analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

97
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat) Oleh: Dhanang Eka Putra A 14104664 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: others

Post on 17-Mar-2022

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA

(Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)

Oleh:

Dhanang Eka Putra

A 14104664

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

RINGKASAN

DHANANG EKA PUTRA. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku kulit

pada PT Mastrotto Indonesia (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat) di

bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO

Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para

produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau,

domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah

hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta

Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo,

Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya);

sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan

Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar

dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan

yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk

memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya

sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga”

yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara

manual atau dengan tangan.

Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri

perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun

2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS

dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar

AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan

berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat

aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor

bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.

Tujuan Penelitian adalah Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia

telah melakukan pengendalian persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga

diperoleh biaya pemesanan dan penyimpanan yang minimum dan Menyusun

alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan yang lebih

baik.

Page 3: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, Bogor, Jawa

Barat. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain, data produksi dan

penjualan, sumber bahan baku, data pemakaian bahan baku, waktu tunggu

pembelian bahan baku, harga bahan baku, biaya-biaya persediaan, gambaran

umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan, dan struktur

organisasi dan target produksi PT. Mastrotto Indonesia. Bahan baku yang

digunakan adalah grain dan split.

Analisis yang dilakukan meliputi analisis perbandingan terhadap bahan

baku grain dan split dengan kriteria biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan

biaya persediaan. Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP

memiliki keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang

konsisten dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu

tanpa persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui

sebelumnya.

Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku,

karena perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga

apabila terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga,

terjadi kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok,

akan menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di

perusahaan akan terganggu.

Metode EOQ memiliki keunggulan dalam hal mempermudah

manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali

pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam

tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini,

persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan

pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat

persediaannya.

Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat

pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400

untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk

grain dan Rp 29.010.000 untuk split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan

pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan

Page 4: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan

sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split,

sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp

1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan

tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang

terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan

dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya,

dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada

biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan

persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga

teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan

bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan

dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri

Page 5: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA

(Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Dhanang Eka Putra

A 14104664

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Judul : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kulit pada PT

Mastrotto Indonesia, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa

Barat.

Nama : Dhanang Eka Putra

NRP : A 14104664

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K. Wagiono, MEc

NIP. 130 350 044

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr

NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :

Page 7: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT

MASTROTTO INDONESIA, KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR, JAWA

BARAT. BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH

PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN

KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG MENYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 26 Mei 2008

Dhanang Eka Putra

NRP. A14104664

Page 8: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan

Ponidi dan Suprihatin. Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 10 Desember 1983,

masa pendidikan penulis dimulai dari TK di Umbulsari, Jember, Jawa Timur pada

tahun 1988. Pada tahun 1989 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SDN no 22

Skph Spv Manisraya, Sintang Kalimantan Barat sampai tahun 1995. Pada tahun

1995-1998, penulis memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2

Tempunak, Sintang Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 1998-2001, penulis

melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 2 Sintang.

Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi Institut

Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman

dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke

jenjang Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian

Bogor.

Page 9: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Segala puji bagi ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skrupsi ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah

kepada Nabi dan Rosul paling mulia Muhammas SAW beserta keluarga dan

sahabatnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengendalian persediaan bahan

baku yang efisien, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang

minimum dengan jumlah yang optimal, dan memberikan alternatif model

pengendalian persediaan bahan baku bagi PT Mastrotto Indonesia, sehingga dapat

meminimumkan biaya persediaan bahan baku. Tak ada gading yang tak retak,

penulisan skripsi ini belum sempurna. Penulis menyadari bahwa kajian ini masih

harus diperluas untuk menjadikannya lebih sempurna. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama yang terlibat dalam pengendalian

persediaan bahan baku kulit PT Mastrotto Indonesia.

Bogor, 26 Mei 2008

Dhanang Eka Putra

NRP. A14104664

Page 10: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil Alamin.....

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, Penulis

menghaturkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan

dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain :

1. Keluargaku tersayang : Bapak, Ibu dan adikku Fredy atas kasih sayang, doa,

dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis baik moril dan materi.

2. Ir. Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan

sabar memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti baik sebelum,

sesudah dan selama penyusunan skripsi.

3. M. Firdaus Phd selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan

masukannya.

4. Rahmat SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan

saran dan masukannya.

5. Ibu Christina EP yang telah memberikan kesempatan dan dukungan penuh

kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT Mastrotto Indonesia.

6. Mas Rojikin, Mbak Anita, Sari, Siti, Hera, Dini dan Frida yang telah membantu

dan memberikan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. Pak Irul, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis,

berupa ruang gerak diantara kerja dan melakukan penelitian.

8. Temen-temen kerja di PT Mastrotto Indonesia, khususnya di bagian Stampa

atas semangat dan kekompakannya.

9. Desman Manurung yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar

penulis.

10. Keluargaku di Bogor : Pakde Minto, Bude, Rohma dan Tyas atas dukungan dan

dorongan semangatnya.

Page 11: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

11. Temen-temen seperjuangan di Ekstensi MAB, IPB angkatan XII

12. Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu.

Page 12: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... v

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Tujuan ................................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5

2.1 Definisi Persediaan ............................................................................. 5

2.1.1 Klasifikasi Persediaan ............................................................... 6

2.1.2 Biaya-biaya Persediaan ............................................................. 7

2.1.3 Pengendalian Persediaan ........................................................... 8

2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos ...................................................... 9

2.3 Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System) ................... 9

2.4 Istilah-istilah Dalam Industri Penyamakan kulit .................................. 10

2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi ........................................................................... 14

2.6 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 15

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 17

3.1.1 Klasifikasi Persediaan ............................................................ 17

3.1.2 Fungsi-fungsi Persediaan ....................................................... 18

3.1.3 Material Requirement Planning (MRP ................................... 19

3.1.3.1 Teknik Lot for Lot ..................................................... 20

3.1.3.2 EOQ Model............................................................... 21

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 27

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 30

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 30

4.2 Pengumpulan data ............................................................................... 30

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 31

4.3.1 Biaya-Biaya yang Relevan ..................................................... 32

4.3.2 Asumsi-Asumsi yang Digunakan ........................................... 33

Page 13: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

ii

4.4 Model Material Requirement Planning (MRP) .................................... 34

4.4.1 Teknik Lot for Lot.................................................................. 35

4.4.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) .......................... 36

4.5 Pembatasan Variabel Analisis ............................................................. 38

4.6 Analisis Perbandingan Biaya .............................................................. 38

BAB V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .................................................. 37

5.2 Visi dan Misi Perusahaan........................................................................ 38

5.3 Struktut Organisasi.................................................................................. 38

5.4 Sumberdaya Manusia .............................................................................. 38

5.5 Skala Industri .......................................................................................... 39

5.6 Perencanaan dan Pengadaan Bahan Baku............................................... 40

5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku ............ 42

5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku ............................................................... 44

5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan ........................................................ 45

5.10 Proses Produksi ...................................................................................... 47

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Klasifikasi Bahan Baku ........................................................................... 50

6.2 Biaya Persediaan ..................................................................................... 51

6.3 Pemakaian Bahan Baku .......................................................................... 54

6.4 Waktu Tenggang Pengadaan Bahan Baku .............................................. 55

6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku ...................................... 56

6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada

PT Mastrotto Indonesia ................................................................ 59

6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split .......................... 61

6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP).......................... 62

6.5.3.1 Teknik Lot For Lot (LFL) ............................................... 63

6.5.3.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)....................... 65

6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan ..................................... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 70

7.2 Saran 71

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 72

LAMPIRAN............................................................................................................ 74

Page 14: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia ................................ 1

2. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007 .......................... 2

3. Format Rencana MRP ......... ..................................................................................... 33

4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007 ..................................... 45

5. Harga bahan baku kulit sapi tahun 2007 ................................................................ 50

6. Komponen biaya pemesanan per pesanan bahan baku

grain dan split, tahun 2007 ........................................................................... 51

7. Komponen Opportunity cost Grain, tahun 2007 .................................................. 52

8. Komponen Opportunity cost Split, tahun 2007 .................................................... 53

9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan

Tahun 2007 ................................................................................................... 54

10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, tahun 2007 ............................................. 55

11. Waktu tenggang pengadaan grain dan split, tahun 2007 ....................................... 56

12. Perkembangan persediaan bahan baku grain, tahun 2007 ..................................... 57

13. Perkembangan persediaan bahan baku split, tahun 2007 ....................................... 58

14. Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan

metode perusahaan, tahun 2007 ............................................................................ 60

15. Perhitungan Biaya Persediaan grain Tahun 2007 .................................................. 61

16. Perhitungan Biaya Persediaan split Tahun 2007 ................................................... 62

17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan

Metode LFL ........................................................................................................... 64

18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split

dengan teknik LFL ................................................................................................ 65

19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan

Metode EOQ .......................................................................................................... 65

20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split

dengan teknik EOQ ............................................................................................... 66

21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia ............................ 67

22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia.............................. 68

Page 15: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan ........................................ 21

2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi ............................. 24

3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan

Pemesanan kembali ............................................................................................... 25

4. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................................... 28

5. Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku

PT Mastrotto Indonesia ......................................................................................... 41

6. Perkembangan Pembelian Bahan Baku ................................................................. 45

Page 16: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia........................................................... 74

2. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split

dengan teknik LFL .................................................................................................. 76

3. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split

dengan teknik EOQ ................................................................................................. 80

Page 17: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

1

I. PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para

produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau,

domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah

hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta

Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo,

Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya);

sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan

Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar

dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan

yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk

memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya

sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga”

yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara

manual atau dengan tangan.

Tabel 1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia Tahun 1998-

2006

Tahun

Jumlah Perusahaan

Penyamakan

Menengah-Besar

Jumlah Penyamakan

Rumahan

1998 112 400 2000 76 252 2002 46 136 2004 55 200 2006 67 240

Sumber: Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia 2007 (APKI)

Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi industri penyamakan kulit

nasional adalah minimnya suplai bahan baku dari dalam negeri, menyusul tidak

berkembangnya industri pendukung. Akibat tidak tersedianya bahan baku di

dalam negeri, pelaku industri kemudian melakukan impor agar proses produksi

Page 18: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

2

tetap bisa berjalan. Sudah bisa dipastikan, dengan menggunakan bahan baku

impor, produk manufaktur Indonesia menjadi tidak kompetitif, baik di pasar

domestik maupun ekspor, karena adanya biaya tambahan, transportasi lebih lama,

serta proses importasi yang lama. Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri

perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun

2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS

dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar

AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan

berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat

aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor

bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.1

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007

Tahun Ekspor (juta US $) Pertumbuhan (%)

2002 68,5 -

2003 70,3 2.62

2004 79,5 13.09

2005 102,8 29.31

2006 139,6 35.80

2007 135,9* -

* Periode Januari – September 2007

Sumber : Badan pusat Statistik,2007

I.2. Perumusan Masalah

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dari mulai tahun 1997 dan

sampai saat ini terus berlanjut, membuat para manajemen pada perusahaan-

perusahaan bekerja keras untuk dapat bertahan. Banyak perusahaan yang berhasil

bertahan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan efisiensi disegala bidang,

antara lain melakukan diversifikasi produk, brand extension dan salah satunya

ialah dengan optimalisasi persediaan bahan baku.

PT. Mastrotto Indonesia bergerak dalam pengolahan kulit untuk

kebutuhan industri otomotif (jok mobil) dan furnitur. Bahan baku utamanya antara

lain grain dan split. Perusahaan ini memiliki persediaan dengan kuantitas yang

besar. Kuantitas yang besar akan mengakibatkan jumlah investasi dan modal yang

1 Industri Kulit Bangkit Lagi. http://www. pikiranrakyat.com

Page 19: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

3

besar terutama biaya di gudang. Perusahaan sendiri telah melakukan pengendalian

bahan bakunya untuk menghindari investasi atau opportunity cost yang terlalu

besar. Salah satunya dengan melaksanakan pengendalian persediaan bahan

bakunya dengan tenaga ahli spesialis PPIC (Production Planning and Inventory

Control), yang secara khusus bertugas dalam perencanaan produksi dan

pengendalian persediaan. Biaya penyimpanan dan pemesanan juga menjadi

pertimbangan yang cukup penting bagi perusahaan dalam pengendalian bahan

bakunya.

Permasalahan manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi PT.

Mastrotto Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan penyamakan

kulit lainnya, yaitu mengenai penyediaan bahan baku. Bahan baku kulit sapi yang

digunakan yaitu grain dan split, kesemuanya menggunakan bahan baku impor.

Meskipun pemasok kedua bahan baku tersebut dapat diandalkan, artinya proses

pengiriman barang jarang sekali terlambat dan jumlah pesanan yang diantar selalu

sama dengan jumlah yang dipesan. Namun, PT. Mastrotto Indonesia harus tetap

senantiasa memperhatikan biaya persediaan, karena harga barang yang relatif

mahal dan jumlahnya yang sangat besar akan sangat berpengaruh pada kelancaran

pengadaan bahan baku impor dan proses produksi akibat dari biaya persediaan

yang tinggi.

Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku harus benar-benar

dilakukan dengan tepat dan cermat, mengingat biaya-biaya yang ditimbulkan

sebagai akibat adanya aktivitas persediaan. Jika sistem pengendalian yang

diterapkan kurang tepat dapat mengakibatkan pemborosan dan tingginya biaya

persediaan yang dikeluarkan. Oleh karena itu, upaya perusahaan dalam penentuan

kapan pemesanan, berapa kuantitas bahan baku yang dibutuhkan dan berapa

persediaan bahan baku yang harus ada selama produksi berjalan perlu

mendapatkan perhatian yang utama, untuk menuju suatu konsep pengendalian

persediaan yang efektif dan efisien dengan biaya persediaan minimum.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan perusahaan ?

Page 20: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

4

2. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini

dilakukan perusahaan ?

3. Apakah ada alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang

optimal bagi perusahaan dalam rangka mencapai biaya minimum ?

I.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia telah melakukan pengendalian

persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga diperoleh biaya

pemesanan dan penyimpanan yang minimum.

2. Menyusun alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi

perusahaan yang lebih baik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk

mengaplikasikan ilmu secara langsung yang diperoleh selama kuliah.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan dan

sumber pemikiran baru dibidang produksi perusahaan menyangkut dalam

kebijakan persediaan bahan baku yang optimal.

Page 21: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persediaan

2.1.1 Definisi Persediaan

Pengertian persediaan menurut Kusuma (2001) adalah barang yang

disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat

berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses,

barang dalam proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual.

Sedangkan menurut Indrajit dan Pranoto (2003) pengertian dari

persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan

tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan dicatat

dalam buku perusahaan. Setiap perusahaan selalu mengadakan persediaan, karena

tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko perusahaan

yang pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang

memerlukan barang hasil produksi. Akibatnya pelanggan dapat berpindah ke

perusahaan lain yang memproduksi barang sejenis. Keadaan seperti ini harus

dihindari oleh setiap perusahaan, jika perusahaan tidak ingin kehilangan

kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, persediaan ini sangat penting

artinya bagi setiap perusahaan, terutama yang menghasilkan barang (Assauri,

1999).

Menurut Handoko (2000) persediaan adalah segala sesuatu atau

sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap

pemenuhan permintaan. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial

yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada

aspek ini (20 persen sampai 60 persen). Jumlah investasi yang sedemikian besar

ini menjanjikan dilemma sendiri bagi perusahaan. Apabila persediaan dilebihkan

maka akan mengakibatkan biaya penyimpanan . selain itu modal yang diperlukan

juga akan bertambah, dimana semestinya modal tersebut dapat diinvestasikan

pada sector lain yang lebih menguntungkan (opportunity cost). Sebaliknya bila

persediaan dikurangi, suatu ketika bisa mengalami stock out (kehabisan barang).

Bila perusahaan tidak memiliki persediaan yang mencukupi, biaya pengadaan

Page 22: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

6

darurat akan lebih mahal. Dampak lain, mungkin kosongnya barang di pasaran

dapat membuat konsumen kecewa dan lari ke merek lain.

Menurut Russel dan Taylor (2003) pengertian dari persediaan adalah

berbagai stock barang-barang yang disimpan oleh organisasi untuk memenuhi

permintaan pelanggan internal maupun eksternal. Sebenarnya semua perusahaan

selalu memelihara berbagai macam persediaan. Sebagian besar orang beranggapan

bahwa persediaan hanyalah berupa produk akhir yang menunggu untuk dijual

kepada konsumen, padahal produk jadi hanyalah satu bentuk dari persediaan.

Rangkuti (2002) berpendapat bahwa persediaan merupakan salah satu

unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh,

diubahn kemudian dijual kembali. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan

baku sampai barang jadi berguna untuk :

1. menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang;

2. menghilangkan risiko barang yang rusak;

3. mempertahankan stabilitas operasi perusahaan;

4. mencapai penggunaan mesin yang optimal;

5. memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen.

2.1.2. Biaya-biaya Persediaan

Menurut Rangkuti (2002), untuk pengambilan keputusan penentuan

besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus

dipertimbangkan :

a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)

Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas

persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas

bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi.

Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan ialah :

1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingain

ruangan, dan sebagainya).

2. Biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatif pendapatan atas

dana yang diinvestasikan dalam persediaan.

Page 23: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

7

3. Biaya keusangan

4. Biaya penghitungan fisik

5. Biaya asuransi persediaan

6. Biaya pajak persediaan

7. Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan

8. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya

Biaya-biaya tersebut diatas merupakan variabel apabila bervariasi dengan

tingkat persediaan. Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel,

tetapi tetap. Maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya

penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya

atau harga barang. Untuk perusahaan-perusahaan manufakturing biasanya, biaya

penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.

b. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs)

Biaya-biaya ini meliputi :

1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi

2. Upah

3. Biaya telepon

4. Pengeluaran surat-menyurat

5. Biaya pengepakan dan penimbangan

6. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan

7. Biaya pengiriman ke gudang

8. Biaya utang lancar dan sebagainya.

Pada umumnya, biaya perpesanan (diluar biaya bahan dan potongan

kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila

semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per

periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya

pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang

dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.

Page 24: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

8

c. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost.

Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri

“dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up

costs) untuk memproduksi komponen tertentu.

Biaya-biaya ini terdiri dari :

1. Biaya mesin-mesin menganggur

2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung

3. Biaya penjadwalan

4. Biaya ekspedisi dan sebagainya

Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama dengan

biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode.

d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)

Adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya

permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah

sebagai berikut :

1. Kehilangan penjualan

2. Kehilangan pelanggan

3. Biaya pemesanan khusus

4. Biaya ekspedisi

5. Selisih harga

6. Terganggunya operasi

7. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.

Biaya kekurangan bahan baku sulit diukur dalam pabrik, terutama karena

kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan

secara objektif.

2.1.3 Pengendalian Persediaan

Menurut Kusuma (2004), terdapat beberapa keadaan yang memerlukan

perhatian lebih, misalkan jika besaran yang digunakan dalam rencana jumlah

persediaan ideal berubah maka solusi optimalnya juga berubah. Selanjutnya perlu

dibahas penerapan konsep pengendalian persediaan dalam kegiatan actual

perusahaan.

Page 25: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

9

2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos

Model perencanaan persediaan dikembangkan dengan didasarkan atas

ongkos yang relatif tetap. Perlu diperhatikan perubahan elemen ongkos terhadap

jumlah pesanan maupun produksi ekonomis. Karena EOQ/EPQ berbanding lurus

dengan akar D (kebutuhan) dan O (ongkos pesan/setup), jika terjadi peningkatan

kebutuhan atau ongkos pesan, maka EOQ/EPQ ikut naik; dan demikian pula

sebaiknya. Karena EOQ/EPQ berbanding terbalik dengan akar biaya modal,

ongkos kirim dan harga bahan, jika terjadi kenaikan biaya modal, ongkos simpan

maupun harga bahan maka akan menurunkan jumlah EOQ/EPQ.

Perubahan harga menjadikan jumlah pesanan bahan atau produksi

komponen berubah. Untuk itu diperlukan suatu alat pemantau sehingga perubahan

harga dapat diikuti segera dengan perubahan EOQ/EPQ. Dalam hal besaran yang

cepat berubah, misalnya harga bahan, beberapa ahli menyarankan untuk

menggunakan analisis sensitivitas. Pada kondisi ini ditetapkan batas perubahan

harga bahan yang harus diikuti oleh tindakan. Jika perubahan harga bahan belum

melampaui ambang batas maka tidak dilakukan tindakan apa-apa. Penyesuaian

baru dilakukan jika perubahan harga bahan telah melewati ambang batas.

2.3 Sistem Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System)

Sistem persediaan tepat waktu (JIT) digunakan jika perusahaan hanya

memproduksi atas dasar permintaan tanpa memanfaatkan tersedianya persediaan

dan tanpa menanggung biaya persediaan. Setiap operasi hanya memproduksi

untuk memenuhi permintaan dari operasi berikutnya. Produksi tidak akan terjadi

sebelum ada tanda dari proses selanjutnya yang menunjukkan permintaan

produksi. Just-in-Time merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan

(storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah

nilai (non-value added activities). Syarat penggunaan JIT adalah adanya rencana

kapasitas yang seragam, teknologi, pengendalian kualitas atas sumber bahan baku

(pemasok), mengurang waktu set up dan pemasok lokal yang dekat (Assauri,

1993).

Page 26: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

10

2.4 Istilah-istilah dalam industri penyamakan kulit

Ada banyak istilah yang dipergunakan dalam industri penyamakan kulit

diantaranya adalah :

1. Aniline

Bahan celup transparan yang digunakan untuk kulit yang bagus, yang akan

menyebar ke seluruh bagian kulit yang me-nimbulkan penetrasi yang bagus ke

dalam kulit.

2. Aniline Leather

Kulit yang telah dicelup hanya dengan bahan celup aniline transparan.

3. Buffing

Proses pengamplasan yang menghaluskan tonjolan ataupun lubang tanpa

mempengaruhi karakter alami dari kulit.

4. Chemical Tan

Proses penyamakan dengan alum atau chrome.

5. Chrome

Bahan kimia penyamak yang sangat bagus.

6. Cowhide

Kulit mentah dari seekor sapi dewasa antara 45-60 kaki persegi.

7. Degreasing

Proses membuang lemak dan minyak dari kulit mentah.

8. Dehair

Proses membuang bulu dari kulit mentah menggunakan bahan kimia alkali.

9. Deliming

Proses merendam kulit untuk netralisasi alkali dengan meng-gunakan bahan

acid lemah.

10. Drum Dyeing (Vat Dyeing)

Untuk menjamin penetrasi bahan celup secara penuh, kulit dimasukkan ke

dalam bahan celup dan diputar-balik di dalam drum baja.

11. Dubbin

Suatu bahan campuran lemak dan minyak yang digunakan untuk

menghaluskan kulit.

Page 27: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

11

12. Embossing

Corak kulit luar buatan manusia yang bersifat permanen, ditambahkan melalui

proses pemanasan dan tekanan terhadap kulit mentah bagian luar yang

diperbaiki. Suatu proses dengan stamping yang akan memperbaiki tekstur

kulit luar yg dirubah oleh proses buffing.

13. Finishing

Suatu proses yang terjadi setelah pencelupan pertama seperti embossing atau

buffing. Sebagai tambahan, untuk membuat kulit lebih tahan lama, bahan

pewarna dapat diterapkan untuk menahan pengikisan selain untuk pengayaan

warna. Proses ini biasanya memerlukan tiga atau empat pengerjaan coating.

Semakin jadi suatu kulit maka akan semakin kaku. Kulit yang dicelup dengan

aniline atau vat akan lebih lembut dibanding kulit jadi, meskipun ini bisa

diatasi dengan proses milling. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kelembutan termasuk kualitas tannin dan aniline yang digunakan. Pengerjaan

paska-penyamakan seperti : dyeing, rolling, pressing, lackuering, antiquing,

waxing, buffing, embossing, glazing, waterproofing, or flame proofing.

14. Fleshing

Juga disebut sebagai trimming atau siding, adalah metode pembuangan lemak,

daging serta tulang muda dari kulit mentah sebagai persiapan untuk

penyamakan. Alat-alat yang digunakan seperti pisau dan fleshing beam.

15. Flesh Side

Bagian dari kulit mentah yang sebelumnya menempel dengan kerangka

hewan.

16. Full Aniline

Kulit jadi yang telah dicelup dengan aniline tak punya zat warna, sehingga

tanda-tanda alami tetap terpelihara.

17. Furs

Kulit mentah yang disamak tanpa membuang rambut atau bulu.

18. Glazing

Juga disebut Top Coating. Penggunaan resin polyurethane yang transparan

sebagai lapisan pelindung untuk kulit yang membuat kulit menjadi sangat

mengkilap.

Page 28: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

12

19. Grain

Bagian luar dari kulit. Pori-pori dan corak kerutan yang khas dari kulit. Bisa

alami juga bisa diemboss.

20. Hide

Kulit keseluruhan dari sapi atau hewan besar lainnya.

21. Kip

Kulit dari anak sapi atau sapi kecil.

22. Milling

Kulit yang disamak diputarbalikkan di dalam drum menggunakan panas dan

air untuk menghaluskan grain.

23. Mineral Tanned

Kulit yang disamak dengan sejumlah bahan mineral, utamanya chrome garam,

alumunium dan zirconium.

24. Neck Wrinkles

Kerutan alami di kulit bagian leher dan bahu.

25. Nude Finish

Kulit yang dicelup vat tapi memiliki sedikit atau tanpa bahan finish pelindung.

26. Pelt

Kulit dengan bulu yang masih belum disamak.

27. Pickling

Proses yang menggunakan garam dan asam untuk mengawetkan kulit mentah

hingga enam bulan.

28. Pure Aniline

Kulit yang menerima pewarnaan hanya dari bahan celup.

29. Rawhide

Kulit mentah yang sudah dicabuti bulunya dan dibersihkan yang belum

disamak.

30. Semi Aniline

Kulit yang sedikit ditingkatkan dan dicelup aniline yang ditutup dengan suatu

lapisan yang nyata untuk menjamin konsistensi warna dan memberikan

perlindungan terhadap noda.

Page 29: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

13

31. Skinning

Proses pengulitan hewan mati.

32. Slicking Out

Proses mengikis permukaan kulit untuk membuang sisa air dan minyak dan

membuang kerutan.

33. Snuff

Pengamplasan secara halus terhadap permukaan kulit.

34. Splitting Shaving Process

Setelah kulit mentah disamak dan sisa-sisa embun dibuang, kulit dimasukkan

ke dalam mesin yang memotong kulit menjadi bagian top grain dan lapisan

split. Setelah splitting, kulit diletakkan di mesin lain untuk meratakan

ketebalannya.

35. Sulfuric Acid

Bahan yang digunakan untuk pickling dan tanning.

36. Tannic Acid

Bahan active yang terdapat dalam intisari sayuran yang digunakan untuk

mengubah kulit mentah (hide dan skin) menjadi kulit (leather).

37. Tanning

Seni pembuatan leather dari kulit mentah yang sesungguhnya pengawetan hide

dan penyiapan untuk menyerap bahan celupan. Hal ini dapat dilakukan

melalui proses kimia di dalam vat atau drum yang besar.

38. Tanning agents

Kulit masa ini disamak dengan chromium sulphate yang mudah larut. Bahan

sintetis serta bahan sayuran dari tumbuhan dan pepohonan juga mungkin

digunakan sebagai kombinasi.

39. Top Coat

Resin yang digunakan kepada kulit sebagai lapisan untuk membuat kulit

sangat mengkilap.

40. Top Grain

Ketika suatu kulit dibelah, Top Grain adalah lapisan paling atas atau lapisan

sel berambut dari kulit yang memiliki grain yang alami. Dapat diperbaiki

dengan pengamplasan atau buffing dan dilindungi dengan top coating.

Page 30: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

14

2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi

Berbagai macam kulit hewan baik sapi, kerbau, kambing dan domba pada

dasarnya dapat dibuat menjadi kulit-kulit dibawah ini.

1. Full Grain/Full Top Grain Leather

Dikatakan demikian bila tidak diratakan atau tidak dihaluskan pada bagian

atasnya. Jadi ketika bagian luar kulit secara utuh masih alami dipertahankan

selama proses penyamakan dinamakan Full Grain Leather.

2. Corrected Grain Leather

Kulit yang memiliki permukaan tambahan/buatan yang diemboss ke dalamnya

setelah dihaluskan lebih bagian luar kulit yang kurang bagus.

3. Nappa Leather

Mulanya hanya kulit domba yang dinamakan Nappa. Tetapi belakangan ini

kata ‘Nappa’ menjadi istilah kulit lain yang berarti ‘lembut’ seperti kulit sapi

Nappa.

4. Patched Leather

Setelah kulit disamak, dicelup dan melalui proses akhir (finishing) sesuai

keinginan, pengrajin yang terlatih kemudian memilih kulit yang cocok dalam

warna dan teksturnya. Masing-masing lembaran kulit kemudian dipotong

dengan tanganke dalam ukuran yang berbeda-beda, lalu dijahit ke dalam

corak-corak berbentuk mosaik menjadi produk akhir yang berbeda dari

lainnya.

5. Patent Leather

Ketika kulit sapi dikerjakan dengan bahan akhir yang protektif seperti cat

acrylic atau bahan tahan air untuk memproduksi hasil akhir yang sangat

mengkilap.

6. Nubuck Leather

Kulit aniline penuh yang telah dihaluskan/diratakan untuk menciptakan bintik

(naps). Nubuck termasuk Top Grain Leather sehingga tak bisa dikategorikan

sebagai Split atau Suede. Permukaan kulit aniline Nubuck disikat untuk

menciptakan tekstur seperti beludru, sehingga seringkali dikira suede. Suede

adalah bagian dalam dari potongan kulit, sedangkan Nubuck adalah efek yang

timbul dari pengerjaan di bagian luar kulit.

Page 31: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

15

7. Suede Leather

Ketika kulit difinish melalui penghalusan dengan roda emory untuk

menciptakan suatu permukaan yang berbintik (naps). Suede terbuat dari lapisan

yang dipisahkan dari bagian top grain suatu kulit.

8. Pull-up Leather

Kulit yang memperlihatkan efek warna meretak bila kulit ditarik ketat. Kulit ini

menggunakan bahan celup full aniline, dan sebagai tambahan memiliki sejenis

minyak dan/atau wax aplikasi, yang menyebabkan warna menjadi terlihat lebih

muda ketika kulit ditarik.

2.6 Penelitian Terdahulu

Analisis tentang pengendalian persediaan bahan baku telah banyak

dilakukan. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan menigkatkan

optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimisasi biaya persediaan.

Suprehatin (2002), melakukan penelitian tentang sistem pengadaan dan

persediaan bahan baku rotan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode

MRP terdiri dari teknik LFL, EOQ dan teknik PPB. Berdasarkan perbandingan

pengendalian persediaan antara metode perusahaan dengan ketiga teknik tersebut,

diperoleh hasil bahwa metode perusahaaan relatif lebih besar mengeluarkan biaya

persediaannya dibandingkan dengan ketiga metyode MRP tersebut. Secara

keseluruhan berdasarkan analisis perbandingan dan analisis penghematan antar

metode MRP, teknik PPB bisa direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian

persediaan bahan baku bagi perusahaan.

Kurniasari (2000), melakukan penelitian di PT Indricipta Aditama yang

bergerak dibidang usaha produksi sepatu kulit, menganalisis system pengendalian

bahan baku menggunakan MRP derngan tiga teknik yaitu LFL, EOQ dan PPB.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dengan penerapan metode MRP pada

perusahaan dapat menghemat jumlah dan biaya pembelian serta pemesanannya.

Dari hasil perbandingan teknik yang digunakan, total biaya persediaan yang dapat

dihemat adalah 74% dengan menggunakan teknik LFL, 49,2 % dengan EOQ dan

69% dengan teknik PPB.

Page 32: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

16

Widyastuti (2001), melakukan penelitian tentang system pengendalian

persediaan bahan baku susu kental manis di PT Indolakto, Sukabumi memperoleh

hasil bahwa system pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh

perusahaan selama ini berdasarkan pengalaman pada masa lampau dimana

perusahaan belum menggunakan metode yang khusus seperti EOQ, MRP atau

Just in Time (JIT), salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal ini

adalah dengan control stock untuk masing-masing bahan baku. Penelitian ini

memperoleh bahwa frequensi pemesanan yang optimal menurut metode EOQ

adalah 85 kali, gula 72 kali dan Milk Powder 21 kali. persediaan pengaman yang

ditetapkan oleh perusahaan juga melebihi persediaan pengaman yang optimal,

sehingga biaya penyimpanan tidak optimal.

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa tidak ada

yang selalu menjadi metode terbaik, karena metode terbaik tersebut dapat

diketahui dengan cara membandingkan antar metode-metode, sehingga akhirnya

diketahui metode yang tepat bagi perusahaan, tergantung situasi dan kondisi

perusahaan.

Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah dari jenis bahan baku

yang digunakan, jenis produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya sama, tetapi

tergantung dari kondisi perusahaan, selain dipengaruhi oleh kapasitas produksinya

juga kebijaksanaan manajemen dalam menjalankan perusahaannya, sehingga

metode dengan teknik LFL dan EOQ hasilnya tidak mutlak selalu sama.

Page 33: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu kerangka yang berisi teori-teori

yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas. Teori-teori yang dibahas

dalam bab ini adalah mengenai klasifikasi persediaan, fungsi-fungsi bahan baku

serta model-model dalam pengendalian persediaan bahan baku.

3.1.1 Teori Permintaan

Menurut Sukirno (2005) menerangkan bahwa teori permintaan

menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga.

Permintaan individu atau suatu perusahaan terhadap suatu barang ditentukan oleh

banyak faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah :

1. Harga barang itu sendiri

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut

3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat

4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

5. Cita rasa masyarakat

6. Jumlah penduduk

7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang

Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang

terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Tetapi, dengan asumsi yang

dinyatakan ini, tidaklah berarti mengabaikan faktor-faktor yang lain. Tetap

diperlukan analisis bagaimana permintaan suatu barang dipengaruhi oleh

berbagai faktor lainnya, diantaranya adalah peramalan permintaan untuk masa

yang akan datang.

Page 34: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

18

P S

D2

D1

Q1 Q2 Q

Gambar 1. Kurva Peningkatan Permintaan Konsumen

Ketika penjualan produk dari suatu perusahaan meningkat, maka hal

tersebut mencerminkan bahwa meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen.

Sehingga merupakan peluang bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan

konsumen tersebut. Hal ini menyebabkan perusahaan harus memiliki persediaan

produk di gudang dan melakukan perencanaan kebutuhan produk tepat waktu.

Tetapi, seperti di tunjukkan pada gambar 1 di atas, perusahaan harus cermat untuk

menyediakan persediaan tersebut, agar jangan sampai terlalu banyak

(menimbulkan biaya tambahan) dan jangan terlalu sedikit (pelayanan konsumen

terganggu) termasuk didalamnya adanya persediaan untuk mengantisipasi apabila

terjadinya excess demand.

3.1.2 Klasifikasi Persediaan

Menurut Indrajit dan Pranoto (2003) barang persediaan dapat dibagi atas

beberapa jenis atau klasifikasi. Sekurang-kurangnya ada enam klasifikasi utama,

yaitu

1. Bahan baku (raw material)

Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi,

sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan.

P1

P2

Kuantitas

Ha r g a

Page 35: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

19

2. Barang setengah jadi (semi finished product)

Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian

akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang

dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain.

3. Barang jadi (finished product)

Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil

utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual.

4. Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts)

Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi

menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang

digunakan. Seringkali barang persediaan jenis ini disebut juga barang

pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, atau MRO materials (maintenance,

repair and operation).

5. Barang untuk proyek (work in progress)

Barang-barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek

baru.

6. Barang dagangan (commodities)

Barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang

menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.

Sedangkan menurut Handoko (2000), persediaan mempunyai beberapa jenis, yaitu

1. Persediaan bahan mentah (raw materials)

Persediaan barang-barang berwujud seperti baja, karet, kayu dan komponen-

komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah

dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan

atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi

selanjutnya.

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (phurcased parts components)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit

menjadi suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)

Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi

Page 36: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

20

tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (work in process)

Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian

dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi

masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods)

Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam

pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

3.1.2 Fungsi-fungsi persediaan

Fungsi persediaan sangat penting bagi perusahaan karena persediaan

dapat menjadi jalan keluar untuk menghindari penyerahan barang yang tidak tepat

waktu, yang bisa saja disebabkab oleh kejadian tak terduga pada produksi dan

estimasi permintaan pasar yang tidak akurat. Menurut Rangkuti (2002) fungsi-

fungsi dari persediaan adalah :

1. Fungsi “Decoupling”

Fungsi ini merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat

memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier, persediaan

bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung

pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan

barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-

proses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi

diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para

pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi

permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut

fluctuacion stock.

2. Fungsi “Economic Lot Sizing”

Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan

pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan

sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam

Page 37: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

21

kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena

besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya).

3. Fungsi Antisipasi

Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat

diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu,

yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan

persediaan musiman (seasional inventories).

Di samping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian

jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu.

Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan

pengaman (safety stock/ inventories).

3.1.3 Material Requirement Planning (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan

dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa

tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk

sejumlah produk yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan

memerlukan waktu ancang-ancang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa

banyak komponen yang harus dipesan untuk produk yang akan dibuat.

Sistem pengendalian yang lebih sesuai untuk jenis-jenis barang yang

menggambarkan permintaan yang tidak bebas adalah sistem rencana kebutuhan

material (MRP) (Buffa dan Sarin, 1996). Berbeda dengan sistem persediaan

tradisional yang mencoba untuk menyediakan persediaan setiap saat, sistem MRP

merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat

dibutuhkan. MRP banyak memiliki kelebihan dalam menangani barang-barang

dengan permintaan terikat, yaitu (Heizer dan Render, 1993):

1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan

2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja

3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik

4. Respon lebih cepat terhadap perubahan pasar

Page 38: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

22

5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada

pelanggan

Banyak teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem

MRP, berikut akan dibahas beberapa diantaranya :

3.1.3.1 Teknik Lot for Lot

Dalam teknik ini, perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan

tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut.

Pesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi

persediaan yang ada di tangan pada periode-periode awal dan diharapkan pesanan

akan diterima pada saat barang tersebut dibutuhkan. Karena model ini hanya

memesan sebesar yang dibutuhkan, maka pada periode-periode berikutnya setelah

persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada di tangan, sehingga

kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang kemudian dipesan

dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya (Buffa dan Sarin, 1996).

Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan persediaan

yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat

mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan

tetap seperti ukuran konteiner tetap dan prosedur-prosedur standar lainnya

(seperti potongan pembelian dan jaminan kontinuitas pasokan bahan baku)

karena kuantitas yang dibeli dalam jumlah kecil disesuaikan dengan kebutuhan

bersihnya setiap periode.

3.1.3.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ Model)

Teknik Economic Order Quantity (EOQ) secara intuitif menarik

karena meminimumkan biaya inkremental berkaitan dengan pengisian kembali

sediaan.

a. Model EOQ Dasar (Basic EOQ Model)

Model EOQ ini relatif mudah digunakan, tetapi memiliki beberapa asumsi.

Asumsi yang sangat penting adalah (Heizer, J. dan B. Render, 1993):

1. Permintaan rata-rata bersifat kontinu dan konstan.

2. Waktu tenggang pasokan (suplai) konstan.

Page 39: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

23

3. Setiap mata sediaan bersifat independen.

4. Harga beli dan parameter biaya pemesanan dan biaya penyimpanan konstan.

5. Jumlah pemesanan, EOQ sama dengan jumlah yang dikirim (delivery

quantities).

Gambar 1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan

Sumber : Heizer , J. dan B. Render, 1993.

Keterangan Gambar :

Q : Jumlah per pesanan

Q* : Jumlah pemesanan optimum per pesanan

D : Permintaan dalam unit untuk pemesanan

S : Biaya pemesanan per pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun

Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan

total biaya persediaan. Dengan asumsi-asumsi tersebut di atas, biaya yang

signifikan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain

adalah konstan, sehingga dengan meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan

penyimpanan dapat berarti meminimumkan biaya total.

Biaya pemesanan

(DS/Q)

Kuantitas Pemesanan

Biaya

Kuantitas pemesanan optimal (Q*)

Biaya total minimum

Biaya persediaan

Biaya penyimpanan (QH/2)

Page 40: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

24

Pada Gambar 1, titik kuantitas pemesanan optimum (Q ) terjadi pada saat

kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan (DS/Q =

QH/2), sehingga

Q*= HDS /)2(

b. Model EOQ dengan Pengisian Tidak Sesaat, Production Order Quantity

Dalam model persediaan yang telah dibahas di atas, sebelumnya kita

selalu mengasumsikan bahwa seluruh pemesanan persediaan diterima dalam satu

waktu. Perusahaan bisa saja menerima persediaan tersebut melebihi periode waktu

yang telah ditentukan.

Oleh karena model ini lebih cocok untuk lingkungan produksi, maka

sering dinamakan model kuantitas pemesanan produksi. Model ini berguna ketika

perkembangan persediaan terus meningkat dan asumsi-asumsi EOQ tradisional

valid.

Dengan menggunakan simbol-simbol di bawah ini. kita dapat

mendeterminasi biaya penyimpanan persediaan selama produksi berjalan :

Q : Jumlah per pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun

p : rata-rata produksi per bulan

d : rata-rata permintaan per bulan, atau tingkat penggunaan

t : Lama waktu produksi berjalan (Hari)

1. Biaya penyimpanan persediaan tahunan = tingkat persediaan rata-rata x H

2. Tingkat persediaan rata-rata = tingkat persediaan maksimum/2

3. Tingkat persediaan maksimum = total produksi selama produksi berjalan –

total yang digunakan selama produksi berjalan = Pt -Dt

Page 41: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

25

Karena Q = total produksi = pt, dan t = Q/p. Maka,

Tingkat persediaan maksimum = p [Q/p] - d [Q/p] = 0

= Q-/p)Q = 0

= Q[l-/p]

4. Biaya penyimpanan persediaan = tingkat persediaan maksimum x H/2

= Q/ 2[ l -d /p ]H

Q * p dapat digunakan untuk menentukan pemesanan optimum atau kuantitas

produksi ketika persediaan diproduksi.

dimana : Q*p = ( )[ ]pdHDS /1/2 −

Gambar 2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi.

Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.

c. Model EOQ dengan Pemesanan Kembali (EOQ Back Order Inventory)

Asumsi dasar dari model ini adalah sama dengan model-model

sebelumnya, tambahan adalah penjualan tidak akan hilang karena adanya

kekurangan bahan baku. Beberapa variabel yang bisa digunakan ialah :

Persediaan maksimum

Permintaan

waktu

t

Page 42: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

26

Q : Kuantitas per pesanan

D : Permintaan dalam unit

H : Biaya penyimpanan per unit per unit per tahun

S : Biaya pemesanan per pesanan

B : Biaya "back-ordering" per unit per tahun

b : Unit yang ada setelah pesanan kembali terpenuhi

Q-b : Jumlah pemesanan kembali {back-ordering)

Kita bisa menggunakan kalkulus untuk menentukan Q* dan b*

Q* = Jumlah pesanan optimum dalam unit

= [ ] )()(/2 bBBHHDS +

= Unit yang ada setelah pemesanan kembali

= [ ][ ]HHBHDS )(/2 +

atau b* = Q [B/(B+H)]

Sehingga Q*- b = Jumlah optimum pesanan kembali dalam unit

= Q* - Q* [B/(B+H)]

Gambar 3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan Pemesanan kembali

Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.

Persediaan di tangan maksimum

Pemesanan Kembali

maksimum

Tingkat Persediaan (unit)

Page 43: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

27

Keterangan gambar :

Q : Kuantitas pesanan dalam unit

b : Kuantitas yang ada setelah pesanan kembali

d. Model EOQ dengan Potongan Kuantitas (EOQ, Quantity Discount Model)

Potongan kuantitas merupakan pengurangan harga untuk barang yang

dibeli dalam jumlah besar. Pesanan untuk kuatitas dengan potongan harga terbesar

tidak selalu meminimumkan biaya, sebab pada saat potongan kuantitas

meningkat, biaya produk menurun, tetapi penyimpanan meningkat.

Model-model EOQ di atas yang lebih logis diterapkan ialah model EOQ

dengan Potongan Kuantitas, karena pada umumnya dengan pembelian yang besar,

perusahaan seringkali memperoleh potongan kuantitas dari pemasok.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka operasional penelitian diawali dengan melihat permasalahan

yang terjadi di perusahaan, kemudian mengidentifikasi kondisi perusahaan yang

berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku. Untuk mengetahui

bagaimana kebijakan yang ditetapkan perusahaan sehubungan dengan pembelian

bahan baku dan rencana produksi pada periode tertentu. Beberapa hal yang terkait

dalam pembelian yaitu jenis dan asal bahan baku, kualitas, volume pemakaian,

waktu tunggu serta biaya persediaan yang meliputi biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan. Kedua biaya ini dipilih karena merupakan biaya yang dominan

pada sebagian besar perusahaan terutama yang bergerak dibidang

manufaktur/pabrik. Dengan data-data yang telah disebutkan di atas dapat

dianalisis pengendalian persediaan bahan baku.

Pada analisis persediaan bahan baku kulit didasarkan pada dua golongan

besar bahan baku, yaitu grain dan split. Grain adalah Bagian luar dari kulit sapi

dan split adalah bagian dalam dari kulit. Selanjutnya untuk mengetahui apakah

sistem persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan sudah optimal atau

belum dengan biaya persediaan yang minimum, maka dilakukan analisis

Page 44: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

28

pengendalian persediaan bahan baku kulit dengan metode yang digunakan

perusahaan dan metode yang digunakan dalam penelitian, yaitu : Lot for Lot dan

EOQ

Metode ini cocok digunakan untuk tipe permintaan terikat, selain itu juga

metode ini mampu menghindari adanya pemborosan pembelian bahan baku secara

berlebihan dan menghindari kekurangan persediaan, yang ada pada akhirnya

memperlancar stabilitas kegiatan produksi perusahaan. Setelah diperoleh hasil dari

ketiga metode MRP, kemudian dibandingkan dengan metode yang digunakan

perusahaan. Analisis perbandingan meliputi perbandingan antar metode pada tiap

jenis bahan baku kulit dan pada keseluruhan bahan baku kulit. Perbandingan antar

ketiga metode bertujuan untuk memperoleh tingkat persediaan bahan baku yang

optimal dengan biaya persediaan yang minimum.

Selanjutnya dilakukan analisis penghematan dengan menghitung selisih

antara nilai pada metode alternatif dengan nilai metode perusahaan, kemudian

hasilnya dibandingkan dengan nilai pada metode perusahaan,. Berdasarkan hasil

analisis perbandingan dan analisis penghematan tersebut, kemudian ditentukan

metode terbaik untuk direkomendasikan pada perusahaan sebagai alternatif sistem

pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. Secara ringkas alur kerangka

pemikiran opersional persediaan bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.

Page 45: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

29

Page 46: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

30

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, yang terletak di

Jalan Lintang Raya Kav IV dan V, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa

perusahaan ini merupakan salah satu produsen kulit terbesar di dunia dan

memiliki persediaan bahan baku dengan kuantitas yang sangat besar.

Pengumpulan data ini sendiri dilaksanakan pada bulan Januari 2008 sampai

Maret 2008

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder. Data

primer didapatkan melalui suatu pengamatan langsung dan wawancara terhadap

bagian-bagian tertentu di perusahaan yang terkait dengan penelitian guna

mendapatkan data yang dibutuhkan, seperti Manajer HRD, Manajer produksi,

Staff administrasi serta para Leader-leader di lapangan. Sementara itu data

sekunder didapatkan dari laporan-laporan manajemen perusahaan terutama dari

bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) diantaranya adalah

laporan bulanan dan laporan tahunan perusahaan.

Laporan ini mengandung data kebutuhan bahan baku selama periode

tertentu, data pemesanan yang mencakup frekuensi dan tenggang waktu

pemesanan, biaya-biaya persediaan, dan data-data yang lainnya. Selain itu, data

sekunder juga dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain seperti literatur, hasil

penelitian terdahulu, bahan pustaka, maupun dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan

instansi yang terkait.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :

1. Data produksi dan penjualan

2. Sumber bahan baku

3. Data pemakaian bahan baku

4. Waktu tunggu pembelian bahan baku

Page 47: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

31

5. Harga bahan baku

6. Biaya-biaya persediaan

7. Gambaran umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan,

dan struktur organisasi

8. Target produksi PT. Mastrotto Indonesia

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh mengenai sistem pengolahan bahan baku akan

dianalisis secara kuantitatif dan kemudian akan diuraikan dalam bentuk

deskriptif. Dalam melakukan analisis, data yang diperoleh akan ditabulasikan

dan diolah secara matematis dengan menggunakan kalkulator dan program

komputer. Data yang diperoleh dari hasil analisis tersebut lalu dibandingkan

untuk mencari suatu alternatif metode yang tepat untuk diterapkan pada

perusahaan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan.

Dalam menganalisis pengendalian persediaan, maka langkah awal yang

ditempuh yaitu mengidentifikasi kondisi perusahaan dalam melakukan

manajemen pengendalian persediaan bahan bakunya. Selain itu, kebijakan-

kebijakan perusahaan untuk produksi dan pembelian bahan baku patut diketahui.

Cara pemesanan dan besar pesanan selama ini juga harus dipertimbangkan. Perlu

juga diketahui bagaimana kondisi pesanan pembelian antara perusahaan dan

pemasok, kapasitas penyimpanan yang tersedia dan proses pencatatan bahan baku

yang dilakukan.

Langkah selanjutnya adalah penentuan bahan baku pokok perusahaan yng

akan sangat berguna dalam analisis pengendalian bahan baku. Hal ini dikarenakan

dengan melakukan pengendalian persediaan atas bahan baku pokok akan berarti

melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar.

Page 48: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

32

4.4 Asumsi-Asumsi yang Digunakan

1. Besarnya bahan baku yang dipesan tersebut dapat memenuhi kebutuhan

produksi sesuai kriteria yang diharapkan.

2. Analisis kuantitatif pada penelitian ini tidak memperhitungkan

persediaan pengaman.

4.5 Analisis Kuantitatif Persediaan Bahan Baku

4.5.1 Biaya-Biaya Persediaan

Analisis yang dilakukan melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung

dalam persediaan. Sebelumnya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen-

komponen biaya persediaan yang terjadi. Biaya persediaan yang dimaksud

meliputi biaya persediaan bahan baku dan biaya penyimpanan bahan baku.

Adapun biaya pemesanan bahan baku adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan-bahan dari

penjual, termasuk semua biaya administrasi penempatan dan penerimaan order,

biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faksimili, surat menyurat), biaya

pengangkutan dan bongkar muat dan biaya pemeriksaan. Biaya pemesanan

setahun dihitung dengan cara :

TC = F x C

dimana : TC : Biaya pemesanan setahun

F : Banyak pesanan selama setahun

C : Biaya pemesanan per pesanan

Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang berkenaan dengan

diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan rata-rata persediaan yang

Page 49: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

33

terdapat di gudang. Komponen biaya penyimpanan yaitu biaya gudang, upah, dan

gaji pengawas dan karyawan gudang, biaya peralatan penanganan bahan di

gudang (listrik dan air), biaya administrasi gudang, biaya asuransi atas persediaan

yang dimiliki, pajak atas investasi dalam persediaan tersebut.

Biaya penyimpanan setahun dihitung dengan cara :

Th =∑=

12

1i

tHi

dengan : tHi = Qri x h

Qri = (Qawi + Qaki) / 2

tHi = [(Qawi + Qaki) / 2] x h

dimana : Th : Biaya penyimpanan setahun

tHi : Biaya penyimpanan per bulan

Qri : Tingkat persediaan rata-rata bulan i

h : Biaya penyimpanan / unit / bulan

Qawi : Tingkat persediaan awal bulan i

Qaki : Tingkat persediaan akhir bulan i

Volume pemakaian bahan baku menunjukkan besar permintaan bahan

baku, yang termasuk salah satu variabel penentu dalam penentuan kuantitas

pesanan optimal. Seluruh data tersebut didasarkan atas catatan-catatan historis

perusahaan dan pendugaan berdasarkan informasi-informasi yang relevan.

4.5.2 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengendalian

persediaan MRP yang termasuk ke dalam sistem rencana kebutuhan bahan.

Teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot pada sistem MRP

Page 50: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

34

diantaranya adalah teknik Lot for Lot dan teknik EOQ. Dalam model MRP

digunakan format seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Format Rencana MRP

Uraian Periode

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kebutuhan Kotor (Kg)

Proyeksi Persediaan di Tangan (Kg)

Kebutuhan Bersih (Kg)

Rencana Penerimaan Pesanan (Kg)

Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg)

Sumber : Buffa, S. Eldwood, 1996

Langkah pertama adalah menentukan kebutuhan kotor bahan baku.

Kebutuhan kotor ini adalah rencana pemakaian bahan baku perusahaan yang

telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan persediaan pengaman {safety

stock). Sedangkan proyeksi persediaan di tangan adalah perkiraan persediaan

awal yang ada di tangan dalam suatu periode. Jika tidak terdapat kebutuhan bersih

dan tidak terdapat rencana penerimaan pesanan pada periode adalah proyeksi

persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode

sebelumnya.

Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi

oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi

persediaan di tangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor untuk

periode tersebut maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut.

Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk

suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan kotor untuk periode tersebut, maka

Page 51: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

35

kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah kebutuhan kotor dikurangi jumlah

penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan periode tersebut.

Sedangkan yang dimaksud dengan rencana penerimaan pesanan adalah

besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu perode. Besamya

ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot {lot sizing technique).

Adapun yang dimaksud dengan rencana pelaksanaan pesanan adalah besar

pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan

diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pelaksaan pesanan

besarnya sama dengan rencana penerimaan pesanan, hanya saja periode

pelaksanaan adalah sebesar waktu ancang-ancang sebelum rencana penerimaan

pesanan. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir meninggalkan

persediaan dan kemudian tingkat persediaan diisi dengan barang yang dipesan.

4.5.2.1 Teknik Lot for Lot

Dalam Teknik Lot for Lot, perusahaan memesan tepat sebesar yang

dibutuhkan. Perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih

dahulu apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup

besar, sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai

diperkirakan persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan

baku perusahaan selama waktu ancang-ancang dan tidak dapat lagi memenuhi

kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya.

Dengan pelaksanaan teknik ini, maka proyeksi persediaan di tangan

untuk periode-periode dimana sudah terdapat dan rencana penerimaan pesanan

pada periode sebelumnya dapat ditekan sampai sebesar nol.

Page 52: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

36

4.5.2.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ)

Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan persediaan

yang meminimumkan biaya (penyimpanan dan pemesanan). Ukuran lot yang

dapat meminimumkan biaya persediaan dapat dicari dengan rumus :

EOQ = H

RC2

dimana : R : Permintaan yang diperkirakan tiap periode

C : Biaya pemesanan per pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per periode

EOQ : Optimum order sizing

Dengan teknik EOQ dapat diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal,

maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for Lot,

besar pesanan adalah sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat

dengan kebutuhan bersih.

Biaya-biaya yang diperlukan dalam teknik ini yaitu biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain adalah konstan, sehingga dengan

meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan berarti juga

meminimumkan biaya total. Jika persediaan awal cukup besar, maka perusahaan

tidak melakukan rencana penerimaan bahan baku sampai persediaan awal

tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan

direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati

kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya.

Page 53: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

37

4.6 Definisi Operasional

Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai

berikut :

1. Bahan baku, yaitu bahan yang menjadi bagian dari produk jadi dan mempunyai

proporsi terbesar dalam memproduksi suatu produk jadi. Bahan baku yang

diteliti adalah Grain dan Split dan dihitung dengan satuan square feet (Sqf).

2. Persediaan, yaitu sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya

terhadap pemenuhan permintaan atau sumberdaya yang digunakan untuk masa

yang akan dating. Persediaan yang dianalisis adalah jumlah persediaan selama

satu tahun produksi yaitu selama Januari – Desember 2007.

3. Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang timbul karena adanya investasi

persediaan dan besarnya dipengaruhi oleh kuantitas persediaan yang dipegang.

Untuk itu, biaya-biaya yang tidak berubah seiring dengan perubahan kuantitas

persediaan tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan, biaya penyimpanan

dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

4. Biaya pemesanan, yaitu biaya yang terkait langsung dengan frequensi

pemesanan yang dilakukan perusahaan.

5. Waktu tunggu, yaitu tenggang waktu antara pemesanan bahan baku sampai

bahan baku tersebut diterima oleh perusahaan. Dihitung dalam satuan hari

6. Harga bahan baku, yaitu harga rata-rata bahan baku perbulan berdasarkan

pemesanan yang dilakukan perusahaan. Harga bahan baku kulit dihitung dalam

satuan rupiah (Rp).

Page 54: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

38

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT Mastrotto Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang

penyamakan kulit, khususnya memproduksi kulit untuk kebutuhan industri

otomotif dan furnitur. PT. Mastrotto Indonesia akan mengembangkan produk

yang hasilnya untuk kebutuhan bahan baku industri sepatu, langkah itu dilakukan

untuk ikut serta dalam upaya mempercepat proses pemulihan perekonomian di

Indonesia.

PT Mastrotto Indonesia adalah perusahaan modal asing yang diresmikan

pada 11 Agustus 2004, beralamat di Jl. Lintang Raya Kav. F4-F5, Kawasan

Industri Sentul Bogor, Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Pendiri dan pemegang

saham terbesar adalah Grup Mastrotto. Dalam kegiatannya, Mastrotto Indonesia

mengolah ulang lanjutan dari bahan crust yang didatangkan dari Grup Mastrotto

menjadi kulit jadi.

Sebagai pemegang saham terbesar, grup Mastrotto yang mulai didirikan

tahun 1958 di Italia merupakan perusahaan kulit terkemuka di dunia. Hingga kini,

perusahaan ini telah mempekerjakan sekitar 1.600 pegawai dengan turn over 400

juta Euro per tahun. Merek ”Mastrotto” juga sudah dikenal dunia dan telah

terdaftar secara internasional. Sejak tahun berinvestasi di Indonesia, nilai

ekspornya mencapai 40 juta dollar AS. Kemudian, tahun kedua meningkat

menjadi 70 juta dollar AS. Tahun 2007, Mastrotto berhasil meningkatkan nilai

ekspor menjadi sekitar 110 juta dollar AS.

Namun pada tahun 2007, PT Mastrotto Indonesia sempat terganjal oleh

permasalahan hak paten, produsen kulit ini digugat oleh pemegang hak paten dari

Malaysia. pada tahun 2003 merek dan logo Mastrotto sudah dipatenkan di

Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Indonesia oleh perusahaan Indonesia

bernama PT Mastrotto Lestari yang kemudian menjadi PT Louis Scheweizer.

akibat kasus ini pihak, pihak mastrotto yang memiliki merek ini sejak berdirinya,

kini justru dijadikan tersangka oleh kepolisian. Tetapi, masalah ini akhirnya

terselesaikan dengan PT Mastrotto Indonesia sebagai pemenang.

Page 55: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

39

5.2 Visi dan misi perusahaan

Adapun visi dari PT Mastrotto Indonesia adalah menjadi perusahaan

besar di bidang penyamakan kulit dengan menghasilkan kulit yang berkualitas

tinggi. Adapun misi PT Mastrotto Indonesia adalah pengiriman pesanan dengan

cepat untuk membantu para konsumen membuat perencanaan yang tepat dari segi

waktu dan biaya yang efisien, sehingga hal tersebut akan menjadikan para

konsumen akan merasa bahwa PT Mastrotto Indonesia adalah bagian dari mereka,

dan membantu untuk ikut serta dalam upaya mempercepat proses pemulihan

perekonomian di Indonesia dengan menyerap tenaga-tenaga kerja Indonesia,

sehingga mengurangi pengangguran.

5.3 Struktur Organisasi dan Tugas-tugasnya

PT Mastrotto Indonesia dipimpin oleh seorang General Manager (GM)

yang bertanggung jawab atas penentuan kebijaksanaan perusahaan dan berwenang

dalam pengambilan keputusan secara umum serta bertanggung jawab terhadap

pemegang saham. General Manager membawahi delapan departemen, yaitu :

1. Departemen Human Resource and Development (HRD)

2. Departemen Information and Technology (IT)

3. Departemen Sales and Marketing

4. Departemen Finance and Accounting

5. Departemen General Affair (GA)

6. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)

5.4 Sumberdaya Manusia

Untuk mencapai visi dan misinya, PT Mastrotto Indonesia senantiasa

melakukan pembinaan dab pengembangan sumberdaya manusia guna

meningkatkan kompetensi masing-masing individu untuk menciptakan

keunggulan dalam persaingan usaha. Oleh karena itu, seluruh bagian organisasi

harus mau bekerjasama dan saling mendukung demi kemajuan perusahaan.

Page 56: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

40

Ketenagakerjaan

Karyawan di PT Mastrotto Indonesia berjumlah sekitar 424 orang, yang

sebagian besar merupakan karyawan bagian pabrik. Karyawan bekerja delapan

jam perhari, dengan lima hari kerja dalam seminggu yaitu hari senin sampai

jum’at, jam kerja dimulai 08.00-17.00 dengan waktu istirahat 1 jam. Bagi

karyawan bagian produksi, dengan enam hari kerja dari senin sampai sabtu. Jam

kerja digilir menurut shift, yaitu :

1. Shift 1 dari pukul 06.00-14.00

2. Shift II dari pukul 14.00-22.00

3. Shift III dari pukul 22.00-06.00

Pada setiap Shift disediakan waktu istirahat 1 jam, gaji karyawan

diberikan pada setiap akhir bulan, sedangkan upah lembur dan uang makan

diberikan setiap akhir minggu. PT Mastrotto Indonesia juga memperhatikan hal-

hal yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan, antara lain meliputi jaminan

perawatan kesehatan, pemberian seragam kerja, asuransi sosial tenaga kerja, dan

cuti karyawan.

5.5 Skala Industri

Badan pusat statistik (2002), Mengklasifikasikan skala industri

berdasarkan tenaga kerja yang dimiliki suatu industri. Skala industri tersebut

dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu :

1. Industri Besar

Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih

2. Industri Sedang

Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 20-99 orang

3. Industri Kecil

Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 5-19 orang

4 Industri Kerajinan Rumah Tangga

Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 1-4 orang

Berdasarkan jumlah tenaga kerja tersebut, maka PT Mastrotto Indonesia

dapat digolongkan sebagai industri besar karena jumlah yang dimiliki perusahaan

sebesar 424 orang.

Page 57: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

41

5.6 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku

Perencanaan bahan baku adalah menentukan jumlah bahan baku yang

diperlukan untuk produksi mendatang. Perencanaan pengadaan bahan baku ini

dilakukan oleh Production Planning and Inventory Control (PPIC) berdasarkan

atas skedul rencana roduksi yang telah direncanakan. dalam membuat skedul

rencana produksi didasarkan atas beberapa hal, yaitu Supply Order (SO) yang

dibuat oleh Marketing Department, kapasitas produksi dan keterbatasan produk

akhir (finished goods) yang ada di warehouse department.

SO merupakan permintaan produk dari Marketing Department yang

berisikan tentang jenis produk dan periode pengambilan produk akhir yang

dikeluarkan setiap ada pemesanan oleh konsumen. perencanaan pengadaan bahan

baku ini diawali dari bagian pemasaran mengirimkan pesanan ke bagian raw

material, kemudian PPIC membuat rencana produksi dengan sebelumnya

menghitung kebutuhan bahan baku dan pemesanan jika bahan baku di gudang

mengalami kekurangan maka melakukan pemesanan ke bagian (purchasing)

pembelian. Bagian produksi melaksanakan perencanaan produksi yang sudah

dibuat PPIC. Sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku terhadap permintaan

produk, perusahaan memiliki persediaan untuk tiga bulan.

Bagian pemasaran akan mengajukan data produk dalam bentuk purchase

request (PR), PR tersebut berisi tentang jenis barang, jumlah barang yang akan

dipesan dan jadwal pengiriman. Sebelum PR tersebut dilanjutkan ke bagian lain,

terlebih dahulu dilakukan evaluasi kebutuhan material, jika sudah pasti dilaporkan

ke manajer PPIC untuk di tandatangani dan diolah lebih lanjut. Data dari PPIC ini

disebut weekly production order (WPO), dimana biasanya dilaporkan ke bagian

raw material disebut juga bagian prepare. Selanjutnya bagian raw material

memeriksa persediaan bahan baku digudang. jika persediaan tersebut tidak

memenuhi total kebutuhan produksi maka, menurut kebijakan perusahaan, maka

bagian raw material membuat PR untuk dilaporkan ke bagian purchasing. Setelah

PR tersebut diolah kemudian dilaporkan ke manajer pusat untuk mendapat

persetujuan order. Setelah didapat persetujuan, PO (Purchasing Order) dapat

dibuat dan diberikan kepada pemasok (supplier).

Page 58: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

42

Pemasok akan mengirimkan barang pesanan disesuaikan dengan waktu

tenggang pengadaan bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan. Kedatangan

bahan baku diterima oleh bagian gudang dan QC (Quality Control) untuk

dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan kuantitas yang dipesan. Jika memenuhi

kriteria QC, maka, dibuatkan SR (Stock Received). Selanjutnya bagian gudang,

akan melakukan penyimpanan dan melaporkan bukti penerimaan barang ke

bagian keuangan. Setelah semuanya berkas disetujui maka, bagian gudang akan

mempersiapkan bahan baku sesuai dengan permintaan untuk dilakukan proses

produksi. Secara lebih rinci proses perencanaan dan penerimaan bahan baku dapat

dilihat pada gambar 4.

Gambar 5. Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia

Page 59: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

43

5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku

5.7.1 Prosedur Pembelian Bahan Baku

Pembelian bahan baku dilakukan jika suatu perusahaan tidak

memproduksi sendiri bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk.

Prosedur pembelian merupakan cara-cara pembelian bahan baku yang dijalankan

oleh suatu perusahaan. Kegiatan pembelian bahan baku oleh PT Mastrotto

Indonesia dilakukan oleh bagian purchasing. Berdasarkan data dari bagian gudang

berupa permintaan pembelian (purchase request) jika barang yang hendak dibeli

tersebut merupakan barang impor, maka harus berkoordinasi dengan pihak Impor

Department.

Secara keseluruhan bahan baku yang digunakan oleh PT Mastrotto

Indonesia diperoleh dari pemasok luar negeri, ada sekitar 24 suplier aktif hingga

saat ini. Kriteria yang digunakan dalam menentukan pemasok adalah harga yang

ditawarkan harus bersaing, ketersediaan barang, kualitas yang harus sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan, pengiriman tepat waktu (delivery time), serta

mudah dihubungi dan tanggap untuk menerima komplain. Setelah lembaran PR

diubah menjadi lembaran PO (Purchasing Order), pemasok mengirimkan barang

yang dipesan dan diterima oleh petugas warehouse, beserta surat jalan (pick slip)

dan copy PO.

Secara umum prosedur pembelian bahan baku yang dilakukan PT

Mastrotto Indonesia pada prinsipnya sama, yaitu :

1. Perusahaan menempatkan order kepada pemasok yang mempunyai

spesifikasi sesuai kriteria bahan baku yang dibutuhkan (kualitas, kuantitas)

2. Jika pemasok bersedia memenuhi permintaan perusahaan, selanjutnya

dilakukan negosiasi harga antara pihak perusahaan (bagian pembelian)

dengan pihak pemasok.

3. Jika telah terjadi kesepakatan baik itu mengenai harga, kuantitas, kualitas,

cara pembayaran maupun kapan tersedianya bahan baku, maka perusahaan

mengajukan Purchase Order (PO) yang antara lain berisi spesifikasi bahan

baku, harga, jumlah dan delivery

4. Perusahaan menerima copy PO ke pemasok, selanjutnya pemasok mengirim

dokumen impor ke perusahaan

Page 60: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

44

5. Perusahaan mengurus izin impor pemasukan barang ke bea cukai untuk

memperoleh Delivery Order (DO)

6. Perusahaan menyerahkan DO dan Bill of Landing atau BILL kepada

maskapai pelayaran untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan

7. Barang diterima oleh perusahaan dan pihak pemasok melaporkan bahan baku

yang dibawa kepada bagian gudang. Selanjutnya bagian gudang dan QC

memeriksa bahan baku yang diterima sesuai dengan perjanjian yang ditulis

pada PO

8. Bagian gudang melaporkan hasil perhitungan bahan baku yang diterima dari

pemasok kepada bagian administrasi pabrik berupa laporan penerimaan

bahan baku.

9. Pembayaran dilakukan oleh bagian administrasi pabrik yang sebelumnya

telah menerima sejumlah uang yang akan dibayarkan ke pemasok dari bagian

keuangan

5.7.2 Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

terhadap baik atau tidaknya produk yang dihasilkan. Bahan baku dengan mutu

yang baik dan jumlah yang proporsional akan menghasilkan produk yang

bermutu. Penerimaan bahan baku Grain dan Split oleh perusahaan harus melewati

proses pemeriksaan oleh bagian gudang dan QC, agar bahan baku yang masuk

sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas perusahaan yang telah ditetapkan

agar mutu bahan tersebut tetap baik hingga pemakaiannya.

Bagian QC yang bekerjasama dengan bagian gudang melakukan

pengawasan terhadap mutu. Bahan baku yang masuk akan diterima oleh petugas

gudang untuk memeriksa kelengkapan dokumen pengiriman bahan dan

menghubungi bagian QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang

masuk.

Bahan baku yang telah diterima kemudian dibongkar dan dianalisis

secara fisik, jika bahan bakunya tidak memenuhi persyaratan perusahaan, maka

ada dua alternatif yang dilakukan, pertama ialah dikembalikan ke pemasok dan

kedua ialah tetap diterima asalkan harga bahan baku tersebut diturunkan.

Page 61: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

45

Dikarenakan semua bahan baku berasal dari impor, maka biasanya alternatif

kedua sering menjadi kesepakatan kedua belah pihak.

5.7.3 Penyimpanan Bahan Baku

Barang-barang yang masuk diterima dan diperiksa oleh bagian

penerimaan akan disimpan di gudang. Bagian penyimpanan bertugas memasukkan

stock ke dalam gudang bahan baku dan mengeluarkannya serta menjaga agar tidak

terjadi kerusakan selama penyimpanan.

Setiap hari bagian penyimpanan melakukan pemasukan data ke

komputer untuk mengetahui jumlah barang yang keluar, maka dapat diketahui sisa

barang yang ada di gudang. Jika stock menipis, maka bagian penyimpanan akan

mengeluarkan purchase order.

Bagian penyimpanan juga bertanggung jawab atas kebersihan ruang

penyimpanan. Dalam penyimpanan dan pengeluaran barang diterapkan sistem

FIFO (First in First Out)

5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku

Tujuan pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku kulit bagi

perusahaan adalah untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku (stock out),

karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan atau adanya

keterlambatan penerimaan bahan baku, akan menghambat jalannya produksi.

Sedangkan tujuan akhir dari adanya persediaan tersebut adalah untuk memenuhi

target sebesar 6.000.000 sqf per bulan nya.

Pada Tabel 4. PT Mastotto Indonesia selama tahun 2007 membeli bahan

baku grain sebanyak 248.126.100 sqf dan Split sebanyak 52.119.750 sqf,

Perusahaan melakukan pembelian bahan baku Grain rata-rata per bulannya

20.677.175 sqf, sedangkan Split rata-rata per bulannya 4.343.313 sqf. Pembelian

bahan baku Grain tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada bulan November, Juli

dan April yaitu berturut-turut sebesar 45.144.600 sqf, 36.922.050 sqf dan

31.087.850 sqf. Sedangkan untuk bahan baku Split dengan pembelian terbesar

adalah pada bulan November, Agustus dan Juli yaitu berturut-turut sebesar

12.967.600 sqf, 7.084.300 sqf dan 5.854.350 sqf.

Page 62: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

46

Tabel 4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007

Bulan Jenis Bahan Baku

Grain Split

Januari 3.791.500 1.863.850

Februari 19.737.200 2.428.800

Maret 15.259.150 3.966.400

April 31.087.850 2.100.650

Mei 26.834.500 1.909.550

Juni 14.231.700 4.360.250

Juli 36.922.050 5.854.350

Agustus 19.590.600 7.084.300

September 14.397.550 1.852.050

Oktober 13.942.650 4.649.250

November 45.144.600 12.967.600

Desember 7.186.750 3.082.700

Total 248.126.100 52.119.750

Rata-rata 20.677.175 4.343.313

Sumber : Bagian PPIC, PT MI, 2007

Sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku, perusahaan menyimpan persediaan

bahan baku untuk tiga bulan. Hal ini bertujuan sebagai antisipasi kebutuhan bahan

baku selama waktu tunggu (tiga bulan) sampai periode pemesanan berikutnya.

Berdasarkan Gambar 5, pembelian bahan baku grain dan split selama satu tahun

mengalami pembelian yang fluktuatif, terkadang hal ini disebabkan karena terjadi

jumlah pesanan yang besar sedangkan persediaan bahan baku menipis.

Gambar 6. Perkembangan Pembelian Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia, Tahun 2007

Page 63: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

47

5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan

PT Mastrotto Indonesia mengolah ulang lanjutan dari bahan crust yang

didatangkan dari Grup Mastrotto menjadi kulit jadi, untuk kebutuhan industri

otomotif (jok mobil) dan furniture. Bahan baku utamanya antara lain grain dan

split.

Beberapa produk PT Mastrotto Indonesia tersebut selain dipasarkan secara

nasional juga dipasarkan internasional ke beberapa kawasan seperti Amerika

Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia timur, Asia Tenggara,

Timur Tengah, Afrika, dan Kepulanan Oceania. Beberapa produk dari PT

Mastrotto Indonesia adalah sebagai berikut :

1. CLEAR – Grain

Kegunaan : Bahan untuk alas kaki

2. CARUS SUPER PERLÉ – Grain

Kegunaan : Bahan baku alas kaki

3. MANHATTAN – Grain

Kegunaan : Bahan baku alas kaki

4. RIACE – Grain

Kegunaan : Barang-barang yang dari kulit (jok, sofa)

5. SNOWBUT SOFT – Grain

Kegunaan : Bahan baku untuk alas kaki

6. TREASURE SUPER – Grain

Kegunaan : Semua produk kulit

7. Mediterranean - Finished grain

Kegunaan : Boat (perahu)

8. Highway - Mercedes pattern

Kegunaan : otomotif

9. Airone - Finished grain

Kegunaan : furnitur

10. CAPOEIRA – Split

kegunaan : alas kaki

11. COSMOPOLITAN – Split

Page 64: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

48

12. Bag Nuvola - Corrected grain

Kegunaan : barang-barang dari kulit

13 Bugatti - Half Grain

Kegunaan : furnitur

14 EQUESTRIAN L - Full Grain Kegunaan : Garmen

15 AUDI NAPPA GLATT SOUL

Kegunaan : otomotif

Produk-produk di atas adalah contoh dari beberapa produk yang dihasilkan

oleh PT Mastrotto Indonesia, Sejak tahun berinvestasi di Indonesia, nilai

ekspornya mencapai 40 juta dollar AS. Kemudian, tahun kedua meningkat

menjadi 70 juta dollar AS. Tahun 2007, Mastrotto berencana meningkatkan nilai

ekspor menjadi 110 juta dollar AS.

5.10 Proses Produksi

Di dalam PT Mastrotto Indonesia, proses produksinya mengkombinasikan

antara teknologi yang canggih, pengalaman dan profesionalisme. Dengan target

produksi sekitar 6 juta square feet per bulan, kulit sapi mentah diubah menjadi

potongan-potongan kulit yang berwarna-warni, dan siap untuk dijadikan bahan

baku sepatu, jaket, tas, tempat tidur, sofa dan barang-barang lainnya yang

disesuaikan pembuat kulit untuk kebutuhan manusia.

Berikut ini adalah fase-fase utama dalam suatu proses produksi yang

menggambarkan alur produksi yang kompleks, yang mana telah mengalami

kemajuan dari riset dan teknologi :

1. SOAKING

Proses mencuci kulit mentah dengan air, bertujuan untuk menghilangkan

kotoran dan kerutan pada kulit sapi

2. PRESSING

Proses untuk menghilangkan kelebihan air dan menjadikan kulit lembut

3. SPLITTING

Proses mekanik ini untuk memisahkan antara Grain dan Split

Page 65: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

49

4. SHAVING

Proses untuk memberikan ketebalan yang seragam bagi kulit

5. TRIMMING

Kulit dipotong, dipilih dan dipisahkan dengan bagian kulit yang tidak dapat

digunakan

6. DYEING Di dalam drum, kulit mengalami suatu perawatan khusus untuk memperoleh

pemeliharaan, kehalusan warna yang diperlukan. Ini adalah tahap yang

terpenting, suatu campuran seni dan teknologi

7. DRYING Tempat pengeringan kulit adalah suatu sistem ruang hampa terdiri dari plat

baja yang menghisap ke luar air melalui tekanan ruang hampa

8. CHAIN

Kulit digantung ke suatu rantai untuk mendapatkan kondisi suhu-kamar.

9. STACKING

Kulit diperhalus dan dilemaskan melalui mesin yang beroperasi dengan cara

seperti memukul

10. BUFFING

Ini adalah suatu tahap untuk memisahkan warna dengan kulit dengan cara

permukaan kulit di ampelas kertas khusus.

11. DRY MILLING

Kulit lebih lanjut dikurangi kelembabannya melalui sistem mekanis

diguncang dalam drum

12. SPRAYING

Proses pewarnaan kulit sesuai dengan kebutuhan

13. STAMPA

Proses pemberian embos atau motif

14. FINISHING

Kulit dibuat agar warna terlihat terang seperti penampilan yang diinginkan

15. IRONING

Tahap ini digunakan untuk memberi kulit terang yang diperlukan

Page 66: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

50

16. TRIMMING

Operasi ini dilakukan untuk memberi seragam dan penampilan tepat terhadap

produk jadi

17. LABORATORY

Physical-Chemical Test dilaksanakan menurut pesanan dan spesifikasi

peraturan internasional

18. SELECTION

Kulit secara hati-hati diperiksa dan terpilih menurut mutu, penampilan permukaan dan ketebalan

19. MEASURING

Kulit diukur dengan instrumen ketepatan elektronik, kemudian dikemas

untuk memenuhi pesanan dan dikirimkan ke pelanggan

20. FINISHED PRODUCT WAREHOUSE

Adalah area di mana material yang sudah siap dikirim (finish) disimpan

dalam sebuah tempat khusus seperti gudang

Page 67: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

51

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Klasifikasi Bahan Baku

PT Mastrotto Indonesia sebagai perusahaan manufaktur penghasil kulit

samakan membutuhkan bahan baku kulit sapi untuk menghasilkan berbagai jenis

produk. Produk yang dihasilkan adalah bahan baku untuk perusahaan lain

diberbagai bidang, antara lain untuk perusahaan otomotif, perusahaan garmen,

kapal pesiar (perahu), footwear (alas kaki), furnitur dan perusahaan-perusahaan

yang membutuhkan bahan baku dari kulit jadi.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan kulit samakan adalah grain dan

split. Grain adalah bagian luar dari kulit, mempunyai pori-pori dan corak kerutan

yang khas dari kulit. Sedangkan split adalah bagian dalam dari kulit, kedua bahan

tersebut dipisahkan melalui suatu proses dengan menggunakan mesin yang

disebut splitting.

Grain dan split yang digunakan selama ini terpaksa harus mengimpor

dari negara luar, karena ketidaktersediaan kedua bahan baku tersebut di dalam

negeri, PT Mastrotto Indonesia memperoleh bahan baku tersebut dari Mastrotto

Italia dan Mastrotto Brasil, selain itu ada beberapa pemasok atau suplier yang

masih aktif hingga sekarang.

Akibatnya penentuan harga grain dan split ini mengikuti kurs dollar

terhadap nilai tukar mata uang rupiah. Harga ini didasarkan pada harga Cost

Insurance Freigth (CIF), dimana semua biaya pengiriman dari negara asal bahan

baku sudah termasuk di dalam harga beli di pelabuhan importir atau harga beli

dari pemasok. Dengan demikian, perusahaan hanya mengeluarkan biaya

pengangkutan dari pelabuhan ke gudang perusahaan. Harga rata-rata dari kedua

bahan baku tersebut selama tahun 2007 dapat dilihat dari tabel 5.

Tabel 5. Harga Bahan Baku Kulit Sapi Tahun 2007

Jenis Bahan Baku Harga (per sqf) Grain Rp 10.216 Split Rp 5.893

Sumber : Bagian Purchasing, PT MI 2007

Page 68: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

52

6.2 Biaya Persediaan

Biaya persediaan adalah biaya yang terjadi akibat perusahaan melakukan

persediaan atas bahan baku grain dan split, Biaya persediaan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya

persediaan timbul berdasarkan atas catatan historis perusahaan dan berdasarkan

informasi yang relevan.

Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akibat

adanya pemesanan bahan baku. Total biaya pemesanan merupakan hasil perkalian

antara biaya pemesanan per pesanan dengan banyaknya pemesanan yang

dilakukan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan per pesanan pada PT

Mastrotto Indonesia terdiri dari Administrasi, komunikasi dan transportasi. Secara

terperinci biaya pemesanan per pesanan dari grain dan split adalah pada tabel 6

sebagai berikut :

Tabel 6. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Bahan Baku Grain dan

Split, Tahun 2007

Jenis Biaya Biaya pemesanan Per

Pesanan (Rp/pesanan)

Persentase

(%)

Administrasi 250.000 21.5 Komunikasi 235.400 20.3 Transportasi 675.000 58.2 TOTAL 1.160.400 100

Sumber : Bagian impor, 2007 Berdasarkan Tabel 6, bahwa total biaya pemesanan per pesanan terbesar

bahan baku yang paling besar adalah pada biaya transportasi yaitu sebesar Rp

675.000 atau sebesar 58.2 persen dari total biaya pemesanan. Sedangkan untuk

biaya administrasi sebesar Rp 250.000 atau 21.5 persen dari total, dan biaya

komunikasi sebesar Rp 235.400 atau 20.3 persen dari total biaya pesanan untuk

satu kali pesan.

Komponen biaya penyimpanan PT Mastrotto Indonesia meliputi biaya

opportunity cost, biaya gaji pegawai gudang, biaya gudang dan penyusutan serta

biaya Asuransi persediaan. opportunity cost adalah biaya yang terjadi karena

kehilangan pendapatan berupa bunga bank yang seharusnya diperoleh oleh

perusahaan karena uang yang ada digunakan untuk membeli persediaan.

opportunity cost yang dibebankan perusahaan selama tahun 2007 ditentukan oleh

Page 69: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

53

tingkat suku bunga rata-rata investasi di bank, berdasarkan data dari Bank

Indonesia besar suku bunga rata-rata investasi antara bulan Januari 2007 sampai

Desember 2007 sebesar 8.64 persen dengan harga rata-rata pembelian grain dan

split masing-masing adalah Rp 10.216 / sqf dan Rp 5.893 / sqf.

Tabel 7. Komponen Opportunity Cost Grain, Tahun 2007 Bulan Persediaan rata-rata

(sqt) Suku bunga (%)

Nilai penyimpanan Opportunity cost (Rp)

Januari 13.241.286 9,55 11.687.585.280

Februari 20.153.086 9,25 17.788.371.260

Maret 34.975.861 9,00 30.871.877.410

April 54.365.486 9,00 47.986.370.350

Mei 78.828.061 8,80 67.731.641.980

Juni 95.264.186 8,56 84.086.115.050

Juli 116.846.886 8,31 103.136.352.800

Agustus 140.314.886 8,25 123.850.674.000

September 152.816.736 8,25 134.885.587.000

Oktober 163.515.711 8,25 144.329.169.900

November 189.297.211 8,25 167.085.530.600

Desember 211.410.311 8,25 186.603.932.500

Total/tahun 1.271.029.707 103,68 1.120.043.208.000

Nilai Rp/sqf 881.21

Berdasarkan tabel 7 bahwa komponen opportunity cost termasuk biaya

yang relevan dalam perhitungan biaya penyimpanan. Pada bahan baku grain

sebesar Rp 1.120.043.208.000 /tahun, dan split sebesar Rp 99.920.003.340 /tahun.

Perbedaan nilai opportunity cost kedua bahan baku ini disebabkan oleh beberapa

hal yaitu harga rata-rata per sqf grain (Rp 10.216) dan per sqf split (Rp 5.893)

serta jumlah persediaan kedua bahan baku setiap bulannya. Biaya penyimpanan

ini diperoleh dari perkalian jumlah persediaan bahan baku tiap bulan dengan harga

bahan baku per square feet dan nilai suku bunga pada tahun 2007, yaitu sebesar

103,68 persen dibagi dalam periode bulan.

Page 70: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

54

Tabel 8. Komponen Opportunity cost Split, Tahun 2007 Bulan Persediaan rata-rata

(sqt) Suku bunga (%)

Nilai penyimpanan Opportunity cost (Rp)

Januari 444.470 9,55 226.304.211,7

Februari 333.877.5 9,25 169.995.465,3

Maret 4.837.835 9,00 2.463.208.847

April 7.230.020 9,00 3.681.202.279

Mei 8.273.260 8,80 4.212.373.350

Juni 10.566.560 8,56 5.380.018.970

Juli 14.978.600 8,31 7.626.432.079

Agustus 20.667.745 8,25 10.523.089.840

September 24.444.540 8,25 12.446.064.650

Oktober 27.082.810 8,25 13.789.353.540

November 35.251.835 8,25 17.948.655.100

Desember 42.579.125 8,25 21.679.382.910

Total/tahun 198.238.955 103,68 99.920.003.340

Nilai Rp/sqf 504.04

Pada Tabel 7 dan 8, biaya opportunity cost untuk grain terendah adalah

pada bulan Januari dengan nilai sebesar (Rp 11.687.585.280) dan tertinggi adalah

pada bulan Desember dengan nilai sebesar (Rp 186.603.932.500). Hal yang sama

dengan opportunity cost untuk split terendah adalah pada bulan Januari dengan

nilai sebesar (Rp 169.995.465,3) dan tertinggi adalah pada bulan Desember

dengan nilai sebesar (Rp 21.679.382.910). Biaya opportunity cost timbul karena

adanya investasi persediaan bahan baku yang sangat dipengaruhi oleh harga per

sqf bahan baku dan tingkat suku bunga Bank Indonesia.

Tabel 9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan Tahun

2007

Jenis Biaya Biaya Penyimpanan Grain dan Split

Per tahun

(Rp/sqf)

Per Bulan

(Rp/sqf)

Per Minggu

(Rp/sqf)

Opportunity cost 692,63 57,72 14,43

Gaji pegawai gudang 23,52 1,96 0,49

Biaya gudang dan Penyusutan 5,64 0,47 0,12

Asuransi Persediaan 27.82 2.32 0.59

Total 749,61 62,47 15,62

Page 71: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

55

Berdasarkan pada Tabel 9, dapat dilihat biaya penyimpanan pada tahun

2007, perusahaan mengeluarkan biaya sebesar Rp 749,61 / sqf per tahun, dimana

biaya opportunity cost merupakan komponen terbesar yaitu sebesar Rp 692,63 /

sqf per tahun, kemudian disusul masing-masing oleh asuransi persediaan, gaji

pegawai gudang dan biaya gudang dan penyusutan.

6.3 Pemakaian bahan baku

Cara pemakaian bahan baku yang ada digudang PT Mastrotto Indonesia

memakai sistem FIFO (First in First out), dimana bahan baku yang pertama kali

masuk adalah bahan baku yang pertama kali akan digunakan terlebih dahulu.

Pemakaian bahan baku PT Mastrotto Indonesia secara umum berfluktuasi setiap

bulannya.

Pada Tabel 10, pemakaian bahan baku bulanan rata-rata sebesar

4.174.237,50 sqf untuk grain sedangkan untuk split sebesar 713.666,67 sqf.

Jumlah tersebut diketahui dari departemen marketing berdasarkan pesanan dari

pelanggan, pada akhirnya PPIC membuat rencana produksi (production plan)

dengan terlebih dahulu disesuaikan ketersediaan bahan baku di gudang dan

besarnya kapasitas produksi perusahaan

Tabel 10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, Tahun 2007 Bulan Hari kerja Jenis bahan baku

Grain Split Januari 24 7.472.900 1.417.280 Februari 24 2.232.200 - Maret 26 3.118. 600 483.840 April 23 4.449.150 798.840 Mei 25 4.548.050 1.124.880 Juni 26 3.645.900 558.320 Juli 26 4.342.450 832.200 Agustus 25 5.234.200 728.160 September 26 3.750.250 654.600 Oktober 20 3.192.000 570.160 November 26 4.332.250 708.640 Desember 25 3.772.900 687.080 Total/tahun 296 50.090.850 8.564.000

Rata-rata 24,67 4.174.237,50 713.666,67

Sumber :PPIC. PT MI

Tingkat pemakaian bahan baku grain dan split dapat dilihat bahwa

pemakaian terbesar untuk kedua bahan baku tersebut adalah terjadi pada grain

Page 72: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

56

bulan Januari, yaitu sebesar 7.472.900 sqf dan hal yang sama terjadi untuk split

adalah juga pada bulan Januari sebesar 1.417.280 sqf. Sedangkan pemakaian

bahan baku terendah grain dan split terjadi pada bulan Februari, masing-masing

sebesar 3.118. 600 sqf dan split tidak diproduksi sama sekali.

Peningkatan jumlah pemakaian bahan baku mengidentifikasikan bahwa

adanya kenaikan jumlah permintaan produk. Jumlah permintaan meningkat

merupakan salah satu indikasi bahwa kepuasan konsumen terpenuhi. Adanya

perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku menyebabkan

timbulnya persediaan bahan baku bagi perusahaan. persediaan bahan baku yang

dilakukan perusahaan bervariasi per bulannya tergantung pada besarnya tingkat

pembelian dan pemakaian. Perusahaan memiliki kriteria tertentu dalam

menetapkan pemakaian dan pembelian yang disesuaikan dengan kontrak

konsumen.

6.4 Waktu Tenggang Pengadaan bahan baku

Perhitungan waktu tunggu (lead time) merupakan waktu yang

dibutuhkan sejak bahan baku tersebut dipesan sampai bahan baku datang ke

pabrik. Waktu tunggu dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian kedatangan

bahan baku, sehingga perusahaan terhindar dari keterlambatan dalam penerimaan

yang mengakibatkan kekurangan bahan baku.

Berdasarkan hasil wawancara dengan PPIC dan bagian pembelian,

diperoleh keterangan mengenai waktu tunggu rata-rata pengadaan persediaan

bahan baku grain dan split. Secara umum dibagi atas dua tahap yaitu PO

(purchase order) dan lead time suppplier. Berdasarkan Tabel 11, perencanaan

waktu tunggu grain dan split sama, dikarenakan dalam satu kali pesan kedua

bahan tersebut menjadi satu paket pesanan, tenggang waktu untuk keduanya

dimulai dari PO ke pemasok adalah selama tiga bulan atau 90 hari.

Tabel 11. Waktu Tenggang Pengadaan Grain dan Split, Tahun 2007 uraian Bahan Baku Grain &Split

Hari Minggu PO lead time 5 0.72 Lead time supplier 85 12.14 Total 90 12.86

Sumber: PPIC. PT MI

Page 73: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

57

Perencanaan pemesanan kedua bahan baku impor tersebut, dilakukan

bagian pembelian ke pemasok membutuhkan waktu yang lama, yaitu sekitar tiga

bulan (90 hari). Hal ini disebabkan adanya beberapa kegiatan yang dilakukan,

yaitu antara lain kegiatan penawaran baik melalui telepon ataupun melalui email,

sampai disetujuinya suatu PO antara kedua belah pihak.

6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Bahan baku sangat penting untuk kelancaran proses produksi, agar bahan

baku selalu tersedia dengan biaya minimum, perusahaan harus melakukan

pengendalian terhadap persediaan bahan baku. Selain untuk menjaga ketersediaan

bahan baku, pengendalian persediaan bahan baku juga bertujuan untuk

meminimumkan biaya total perusahaan.

Pada penelitian ini akan dibahas pengendalian persediaan bahan baku

yang digunakan oleh PT Mastrotto Indonesia dan Material Requirement Planning

(MRP) dengan beberapa teknik ukuran lot, yaitu teknik Lot for Lot (LFL) dan

teknik Economic Order Quantity (EOQ) sesuai dengan kondisi perusahaan.

Timbulnya persediaan bahan baku di perusahaan biasanya disebabkan

oleh adanya perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku,

sehingga persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan bervariasi setiap

bulannya, tergantung dari besarnya jumlah pembelian dan pemakaian. Perusahaan

memiliki kriteria tertentu dalam menetapkan pemakaian dan pembelian yang

disesuaikan dengan target penjualan per bulan yang telah direncanakan

sebelumnya dan rencana kebutuhan untuk produksi. Perkembangan persediaan

bahan baku grain PT Mastrotto Indonesia selama tahun 2007 tersaji dalam tabel

12 di bawah ini.

Page 74: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

58

Tabel 12. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Grain, Tahun 2007

Bulan Pembelian

(sqf)

Persediaan

awal (sqf)

Pemakaian

(sqf)

Persediaan

akhir (sqf)

Persediaan

rata-rata (sqf)

Januari 3.791.500 15.081.986 7.472.900 11.400.586 13.241.286

Februari 19.737.200 11.400.586 2.232.200 28.905.586 20.153.086

Maret 15.259.150 28.905.586 3.118. 600 41.046.136 34.975.861

April 31.087.850 41.046.136 4.449.150 67.684.836 54.365.486

Mei 26.834.500 67.684.836 4.548.050 89.971.286 78.828.061

Juni 14.231.700 89.971.286 3.645.900 100.557.086 95.264.186

Juli 36.922.050 100.557.086 4.342.450 133.136.686 116.846.886

Agustus 19.590.600 133.136.686 5.234.200 147.493.086 140.314.886

September 14.397.550 147.493.086 3.750.250 158.140.386 152.816.736

Oktober 13.942.650 158.140.386 3.192.000 168.891.036 163.515.711

November 45.144.600 168.891.036 4.332.250 209.703.386 189.297.211

Desember 7.186.750 209.703.386 3.772.900 213.117.236 211.410.311

Total 248.126.100 1.172.012.082 50.090.850 1.370.047.332 1.271.029.707

Rata-rata 20.677.175 97.667.674 4.174.237,50 114.170.611 105.919.142,3

Sumber : PPIC, PT MI 2007

Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa persediaan awal bulan Januari

2007 merupakan persediaan akhir bulan Desember 2006, begitu pula dengan

bulan-bulan sebelumnya, persediaan akhir bulan sebelumnya merupakan

persediaan awal bulan berikutnya. Sedangkan persediaan akhir setiap bulan adalah

pembelian ditambah dengan persediaan awal dikurangi dengan pemakaian pada

bulan tersebut.

Jumlah persediaan awal dan persediaan akhir bahan baku grain secara

total memiliki nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya pemakaian

bahan baku dengan jumlah tertentu, misalkan pada awal Januari, perusahaan

mempunyai persediaan awal sebanyak 15.081.986 sqf, kemudian berkurang

karena adanya pemakaian sebanyak 7.472.900 sqf, setelah melakukan pembelian

sebanyak 3.791.500 sqf, sehingga perusahaan mempunyai persediaan akhir

sebanyak 11.400.586 sqf, dan begitu seterusnya, untuk Perkembangan persediaan

bahan baku split PT Mastrotto Indonesia selama tahun 2007 tersaji dalam tabel 13

di bawah ini.

Page 75: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

59

Tabel 13. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Split, Tahun 2007

Bulan Pembelian

(sqf)

Persediaan

awal (sqf)

Pemakaian

(sqf)

Persediaan

akhir (sqf)

Persediaan

rata-rata (sqf)

Januari 1.863.850 221.185 1.417.280 667.755 444.470

Februari 2.428.800 667.755 - 3.096.555 333.877.5

Maret 3.966.400 3.096.555 483.840 6.579.115 4.837.835

April 2.100.650 6.579.115 798.840 7.880.925 7.230.020

Mei 1.909.550 7.880.925 1.124.880 8.665.595 8.273.260

Juni 4.360.250 8.665.595 558.320 12.467.525 10.566.560

Juli 5.854.350 12.467.525 832.200 17.489.675 14.978.600

Agustus 7.084.300 17.489.675 728.160 23.845.815 20.667.745

September 1.852.050 23.845.815 654.600 25.043.265 24.444.540

Oktober 4.649.250 25.043.265 570.160 29.122.355 27.082.810

November 12.967.600 29.122.355 708.640 41.381.315 35.251.835

Desember 3.082.700 41.381.315 687.080 43.776.935 42.579.125

Total 52.119.750 176.461.080 8.564.000 220.016.830 198.238.955

Rata-rata 4.343.313 14.705.090 713.666,67 18.334.736 16.519.912,92

Sumber : PPIC, PT MI 2007

Pada Tabel 13, awal tahun 2007 perusahaan mempunyai persediaan awal

sebesar 221.185 sqf yang adalah persediaan akhir tahun 2006, pada bulan Februari

sama sekali tidak ada pemakaian untuk bahan split, hal itu dikarenakan tidak

adanya pesanan dari para pelanggan. Kemudian memasuki bulan November,

perusahaan meningkatkan pembelian bahan split sebanyak 12.967.600 sqf, hal itu

guna mengantisipasi melonjaknya permintaan bahan kulit (menjelang hari raya,

natal dan tahun baru).

Jumlah persediaan rata-rata grain lebih banyak dibandingkan dengan

split, hal itu disebabkan oleh pemesanan rata-rata grain lebih tinggi sebanyak

20.677.175 sqf dan split hanya sebanyak 4.343.313 sqf. Hal ini disebabkan karena

bahan grain lebih disukai oleh konsumen, dan banyak dibutuhkan oleh industri-

industri yang berhubungan dengan kulit.

Page 76: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

60

6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada PT Mastrotto

Indonesia

Sistem pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dimulai

dengan perencanaan produksi dari bagian marketing dan menghitung kebutuhan

bahan baku yang telah ditetapkan sebelumnya oleh bagian PPIC. Bagian PPIC

(Production Planning and Inventory Control) beserta semua bagian yang terkait

dalam proses produksi mengadakan rapat koordinasi untuk menyusun rencana

produksi agar kegiatan proses produksi dapat berjalan dengan lancar.

Di dalam rencana produksi berisi mengenai seberapa besar kebutuhan

bahan baku setiap bulannya sesuai dengan spesifikasi dari target penjualan selama

satu tahun ke depan. setelah diketahui kebutuhan rata-rata bahan baku untuk

produksi sebulan, kemudian bagian gudang dan prepare mengecek dan

menghitung persediaan bahan baku yang ada, sehingga diketahui kebutuhan bahan

baku yang harus dipesan untuk kebutuhan produksi selama satu bulan ditambah

dengan persediaan untuk antisipasi (Anticipation Stock) untuk tiga bulan ke depan.

Pengawasan persediaan bahan baku dilakukan satu minggu sekali oleh

PPIC dan bagian prepare, untuk mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan

dalam proses produksi berikutnya, kemudian untuk mengetahui apakah ada

kekurangan bahan atau tidak. Selama tahun 2007 PT Mastrotto Indonesia

melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan yang telah dihitung oleh PPIC dan

prepare, Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan metode perusahaan,

tahun 2007 tersaji pada tabel 14 di bawah ini.

Page 77: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

61

Tabel 14. Frequensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode

Perusahaan, Tahun 2007

Bulan Bahan baku Grain Bahan baku Split

Frek

(kali)

Kuantitas (sqf) Frek

(kali)

Kuantitas (sqf)

Januari 3 3.791.500 2 1.863.850

Februari 14 19.737.200 4 2.428.800

Maret 10 15.259.150 4 3.966.400

April 22 31.087.850 2 2.100.650

Mei 20 26.834.500 2 1.909.550

Juni 10 14.231.700 3 4.360.250

Juli 31 36.922.050 6 5.854.350

Agustus 13 19.590.600 7 7.084.300

September 11 14.397.550 2 1.852.050

Oktober 10 13.942.650 4 4.649.250

November 24 45.144.600 8 12.967.600

Desember 4 7.186.750 2 3.082.700

Total 172 248.126.100 46 52.119.750

Rata-rata 14 20.677.175 4 4.343.313

Sumber: PPIC, PT MI 2007

Berdasarkan Tabel 14, frekuensi pemesanan bahan baku grain sebanyak

172 kali, sedangkan untuk split hanya sebanyak 46 kali. Sehingga setiap bulannya

perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku, seringnya melakukan

pemesanan tersebut dikarenakan perusahaan membutuhkan banyak bahan baku

untuk mengejar target produksi.

Perbedaaan jumlah frekuensi pemesanan dan penggunaannya,

menyebabkan kuantitas pemesanan berbeda pula. Kuantitas pesanan untuk bahan

baku grain sepanjang tahun 2007 adalah sebanyak 248.126.100 sqf, sedangkan

untuk bahan baku split sebanyak 52.119.750 sqf. Tinggi rendahnya kuantitas

pesanan bahan baku sangat berpengaruh terhadap biaya pembelian yang

merupakan perkalian dari kuantitas bahan baku yang dibeli dengan harga per

square feet nya.

Page 78: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

62

6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split

Biaya pemesanan bahan baku per bulan diperoleh dari hasil antara biaya

pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan grain da split tiap

bulannya. Adapun rincian biaya persediaan bahan baku grain PT Mastrotto

Indonesia tiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Perhitungan Biaya Persediaan Grain Tahun 2007

Bulan Pembelian

(sqf)

Frek.

peme

sanan

Persediaan

rata-rata

(sqf)

Biaya

pemesanan

(Rp)

Biaya

Penyimpanan

(Rp)

Biaya

Persediaan

(Rp)

Januari 3.791.500 3 13.241.286 3.481.200 827.183.136,4 830.664.336,4

Februari 19.737.200 14 20.153.086 16.245.600 1.258.963.282 1.275.208.882

Maret 15.259.150 10 34.975.861 11.604.000 2.184.942.037 2.196.546.037

April 31.087.850 22 54.365.486 25.528.800 3.396.211.910 3.421.740.710

Mei 26.834.500 20 78.828.061 23.208.000 4.924.388.971 4.947.596.971

Juni 14.231.700 10 95.264.186 11.604.000 5.951.153.699 5.962.757.699

Juli 36.922.050 31 116.846.886 35.972.400 7.299.424.968 7.335.397.368

Agustus 19.590.600 13 140.314.886 15.085.200 8.765.470.928 8.780.556.128

September 14.397.550 11 152.816.736 12.764.400 9.546.461.498 9.559.225.898

Oktober 13.942.650 10 163.515.711 11.604.000 10.214.826.470 10.226.430.470

November 45.144.600 24 189.297.211 27.849.600 11.825.396.770 11.853.246.370

Desember 7.186.750 4 211.410.311 4.641.600 13.206.802.130 13.211.443.730

Total 248.126.100 172 1.271.029.707 199.948.800 79.401.225.800 79.600.814.600

Pada Tabel 15, biaya pemesanan bahan baku diperoleh dari hasil antara

biaya pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan grain tiap

bulannya, biaya pemesanan pada tahun 2007 sebesar Rp 199.948.800,-.

Sedangkan biaya penyimpanan diperoleh dari hasil perkalian antara biaya

penyimpanan per bulan dengan persediaan rata-rata tiap bulannya, besarnya biaya

penyimpanan grain pada tahun 2007 sebesar Rp 79.401.225.800,-. Untuk biaya

persediaan grain per bulan diperoleh dari hasil penjumlahan antara biaya

pemesanan grain tiap bulan dengan biaya persediaan grain per bulannya, dan total

biaya persediaan grain sepanjang tahun 2007 adalah sebesar Rp 79.600.814.600,-.

Rincian biaya persediaan bahan baku split PT Mastrotto Indonesia tiap bulannya

dapat dilihat pada Tabel 16.

Page 79: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

63

Tabel 16. Perhitungan Biaya Persediaan Split Tahun 2007

Bulan Pembelian

(sqf)

Frek.

peme

sanan

Persediaan

rata-rata

(sqf)

Biaya

pemesanan

(Rp)

Biaya

Penyimpanan

(Rp)

Biaya

Persediaan

(Rp)

Januari 1.863.850 2 444.470 2.320.800 27.766.040,9 30.086.840,9

Februari 2.428.800 4 333.877.5 4.641.600 20.857.327,43 25.498.927,43

Maret 3.966.400 4 4.837.835 4.641.600 302.219.552,5 306.861.152,5

April 2.100.650 2 7.230.020 2.320.800 451.659.349,4 453.980.149,4

Mei 1.909.550 2 8.273.260 2.320.800 516.830.552,2 519.151.352,2

Juni 4.360.250 3 10.566.560 3.481.200 660.093.003,2 663.574.203,2

Juli 5.854.350 6 14.978.600 6.962.400 935.713.142 942.675.542

Agustus 7.084.300 7 20.667.745 8.122.800 1.291.114.030 1.299.236.830

September 1.852.050 2 24.444.540 2.320.800 1.527.050.414 1.529.371.214

Oktober 4.649.250 4 27.082.810 4.641.600 1.691.863.141 1.696.504.741

November 12.967.600 8 35.251.835 9.283.200 2.202.182.132 2.211.465.332

Desember 3.082.700 2 42.579.125 2.320.800 2.659.917.939 2.662.238.739

Total 52.119.750 46 198.238.955 53.378.400 12.287.266.620 12.340.645.020

Pada Tabel 16, diketahui bahwa Biaya pemesanan split tahun 2007

adalah sebesar Rp 53.378.400,- dengan biaya pemesanan tertinggi terjadi pada

bulan November yaitu sebesar Rp 9.283.200,-. Sedangkan pada biaya

penyimpanan split tahun 2007 adalah sebesar Rp 12.287.266.620,- dengan biaya

tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar Rp 2.659.917.939,-. Sehingga untuk

biaya persediaan total dari split ini sebesar Rp 12.340.645.020,- dengan biaya

tertinggi juga terjadi pada bulan Desember sebesar Rp 2.662.238.739,-. Pada

bulan Desember rata-rata produksi meningkat dikarenakan untuk menyambut hari

raya, Natal dan Tahun baru.

6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan

dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa

tahapan/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah

produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan

dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan

berapa banyak pesanan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan

Page 80: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

64

dibuat. Dalam penggunaan MRP, ada beberapa teknik yang dapat digunakan,

dalam penelitian ini akan menggunakan tiga teknik diantaranya yaitu teknik Lot

for Lot (LFL) dan teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Kuntitas produksi tidak sama untuk setiap periodenya, oleh karena itu

perusahaan perlu mendukung dengan menerapkan metode MRP, sebagai alternatif

sistem pengendalian persediaan bahan baku. Langkah pertama yang harus

dilakukan ialah penetapan kebutuhan kotor dari masing-masing jenis bahan baku

sesuai dengan penjadwalan produksi yang telah dibuat. Jika persediaan di tangan

masih ada, maka persediaan dihabiskan terlebih dahulu, kemudian ditentukan

kebutuhan bersih yang merupakan hasil pengurangan dari kebutuhan kotor dengan

penerimaan terjadwal dan persediaan di tangan.

6.5.3.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

Sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan metode MRP teknik

LFL adalah dengan melakukan pemesanan tepat sebesar kebutuhan bersih dan

sesuai dengan tenggang waktu masing-masing persediaan. Kebutuhan persediaan

bahan baku diharapkan dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat

sehingga dapat dihilangkan adanya persediaan di gudang. Hal ini dapat

mengurangi biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Selama tahun 2006, frekuensi pemesanan untuk setiap jenis bahan baku

dengan menggunakan metode ini berbeda dengan metode perusahaan, pembelian

bahan baku Grain ferkuensi pemesanannya yaitu sebesar 34 kali dan split

sebanyak 44 kal, sesuai dengan kebutuhan bersih tiap minggunya, hasil dari

teknik LFL ini terlihat dari tabel 17.

Page 81: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

65

Tabel 17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode LFL

Bulan Bahan Baku Grain Bahan Baku Split

Frek (kali) Kuantitas Frek (kali) Kuantitas

Januari - - 3 1.062.960

Februari - - 1 120.960

Maret - - 4 562.580

April 3 3.327.876,5 4 880.320

Mei 4 4.322.512,5 4 983.240

Juni 4 3.820.037,5 4 626.790

Juli 4 4.565.387,5 4 806.190

Agustus 4 4.863.212,5 4 709.770

September 4 3.610.687,5 4 633.490

Oktober 4 3.477.062,5 4 604.780

November 4 4.192.412,5 4 703.250

Desember 3 2.829.675 3 515.310

Total 34 35.008.864 44 8.209.640

Rata-rata 2,83 2.917 3,67 684.136,7

Berdasarkan Tabel 17, kuantitas pesanan bervariasi setiap bulannya,

disesuaikan dengan kebutuhan bersih setiap minggu dalam satu bulan. Kuantitas

pesanan tertinggi bahan baku grain terjadi pada bulan Agustus sebesar

4.863.212,5 sqf, sedangkan pada split kuantitas tertinggi terjadi pada bulan

Januari sebesar 1.062.960 sqf. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari

pelanggan yang bersifat musiman.

Teknik Lot for Lot ini jika dibandingkan dengan metode perusahaan

memiliki kuantitas pemesanan yang lebih rendah dibanding dengan metode

perusahaan. Hal ini disebabkan karena teknik LFL bersifat mengurangi biaya

penyimpanan dan berusaha untuk melakukan pemesanan tepat sesuai dengan

kebutuhan bersihnya. Total biaya pemesanan bahan baku grain dan split dengan

metode ini sebesar masing-masing Rp 39.453.600,- dan Rp 51.040.000., untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan Tabel 18.

Page 82: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

66

Tabel 18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan Teknik LFL

Bahan Baku Frekuensi Biaya

Pemesanan (Rp)

Biaya

Penyimpanan

(Rp)

Biaya

Persediaan

(Rp)

Grain 34 39.453.600 2.187.003.734 2.226.457.334

Split 44 51.040.000 543.307.524,7 594.347.524,7

Berdasarkan Tabel 18, biaya penyimpanan tertinggi pada grain sebesar

Rp 2.187.003.734,-, sedangkan pada split sebesar Rp 543.307.524,7,-. Biaya

penyimpanan LFL lebih rendah dari metode perusahaan.

6.5.3.2 Metode MRP Teknik EOQ

Model pengendalian persediaan bahan baku dengan metode MRP teknik

Economic Order Quantity (EOQ) melakukan pemesanan sebesar kelipatan dari

EOQ terdekat yang lebih besar dari kebutuhan bersih. Berdasarkan perhitungan

dengan rumus EOQ diperoleh besarnya kuantitas ekonomis untuk ukuran lot

(pesanan) tiap jenis bahan baku. Nilai EOQ merupakan kuantitas optimal dalam

melakukan pemesanan.

Tabel 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode EOQ Bulan Bahan Baku Grain Bahan Baku Split

Frek (kali) Kuantitas Frek (kali) Kuantitas

Januari - - 3 976.971,9

Februari - - 1 325.657,3

Maret - - 1 325.657,3

April 3 3.544.167,15 3 976.971,9

Mei 4 4.725.556,2 3 976.971,9

Juni 3 3.544.167,15 2 651.314,6

Juli 4 4.725.556,2 2 651.314,6

Agustus 4 4.725.556,2 3 976.971,9

September 4 4.725.556,2 2 651.314,6

Oktober 3 3.544.167,15 1 325.657,3

November 4 4.725.556,2 3 976.971,9

Desember 2 2.362.778,1 1 325.657,3

Total 30 36.623.061 25 8.141.432,5

Rata-rata 2,83 3.051.921,8 6,25 678.452,7

Page 83: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

67

Berdasarkan Tabel 19, Kuantitas pesanan tertinggi bahan baku grain

terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus, September dan November sebesar

4.725.556,2 sqf, sedangkan pada split kuantitas tertinggi terjadi pada bulan

Januari, April, Mei, Agustus dan November sebesar 976.971,9 sqf. Hal ini

disebabkan adanya permintaan dari pelanggan yang bersifat musiman.

Teknik EOQ ini jika dibandingkan dengan metode perusahaan juga

memiliki kuantitas pemesanan yang lebih rendah dibanding dengan metode

perusahaan. Hal ini disebabkan karena teknik EOQ merupakan kuantitas optimal

dalam melakukan pemesanan. Total biaya pemesanan bahan baku grain dan split

dengan metode ini sebesar masing-masing Rp 34.812.000,- dan Rp 29.010.000.,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan Teknik

EOQ

Bahan Baku Frekuensi Biaya

Pemesanan

(Rp)

Biaya

Penyimpanan

(Rp)

Biaya

Persediaan

(Rp)

Grain 30 34.812.000 1.184.754.217 1.219.566.217

Split 25 29.010.000 155.551.393,2 184.561.393,2

Total biaya persediaan dengan menggunakan metode MRP tenik EOQ

pada grain sebesar Rp 1.219.566.217,- lebih kecil jika dibandingkan metode MRP

dengan teknik LFL pada grain sebesar Rp 2.226.457.334,-. Sedangkan untuk split

teknik EOQ juga menghasilkan biaya persediaan yang lebih kecil yaitu sebesar Rp

184.561.393,2,- dibandingkan dengan teknik LFL sebesar Rp 594.347.524,7,-.

Penerapan metode EOQ menghasilkan frekuensi pemesanan yang lebih kecil jika

dibandingkan dengan teknik LFL dan metode perusahaan, yaitu sebanyak 30 kali

untuk grain dan 25 kali untuk split.

Berdasarkan Tabel 20, biaya penyimpanan tertinggi pada grain sebesar

Rp 1.184.754.217,-, sedangkan pada split sebesar Rp 155.551.393,2,-. Biaya

penyimpanan EOQ lebih rendah dari teknik LFL dan metode perusahaan. Hal ini

karena jumlah persediaan di tangan lebih besar akibat pemesanan kuantitas

ekonomi.

Page 84: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

68

6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan bahan baku grain dan split menjadi sangat

penting karena menjadi bagian terbesar dari pengeluaran untuk biaya pengedalian

persediaan bahan baku. Jika pengeluaran untuk pengedalian persediaan grain dan

split minimum maka biaya pengendalian persediaan bahan baku secara

keseluruhan dapat ditakan. Perbandingan biaya persediaan grain dan split dapat

dilihat pada Tabel 21

Tabel 21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia

Metode Frek.

Pemesanan

(kali)

Biaya

Pemesanan

(Rp)

Biaya

Penyimpanan

(Rp)

Biaya

Persediaan

(Rp)

Metode

Perusahaan

172 199.948.800 79.401.225.800 79.600.814.600

Metode MRP

teknik LFL

34 39.453.600 2.187.003.734 2.226.457.334

Metode MRP

teknik EOQ

30 34.812.000 1.184.754.217 1.219.566.217

Pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan 172 kali yang

dilakukan perusahaan merupakan yang tertinggi, karena perusahaan melakukan

pemesanan setiap minggunya, sedangkan pada metode MRP teknik LFL sebanyak

34 kali, pemesanan dilakukan pada saat stok persediaan habis dan jumlah

pemesanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan bersih grain tanpa memperhatikan

persediaan cadangan yang harus disimpan perusahaan. Pada metode MRP teknik

EOQ frekuensi pemesanan sebanyak 30 kali, dikarenakan jumlah persediaan

ditangan lebih besar akibat dari pemesanan kuantitas ekonomi.

Page 85: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

69

Tabel 22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia

Metode Frek. Pemesanan (kali)

Biaya Pemesanan (Rp)

Biaya Penyimpanan (Rp)

Biaya Persediaan (Rp)

Metode Perusahaan

46 53.378.400 12.287.266.620 12.340.645.020

Metode MRP teknik LFL

44 51.040.000 543.307.524,7 594.347.524,7

Metode MRP teknik EOQ

25 29.010.000 155.551.393,2 184.561.393,2

Pada Tabel 22, dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan 46 kali yang

dilakukan perusahaan merupakan yang tertinggi, karena perusahaan melakukan

pemesanan setiap minggunya, sedangkan pada metode MRP teknik LFL sebanyak

44 kali, pemesanan dilakukan pada saat stok persediaan habis dan jumlah

pemesanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan bersih grain tanpa memperhatikan

persediaan cadangan yang harus disimpan perusahaan. Pada metode MRP teknik

EOQ frekuensi pemesanan sebanyak 25 kali, dikarenakan jumlah persediaan

ditangan lebih besar akibat dari pemesanan kuantitas ekonomi.

Biaya pemesanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp

199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400 untuk split, dan terendah terdapat

pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk grain dan Rp 29.010.000 untuk

split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan pada teknik EOQ lebih rendah

dibandingkan dengan metode perusahaan dan teknik LFL. Biaya penyimpanan

tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain

dan Rp 12.287.266.620 untuk split, sedangkan biaya penyimpanan terendah

terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 1.184.754.217 untuk grain dan Rp

155.551.393,2 untuk split. Begitupun pula dengan biaya persediaan tertinggi pada

metode perusahaan sedangkan yang terendah adalah pada teknik EOQ. Hal ini

disebabkan oleh jumlah persediaan pada teknik EOQ lebih sedikit, akibat

kuantitas pemesanan ekonomis.

Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP memiliki

keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang konsisten

dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu tanpa

persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui sebelumnya.

Page 86: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

70

Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku, karena

perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga apabila

terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga, terjadi

kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok, akan

menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di perusahaan

akan terganggu.

Metode EOQ memiliki keunggulan dalam hal mempermudah

manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali

pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam

tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini,

persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan

pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat

persediaannya.

Metode MRP dengan teknik EOQ dinilai paling dapat diterapkan dan

sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini. Perhitungan atas teknik ini terbukti

telah menghasilkan biaya persediaan yang paling rendah dibandingkan teknik LFL

ataupun perusahaan.

Besar biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang relatif tidak

berbeda jauh dan variasi kebutuhan bahan baku per minggu perusahaan yang

eragam menyebabkan teknik ini dapat memberikan ukuran lot pemesanan yang

optimal dan dapat meminimumkan biaya persediaan. disamping itu, teknik juga

menyediakan persediaan yang cukup untuk berjaga-jaga apabila suatu waktu

perusahaan dihadapkan pada masalah kekurangan bahan baku.

Page 87: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

71

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Persediaan bahan baku pada PT Mastrotto Indonesia berfungsi sebagai

anticipation stock, dimana persediaan bahan baku diadakan untuk menghadapi

fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman serta

untuk mengantisipasi ketidakpastian dari pemasok. Pengendalian persediaan

bahan baku pada PT Mastrotto Indonesia dilakukan dengan menerapkan FIFO

(First in First out) dimana bahan baku yang pertama kali masuk adalah yang

pertama kali diproduksi dan sejumlah bahan baku akan ditambahkan agar jumlah

persediaan tetap berada pada tingkat persediaan yang telah ditentukan. Tingkat

persediaan bahan baku perusahaan adalah sebesar kebutuhan tiga bulan produksi.

Rata-rata dari persediaan perusahaan selama periode pengamatan (Januari 2007-

Desember 2007) adalah sebesar 105.919.142,3 sqf untuk bahan grain dan

12.340.645.020 sqf untuk bahan split.

Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat

pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400

untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk

grain dan Rp 29.010.000 untuk split. Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan

pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan

teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan

sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split,

sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp

1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan

tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang

terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan

dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya,

dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada

biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan

Page 88: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

72

persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga

teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan

bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan

dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri.

8.2 Saran

Berdasarkan penjelasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan,

maka ada beberapa hal yang disarankan, yaitu :

1. Perusahaan perlu memperhatikan keakuratan kebutuhan bahan baku sesuai

dengan spesifikasi yang ditentukan. Dengan begitu perusahaan dapat

memperoleh jumlah produk jadi sesuai dengan target penjualan yang telah

ditentukan.

2. Metode MRP teknik EOQ merupakan teknik yang dapat direkomendasikan

ke perusahaan sebagai alat untuk pengendalian persediaan, dengan harapan

metode ini dapat menghemat biaya persediaan dan biaya pembelian bahan

baku, sehingga biaya tersebut dapat dialokasikan ke unit biaya lainnya.

Seperti biaya pengembangan produk dan peningkatan kualitas untuk

meningkatkan daya saing produk di pasaran nasional ataupun internasional.

3. Diperlukan pelatihan khusus untuk bagian perencanaan persediaan, karena

pelaksanaan metode MRP teknik EOQ membutuhkan keahlian dan ketelitian

dalam menghitung. Selain itu, dibutuhkan keakuratan peramalan permintaan

produk dengan memperhatikan pola permintaan (musiman) produk kulit

samakan (grain dan split).

4. Fakta dari data aktual sebesar 248.126.100 sqf total pembelian grain tahun

2007 dan 52.119.750 sqf untuk split, sedangkan pemakiannya hanya

sebanyak 50.090.850 sqf untuk grain dan 8.564.000 sqf untuk split

menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara jumlah yang

diproduksi dengan jumlah yang dibeli. Sehingga perusahaan perlu

menghitung lagi jumlah persediaan optimal demi menghemat biaya

opportunity cost yang besar dari penumpukan bahan baku tersebut, untuk

mengefisiensikan biaya persediaan.

Page 89: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

73

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta

Buffa, E.S, dan R.K. Sarin, 1996. Manajemen Operasi & Produksi Modern.

Binarupa Aksara. Jakarta Handoko, T. H. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1.

BPFE. Yogyakarta Hatiarsih, R. 2007. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Bubuk

Pada PT Australia Indonesian Milk Industries (PT AIMI). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Indrajit, E.R dan Pranoto, R. 2003. Manajemen Persediaan. Edisi 1. PT Grasindo.

Jakarta Kurniasari. 2000. Analisis Persediaan Bahan Baku Kulit di PT Indricipta Aditama

Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Kusuma. 2004. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi 1. Penerbit ANDI.

Yogyakarta Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan. Aplikasi di Bidang Bisnis. Edisi 2. PT

Rafa Grafindo Persada. Jakarta Russel, R. S. dan Taylor, B. W. 2003. Operation Management. Prentice Hall, New

Jersey Sukirno, S. 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi 3. PT Rafa Grafindo

Persada. Jakarta Suprehatin. 2002. Kajian Pengendalian Persediaan Rotan Sebagai Bahan Baku

Furniture Pada PT Kudus Istana Furnitur Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Widyastuti, A. 2001. Sistem pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Kental

Manis (Studi Kasus di PT Indolakto, Sukabumi). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Page 90: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia

General Manager

Departemen HRD Departemen SALES &

MARKETING Departemen PPIC Bagian Umum Departemen IT Departemen Keuanagan

Production

Supervisor

Bagian Impor-

Ekspor

Page 91: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Lampiran 2. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot

Bahan Baku : Grain

Persediaan Awal = 15.081.986 sqf Tenggang Waktu = 90 hari

Jenis Komponen Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kebutuhan Kotor (sqf) 1.868.225 1.868.225 1.868.225 1.868.225 558.050 558.050 558.050 558.050 779.650 779.650 779.650

Persediaan di Tangan (sqf) 13.213.761 11.345.536 9.477.311 7.609.086 7.051.036 6.492.986 5.934.936 5.376.886 4.597.236 3.817.586 3.037.936

Kebutuhan Bersih (sqf)

Rencana Penerimaan Pesanan

Rencana Pelaksanaan Pesanan

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Kebutuhan Kotor (sqf) 779.650 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475

Persediaan di Tangan (sqf) 2.258.286 1.145.998,5 33.711

Kebutuhan Bersih (sqf) 1.078.576,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475

Rencana Penerimaan Pesanan 1.078.576,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475

Rencana Pelaksanaan Pesanan 1.078.576,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475 911.475

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kebutuhan Kotor (sqf) 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5

Rencana Penerimaan Pesanan 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5

Rencana Pelaksanaan Pesanan 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5 937.562,5

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

Kebutuhan Kotor (sqf) 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5

Rencana Penerimaan Pesanan 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5

Rencana Pelaksanaan Pesanan 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 943.225

45 46 47 48

Kebutuhan Kotor (sqf) 943.225 943.225 943.225 943.225

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 943.225 943.225 943.225 943.225 35.008.864

Rencana Penerimaan Pesanan 943.225 943.225 943.225 943.225

Rencana Pelaksanaan Pesanan 943.225 943.225 943.225 34

Biaya Pemesanan = 34 x Rp 1.160.400 = Rp 39.453.600

Biaya Penyimpanan = 35.008.864 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 2.187.003.734

Biaya Persediaan = Rp 2.226.457.334

Page 92: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Lampiran 3. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot

Bahan Baku : Split

Persediaan Awal = 221.185 sqf Tenggang Waktu = 90 hari

Jenis Komponen Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kebutuhan Kotor (sqf) 354.320 354.320 354.320 354.320 0 0 0 0 120.960 120.960 120.960

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 133.135 354.320 354.320 354.320 120.960 120.960 120.960

Rencana Penerimaan Pesanan 133.135 354.320 354.320 354.320 120.960 120.960 120.960

Rencana Pelaksanaan Pesanan 354.320 354.320 354.320 0 120.960 120.960 120.960 120.960

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Kebutuhan Kotor (sqf) 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580

Rencana Penerimaan Pesanan 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580

Rencana Pelaksanaan Pesanan 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580 139.580

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kebutuhan Kotor (sqf) 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650

Rencana Penerimaan Pesanan 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650

Rencana Pelaksanaan Pesanan 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650 163.650

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

Kebutuhan Kotor (sqf) 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160

Rencana Penerimaan Pesanan 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160

Rencana Pelaksanaan Pesanan 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160 171.770

45 46 47 48

Kebutuhan Kotor (sqf) 171.770 171.770 171.770 171.770

Persediaan di Tangan (sqf)

Kebutuhan Bersih (sqf) 171.770 171.770 171.770 171.770 8.697.095

Rencana Penerimaan Pesanan 171.770 171.770 171.770 171.770

Rencana Pelaksanaan Pesanan 171.770 171.770 171.770 44

Biaya Pemesanan = 44 x Rp 1.160.400 = Rp 51.040.000

Biaya Penyimpanan = 8.697.095 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 543.307.524,7

Biaya Persediaan = Rp 594.347.524,7

Page 93: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Lampiran 4. Perhitungan EOQ Bahan Baku Grain dan Split

Bahan Baku

Biaya pemesanan/pesanan

(Rp)

Rata-rata Biaya Penyimpanan/tahun

(Rp)

Rata-rata Pemakaian/tahun

(Rp)

EOQ (sqf)

√2x(1)x(3)

(2) (1) (2) (3)

Grain 1.160.400 62,47 4.174.237,50 393.796,35

Split 1.160.400 62,47 713.666,67 162.828,65

Page 94: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Lampiran 5. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik EOQ

Bahan Baku : Grain

Persediaan Awal = 15.081.986 sqf EOQ = 1.181.389,05 sqf

Jenis Komponen Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kebutuhan Kotor (sqf) 1.868.225 1.868.225 1.868.225 1.868.225 558.050 558.050 558.050 558.050 779.650 779.650 779.650

Persediaan di Tangan (sqf)

13.213.761 11.345.536 9.477.311 7.609.086 7.051.036 6.492.986 5.934.936 5.376.886 4.597.236 3.817.586 3.037.936

Kebutuhan Bersih (sqf)

Rencana Penerimaan Pesanan

Rencana Pelaksanaan Pesanan

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Kebutuhan Kotor (sqf) 779.650 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.112.287,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 911.475

Persediaan di Tangan (sqf)

2.258.286 1.145.998,5 33.711 102.812,55 171.914,1 216.290,65 260.667,2 305.043,75 349.420,3 619.334,35 889.248,4

Kebutuhan Bersih (sqf) 1.078.576,5 1.009.474,95 965.098,4 920.721,85 876.345,3 831.968,75 562.054,7 292.140,65

Rencana Penerimaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

Rencana Pelaksanaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kebutuhan Kotor (sqf) 911.475 911.475 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 1.308.550 1.308.550 1.308.550 937.562,5

Persediaan di Tangan (sqf)

1.159.162,45 247.687,45 343.464 439.240,55 535.017,1 630.793,65 503.632,7 376.471,75 249.310,8 122.149,85 365.976,4

Kebutuhan Bersih (sqf) 22.226,6 837.925,05 742.148,5 646.371,95 550.595,4 677.756,35 804.917,3 932.078,25 1.059.239,2 815.412,65

Rencana Penerimaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

Rencana Pelaksanaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

Page 95: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

Kebutuhan Kotor (sqf) 937.562,5 937.562,5 937.562,5 798.000 798.000 798.000 798.000 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5

Persediaan di Tangan (sqf)

609.802,95 853.629,5 1.097.456,05 299.456,05 682.845,1 1.066.234,15 268.234,15 366.560,7 464.887,25 563.213,8 661.540,35

Kebutuhan Bersih (sqf) 571.586,1 327.759,55 83.933 498.543,95 115.154,9 814.828,35 716.501,8 618.175,25 519.848,7

Rencana Penerimaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

Rencana Pelaksanaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

45 46 47 48

Kebutuhan Kotor (sqf) 943.225 943.225 943.225 943.225

Persediaan di Tangan (sqf)

899.704,4 1.137.868,45 194.643,45

Kebutuhan Bersih (sqf) 281.684,65 43.520,6 748.581,55 18.965.170,75

Rencana Penerimaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

1.181.389,05

Rencana Pelaksanaan Pesanan

1.181.389,05

1.181.389,05

30

Biaya Pemesanan = 30 x Rp 1.160.400 = Rp 34.812.000

Biaya Penyimpanan = 18.965.170,75 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 1.184.754.217

Biaya Persediaan = Rp 1.219.566.217

Page 96: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

Lampiran 6. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik EOQ

Bahan Baku : Split

Persediaan Awal = 221.185 sqf EOQ = 325.657,3 sqf

Jenis Komponen Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kebutuhan Kotor (sqf) 354.320 354.320 354.320 354.320 0 0 0 0 120.960 120.960 120.960

Persediaan di Tangan (sqf) 192.522,3 163.859,6 135.196.9 106.534,2 106.534,2 106.534,2 106.534,2 106.534,2 311.231,5 190.271,5 69.311,5

Kebutuhan Bersih (sqf) 133.135 161.797,7 190.460,4 219.123,1 14.425,8

Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Kebutuhan Kotor (sqf) 120.960 199.700 199.700 199.700 199.700 281.220 281.220 281.220 281.220 139.580 139.580

Persediaan di Tangan (sqf) 274.008,8 74.308,8 200.266,1 566,1 126.523,4 170.960,7 215.398 259.835,3 304.272,6 164.692,6 24.842,6

Kebutuhan Bersih (sqf) 51.648,5 125.391,2 199.133,9 154.696,6 110.259,3 65.822 21.384,7

Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3

325.657,3 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kebutuhan Kotor (sqf) 139.580 139.580 208.050 208.050 208.050 208.050 182.040 182.040 182.040 182.040 163.650

Persediaan di Tangan (sqf) 210.919,9 71.339,9 188.947,2 306.554,5 98.504,5 216.111,8 34.071,8 177.689,1 321.306,4 139.266,4 301.273,7

Kebutuhan Bersih (sqf) 114.737,4 136.710,1 19.102,8 109.545,5 147.968,2 4.350,9 24.383,6

Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

Kebutuhan Kotor (sqf) 163.650 163.650 163.650 142.540 142.540 142.540 142.540 177.160 177.160 177.160 177.160

Persediaan di Tangan (sqf) 137.623,7 299.631 135.981 319.098,3 176.558,3 34.018,3 217.135,6 39.975,6 188.472,9 11.312,9 159.810,2

Kebutuhan Bersih (sqf) 26.026,3 6.559 108.521,7 137.184,4 165.847,1

Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

325.657,3

Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3 325.657,3

Page 97: analisis pengendalian persediaan bahan baku kulit pada pt

45 46 47 48

Kebutuhan Kotor (sqf) 171.770 171.770 171.770 171.770

Persediaan di Tangan (sqf) 313.697,5 141.927,5 295.814,8 124.044,8

Kebutuhan Bersih (sqf) 11.959,8 29.842,5 2.490.017,5

Rencana Penerimaan Pesanan 325.657,3

325.657,3

Rencana Pelaksanaan Pesanan 325.657,3

25

Biaya Pemesanan = 25 x Rp 1.160.400 = Rp 29.010.000

Biaya Penyimpanan = 2.490.017,5 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 155.551.393,2

Biaya Persediaan = Rp 184.561.393,2