqf) 1.078.576,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475
Rencana Penerimaan Pesanan 1.078.576,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475
Rencana Pelaksanaan Pesanan 1.078.576,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475 911.475
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kebutuhan Kotor (sqf) 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5
Rencana Penerimaan Pesanan 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5
Rencana Pelaksanaan Pesanan 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5 937.562,5
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kebutuhan Kotor (sqf) 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
Rencana Penerimaan Pesanan 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
Rencana Pelaksanaan Pesanan 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 943.225
45 46 47 48
Kebutuhan Kotor (sqf) 943.225 943.225 943.225 943.225
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 943.225 943.225 943.225 943.225 35.008.864
Rencana Penerimaan Pesanan 943.225 943.225 943.225 943.225
Rencana Pelaksanaan Pesanan 943.225 943.225 943.225 34
Biaya Pemesanan = 34 x Rp 1.160.400 = Rp 39.453.600
Biaya Penyimpanan = 35.008.864 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 2.187.003.734
Biaya Persediaan = Rp 2.226.457.334
Lampiran 3. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot
Bahan Baku : Split
Persediaan Awal = 221.185 sqf Tenggang Waktu = 90 hari
Jenis Komponen Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kebutuhan Kotor (sqf) 354.320 354.320 354.320 354.320 0 0 0 0 120.960 120.960 120.960
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 133.135 354.320 354.320 354.320 120.960 120.960 120.960
Rencana Penerimaan Pesanan 133.135 354.320 354.320 354.320 120.960 120.960 120.960
Rencana Pelaksanaan Pesanan 354.320 354.320 354.320 0 120.960 120.960 120.960 120.960
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kebutuhan Kotor (sqf) 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580
Rencana Penerimaan Pesanan 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580
Rencana Pelaksanaan Pesanan 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580 139.580
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kebutuhan Kotor (sqf) 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650
Rencana Penerimaan Pesanan 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650
Rencana Pelaksanaan Pesanan 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650 163.650
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kebutuhan Kotor (sqf) 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160
Rencana Penerimaan Pesanan 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160
Rencana Pelaksanaan Pesanan 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160 171.770
45 46 47 48
Kebutuhan Kotor (sqf) 171.770 171.770 171.770 171.770
Persediaan di Tangan (sqf)
Kebutuhan Bersih (sqf) 171.770 171.770 171.770 171.770 8.697.095
Rencana Penerimaan Pesanan 171.770 171.770 171.770 171.770
Rencana Pelaksanaan Pesanan 171.770 171.770 171.770 44
Biaya Pemesanan = 44 x Rp 1.160.400 = Rp 51.040.000
Biaya Penyimpanan = 8.697.095 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 543.307.524,7
Biaya Persediaan = Rp 594.347.524,7
Lampiran 4. Perhitungan EOQ Bahan Baku Grain dan Split
Bahan Baku
Biaya pemesanan/pesanan
(Rp)
Rata-rata Biaya Penyimpanan/tahun
(Rp)
Rata-rata Pemakaian/tahun
(Rp)
EOQ (sqf)
√2x(1)x(3)
(2) (1) (2) (3)
Grain 1.160.400 62,47 4.174.237,50 393.796,35
Split 1.160.400 62,47 713.666,67 162.828,65
Lampiran 5. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik EOQ
Bahan Baku : Grain
Persediaan Awal = 15.081.986 sqf EOQ = 1.181.389,05 sqf
Jenis Komponen Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kebutuhan Kotor (sqf) 1.868.225 1.868.225 1.868.225 1.868.225 558.050 558.050 558.050 558.050 779.650 779.650 779.650
Persediaan di Tangan (sqf)
13.213.761 11.345.536 9.477.311 7.609.086 7.051.036 6.492.986 5.934.936 5.376.886 4.597.236 3.817.586 3.037.936
Kebutuhan Bersih (sqf)
Rencana Penerimaan Pesanan
Rencana Pelaksanaan Pesanan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kebutuhan Kotor (sqf) 779.650 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475
Persediaan di Tangan (sqf)
2.258.286 1.145.998,5 33.711 102.812,55 171.914,1 216.290,65 260.667,2 305.043,75 349.420,3 619.334,35 889.248,4
Kebutuhan Bersih (sqf) 1.078.576,5 1.009.474,95 965.098,4 920.721,85 876.345,3 831.968,75 562.054,7 292.140,65
Rencana Penerimaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
Rencana Pelaksanaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kebutuhan Kotor (sqf) 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5
Persediaan di Tangan (sqf)
1.159.162,45 247.687,45 343.464 439.240,55 535.017,1 630.793,65 503.632,7 376.471,75 249.310,8 122.149,85 365.976,4
Kebutuhan Bersih (sqf) 22.226,6 837.925,05 742.148,5 646.371,95 550.595,4 677.756,35 804.917,3 932.078,25 1.059.239,2 815.412,65
Rencana Penerimaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
Rencana Pelaksanaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kebutuhan Kotor (sqf) 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
Persediaan di Tangan (sqf)
609.802,95 853.629,5 1.097.456,05 299.456,05 682.845,1 1.066.234,15 268.234,15 366.560,7 464.887,25 563.213,8 661.540,35
Kebutuhan Bersih (sqf) 571.586,1 327.759,55 83.933 498.543,95 115.154,9 814.828,35 716.501,8 618.175,25 519.848,7
Rencana Penerimaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
Rencana Pelaksanaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
45 46 47 48
Kebutuhan Kotor (sqf) 943.225 943.225 943.225 943.225
Persediaan di Tangan (sqf)
899.704,4 1.137.868,45 194.643,45
Kebutuhan Bersih (sqf) 281.684,65 43.520,6 748.581,55 18.965.170,75
Rencana Penerimaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
Rencana Pelaksanaan Pesanan
1.181.389,05
1.181.389,05
30
Biaya Pemesanan = 30 x Rp 1.160.400 = Rp 34.812.000
Biaya Penyimpanan = 18.965.170,75 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 1.184.754.217
Biaya Persediaan = Rp 1.219.566.217
Lampiran 6. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik EOQ
Bahan Baku : Split
Persediaan Awal = 221.185 sqf EOQ = 325.657,3 sqf
Jenis Komponen Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kebutuhan Kotor (sqf) 354.320 354.320 354.320 354.320 0 0 0 0 120.960 120.960 120.960
Persediaan di Tangan (sqf) 192.522,3 163.859,6 135.196.9 106.534,2 106.534,2 106.534,2 106.534,2 106.534,2 311.231,5 190.271,5 69.311,5
Kebutuhan Bersih (sqf) 133.135 161.797,7 190.460,4 219.123,1 14.425,8
Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kebutuhan Kotor (sqf) 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580
Persediaan di Tangan (sqf) 274.008,8 74.308,8 200.266,1 566,1 126.523,4 170.960,7 215.398 259.835,3 304.272,6 164.692,6 24.842,6
Kebutuhan Bersih (sqf) 51.648,5 125.391,2 199.133,9 154.696,6 110.259,3 65.822 21.384,7
Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3
325.657,3 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kebutuhan Kotor (sqf) 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650
Persediaan di Tangan (sqf) 210.919,9 71.339,9 188.947,2 306.554,5 98.504,5 216.111,8 34.071,8 177.689,1 321.306,4 139.266,4 301.273,7
Kebutuhan Bersih (sqf) 114.737,4 136.710,1 19.102,8 109.545,5 147.968,2 4.350,9 24.383,6
Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kebutuhan Kotor (sqf) 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160
Persediaan di Tangan (sqf) 137.623,7 299.631 135.981 319.098,3 176.558,3 34.018,3 217.135,6 39.975,6 188.472,9 11.312,9 159.810,2
Kebutuhan Bersih (sqf) 26.026,3 6.559 108.521,7 137.184,4 165.847,1
Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3
45 46 47 48
Kebutuhan Kotor (sqf) 171.770 171.770 171.770 171.770
Persediaan di Tangan (sqf) 313.697,5 141.927,5 295.814,8 124.044,8
Kebutuhan Bersih (sqf) 11.959,8 29.842,5 2.490.017,5
Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3
325.657,3
Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3
25
Biaya Pemesanan = 25 x Rp 1.160.400 = Rp 29.010.000
Biaya Penyimpanan = 2.490.017,5 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 155.551.393,2
Biaya Persediaan = Rp 184.561.393,2