analisis pelaksanaan sistem pemerintahan negara indonesia dengan negara lain-kn

Upload: henra

Post on 07-Apr-2018

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    1/17

    A. Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara

    1. Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer di Berbagai Negara

    a. Sistem Pemerintahan Presidensial

    Sistem pemerintahan presidensial bertitik tolak dari konsep pemisahan kekuasaan

    sebagaimana dianjurkan oleh Teori Trias Politika.

    Ciri-ciri utama dari sistem pemerintahan presidensial sebagai berikut.

    1) Kedudukan kepala negara (presiden) adalah sebagai kepala negara dan sebagai kepala

    eksekutif (pemerintahan).

    2) Presiden dan parlemen dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu sehingga akan

    terjadi presiden berasal dari partai politik yang berbeda dengan partai politik di

    parlemen.3) Presiden dan parlemen tidak bisa saling mempengaruhi (menjatuhkan).

    4) Presiden tidak dapat diberhentikan oleh parlemen dalam masa jabatannya, tetapi jika

    presiden melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum, presiden dapat dikenai

    impeachment(pengadilan DPR).

    5) Dalam rangka menyusun kabinet (Menteri), presiden wajib minta persetujuan

    parlemen. Dengan demikian, presiden hanya menyampaikan calon anggota kabinet,

    sedangkan parlemen yang menentukan personil yang definitif.

    6) Menteri-menteri yang diangkat oleh presiden tersebut tunduk dan bertanggung

    jawab kepada presiden.

    Contoh negara yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial yaitu Amerika

    Serikat, Pakistan, dll

    b. Sistem pemerintahan Parlementer

    Dalam sistem parlementer hubungan antara eksekutif dan yudikatif sangat erat. Hal ini

    disebabkan para menteri bertanggung jawab terhadap parlemen. Setiap kabinet yang

    dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dari parlemen. Dengan demikian,

    kebijasanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki

    oleh parlemen.

    Ada beberapa ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut.

    1) Terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif (parlemen), bahkan

    antara keduanya saling mempengaruhi satu sama lain.

    2) Eksekutif yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh parlemen dari partai

    politik peserta pemilu yang menduduki kursi mayoritas di parlemen.

    3) Kepala Negara berkedudukan sebagai kepala negara saja bukan sebagai kepala

    eksekutif atau pemerintahan.

    1

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    2/17

    4) Dikenal adanya mekanisme pertanggungjawaban menteri kepada parlemen yang

    mengakibatkan parlemen dapat membubarkan atau menjatuhkan mosi tidak percaya

    kepada kabinet.

    5) Raja/Ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara.

    6) Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif

    7) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan perdana

    menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu, sedangkan partai

    politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.

    8) Jika terjadi perselisihan antara kabinet dengan parlemen, kepala negara akan

    membubarkan parlemen.

    Contoh negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, India,

    dll.

    2. Pengaruh Sistem Pemerintahan Satu Negara terhadap Negara Lain

    Sistem pemerintahan suatu negara akan mempunyai dampak positif dan negatif terhadap

    negara lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan adanya hubungan

    suatu negara dengan negara yang lain. Pengaruh globalisasi yang tidak mengenal batas negara,

    memudahkan suatu negara mempengaruhi dan dipengaruhi negara lain. Masalah

    kewarganegaraan sering mengakibatkan hubungan suatu negara dengan negara lain menjadi

    renggang.

    B. Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

    dengan Negara lain

    Secara formal, periode perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dirinci sebagai

    berikut.

    1. Periode berlakunya UUD 1945 ( 18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

    2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 ( 27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

    3. Periode berlakunya UUDS 1950 ( 17 Agustus-5 Juli 1959)

    4. Periode berlakunya kembali UUD 1945 ( 5 Juli 1959-Sekarang). Pada periode ini punterbagi menjadi beberapa periode, yaitu :

    a) Periode Orde Lama ( 5 Juli 1959-11 Maret 1966)

    b) Periode Orde Baru ( 11 Maret 1966-21 Mei 1998)

    2

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    3/17

    5. Periode Reformasi (21 Mei 1998-Sekarang)

    1. Periode UUD 1945

    Bentuk Negara Republik Indonesia pada kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai dengan 27

    Desember 1949 adalah negara Kesatuan. Landasan yuridis Negara kesatuan Indonesia antara

    lain sebagai berikut.

    a. Pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang berbunyi :

    melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia Hal

    tersebut menunjukkan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah

    Indonesia.

    b. Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi :

    Negara republik Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk republik . Kata

    kesatuan dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk Negara, sedangkan Republik

    menunjukkan bentuk pemerintahan.

    UUD 1945 tidak menganut teori pemisahan kekuasaan secara murni seperti yang

    diajarkan Montesquieu dalam ajaran Trias Politika. UUD 1945 lebih cenderung menganut

    prinsip Pembagian Kekuasaan (Distribution of Power).

    Menurut UUD 1945, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kekuasaan-kekuasaan

    dalam Negara dikelola oleh lima lembaga, yaitu.

    a. Legislatif, yang dilakukan oleh DPR

    b. Eksekutif, yang dijalankan oleh presiden

    c. Konsultatif, yang dijalankan oleh DPA

    d. Eksaminatif (mengevaluasi), kekuasaan inspektif (mengontrol), dan kekuasaan

    auditatif (memeriksa) yang dijalankan oleh BPK.

    e. Yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.

    Namun, pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18 Agustus 1949 sampaidengan 27 Desember 1945 belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan belum

    terbentuknya lembaga-lembaga negara seperti yang dikehendaki UUD 1945.

    Seperti kita ketahui, pada kurun waktu itu di Indonesia hanya ada presiden, wakil

    persiden, dan menteri-menteri serta KNIP. Oleh karena itu, sejak tanggal 18 Agustus 1945

    sampai 16 oktober 1945 segala kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dijalankan oleh

    satu badan atau lembaga, yaitu presiden dibantu KNIP. Jadi, dapat dikatakan belum ada

    pembagian kekuasaan. Kekuasaan presiden yang demikian luas itu berdasarkan Pasal IV

    aturan peralihan UUD 1945.

    Namun setelah munculnya maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945,

    terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh

    3

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    4/17

    KNIP dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14

    November 1945.

    Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, kekuasaan eksekutif

    yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan perdana menteri sebagai konsekuensi

    dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.

    Mengingat keadaan pada masa awal kemerdekaan Negara kita masih berada pada masa

    peralihan hukum dan pemerintahan, pelaksanaan ketatanegaraan seperti yang diamanatkan

    oleh UUD 1945 belum dapat sepenuhnya dilaksanakan. Namun, penjelasan UUD 1945 telah

    mengantisipasi keadaan itu. Menurut pasal IV Aturan Peralihan, bahwa sebelum MPR, DPR,

    dan DPA dibentuk menurut UUD 1945, segala kekuasaan Negara dijalankan oleh presiden

    dengan bantuan sebuah komite nasional.

    Namun, dalam perkembangannya KNIP yang dibentuk itu menuntut kekuasaan legislatif

    kepada pemerintah/presiden sehingga keluarlah Maklumat Wakil Presiden No.X, yang

    memberikan kewenangan kepada KNIP untuk menjalankan kekuasaan legislatif (DPR/MPR).

    Penyimpangan kekuasaan KNIP menjadi lembaga legislatif (parlemen) waktu itu

    dimungkinkan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah pada 14 November 1945, yang

    menyatakan bahwa prinsip pertanggungjawaban memteri-menteri kepada KNIP secara resmi

    diakui. Akibatnya, dibentuklah kabinet baru yang dipimpin oleh Sutan Syahrir (sebagai

    Perdana Menterinya).

    2. Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949

    Menurut ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam Konstitusi RIS, sistem pemerintahan

    yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Pada sistem ini, kabinet bertanggung

    jawab kepada parlemen (DPR), dan apabila pertanggungjawaban itu tidak diterima oleh DPR

    maka dapat menyebabkan bubarnya kabinet. Jadi, kedudukan kabinet bergantung kepada

    DPR.Sistem pemerintahan parlementer mempunyai ciri-ciri pokok berikut ini.

    a. Perdana menteri bersama para menteri baik secara bersama ataupun sendiri-

    sendiri bertanggung jawab kepada parlemen.

    b. Pembentukan kabinet didasarkan pada kekuatan-kekuatan yang ada dalam

    parlemen.

    c. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya atau sebagian mencerminkan

    kekuatan yang ada dalam parlemen.

    d. Kabinet dapat dijatuhkan setiap saat oleh parlemen dan sebaliknya kepala

    Negara dengan saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan

    diadakannya pemilihan umum.

    4

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    5/17

    e. Lamanya masa jabatan kabinet tidak dapat ditentukan secara pasti.

    f. Kedudukan kepala Negara tidak dapat diganggu gugat atau diminta

    pertanggungjawaban atas jalannya pemerintahan.

    Dengan demikian, yang membedakan sistem pemerintahan presidensial dengan

    parlementer adalah sebagai berikut.

    a. Sistem pemerintahan presidensial yang menjadi kepala negara pasti seorang

    presiden, sedangkan dalam pemerintahan parlementer yang menjadi kepala negara bisa

    presiden, raja atau kaisar.

    b. Sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab dan berada di

    bawah pengawasan parlemen, sedangkan dalam sistem pemerintahan presidensial

    pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen/DPR.

    Sejarah sistem pemerintahan parlementer di Indonesia telah dimulai sejak periode

    berlakunya UUD 1945 yang pertama. Tepatnya sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah

    tanggal 14 November 1945. Akibatnya, kekuasaan pemerintah bergeser dari tangan presiden

    kepada menteri atau menteri-menteri. Setiap undang-undang yang dikeluarkan harus

    terdapat tanda-tangan menteri (contra seign ministry). Dengan demikian, presiden tidak

    dapat diganggu-gugat. Oleh karena itu, yang bertanggung jawab dalam penetapan suatu

    undang-undang adalah para menteri, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.

    Berikut ini keenam lembaga negara sebagai alat-alat perlengkapan federal RIS, yaitusebagai berikut.

    a. presiden

    b. menteri-menteri

    c. senat

    d. Dewan Perwakilan Rakyat

    e. Mahkamah Agung Agama

    f. Dewan Pengawas Keuangan.

    Di antara badan-badan (kekuasaan) tersebut, terdapat hubungan yang bersifat kerja

    sama dan pengawasan. Pembagian kekuasaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut.

    a. Kekuasaan pembentukan perundang-undangan (legislatif) yang dijalankan oleh

    pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat.

    b. Kekuasaan melaksanakan perundang-undangan atau pemerintahan negara (eksekutif)

    yang dilakukan oleh pemerintah.

    c. Kekuasaan mengadili pelanggaran perundang-undangan (yudikatif oleh Mahkamah

    Agung).

    Menurut Konstitusi RIS 1949 bahwa kekuasaan pembentukan perundang-undangan

    federal dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat terhadap undang-

    5

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    6/17

    undang yang isinya melibatkan beberapa negara/daerah bagian atau antara pemerintah

    federal dengan negara/daerah bagian. Untuk undang-undang yang isinya di luar itu, cukup

    dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.

    Mahkamah Agung berfungsi sebagai penilai masalah penerapan atau pelanggaran hukum

    dalam peradilan tingkat kasasi. Kedudukan Mahkamah Agung sebagai pengadilan federasi

    tertinggi yang berwenang melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan-perbuatan, baik

    pengadilan federal maupun pengadilan negara/daerah bagian. Di samping itu, Mahkamah

    Agung berhak memberi nasihat kepada presiden yang berkenaan dengan pemberian grasi atau

    hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.

    Konstitusi RIS yang bersifat liberal federalistik tidak sesuai dengan semangat

    Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pancasila, dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh

    karena itu, muncullah berbagai reaksi dan unjuk rasa dari negara-negara bagian menuntut

    pembubaran negara RIS dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas desakan

    itu maka tanggal 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat

    Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan negara

    RIS. Dengan adanya undang-undang tersebut hampir semua negara bagian RIS

    menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.

    Akhirnya, Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia,

    Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Timur.Keadaan itu mendorong negara RIS berunding dengan RI untuk membentuk negara

    kesatuan. Pada 19 Mei 1950, dicapai kesepakatan membentuk kembeli NKRI yang dituangkan

    dalam sebuah piagam persetujuan. NKRI secara resmi berdiri tanggal 17 Agustus 1950 dan

    Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.

    Sejak saat itu pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan UUDS 1950.

    3. Periode UUDS 1950

    Bentuk negara yang dianut Negara Indonesia pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah

    negara kesatuan. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 yang berbunyi ,

    Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis

    dan membentuk kesatuan.

    Sistem pemerintahan yang dianut oleh UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan

    parlementer. Sebagai dasar hukum UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan parlementer,

    dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan berikut ini.

    6

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    7/17

    Dalam pasal 45 disebutkan Presiden ialah kepala negara. Karena presiden sebagai

    kepala negara, ia tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas pelaksanaan pemerintahan.

    Pasal 45 tersebut dipertegas dalam pasal 83 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :

    (1) Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat

    (2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah,

    baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-

    sendiri

    Ketentuan lain yang menunjukkan bahwa UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan

    parlementer adalah pasal 84 yang berbunyi : Presiden berhak membubarkan Dewan

    Perwakilan rakyat.

    Masa berlakunya UUDS 1950 diisi dengan jatuh bangunnya kabinet sehingga

    pemerintahan tidak stabil. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut :

    a. Adanya sistem pemerintahan parlementer yang disertai sistem multipartai

    (banyak partai)

    b. Perjuangan partai-partai politik hanya untuk kepentingan golongan atau

    partainya

    c. Pelaksanaan sistem demokrasi yang tidak sehat.

    Karena itu, baik UUD RIS maupun UUDS 1950 menggunakan Pancasila sebagai Dasar

    Negara hanya dalam ketentuan formal , sedangkan jiwa kekeluargaannya belum mampudijalankan secara operasional..

    Pada masa berlakunya UUDS 1950, kekuasaan negara dipegang oleh beberapa alat

    perlengkapan negara yaitu :

    a. presiden dan wakil presiden

    b. menteri-menteri

    c. DPR

    d. Mahkamah Agung

    e. Dewan Pengawas Keuangan

    UUDS pun menganut ajaran pembagian kekuasaan. Hal ini terbukti dengan ditentukannya

    badan-badan yang memegang tiga kekuasaan tersebut.

    a. Kekuasaan pemerintah negara dilakukan oleh dewan menteri

    b. Kekuasaan perundang-undangan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR

    c. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung

    Sesuai dengan sistem parlementer yang dianut oleh UUDS 1950, kekuasaan pemerintah

    negara (eksekutif) dilakukan sepenuhnya oleh dewan menteri sehingga kebijaksanaan

    pemerintah dipertanggungjawabkan oleh dewan menteri kepada DPR.

    7

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    8/17

    Kekuasaan perundang-undangan (legislatif) dilakukan oleh pemerintah bersama DPR,

    kecuali dalam perubahan UUD.DPR memiliki hak untuk mengajukan rancangan Undang-undang.

    Bidang yudikatif sepenuhnya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Menurut pasal 105 ayat

    1 dan 2 UUDS 1950, Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi yang bertugas

    melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan-pengadilan lain, berdasarkan

    aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

    UUDS 1950 ini bersifat sementara yang ditegaskan dalam pasal 134 bahwa :

    Konstintuante bersama-sama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik

    Indonesia yang akan mengganti UUDS ini.

    Badan Konstintuante yang diserahi tugas membuat UUD baru tetap tidak dapat

    menjalankan tugasnya dengan baik. Keadaan ini memancing berkembangnya persaingan politik

    yang membawa akibat luas dalam berbagai tata kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

    Situasi gawat ini mendorong presiden mengajukan konsepsinya mengenai Sistem Demokrasi

    Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945. Konsepsi itu disampaikan di depan siding pleno

    DPR hasil Pemilu tahun 1955.

    Perdebatan yang terus berlarut-larut tanpa menghasilkan keputusan penting, mendorong

    Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang berisi :

    a. Pembubaran Badan Konstituante

    b. Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950c. Pembentukan MPR dan DPA sementara

    4. Periode Berlakunya Kembali UUD 1945

    a. Periode Orde Lama (5 Juli 1959-11 Maret 1966)

    Para pembentuk UUDS 1950 sejak semula menyebutkan bahwa UUD tersebut masih

    bersifat sementara. Hal ini ditegaskan dalam pasal 134 yang berbunyi : Konstituante (Sidang

    Pembuat UUD) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUDRepublik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini.

    Mengingat UUDS masih bersifat sementara, maka harus ada UUD yang tetap akan

    ditetapkan oleh Konstituante bersama-sama dengan pemerintah.

    Berdasarkan UUDS 1950, pembentukan anggota-anggota Konstituante harus diperoleh

    melalui pemilu. Pemilu untuk anggota Konstituante tersebut, baru dapat diselenggarakan pada

    bulan Desember 1955. Pada 10 November 1956, sidang pertama Konstituante dibuka di

    Bandung oleh presiden Soekarno. Pada saat itu presiden Soekarno untuk kali pertama

    memperkenalkan istilah Demokrasi Terpimpin.

    8

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    9/17

    Rakyat dan pemerintah sangat berharap Konstituante dapat membentuk UUD baru

    dengan segera. Dengan munculnya UUD baru diharapkan dapat mengubah tatanan kehidupan

    politik yang dinilai kurang baik.

    Lebih dari dua tahun bersidang, Konstituante belum berhasil merumuskan rancangan UUD

    baru. Ketika itu, perbedaan pendapat yang telah menjadi perdebatan di dalam gedung

    Konstituantemengenai dasar negara telah menjalar ke luar gedung Konstituante, sehingga

    diperkirakan akan menimbulkan ketegangan politik dan fisik di kalanagan masyarakat.

    Perdebatan-perdebatan di kalangan anggota Konstituante tentang dasar negara sulit

    untuk diselesaikan. Sehubungan dengan itu, pada bulan Maret 1959 pemerintah memberikan

    keterangan dalam sidang pleno DPR mengenai Demokrasi Terpimpin dalam rangka kembali

    kepada UUD 1945. Perdana Menteri Djuanda menegaskan bahwa usaha untuk kembali kepada

    UUD 1945 itu harus dilakukan secara konstitusional, artinya, harus berdasarkan pada pasal

    134 UUDS 1950. Oleh karena itu, pemerintah akan menyampaikan kepada Konstituante untuk

    menetapkan UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia.

    Mengingat suhu politik yang semakin memanas, pada 22 April 1959 Presiden Soekarno

    menyampaikan amanat kepada Konstituante. Amanat tersebut memuat anjuran kepala negara

    dan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Di samping itu, menegaskan pula pokok-pokok

    Demokrasi Terpimpin, yaitu sebagai berikut.

    1) Demokrasi terpimpin bukanlah diktator, berlainan dengan DemokrasiSentralisme dan berbeda pula dengan Demokrasi Liberal yang dipraktikkan selama ini.

    2) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan

    dasar hidup bangsa Indonesia.

    3) Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan

    kemasyarakatan yang meliputi bidang-bidang politik dan sosial.

    4) Inti dari pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan yang

    dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh penyiasatan dan perdebatan yang

    diakhiri dengan pengaduan kekuatan dan perhitungan suara pro dan kontra.

    5) Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun

    diharuskan dalam alam Demokrasi Terpimpin.

    6) Demokrasi Terpimpin merupakan alat, bukan tujuan.

    7) Tujuan melaksanakan Demokrasi Terpimpin ialah mencapai sesuatu

    masyarakat yang adil dan makmur, yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan

    spiritual, sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.

    8) Sebagai alat, Demokrasi terpimpin mengenal juga kebebasan berpikir dan

    berbicara, tetapi dalam batas-batas tertentu.

    9

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    10/17

    Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para

    anggota Konstituante, namun dengan pandangan yang berbeda. Pertama, menerima saran

    untuk kembali kepada UUD 1945 secara utuh. Kedua, menerima untuk kembali kepada UUD

    1945 tetapi dengan amandemen, yaitu sila ke satu Pancasila seperti yang tercantum dalam

    Pembukaan UUD 1945 harus diubah dengan sila ke satu Pancasila seperti tercantum dalam

    Piagam Jakarta.

    Adapun prosedur untuk kembali kepada UUD 1945 sebagaimana diputuskan oleh Kabinet

    Karya adalah sebagai berikut.

    1) Setelah terdapat kata sepakat antara presiden dan Dewan Menteri maka pemerintah

    minta supaya diadakan sidang pleno Konstituante.

    2) Atas nama pemerintah, disampaikan oleh presiden amanat berdasarkan pasal 134

    UUDS 1950 kepada Konstituante yang berisi anjuran supaya UUD 1945 ditetapkan.

    3) Jika anjuran itu diterima oleh Konstituante, pemerintah atas dasar ketentuan pasal

    137 UUDS 1950 mengumumkan UUD Republik Indonesia 1945 itu dengan keluhuran.

    Pengumuman dengan keluhuran itu dilakukan dengan suatu piagam yang ditandatangani

    dalam suatu sidang pleno Konstituante di bandung oleh presiden, para menteri, dan

    para anggota Konstituante, yang antara lain memuat Piagam Jakarta tertinggal 22

    Juni 1945.

    Setelah melalui berbagai macam usaha. Konstituante tidak dapat mengambil keputusanuntuk menerima anjuran tersebut. Hal ini sah-sah saja mengingat kewenangan untuk

    mempersiapkan dan membentuk undang-undang dasar ada di tangan Konstituante, sedangkan

    pemerintah yang melandaskan pada pasal 137 hanya berwenang mengesahkan dan

    mengumumkan.

    Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 dan mengingat lembaga-lembaga negara belum

    lengkap maka dilakukanlah beberapa langkah sebagai berikut.

    1) Pembaruan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui Penetapan Presiden No. 3 Tahun

    1960.

    2) Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan Penetapan

    Presiden No. 4 Tahun 1960. Dalam pasal ditentukan bahwa anggota-anggota DPR

    diberhentikan dengan hormat dari jabatannya terhitung ulai tanggal pelantikan

    Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh presiden.

    3) Untuk melaksanakan Dekrit Presiden, presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.

    2 Tahun 1959 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

    4) Penyusunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan Penetapan Presiden

    No. 12 Tahun 1960.

    10

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    11/17

    5) Dikeluarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959 tentang Dewan Pertimbangan

    Agung Sementara.

    Dengan demikian sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli

    1959, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan

    secara murni dan konsekuen. Banyak penyimpangan yang telah terjadi antara lain sebagai

    berikut.

    1) Lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPA belum dibentuk

    berdasarkan undang-undang. Lembaga-lembaga ini masih bersifat sementara.

    2) Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup melalui Ketetapan

    MPRS No. III/MPRS/1963. Ketetapan ini jelas melanggar ketentuan pasal 7 UUD

    1945 yang tegas-tegas menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang

    jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih lagi.

    Sejarah Indonesia mencatat bahwa penyimpangan-penyimpangan konstitusional ini

    mencapai puncaknya di bidang politik dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965.

    Peristiwa ini masih menjadi perdebatan sampai saat ini. Sejarah mengenai peristiwa Gerakan

    30 September 1965 masih menyimpan berbagai misteri. Banyak ahli sejarah dan bahkan

    pelaku sejarah yang mencoba melakukan penelusuran kembali, akan tetapi sayang banyak

    dokumen yang hilang.

    Terlepas dari kebenaran dari masing-masing versi tersebut, yang jelas peristiwa Gerakan30 September 1965 telah menimbulkan kekacauan sosial budaya dan instabilitas

    pemerintahan serta meninggalkan sejarah hitam dalam peta politik dan hukum

    ketatanegaraan Indonesia. Puncak dari peristiwa seperti ini adalah jatuhnya legitimasi

    Presiden Soekarno dalam memegang tampuk kekuasaan negara. Legitimasi itu semakin

    terpuruk dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang pada

    hakikatnya merupakan perintah dari presiden kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk

    mengambil segala tindakan dalam menjamin keamanan serta stabilitas jalannya pemerintahan.

    Demi terciptanya kepemimpinan nasional yang kuat dan terselenggaranya kestabilan politik,

    ekonomi, dan hankam maka dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 yang

    menyatakan : Mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia sampai

    terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

    b. Periode Orde Baru (11 Maret 1966-21 Mai 1998)

    Setelah turunnya Presiden Soekarno dari tampuk kepresidenan, maka berakhirlah Orde

    Lama. Kepemimpinan disahkan kepada Jenderal Soeharto mulai memegang kendali

    pemerintahan dan menamakan era kepemimpinannya sebagai Orde Baru. Di era ini konsentrasi

    11

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    12/17

    penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitikberatkan pada aspek

    kestabilan politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Untuk mencapai titik tolak

    tersebut, dilakukanlah upaya-upaya pembenahan sistem ketatanegaraan dan format politik

    yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi yang menonjol, yaitu:

    1) adanya konsep dwifungsi ABRI;

    2) pengutamaan Golongan Karya;

    3) magnifikasi kekuasaan di tangan eksekutif;

    4) diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat;

    5) kebijaksanaan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep massa

    mengambang (floating mass);

    6) kontrol atas kehidupan pers.

    Konsep Dwifungsi ABRI pada masa itu secara implicit sebenarnya sudah dikemukakan

    oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen A. H. Nasution, tahun 1958 yaitu dengan konsep

    jalan tengah. Prinsipnya menegaskan bahwa peran tentara tidak terbatas pada tugas

    profesional militer belaka, melainkan juga mempunyai tugas-tugas di bidang sosial-politik.

    Dalam hal ini, berarti militer secara otomatis akan memperoleh jatah keanggotaan di

    lembaga-lembaga politik (DPR dan MPR) tanpa melalui proses pemilihan umum.

    Di bidang kepartaian, pada 27 Februari 1970, Presiden Soeharto mengadakan konsultasi

    dengan parpol-parpol guna membahas gagasan untuk mengelompokkan partai-partai politikyang ada. Sehingga setiap pemilihan umum yang diselenggarakan di era Orde Baru, Golkar

    selalu menjadi single majority, dan setiap pemilihan Presiden RI , Soeharto selalu dapat

    terpilih secara aklamasi.

    5. Periode ReformasiSetelah tumbangnya Orde baru maka dimulailah pentahapan konsolidasi sistem demokrasi

    di Indonesia. Konsolidasi tersebut antara lain adalah melakukan perubahan dan penggantian

    berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak memberikan ruang bagi kehidupan

    demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat.

    Gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa Indonesia mencapai puncak dengan

    mundurnya Presiden Soeharto dari tampuk kepemimpinan nasional pada 20 Mei 1998. Selama

    Presiden Soeharto memegang kekuasaan negara selama 30 tahun, sistem pemerintahan RI

    mengarah pada supremasi eksekutif. Ini mengakibatkan langgam politik ketatanegaraan

    Indonesia justru mengarah pada pola otoriterisme.

    12

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    13/17

    Kondisi semacam inilah yang mengakibatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan

    menjadi lemah, sehingga kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan menjadi tidak berjalan.

    Akibat dari kesemuanya itu adalah krisis multidimensional yang dialami Indonesia di

    pertengahan tahun 1997 tidak dapat tertanggulangi.

    Reformasi Indonesia yang utama adalah menuju tatanan kehidupan ketatanegaraan yang

    demokratis dapat dilihat dari ketiga periode sebagaimana dikemukakan oleh Huntington.

    Ketiga periode yang dimaksud adalah pertama, pengakhiran rezim nondemokratis, yakni

    ditandai dengan tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto sebagai akibat ketidakmampuan

    dalam mempertahankan legitimasi di hadapan masa rakyat dan mahasiswa. Kedua, pengukuhan

    rezim demokratis yang ditandai dengan dilaksanakannya pemilu tahun 1999 dengan sistem

    multipartai. Dalam periode ini terpilih presiden dan wakil presiden yakni Abdurrahman Gus

    Dur Wahid, sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Ketiga,

    periode konsolidasi sistem demokratis ditandai dengan adanya pembenahan struktur

    ketatanegaraan Indonesia, seperti amandemen UUD 1945 oleh MPR melalui Panitia Ad-Hoc I

    MPR-RI.

    Dalam amandemen UUD 1945 tersebut, antara lain ditegaskan bahwa sistem

    pemerintahan presidensial akan tetap dipertahankan bahkan diperkuat melalui mekanisme

    pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Pasal-pasal yang terkait dengan hal

    tersebut dan yang telah diamandemen adalah sebagai berikut.a. Pasal 5 ayat 1 menegaskan : presiden berhak mengajukan Rancangan Undang Undang

    kepada DPR.

    b. Pasal 7 menegaskan : Presiden dan Wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun

    dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali

    masa jabatan.

    c. Pasal 17 ayat 2 menyatakan : Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh

    Presiden.

    d. Pasal 20 ayat 1 menyatakan : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.

    Kendati pasal-pasal UUD 1945 yang sudah diamandemen tersebut memberikan indikasi

    pelaksanaan sistem presidensial, tetapi dalam praktik penyelenggaraan ketatanegaraan

    Indonesia, ini masih belum dilaksanakan secara murni. Hal ini tertuang dalam Tap MPR No.

    VI/MPR/1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI.

    Dalam pasal 8 menyatakan sebagai berikut.

    a. Fraksi dapat mengajukan seorang calon presiden

    b. Calon presiden dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 70 orang anggota majelis

    yang terdiri atas satu fraksi atau lebih

    13

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    14/17

    c. Setiap anggota majelis hanya boleh menggunakan salah satu cara pengajuan calon

    presiden sebagaimana disebutkan dalam ayat 1 dan 2 pasal ini.

    Memperhatikan ketentuan ini, tampak jelas bahwa pemilihan presiden tidak dilakukan

    secara langsung, melainkan masih merupakan wewenang dari MPR melalui pengusulan oleh

    anggota MPR maupun fraksi. Ini berarti dalam hal rekruitmen kepala pemerintahan masih

    tetap menggunakan pola sistem parlementer.

    Sistem pemerintahan parlementer ini semakin menunjukkan eksitensinya ketika Presiden

    Gus Dur memperoleh memorandum I,II,dan III oleh DPR karena dianggap terlibat dalam

    kasus penyelewengan dan Bulog dan bantuan dari Sultan Brunei. Kasus ini disebut sebagai

    kasus Bullogate dan Brunaigate.

    Akhir dari konflik eksekutif dan legislatif ini mengakibatkan Presiden Gus Dur

    dilengserkan oleh MPR melalui keputusan pada Sidang Istimewa MPR tahun 2001. Presiden

    Gus Dur selanjutnya digantikan oleh Wakil Presiden, Megawati Soekarnoputri. Kemudian

    dalam sidang tahunan MPR tahun 2001, Megawati Soekarnoputri diangkat menjadi presiden

    dan didampingi oleh Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden.

    Berdasarkan sidang tahunan MPR tahun 2002, di dalam amandemen keempat UUD 1945

    ditegaskan bahwa presiden dan wakil presiden, dipilih langsung oleh rakyat. Di dalam pasal 6A

    UUD 1945, antara lain sbb :

    1. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangansecara langsung oleh rakyat

    2. Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh

    partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan

    pemilihan umum

    3. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapat

    suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20%

    suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di

    Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

    4. Dalam hal tidak ada pasangan Calon Presiden dan Wakil

    Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan

    kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang

    memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai pasangan Presiden dan Wakil

    Presiden.

    5. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

    lebih lanjut diatur oleh Undang-undang

    Berdasarkan ketentuan tersebut, presiden dan wakil presiden tidak lagi bertanggung

    jawab kepada MPR, melainkan bertanggung jawab secara langsung kepada rakyat. Berkaitan

    14

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    15/17

    dengan hal ini, pasal 3 ayat 3 amandemen UUD 1945 menegaskan bahwa MPR hanya dapat

    memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.

    Menurut pasal 7A UUD 1945, pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat

    diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR ini atas usul DPR, baik apabila terbukti

    melakukan pelanggaran hukum yang berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

    penyuapan tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak

    lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

    Untuk mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut, DPR

    terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah konstitusi untuk memeriksa,

    mengadili, dan memutuskan pendapat DPR tentang adanya indikasi perbuatan melanggar

    hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sehubungan dengan hal ini,

    Pasal 7B UUD 1945 menyatakan sebagai berikut.

    1. Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada

    MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi

    untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil

    Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

    korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau

    pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai

    Presiden dan/atau Wakil Presiden.2. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran

    hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau

    Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.

    3. Pengajuan Permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan

    dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang

    paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

    4. Mahkamah konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan seadil-adilnya

    terhadap pendapat DPR tersebut paling lambat 90 hari setelah permintaan

    5. Apabila mahkamah konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

    terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

    penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa

    Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau

    Wakil Presiden, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul

    pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR

    6. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat

    30 hari sejak MPR menerima usul tersebut

    15

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    16/17

    7. Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil

    dalam rapat paripurna. MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dari jumlah anggota

    yang disetujui oleh sekurang-kurangnya dari jumlah anggota yang hadir, setelah

    Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam

    rapat paripurna MPR.

    Berdasarkan mekanisme pertanggungjawaban tersebut, setelah UUD 1945 diamandemen,

    terdapat perubahan sistem pemerintahan negara RI yang cukup fundamental. Perubahan

    tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :

    a. Sistem pemerintahan negara mempergunakan sistem presidensial murni

    b. Presiden dan/atau Wakil Presiden serta parlemen yang terdiri atas dua kamar dipilih

    langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum

    c. Di bidang politik, kedudukan Presiden dan/atau Wakil Presiden serta parlemen sama-

    sama kuat.

    d. Dikenal adanya lembaga peradilan konstitusi, yakni Mahkamah Konstitusi yang

    mempunyai wewenang untuk melakukan impeachment kepada Presiden dan/atau Wakil

    Presiden jikalau ditengarai telah melakukan pelanggaran cukup berat.

    e. Pertanggungjawaban yang dibebankan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden

    kepada parlemen harus diawali dengan adanya pertanggungjawaban hukum (yuridis).

    Adapun jika pertanggungjawaban politis merupakan konsekuensi logis, jika Presidendan/atau Wakil Presiden telah melakukan pertanggungjawaban hukum tersebut.

    16

  • 8/3/2019 Analisis Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Dengan Negara Lain-KN

    17/17

    17