analisis pengaruh penggunaan brine dan … · jenis-jenis metodenya1 adalah: 1. injeksi tak...
TRANSCRIPT
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 1
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN BRINE DAN NANOFERROFLUIDS TERHADAP
FAKTOR PEROLEHAN PADA HEAVY OIL MELALUI PEMANASAN INDUKSI
ELEKTROMAGNETIK
Revia Nanda Putra*
Sudjati Rahmat**
Sari
Heavy oil merupakan minyak yang sangat berat dengan viskositas yang tinggi sehingga sangat sulit untuk mengalir ke
permukaan. Padahal potensi heavy oil ini sangat besar sekali di dunia yaitu sekitar lebih dari dua kali potensi minyak
konvensial (light oil). Untuk itu, keberadaan metode yang efektif dan ekonomis dalam membantu
memproduksikannya ke permukaan sangat diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan minyak global. Pemanasan
induksi elektromagnetik telah menjadi metode yang cukup menjanjikan saat ini dengan mampu menghasilkan panas
secara langsung di dalam reservoir tanpa adanya proses pembakaran. Namun , metode ini hanya bekerja dengan baik
pada materi berkonduktivitas tinggi. Karena heavy oil memilki konduktivitas yang rendah maka digunakan brine dan
nanoferrofluids sebagai stimultan dalam percobaan ini.
Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan beberapa stimultan terhadap perolehan minyak
dengan menggunakan pemanasan induksi elektromagnetik. Selain itu juga akan dibandingkan perolehan heavy oil-nya
pada berbagai konsentrasi brine yang berbeda.
Hasil percobaan menunjukan bahwa core dengan 50 derajat salinitas brine memberikan perolehan yang paling besar
yaitu sebesar 42 % dan 38 %. Sedangkan brine dengan 30 derajat salinitas memiliki perolehan sebesar 17-18 % dan
yang paling rendah adalah brine dengan 20 derajat salinitas yang hanya mencapai 6 % dan bahkan ada yang 0 %.
Dengan ditambahkannya nanoferrofluid ke dalam core mampu meningkatkan perolehan pada sampel heavy oil.
Peningkatan terbesar terjadi pada core dengan brine 20 derajat salinitas yaitu terjadi peningkatan sebesar 34-40 %.
Kata kunci : pemanasan induksi, brine, nanoferrofluids, heavy oil, faktor perolehan
Abstract
Heavy oil is kind of oil that have high viscosity so it is difficult to move to the surface. In fact, the potential of heavy
oil is very huge in the world is about more than twice the potential of conventional oil . Therefore, it need some method
which effective and economical to be applied in order to meet the global demands. Recently, induction heating has been
promising method because of the ability to generate heat direcly without any combustion process in the reservoir. Yet,
this kind of heating just work well on materials that have high conductivity and in contrary heavy oil has low
conductivity. So, it is used brine and nanoferrofluids as a stimultan in this experiment.
The main purpose of this experiment is to investigate the effect of using some stimultan toward recovery factor of heavy
oil using induction heating. Beside that, also will be compared the recovery factor among some kind salinity degree of
brine.
The result of this experiment showed that cores with 50 degree of salinity brine give the highest recovery factor that is
about 42 % dan 38 %. Meanwhile, brine with 30 degree of salinity has the recovery factor about 17-18 % and the
lowest is brine with 20 degree of salinity which get recovery factor about 6% and even 0% . The existence of
nanoferrofluids inside the core causes increasing the recovery factor of heavy oil. The largest increase occurred in the
core with 20 degree of salinity brine which is an increase of 34-40 %.
Keywords: induction heating, brine, nanoferrofluids, heavy oil, recovery factor
*Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB
**Dosen Pembimbing Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Kebutuhan dunia akan konsumsi minyak terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring
dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi
global. Untuk itu para pelaku industri perminyakan
harus terus berupaya untuk bisa memenuhi tuntutan
tersebut. Namun permasalahannya adalah produksi
minyak dibatasi oleh nilai recovery factor ( RF ),
yaitu suatu ratio yang menunjukan jumlah minyak yang
dapat diproduksikan ke permukaan. Nilai ini akan
membatasi jumlah minyak yang bisa diproduksikan
dengan mekanisme primery recovery-nya. Besar
kecilnya nilai perolehan minyak ini sangat bergantung
pada karakteristik reservoir dan fluida nya serta jenis
driving mechanisme yang membantu memberikan
tenaga dorong kepada minyak tersebut untuk mengalir
ke permukaan.
Untuk bisa meningkatkan produksi kumulatif minyak
maka nilai perolehan ini harus ditingkatkan
semaksimal mungkin. Caranya adalah dengan
mengaplikasikan metode EOR (Enhanced Oil
Recovery) pada reservoir tersebut. Prinsipnya dengan
memberikan tenaga atau energi luar kepada reservoir
sehingga diharapkan tenaga tersebut dapat membantu
memberikan dorongan kepada minyak untuk mengalir
kepermukaan. Metodenya antara lain : injeksi
water,injeksi uap,insitu combustion, surfactant,
polimer, MEOR dan sebagainya yang penerapannya
tergantung kepada karakteristik reservoir, fluida
reservoir dan pertimbangan keekonomian.
Heavy oil adalah minyak berat yang memiliki
viskositas yang sangat tinggi sehingga sangat sulit
untuk mengalir. Padahal heavy oil memilki cadangan
yang sangat besar yaitu lebih dua kali besar dari
cadangan minyak biasa (ligh oil). Biasanya dilakukan
injeksi uap dan pembakaran di tempat (insitu
combustion) dalam memproduksikanya. Namun, dalam
penerapannya sangat tidak efektif dan kurang
ekonomis. Untuk itu diperlukan metoda yang lebih
efisien dan ekonomis untuk menangani minyak berat
ini.
Dalam percobaan ini akan digunakan pemanasan
elektrik dengan memanfaatkan prinsip pemanasan
induksi oleh karena adanya garis-garis gaya magnet di
sekitar kumparan berarus listrik. Untuk meningkatkan
konduktivitas dari core maka akan digunakan brine
dan nanoferrofluids sebagai stimultan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan percobaan ini adalah:
1. Untuk melihat kemampuan induktor
elektromagnetik dalam memanaskan masing-
masing stimultan
2. Untuk melihat pengaruh penggunaan
stimultan dalam meningkatkan nilai perolehan
heavy oil melalui pemanasan induksi
elektromagentik
3. Untuk membandingkan nilai perolehan pada
berbagai brine yang berbeda derajat
salinitasnya dan nilai perolehan dengan
menggunakan nanoferrofluids
1.3 Batasan Penelitian
Dalam percobaan ini dibatasi hanya stimultan dan
konsentrasi brine yang akan mempengaruhi pencapaian
nilai perolehan sampel heavy oil. Stimultan yang
digunakan adalah brine dan nanoferrofluids.
Sedangkan brine yang digunakan ada 3 jenis
konsentrasi yang berbeda yaitu brine dengan 50, 30,
dan 20 derajat salinitas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan EOR
Enhanced Oil Recovery atau Peningkatan Perolehan
Minyak Tingkat Lanjut adalah perolehan minyak yang
berasal dari salah satu atau beberapa metode
pengurasan yang menggunakan energi luar reservoir.
Energi yang dipakai adalah salah satu atau gabungan
dari energi mekanik, energi kimiawi dan energi panas1.
Tujuannya adalah untuk membantu meningkatkan
perolehan minyak setelah driving mechanism yang
bekerja pada reservoir tersebut sudah tidak mampu lagi
dalam memberikan tenaga untuk mendorong minyak
ke permukaan.
Jenis-jenis metodenya1 adalah:
1. Injeksi tak bercampur, seperti injeksi air dan
injeksi gas
2. Injeksi tak tercampur, seperti injeksi gas CO2,
injeksi gas tak reaktif, injeksi gas diperkaya
dan injeksi gas kering
3. Injeksi kimiawi, seperti injeksi alkalin, injeksi
polimer, dan injeksi surfactant
4. Injeksi termik,seperti injeksi air panas, injeksi
uap dan pembakaran di tempat.
Proses pemilihan metode tersebut sangat tergantung
pada faktor-faktor berikut1:
Karakteristik reservoir
Mekanisme pendorong
Cadangan minyak tersisa
Viskositas minyak
Khusus untuk minyak berat (heavy oil) dilakukan
thermal recovery dalam membantut meningkatkan
nilai RF-nya. Pada prinsipnya thermal recovery ini
memanfaatkan energi panas dalam menurunkan
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 3
viskositas heavy oil. Sehingga dengan penurunan
viskositas akan membuat heavy oil lebih mudah untuk
diproduksikan ke permukaan.
Thermal recovery ada dua jenis metode5:
1.Steam processes
Huff and puff
Metode ini membutuhkan injeksi uap panas
kedalam reservoir untuk menurunkan
viskositas dari minyak. Uap panas di
injeksikan langsung melalui sumur produksi.
Proses memanaskan minyak disekitar lubang
sumur menggunakan prinsip konduksi
sehingga untuk bisa memanaskan minyak
dalam skala reservoir membutuhkan waktu
tertentu.
Untuk itu selama proses ini berlangsung maka
sumur di tutup sementara waktu. Setelah
beberapa hari maka sumur bisa dibuka
kembali untuk selanjutnya minyak
diproduksikan ke permukaan. .Metode ini
hanya mampu mencapai RF sebesar 20% dari
IOIP.
Gambar 1: Metode Huff and Puff
Steamflood
Metode ini membutuhkan injeksi uap secara
kontiniu melalui sumur injeksi. Metode ini
sangat cocok untuk reservoir yang memiliki
permeabilitas yang bagus dan sangat
direkomendasikan untuk yang tidak memiliki
dual porosity seperti adanya fracture karena
hal ini akan mengakibatkan uap yang
diinjeksikan akan dengan mudah mengalir ke
sumur produksi sehingga tidak cukup untuk
memanaskan minyaknya.
Saat diinjeksikan ke dalam reservoir maka uap
tersebut akan membentuk “bank” yang
bergerak menyebar menjauhi sumur injeksi
menuju sumur pruduksi. Dan perlahan akan
mengalami kondensasi membentuk hot water
yang akan membentu menurunkan viskositas
minyak sehingga lebih mudah untuk mengalir.
Dibelakang “bank” ini akan terbentuk juga
akan terbentuk oil bank yang besama-sama
akan bergerak menuju sumur produksi.
Gambar 2 : Metode Steamflood
2.In situ combustion
Metode ini membutuhkan pembakaran beberapa
minyak di dalam reservoir untuk menciptakan uap
panas dan gas. Metode ini direkomendasikan untuk
reservoir dengan permeabilitas yang besar.
Prosedurnya dengan menurunkan pemantik ke dasar
sumur injeksi dan oksigen diinjeksikan untuk
membantu menciptakan pembakaran. Akibat dari
pembakaran yang terjadi maka minyak yang tidak
terbakar akan menjadi lebih mobile karena penurunan
viskositas. Dan steam yang terbentuk akibat dari
pembakaran ini juga membantu mendorong minyak
menuju sumur produksi. Sedangkan gas yang terbentuk
akan bekerja sebagaimana solution gas drive
mechanisme membantu memberikan tenaga dorong
bagi minyak.
Gambar 3 : Metode In Situ Combustion
2.2 Pemanasan Induksi Elektromagnetik
Metode pemanasan listrik telah menjadi alternatif baru
dalam membantu memproduksikan heavy oil ke
permukaan. Prinsip metode ini sangat sederhana yaitu
dengan merubah energi listrik menjadi energi panas di
dalam reservoir. Energy panas yang terbentuk akan
dimanfaatkan untuk memanaskan heavy oil agar
viskositasnya menjadi lebih rendah. Adapun sumber
tenaga listriknya berupa arus bolak balik (AC) atau
arus langsung (DC) yang berasal dari permukaan dan
ditransmisikan lewat kabel atau selubung (casing)
dalam sumur.
Salah satu metode dalam pemanasan elektrik ini adalah
pemanasan induksi elektromagnetik. Pemanasan tipe
ini memanfaatkan gelombang elektromagnetik berupa
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 4
garis-garis medan magnet untuk memanaskan material
yang memiliki konduktivitas.
Gambar 4 : Pemanasan Induksi
Mekanismenya:
Jika kawat konduktor dibentuk kumparan
dengan dialiri arus AC pada frekuensi tertentu
(induktor) dan di dekatnya diletakkan materi
yang memilki konduktivitas, maka materi
tersebut akan menerima pengaruh gelombang
elektromagnetik dari induktor berupa medan
magnet lalu akibat medan magnet tersebut
akan menghasilkan arus eddy dalam materi
Setiap materi konduktiv biasanya memiliki
hambatan listrik, dan arus yang mengalir
dalam materi tersebut akan menghasilkan
daya sebesar:
P=I2×R,
dimana P adalah daya, I untuk arus, dan R
untuk hambatan, daya inilah yang keluar
sebagai panas.
Dalam pemanasan induktif electromagnet ini, arus
eddy yang ditimbulkan tidak memerlukan kontak
langsung antara reservoir dan induktor. Panas hanya
timbul di zona dengan konduktivitas tinggi. Hal ini
membuatnya lebih efektif dan menjadi layak pakai
secara ekonomis dan teknis.
Konduktivitas termal adalah kemampuan suatu
material untuk mengantarkan panas yang ditandai
dengan besaran W.K-1 m-1. Besar kecilnya nilai
konduktivats ini bergantunga pada jenis materialnya3.
2.3 Heavy Oil
Heavy oil adalah tipe crude oil yang sangat viskos dan
sulit untuk mengalir. Derajat API-nya lebih kecil dari
20 atau lebih besar 0.933 dalam skala spesifik gravity4.
Karekteristik umum heavy oil ini adalah4:
high specific gravity,
perbandingan H/C kecil,
high carbon residu,
kandungan asphaltine tinggi,
mengandung metal, sulphur dan nitrogen.
2.4 Brine
Brine merupakan larutan yang dibuat dengan
mencampurkan air dan garam dengan perbandingan
tertentu. Besar kecilnya perbandingan antara air dan
garam akan menentukan dalam derajat salinitas nya.
Semakin tinggi derajat salinitasnya maka
konduktivitasnya akan semakin tinggi
2.5 Nanoferrofluids
Nanoferrofluid adalah campuran koloid antara
ferromagnetic atau ferrimagnetic pada skala nano.
Partikelnya berukuran 10 nm atau lebih kecil yang
dilapisi surfaktan seperti asam oleic/citric untuk
menghindari aglomerasi dan gaya magnet. Karena
partikelnya yang kecil dan dengan pelapisan itulah
maka nanoferrofluids ini bisa bersifat cairan,
terdispersi, dan tidak bersedimentasi2.
Nanoferrofluids bersifat stabil artinya tidak akan
terjadi agglomerasi dan pemisahan fasa pada medan
magnet yang kuat.
Nanoferrofluids mempunyai dua state2:
1.Solid : partikel besi dalam ukuran nano
2.Liquid : air atau minyak
Gambar 5 : Nanoferrofluids
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah :
Induktor elektromagnetik
Slim tube apparatus
Pompa vakum
Timbangan elektrik
Jangka sorong
Stopwatch
Infrared termometer
Picnometer
Gelas ukur
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 5
Gelas kimia
Tabung reaksi
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan:
Heavy oil
Brine ( 50, 30, dan 20 derajat salinitas )
Nanoferrofluids
Artificial core
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
4.1 Pembuatan Larutan Brine
Larutan brine dibuat dengan mencampurkan air dengan
garam berdasarkan perbandingan tertentu sesuai
dengan besarnya derajat salinitas yang diinginkan.
(Lihat tabel 8 pada lampiran)
NaCl( l ) NaCl( s ) + H2O( l )
Selanjutnya brine dihitung densitasnya dengan
menggunakan picnometer.
Diamana:
– ………… ( 1 )
4.2 Pengukuran Propertis Heavy Oil
Densitas
Untuk mengukur densitas heavy oil digunakan
picnometer yang prosedurnya sama dengan
pengukuran densitas brine di atas
Viskositas
Viskositas heavy oil diukur dengan
menggunakan Fann VG Meter. Dengan alat
ini didapatkan skala (dial) untuk masing-
masing kecepatan rotor, yaitu 3, 6, 100, 200,
300 dan 600 RPM pada berbagai temperature.
Sehingga didapatkan:
…………………….( 2 )
Keterangan:
μa : apparent viscosity (cp)
θN : dial reading @ N RPM (derajat)
N : kecepatan rotor (RPM)
…………………( 3 )
Keterangan:
μp : plastic viscosity (cp)
θ600 : dial reading pada 600 RPM
θ300 : dial reading pada 300 RPM
4.3 Uji Temperatur
Prosedurnya:
1. Setiap stimultan (brine 20, 30, dan 50 derajat
salinitas serta nanoferrofluids) dimasukan ke
dalam tabung reaksi
2. Setiap tabung reaksi yang sudah berisi
masing-masing stimultan kemudian diletakkan
di tengah lilitan kawat pada induktor
3. Nyalakan induktor elektromagnetik
4. Perubahan suhu pada masing-masing
stimultan diamati setiap 10 detik selama 3
menit dengan menggunakan infrared
thermometer.
4.4 Penentuan RF
1. Pembuatan Artificial Core
Langkah-langkah dalam pembuatan core
adalah sebagai berikut:
1. Siapkan pasir dengan ukuran yang
seragam, dibersihkan dan kemudian
dikeringkan didalam oven
2. Siapkan semen bangunan biasa
3. Siapkan cetakan core dari pipa paralon
dengan diameter 1 inch dan panjang 2,5
inch sebanyak yang dibutuhkan
4. Lapisi bagian dalam cetakan dengan
gemuk
5. Takar berat pasir sesuai kebutuhan
6. Takar berat semen dengan perbandingan
20% dari berat total (pasir+semen)
7. Campurkan dan beri air sedikit-sedikit
sampai adonan tersebeut sudah keliatan
sedikit basah
8. Cetak dalam cetakan
9. Keringkan selama 2 hari
10. Keluarkan core dari cetakan
11. Ratakan bagian atas dan bawah core
12. Oven selama kurang lebih saru hari
13. Catat ukuran core dan berat keringnya
2. Penjenuhan Core
Core yang sudah jadi dijenuhkan dengan
larutan brine selama kurang lebih 24 jam
dengan menggunakan pompa vakum. Setelah
itu dicacat berat basahnya
Kemudian dihitung porositas core dengan
menggunakan metode liquid saturation.
Dimana:
…………...( 4 )
…………...( 5 )
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 6
…………………... ( 6 )
3. Pendesakan Core
Untuk menginjeksikan heavy oil ke dalam
core yang sudah tersaturasi dengan brine
digunakan slim tube apparatus dimana heavy
oil-nya didorong dengan menggunakan Hg.
Brine yang tersisa didalam core dianggap
sebagai residual water saturation ( Swr ).
Sedangkan pori yang ditinggalkan oleh brine
tersebut diasumsikan terisi dengan sempuna
oleh heavy oil. Sehingga oil saturation (So)
adalah satu dikurangi Swr-nya.
Karena heavy oil-nya beku dalam suhu
ruangan maka saat diinjeksikan kedalam core
heavy oil harus dipanaskan dulu dengan heater
sampai pada suhu yang memungkinkan heavy
oil tersebut berada pada posisi cair. Dalam hal
ini cukup dipanaskan sampai suhu 40o C.
Setelah proses injeksi selesai, core
didinginkan selama kurang lebih setengah hari
untuk mengembalikan ke suhu ruangan.
4. Pemanasan Core
Proses pemanasan core dilakukan dengan
menggunakan inductor elektromagnetik. Core
diletakan di tengah lilitan kawat pada
inductor. Posisinya dikondisikan sedemikian
rupa agar lilitan kawat tepat berada di area
tengah core sehinga memungkinkan
pemerataan pemanasan pada saat proses
pemanasan berlangsung. Proses pemanasan
dilakukan selama 3 menit. Rangkaian alatnya
dapat dilihat pada gambar 9 dan 10 di bagian
lampiran.
5. Produksi
Core kemudian dipindahkan kedalam core
holder. Agar heavy oil tidak cepat dingin saat
berada di dalam core holder maka core
holdernya dipanaskan dengan temperature 500
C. Temperatur ini tidak melebihi temperature
core setelah dipanaskan. Untuk memudahkan
heavy oil mengalir ke bawah maka diberikan
tekanan dari atas sebesar 50 psi sedangkan
confining pressure nya dipertahankan pada
150 psi.
Proses pemindahan kedalam core holder bisa
memakan waktu sekitar 1-2 menit. Sedangkan
proses produksi sendiri dilakukan selama 5
menit. Heavy oil yang tertampung di dalam
gelas ukur kemudian dihitung volumenya.
Volume tersebut kemudian dicatat sebagai
heavy oil yang terproduksikan akibat
pemanasan induksi elektromagnetik.
………….(7)
Confining pressure diberikan dari samping
core holder dan diposisikan sebagai tekanan
overburden. Tekanan ini bertujuan selain
menggambarkan kondisi reservoir sebenarnya
juga bertujuan untuk mencegah heavy oil
mengalir ke arah samping core holder.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Percobaan
Densitas brine
Tabel 1. Densitas brine
Brine Densitas (gram/ml)
20 salinitas 1.0294
30 salinitas 1.0523
50 salinitas 1.0872
Densitas dan viscositas heavy oil
Densitas heavy oil diukur pada suhu 1050 F
dan didapatkan hasil sebesar 0.969 gram/ml.
Sedangkan viskositas nya dapat dilihat di
tabel dibawah.
Tabel 2. Viskositas heavy oil
Temperatur ( C ) Viscositas (cp)
29 75
48.9 43
60 30
82.2 22
Uji pemanasan terhadap stimultan
Tabel 3. Uji pemanasan terhadap stimultan
Time
(s)
Heat Brine
( C ) Heat
Nanoferro
fluid 20 30 50
10 23.6 25.4 26.2 27.8
20 24.2 26.4 27.4 29.6
30 25.2 27.6 29.2 31.2
40 26.2 28.6 30.8 32.8
50 27.6 30 32.6 34.4
60 28.8 31.6 34.2 36.6
70 30.6 32.8 36.2 38.2
80 31.6 34 38.4 40
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 7
90 33.4 35.4 39.8 41.8
100 34.4 36.8 41.4 43.8
110 35.6 38 43.2 46.2
120 36.6 39.2 44.6 48.4
130 37.8 40.4 46.6 50
140 39.4 41.6 47.8 51.8
150 40.4 42.8 49.2 53.4
160 41.6 43.6 50.6 54.6
170 42.6 44.8 52.2 56.4
180 43.6 45.8 53.4 57.6
Faktor perolehan
Tabel 4. RF pada core dengan brine 50 derajat
salinitas
No
Core
V
awal
(ml)
V produksi
(ml)
Faktor
Perolehan
1 2.4 0.9 0.38
2 2.6 1.1 0.42
Nano1 1.9 0.9 0.47
Tabel 5. RF pada core dengan brine 30
derajat salinitas
No
Core
V awal
(ml)
V produksi
(ml)
Faktor
Perolehan
7 1.2 0.2 0.17
9 1.1 0.2 0.18
Nano2 1.9 0.8 0.42
Tabel 6. RF pada core dengan brine 20 derajat
salinitas
No
Core
V awal
(ml)
V produksi
(ml)
Faktor
Perolehan
11 1.2 0.08 0.06
12 1.1 0 0
Nano3 3 1.2 0.4
Keterangan: Core dengan label Nano1,2,dan
3 adalah core yang telah dicampurkan dengan
nanoferrofluids.
5.2 Pembahasan
Heavy oil merupakan minyak dengan viskositas yang
sangat tinggi sehingga memiliki tingkat resistensi yang
besar untuk mengalir. Sehingga untuk mempermudah
dalam memproduksikannnya ke permukaan, sangat
penting untuk menurunkan viskositasnya. Dan
pemanasan adalah salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menurunkan viskositas tersebut.
Metode yang biasa digunakan dalam hal ini adalah
stimulasi uap dan pembakaran di tempat (in situ
combustion). Sayangnya kedua metode tersebut
memiliki beberapa kelemahan.
Menurut Sahni (2000) ada beberapa kelemahan pada
stimulasi uap, yaitu:
Bila formasi sangat dalam dimana panas yang
hilang di dalam sumur terlalu banyak dan yang
tersisa tidak cukup memanaskan formasi reservoir.
Formasi yang tipis (ketebalan <30m) sehingga
sebagian besar panas hilang ke formasi tanpa
minyak.
Situasi dimana pembuatan dan injeksi uap tidak
diterima oleh lingkungan
Formasi dengan permeabilitas rendah dimana
fluida yang diinjeksi susah untuk berpenetrasi ke
dalam reservoir
Sifat reservoir yang heterogen sehingga adanya
permeabilitas yang tinggi atau rekahan membuat
uap mengalami terobosan lebih dini (early
breakthrough) yang tentunya mengurangi sapuan.
Sedangkan pada in situ combustion selain susah dalam
mengontrol muka api juga terkendala pada banyaknya
gas kimia beracun yang dihasilkan dari proses
pembakaran tersebut. Untuk itu diperlukan suatu
metode alternatif untuk bisa mengatasi kekurangan dua
metode itu.
Pemanasan induksi elektromagnetik mampu mengatasi
hal tersebut karena selain panasnya ditimbulkan
langsung di reservoir sehingga meminimalisir heat loss
juga tidak memerlukan pembakaran untuk
menghasilkan panas sehingga lebih aman dalam
penerapannya.
Untuk menjalankan mekanisme pemanasan induksi
elektromagnetik ini dalam percobaan hanya
membutuhkan sebuah induktor berupa kumparan kawat
konduktor yang dialiri oleh arus AC berfrekuensi
rendah yaitu 50 kHz. Garis-garis gaya magnet atau
medan magnet yang ditimbulkan disekitar kumparan
tersebutlah yang nantinya mampu menghasilkan
panas pada material-material yang mempunyai
konduktivitas tinggi dengan sebuah mekanisme
tertentu. Tidak perlu adanya kontak antara induktor
dengan material untuk menghasilkan panas tersebut.
Panas yang ditimbulkan hanya akan terjadi pada zone
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 8
yang konduktivitasnya tinggi sehingga lebih layak
pakai secara ekonomis dan teknis.
Minyak adalah material yang memiliki resistivitas yang
besar sehingga koduktivitasnya relatif kecil. Untuk itu,
agar proses pemanasannya lebih maksimal dengan
induktor elektromagnetik ini maka diperlukan material
lain yang lebih konduktif sebagai perantara dengan
harapan panas dari material ini nantinya akan di
transfer ke minyak dalam hal ini heavy oil. Sehingga
panas tersebut nantinya akan menurunkan viskositas
dari heavy oil.
Sampel Heavy Oil
Sampel heavy oil yang digunakan dalam percobaan ini
berasal dari salah satu lapangan di Indonesia. Heavy oil
ini memiliki densitas yang sangat tinggi yaitu 0.969
gram/ml pada suhu 105o F. Dan pada Tabel 2 dapat
dilihat juga bahwa viskositasnya sebesar 75 cp pada
temperatur 29 o C dan semakin menurun seiring dengan
kenaikan temperatur.
Sementara itu, pada temperature ruangan sampel heavy
oil ini berada dalam kondisi beku dan tidak bisa
bergerak atau mengalir sama sekali. Hal ini
mengindikasikan bahwa sampel minyak ini merupakan
heavy oil yang sangat viskos. Pada Gambar 6 dapat
dilihat bahwa viskositas sampel menurun sangat
signifikan sampai temperature 60oC sedangkan pada
temperatur di atasnya penurunannya menjadi lebih
sedikit. Hal ini berarti bahwa pemanasan hanya akan
efektif sampai sekitar temperatur 60oC saja.
Sedangkan diatas temperatur tersebut hanya akan
menurunkan sedikit viskositas saja.
Gambar 6: Viskositas Sampel Untuk Berbagai
Temperatur
Dari percobaan dapat dilihat bahwa pemanasan
mampu menurunkan viskositas dari heavy oil tersebut.
Hal ini diakibatkan karena pemanasan dapat
meningkatkan energi kinetik masing-masing molekul
sehingga berakibat pada perubahan dari fraksi-fraksi
berat dari fluida menjadi fraksi-fraksi ringan yang
kemudian menyebabkan jarak antara partikelnya
semakin renggang, sehingga mengakibatkan fluida
tersebut lebih mudah untuk mengalir (viskositasnya
mengecil).
Stimultan
Stimultan digunakan dalam percobaan ini sebagai
media penghantar panas kepada heavy oil. Untuk itu,
sangat penting untuk menggunakan material yang
memilki konduktivias yang relatif besar. Selain itu juga
harus memilki karakteristik yang memungkinkan untuk
bisa dimasukan kedalam core.
Brine merupakan larutan campuran antara garam
dengan air pada perbandingan tertentu. Besar kecilnya
kadar garam dalam larutan tersebut ditunjukan oleh
derajat salinitas dimana semakin besar kadar garamnya
maka derajat salinitas nya akan semakin besar pula.
Salain itu semakin besar derajat salinitas akan semakin
besar kemampuan brine tersebut dalam menghantarkan
listrik sehingga akan semakin kecil resistivitinya.
Semakin kecil resistivity menunjukan semakin besar
konduktivitasnya.
Besar kecilnya kadar garam dalam brine dapat
dibedakan dengan derajat salinitas. Dimana semakin
tinggi derajat salinitasnya maka menunjukan kadar
garam yang semakin banyak dalam brine tersebut.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bagian lampiran.
Selain itu, banyaknya kadar garam dalam brine dapat
kita validasi dengan densitas dari brine tersebut.
Karena semakin banyak kadar garamnya tentu saja
akan semakin berat brine tersebut atau densitasnya
akan semakin tinggi. Dari Tabel 1 dapat kita lihat
bahwa brine dengan 50 derajat salinitas memiliki
densitas yang paling besar yaitu sebesar 1.0872
gram/mililiter sedangkan brine dengan 20 derajat
salinitas memilki densitas yang paling kecil yaitu
sebesar 1.0294 gram/milliliter.
Pada dasarnya nanoferrofluids adalah sebuah logam
yaitu besi. Hanya saja karena partikel besi yang
digunakan adalah dalam ukuran nanometer maka
apabila dicampurkan dengan air tentu saja partikel besi
tersebut tidak akan kelihatan secara kasat mata. Secara
fisik larutan nanoferro ini tidak ada perbedaan dengan
sampel minyak yang digunakan yaitu cair dan
berwarna hitam pekat. Karena larutan ini adalah
partikel besi maka tentu saja konduktivitasnya akan
lebih tinggi dari pada brine.
Pada akhirnya kedua larutan tersebut digunakan selain
karena memilki konduktivitas yang tinggi juga bersifat
cair dan memilki partikel yang sangat kecil sehingga
mudah dalam pengkondisiannya di dalam core.
Temperatur Stimultan
Pada bagian percobaan uji temperatur dibandingkan
kecepatan pemanasan masing-masing stimultan dengan
proses pemanasan induksi ini. Seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 3 ataupun pada Gambar 7 semakin
0
20
40
60
80
0 50 100
PV
( c
p )
T ( C )
PV vs T
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 9
tinggi derajat salinitas dari larutan brine maka
pemanasannya menjadi semakin lebih cepat. Dalam
waktu pemanasan selama 180 detik, brine dengan 50
derajat salinitas mencapai temperature 53.40 C
sedangkan brine dengan 30 derajat salinitas mencapai
suhu 45.80 C dan temperature terendah dicapai oleh
brine dengan 20 derajat salinitas yaitu sebesar 43.60 C
saja. Sedangkan nanoferrofluids memilki temperatur
yang paling tinggi dari semua stimultan yang
digunakan yaitu sebesar 57.60 C.
Gambar 7: Kelakuan Temperatur Untuk Setiap
Stimultan Akibat Pemanasan Induksi Elektromagnetik
Pemanasan induksi elektromagnetik sangat dipengaruhi
oleh besarnya nilai konduktivitas suatu material.
Semakin besar nilai konduktivitas suatu material maka
pemanasan dengan induksi ini akan semakin cepat.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Elektron bebas adalah salah satu agen pembawa
panas di dalam material, khusunya logam.
Material berkonduktivitas tinggi berarti memilki
lebih banyak elektron bebas
Semakin banyak elektron bebas berarti akan
memperbesar arus eddy yang mengalir di dalam
material tersebut jika didekatkan pada induktor
elektromagnetik
Semakin besar arus eddy yang terbentuk tentu saja
akan semakin besar panas yang dihasilkan
Begitu juga halnya dengan brine. Seperti sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak kadar
garam akan semakin tinggi konduktivitasnya. Sehingga
dari hasil percobaan pada berbagai derajat salinitas
brine tersebut didapatkan bahwa brine dengan 50
derajat salinitas memiliki temperatur yang paling
tinggi diantara brine yang lain setelah dipanaskan
selama 180 detik. Sedangakn nanoferrofluids karena
konduktivitasnya lebih tinggi daripada brine maka
pemanasanya menjadi yang paling cepat. Walaupun
perbedaannya tidak terlalu besar.
Faktor Perolehan Heavy Oil
Brine yang digunakan sebagai stimultan dalam
percobaan ini dikondisikan sebagai Swr dalam core.
Hal ini berarti brine yang ada di dalam core adalah
brine yang sudah tidak bisa desak lagi oleh heavy oil
saat proses pendesakan berlangsung. Kondisi ini
mencoba untuk menggambarkan keadaan sebenarnya
di dalam reservoir dimana di dalam reservoir akan
selalu ditemukan saturasi air sisa yang mengandung
garam bersamaan dengan hidrokarbon.
Oleh karena brine selalu ditemukan bersamaan dengan
minyak maka seharusnya nanoferrofluids harus
diinjeksikan kedalam core yang sebelumnya telah
dijenuhkan dengan brine terlebih dahulu. Sehingga
nantinya bisa dibandingkan faktor perolehan antara
core dengan brine saja dengan core yang telah
diinjeksikan nanoferrofluids.
Namun, pada percobaan ini nanoferrofluids tidak
diinjeksikan kedalam core, tapi dicampurkan dengan
adonan core sewaktu proses pembuatan core. Untuk
satu cetakan core ditambahkan sekitar 1.5 ml
nanoferrofluids. Jadi partikel-pertikel besi dari larutan
ini akan menempel langsung pada butir-butir pasir
pembuat corenya. Hal ini dilakukan karena
nanoferrofluids secara fisik memilki kesamaan dengan
sampel yang digunakan sehingga nantinya akan sangat
menyulitkan dalam menentukan berapa volume minyak
yang terproduksikan karena tidak bisa dengan jelas
membedakan mana yang minyak dan mana yang
nanoferrofluids. Untuk itu harus dibutuhkan sebuah
metode untuk bisa mengidentifikasi keduanya terlebih
dahulu.
Dari Tabel 4, 5, dan 6 di atas dapat kita lihat bahwa
core dengan kandungan brine yang paling besar (50
derajat salinitas) yaitu core 1 dan core 2 memiliki
perolehan yang paling besar dari core dengan
kandungan brine 30 dan 20 derajat salinitas yaitu
sebesar 42% pada core 2 dan 38% pada core 1. Core
dengan brine 30 derajat salinitas memilki perolehan
sekitar 17-18% sedangkan perolehan pada core dengan
brine 20 derajat salinitinas adalah yang paling kecil
yaitu sekitar 6% bahkan ada yang 0 %. Nilai yang
sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan core 1
dan 2.
Dari hasil percobaan tersebut menunjukan bahwa
semakin tinggi kadar garam dalam brine maka akan
memberikan perolehan minyak yang semakin besar
pada pemanasan induksi ini. Hal ini berhubungan
langsung dengan temperature yang berhasil di-
generate di dalam core akibat adanya brine didalam
core tersebut. Seperti dari percobaan sebelumnya
bahwa brine dengan garam kadar yang tinggi akan
0
10
20
30
40
50
60
70
0 100 200
Tem
pe
ratu
r (
C )
Time ( s )
Temperature vs Time
brine 20 salinity degree
brine 30 salinity degree
brine 50 salinity degree
nanoferrofluid
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 10
membuat pemanasannya lebih cepat. Maka, dengan
semakin tingginya temperature yang berhasil di-
generate maka akan berakibat semakin rendah
viskositas heavy oil-nya (lihat gambar 6). Ini artinya
akan membuat heavy oil menjadi lebih ringan dan lebih
gampang untuk diproduksikan dibandingkan dengan
brine dengan kadar garam yang lebih rendah. Selain itu
brine dengan konduktivitas yang lebih tinggi
memungkinkan untuk mentranfers panasnya ke heavy
oil lebih cepat daripada yang konduktivitas yang lebih
rendah.
Kemudian dari hasil percobaan tersebut dapat kita lihat
juga bahwa core yang telah dicampurkan dengan
nanoferrofluids dan disaturasi dengan masing-masing
brine mampu memberikan faktor perolehan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan perolehan pada core
yang tidak dicampurkan dengan nanoferrofluids sama
sekali. Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar 8.
Pada brine 20 derajat salinitas pencampuran
nanoferrofluids pada core mampu mencapai perolehan
sebesar 40 %. Hal ini meningkat sekitar 34 % dari core
tanpa nanoferrofluids yang hanya memberikan
perolehan maksimal sebesar 6 % saja. Sedangkan pada
brine 30 derajat salinitas terjadi peningkatan perolehan
sebesar 24 % sehingga perolehannya menjadi 42 %.
Brine 50 derajat salinitas hanya terjadi sedikit
peningkatan saja pada perolehannya yaitu cuma
sebesar 5 % sehingga maksimal perolehannya
mencapai 47 %.
Gambar 8 : Grafik RF Sampel Heavy Oil Terhadap
Berbagai Brine dan Nanoferrofluids
Terjadinya peningkatan perolehan pada core dengan
nanoferrofluids dapat terjadi karena keberadaan
nanoferrofluids akan menambah panas yang terbentuk
di dalam core. Sehingga panas yang terbentuk di dalam
core akibat pemanasan induksi elektromagnetik ini
menjadi lebih besar dari pada hanya terdapat brine saja
di dalam core tersebut. Dengan bertambahnya panas
yang terbentuk di dalam core tentu saja akan membuat
heavy oil-nya menjadi lebih encer lagi sehingga
berakibat pada semakin banyaknya heavy oil yang
dapat diproduksikan keluar dari dalam core.
Banyaknya nanoferrofluids yang dicampurkan ke
dalam masing-masing core adalah sama. Untuk itu,
seharusnya hal ini memberikan peningkatan RF yang
sama untuk setiap core waluapun brinenya berbeda
karena panas yang dihasilkan oleh nanoferrofluids ini
tentu saja akan sama untuk semua core pada setiap
jenis brine. Namun, jika dilihat pada gambar 8
besarnya peningkatan perolehan berbeda untuk tiap
brine yang digunakan. Peningkatan yang paling besar
terjadi pada brine 20 derajat salinitas sedangkan yang
paling kecil adalah pada brine dengan 50 derajat
salinitas. Hal ini kemungkinan karena perolehan
maksimal yang dapat dicapai dengan stimultan ini tidak
bisa melebihi 50 %. Sehingga core tanpa
nanoferrofluids dengan brine 50 derajat salinitas yang
telah mencapai perolehan sebesar 42% dengan adanya
penambahan nanoferrofluids tidak memberikan efek
yang signifikan pada faktor perolehannya. Begitu juga
sebaliknya pada brine dengan 20 derajat salinitas.
Penambahan nanoferrofluids memberikan dampak
yang sangat signifikan sekali pada faktor perolehannya
karena memang dengan brine saja produksinya masih
sangat kecil.
Pada percobaan uji temperature sebelumnya
membuktikan bahwa nanoferrofluids mampu
menghasilkan panas yang lebih tinggi daripada brine
karena memang konduktivitasnya lebih tinggi.
Sehingga seharusnya core dengan nanoferrofluids dan
brine 20 derajat salinitas menghasilkan perolehan
minyak yang lebih besar dari pada core tanpa
nanoferrofluids bahkan dengan brine 50 derajat
sekalipun. Begitu juga seharusnya pada core dengan
nanoferrofluids dan brine 30 derajat salinitas,
perolehannya harus lebih besar dari pada core tanpa
nanoferrofluids. Namun, dari tabel dapat kita lihat
bahwa perolehannya hampir sama besarnya dengan
core dengan brine 50 derajat salinitas tanpa
nanoferrofluids.
Hal tersebut dapat terjadi karena nanoferrofluids
dicampurkan dengan pasir saat proses pembuatan core
dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sehingga berakibat pada menempelnya partikel-
partikel besi ukuran nano pada butir pasir core. Hal
tersebut kemungkinan dapat berakibat dua hal:
1. Terjadinya penurunan permeabiliats core karena
keberadaan partikel besi dalam ukuran nano pada
pori core
2. Panasnya lebih banyak terserap oleh core daripada
yang ditransfer ke heavy oil karena partikel-
partikel besinya lebih banyak kontak dengan butir
pasir daripada dengan minyak sehingga panas dari
nanofreeofluids tidak secara maksimal
termanfaatkan di dalam core
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0 20 40 60
RF
Brine
Recovery Factor
RF pada stimultan brine + nanoferro
RF pada stimultan brine
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 11
Karakteristik Core
Dalam satu brine yang sama pada core tanpa
nanoferrofluids menghasilkan perolehan yang berbeda.
Walupun perbedaan itu tidak terlalu besar. Namun,
terdapatnya perbedaan perolehan tersebut menunjukan
bahwa di antara core tersebut memilki karekteristik
yang berbeda dalam skala mikro. Hal tersebut bisa
terjadi karena walaupun core dibuat dengan bahan dan
komposisi yang sama tapi dalam proses pembuatannya
bisa saja berbeda. Misalnya saat proses pemanpatan
pada cetakan, kekuatan yang diberikan mungkin
berbeda sehingga ada core yang padat dan ada yang
kurang padat. Sehingga menghasilkan core yang
berbeda karakteristiknya. Terutama sekali adalah sifat
permeabilitas dari core tersebut. Permeabilitas akan
sangat menentukan pada saat proses produksi karena
ini menunjukan kemampuan core untuk bisa
mengalirkan minyak. Core dengan permeabilitas yang
relatif besar akan mengalirkan minyak lebih mudah
dibandingkan dengan core yang memilki permeabilitas
yang lebih kecil. Namun sayangnya, permeabilitas
tidak menjadi pertimbangan dalam percobaan ini
karena tidak adanya alat yang tersedia di laboratorium
yang memungkinkan untuk dilakukan pengukuran
permeabilitas core dengan akurat.
VI. KESIMPULAN
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari
percobaan di atas adalah:
1. Brine dengan derajat salinity 50 memilki
temperature yang paling besar setelah dipanaskan
secara induksi jika dibandingkan dengan brine 30
dan 20 derajat salinitas. Sedangkan
nanoferrofluids mencapai temperatur yang paling
besar setelah dipanaskan dengan induksi
elektromagnetik
2. Semakin tinggi konduktivitas larutannya maka
akan semakin cepat proses pemanasan induksi
elektromagnetiknya
3. Stimultan yang digunakan yaitu brine dan
nanoferrofluids memiliki pengaruh yang positif
terhadap perolehan sampel heavy oil
4. Core dengan brine 50 derajat salinitas
menghasilkan perolehan yang paling besar yaitu
sebesar 42% dan 38 % serta mampu mencapai
perolehan 47% saat dikombinasikan dengan
nanoferrofluids
5. Core dengan brine 20 derajat salinitas
menghasilkan perolehan yang paling sedikit yaitu
6% dan 0%. Namun saat dikombinasikan dengan
nanoferrofluid mampu mencapai perolehan sebesar
40%
6. Penambahan nanoferroflids ke dalam core mampu
meningkatkan perolehan sampel heavy oil.
Namun, efeknya semakin tidak signifikan seiring
dengan semakin tingginya kadar garam pada brine
VII. SARAN DAN REKOMENDASI
1. Perlunya analisis permeabiliatas core sebagai
faktor yang juga berpengaruh pada proses
percobaan ini
2. Perlunya membuat semua parameter yang
digunakan dalam percobaan sama dengan kondisi
reservoir sebenarnya. Sehingga hasil percobaan ini
menjadi lebih aplikatif untuk diterapkan di
lapangan
3. Perlunya dilakukan cara yang tepat untuk bisa
mengidentifikasi nanoferrrofluids dengan baik
sehingga larutan ini bisa diinjeksikan kedalam core
4. Perlunya ditemukan cara yang tepat untuk bisa
memonitor temperature heavy oil selama proses
pemanasan berlangsung.
5. Perlunya modifikasi dalam prosedur percobaan
sehingga lebih menggambarkan kondisi reservoir
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, Septoratno, ”Teknik Peningkatan
Perolehan”, Institut Teknologi Bandung, Januari
2000
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Ferrofluid
3. http://www.engineeringtoolbox.com/thermal-
conductivity-d_429.html
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Heavy_crude_oil
5. http://www.pdo.co.om/pdoweb/tabid/277/Default.
aspx
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 12
LAMPIRAN
Tabel 7. Data artificial core yang digunakan dalam percobaan
Tabel 8. Tabel komposisi brine
No
Salo
meter
Degre
es
Gram
Salt per
Liter of
Water
Gram per Liter of
Brine
Liter Water
per Liter of
Brine
Volume
brine
Volume
water
Gram
salt ppm
NaCl Water
1 0 0 0 997.91 1 0.1 0.1 0 0
2 10 27.0806 26.84 990.00 0.992 0.1 0.0992 2.68 8000
3 20 55.599 54.64 981.13 0.983 0.1 0.0983 5.46 17000
4 30 85.7954 83.63 972.15 0.974 0.1 0.0974 8.35 26000
5 40 117.788 113.6 962.20 0.964 0.1 0.0964 11.35 36000
6 50 151.699 144.6 886.35 0.953 0.1 0.0953 14.45 47000
7 60 187.887 176.7 938.95 0.941 0.1 0.0941 17.68 59000
8 70 226.231 210.05 926.61 0.929 0.1 0.0929 21.02 71000
9 80 267.092 256.42 913.07 0.915 0.1 0.0915 24.43 85000
10 90 310.828 280.15 899.41 0.901 0.1 0.0901 28.00 99000
11 100 357.920 317.18 884.31 0.886 0.1 0.0886 31.71 114000
No Core Diameter
(cm) Tinggi (cm)
Volume
Bulk (cm3)
Volume
Pori
(cm3)
Porositas (%)
1 2.57 4 20.73 5.33 25.6
2 2.6 4.35 23.08 5.72 24.8
7 2.65 3.86 21.28 4.74 22.3
9 2.59 3.83 20.17 4.33 21.5
11 2.58 4.27 22.31 4.68 21
12 2.64 4.3 23.53 4.80 20.4
Nano1 2.6 4.26 22.60 5.04 22.3
Nano2 2.57 4.3 22.29 5.36 24
Nano3 2.56 4.38 22.53 5.78 25.7
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 13
Tabel 9 . Daftar konduktivitas berbagai material3
Thermal Conductivity - k - (W/mK)
Material/Substance Temperature (oC)
25 125 225
Air 0.024
Asphalt 0.75
Bitumen 0.17
Benzene 0.16
Carbon 1.7
Carbon dioxide 0.0146
Cement, portland 0.29
Clay, saturated 0.6 - 2.5
Cotton 0.03
Carbon Steel 54 51 47
Fiberglass 0.04
Gasoline 0.15
Gold 310 312 310
Granite 1.7 - 4.0
Hardwoods (oak, maple..) 0.16
Iron 80 68 60
Kerosene 0.15
Limestone 1.26 - 1.33
Magnesium 156
Methane 0.030
Nitrogen 0.024
Oil, machine lubricating SAE 50 0.15
Olive oil 0.17
Plastics, solid
Sand, dry 0.15 - 0.25
Sand, moist 0.25 - 2
Sand, saturated 2 – 4
Sandstone 1.7
Silicone oil 0.1
Silver 429
Snow (temp < 0oC) 0.05 - 0.25
Steel, Carbon 1% 43
Stainless Steel 16 17 19
Water, vapor (steam)
0.016
Wood across the grain, yellow pine 0.147
Revia Nanda Putra (12206075) Semester I 2010/2011 14
Gambar 9: Rangkaian Peralatan Untuk Proses Pemanasan Induksi Elektromagnetik
Gambar 10 : Skema Percobaan